Anda di halaman 1dari 112

PEMBERIAN MINYAK ZAITUN (OLIVE OIL) TERHADAP

DERAJAT RUAM PADA ASUHAN KEPERAWATAN


An. A DENGAN DIARE PENGGUNA DIAPERS
USIA 0-36 BULAN DIRUANG
KEPERAWATAN ANAK
RSUD SALATIGA

DI SUSUN OLEH:
ERNA AMBARWATI
NIM. P.13086

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
PEMBERIAN MINYAK ZAITUN (OLIVE OIL) TERHADAP
DERAJAT RUAM PADA ASUHAN KEPERAWATAN
An. A DENGAN DIARE PENGGUNA DIAPERS
USIA 0-36 BULAN DI RUANG
KEPERAWATAN ANAK
RSUD SALATIGA

Karya Tulis Ilmiah


Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan

DI SUSUN OLEH:
ERNA AMBARWATI
NIM. P.13086

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016

i
ii
iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Kuasa karena

berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya

Tulis Ilmiah dengan judul “Pemberian Minyak Zaitun (Olive Oil)terhadap Derajat

Ruam pada Asuhan Keperawatan An. A dengan Diare Pengguna Diapers Usia 0-

36 bulan Diruang Keperawatan Anak RSUD Kotasalatiga.“

Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat

bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini

penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya

kepada yang terhormat :

1. Ns. Meri Oktariani M.Kep, selaku Ketua Program Studi DIII Keperawatan

yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di Stikes

Kusuma Husada Surakarta, sekaligus sebagai dosen pengguji II serta dosen

pembimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi,

perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya

studi kasus ini.

2. Ns. Alfyana Nadya R,M.Kep, selaku Sekretaris Program Studi DIII

Keperawatan yang telah memberikan kesempatan dan arahan untuk dapat

menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta.

3. Ns. Happy Indri Hapsari, M.Kep, selaku dosen penguji I yang membimbing

dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman

dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini

iv
4. Semua dosen Program studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada

Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya

serta ilmu yang bermanfaat

5. Kedua Orang tuaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat

untuk menyelesaikan pendidikan

6. Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga yang telah memberikan ijin untuk

mengadakan studi kasus di Ruang Anggrek

7. Terimakasih kepada responden yang telah memberilam ijin serta informasi

dalam penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini

8. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma

Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu

persatu, yang telah memberikan dukungan moral dan spiritual

Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

keperawatan dan kesehatan. Amin.

Surakarta, 14 Mei 2016

Penulis

v
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL...........................................................................................i
PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME .......................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................iv
DAFTAR ISI .......................................................................................................vi
DAFTAR TABEL ...............................................................................................ix
DARTAF GAMBAR ..........................................................................................x
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................1
B. Tujuan Penulisan ...............................................................................5
C. Manfaat Penulisan .............................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori ...................................................................................8
1. Diare ...........................................................................................8
2. Konsep Asuhan Keperawatan .....................................................14
3. Diapers Rush ...............................................................................30
4. Minyak zaitun .............................................................................34
B. Kerangka Teori .................................................................................38
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek Aplikasi Riset .......................................................................39
B. Tempat dan Waktu ............................................................................39
C. Media atau Alat yang digunakan.......................................................39
D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset ...................................40
E. Alat ukur evaluasi tindakan aplikasi riset ........................................41

vi
BAB IV LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien ................................................................................42
B. Pengkajian .......................................................................................42
C. Perumusan Masalah Keperawatan ..................................................49
D. Intervensi Keperawatan ...................................................................51
E. Implementasi ...................................................................................53
F. Evaluasi Keperawatan .....................................................................61
BAB V PEMBAHASAN
A. Pengkajian .......................................................................................67
B. Diagnosa Keperawatan ....................................................................79
C. Intervensi .........................................................................................83
D. Implementasi ...................................................................................85
E. Evaluasi ...........................................................................................90
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ......................................................................................94
B. Saran ................................................................................................96
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

vii
DAFTAR TABEL

No Keterangang Tabel Halaman

1. Tabel 2.1 Penurunan berat badan pada anak dehidrasi ................................19

2. Tabel 3.1 Prosedur pemberian minyak zaitun .............................................40

3. Tabel 3.2 Alat ukur derajat ruam ................................................................41

viii
DAFTAR GAMBAR

No Keterangang Gambar Halaman

1. Gambar 2.1 Kerangka Teori.........................................................................38

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2. Usulan Judul

Lampiran 3. Surat Pernyataan

Lampiran 4. Lembar Observasi

Lampiran 5. Jurnal Penelitian

Lampiran 6. Asuhan Keperawatan

Lampiran 7. Jurnal Bimbingan

x
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diare dapat diartikan suatu keadaan pengeluaran feses yang tidak

normal atau tidak seperti biasanya, ditandai dengan peningkatan volume,

keenceran, serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari. Pada bayi lebih dari 4 kali

sehari dengan lendir atau tanpa lendir darah serta lebih dalam dua puluh jam

pertama, dengan temperatur rectal 38º C, kolik, dan muntah-muntah dan

dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau hanya

lendir (Hidayat, 2006). Berdasarkan klasifikasinya diare dibedakan menjadi 2

yaitu diare akutdan diare kronik (Suratmaja 2007). Menurut Daldiyono

(2009) Diare disebabkan oleh faktor infeksi, malabsorpsi(gangguan

penyerapan zat gizi), makanan dan faktor psikologis. Pengeluaran feses yang

meningkat pada anak yang menderita diare, mengharuskan orang tua lebih

sering menganti popok, Dahulu para orang tua melindungi genetalia anak

dengan popok kain, tetapi karena intensitas feses keluar lebih sering maka

saat ini kebanyakan orang tua menggunakan diapers, seringnya pengeluaran

feses menjadikan daerah disekitar genetalia menjadi lembab dan dan akan

mengakibatkan timbulnya ruam akibat lamanya penggunaan diapers

(Maryunani 2010).

Diapers merupakan popok yang digunakan untuk melindungi

genetalia anak yang memiliki daya serap tinggi dan terbuat dari bahan plastik

1
2

serta campuran bahan kimia untuk menampung sisa-sisa metabolisme seperti

feses serta urin yang bersifat disposible atau sekali pakai, dalam penggunaan

popok yang bersifat disposable ini jika tidak digunakan secara tepat dan

benar akan menimbulkan kemerahan atau ruam di sekitar genetalia anak

(Diena, 2009). Sedangkan menurut (Syahrani, 2008) ruam popok yang terjadi

selama beberapa hari, walaupun tetap rutin diganti, bisa disebabkan oleh

jamur Candida albicans. Jenis ruam popok ini berwarna kemerahan dan tidak

begitu jelas, serta muncul bintik-bintik merah di sekitar bagian utama

ruamnya. Umumnya diawali di bagianbagian lipatan kulit bayi, kemudian

meluas ke bagian depan dan belakang tubuhnya. Pemberian antibiotik pada

bayi atau ibu menyusui justru akan mengakibatkan infeksi jamur karena

antibiotik akan membunuh bakteri baik yang mencegah tumbuhnya jamur

Candida.

Menurut data World Health Organization(WHO) tahun 2008, diare

merupakan penyebab pertama kematian balita di dunia. Penyakit diare

merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian hampir di

seluruh negara. Semua kelompok usia bisa terkena diare, tetapi penyakit diare

dalam tingkat berat dengan risiko kematian yang tinggi terutama terjadi pada

bayi dan balita. Di negara berkembang, anak-anak balita mengalami rata-rata

3 - 4 kali diare per tahun bahkan lebih (Wulandari, 2009). Sedangkan diare di

Jawa Tengah berdasarkan (Dinkes Jateng, 2007) jumlah kasus diare di Jawa

Tengah tahun 2007 yaitu sebanyak 625.022 penderita dengan Incidence Rate

(IR) 1,93%, sedangkan jumlah kasus diare pada balita yaitu sebanyak
3

269.483 penderita, Jumlah kasus diare setiap tahunnya rata-rata di atas 40%,

hal ini menunjukkan bahwa kasus diare masih tetap tinggi dibandingkan

golongan umur lainnya. Data pada tahun 2007 memperlihatkan empat juta

balita di Indonesiamengalami kekurangan gizi, 700000 di antaranya

mengalami gizi buruk (Marimbi,2010).

Berdasarkan Profil Kesehatan Jawa Tengah tahun 2003,

perkembangankeadaan gizi masyarakat yang dapat dipantau berdasarkan hasil

pencatatan danpelaporan program menunjukkan bahwa keadaan gizi

masyarakat Jawa Tengah yangtercermin dari hasil penimbangan balita pada

tahun 2003 menunjukkan jumlahbalita yang ada 2.816.499 anak, dari jumlah

tersebut yang datang ditimbangposyandu sebanyak 1.993.448 anak dengan

rincian yang naik berat badannyasebanyak 1.575.486 anak atau 79,03% dan

balita yang ada dibawah garis merah(BGM) sebanyak 46.679 anak atau

2,34%. Data tersebut menunjukkan bahwa diJawa Tengah masih banyak

balita yang status gizinya berada dibawah standar(Dinkes Jateng, 2003).

Sesuai teori penyakit ini terdapat beberapa diagnosa yang akan

muncul pada penyakit diare akut. Diagnosa keperawatan yang mungkin

muncul pada pasien gastroeteritis/ diare akut menurut Wilkinston (2007)

adalah kekurangan volume cairan berhubungan dengan dehidrasi, perubahan

nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah dan

intake cairan inadekuat, hipertermi berhubungan dengan dehidrasi, kerusakan

integritas kulit berhubungan dengan iritasi rectal karena diare, resiko infeksi

berhubungan dengan peningkatan paparan lingkungan terhadap patogen,


4

defisit pengetahuan tentang penyakit dan cara perawatannya berhubungan

dengan kurang paparan sumber informasi, ansietas berhubungan dengan

hospitalisasi dan stress. kerusakan integritas kulit merupakan salah satu

diagnosa yang sering muncul pada anak dengan penyakit diare akut, dalam

mengatasi masalah-masalah tersebut dapat dilakukan alternatif tindakan

mengoleskan minyak zaitun (olive oil) terhadap integritas kulit pada

pengamplikasian jurnal ”pemberian minyak zaitun terhadap derajat ruam

popok pada anak usia 0-36 bulan”.

Minyak zaitun adalah serupa minyak lemak yang diperoleh dengan

pemerasan dingin biji - biji buah tanaman tersebut yang telah masak. Kualitas

minyak yang terbaik diperoleh dari buahnya yang tua tetapi belum masak

benar (Sutedjo, 2004). Menurut Setyanti 2012 tentang manfaat minyak zaitun

(Olive Oil) mengatakan bahwa minyak zaitun (Olive Oil) mengandung

emolien yang bermanfaat untuk menjaga kondisi kulit yang rusak seperti

psoriaris dan eksim. Minyak zaitun (olive oil) dipercaya dapat digunakan

untuk perawatan bekas luka, serta area-area yang terdapat keriput dan pecah-

pecah akibat kulit kering atau penuaan sel kulit, dapat juga digunakan untuk

stretching atau penarikan pada kulit, sehingga dapat mengatasi masalah bekas

kehamilan (stretch marks) (Kartika, 2011).Minyak zaitun (olive oil)

mempengaruhi masalah kelembaban kulit sehingga terdapat penurunan

derajat ruam popok sesudah diberikan minyak zaitun (olive oil).

Berdasarkan berbagai data dan informasi diatas maka penulis tertarik

untuk pemberian minyak zaitun (olive oil) yang tujuannya untuk menurunkan
5

derajat ruam pada An.A Dengan diare. Maka dari itu penulis tertarik untuk

menyusun Karya Tulis Ilmiah tentang “Pemberian Minyak Zaitun (olive oil)

terhadap derajat ruam pada Asuhan Keperawatan An.A Dengan Diare di

RSUD Salatiga.

Berdasarkan data yang diperoleh di ruang Anggrek Rumah Sakit Umum

Daerah Kota Salatiga, kasus diare rumayan banyak, dimana selama 3 bulan

terakir dari bulan Oktober sampay Desember 2015 ada 50 pasien, dan dibulan

Januari 2016 ada 12 pasien dengan diare yang dirawat diruang anggrek

Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga, hal ini membuktikan bahwa

prevelensi penyakit diare diruang anggrek Rumah Sakit Umum Daerah Kota

Salatiga meningkat (Data Pasien Ruang Anggrek).

B. Tujuan

1. Tujuan umum

Mengaplikasikan tindakan pemberian minyak zaitun (olive oil) terhadap

derajat ruam popok pada asuhan keperawatan An. dengan Diare di

Rumah Sakit.

2. Tujuan khusus

a. Penulis mampu melaksanakan pengkajian ruam popok pada pasien

An. dengan diare di Rumah Sakit.

b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan ruam popok

pada pasien An. dengan diare di Rumah Sakit.


6

c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan ruam popok

pada pasien An. dengan diare di Rumah Sakit.

d. Penulis mampu melakukan implementasi ruam popok pada pasien

An. dengan diare di Rumah Sakit.

e. Penulis mampu melakukan evaluasi ruam popok pada pasien An.

dengan diare di Rumah Sakit.

f. Penulis mampu menganalisis hasil kondisi ruam popok yang terjadi

pada pasien An. dengan diare di Rumah Sakit.

C. Manfaat Penulisan

1. BagiRumah Sakit

Sebagai bahan masukan khususnya untuk perawat dalam memberikan

asuhan keperawatan yang komprehensif pada pasien yang mengalami

ruam popok saat diare dan sebagai pertimbangan perawat dalam

meniagnosa kasus sehingga perawat mampu memberikan tindakan yang

tepat kepada pasien.

2. Bagi Institusi pendidikan

Sebagai bahan masukan dalam kegiatan proses belajar mengajar tentang

asuhan keperawatan pemberian minyak zaitun dengan ruam popok pada

An. dengan diare. Untuk mengetahui kecemasan selama menjalani

perawatan dirumah sakit.


7

3. Bagi Pasien

Meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga tentang pengaruh

minyak zaitun terhadap derajat ruam popok penguna diapers pada anak

diare.

4. Bagi Penulis

Menambah pengetahuan peneliti tentang masalah keperawatan ruam

popok pada anak diare dan merupakan satu pengalaman baru bagi penulis

atas informasi yang diperoleh selama penelitian.


BAB II

LANDASAN TEORI

A. KONSEP PENYAKIT

1. Definisi Diare

Diare adalah pengeluaran tinja tidak normal dan cair buang air

besar tidak normal dan bentuk tinja yang cair dengan frekuensi lebih

banyak dari biasanya (Sugeng, 2010). Sedangkan menurut (Ummuauliya,

2008) diare merupakan keadaan dimana seseorang menderita mencret-

mencret, tinja encer, dapat bercampur darah dan lendir kadang disertai

muntah-muntah sehingga diare dapat menyebabkan kematian terutama

pada bayi dan anak-anak usia dibawah lima tahun. Diare adalah buang air

besar yang tidak normal atau bentuk tinda yang encer dengan frekuensi

lebih banyak dari biasanya. Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi

buang air besar sudah lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi lebih dari

satu bulan dan anak, bila frekuensinya lebih dari 3 kali (Hasan, 2007).

Diare akut yaitu diare yang terjadi sewaktu-waktu secara mendadak

pada bayi pada anak yang sebelumnya sehat. Diare kronik yaitu diare

yang berkelanjutan sampai 2 minggu atau lebih dengan kehilangan berat

badan atau berat badan tidak bertambah selama diare tersebut Suratmaja

(2007).

8
9

2. Etiologi

Penyebab diare ada beberapa faktor, yaitu :

a. Faktor virus (rota virus,adenovirus, norwalk). Bakteri (shigella

salmonela Eccli, vibrio). Parasit (protozoa, Entamoeba, hystolytica,

Lambia balantidiumcoli). cacing (Ascaris lumbricoides), trichuris,

strongyloides. Infeksi ekstra usus (otitis media akut, infeksi saluran

kemih, peneomonia). Terbanyak disebabkan rotavirus (20-40%)

b. Alergi makanan yaitu alergi susu sapi, protein kedelai, alergi

mutipel.

c. Malabsorpsi yaitu karbohidrat (intoleransi laktosa), lemak dan

protein.

d. Keracunan makanan misalnya makanan kaleng akibat botulinum.

e. Pisikologis yaitu rasa takut, cemas dan tegang, jika terjadi pada anak

dapat menyebabkan diare kronis. Tetapi jarang terjadi pada anak

balita, umumnya terjadi pada anak yang lebih besar (Hasan 2007)

3. Klasifikasi

Menurut (Wong 2008) menyatakan bahwa menurut waktu

terjadinya diare dapat dibagi menjadi dua yaitu:

a. Diare akut merupakan penyabab utama keadaan sakit pada anak-

anak balita. Diare akut didefinisikan sebagai keadaan peningkatan

dan perubahan tiba-tiba frekuensi defekasi yang sering disebabkan

oleh agens infeksius dalam traktus GI. Keadaan ini dapat menyertai
10

infeksi saluran nafas atas (ISPA) atau saluran kemih (ISK), terapi

antibiotik atau pemberian obat pencahar (laksatif). Diare akut

biasanya sembuh sendiri (lama sakit kurang dari 14 hari) dan akan

mereda tanpa terapi yang spesifik jika dehidrasi tidak terjadi. Diare

infeksius akut (gastroenteritis infeksiosa)dapat disebabkan oleh virus

bakteri dan parasit yang patogen.

b. Diare kronis didefinisikan sebagai keadaan meningkatnya frekuensi

dan kandungan air dalam feses dengan lamanya (durasi) sakit lebih

dari 14 hari. Kerap kali diare kronis terjadi karena keadaan kronis

seperti sindrom malabsorpsi, penyakit inflamasi usus, defisiensi

kekebalan, yang kronis, atau akibat dari penatalaksanaan diare

akutyang tidak memadai.

4. Manifestasi klinis

Bayi dan anak yang mengalami diare menjadi cengeng, gelisah,

suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang, kemudian

timbul diare tinja cair dan mungkin disertai lendir atau darah. Warna tinja

makin lama berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur dengan

empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi

dengan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin banyaknya

asam laktat, yang berasal dari laktosa yang tidak dapat diapsobsi usus

selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan

dapat sisebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat


11

gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit. Bila penderita telah

banyak kehilangan cairan dan elektrolit, maka gejala dehidrasi mulai

nampak. Berat badan turun, tugor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun

besar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak

kering (Hasan,2007).

5. Patofisiologi

Mekanisme dasar yang menyebabkan diare menurut Whaley’s and

Wong (2001) ialah yang pertama gangguan osmotik, akibat terdapatnya

makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan

osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan

elektrolit ke dalam rongga usus, isi rongga usus yang berlebihan ini akan

merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare. Kedua

akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan

terjadi peningkatan air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan

selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.

