Anda di halaman 1dari 121

BAB II

PENDIDIKAN KESEHATAN DAN ILMU PERILAKU


dr. Hermiaty Nasruddin M.Kes

Perilaku Merokok Dan Pencegahan


Perilaku, didefenisikan sebagai sesuatu yg dilakukn oleh individu yg bersifat
nyata yg dapat diobservasi, direkam maupun dipelajari.
Segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia dalam menanggapi stimulus lingkungan,
yang meliputi aktivitas motoris, emosional dan kognitif.

1. PENGERTIAN PERILAKU MEROKOK


Perilaku yang dilakukan dalam menanggapi stimulus yang diterimanya,
salah satu bentuk perilaku manusia yg dapat diamati adalah perilaku merokok.
Merupakan perilaku yg umum dijumpai,spt perokok dari berbagai kelas sosial,
status , serta kelompok umur yg berbeda. Disebabkan karena rokok bisa didapatkan
dengan mudah dan dapat diperoleh dimanapun juga. Merokok = menghisap
rokok,sedangkan rokok = gulungan tembakau yang berbalut daun nipah atau kertas.

2. TIPE PERILAKU MEROKOK


Tahap tahap perilaku merokok terdiri dari :
1. Tahap Prepatory.. Gambaran yg menyenangkan mengenai merokok..
Mendengar, melihat atau dari hasil bacaan.. Menimblkan minat untuk merokok
2. Tahap Initiation... Perintisan merokok = ya atau tidak
3. Tahap becoming a smoker = 4 batang sehari..cenderung untuk jd perokok
4. Tahap maintenance of smoking.. Merokok dilakukan untuk memperoleh efek
fisiologis yang menyenangkan.
Smett ( 1994 ) ada tiga tipe menurut banyaknya batang rokok yg dihisap
1. Menghisap < 15 batang dlm sehari
2. Sedang = 5-14 batang
3. Ringan = menghisap 1-3 batang dlm sehari.
Tempat merokok mencerminkan pola perilaku merokok, yang dapat digolongkan :
1. Merokok di tempat umum,
a. Kelompok homogen, bergerombol, masih menghargai org lain (Smoking
area)
b. Kelompok heterogen ... Org tidak merokok
2. Merokok ditempat yg bersifat pribadi
a. Kantor/ kamar pribadi ini digolongkan kpd org yg kurang menjaga
kebersihan, penuh rasa gelisah yang mencekam
b. Toilet, golongan ini Orang yang suka berfantasi

3.FAKTOR FAAKTOR MEROKOK


Faktor-faktor penyebab seseorang merokok yaitu :
 faktor demografis
 faktor lingkungan sosial
 faktor psikologis
 faktor sosial-kultural dan faktor sosial politik.

4. MOTIF MEROKOK
Motif seseorang merokok yaitu
1. Faktor Psikologis
Pada umumnya faktor-faktor tsb
a. Kebiasaan
Perilaku merokok menjadi sebuah perilaku yang harus tetap dilakukan tanpa
adanya motif yang bersifat negatif ataupun positif. Seseorang merokok hanya
untuk meneruskan perilakunya tanpa tujuan tertentu.
b.Reaksi emosi yang positif
Merokok digunakan untuk menghasilkan emosi yang positif, misalnya rasa
senang, relaksasi, dan kenikmatan rasa. Merokok juga dapat menunjukkan
kejantanan (kebanggaan diri) dan menunjukkan kedewasaan.
c. Reaksi untuk penurunan emosi
Merokok ditujukan untuk mengurangi rasa tegang, kecemasan biasa, ataupun
kecemasan yang timbul karena adanya interaksi dengan orang lain.
d. Alasan sosial
Merokok ditujukan untuk mengikuti kebiasaan kelompok (umumnya pada
remaja dan anak-anak), identifikasi dengan perokok lain, dan untuk
menentukan image diri seseorang. Merokok pada anak-anakjuga dapat
disebabkan adanya paksaan dari teman-temannya.
d. Kecanduan atau ketagihan
Seseorang merokok karena mengaku telah mengalami kecanduan. Kecanduan
terjadi karena adanya nikotin yang terkandung di dalam rokok. Semula hanya
mencoba-coba rokok, tetapi akhirnya tidak dapat menghentikan perilaku
tersebut karena kebutuhan tubuh akan nikotin.

2. Faktor biologis
Faktor ini menekankan pada kandungan nikotin yang ada di dalam rokok yang
dapat mempengaruhi ketergantungan seseorang pada rokok secara biologis

Selain motif-motif diatas, individu juga dapat merokok dengan alasan sebagai alat
dalam mengatasi stress (Wills,dalam Sarafino, 1994). Sebuah studi menemukan bahwa
bagi kalangan remaja, jumlah rokok yang mereka konsumsi berkaitan dengan stres
yang mereka alami, semakin besar stres yang dialami, semakin banyak rokok yang
mereka konsumsi.
5. DAMPAK NEGATIF
Merokok dapat menimbulkan berbagai dampak negatif yang sangat
berpengaruh bagi kesehatan.. Merokok bukanlah penyebab suatu penyakit, tetapi dapat
memicu suatu jenis penyakit sehingga boleh dikatakan merokok tidak menyebabkan
kematian, tetapi dapat mendorong munculnya jenis penyakit yang dapat
mengakibatkan kematian (Ogden, 2000). Berbagai jenis penyakit yang dapat dipicu
karena merokok. Kualitas hidup mereka lebih buruk dibandingkan yang tidak merokok
dimulai dari penyakit di kepala sampai dengan penyakit di telapak kaki, antara lain :
penyakit kardiovaskular, neoplasma , saluran pernafasan, peningkatan tekanan darah,
memperpendek umur, penurunan vertilitas (kesuburan), gastritis, struma, gangguan
pembuluh darah, retensi urine ,ambliyopia (penglihatan kabur), kulit menjadi kering,
pucat dan keriput, serta polusi udara dalam ruangan (sehingga terjadi iritasi mata,
hidungdan tenggorokan).

6. CARA BERHENTI MEROKOK


1. Berhenti seketika
2. Penundaan
3. Pengurangan

7. LANGKAH-LANGKAH DAN TEHNIK KONSELING BERHENTI MEROKOK


 Tanyakan ke klien tuk menjajaki pengetahuan dan kebutuhan terkait dengan
bahaya merokok bagi kesehatan
 Uraikan informasi
 Bantu klien untuk memahami keadaan dirinya serta permasalahan
 Jelaskan lebih rinci kosekuensi dan keuntungan dari setiap alternatif
pemecahan mslh
 Ulangi beberapa informasi penting dan ingatkan bila klien harus melakukan
kunjungan ulang atau rujuk
8. TINDAK LANJUT/ Follow up
 Menilai apakah sdh berhasil berhenti merokok
 Menilai kendala utama apabila belum berhasil
 Menilai motivasi dan memberi dukungan
 Menilai withdrawal effect
 Mengevaluasi efeck samping obat,
 Memberikan terapi tambahan jika diperlukan sesuai hasil evaluasi penyebab
belum berhasil berheti merokok misalnya hipnoterapi

9. MANFAAT UPAYA BERHENTI MEROKOK


 Kesehatan
 Resiko kematian akan menurun
 Memberikan usia harapan hidup panjang
 Sosial-Ekonomi
BAB III
MANAJEMEN KESEHATAN
dr. Dahlia MARS