Ketiga gangguan motalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan

mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan

sehingga timbul diare sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan

mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya dapat

menimbulkan diare pula. Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat

masuknya mikroorganisme hidup ke dalam usus setelah berhasil

melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme tersebut


12

berkembangbiak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin

tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.

6. Pemeriksaan penunjang.

Pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam menegakkan

diagnosis (casual) yang tepat sehingga kita dapat memberikan obat yang

tepat pula. Adapun pemeriksaan yang perlu dikerjaan menurut Mansjoer

(2009) adalah :

1) Pemeriksaan feses

Tes tinja untuk mengetahui makroskopis dan mikroskopis, biakan

kuman penyebab, tes resistensi terhadap berbagai antibiotik serta

untuk mengetahui pH dan kadar gula jika diduga ada intoleransi

glukosa.

Karakteristik hasil pemeriksaan feses sebagai berikut : feses

berwarna pekat/putih kemungkinan disebabkan karena adanya

pigmen empedu (obstruksi empedu). Feses berwarna hitam

disebabkan karena efek dari obat seperti Fe, diet tinggi buah merah

dan sayur hijau tua seperti bayam. Feses berwarna pucat disebabkan

karena malabsorbsi lemak, diet tinggi susu dan produk susu. Feses

berwarna orange atau hijau disebabkan karena infeksi usus. Feses

cair dan berlendir disebabkan karena diare yang penyebabnya adalah

virus. Feses seperti ampas disebabkan karena diare yang

penyebabnya adalah parasit. Feses yang didalamnya terdapat unsur


13

pus atau mukus disebabkan karena bakteri, darah jika terjadi

peradangan pada usus, terdapat lemak dalam feses jika disebabkan

karena malabsorbsi lemak dalam usus halus (Suprianto, 2008).

2) Pemeriksaan darah

Darah perifer lengkap, analisa gas darah dan elektrolit (terutama Na,

Ca, K dan P serum pada diare yang disertai kejang), anemia

(hipokronik, kadang-kadang nikrosiotik) dan dapat terjadi karena

malnutrisi/malabsorbsi tekanan fungsi sum-sum tulang (proses

inflamasi kronis) peningkatan sel-sel darah putih, pemeriksaan kadar

ureum dan creatinin darah untuk mengetahui faal ginjal.

3) Pemeriksaan elektrolit tubuh

Untuk mengetahui kadar Natrium, kalium, kalsium, bikarbonat.

4) Duodenal intubation

Untuk mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif dan kualitatif

terutama pada diare kronik.

7. Penatalaksanaan

Menurut Mansjoer (2007), penatalaksanaan diare akut akibat infeksi

terdiri atas :

a. Rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan, Empat hal penting

yang perlu diperhatikan adalah :

1) Jenis cairan

2) Jumlah cairan
14

3) Jalan masuk atau cara pemberian cairan

4) Jadwal pemberian cairan

b. Identifikasi penyebab diare akut karena infeksi

8. Komplikasi

Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak,

dapat terjadi berbagai macam komplikasi seperti:

a. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonic atau hipertonik).

b. Renjatan hipovolemik

c. Hypokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah,

bradikardia, perubahan pada elektrokardiogram).

d. Hipoglikemia.

e. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim lactase

karena kerusakan vili mukosa usus halus.

f. Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik.

g. Malnutrisi energy protein, karena selain diare dan muntah penderita

juga mengalami kelaparan.

9. Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian

Pengkajian adalah pemikiran dasar yang bertujuan untuk

mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat

mengidentifikasi, mengenal masalah-masalah kebutuhan kesehatan


15

dan keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan

(Dermawan, 2012). Adapun pengkajian menurut winugroho (2008)

sebagai berikut :

1) Riwayat keperawatan

Identitas pasien meliputi nama, umur, berat badan, jenis

kelamin, alamat rumah, suku bangsa, agama dan nama orang

tua.

2) Keluhan utama

pasien biasanya berak encer dengan atau tanpa adanya lendir

dan darah sebanyak lebih dari 3 kali sehari, biasanya disertai

muntah, tidak nafsu makan, dan disertai demam ringan atau

demam tinggi pada anak-anak yang menderita infeksi usus.

3) Riwayat penyakit sekarang.

Mula mula bayi atau anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan

meningkat, nafsu makan berkurang, tinja makin cair makin

disertai lendir atau lendir dan darah, anus dan daerah sekitarnya

timbul lecet karena sering defekasi, muntah, dehidrasimenurut

Suharyono (1999) dalam Susilaningrum dk (2013).

4) Riwayat penyakit dahulu.

Riwayat penyakit yang pernah diderita oleh anak maupun

keluarga dalam hal ini apakah dalam keluarga pernah

mempunyai riwayat penyakit keturunan atau pernah menderita

penyakit kronis sehingga harus di rawat diruah sakit.


16

5) Riwayat kesehatan

a) Riwayat imunisasi terutama anak yang belum imunisasi

campak. Diare lebih sering terjadi dan berqakibat berat pada

anak-anak dengan campak atau yang menderita campak

dalam empat minggu terakhir, yaitu akibat penurunan

kekebalan pada pasien.

b) Riwayat alergi terhadap makanan atau obat-obatan

(antibiotik) karena faktor ini salah satu kemungkinan

penyebab diare.

c) Riwayat penyakit yang serung pada anak di bawah dua

tahun biasanya batuk, panas, pilek, dan kejang yang terjadi

sebelum, selama, atau setelah diare, seperti OMA, tonsilitis,

faringitis, bronko pneumonia, ensefalitis.

6) Riwayat nutrisi

Riwayat pemberian makanan sebelum sakit diare meliputi halm

sebagai berikut.

a) Pemberian ASI penuh pada anak umur 4-6 bulan sangat

mengurangi risiko diare dan infeksi yang serius.

b) Pemberian susu formula, apakah menggunakan air masak,

diberikan dengan botol atau dot, karena botol yang tidak

bersih akan mudah terjadi pencemaran.

c) Perassan haus. Anak yang diare tanpa dehidrasi tidak

merasa haus (minum biasa), pada dehidrasi ringan/sedang


17

anak merasa haus, ingin minum banyak, sedangkan pada

dehidrasi berat anak malas minumatau tidak bisa minum.

7) Riwayat kehamilan dan kelahiran yang ditanyakan meliputi

keadaan ibu saat hamil, dan obat-obatan. Hal tersebut juga

mencakup kesehatan anak sebelum lahir, saat lahir dan keadaan

anak setelah lahir.

8) Riwayat tumbuh kembang.

Hal-hal yang perlu ditanyakan adalah hal-hal yang berhubungan

dengan pertumbuhan dengan perkembangan anak sesuai dengan

usia anak sekarang yang meliputi motorik kasar, motorik halus,

perkembangan kognitif atau bahasa dan personal sosial atau

kemandirian.

9) Psikososial

Pada pisikososial ini yang ditanyakan meliputi tugas

perkembangan sosial anak, kemmpuan beradaptasi selama sakit,

mekanisme koping yang digunakan oleh anak dan keluarga.

10) Kesehatan fisik

Kesehatan fisik meliputi pola nutrisi seperti frekuensi makanan,

jenis makanan, makanan yang disukai atau tidak disukai dan

keinginan untuk makan dan minum. Pola eliminasi seperti buang

air besar dan buang air kecil dirumah dan dirumah sakit. Selain

itu juga ditanyakan tentang konsistensi, warna dan bau dari

objek eliminasi. Kebiasaan tidur seperti tidur siang dan tidur


18

malam kebiasaan sebelum dan sesudah tidur.pola aktifitas juga

ditanyakan baik dirumah dan juga bagaimana pola hygiene

tubuh seperti mandi, kramas dan ganti baju.

11) Kesehatan mental.

Kesehatan mental ini meliputi pola interaksi anak, pola kognitif

anak, pola emosi anak saat dirawat, pola pisikologi keluarga

serta kopingnya dan pengetahuan keluarga dalam pengetahuan

keluarga dalam mengenali penyakit anaknya.

12) Kesehatan sosial dan spiritual

Kesehatan ini meliputi pola kultural atau norma yang berlaku

dalam keluarga dan pola rekreasi serta keadaan lingkungan

rumah.

13) Pemeriksaan fisik.

a) Keadaan umum klien

Pada anak terdapat kelainan-kelainan yang perlu

mendukung perlu dikaji adanya tanda-tanda dehidrasi

seperti mata cekung, ubun-ubun besar cekung, mukosa bibir

kering, dan tugor kulit kering, kemudian ditanyakan BAB,

adanya nyeri atau disentri abdomen, demam dan terjadi

penurunan berat badan (Gunawan, 2009).

b) Berat badan

Anak yang diare dengan dehidrasi biasanya mengalami

penurunan berat badan sebagai berikut.


19

Tabel 2.1
Penurunan berat badab anak dengan dehidrasi

Kehilangan Berat Badan


Tingkat Dehidrasi Bayi Anak Besar
Dehidrasi ringan 5% (50 ml/kg) 3% (30 ml/kg)
Dehidrasi sedang 5-10%(50-100 ml/kg) 6% (60 ml/kg)
Dehidrasi berat 10-15%(100-150 9% (90ml/kg)
ml/kg)
Sumber : (Susilanigrum, 2013)

Presentase penurunan berat badan tersebut dapat

diperkirakan saat anak dirawat di rumah sakit. Sedangkan di

puskesmas/ fasilitas pelayanan dasar dapat digunakan

pedoman MTBS (2008)

c) Kulit

Untuk mengetahui elastisitas kulit, kita dapat melakukan

pemeriksaan turgor, yaitu dengan cara mencubit daerah

perut dengan kedua ujung jari (bukan kedua kuku). Turgor

kembali cepat kurang dari 2 detik berarti diare tanpa

dehidrasi. Turgor kulit kembali lambat bila cubutan kembali

dalam waktu 2 detik dan ini berarti diare dengan dehidrasi

ringan/sedang. Turgor kulit kembali sangat lambat bila

cubitan kembali lebih dari 2 detik dan ini termasuk diare

dengan dehidrasi berat.

d) Kepala

Anak di bawah 2 tahun mengalami dehidrasi, ubun ubunnya

biasanya cekung.
20

e) Mata

Anak yang diare tanpa dehidrasi, bentuk kelopak mata

normal. Bila dehidrasi ringan/sedang, kelopak mata cekung

(cowong). Sedangkan dehidrasi berat, kelopak mata sangat

cekung.

f) Mulut dan lidah

(1) Mulut dan lidah basah (tanpa dehidrasi)

(2) Mulut dan lidah kering (dehidrasi ringan/sedang)

(3) Mulut dan lidah sangat kering (dehidrasi berat)

g) Abdomen kemungkinan distensi, kram, bising usus

meningkat.

h) Anus

Adakah iritasi pada anus (Susilaningrum, 2013)

14) Pola fungsional kesehatan.

Polo fungsional kesehatan dapat dikaji melalui pola gordon

dimana pendekatan ini memungkinkan perawat untuk

mengumpulkan data secara sitematis dengan cara mengevaluasi

pola fungsi kesehatan dan memfokuskan pengkajian fisik

kesehatan dan memfokuskan pengkajian fisik pada masalah

khusus. Model konsep dan tipologi pola kesehatan fungsional

menurut gordon:

a) Pola persepsi- manajemen kesehatan


21

Menggambarkan persepsi, pemeliharaan dan penanganan

kesehatan. Persepsi terhadap arti kesehatan, dan

penatalaksanaan kesehatan, kemampuan menyusun tujuan,

pengetahuan tentang praktek kesehatan.

b) Pola nutrisi dan metabolik

Menggambarkan masukan nutrisi, balance cairan dan

elektrolit. Nafsu makan, pola makanan, diet, flaktuasi BB

dalam 6 bulan terakhir, kesulitan menelan, mual/muntah.

Kebutuhan jumlah zat gizi, masalah/penyembuhan kulit,

makanan kesukaan.

c) Pola eliminasi

Menjelaskan pola fungsi ekskresi, kandung kemih dan kulit

kebiasaan defekasi, ada tidaknya masalah miksi (oliguri,

disuri, dll), penggunaan kateter, frekuensi defekasi dan

miksi, karakteristik urin dan feses, pola input cairan, infeksi

saluran kemih, masalah bau badan, perpirasi berlebihan, dan

lain-lain.

d) Pola latihan-aktivitas

Menggambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi pernafasan

dan sirkulasi. Pentingnya latihan/gerak dalam keaadaan

sehat dan sakit, gerak tubuh dan kesehatan berhubungan

satu sama lain. Kemampuan klien dalam menta diri apabila

menata diri apabila tingkat kemampuan 0 : mandiri, 1 :


22

dengan alat bantu, 2 : dibantu orang lain, 3 : dibantu orang

dan alat, 4 : tergantung dalam melakukan ADL, kekuatan

otot dan Range Of Motion, riwayat penyakit jantung,

frekuensi irama dan kedalam nafas, bunyi nafas riwayat

penyakit paru.

e) Pola kognitif perseptual

Menjelaskan persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi

sensori meliputi pengkajian fungsi penglihatan,

pendengaran, perasaan, pembau dan kompensasinya

terhadap tubuh. Sedangkan pola kognitif didalamnya

mengandung kemampuan daya ingat klien terhadap

peristiwa yang telah lama terjadi dan atau baru terjadi dan

kemampuan orientasi klien terhadap waktu, tempat, dan

nama (orang, atau benda yang lain). Tingkat pendidikan,

persepsi nyeri, kemampuan untuk mengikuti, menilai nyeri

skala 0-10, pemakaian alat bantu dengar, melihat,

kehilangan bagian tubuh atau fungsinya, tingkat kesadaran,

orientasi pasien, adakah gangguan penglihatan,

pendengaran, sensori (nyeri), penciuman, dan lain-lain.

f) Pola istirahat dan tidur

Menggambarkan pola tidur, istirahat dan persepsi tentang

energy. Jumlah jam tidur pada siang dan malam, masalah


23

selama tidur, insomnia atau mimpi buruk, penggunaan obat,

mengeluh letih.

g) Pola konsep diri- persepsi diri

Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi

terhadap kemampuan. Kemampuan konsep diri antara lain

gambaran diri, harga diri, peran, identitas dan ide diri

sendiri, manuasia sebagai system terbuka dimana

keseluruhan bagian manusia akan berinteraksi dengan

lingkungannya. Disamping sebagai system terbuka, manusia

juga sebagai makhluk bio-psiko-sosio-kultural spiritual dan

dalam pandangan secara holistic, adanya kecemasan,

ketakutan atau penilaian terhadap diri, dampak sakit

terhadap diri, kontak mata, asetif atau passive, isyarat non

verbal, ekspresi wajah, merasa tak berdaya, gugup/relaks.

h) Pola peran dan hubungan.

Mengambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien

terhadap anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal

klien. Pekerjaan, tempat tinggal, tidak punya rumah, tingkah

laku yang passive/agresif terhadap orang lain, masalah

keuangan, dan lain-lain.

i) Pola reproduksi/seksual.
24

Menggambarkan kepuasan atau masalah yang aktual atau

dirasakan dengan seksualitas. Dampak sakit terhadap

seksualitas pemeriksaan genetalia.

j) Pola pertahanan diri (Coping-Toleransi stres)

Mengambarkan kemampuan untuk menagani stress dan

penggunaan system pendukung. Penggunaan obat untuk

menagani stress, interaksi dengan orang terdekat, menagis,

kontak mata, metode koping yang biasa digunakan, efek

penyakit terhadap tingkat stress.

k) Pola keyakinan dan nilai.

Mengambarkan dan menjelaskan pola nilai, keyakinan

termasuk spiritual. Menerangkan sikap dan keyakinan klien

dalam melaksanakan agama yang dipeluk dan

konsekuensinya. Agama, kegiatan keagamaan, dan budaya,

berbagi dengan orang lain, bukti melaksanakan nilai,

melaksanakan kepercayaan, mencari bantuan spiritual dan

pntangan dalam agama selama sakit (Winugroho, 2008).

b. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik mengenai respon

individu, keluarga dan komunitas terhadap masalah kesehatan/proses

kehidupan yang aktual/potensial yang merupakan dasar untuk

memilih intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang

merupakan tagumh jawab perawat (Dermawan, 2012). Masalah


25

keperawatan yang muncul menurut Nanda Diagnosa (2013) antara

lain :

1) Kekuragan volume cairan b.d kehilagan cairan aktif.

2) Kerusakan integritas kulit b.d ekskresi/BAB sering.

3) Ketidak seimbagan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d

penurunan intake makanan.

4) Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi.

5) Resiko syok.

6) Ansietas b.d hospitalisasi

c. Perencanaan keperawatan

Perencanaan adalah suatu proses dimana pemecahan masalah

yang merupakan keputusan awal tenteng sesuatu apa yang akan

dilakukan, bagaimana dilakukan, kapan dilakukan, siapa yang

melakukan semua dari tindakan keperawatan (Dermawan, 2012).

Penulis dalam menentukan tujuan dan kateria hasil didasarkan pada

metode SMART. S: Spesifik, tujuan harus spesifik dan tidak

menimbulkan arti ganda. M: Measurable, tujuan keperawatan harus

dapat diukur, khususnya tentang perilaku klien, dapat dilihat,

didengar, diraba, dirasakan dan dibau. A: Achievable, tujuan harus

dapat dicapai, R: Reasonable, tujuan harus dapat ditaggung

jawabkan secara ilmiah, T: Time, mempunyai batasan waktu yang

jelas (Nursalam, 2005). Menurut Nanda (2013) diagnosa dan

intervensi keperawatan diare adalah :


26

1) Kekuragan volume cairan b.d kehilagan cairan aktif.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan kekuragan

volume cairan dapan terpenuhi. Dengan kateria hasil NOC:

a) Nadi, suhu tubuh dalam batas normal.

b) Tidak ada tanda-tanda dehidrasi.

c) Elastisitas tugor kulit baik.

d) Membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang

berlebihan.

Intervensi keperawatan NIC :

a) Monitor tanda-tanda vital.

b) Monitor status nutrisi.

c) Kolaborasi dengan dokter.

d) Berikan cairan IV pada suhu ruang.

e) Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit.

2) Kerusakan integritas kulit b.d ekskresi/BAB sering.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan Kerusakan

integritas kulit dapat teratasi . Dengan kateria hasil NOC :

a) Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi,

elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi)

b) Tidak ada luka atau lesi pada kulit.

c) Perfusi jaringan baik.

d) Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembapan

kulit dan perawatan alami.


27

Intervensi keperawatan NIC:

a) Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering.

b) Memonitor kulit akan adanya kemerahan.

c) Oleskan lotion atau minyak /baby oil pada daerah yang

terkena.

d) Ajurkan klien untuk menggunakan pakaian yang longgar.

e) Menurut aplikasi jurnal pemberian minyak zaitun terhadap

ruam popok anak usia 0-36 bulan dapat dilakukan alternatif

mengoleskan minyak zaitun pada daerah luka.

3) Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d

penurunan intake makanan.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan Ketidak

seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat

terpenuhi. Dengan kateria hasil NOC:

a) Adanya peningkatan berat badan sesuai tujuan.

b) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi.

c) Tidak ada tanda-tanda malnutrisi.

d) Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti.

Intervensi keperawatan NIC:

a) Kaji adanya alergi makanan.

b) Kolborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori

dan nutrisi yang dibutuhkan klien.

c) monitor lingkungan selama makan.


28

d) Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi.

e) Monitor tugor kulit

4) Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah

hipertermi dapat teratasi. Dengan kateria hasil NOC:

a) Suhu tubuh dalam rentan normal

b) Nadi dan pernafasan dalam rentan normal

c) Tidak ada perubahan warna kulit

Intervensi keperawatan :

a) Mengobservasi kenaikan suhu tubuh dan perubahan yang

menyertai

b) Beri kompres hangat pada daerah dahi, aksila dan lipat paha

c) Monitor tanda-tanda vital

d) Anjurkan untuk minum yang cukup

e) Anjurkan untuk menyelimuti mencegah hilangnya

kehagatan tubuh

f) Monitor WBC, Hb, dan Hct

g) Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian atipiretik

5) Resiko syok

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak

mengalami resiko syok . Dengan kateria hasil NOC :

a) Nadi dalam batas yang diharapkan.

b) Frekuensi nafas dalam batas yang diharapkan.


29

c) Mata tidak cekung.

d) Tidak mengalami demam.

Intervensi keperawatan NIC:

a) Monitor tanda inadekuat oksigenasi jaringan.

b) Monitor tanda awal syok.

c) Ajarkan keluarga dan pasien tentang tanda dan gejala syok.

d) Pantau TTV.

6) Ansietas berhubungan dengan hospitalisasi

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak

mengalami hospitalisasi. Dengan kateria hasil NOC:

a) Klien mampu mengidentifikasi dan menggungkapkan gejala

cemas.

b) Tanda-tanda vital dalam batas normal.

c) Postur tubuh, ekspresi wajah bahasa tubuh dan tingkat

aktivitas menunjukan kurangnya kecemasan.

Intervensi keperawatan NIC:

a) Gunakan pendekatan yang menenagkan.

b) Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama

prosedur.

c) Temani pasien untuk memberikan keamanan dan

menggurangi takut.

d) Dengarkan dengan penuh perhatian.

e) Identifikasi tingkat kecemasan


30

f) Dorong keluarga untuk menemani anak

B. Diaper Rush

1. Definisi

Diapers rush adalah kelainan pada bayi atau balita yang terjadi

karena pemakaian popok, kelainan kulit berupa kelainan pada kulit

daerah bokong. Pada kulit yang normal, terdapat jamur candida dalam

jumlah yang sedikit, tetapi saat kulit lembab maka jamur akan tumbuh

lebih cepat sehingga timbul peradangan yang mengakibatkan timbulnya

diapers rush (putra, 2012). Diaper rush atau ruam popok adalah adanya

keluhan bintik merah pada kelamin dan bokong bayi atau anak dengan

pempers diakibatkan oleh gesekan-gesekan kulit dengan pampers (marmi

dan raharjo, 2012). Sedangkan menurut Muslihatun (2010) diapers rush

atau ruam popok adalah ruam merah terang yang disebabkan oleh iritasi

dari kulit terkena urin atau feses yang berlangsung lama di bagian mana

saja di bawah popok anak.

2. Faktor Resiko

Ada beberapa faktor penyebab yang diidentifikasi dan berperan

menimbulkan diaper rush antara lain faktor fisik, kimiawi, enzimnya dan

mikroba. Faktor tersebut berasal dari sejumlah hal yaitu :

a. Pemakaian popok moderen dengan kulit anak, feses yang bercampur

menghasilkan zat yang menyebabkan peningkatan PH (derajat

keasaman) kulit dan enzim dalam kotoran. Tingkat keasaman kulit


31

yang tinggi ini membuat kulit lebih peka, sehingga memudahkan

terjadinya iritasi kulit.

b. Pemberian susu formula ternyata juga memungkinkan bayi

mengalami masalah diaper rush lebih besar dibandingkan dengan

ASI (air susu ibu) pada urin atau feses pada anak (Marmi dan

Raharjo, 2012).

c. Diapers rush bisa terjadi saat, kebersihan kulit yang tidak terjaga,

udara atau suhu lingkungan yang terlalu panas atau lembab, akibat

diare, reaksi kontak terhadap karet, plastik deterjen.

3. Klasifikasi

Menurut Silmiaty (2012) Dermatitis atau sering disebut diapers rush

umumya dibagi menjadi 2 tipe, yaitu :

a. Dermatitis popok iritan.

Dermatitis ini biasanya dijumpai pada balita yang menggunakan

popok. Dermatitis popok iritan memberi gejala berupa bercak

kemerahan, lembab dan kadang bersisik pada daerah bokong dan

genetalia yang menonjol. Kelainan ini dapat tidak bergejala sehinga

terasa perih pada daerah yang terkena iritasi.

b. Dermatitis popok candida.

Merupakan tipe dermatitis keduayang sering dijumpai dan ditandai

dengan bercak kemerahan yang lebih terang dan bintik-bintik yang

sering dijumpaididaerah selakangan, kadang dijumpai bercak

keputihan dimukosa mulut. Infeksi jamur candida sering di jumpai


32

pada dermatitis popok yang telah berlangsung selama 3 hari

(biasanya di picu oleh keadaan diare) keadaan lembab.

4. Diagnosa keperawatan.

Diagnosa yang mendukung pada ruam popok yaitu gangguan

integritas kulit. IntegrItas kulit adalah perubahan atau gangguan pada

dermis atau epidermis. Pada diagnosa ini dapat dilakukan tindakan

pemberian minyak zaitun (olive oil) yangdipercaya dapat digunakan

untuk perawatan bekas luka, serta area-area yang terdapat keriput dan

pecah-pecah akibat kulit kering atau penuaan sel kulit, dapat juga

digunakan untuk stretching atau penarikan pada kulit, sehingga dapat

mengatasi masalah bekas kehamilan (stretch marks) (Kartika, 2011).

Seperti yang dikemukakan Nuryadi (2010) mengatakan khasiat dari

minyak zaitun (olive oil) salah satunya untuk kesehatan kulit dan untuk

kecantikan.Kandungan dari minyak zaitun mempunyai kesamaan dengan

baby oil yaitu mineral dan vitamin E yang berfungsi sebagai anti oksidan

alami yang mampu melawan radikal bebas sehingga menyebabkan

gangguan kulit.

5. Mekanisme terjadinya ruam popok.

Diaper rash terdiri dari kulit yang basah dan kotor. Keadaan oklusi

(tertutup oleh popok), kelembapan kulit, luka atau gesekan, urine, jamur

dan bakteri. Pada keadaan normal memang ada jamur dan kuman pada

tubuh kita, tetapi kalau kulit basah, kotor dan berlangsung lama maka

akan terjadi diaper rash. Penyebab diaper rash bersifat multifaktorial,


33

antara lain peranan urine, feses, gesekan, kelembapan kulit yang tinggi,

bahan iritan kimiawi, penggunaan jenis popok yang tidak baik, dan

adanya infeksi bakteri atau jamur. Dampak terburuk dari penggunaan

popok selain mengganggu kesehatan kulit juga dapat mengganggu

perkembangan pertumbuhan bayi. Bayi yang menderita diaper rash akan

mengalami gangguan seperti rewel dan sulit tidur (Arifin, 2007).

6. Tanda dan Gejala

Menurut dewi (2010) adapun tanda dan gejala dari diapers rush

yaitu :

a. Iritasi pada kulit yang terkena muncul sebagian crytaema.

b. Erupsi pada daerah kontak yang menonjol, seperti pantat, alat

kemaluan, perut bawah paha atas.

c. Pada keadaan lebih parah dapat terjadi papilla eritematosa, vasikula

dan uleerasi.

d. Kurangnya menjaga hygiene, popok jarang diganti atau terlalu lama

tidak segera diganti setelah pipis atau BAB.

7. Cara penaganan diapers rush.

a. Menggunakan popok sekali pakai sesuai daya tampung.

b. Membersihkan kulit dengan air hangat setelah buang air besar.

c. Agar kulit bayi atau anak tidak lembab, setiap hari paling sedikit 2-3

jam bayi atau anak tidak memakai popok.

d. Memilih popoh sesuai ukuranya dan menggunakan bahan yang

menyerap air (putra, 2012).


34

e. Jagan menggunakan bedak bayi atau talk karena menyebabkan pori-

pori tertutup oleh bedak. Hindari terjadinya kelembapan agar tidak

menimbulkan ruam popok (rukiyah dan yulisanti, 2010)

f. Apabila terjadi ruam popok pada bayi atau anak ada alternatif herbal

dari minyak zaitun untuk mengatasi ruam popok pada bayi atau anak

(nurlita, 2014)

8. Alat ukur ruam

Menurut manjoer (2000) derajat ruam popok di bagi menjadi 3

yaitu derajat ringan, sedang, berat.

a. Pada derajat ringan ruam tersebut berupa kemerahan di kulit pada

daerah popok yang sifatnya terbatas disertai lecet-lecet ringan.

b. Pada derajat sedang ruam berupa kemerahan dengan atau tanpa

adanya bintil-bintil yang tersusun seperti satelit, disertai dengan

lecet-lecet pada permukaan luas. Biasanya disertai rasa nyeri dan

tidak nyaman.

c. Pada kondisi yang berat ditemukan kemerahan yang disertai bintil-

bintil, bernanah dan meliputi daerah kulit yang luas.

C. Minyak Zaitun

1. Definisi

Tindakan yang terpenting dalam menjaga integritas kulit adalah

menjaga hidrasi kulit dalam batas yang wajar (tidak terlalu lembab atau

terlalu kering (Yolanda, 2012). Minyak zaitun adalah salah satu minyak
35

yang diperas dari buah zaitun tentang manfaat minyak zaitun (Olive Oil)

bahwa minyak zaitun (Olive Oil) mengandung emolien yang bermanfaat

untuk menjaga kondisi kulit yang rusak seperti psoriaris dan eksim.

Minyak zaitun dapat menghilangkan ruam terutama pada pantat bayi atau

anak yang terjadi kemerahan (Setyanti, 2012). Banyak pakar yang

mengatakan bahwa minyak zaitun digunakan untuk mengatasi ruam di

negri-negri yang memproduksi zaitun seperti Umbria, Italia (Hikmah,

2008).

2. Manfaat minyak zaitun.

Minyak zaitun kaya vitamin E yang merupakan anti penemuan

dini. Minyak zaitun juga bermanfaat untuk menghaluskan dan

melembabkan permukaan kulit tanpa menyumbat pori. Minyak zaitun

pelembab yang baik untuk melembabkan kulit selain itu minyak zaitun

bermanfaat untuk melepaskan lapisan sel-sel kulit mati.

3. Jenis-jenis Minyak Zaitun

a) Extravirgin olive oil : memiliki tingkat keasaman dari %.

b) Virgin olive oil : minyak yang hampir menyerupai ekstra virgin oil,

bedanya virgin olive oil diambil pada buah yang lebih matang dan

tingkat keasamanya lebih tinggi.

c) Revinet olive oil : merupakan minyak zaitun yang berasal dari

penyulingan, jenis ini tingkat keasamanya lebih dari 3.3%, aromanya

kurang begitu baik dan rasanya kurang menggugah lidah.


36

d) Pure olive oil : minyak zaitun yang paling laris dijual di pasaran,

warna, rasanya, lebih ringan dari virgin olive oil.

e) Extra light olive oil : merupakan campuran minyak zaitun murni dan

hasil sulingan, sehingga kualitasnya kurang baik, tetapi jenis ini

lebih populer dipasaran karena harganya lebih murah dari pada jenis

lainnya.

4. Kandungan minyak zaitun

Adapun kandungan dari minyak zaitun itu sendiri adalah :

a. Lemak jenuh

1) Asam palmitat 7,5-20,0%.

2) Asam stearat 0,5-5,0%.

3) Asam aracidat <0,8%.

4) Asam behenat <0,1%.

5) Asam mistrat <0,1%.

6) Asam lignocerat <1,0%.

b. Lemak tak jenuh

1) MUFA terdiri atas oleat atau omega 9 55-83% dan asam polmito

leat 0,3 asam 3,5%.

2) PUFA terdiri dari asam linolet omega 6 3,5-2,1% dan asam

linoleta omega 3<1,5%.

3) Vitamin E dan vitamin K.

4) Senyawa oktioksidon fenol, tokoferol, sterol, pigmen

fitroestrogen.
37

5. Mekanisme pemberian minyak zaitun terhadap ruam popok.

Minyak zaitun akan menjaga kelembaban kulit.Dengan sifatnya

sebagai antiseptik oil dapat mengurangi kemerahan pada ruam popok dan

mencegah air melakukan kontak langsung dengan kulit yang terkena

ruam popok. Secara teori minyak zaitun (olive oil) bermanfaat untuk

melembutkan kulit, mempertahankan kekembaban dan elastisitas kulit,

sekaligus memperlancar proses regenerasi kulit. Pemberian minyak

zaitun (olive oil) yang diberikan pada anak yang mengalami ruam

sebanyak 2,5 ml setiap pagi dan sore hari(Nangili, 2013).


38

D. Kerangka teori.

1. Faktor virus
2. Alergi makanan
3. Malabsorpsi
Diare
4. Keracunan makanan
5. Pisikologis yaitu rasa
takut

perubahan Kekurangan Kerusakan resiko ansietas


nutrisi kurang volume integritas infeksi
dari cairan kulit
kebutuhan
Diapers rush

Pemberian minyak
zaitun

Gambar 2.1 Kerangka Teori


Sumber : (hasan, 2007; wilkinston, 2013; nurlita 2015)
BAB III

METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET

A. Subyek Aplikasi Riset

Subyek aplikasi ini adalah aplikasi tindakan pemberian minyak zaitun (olive

oil) terhadap derajat ruam popok pada anak diare pengguna diapers usia 0-36

bulan di RSUD Salatiga.

B. Tempat dan Waktu

1. Waktu

Aplikasi tindakan pemberian minyak zaitun ini dilakukan selama tiga

hari pada tanggal 4-8 januari 2015.

2. Tempat

Tindakan pemberian minyak zaitun dalam derajat ruam popok yang

dilakukan di ruang keperawatan anak RSUD Salatiga.

C. Media dan Alat yang digunakan

Dalam aplikasi riset ini media dan alat yang digunakan yaitu

1. Handscoon.

2. minyak zaitun.

39
40

D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset

Prosedur tindakan yang akan dilakukan pada aplikasi riset tentang pangaruh

minyak zaitun terhadap derajat ruam popok anak diare pengguna diapers usia

0-36 bulan.

Tabel 3.1
Langkah prosedur

Prosedur Pelaksanaan
A. FASE ORIENTASI
1. Mengucapkan salam
2. Memperkenalkan diri
3. Menjelaskan tujuan
4. Menjelaskan prosedur
5. Menanyakan kesiapan pasien dan keluarga
B. FASE KERJA
1. Mencuci tangan
2. Menutup sampiran / jendela
3. Memakai sarung tangan
4. Memasang pengalas dibawah rektal pasien
5. Melepasken pakaian pasien
6. Memasang selimut pasien
7. Mengoleskan minzak zaitun ditelapak tangan
8. Mengoleskan minzak zaitun di bokong pasien
9. Merapikan kembali alat-alat
10. Melepas sarung tangan
11. Merapikan pasien
12. Menanyakan kenyamanan pasien
13. Mencuci tangan
C. FASE TERMINASI
1. Melakukan evaluasi
2. Menyampaykan rencana tindak lanjut
3. Berpamitan
Sumber : Ngastiyah (2005)
41

E. Alat ukur.

Alat ukur yang digunakan penulis dalam pengamplikasian tindakan pengaruh

minyak zaitun terhadap derajat ruam popok pada anak usia 0-36 bulan dengan

diare di ruang keperawatan anak RSUD Salatiga.

Tabel 3.2
Alat ukur derajad ruam

Ringan Sedang Berat

ruam berupa ruam kemerahan kemerahan yang


dengan atau tanpa
kemerahan di kulit disertai bintil-bintil,
adanya bintil-bintil
pada daerah popok yang tersusun seperti bernanah dan
satelit, disertai dengan
yang sifatnya meliputi daerah kulit
lecet-lecet pada
terbatas disertai permukaan luas. yang luas.
Biasanya disertai rasa
lecet-lecet ringan.
nyeri dan tidak
nyaman.

Sumber : Mansjoer, (2000)


Lembar observasi Sebelum dilakukan tindakan pemberian
minyak zaitun terhadap derajat ruam popok

No Hari/Tgl Hasil Penilaian TTD


Jam

Keterangan :

a) derajat ringan ruam tersebut berupa kemerahan di kulit pada daerah


popok yang sifatnya terbatas disertai lecet-lecet ringan.
b) derajat sedang ruam berupa kemerahan dengan atau tanpa adanya
bintil-bintil yang tersusun seperti satelit, disertai dengan lecet-lecet
pada permukaan luas. Biasanya disertai rasa nyeri dan tidak nyaman.
c) kondisi yang berat ditemukan kemerahan yang disertai bintil-bintil,
bernanah dan meliputi daerah kulit yang luas.
Lembar observasi Setelah dilakukan tindakan pemberian
minyak zaitun terhadap ruam popok

No Hari/Tgl Hasil Penilaian TTD


Jam

Keterangan :

a) derajat ringan ruam tersebut berupa kemerahan di kulit pada daerah


popok yang sifatnya terbatas disertai lecet-lecet ringan.
b) derajat sedang ruam berupa kemerahan dengan atau tanpa adanya
bintil-bintil yang tersusun seperti satelit, disertai dengan lecet-lecet
pada permukaan luas. Biasanya disertai rasa nyeri dan tidak
nyaman.
c) kondisi yang berat ditemukan kemerahan yang disertai bintil-bintil,
bernanah dan meliputi daerah kulit yang luas.
BAB IV

LAPORAN KASUS

Dalam bab ini menjelaskan tentang pengelolaan asuhan keperawatan yang

dilakukan pada An.A di Ruang Anggrek Rumah Sakit Umum Daerah Kota

Salatiga, dilaksanakan pada tanggal 4-6 Januari 2016. Asuhan keperawatan ini

dimulai pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi

keperawatan dan evaluasi.

A. Identitas Pasien

Pengkajian dimulai pada hari Senin tanggal 4 Januari 2016 pukul 11.30

WIB. Pada An. A di Ruang Anggrek Rumah Sakit Umum Daerah Kota

Salatiga, adalah anak laki-laki berusia 10 bulan dengan metode wawancara

kepada keluarga, observasi langsung pada pasien, pemeriksaan fisik dan

melihat catatan medis, penulis mendapatkan data sebagai berikut.