PERENCANAAN, IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEBIJAKAN


KESEHATAN

Perencanaan, Implementasi dan Evaluasi : Semua itu merupakan serangkaian


proses yang utuh dalam suatu sistem manajemen, satu sama lain saling melengkapi dan
berkaitan erat.
Fungsi-fungsi tersebut identik dengan proses manajemen,yakni :
- Planning
- Organizing
- Actuating
- Evaluasi
Planning (Perencanaan) adalah suatu pemilihan yang berhubungan dengan
kenyataan- kenyataan, membuat dan menggunakan asumsi-asumsi yang berhubungan
dengan waktu yang akan datang (future) dalam menggambarkan dan merumuskan
kegiatan-kegiatan yang diusulkan dengan penuh keyakinan untuk tercapainya hasil
yang dikehendaki.
Organizing (Pengorganisasian) adalah menentukan, mengelompokkan, dan
pengaturan berbagai kegiatan yang dianggap perlu untuk pencapaian tujuan. Penugasan
orang-orang dalam kegiatan dengan menetapkan faktor lingkungan fisik yang sesuai,
dan menunjukkan hubungan kewenangan yang dilimpahkan terhadap setiap individu
yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan.
Actuating (Implementasi) adalah usaha agar semua anggota kelompok suka
melaksanakan tercapainya tujuan dengan kesadarannya serta berpedoman kepada
perencanaan dan usaha pengorganisasiannya.
Evaluation (Evaluasi) adalah Biasanya evaluasi ditujukan untuk menilai
sejauhmana keefektifan kebijakan publik guna dipertanggungjawabkan kepada
konstituennya. Selain itu, evaluasi diperlukan untuk mengetahui kesenjangan antara
harapan dengan kenyataan. Apabila terjadi penyimpangan yang jauh dalam arti
kenyataan berbeda dengan harapan perlu segera ditindak lanjuti dengan usaha
perbaikan. Apabila kenyataan sesuai dengan harapan akan dilakukan pengembangan
atau setidak-tidaknya mempertahankan prestasi yang telah dicapai.
Controlling (Pengawasan/ Pengendalian) adalah Pengawasan berguna untuk
mengetahui apakah pelaksanaan kerja sesuai dengan rencana yang telah ditentukan
atau tidak, apabila diperlukan dapat dilakukan perubahan-perubahan atau pembetulan
secukupnya. Secara lebih spesifik, dapat dikatakan bahwa pengawasan bertujuan untuk
memastikan bahwa kegiatan atau aktifitas organisasi berjalan sesuai dengan rencana
dan untuk menghindari adanya penyimpangan.

1. Pengertian Perencanaan
Perencanaan adalah kemampuan untuk memilih satu kemungkinan dari
berbagai kemungkinan yang tersedia dan yang dipandang paling tepat untuk mencapai
tujuan (Billy E. Goetz). Perencanaan adalah pekerjaan yang menyangkut penyusunan
konsep serta kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan demi masa depan yang lebih baik (Le Breton).
Jadi perencanaan kesehatan adalah sebuah proses untuk merumuskan masalah-
masalah kesehatan yang berkembang dimasyarakat, menemukan kebutuhan dan
sumber daya yang tersedia. Menetapkan tujuan program yang paling pokok dan
menyusun langkah-langkah praktis untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Perencanaan akan menjadi efektif jika perumusan masalah sudah dilakukan
berdasarkan fakta-fakta dan bukan berdasarkan emosi atau angan-angan saja.
Fakta-fakta diungkap dengan menggunakan data untuk menunjang perumusan
masalah. Perencanaan juga merupakan proses pemilihan alternative tindakan yang
terbaik untuk mencapai tujuan. Perencanaan juga merupakan suatu keputusan untuk
mengerjakan sesuatu dimasa depan. Salah satu tugas manajer yang terpenting dibidang
perencanaan adalah menetapkan tujuan jangka panjang dan pendek organisasi
berdasarkan analisis situasi diluar dan didalam organisasi dibidang kesehatan.
Dari batasan-batasan yang telah ada dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa
perencanaan adalah suatu kegiatan atau proses penganalisaan dan pemahaman sistem,
penyusunan konsep dan kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan-
tujuan demi masa depan yang baik.
2. Kesimpulan
a. Perencanaan harus didasarkan kepada analisis dan pemahaman sistem
dengan baik.
b. Perencanaan pada hakekatnya menyusun konsep dan kegiatan yang
akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan dan misi organisasi.
c. Perencanaan secara implisit mengemban misi organisasi untuk
mencapai hari depan yang lebih baik.
3. Fungsi Perencanaan
1. Kontribusi pada tujuan
2. Keutamaan perencanaan
3. Penembusan rencana
4. Efisiensi perencanaan
4. Manfaat Perencanaan
Manfaat perencanaan bagi organisasi kesehatan adalah manajer dan staf organisasi
kesehatan tersebut dapat mengetahui :
a. Tujuan yang ingin di capai organisasi dan cara mencapainya
b. Jenis dan struktur organisasi yang dibutuhkan.
c. Sejauh mana efektivitas kepemimpinan dan pengarahan yang
diperlukan.
d. Bentuk dan standar pengawasan yang akan dilakukan.
e. Aktivitas organisasi dalam mencapai tujuan dapat dilaksanakan secara
teratur.
f. Menghilangkan aktivitas yang tidak produktif.
g. Mengukur hasil kegiatan.
h. Sebagai dasar pelaksanaan fungsi manajemen lainnya.
5. Ciri-Ciri Perencanaan
1. Bagian dari sistem administrasi
2. Dilaksanakan secara terus menerus dan berkesinambungan.
3. Berorentasi pada masa depan.
4. Mampu menyelesaikan masalh.
5. Mempunyai tujuan
6. Bersifat mampu kelola.
6. Jenis-Jenis Perencanaan Kesehatan
Perencanaan atau rencana itu sendiri banyak macamnya, antara lain :
Dilihat dari jangka waktu berlakunya rencana :
a. Rencana jangka panjang (long term planning), yang berlaku antara 10-25
tahun.
b. Rencana jangka menengah (medium range planning), yang berlaku antara 5-
7 tahun.
c. Rencana jangka pendek (short range planning), umumnya hanya berlaku
untuk 1 tahun.
Dilihat dari tingkatannya :
a. Rencana induk (masterplan), lebih menitikberatkan uraian
kebijakan organisasi. Rencana ini mempunyai tujuan jangka panjang dan
mempunyai ruang lingkup yang luas.
b. Rencana operasional (operational planning), lebih menitikberatkan pada
pedoman atau petunjuk dalam melaksanakan suatu program.
c. Rencana harian (day to day planning) ialah rencana harian yang bersifat
rutin.
Ditinjau dari ruang lingkupnya :
a. Rencana strategis (strategic planning), berisikan uraian tentang kebijakan
tujuan jangka panjang dan waktu pelaksanaan yang lama. Model rencana ini
sulit untuk diubah.
b. Rencana taktis (tactical planning) ialah rencana yang berisi uraian
yang bersifat jangka pendek, mudah menyesuaikan kegiatan-kegiatannya,
asalkan tujuan tidak berubah diluar kesehatan.
c. Rencana menyeluruh (comprehensive planning) ialah rencana
yang mengandung uraian secara menyeluruh dan lengkap.
d. Rencana terintegrasi (integrated planning) ialah rencana yang mengandung
uraian yang menyeluruh bersifat terpadu, misalnya dengan program lain
7. Proses Perencanaan
Perencanaan dalam suatu organisasi adalah suatu proses, dimulai dari :
◦ identifikasi masalah
◦ penentuan prioritas masalah
◦ perencanaan pemecahan masalah
◦ implementasi (pelaksanaan pemecahan masalah) dan evaluasi.