Klien masuk rumah sakit tanggal 1 Januari 2016 jam 14.21 WIB. Identitas

klien nama An. A, lahir tanggal 17 Februari 2015, umur 10 bulan. Agama

Islam, alamat Dusun Karipan, diagnosa medis Diare, penangung jawab Tn. M

usia 31 tahun seorang swasta, pendidikan SD.

B. Pengkajian

Alasan An.A masuk rumah sakit. Ny.S ibu pasien mengatakan sejak hari

rabu tanggal 30 Desember 2015 An.A BAB cair sudah 8 kali sehari. An.A

kemudian di bawa ke Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga klien di

42
43

IGD pada tanggal 1 Januari 2016 dengan keluhan BAB cair 8 kali sehari di

IGD klien di periksa suhu : 39ºC, nadi : 139 x/menit Rr : 30 x/menit di IGD

klien mendapatkan infus KAEN 3B 12 tpm di ekstremitas kanan, injeksi

ceftriaxon 2x200mg, injeksi ranitidine 2x8mg, L-bio 1x½ sachet. Setelah

mendapatkan infus dan terapi klien di pindah keruang anggrek, di ruang

anggrek klien mendapatkan terapi ceftriaxon 2x200mg, injeksi ranitidine

2x8mg, sanmol 3x80mg pada saat dikaji tanggal 4 januari 2016 jam 11.30

WIB. Klien tampak lemas suhu klien 38ºC nadi : 139 x/menit Rr : 30 x/menit

BAB sudah 5 kali sehari, tugor kulit tidak elastis, membran mukosa kering,

bising usus 30 x/menit terdapat ruam di daerah bokong.

Riwayat penyakit dahulu, Ny.S ibu dari An.A mengatakan saat kehamilan

jumlah gravida G1P2A0, Ny.S mengatakan An.A lahir pada tanggal 17

Februari 2015 usia gestasi saat lahir yaitu 38 minggu Ny.S ibu dari An.A

mengatakan saat hamil kandungan sehat. Ny.S ibu An.A mengatakan periksa

kehamilan rutin satu bulan sekali periksa kandungan dan tidak mengkonsumsi

obat-obatan. Ny.S mengatakan An.A lahir di tempat bidan dan lahir sepontan

dengan berat badan 3200 gram. Penyakit yang diderita sebelumnya klien

pernah dirawat di Rumah Sakit dengan sakit yang sama.

Riwayat alergi, ibu pasien mengatakan An.A tidak mempunyai riwayat

alergi makanan minuman maupun obat-obatan. Imunisasi, ibu pasien

mengatakan An.A sudah diimunisasi, yaitu BCG, hepatitis, polio, DPT,

campak. Pertumbuhan dan perkembangan, ibu pasien mengatakan berat

badan waktu lahir 3200 gram. Antropometri berat badan An.A sekarang 8 kg
44

dan sebelum sakit 8 kg, panjang badan 80 cm, lingkar dada 65, lingkar lengan

25 cm, lingkar kepala 60 cm.

Riwayat kesehatan keluarga, ibu pasien mengatakan dalam anggota

keluarga tidak ada yang memiliki penyakit menular atau keturunan lainnya.

Genogram:

An.A

Keterangan

: Laki-laki

: Perempuan

An. A: Pasien

: TinggalSatuRumah

Riwayat sosial struktur ibu pasien mengatakan tinggal bersama suami dan

kedua anak , lingkungan rumah bersih, tidak ada tumpukan sampah disekitar
45

rumah dan berkomunikasi dengan tetangganya baik dan rukun, ibu pasien

mengatakan pendidikan terakhir SMP dan bekerja di pabrik, An.A belum

sekolah, suami pendidikan terakhir SD dan bekerja sebagai wirasuwasta, ibu

pasien mengatakan bahwa keluarganya beragama islam dan menjalankan

sholat lima waktu.

Pola nutrisi dan cairan pasien, sebelum sakit ibu pasien mengatakan An.A

dirumah makan tiga kali sehari bubur, sayur satu porsi habis dan tidak ada

keluhan,minum air putih, susu porsi enam sampai tujuh botol dan tidak ada

keluhan. Selama sakit di rumah sakit ibu pasien mengatakan An.A makan

tiga kali sehari bubur dan sayur, minum air putih, susu ± 4 botol dan tidak ada

keluhan, pengkajian antropometri selama sakit berat badan sebelum sakit 8

kg, selama sakit 8 kg tinggi badan 80 cm imt 12,5, biocemical hemoglobin

10.4 g/dl, hematokrit 31.9 %, , clinical lemas, mukosa bibir kering, turgor

kulit kering/tidak elastis, diit bubur, sayur, susu dan air putih.

Pola eliminasi pasien, ibu pasien mengatakan sebelum sakit An.A BAB

dua kali sehari dengan konsistensi lunak berbentuk berbau khas berwarna

kuning kecoklatan dan tidak ada keluhan. Ibu pasien mengatakan An.A BAK

± 7 kali sehari, berbau amoniak berwarna kuning bening dan tidak ada

keluhan. Ibu pasien mengatakan selama sakit An.A BAB lima kali sehari

dengan konsistensi BAB cair berwarna kuning keluhan BAB cair. Ibu pasien

mengatakan An.A BAK ± 7 kali sehari berbau amoniak berwarna kuning

bening dan tidak ada keluhan.


46

Pola aktivitas dan latihan, ibu pasien mengatakan An.A sebelum sakit

makan, minum, toilleting, berpakaian, mobilitas di tempat tidur, berpindah,

ambulasi/ROM dilakukan dengan bantuan orang lain. Ibu pasien mengatakan

selam sakit makan, minum, toilleting, berpakaian, mobilitas di tempat tidur,

berpindah, ambulasi/ROM di bantu dengan orang lain. Pola istirahat tidur, ibu

pasien mengatakan sebelum sakit An.A tidur nyenyak pada siang hari

maupun malam hari. Ibu pasien mengatakan selam sakit An.A istirahat, tidur

pasien saat malam hari maupun siang hari jika di temani ibunya. Pola kognitif

- perseptual, ibu pasien mengatakan sebelum sakit An.A sangat aktif tidak

rewel menagis jika lapar atau ingin minum dan apabila BAB atau BAK.

selama sakit ibu pasien mengatakan pasien menagis jika terbagun atau

dideketin perawat. Pola persepsi konsep diri, gambaran diri An.A berumur

sepuluh bulan, harga diri ibu pasien mengatakan orang tua dan keluarga

pasien menyayangi pasien dan senantiasa merawat pasien, identitas pasien ibu

pasien mengatakan An.A anak kedua dari dua saudara berjenis kelamin laki-

laki, ideal diri ibu pasien mengatakan An.A cepat sembuh dari penyakitnya.

Pola hubungan peran, ibu pasien mengatakan hubungan dengan

tetangganya cukup baik sebelum maupun selama sakit, ditandai dengan saat

pasien sakit banyak tetangga yang menjenguknya. Pola seksualitas

reproduksi, ibu pasien mengatakan An.A berjenis kelamin laki-laki. Pola

mekanisme koping, ibu pasien mengatakan apabila mendapat masalah

kesehatan ataupun yang lainnya selalu di musyawarahkan bersama dan


47

diselesaikan secara bersama. Pola nilai dan keyakinan, ibu pasien mengatakan

semua keluarganya beragama islam dan sholat lima waktu.

Pada pemeriksaan fisik An.A didapatkan hasil keadaan umum pasien

composmentis. Dan setelah dilakkan pemeriksaan tanda-tanda vital

didapatkan hasil suhu tubuh 380C, respirasi 30 kali permenit, nadi 139 kali

permenit. Data subyektif yang diperoleh, ibu pasien mengatakan anaknya

BAB cair sudah lima kali sehari dan badan anaknya teraba panas. Pada

pemeriksaan sistematis yang dilakukan pada An.A dari pemeriksaan head to

toe didapatkan hasil sebagai berikut. Kepala An.A berbentuk mesochepal,

kepala bersih, rambut berwarna hitam, tidak ada ketombe. Mata warna sklera

putih (tidak ikterik), warna kornea hitam, posisi simetris, gerakan mata

normal, keadaan kelopak mata normal (tidak ada mata panda/ warna hitam

pada kelopak mata), konjungtiva tidak anemis, pupil isokor normal mengecil

apabila diberi rangsangan cahaya. Telinga kebersihan bersih dan tidak ada

serumen, kesimetrisan simetris antara kanan kiri, ketajaman pendengaran

pendengaran tajam dan tidak ada gangguan pendengaran. Hidung letak

simetris, tidak ada polip, penciuman tidak terganggu. Mulut, bibir simetris,

mukosa bibir kering, tidak ada sianosis, gerakan lidah normal, tidak ada

stomatitis. Leher, tidak ada kaku kudu, tidak ada pembesaran kelenjar tyroid.

Kelenjar limfe, tidak ada pembesaran kelenjar limfe. Kuku bersih tidak ada

kotoran, bersih, warna merah muda,rapi dan pendek. Kulit, turgor kulit

kering atau tidak elastis, teraba panas. Pada pemeriksaan dada, paru-paru

inspeksi bentuk dada simetris antara kanan kiri palpasi vocal premitus sama
48

antara kanan kiri perkusi sonor auskultasi vesikuler tidak ada suara tambahan.

Pemeriksaan inspeksi jantung ictus cordis tidak tampak palpasi ictus cordis

teraba di SIC V perkusi pekak auskultasi bunyi jantung satu dan bunyi

jantung dua sama suara lub ,dup, lup, dup. Pemeriksaan inspeksi abdomen

datar dan tidak ada bekas luka auskultasi bising usus 36 kali permenit, pada

pemeriksaan palpasi abdomen tidak ada nyeri tekan dan tidak ada benjolan,

dan pada pemeriksaan perkusi terdengar thympani.

Genetalia An.A tidak terpasang kateter, tidak ada kelainan pada genetalia

dan berjenis kelamin laki-laki. Anus An.A bersih, dan terdapat ruam atau

peradangan pada daerah sekitar bokong tidak ada hemoroid. Pada pengkajian

ekstremitas tangan kanan dan kiri maupun kaki kanan dan kiri normal

kekuatan otot normal, tidak ada perubahan bentuk tulang, ROM aktif,

capilary refilekurang dari dua detik, perabaan akral hangat peting edema

tidak ada.

Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 4 januari 2016 didapatkan

hasil: hematologi rutin, hemoglobin 10.4 dengan satuan g/dl, normalnya 14-

18. Hematokrit 31.9 dengan satuan %, normalnya 29.00-43.00. Leukosit

16.62 dengan satuan 10ʌ3/ul, normalnya 4,5-11. Trombosit 221 dengan

satuan 10ʌ3/ul, normalnya 150-450. Eritrosit 4.31 dengan satuan 10ʌ6/ul,

normalnya 3.50-5.20. MPV 9.0 dengan satuan FL, normalnya 6.5-12.00.

PDW 16.2 normalnya 9.0-17.0 PCT 0.2 dengan satuan % normalnya 0.108-

0.282. INDEX, MCV 74.1 dengan satuan FL, normalnya 86-108. MCH 24.1
49

dengan satuan pg, normalnya 28-31. MCHC 32.6 dengan satuan g/dl,

normalnya 30-35.

Terapi yang di peroleh An.A selama perawatan di rumah sakit umum

daerah karanganyar adalah paracetamol dengan dosis 3x50 mg termasuk

golongan obat analgesik non narkotik berfungsi untuk menurunkan panas,

infus KAEN 3B dengan dosis 12 tpm termasuk golongan cairan elektrolit dan

berfungsi untuk resusitasi cairan dan mengembalikan keseimbangan cairan,

ceftriaxon dengan dosis 2x200mg golongan antibiotik/ceftriaxon berfungsi

untuk mengatasi infeksi, ranitidine dengan dosis 2x8mg golongan ranitidin

berfungsi untuk tungkak lambung, sanmol dengan dosis 3x60mg berfungsi

untuk menurunkan demam.

C. Perumusan Masalah Keperawatan

Dari pengkajian dan observasi di atas yang diperoleh pada tanggal 4

Januari 2016 penulis melakukan analisa data dan kemudian merumuskan

diagnosa keperawatan, masalah keperawatan yang pertama ditandai dengan

data subyektif An.A, ibu pasien mengatakan anaknya BAB cair sudah lima

kali sehari. Data obyektif yang diperoleh, tugor kulit tidak elastis, membran

mukosa kering nadi 139 kali permenit hematokrit 31.9% balance cairan pada

tanggal 4 januari 2016 -892cc. Maka penulis merumuskan prioritas masalah

keperawatan kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan

cairan aktif.
50

Masalah keperawatan kedua adalah ketidak seimbangan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake makanan. Yang

ditandai dengan data subyektif ibu pasien mengatakan anaknya BAB cair

sudah lima kali sehari ini. Data obyektif klien terlihat lemas, pengkajian

antropometri selama sakit berat badan sebelum sakit 8 kg, selama sakit 8 kg

tinggi badan 80 cm imt 12,5, biocemical hemoglobin 10.4 g/dl, hematokrit

31.9 %, clinical mukosa bibir kering, turgor kulit kering/tidak elastis, diit

bubur, sayur, susu dan air putih, tanda-tanda vital nadi 139 kali permenit, Rr

30 kali permenit.

Masalah keperawatan yang ketiga adalah hipertermi berhubungan dengan

dehidrasi. Yang ditandai dengan data subyektif ibu pasien mengatakan

anaknya demam. Data obyektif dari masalah keperawatan ini adalah tubuh

klien teraba panas, klien tampak rewel, suhu 38ºC

Masalah keperawatan keempat adalah kerusakan integritas kulit

berhubungan dengan ekskresi atau BAB sering. Yang ditandai dengan data

subyektig ibu klien mengatakan anaknya terdapat kemerahan dan bintil-bintil

kecil di bagian bokong. Data obyektif dari masalah keperawatan ini adalah

klien menagis, terdapat ruam bibagian bokong berwarna kemerahan serta

bintil-bintil kecil, BAB cair lima kali sehari ini.

Untuk memprioritaskan masalah keperawatan maka diagnosa keperawatan

yang diprioritaskan:
51

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.

2. Ketidakmampuan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan penurunan intake makanan.

3. Hipertermia berhubungan dengan dehidrasi.

4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi atau BAB

sering.

D. Perencanaan

Adapun intervensi yang sesuai dengan diagnosa keperawatan An.A

yang sedang dirawat di ruang anggrek rumah sakit umum daerah kota salatiga

sebagai berikut: untuk diagnosa yang pertama Kekurangan volume cairan

berhubungan dengan kehilangan cairan aktif. Tujuan yang ingin dicapai

adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam klien tidak

mengalami kekurangan cairan dengan kriteria hasil tugor kulit elastis,

membran mukosa lembab, balance cairan normal, tanda-tanda vital dalam

batas normal. Intervensi yang pertama monitor status dehidrasi (tugor kulit,

membran mukosa, hematokrit, balance cairan), monitor tanda-tanda vital,

anjurkan pasien untuk makan dan minum sedikit tapi sering, kolaborasi

dengan dokter pemberian terapi cairan intravena.

Untuk diagnosa yang kedua ketidakseimbangan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake makanan. Tujuan

yang ingin dicapai adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama

3x24 jam ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat


52

terpenuhi dengan kriteria hasil tidak terjadi penurunan berat badan yang

berarti, nafsu makan bertambah, tidak ada tanda-tanda malnutrisi

(peningkatan berat badan, mukosa bibir lembab, turgor kulit elastis).

Intervensi yang pertamapantau ABCD, kaji adanya alergi makanan, berikan

infurmasi tentang kebutuhan nutrisi, monitor tugor kulit, monitor kulit selama

makan, berkolaborasi dengan ahli gizi.

Untuk diagnosa ke ketiga hipertermia berhubungan dengan dehidrasi.

Tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam hipertermia

dapat teratasi dengan kriteria hasil suhu tubuh dalam rentang normal (36,50C-

37,5OC), perabaan kulit hangat. Intervensi yang pertama monitor suhu tubuh,

monitorIWL, berkolaborasi dengan dokter pemberian obat, selimuti pasien

untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh.

Untuk diagnosa ke empat kerusakan integritas kulit berhubungan

dengan ekskresi BAB sering. Tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan

selama 3x24 jam kerusakan integritas kulit dapat teratasi dengan kriteria tidak

ada luka atau lesi pada kulit, perfusi jaringan baik, mampu melindungi kulit

dan mempertahankan kelembapan kulit dan perawatan alami. Intervensi yang

pertama anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longar, jaga

kebersihan kulit, monitor kulit akan adanya kemerahan, oleskan lotion atau

minyak, pada daerah yang terkena, hindari kerutan pada tempat tidur.
53

E. Implementasi

Dalam melakukan implementasi selama 3x24 jam pada An.A yang

sedang dirawat di ruang anggrek rumah sakit umum daerah kota salatiga

implementasi dimulai pada hari Senin tanggal 4 Januari 2016. Pada jam 11:45

untuk diagnosa pertama dengan intervensi yang didelegasikan monitor status

hidrasi (tugor kulit, membran mukosa, hematokrit, balance cairan),

implementasi yang dilakukan memonitor status hidrasi. Respon subyektif ibu

pasien mengatakan bersedia anaknya diperiksa dan respon obyektif tugor

kulit tidak elastis, memberan mukosa kering, hematokrit : 31.9%, balance

cairan :-892cc. Jam 11:55 untuk diagnosa pertama dengan intervensi yang

didelegasikan monitor tanda-tanda vital pasien, implementasi yang dilakukan

memonitor tanda-tanda vital pasien. Respon subyektif ibu pasien mengatakan

bersedia An.A diperiksa dan respon obyektif nadi 139 kali permenit, respirasi

30 kali permenit, suhu 380C. Jjam 12:00 untuk diagnosa pertama dengan

intervensi yang didelegasikan anjurkan pasien untuk makan dan minum

sedikit tapi sering, imlementasi yang dilakukan menganjurkan keluarga

pasien untuk memberikan makan sedikit tapi sering. Respon subyektif ibu

pasien mengatakan bersedia untuk memberikan makan sedikit tapi sering dan

data obyektif ibu pasien tampak kooperatif. Jam 12:15 untuk diagnosa

pertama dengan intervensi yang didelegasikan kolaborasi dengan dokter

pemberian terapi cairan intra vena, imlementasi yang dilakukan

menganjurkan berkolaborasi dengan dokter pemberian terapi cairan intra

vena. Respon subyektif ibu klien mengatakan bersedia bila anaknya diberi
54

cairan, data obyektif klien terpasang infus KAEN 3B 12 tpm di ektremitas

kanan.