Dari hasil evaluasi tersebut akan muncul masalah-masalah baru kemudian dari
masalah-masalah tersebut dipilih prioritas masalah dan selanjutnya kembali ke siklus
semula.
Di bidang kesehatan khususnya, proses perencanaan ini pada umumnya
menggunakan pendekatan pemecahan masalah (problem solving). Secara terinci,
langkah-langkah perencanaan kesehatan adalah sebagai berikut :
a). Identifikasi Masalah
Perencanaan pada hakekatnya adalah suatu bentuk rancangan pemecahan
masalah. Oleh sebab itu, langkah awal dalam perencanaan kesehatan adalah
mengidentifikasi masalah-masalah kesehatan masyarakat di lingkungan unit organisasi
yang bersangkutan.
Sumber masalah kesehatan masyarakat dapat diperoleh dari berbagai cara
antara lain :
a. Laporan-laporan kegiatan dari program-program kesehatan yang ada.
b. Survailance epidemiologi atau pemantauan penyebaran penyakit.
c. Survei kesehatan yang khusus diadakan untuk memperoleh masukan
perencanaan kesehatan.
d. Hasil kunjungan lapangan supervisi, dan sebagainya
b). Menetapkan Prioritas Masalah
Kegiatan identifikasi masalah menghasilkan segudang masalah kesehatan yang
menunggu untuk ditangani. Oleh karena keterbatasan sumber daya baik biaya, tenaga
dan teknologi maka tidak semua masalah tersebut dapat dipecahkan sekaligus
(direncanakan pemecahannya).
Untuk itu harus dipilih masalah mana yang "feasible" untuk dipecahkan. Proses
memilih masalah ini disebut memilih atau menetapkan prioritas masalah.
Pemilihan prioritas dapat dilakukan melalui 2 cara, yakni :
1. Teknik Skoring
Yakni memberikan nilai (score) terhadap masalah tersebut dengan
menggunakan ukuran (parameter) antara lain :
a. Prevalensi penyakit (prevalence) atau besarnya masalah.
b. Berat ringannya akibat yang ditimbulkan oleh masalah tersebut
(severity).
c. Kenaikan atau meningkatnya prevalensi (rate increase).
d. Keinginan masyarakat untuk menyelesaikan masalah tersebut
(degree of unmeet need).
e. Keuntungan sosial yang diperoleh bila masalah tersebut diatasi
(social benefit).
f. Teknologi yang tersedia dalam mengatasi masalah (technical
feasiblity).
g. Sumber daya yang tersedia yang dapat digunakan untuk
mengatasi masalah (resources availability), termasuk tenaga
kesehatan.
2. Teknik Non Skoring
Dengan menggunakan teknik ini masalah dinilai melalui diskusi
kelompok, oleh sebab itu juga disebut "nominal group tecnique (NGT)".