Implementasi hari Selasa 5 Januari 2016 pada jam 14:15 untuk

diagnosa pertama dengan intervensi yang didelegasikan monitor status hidrasi

(tugor kulit, membran mukosa, hematokrit, balance cairan), implementasi

yang dilakukan memonitor status hidrasi. Respon subyektif ibu pasien

mengatakan bersedia anaknya diperiksa dan respon obyektif tugor kulit tidak

elastis, memberan mukosa kering, hematokrit : 31.9%, balance cairan :-

655cc. Jam 14:30 untuk diagnosa pertama dengan intervensi yang

didelegasikan monitor tanda-tanda vital pasien, implementasi yang dilakukan

memonitor tanda-tanda vital pasien. Respon subyektif ibu pasien mengatakan

bersedia An.A diperiksa dan respon obyektif nadi 130 kali permenit, respirasi

28 kali permenit, suhu 37,80C. Jam 14:45 untuk diagnosa pertama dengan

intervensi yang didelegasikan kolaborasi dengan dokter pemberian terapi

cairan intra vena, imlementasi yang dilakukan menganjurkan berkolaborasi

dengan dokter pemberian terapi cairan intra vena. Respon subyektif ibu klien

mengatakan bersedia bila anaknya diberi cairan, data obyektif klien terpasang

infus KAEN 3B 12 tpm di ektremitas kanan.

Implementasi pada hari Rabu tanggal 6 Januari 2016 pada jam 14:20

untuk diagnosa pertama dengan intervensi yang didelegasikan monitor status

hidrasi (tugor kulit, membran mukosa, hematokrit, balance cairan),

implementasi yang dilakukan memonitor status hidrasi. Respon subyektif ibu

pasien mengatakan bersedia anaknya diperiksa dan respon obyektif tugor


55

kulit elastis, memberan mukosa lembab, hematokrit : 31.9%, balance cairan :-

255cc. Jam 14:35 untuk diagnosa pertama dengan intervensi yang

didelegasikan monitor tanda-tanda vital pasien, implementasi yang dilakukan

memonitor tanda-tanda vital pasien. Respon subyektif ibu pasien mengatakan

bersedia An.A diperiksa dan respon obyektif nadi 120 kali permenit, respirasi

28 kali permenit, suhu 36,80C. Jam 15:00 untuk diagnosa pertama dengan

intervensi yang didelegasikan kolaborasi dengan dokter pemberian terapi

cairan intra vena, imlementasi yang dilakukan menganjurkan berkolaborasi

dengan dokter pemberian terapi cairan intra vena. Respon subyektif ibu klien

mengatakan bersedia bila anaknya diberi cairan, data obyektif klien terpasang

infus KAEN 3B 12 tpm di ektremitas kanan. Jam 15:15 membagikan air

sibin. Respon subyektif ibu klien mengatakan akan menyibin anaknya, data

obyektif air sibin telah dibagikan.

Dalam melakukan implementasi selama 3x24 jam pada An.A yang

sedang dirawat di ruang anggrek rumah sakit umum daerah kota salatiga

implementasi dimulai pada hari Senin tanggal 4 Januari 2016. Jam 13:15

untuk diagnosa ke dua dengan intervensi yang didelegasikan monitor

lingkungan selama makan, implementasi yang dilakukan memonitor

lingkungan selama makan. Respon subyektif ibu klien mengatakan anaknya

makan dalam lingkungan yang bersih, data obyektif lingkungan klien tampak

bersih. Jam 13:25 untuk diagnosa ke dua dengan intervensi yang

didelegasikan kolaborasi dengan ahli gizi, implementasi yang dilakukan

berkolaborasi dengan ahli gizi. Respon subyektif ibu klien mengatakan


56

bersedia anaknya diberikan gizi yang baik, data obyektif ibu klien tampak

kooperatif saat diberi nasehat ahli gizi.

Implementasi hari Selasa 5 Januari 2016 padaJam 12:35 untuk diagnosa

kedua dengan intervensi yang didelegasikan mantau ABCD implementasi

yang dilakukan memantau ABCD. Respon subyektif ibu klien mengatakan

bersedia anaknya diperiksa, data obyektif antropometri berat badan sebelum

sakit 8 kg selama sakit 8 kg tinggi badan 80 cm imt 12,5, biocemical hasil

laboratorium hemoglobin 10.4 g/dl hematokrit 31.9%, clinical mukosa bibir

kering, turgor kulit kering/tidak elastis, diit bubur, sayur, susu, dan air putih.

Jam 12:48 untuk diagnosa ke dua dengan intervensi yang didelegasikan kaji

adanya alergi makanan, implementasi yang dilakukan mengkaji adanya alergi

makanan. Respon subyektif ibu klien mengatakan anaknya tidak mempunyai

alergi makanan, minuman, dan obat-obatan, data obyektif klien tidak

mempunyai alergi makanan, minuman, dan obat-obatan.

Implementasi pada hari Rabu tanggal 6 Januari 2016 pada Jam 15:25

untuk diagnosa kedua dengan intervensi yang didelegasikan mantau ABCD

implementasi yang dilakukan memantau ABCD. Respon subyektif ibu klien

mengatakan bersedia anaknya diperiksa, data obyektif antropometri berat

badan sebelum sakit 8 kg selama sakit 8 kg tinggi badan 80 cm IMT 12,5,

biocemical hasil laboratorium hemoglobin 10.4 g/dl hematokrit 31.9%,

clinical mukosa bibir kering, turgor kulit kering/tidak elastis, diit bubur,

sayur, susu, dan air putih. Jam 15:42 membagikan air sibin. Respon subyektif
57

ibu klien mengatakan akan menyibin anaknya, data obyektif air sibin telah

dibagikan.

Dalam melakukan implementasi selama 3x24 jam pada An.A yang

sedang dirawat di ruang anggrek rumah sakit umum daerah kota salatiga

implementasi dimulai pada hari Senin tanggal 4 Januari 2016. Jam 14.20

untuk diagnosa ke tiga dengan intervensi yang didelegasikan monitor suhu

tubuh, implementasi yang dilakukan memonitor suhu tubuh. Respon

subyektif ibu klien mengatakan anaknya demam, data obyektif suhu 38ºC.

Jam 14:49 untuk diagnosa ke tiga dengan intervensi yang didelegasikan

monitor IWL, implementasi yang dilakukan memonitor IWL. Respon

subyektif ibu klien mengatakan bersedia anaknya untuk diperiksa, data

obyektif IWL: 120cc. Jam15:00 untuk diagnosa ke tiga dengan intervensi

yang didelegasikan kolaborasi dengan dokter pemberian obat, implementasi

yang dilakukan berkolaborasi dengan dokter pemberian obat. Respon

subyektif ibu pasien mengatakan bersedia untuk diberikan obat, data obyektif

obat sudah masuk melalui mulut. Jam 15:22 untuk diagnosa ke tiga dengan

intervensi yang didelegasikan nyelimuti klien untuk mencegah hilangnya

kehangatan tubuh, implementasi yang dilakukan menyelimuti klien untuk

mencegah hilangnya kehangatan tubuh. Respon subyektif ibu klien

mengatakan akan menyelimuti anaknya, data obyektif ibu klien tampak

mengerti.

Implementasi hari Selasa 5 Januari 2016 padauntuk diagnosa ke tiga

dengan intervensi yang didelegasikan monitor suhu tubuh, implementasi yang


58

dilakukan memonitor suhu tubuh. Respon subyektif ibu klien mengatakan

anaknya teraba hangat, data obyektif suhu 37,8ºC. Jam 18:15 untuk diagnosa

ke tiga dengan intervensi yang didelegasikan kolaborasi dengan dokter

pemberian obat, implementasi yang dilakukan berkolaborasi dengan dokter

pemberian obat. Respon subyektif ibu pasien mengatakan bersedia untuk

diberikan obat, data obyektif obat sudah masuk melalui mulut. Jam 18:30

untuk diagnosa ke tiga dengan intervensi yang didelegasikan nyelimuti klien

untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh, implementasi yang dilakukan

menyelimuti klien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh. Respon

subyektif ibu klien mengatakan akan menyelimuti anaknya, data obyektif ibu

klien tampak mengerti.

Implementasi pada hari Rabu tanggal 6 Januari 2016 pada untuk

diagnosa ke tiga dengan intervensi yang didelegasikan kolaborasi dengan

dokter pemberian obat, implementasi yang dilakukan berkolaborasi dengan

dokter pemberian obat. Respon subyektif ibu pasien mengatakan bersedia

untuk diberikan obat, data obyektif obat sudah masuk melalui mulut. Jam

18:30 untuk diagnosa ke tiga dengan intervensi yang didelegasikan nyelimuti

klien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh, implementasi yang

dilakukan menyelimuti klien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh.

Respon subyektif ibu klien mengatakan akan menyelimuti anaknya, data

obyektif ibu klien tampak mengerti.

Dalam melakukan implementasi selama 3x24 jam pada An.A yang

sedang dirawat di ruang anggrek rumah sakit umum daerah kota salatiga
59

implementasi dimulai pada hari Senin tanggal 4 Januari 2016 Jam15:42 untuk

diagnosa ke empat dengan intervensi yang didelegasikan anjurkan pada ibu

klien untuk anaknya mengunakan pakaian yang longgar, implementasi yang

dilakukan menganjurkan pada ibu klien untuk anaknya mengunakan pakaian

yang longgar. Respon subyektif ibu klien mengatakan dalam berpakaian

anaknya longgar, data subyektif pakaian yang digunakan An.A longgar klien

tampak menagis. Jam 16:00 untuk diagnosa ke empat dengan intervensi yang

didelegasikan menjaga kebersihan kulit agar tetap bersih, implementasi yang

dilakukan menjaga kebersihan kulit agar tetap bersih. Respon subyektif ibu

klien mengatakan setiap BAB popok selalu diganti dan dibersihkan area

sekitarnya, data obyektif klien tampak menagis. Jam 16:15 untuk diagnosa ke

empat dengan intervensi yang didelegasikan monitor kulit, implementasi

yang dilakukan memonitor kulit. Respon subyektif ibu klien mengatakan

terdapat kemerahan bintil-bintil kecil pada daerah bokong, data obyektif klien

menagis terdapat kemerahan serta bintil-bintil kecil pada daerah bokong. Jam

16:30 untuk diagnosa ke empat dengan intervensi yang didelegasikan oleskan

minyak zaitun, implementasi yang dilakukan mengoleskan minyak zaitun.

Respon subyektif ibu klien mengatakan bersedia anaknya diolesi minyak

zaitun pada daerah bokong, data obyektif saat diolesi minyak zaitun klien

menagis, terdapat kemerahan serta bintil-bintil kecil di daerah bokong.

Implementasi hari Selasa 5 Januari 2016 pada Jam 15:48 untuk

diagnosa ke empat dengan intervensi yang didelegasikan monitor kulit,

implementasi yang dilakukan memonitor kulit. Respon subyektif ibu klien


60

mengatakan adanya kemerahan bintil-bintil kecil sudah berkurang pada

daerah bokong, data obyektif klien menagis terdapat kemerahan serta bintil-

bintil kecil sudah berkurang pada daerah bokong. Jam 16:00 untuk diagnosa

ke empat dengan intervensi yang didelegasikan oleskan minyak zaitun,

implementasi yang dilakukan mengoleskan minyak zaitun. Respon subyektif

ibu klien mengatakan bersedia anaknya diolesi minyak zaitun pada daerah

bokong, data obyektif saat diolesi minyak zaitun klien menagis, terdapat

kemerahan serta bintil-bintil kecil sudah berkurang pada daerah bokong. Jam

19:15 untuk diagnosa ke empat dengan intervensi yang didelegasikan

anjurkan pada ibu klien untuk anaknya mengunakan pakaian yang longgar,

implementasi yang dilakukan menganjurkan pada ibu klien untuk anaknya

mengunakan pakaian yang longgar. Respon subyektif ibu klien mengatakan

dalam berpakaian anaknya longgar, data subyektif pakaian yang digunakan

An.A longgar klien tampak menagis. Jam 19:30 untuk diagnosa ke empat

dengan intervensi yang didelegasikan menjaga kebersihan kulit agar tetap

bersih, implementasi yang dilakukan menjaga kebersihan kulit agar tetap

bersih. Respon subyektif ibu klien mengatakan setiap BAB popok selalu

diganti dan dibersihkan area sekitarnya, data obyektif klien tampak menagis.

Implementasi pada hari Rabu tanggal 6 Januari 2016 pada jam 14:20

untuk diagnosa keempat Jam 15:15 membagikan air sibin. Respon subyektif

ibu klien mengatakan akan menyibin anaknya, data obyektif air sibin telah

dibagikan. Jam 15:25 untuk diagnosa ke empat dengan intervensi yang

didelegasikan monitor kulit, implementasi yang dilakukan memonitor kulit.


61

Respon subyektif ibu klien mengatakan bintil-bintil kecil sudah berkurang

warna kemerahan juga sudah berkurang pada daerah bokong, data obyektif

klien tampak tenang bintil-bintil kecil sudah tidak tampak warna kemerahan

sudah berkurang di daerah sekitar bokong. Jam 15:30 untuk diagnosa ke

empat dengan intervensi yang didelegasikan oleskan minyak zaitun,

implementasi yang dilakukan mengoleskan minyak zaitun. Respon subyektif

ibu klien mengatakan bersedia anaknya diolesi minyak zaitun pada daerah

bokong, data obyektif saat diolesi minyak zaitun klien menagis terdapat

warna merah muda pada daerah bokong. Jam 19:15 untuk diagnosa ke empat

dengan intervensi yang didelegasikan menjaga kebersihan kulit agar tetap

bersih, implementasi yang dilakukan menjaga kebersihan kulit agar tetap

bersih. Respon subyektif ibu klien mengatakan setiap BAB popok selalu

diganti dan dibersihkan area sekitarnya, data obyektif klien tampak tenang.

F. Evaluasi

Catatan perkembangan pada An.A yang dirawat di ruang anggrek

rumah sakit umum daerah kota salatiga dimulai sejak hari Senin tanggal 4

Januari 2016 jam 16:35 untuk diagnosa pertama kekuragan volume cairan

berhubungan dengan kehilagan cairan aktif. Didapatkan hasil evaluasi data

subyektif ibu pasien mengatakan An.A mengalami BAB cair sudah lima kali

sehari ini. Data obyektif pasien tugor kulit tidak elastis, membran mukosa

kering, nadi 139 kali permenit, balance cairan -892 cc, hematokrit 31.9%.

Analisis masalah kekuragan volume cairan belum teratasi. Planning lanjutkan


62

intervensi monitor status hidrasi (tugor kulit, membran mukosa, hematokrit,

balance cairan), monitor tanda-tanda vital, anjurkan pasien untuk makan dan

minum sedikit tapi sering, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi

cairan intravena.

Catatan perkembangan An.A pada hari Selasa tanggal 5 Januari 2016

jam 20:00 untuk diagnosa pertama kekuragan volume cairan berhubungan

dengan kehilagan cairan aktif. Didapatkan hasil evaluasi data subyektif ibu

pasien mengatakan An.A mengalami BAB cair sudah lima kali sehari ini.

Data obyektif pasien tugor kulit tidak elastis, membran mukosa kering, nadi

130 kali permenit, balance cairan -655 cc, hematokrit 31.9%. Analisis

masalah kekuragan volume cairan belum teratasi. Planning lanjutkan

intervensi monitor status hidrasi (tugor kulit, membran mukosa, hematokrit,

balance cairan), anjurkan pasien untuk makan dan minum sedikit tapi sering,

kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi cairan intravena.

Catatan perkembangan An.A pada hari Rabu tanggal 6 Januari 2016

jam 19:30 untuk diagnosa pertama kekuragan volume cairan berhubungan

dengan kehilagan cairan aktif. Didapatkan hasil evaluasi data subyektif ibu

pasien mengatakan An.A mengalami BAB cair sudah tiga kali sehari ini. Data

obyektif pasien mengoceh tugor kulit elastis, membran mukosa lembab, nadi

120 kali permenit, balance cairan -255 cc, hematokrit 31.9%. Analisis

masalah kekuragan volume cairan masalah teratasi sebagian. Planning

lanjutkan intervensi monitor status hidrasi (tugor kulit, membran mukosa,


63

hematokrit, balance cairan), anjurkan pasien untuk makan dan minum sedikit

tapi sering, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi cairan intravena.

Catatan perkembangan pada An.A hari Senin tanggal 4 Januari 2016

jam 16:40 untuk diagnosa kedua ketidakmampuan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake makanan.

Didapatkan hasil evaluasi data subyektif ibu pasien mengatakan An.A BAB

cair. Data obyektif antropometri berat badan sebelum sakit 8 kg selama sakit

8 kg tinggi badan 80 cm IMT 12,5 kg, biocemical hasil laboratorium

hemoglobin 10.4 g/dl hematokrit 31.9 %, clinical mukosa bibir kering turgor

kulit kering atau tidak elastis, diit bubur, sayur, susu, dan air putih. Analisis

masalah ketidakmampuan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh belum teratasi.

Planning lanjutkan intervensi mengkaji ABCD, mengkaji adanya alergi

makanan, memberikan informasi tentang pemberian nutrisi, memonitor

lingkungan selama makan, kolaborasi dengan ahli gizi.

Catatan perkembanagan pada An.A hari Selasa tanggal 5 Januari 2016

jam 20:05 untuk diagnosa kedua ketidakmampuan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake makanan.

Didapatkan hasil evaluasi data subyektif ibu pasien mengatakan An.A BAB

cair. Data obyektif antropometri berat badan sebelum sakit 8 kg selama sakit

8 kg tinggi badan 80 cm imt 12,5 kg, biocemical hasil laboratorium

hemoglobin 10.4 g/dl hematokrit 31.9 %, clinical mukosa bibir kering turgor

kulit kering atau tidak elastis, diit bubur, sayur, susu, dan air putih. Analisis

masalah ketidakmampuan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh belum teratasi.


64

Planning lanjutkan intervensi mengkaji ABCD, memonitor lingkungan

selama makan, kolaborasi dengan ahli gizi.

Catatan perkembanagan pada An.A hari Rabu tanggal 6 Januari 2016

jam 20:05 untuk diagnosa kedua ketidakmampuan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake makanan.

Didapatkan hasil evaluasi data subyektif ibu pasien mengatakan An.A BAB

cair. Data obyektif antropometri berat badan sebelum sakit 8 kg selama sakit

8 kg tinggi badan 80 cm imt 12,5 kg, biocemical hasil laboratorium

hemoglobin 10.4 g/dl hematokrit 31.9 %, clinical mukosa bibir lembab,

turgor kulit elastis, diit bubur, sayur, susu, dan air putih. Analisis masalah

ketidakmampuan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi sebagian.

Planning lanjutkan intervensi mengkaji ABCD, memonitor lingkungan

selama makan, kolaborasi dengan ahli gizi.

Catatan perkembanagan pada An.A hari Senin tanggal 4 Januari 2016

jam 16:43 untuk diagnosa ketiga hipertermia berhubungan dengan dehidrasi.