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KESEHATAN


Dalam Undang-Undang Dasar Negara RI 1945 diamanatkan bahwa pelayanan
Kesehatan merupakan salah satu aspek dari hak asasi manusia, yaitu sebagaimana yang
tercantum dalam pasal 28 H ayat (1) : “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan
batin, bertempat tinggal dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta
berhak memperoleh pelayanan kesehatan”
Pelayanan Kesehatan di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar dapat mewujudkan derajat
kesehatan yang setinggi –tingginya sebagai perwujudan kesejahteraan umum sebagai
yang dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945.
Program Jaminan Kesehatan Masyarakat telah ditetapkan melalui Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 125/Menkes/SK/II/2008 Tentang Pedoman Pelaksanaan
Program Jaminan Kesehatan Masyarakat. Implementasi kebijakan sebagaimana
pendapat Howelett dan Rames (1960:45) adalah mentransfer kebijakan kedalam
program dan tindakan aksi sehingga membutuhkan berbagai kondisi yang berkaitan
dengan bentuk masalah yang hendak dipecahkan dengan implementasi kebijakan itu
sendiri, kondisi lingkungan yang ikut mempengaruhi implementasi, organisasi
pelaksanaan dan sumber daya pelaksanaan serta sumber daya yang teralokasi
Sementara menurut Hufen dalam Paters dan Nispen (1998:34) melihat implementasi
kebijakan mengandung unsur-unsur berdasarkan instrumen kebijakan yang meliputi :
1. Sistem karir pegawai, tenaga medis (dokter, bidan, perawat) atau memberikan
sistem kenyamanan dan keamanan pasien dan memberikan pelayan kesehatan yang
lebih baik, lebih cepat, dan lebih akurat, lebih baru serta sesuai dengan harapan
pelanggan/pasien . Rakyat adalah pemilik ditujukan pada seperangkat nilai yang
menjadi dasar tindakan bagi para pihak yang terlibat dalam implementasi
2. Jaringan kerja, baik secara personal maupun institusi di dalam atau luar negeri.
Guna memenuhi tuntutan reformasi pelayanan atau birokrasi menurut pandangan
Islamy (2007:26) “dalam hal ini birokrasi tidak hanya bertanggung jawab yuridis
formal, tetapi juga bertanggung jawab moral” dan sumber kekuatan dan lain-lain
yang ditujukan pada seperangkat nilai yang menjadi dasar tindakan bagi para pihak
yang terlibat
Evaluasi Kesehatan
American Public Health Association (Azwar, 1996) evaluasi adalah suatu
proses menentukan nilai atau besarnya sukses dalam mencapai tujuan yang sudah
ditetapkan sebelumnya.
Proses ini mencakup langkah-langkah memformulasikan tujuan,
mengidentifikasi kriteria secara tepat yang akan dipakai mengukur sukses, menentukan
besarnya sukses dan rekomendasi untuk kegiatan program selanjutnya.
Evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan dengan cara membandingkan hasil
yang telah dicapai dengan rencana yang telah ditentukan. Evaluasi merupakan alat
penting untuk membantu pengambilan keputusan sejak tingkat perumusan kebijakan
maupun pada tingkat pelaksanaan program (Wijono, 1999).
Menurut WHO (1990) pengertian evaluasi adalah suatu cara sistematis
untuk mempelajari berdasarkan pengalaman dan mempergunakan pelajaran
yang dipelajari untuk memperbaiki kegiatan-¬kegiatan yang sedang berjalan
serta men ingkatkan perencanaan yang lebih baik dengan seleksi yang seksama
untuk kegiatan masa datang.
Jenis Evaluasi
1. Evaluasi formative
Evaluasi yang dilakukan pada tahap pelaksanaan program dengan
tujuan untuk mengubah atau memperbaki program. Evaluasi ini dilakukan
untuk memperbaiki program yang sedang berjalan dan didasarkan atas kegiatan
sehari-hari, minggu, bulan bahkan tahun