Didapatkan hasil evaluasi data subyektif ibu pasien mengatakan anakanya

demam. Data obyektif kulit teraba panas, suhu tubuh 380C, nadi 139 kali

permenit, RR 30 kali permenit. Analisis masalah hipertermia belum teratasi.

Planning lanjutkan intervensi monitor tanda-tanda vital, monitor IWL,

menyelimuti pasien untuh mencegah hilangnya kehangatan tubuh, kolaborasi

dengan dokter pemberian obat.

Catatan perkembanagan pada An.A hari Selasa tanggal 5 Januari 2016

jam 20:08 untuk diagnosa ketiga hipertermia berhubungan dengan dehidrasi.


65

Didapatkan hasil evaluasi data subyektif ibu pasien mengatakan anakanya

demam. Data obyektif kulit teraba panas, suhu tubuh 37,80C, nadi 130 kali

permenit, RR 28 kali permenit. Analisis masalah hipertermia belum teratasi.

Planning lanjutkan intervensi monitor tanda-tanda vital, monitor IWL,

menyelimuti pasien untuh mencegah hilangnya kehangatan tubuh, kolaborasi

dengan dokter pemberian obat.

Catatan perkembanagan pada An.A hari Rabu tanggal 6 Januari 2016

jam 19:55 untuk diagnosa ketiga hipertermia berhubungan dengan dehidrasi.

Didapatkan hasil evaluasi data subyektif ibu pasien mengatakan anakanya

demam. Data obyektif kulit teraba panas, suhu tubuh 36,80C, nadi 120 kali

permenit, RR 28 kali permenit. Analisis masalah hipertermia teratasi.

Planning pertahankan intervensi.

Catatan perkembanagan An.A pada hari Senin tanggal 4 Januari 2016

jam 16:45 untuk diagnosa keempat kerusakan integritas kulit berhubungan

dengan eskresi BAB sering. Didapatkan hasil evaluasi data subyektif ibu

pasien mengatakan An.A terdapat kemerahan serta bintil-bintil kecil pada

daerah bokong. Data obyektif pasien menagis, terdapat kemerahan serta

bintil-bintil kecil pada daerah bokong. Analisis masalah kerusakan integritas

kulit belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi anjurkan pada ibu klien

untuk anaknya menggunakan pakaian yang longgar, menjaga kebersihan kulit

agar tetap bersih dan kering, memonitor kulit, mengoleskan minyak zaitun.

Catatan perkembanagan An.A pada hari Selasa tanggal 5 Januari 2016

jam 20:10 untuk diagnosa keempat kerusakan integritas kulit berhubungan


66

dengan eskresi BAB sering. Didapatkan hasil evaluasi data subyektif ibu

pasien mengatakan An.A adanya kemerahan serta bintil-bintil kecil sudah

berkurang pada daerah bokong. Data obyektif pasien menagis, terdapat

kemerahan serta bintil-bintil kecil sudah berkurang pada daerah bokong.

Analisis masalah kerusakan integritas kulit teratasi sebagian. Planning

lanjutkan intervensi anjurkan pada ibu klien untuk anaknya menggunakan

pakaian yang longgar, menjaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering,

memonitor kulit, mengoleskan minyak zaitun.

Catatan perkembanagan An.A pada hari Rabu tanggal 6 Januari 2016

jam 20:00 untuk diagnosa keempat kerusakan integritas kulit berhubungan

dengan eskresi BAB sering. Didapatkan hasil evaluasi data subyektif ibu

pasien mengatakan An.A kemerahan sudah berkurang berwarna merah muda,

data obyektif bintil-bintil kecil sudah tidak ada, kemerahan sudah berkurang

warna merah muda. Analisis masalah kerusakan integritas kulit teratasi.

Planning pertahankan intervensi.


BAB V

PEMBAHASAN

Asuhan keperawatan memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan dasar

manusia melalui tahap, pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi,

implementasi, dan evaluasi. Penulis akan membahas tentang “Pemberian minyak

zaitun (olive oil)terhadap derajat ruam pada asuhan keperwatan An. A dengan

diare pengguna diapers di ruang anggrek RSUD Kota Salatiga”. Pada bab

pembehasan ini penulis juga membahas adakah kesesuaian maupun kesenjangan

antara teori dengan kasus.

A. Pengkajian

Penulis melakukan pengkajian pada kasus diperoleh dengan cara

autoananemsa dan alloananemsa. Hasil pengkajian yang didapatkan yaitu

keluhan utama yang dirasakan pasien adalah ibu pasien mengatakan An.A

diare 5 kali dalam sehari. Berdasarkan hasil pengkajian pada An.A dengan

kasus diare telah sesuai dengan teori yang ditemukan oleh penulis. Diare

adalah perubahan konsistensi tinja yang terjadi tiba-tiba akibat kandungan air

di dalam tinja melebihi normal (10 mL/kgBB/hari) dengan peningkatan

frekuensi defekasi lebih dari 3 kali dalam 24 jam dan berlangsung kurang dari

14 hari. Pola defekasi neonatus dan bayi, hingga usia 4-6 bulan, yang

defekasi >3 kali/hari dan konsistensinya cair atau lembek masih dianggap

normal selama tumbuh kembangnya baik (Cristanto dkk, 2014). Dapat

disimpulkan dari keluhan utama yang dialami An. A dengan diare tidak

67
68

terdapat kesenjangan antara fakta/ kenyataan dan teori berupa frekuensi

defekasi lebih dari 3 kali dalam 24 jam.

Riwayat penyakit sekarang, ibu pasien mengatakan, sejak hari rabu

tanggal 30 Desembar 2015 An. A BAB cair sudah 8 kali sehari. An. A

Kemudian dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga klien di

IGD pada tanggal 1 Januari 2016 jam 14:21 dengan keluhan BAB cair 5 kali,

dan rewel.Menurut Suharyono (1999) dalam Susilaningrum dk (2013) mula

mula bayi atau anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan meningkat, nafsu

makan berkurang, tinja makin cair makin disertai lendir atau lendir dan darah,

anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi, muntah,

dehidrasi.Dapat disimpulkan bahwa terdapat kesenjangan antara teori dan

kenyataan, yaitu pasien tidak mengalami muntah saat berada di rumah sakit

karena muntah dialami pasien ketika berada dirumah dan sudah diberi obat

anti mual muntah oleh bidan terdekat sehingga saat dibawa ke IGD RSUD

Kota Salatiga pasien sudah tidak mengalami mual muntah dan hanya ditandai

dengan diare, rewel dan demam.

Riwayat penyakit dahulu, Ny.S ibu dari An.A mengatakan saat

kehamilan jumlah gravida G1P2A0, Ny.S mengatakan An.A lahir pada tanggal

17 Februari 2015 usia gestasi saat lahir yaitu 38 minggu Ny.S ibu dari An.A

mengatakan saat hamil kandungan sehat. Ny.S ibu An.A mengatakan periksa

kehamilan rutin satu bulan sekali periksa kandungan dan tidak mengkonsumsi

obat-obatan. Ny.S mengatakan An.A lahir di tempat bidan dan lahir sepontan

dengan berat badan 3200 gram.Imunisasi, ibu pasien mengatakan An.A sudah
69

diimunisasi, yaitu BCG, hepatitis, polio, DPT, campak. Penyakit yang

diderita sebelumnya klien pernah dirawat di Rumah Sakit dengan sakit yang

sama. Riwayat penyakit yang pernah diderita oleh anak maupun keluarga

dalam hal ini apakah dalam keluarga pernah mempunyai riwayat penyakit

keturunan atau pernah menderita penyakit kronis sehingga harus di rawat

dirumah sakit (Winugroho, 2008). Dapat disimpulkan bahwa terdapat

kesenjangan antara teori dan kenyataan, yaitu pasien tidak mempunyai

riwayat penyakit keturunan saat ditanya perawat karena dalam kluarga pasien

tidak ada yang menpunyai penyakit menurun.

Riwayat alergi, ibu pasien mengatakan pasien tidak mempunyai alergi

terhadap obat maupun makanan, pasien tidak pernah mengalami cidera

maupun patah tulang, menurut Nursalam (2013) kemungkinan penyebab

diare adalah alergi terhadap makanan dan obat obatan. Dapat disimpulkan

bahawa tidak ada kesenjengan antara teori dan kenyataan besar kemungkinan

penyebab diare dapat terjadi karena alergi makanan, tetapi sudah dijelaskan

dalam perjalanan penyakit bahwa An.A mengalami diare setelah memakan

roti yang sudah lama tidak dimakan kemugkinan diare yang dialami An.A

diakibatkan karena infeksi berbagai macam bakteri yang disebabkan oleh

kontaminasi makanan maupun air minum (enteropathogenic, escherichia coli,

salmonella, shigella, V. Cholera, dan clostridium) (Muttaqin, 2011).

Pertumbuhan dan perkembangan, ibu pasien mengatakan berat badan

waktu lahir 3200 gram. Antropometri berat badan An.A sekarang 8 kg dan

sebelum sakit 8 kg, panjang badan 80 cm, lingkar dada 65, lingkar lengan 25
70

cm, lingkar kepala 60 cm. Menurut teori pertunbuhan dan perkembangan

normal berat bayi lahir 2500- 4000 gram, anak/ bayi umur 18 bulan sudah

bisa berjalan, berbicara tanpa arti dan memegang benda (Kartika dkk, 2006).

pertumbuhan merupakan bertambah jumlah dan besarnya sel di seluruh

bagian tubuh yang secara kuantitatif dapat diukur. Perkembangan merupakan

bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh yang dapat dicapai melalui tumbuh

kematangan. Masa neonatus, terjadi proses penyesuaian dengan kehidupan di

luar rahim dan hampir sedikit aspek pertumbuhan fisik dalam perubahan

(Hidayat, 2008). Dalam pertumbuhan akan terjadi perubahan ukuran dalam

hal bertambahnya ukuran fisik, berat badan, tinggi badan, lingkar kepala,

lingkar dada, dan lain-lain. Dengan adanya teori diatas, dapat disimpulkan

pertumbuhan yang dialami An.A tidak ada kesenjangan dengan teori yang

ada.

Model pengkajian keperawatan dengan 11 pola kesehatan fungsional

dari Gordon berguna untuk mengatur riwayat keperawatan, pemeriksaan fisik,

dan mengelompokkan diagnosa keperawatan (Allen,2005). Pengkajian

sebelas pola gordon yang didapat dari wawancara dan observasi An.A dan

ibu An.A diantaranya, pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan. ibu pasien

mengatakan bahwa sehat merupakan keadaan tidak sakit dan dapat

melakukan aktifitas seperti biasanya. Jika An.A sakit, keluarga segera berobat

ke pelayanan kesehatan terdekat, yaitu bidan desa. Menurut teori, pola

persepsi dan pemeliharaan kesehatan menggambarkan tentang persepsi,

pemeliharaan dan penanganan kesehatan. Persepsi terhadap arti kesehatan,


71

kemempuan menyusun tujuan, pengetahuan tentang praktik kesehatan

(Winugroho, 2008). Dapat disimpulkan bahwa tidak ada kesenjangan antara

fakta dan teori.

Kemudian pola nutrisi dan metabolisme, sebelum sakit dari data

antropometri didapatkan hasil berat badan 8 kg tinggi 80 cmdan IMT 12,5

(kurang), ibu pasien mengatakan An.A dirumah makan tiga kali sehari bubur,

sayur satu porsi habis dan tidak ada keluhan,minum air putih, susu porsi

enam sampai tujuh botol dan tidak ada keluhan. Selama sakit di rumah sakit

ibu pasien mengatakan An.A makan tiga kali sehari bubur dan sayur, minum

air putih, susu ± 4 botol dan tidak ada keluhan, pengkajian antropometri

selama sakit berat badan sebelum sakit 8 kg, selama sakit 8 kg tinggi badan

80 cm IMT 12,5, biocemical hemoglobin 10.4 g/dl, hematokrit 31.9 %, ,

clinical lemas, mukosa bibir kering, turgor kulit kering/tidak elastis, diit

bubur, sayur, susu dan air putih. Kadar hemoglobin yang menurun adalah

indikator dari ketidakadekuatan nutrisi terhadap kebutuhan tubuh dalam

fungsi fisiologis (Suryano dkk, 2006). Indeks massa tubuh (IMT) didapat dari

BB(Kg)/TB²(m), kategori kekurangan berat badan tingkat berat (<17),

kekurangan berat badan tingkat sedang (17.0-18.5), normal (18.5-25.0),

kelebihan berat badan tingkat ringan (>25.0-27.0), kelebihan berat badan

tingkat berat (>27.0) (Asmadi,2008). Dari hasil pengkajian nutrisi didapatkan

nilai IMT 12,5 yang menurut teori adalah kekurangan berat badan tingkat

sedang. Dapat disimpulkan dari hasil pengkajian tidak terdapat kesenjangan

antara teori dan fakta.


72

Pola eliminasi pasien, ibu pasien mengatakan sebelum sakit An.A BAB

dua kali sehari dengan konsistensi lunak berbentuk berbau khas berwarna

kuning kecoklatan dan tidak ada keluhan. Ibu pasien mengatakan An.A BAK

± 7 kali sehari, berbau amoniak berwarna kuning bening dan tidak ada

keluhan. Ibu pasien mengatakan selama sakit An.A BAB 5 kali sehari dengan

konsistensi BAB cair berwarna kuning keluhan BAB cair. Ibu pasien

mengatakan An.A BAK ± 5 kali sehari berbau amoniak berwarna kuning

bening dan tidak ada keluhan. Pengkajian cairan menurut Nursalam (2013)

didapatkan buang air besar sehari lebih dari 3 kali per hari dengan konsistensi

cair (dehidrasi ringan), buang air besar 4-10 kali dengan konsistensi cair

(dehidrasi ringan/sedang), buang air besar lebih dari 10 kali per hari

(dehidrasi berat). Setelah dikaji perawat pasien termasuk diare dengan

dehidrasi ringan/sedang. Pengkajian pola eliminasi merupakan kebutuhan

dasar manusia yang essensial dan berperan penting dalam menentukan

kelangsungan kehidupan manusia. Menurut teori eliminasi terbagi dua bagian

utama pula, yaitu eliminasi fekal (buang air besar) dan eliminasi urine (buang

air kecil) (Asmadi,2008).Dapat disimpulkan bahwa tidak ada kesenjangan

antara teori dan kenyataan yang terjadi pada An. A yang mengalami diare.

Pola aktivitas dan latihan sebelum sakit meliputi makan/minum, mandi

toileting, berpakaian dibantu oleh orang lain dan mobilitas ditempat tidur,

berpindah, ambulasi dapat dilakukan secara mandiri. Selama sakit

makan/minum, mandi toileting, berpakaian, mobilitas ditempat tidur,

berpindah, ambulasi dibantu orang lain. Aktivitas fisik (mekanik tubuh)


73

merupakan irama sirkadian manusia. Tiap individu mempunyai irama atau

pola tersendiri dalam kehidupan sehari-hari untuk melakukan kerja, rekreasi,

makan, istirahat, dan lain-lain (Asmadi,2008). Dalam teori disebutkan pola

aktivitas dan latihan tingkat kemampuan nilai 2 adalah dibantu orang lain

(Nurlaila, 2009), sehingga ditarik kesimpulan antara teori dengan pengkajian

tidak ada kesenjangan.

Pola istirahat tidur sebelum sakit ibu pasien mengatakan pasien dapat

tidur dengan nyenyak, pada siang hari maupun malam hari. Selama sakit ibu

pasien mengatakan bahwa selama sakit pasien dapat tidur malam maupun

siang hari jika ibunya selalu disampingnya. Orang dalam keadaan sakit

memerlukan waktu tidur lebih banyak dari normal. Namun demikian keadaan

sakit dapat menjadikan pasien kurang tidur atau tidak dapat tidur (Tarwoto

dan Wartonah, 2004). Dapat disimpulkan dari hasil pengkajian terhadap An.A

tidak terdapat kesenjangan antara teori dan fakta yang mengalami gangguan

pola tidur.

Pola kognitif perseptual sebelum sakit dan selama sakit ibu pasien

mengatakan pasien tidak mempunyai gangguan terhadap indra penciuman,

perabaan, penglihatan maupun pendegaran. Pola kognitif perseptual pasien,

menjelaskan persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi sensori meliputi

pengkajian fungsi penglihatan, pendengaran, perabaan, pembau, dan

kompensasinya terhadap tubuh (Muttaqin, 2008). Dari hasil pengkajian

terhadap An.A tidak terdapat kesenjangan antara teori dan kenyataan.


74

Pola persepsi dan gambaran diri, ibu pasien mengatakan pasien adalah

anak pertama berumur 10 bulan, pasien disayangi dan diperhatikan oleh ayah

dan ibu pasien, pasien adalah anak kandung sendiri dan berjenis kelamin laki-

laki, ibu pasien menginginkan anaknya cepat sembuh, pasien merupakan anak

kandung yang pertama. Menurut Tiurlan (2011), konsep diri anak

dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal maupun internal. Usia anak,

temperamen, dukungan keluarga, status kesehatan dan kecerdasan sangat

mempengaruhi pembentukan konsep diri anak dengan diare. Anak dengan

kemampuan percaya diri yang tinggi dapat menerima perubahan akibat

sakitnya, sehingga dapat tetap menjalani aktivitas sehari-hari dengan tidak

dibawah tekananrasa malu atau depresi. Dari teori tersebut An.A termasuk

dalam kemapuan percaya diri yang tinggi, sehingga tidak ada kesenjangan

antara teori dan kenyataan.

Pola hubungan peran sebelum sakit ibu pasien mengatakan hubungan

dengan tetangga sekitar dan saudara-saudaranya cukub baik. Sebelum atau

selama sakit, ditandai dengan saat pasien sakit banyak tetangga yang

menjenguknya. Pola hubungan peran pasien menggambarkan dan mengetahui

hubungan dan peran klien terhadap anggota keluarga dan masyarakat tempat

tinggal pasien (Nurlaila,2009). Dapat disimpulkan dari hasil pengkajian tidak

terdapat kesenjanagn antara teori dan kenyataan yang dialami oleh An.A

dengan diare.

Pola mekanisme koping, ibu pasien mengatakan apabila ada masalah

kesehatan atau masalah yang lain selalu bercerita kepada suami terlebih
75

dahulu. Mekanisme koping pada setiap anak memiliki kemampuan adaptasi

terhadap setiap perubahan yang terjadi dalam lingkungannya, namun dalam

kapasitas yang berbeda-beda sesuai dengan kemampuannya. Mekanisme

koping adalah upaya yang dilakukan secara sadar untuk mengatur emosi,

kognisi, perilaku, fisiologis, dan lingkungan yang dapat menimbulkan stres

(Tiurlan, 2011). Anak mengalami berbagai hal yang tidak menyenangkan dari

prosedur klinik dan hospitalisai, namun anak menyadari bahwa menjalankan

protokol terapi merupakan pilihan yang terbaik untuk mencapai kesembuhan

dari penyakitnya (Tiurlan, 2011). Dari teori tersebut mekanisme koping yang

ada di An.A mengalami kontrol seperti yang ada pada teori, sehingga tidak

terdapat kesenjangan antara teori dan pengkajian pola mekanisme koping

An.A.

Pada pemeriksaan fisik An.A didapatkan hasil keadaan umum pasien

composmentis. Dan setelah dilakkan pemeriksaan tanda-tanda vital

didapatkan hasil suhu tubuh 380C, respirasi 30 kali permenit, nadi 139 kali

permenit. Pada pemeriksaan sistematis yang dilakukan pada An.A dari

pemeriksaan head to toe didapatkan hasil sebagai berikut. Kepala An.A

berbentuk mesochepal, kepala bersih, rambut berwarna hitam, tidak ada

ketombe. Mata warna sklera putih (tidak ikterik), warna kornea hitam, posisi

simetris, gerakan mata normal, keadaan kelopak mata normal (tidak ada mata

panda/ warna hitam pada kelopak mata), konjungtiva tidak anemis, pupil

isokor normal mengecil apabila diberi rangsangan cahaya. Telinga kebersihan

bersih dan tidak ada serumen, kesimetrisan simetris antara kanan kiri,
76

ketajaman pendengaran pendengaran tajam dan tidak ada gangguan

pendengaran. Hidung letak simetris, tidak ada polip, penciuman tidak

terganggu. Mulut, bibir simetris, mukosa bibir kering, tidak ada sianosis,

gerakan lidah normal, tidak ada stomatitis. Leher, tidak ada kaku kudu, tidak

ada pembesaran kelenjar tyroid. Kelenjar limfe, tidak ada pembesaran

kelenjar limfe. Kuku bersih tidak ada kotoran, bersih, warna merah

muda,rapi dan pendek. Kulit, turgor kulit kering atau tidak elastis, teraba

panas. Pada penderita diare pada dasarnya mengalami membran mukosa

kering dan konjungtiva anemis, hal tersebut dikarenakan terjadinya dehidrasi

pada pasien (Nursalam 2013). Dapat disimpulkan dari data pengkajian

pemeriksaan fisik bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dan kenyataan

yang terjadi pada anak dengan diare.

Pada pemeriksaan dada, paru-paru inspeksi ekspansi dada kanan dan

kiri sama dan bentuk dada simetris, palpasi vokal fermitus kanan dan kiri

sama, perkusi sonor, auskultasi tidak terdengar bunyi tambahan/vesikuler.

Pada pemerikssan jantung inspeksi ictus cordis tidak tampak, palpasi ictus

cordis teraba di SIC V, perkusi pekak, auskultasi bunyi jantung I dan II

reguler. Pada pemeriksaan abdomen inspeksi tidak ada jejas atau lika, bentuk

datar, terlihat umbilikus, auskultasi bising usus 36 kali per menit, palpasi

tidak ada nyeri tekan, perkusi kuadaran I pekak, kuadran II,III, dan IV

terdengar tyimpani. Bising usus normalnya terdengar 5-30 kali per menit, jika

kurang dari 5 kali per menit kemungkinan ada peristaltik ileus, konstipasi

peritonitis atau obstruksi. Jika peristaltik usus terdengar lebih dari normal
77

kemungkinan pasien sedang mengalami diare (Debora, 2013). Jika perkusi

terdengar timpai, berarti perkusi dilakukan di atas organ yang berisi udara,

jika terdengar pekak berarti perkusi mengenai organ padat. Perhatikan

perubahan bunyi ini, bunyi normal perkusi abdomen adalah timpani, jika ada

kelebihan udara terdengar lebih nyaring atau disebut hipertimpani (Debora,

2013). Feses lunak, encer dan sering kali menunjukkan diare; warna feses:

feses yang normal biasanya berwarna cokelat akibat adanya pigmen usus

yang mengalami modifikasi, feses yang gelap dapat disebabkan oleh

konsumsi tablet yang mengandung zat besi, perdarahan GI bagian atas

menyebabkan melena, volume feses: terutama jika pasien mengalami diare

(Winney, 1998 dalam Philip Jevon dkk, 2008). Dapat disimpulkan dari data

pengkajian pemeriksaan diatas bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dan

kenyataan yang terjadipada anak dengan diare akut.

Genetalia An.A tidak terpasang kateter, tidak ada kelainan pada

genetalia dan berjenis kelamin laki-laki. Anus An.A bersih, dan terdapat ruam

atau peradangan pada daerah sekitar bokong tidak ada hemoroid. Pada

pengkajian genetalia terdapat kemerahan serta bintil-bintil kecil didaerah

bokong. Pada teori menurut (Matondang dkk, 2013) pada anak dengan diaper

rush ditandai dengan anak geisah dan timbul bintik-bintik merah pada kulit

yang terkena popok daerah bokong . Pada kulit yang normal, terdapat jamur

candida dalam jumlah yang sedikit, tetapi saat kulit lembab maka jamur akan

tumbuh lebih cepat sehingga timbul peradangan yang mengakibatkan


78

timbulnya diapers rush (putra, 2012). Dapat disimpulkan dari hasil

pengkajian tidak terdapat kesenjangan antara teori dan fakta.

Terapi medis yang di berikan pada An.A selama perawatan di rumah

sakit umum daerah karanganyar adalah paracetamol dengan dosis 3x50 mg

termasuk golongan obat analgesik non narkotik berfungsi untuk menurunkan

panas, infus KAEN 3B dengan dosis 12 tpm termasuk golongan cairan

elektrolit dan berfungsi untuk resusitasi cairan dan mengembalikan

keseimbangan cairan, ceftriaxon dengan dosis 2x200mg golongan

antibiotik/ceftriaxon berfungsi untuk mengatasi infeksi, ranitidine dengan

dosis 2x8mg golongan ranitidin berfungsi untuk tungkak lambung, sanmol

dengan dosis 3x60mg berfungsi untuk menurunkan demam. Terapi cairan

bertujuan menggantikan kehilangan air normal harian pada klien rawat inap.

Seringkali klien rawat inap karena kondisi sakitnya tidak bisa mengkonsumsi

air dan elektrolit dalam jumlah cukup melalui sehingga memerlukan dengan

infus untuk memenuhi kebutuhan hariannya agar tidak jatuh dalam

keseimbagan air dan elektrolit. Jenis dan jumlah kecepatan cairan yang

diberikan kepada klien berbeda dengan cairan resusitasi (Putra dkk,

2014).Berdasarkan teori tersebut, terapi yang diberikan sesuai dengan teori

yang ada, sehingga tidak ada kesenjangan dengan teori.


79

B. Diagnosa Keperawatan

Pada teori yang didapat penulis, diagnosa yang sering muncul pada

penyakit diare adalah kekuragan volume cairan berhubungan dengan

kehilagan cairan aktif, kerusakan integritas kulit berhubungan dengan

ekskresi/BAB sering, ketidak seimbagan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan penurunan intake makanan, hipertermi berhubungan

dengan dehidrasi, resiko syok, ansietas berhubungan denganhospitalisasi

(Wilkinson, 2007).Dari pengkajian yang dilakukan penulis didapatkan empat

masalah keperawatan yaitu pertama kekurangan volume cairan berhubungan

dengan kehilagan cairan aktif, kedua perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh berhubungan dengan penurunan intake makanan, ketiga hipertermi

berhubungan dengan dehidrasi, keempat kerusakan integritas kulit

berhubungan dengan iritasi rectal.

Dan dari teori yang tidak muncul adalah resiko syok karena tidak

ditemukan tanda-tanda terjadinya syok pada klien, selanjutnya ansietas

berhubungan dengan hospitalisasi karena pasien tidak mengalami cemas atau

ansietas. Penulis tidak memasukkan dalam asuhan keperawatan An.A karena

dalam pengkajian tidak didapatkan tanda dan gejala dariresiko syok dan

ansietas.

Dalam pelaksanaanya perawat tidak selalu memecahkan masalah satu

persatu, tetapi sering pula beberapa masalah dipecahkan pada saat yang sama.

Bisa juga dalam melakukan prioritas dengan hirarki “Maslow” yaitu dengan
80

membagi kebutuhan manusia dalam lima tahap yaitu fisiologis, aman dan

nyaman, sosial, harga diri, aktualisasi diri (Setiyadi, 2012).

Penulis merumuskan diagnosa keperawatan utama yaitu kekurangan

volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif, data yang

menunjang pada diagnosa keperawatan tersebut adalah data subjektif ibu

pasien mengatkan pasien diare 5 kali. Data objektif pasien rewel dan

menangis, pasien tampak lemas, mukosa bibir kering, turgor kulit tidak

elastis, terpasang infus 12 tpm (makro), kapilary reftil 2 detik (normal < 2

detik), konsistensi BAB cair dan berwarna kuning bening, mata tampak

cekung, denyut nadi 139 kali per menit, respiratory30 kali per menit, suhu

380C, balance cairan – 892 cc. Dari hasil pengkajian tersebut sesuai dengan

teori dan batasan karakteristik kekurangan volume cairan yaitu membran

mukosa kering, peningkatan frekuensi nadi, haus, kelemahan, peningkatan

konsentrasi urin (Nurarif, 2013). Dari hasil pengkajian dan batasan

karakteristik terdapat kesamaan, maka dari itu dapat disimpulakan bahwa

tidak ada kesenjangan antara teori dan kenyataan yang terjadi pada An. A

yang mengalami diare.

Kekurangan volume cairan adalah hilangnya cairan dalam tubuh atau

juga masukan cairan yang kurang (Hidayat, 2006). Kekurangan volume

cairan disebabkan kehilangan cairan mencapai 5% - 10% dari berat tubuh

atau sekitar 2- 4 liter. Kadar natrium serum berkisar 152- 158 mEq/I, salah

satu gejalanya adalah mata cekung (Mubarak, 2008).


81

Penulis juga merumuskan diagnosa keperawatan yang ke dua yaitu

ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

penurunan intake makanan, data yang menunjang pada diagnosa keperawatan

tersebut adalah data subjektif ibu pasien mengatakan pasien susah makan,

pasien hanya minum susu dan air putih. Data objekif pasien tampak lemas,

pasien tampak tidak nafsu makan, bising usus 36 kali per menit (normal

bising usus 5 – 30 kali per menit), pada pemeriksaan perkusi abdomen

kuadran II, III. IV hipertimpani, makan bubur, minum susu formula, turgor

kulit tidak elastis. Pengkajian nutrisi, antropometei didapatkan haril berat

badan 8 kg tinggi badan 80 cm dan IMT 12,5, biocemical didapatkan hasil Hb

10,4 g/dl, Ht 31,9 %. Pemeriksaan clinical didapatkan hasil pasien tampak

lemas turgor kulit kering, pasien tampak tidak nafsu makan, mukosa bibir

kering, diit bubur. Masukan yang tidak adekuat dengan batasan karakteristik

kram abdomen , nyeri abdomen, menghindari makanan, berat badab 20% atau

lebih dibawah berat badan ideal, kerapuhan kapiler, diare, bising usus

hiperaktif, kurang makan , kurang minat pada makanan (Nurarif, 2013).

Penulis juga merumuskan diagnosa keperawatan yang ketiga,

hipertermi berhubungan dengan dehidrasi. Ibu klien mengatakan An. A

badanya demam. Hipertermia adalah peningkatan suhu tubuh diatasa batas

normal (Herdman, 2010). Demam juga disertai gejala konstitutional lainnya

seperti lesu, tidak mau makan, dan muntah. Selain itu, pada anak lebih sering

terjadi gejala facial flush, radang faring serta pilek (Christanto dkk, 2014).

Diagnosa hipertermia berhubungan dengan dehidrasi dikarenakan perubahan


82

suhu berpengaruh terhadap kebutuhan fisiologis seseorang, namun dengan

tindakan mengkaji tanda dan gejala adanya peningkatan suhu tubuh dan

penyebabnya, monitor suhu tubuh minimal tiap 2 jam, monitor tanda-tanda

vital, kompres pasien pada lipat paha dan aksila, berikan pengobatan untuk

mengatasi demam, kolaborasi pemberian cairan intravena (Nursalam, 2005).

Penulis juga merumuskan diagnosa keperawatan yang keempat

kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi/BAB sering. Penulis

menegakkan diagnosa keperawatan tersebut dengan alasan mengacu pada

data pengkajian yaitu data subyektik ibu An. A mengatakan pantat dan sekitar

anus mengalami kemerahan di sertai bintil-bintil kecil karena sering buang air

besar dan menggunakan popok. Data obyektif klien menagis, terdapat ruam

dibagian bokong berwarna kemerahan serta bintil-bintil kecil, BAB cair 5 kali

sehari. Integritas kulit adalah menguragi perubahan kulit yang buruk adapun

batasan karakteristik ataupun faktor resiko: hipotermi, imobilisasi fisik,

perubahan tugor kulit, perubahan pigmentasi, gangguan sirkulasi

(Herdman, 2012).

Sedangkan dua diagnosa keperawatan dalam teori tetapi tidak

ditemukan pada pasien yaitu, resiko syok dan ansietas berhubungan dengan

hospitalisasi. Resiko syok adalah beresiko terhadap ketidakcukupan aliran

darah ke jaringan tubuh, yang dapat mengakibatkan disfusi seluler yang

mengancam jiwa. Faktor resiko hipotensi, hipovolemia, hipoksemia, infeksi

(Wilkinson, 2015). Dari teori diatas data An.A yang menyatakan terdapat

diagnosa resiko syok tidak didapatkan dalam pengkajian, karena An.Atidak


83

menggunakan terapi oksigen, tidak terjadi kelelahan umum, tidak terjadi

infeksi sehingga faktor berhubungan terkait resiko syok tidak ada.

Diagnosa kedua yang tidak muncul yaitu ansietas adalah perasaan tidak

nyaman atau kekawatiran yg samar disertai respon autonom, perasaan takut

yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Batasan karakteristik

berupa perilaku, afektif, fisiologis, simpatik, parasimpatik, kognitif. Faktor

yang berhubungan dengan ansietas perubahan dalam, penularan penyakit,

hospitalisasi, penyalah gunaan zat, ancaman kematian, krisis situasional

(Wilkinson, 2015). Dari teori diatas data An. A yang menyatakan terdapat

diagnosa ansietas tidak didapatkan dalam pengkajian, karena An. A bisa

istirahat, mampu mempertahankan penampilan, tidak ada gangguan persepsi

sensori, tidak ada kecemasan secara fisik.

C. Intervensi

Intervensi atau perencanaan yang akan disampaikan oleh penulis pada

diagnosa yang pertama Kekurangan volume cairan berhubungan dengan

kehilangan cairan aktif, maka perawat melakukan perencanaan keperawatan

dengan tujuan kriteria hasil setelah dilakukan tindakan keperawatan selama

3x24 jam diharapkan kekuragan volume cairan dapat terpenuhi dengan

kriteria hasil yang sudah ditetapkan tugor kulit elastis, membran mukosa

lembab, balance cairan normal, tanda-tanda vital dalam batas normal,mata

dan ubun-ubun tidak cekung, buang air besar lembek dan frekuensi 1x/hari.

Keseimbagan cairan tidak terganggu, asupan makanan dan cairan yang


84

adekuat.Intervensi yang akan dilakukan monitor status dehidrasi (tugor kulit,

membran mukosa, hematokrit, balance cairan), monitor tanda-tanda vital,

anjurkan pasien untuk makan dan minum sedikit tapi sering, kolaborasi

dengan dokter pemberian terapi cairan intravena untuk mengganti cairan dan

elektrolit secara adekuat dan tepat (Wilkinson, 2007).

Intervensi pada diagnosa keperawatan yang kedua ketidakseimbangan

nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake

makanan, maka perawat melakukan perencanaan keperawatan dengan tujuan

kriteria hasil setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam

diharapkan nutrisi terpenuhi dengan kriteria hasil tidak terjadi penurunan

berat badan yang berarti, nafsu makan bertambah, tidak ada tanda-tanda

malnutrisi (peningkatan berat badan, mukosa bibir lembab, turgor kulit

elastis). Intervensi yang dilakukan oleh penulis pantau ABCD, kaji adanya

alergi makanan, berikan infurmasi tentang kebutuhan nutrisi, monitor

tugor kulit, monitor kulit selama makan, berkolaborasi dengan ahli gizi

(Wilkinson, 2007).

Intervensi pada diagnosa keperawatan ke ketiga hipertermia

berhubungan dengan dehidrasi, maka perawat melakukan perencanaan

keperawatan dengan tujuan kriteria hasil setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3x24 jam diharapkan hipertermi dapat teratasi dengan

suhu tubuh dalam rentang normal (36,50C-37,5OC), perabaan kulit hangat.

Intervensi yang akan dilakukan oleh penulis monitor suhu tubuh,


85

monitorIWL, berkolaborasi dengan dokter pemberian obat, selimuti pasien

untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh (Wilkinson, 2007).

Intervensi pada diagnosa keperawatan ke empat kerusakan integritas

kulit berhubungan dengan ekskresi BAB sering, maka perawat melakukan

perencanaan keperawatan dengan tujuan kriteria hasil setelah dilakukan

tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan integritaskulit dapat

teratasi, tidak ada luka atau lesi pada kulit, perfusi jaringan baik, mampu

melindungi kulit dan mempertahankan kelembapan kulit dan perawatan

alami. Intervensi yang dilakukan oleh penulis anjurkan pasien untuk

menggunakan pakaian yang longar, jaga kebersihan kulit, monitor kulit akan

adanya kemerahan, oleskan lotion atau minyak, pada daerah yang terkena,

hindari kerutan pada tempat tidur (Wilkinson, 2007).

D. Implementasi

Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan

yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi

pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respons klien selama dan

sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru (Rohmah dan

Walid, 2012).Berdasarkan terminologi NIC, implementasi terdiri atas

melakukan dan mendokumentasikan tindakan yang merupakan tindakan

keperawatan khusus yang diperlukan untuk melakukan intervensi. Perawat

melaksanakan atau mendelegasikan tindakan keperawatan untuk intervensi

yang disusun dalam tahap perencanaan dan kemudian mengakhiri tahap


86

implementasi dengan mencatat tindakan keperawatan dan respon klien

terhadap tindakan tersebut (Kozier, 2011).

Implementasi yang diterapkan penulis untuk mengatasi diagnosa

keperawatan yang pertama yaitu dengan diagnosa kekuragan volume cairan

berhubungan dengan kehilangan cairan aktif dilakukan selam tiga hari mulai

tanggal 4-6 januari 2016. Tindakan yang dilakukan penulis adalah memonitor

status hidrasi, mengobservasi balance cairan, memonitor tanda-tanda vital

pasien, menganjurkan keluarga pasien untuk memberikan makan sedikit tapi

sering, menganjurkan berkolaborasi dengan dokter pemberian terapi cairan

parenteral KAEN 3B 12 tpm mengantikan cairan elektrolit secara adekuat

dan cepat. Penulis tidak melakukan tindakan menganjurkan ibu untuk tetap

memberikan ASI pada hari senin tanggal 4 januari 2016 karena ibu klien

sudah memberikan dan ibu klien mengatakan klien hanya minum susu

formula dan air putih saja, klien tidak mau minum ASI.

Pengukuran intake dan output ini harus dilakukan secara kontineu

dikarenakan perubahan keseimbagan cairan bisa terjadi sewaktu-waktu,

terutama jika diikuti dengan penyakit. Sebagai tenaga yang mendiri, perawat

sudah mampu untuk mengidentifikasi mengenai perubahan tersebut tanda

nuguarahan dari dokter (perry & potter, 2006).Dalam menejemen

keseimbagan cairan dan elektrolit tentunya tidak lepas dengan perhitungan

asupan dan haluaran cairan. Cairan yang masuk dan keluar harus dihitung dan

dipantau selama 24 jam. Asupan cairan bisa melalui beberapa sumber, antara

lain oral, selang NGT, atau melalui infus. Asupan tersebut bisa dalam bentuk
87

cairan maupun makanan (mengandung air, walaupun minimal). Sebagai

penyeimbang di inteke, maka juga terjadi pengeuaran dari cairan. Output

cairan meliputi urine, feses (terutama jika diare). Muntah, penghisapan gaster,

dan drainase dari selang pasca bedah (Pranata,2013). Dapat disimpulkan dari

data tindakan implementasi bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dan

kenyataan yang terjadi pada anak dengan diare.

Pada diagnosa keperawatan yang kedua yaitu ketidakseimbagan nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake makana,

penulis melakukan tindakan selama tiga hari mulai tanggal 4-6 januari 2016.

Tindakan yang dilakukan penulis memantau ABCD(antropometri,

biocemical, clinical, diit), mengkaji adanya alergi makanan, memonitor

lingkungan selama makan, mengkolaborasikan dengan ahli gizi diet bubur

lembek membantu proses penyembuhan, memberikan informasi tentang

kebutuhan nutrisi. Penulis tidak melakukan tindakan menganjurkan keluarga

untuk memberikan makanan yang disukai karena ibu klien mengtakan klien

tidak nafsu makan dan hanya minum air putih dan susu formula.

Kebutuhan gizi yang harus dipenuhi pada masa balita diantaranya

energi dan protein. Kebutuhan energi sehari anak untuk tahun pertama kurang

lebih 100-120 Kkal/kg berat badan. Untuk tiga bulan pertambahan umur,

kebutuhan energi turun kurang lebih 10 Kkal/kg berat badan. Energi dalam

tubuh diperoleh terutama zat gizi karbohidrat, lemak, dan juga protein

(Hasdianah dkk, 2014).Dapat disimpulkan dari data tindakan implementasi


88

bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dan kenyataan yang terjadi pada

anak dengan diare.

Implementasi yang dilakukan penulis untuk mengatasi diagnosa

keperawatan ketiga yaitu hipertermi berhubungan dengan dehidrasi dilakukan

selama tiga hari mulai tanggal 4-6 januari 2016. Tindakan yang dilakukan

penulis adalah melakukan pengukuran suhu tubuh, berkolaborasi dengan

dokter pemberian obat, yang dilakukan menyelimuti klien untuk mencegah

hilangnya kehangatan tubuh. Hipertermia adalah peningkatan suhu tubuh

diatasa batas normal (Herdman, 2010). Demam juga disertai gejala

konstitutional lainnya seperti lesu, tidak mau makan, dan muntah. Selain itu,

pada anak lebih sering terjadi gejala facial flush, radang faring serta pilek

(Christanto dkk, 2014). Dapat disimpulkan dari data tindakan implementasi

bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dan kenyataan yang terjadi pada

anak dengan diare.

Implementasi yang dilakukan penulis untuk mengatasi diagnosa

keperawatan ke empat yaitu kerusakan integritas kulit berhubungan dengan

ekskresi/ BAB sering dilakukan selama tiga hari mulai tanggal 4-6 januari

2016. Tindakan yang dilakukan penulis adalah menganjurkan pada ibu klien

untuk anaknya mengunakan pakaian yang longgar, menjaga kebersihan kulit

agar tetap bersih, memonitor kulit, mengoleskan minyak zaitun, hindari

kerutan pada tempat tidur. Integritas kulit adalah menguragi perubahan kulit

yang buruk adapun batasan karakteristik ataupun faktor resiko: hipotermi,


89

imobilisasi fisik, perubahan tugor kulit, perubahan pigmentasi, gangguan

sirkulasi (Herdman, 2012).

Tindakan yang selanjutnya memonitor kulit dengan derajat ruam

sebelum dan sesudah diberikan terapi minyak zaitun, sebelum diberikan

minyak zaitun nilai sekala ruam derajat sedang dan setelah diberikan minyak

zaitun ada hasilnya dimana derajat ruam menurun menjadi derajat ringan.

Berikan minyak zaitun pada bagian bokong yang terjadi kemerahan. Hammad

(2012) minyak zaitun adalah yang berasal dari biji zaitun yang mengandung

mineral protein dan mengandung vitamin A, B, C, D dan setiap 100 gram

mengandung 224 kalori. Menurut RNAO (2005 dalam yolanda, 2012),

tindakan yang terpenting dalam integritas kulit adalah menjaga hidrasi kulit

dalam btas wajah (tidak terlalu lembab atau terlalu kering) salah intervensi

dalam menjaga adalah dengan cara memberikan pelembab seperti lotion,

crem dan saleb rendah alkohol.

Minyak zaitun akan menjaga kelembaban kulit. Dengan sifatnya

sebagai antiseptik oil dapat mengurangi kemerahan pada ruam popok dan

mencegah air melakukan kontak langsung dengan kulit yang terkena ruam

popok. Secara teori minyak zaitun (olive oil) bermanfaat untuk melembutkan

kulit, mempertahankan kekembaban dan elastisitas kulit, sekaligus

memperlancar proses regenerasi kulit. Pemberian minyak zaitun (olive oil)

yang diberikan pada anak yang mengalami ruam sebanyak 2,5 ml setiap pagi

dan sore hari (Nangili, 2013). Menurut Surtiningsih (2005) dalam Yolanda

(2012) minyak zaitun dengan kandungan asam oleat 80% dapat


90

mengenyalkan kulit dan melindungi kulit dari kerusakan. Dapat disimpulkan

dari data tindakan implementasi bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dan

kenyataan yang terjadi pada anak dengan diare.

E. Evaluasi

Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan

keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil (NOC)

yang dibuat pada tahap perencanaan (Rohmah dan Walid, 2012). Penulis

menggunakan evaluasi formatif yaitu catatan perkembangan yang berorientasi

pada masalah yang dialami pasien, dengan menggunakan format SOAP

(Subjektif, Obyektif, Analisa, Planning) (Setiadi, 2012).

Evaluasi keperawatan pada An. A di Ruang Anggrek RSUD Kota

Salatiga dimulai sejak hari senin tanggal 4 januari 2016 sampai hari rabu

tanggal 6 januari 2016, untuk diagnosa keperawatan pertama hari rabu

tanggal 6 januari 2016 kekuragan volume cairan berhubungan dengan

kehilangan cairan aktif didapatkan hasil evaluasi data Catatan perkembagan

An. A didapatkan evaluasi data subyektif ibu pasien mengatakan An.A

mengalami BAB cair sudah tiga kali sehari ini. Data obyektif pasien

mengoceh tugor kulit elastis, membran mukosa lembab, nadi 120 kali

permenit, balance cairan -255 cc, hematokrit 31.9%. Analisis masalah

kekuragan volume cairan masalah teratasi sebagian. Planning lanjutkan

intervensi monitor status hidrasi (tugor kulit, membran mukosa, hematokrit,

balance cairan), anjurkan pasien untuk makan dan minum sedikit tapi sering,
91

kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi cairan intravena. Dengan

kriteria hasil baance cairan seimbang, klien tidak tiare (Wilkinson, 2007). Hal

ini menyatakan masalah kekuragan volume cairan teratasi sebaian dan

lanjutkan intervensi. Hasil yang diharapkan menurut NOC (2015) adalah

pengisian kembali kapiler < dari 2 detik, turgor elastik, membran mukosa

lembab, berat badan tidak menunjukkan penurunan. Dari hasil pengkajian

terdapat kesenjangan antara teori dan kenyataan yaitu hasil yang diharapkan

belum memenuhi kriteria menurut NOC (2015), hali ini menyatakan

kekurangan volume cairan teratasi sebagian.

Catatan perkembanagan pada An.A hari Rabu tanggal 6 Januari 2016

untuk diagnosa kedua ketidakmampuan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan penurunan intake makanan. Didapatkan hasil evaluasi

data subyektif ibu pasien mengatakan An.A BAB cair. Data obyektif

antropometri berat badan sebelum sakit 8 kg selama sakit 8 kg tinggi badan

80 cm IMT 12,5 kg, biocemical hasil laboratorium hemoglobin 10.4 g/dl

hematokrit 31.9 %, clinical mukosa bibir lembab, turgor kulit elastis, diit

bubur, sayur, susu, dan air putih. Analisis masalah ketidakmampuan nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh teratasi sebagian. Planning lanjutkan intervensi

mengkaji ABCD, memonitor lingkungan selama makan, kolaborasi dengan

ahli gizi (Wilkinson, 2007). Hal ini menyatakan masalah ketidakseimbagan

nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi sebagian karena tugor kulit

elastis, nafsu makan meningkat (Cholid, 2011).


92

Catatan perkembanagan pada An.A hari Rabu tanggal 6 Januari 2016

untuk diagnosa ketiga hipertermia berhubungan dengan dehidrasi. Didapatkan

hasil evaluasi data subyektif ibu pasien mengatakan anakanya demam. Data

obyektif kulit teraba panas, suhu tubuh 36,80C, nadi 120 kali permenit, Rr 28

kali permenit. Analisis masalah hipertermia teratasi. Planning pertahankan

intervensi. Dengan kriteria hasil suhu tubuh menjadi normal dan klien tidak

demam (Wilkinson, 2007). Hal ini menyatakan masalah keperawatan

hipertermi teratasi dan pertahankan intervensi. Hasil yang diharapkan

menurut NOC (2015) adalah suhu tubuh dalam rentang normal, nadi dan

pernafasan dalam rentang normal, tidak ada perubahan warna kulit. Dari hasil

pengkajian tidak ada kesenjangan antara teori dan kenyataan yaitu hasil yang

diharapkan teratasi.

Catatan perkembanagan An.A pada hari Rabu tanggal 6 Januari 2016

untuk diagnosa keempat kerusakan integritas kulit berhubungan dengan

eskresi BAB sering. Didapatkan hasil evaluasi data subyektif ibu pasien

mengatakan An.A kemerahan sudah berkurang berwarna merah muda, data

obyektif bintil-bintil kecil sudah tidak ada, kemerahan sudah berkurang warna

merah muda. Analisis masalah kerusakan integritas kulit teratasi.

Planningpertahankan intervensi. Hasil yang diharapkan menurut NOC (2015)

adalah tidak ada luka atau lesi pada kulit, perfusi jaringan baik, mampu

melindungi kulit dan mempertahankan kelembapan kulit dan perawatan

alami. Dari hasil pengkajian tidak ada kesenjangan antara teori dan

kenyataan yaitu hasil yang diharapkan teratasi.


93

Hasil analisa pemberian minyak zaitun selama 3 hari pada An. A

dengan diare menunjukan hasil kemajuan selama 3 hari dari derajat sedang

menjadi derajat ringan menunjukkan bahwa pemberian minyak zaitun untuk

ruam popok sangat efektif.


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah penulis melakukan pemberian minyak zaitun terhadap derajat

ruam popok selama menjalani perawatan pada asuhan keperawatan An. A

dengan diare di Ruang Anggrek RSUD Kota Salatiga, maka penulis dapat

menarik kesimpulan:

1. Pengkajian

Pengkajian keperawatan pada An.A dengan Diare didapatkan data

subyektif dan obyektif, terdapat keluhan utama BAB cair 5 kali sehari.

Data obyektif An. A tugor kulit tidak elastis, membran mukosa kering,

nafsu makan menurun merupakan tanda dan gejala dari penyakit diare.

2. Diagnosa

Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien adalah kekuragan

volume cairan berhubungan dengan kehilagan cairan aktif,

ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan penurunan intake makanan, hipertermi berhubungan dengan

dehidrasi, kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ekresi atau

BAB sering.

3. Intervensi

Pada diagnosa pertama yaitu kekuragan volume cairan intervensi yang

diberikan adalah pemberian terapi cairan intravena, monitaor status

94
95

hidrasi, monitor tanda-tanda vital. Pada diagnosa ketidakseimbangan

nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, intervensi utama yang dilakukan

adalah observasi pemberian makanan, timbang berat badan perhari,

anjurkan pasien makan sedikit tapi sering, kolaborasi dengan ahli gizi,

monitor tanda-tanda vital. Pada diagnosa ketiga yaitu hipertermia

intervensi utama monitor suhu tubuh minimal tiap 2 jam, monitor tanda-

tanda vital, berikan pengobatan untuk mengatasi demam, kolaborasi

pemberian cairan intravena. Pada diagnosa keempat kerusakan integritas

kulit intervensi yang dilakukan anjurkan pasien untuk menggunakan

pakaian yang longgar, jaga kebersihan kulit, monitor kulit akan adanya

kemerahan, oleskan lotion atau minyak, pad daerah yang terkena, hindari

kerutan pada tempat tidur.

4. Implementasi

Implementasi yang diberikan penulis sesuai dengan intervensi yang

sudah dibuat penulis. Implementasi yang dilakukan pada An. A dengan

diare adalah mengkaji tanda-tanda vital, memberikan terapi medis,

menganjurkan kepada keluarga pasien untuk pasien menggunakan

pakaian yang longgar, memonitor kulit dengan derajat ruam sebelum dan

sesudah pemberian minyak zaitun, menjaga kebersihan kulit, hindari

kerutan pada tempat tidur.

5. Evaluasi

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari, evaluasi masalah

kekuragan volume cairan teratasi sebagian, ketidakseimbangan nutrisi


96

kurang dari kebutuhan tubuh teratasi sebagian, masalah hipertermia

sudah teratasi, kerusakan integritas kulit sudah teratasi dengan pemberian

minyak zaitun dan pertahankan intervensi.

6. Analisa

Hasil analisa implementasi aplikasi jurnal penelitian yang telah dilakukan

oleh M.V Jelita (2014). Pemberian minyak zaitun yang diberikan selama

tiga hari pada An. A, disertai diare yang terjadi ruam popok yang

dilakukan setiap sesudah mandi. Hasil analisa dari implementasi

pemberian minyak zaitun selama tiga hari berupa penilaian menggunakan

derajat ruam, dari derajat sedang menjadi derajat ringan, hal ini

menunjukknan bahwa pemberian minyak zaitun pada ruam popok sangat

efektif.

B. Saran

Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan

diare penulis memberikan usulan dan masukan positif pada bidang kesehatan

antara lain :

1. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan (Rumah Sakit)

Diharapkan asuhan keperawatan pada anak saat dilakukan perawatan di

rumah sakit dengan diare yang terjadi ruam perlunya memperhatikan

kesehatan kulit anak dengan memberikan minyak zaitun.


97

2. Bagi Tenaga Kesehatan Khususnya Perawat

Diharapkan tenaga kesehatan yang memberikan asuhan keperawatan

pada anak dengan diare yang terjadi ruam pada bokong hendaknya lebih

intensif pada anak untuk memdapatkan perawatan kulit dalam

mempertahankan dan meningkatkan kesehatan kulit yang terjadi ruam

pada bokong saat anak diare.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan mampu mewujudkan inovasi dan meningkatkan mutu dalam

pembelajaran untuk melahirkan tenaga kesehatan khususnya perawat

yang kompetitif, profesional, inovatif, berkualitas, dan komunikatif.


DAFTAR PUSTAKA

Cristanto dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC

Debora, O. 2013. Proses Keperawatan Dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Salemba


Medika.

Dermawan. 2012. Proses Keperawatan; Penerapan Konsep dan Krangka Kerja,


Gosyen Publising :Yogyakarta.

Dewi. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta : salemba medika.

Hidayat, A. Aziz alimul 2006. Metode penelitian kebidanan dan teknis analisis
data. Edisi pertama. Jakarta : Salemba Medika.

Kartika. 2011. Manfaat Minyak Zaitun dan Therapynya. Diperoleh pada tanggal
24 Oktober 2015.

Mansjoer, A. Suprohaita, Wardhani, W. I., & Setio Wulan, W. 2000. Kapita


Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aescupalius.

Marmi, Raharjo, K 2012. Asuhan Neonatus Bayi, Balita, dan anak prasekolah.
yogyakarta : pustaka pelajar.

Maryunani, Anik., 2010. Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan, Jakarta: Trans
Info Media.

Muslihatun, W.N. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Yogyakarta:


fitramaya.

Muttaqin, Arif. 2011.Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi asuhan keperawatan


Medikal Bedah.Jakarta : Salemba Medika.

Nanda. 2012-2014. Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC.

Nanda. 2013. NIC NOC. Jakarta : EGC.

Nagili. 2013. Manfaat Pemberian Minyak Zaitun Untuk Kulit http://


nagilidi.com/2013/02/manfaat-pemberian-minyak-zaitun-untuk-kulit.html.
diperoleh tanggal 24 oktober 2015.

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika


Nursalam, Susilaningrum M., Utami M. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan
Anak (untuk perawat dan bidan), penerbit Salemba Medika, Jakarta.

Potter P.A & Perry A.G. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses, dan Praktik Edisi 4 Volume 2. EGC. Jakarta

Putra, S.R 2012. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Jogjakarta : D-medika.

Rukiyah, A. Y, Yulianti, L. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta
: CV. Trans Info Medika.

Soebagyo, Bambang., 2008. Diare Akut Pada Anak.Surakarta: uns press pp.2-33

Suraatmaja. 2007. Gastroentrrologi anak. Sagung Seto. Jakarta.

Suriadi dan Yuliani. 2010.Asuhan Keperawatan pada Anak Edisi 2. Jakarta : CV


Sugeng Seto

Susilaningrum dkk. 2013.Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak Edisi 2. Jakarta :


Salemba Medika.

Wilkinson, M, Judith. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan


Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC.

Winugroho. 2008. Model Konsep Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Wong. 2008. Keperawatan Pediatrik. Edisi 6. Jakarta : EGC.

Wulandari, Anjar P. W. 2009. Hubungan Antara Faktor Lingkungan dan Faktor


Sosiodemografi dengan Kejadian Diare pada Balita Di Desa Blimbing
Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen Tahun 2009. Skripsi :
Universitas Muhamadiyah Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai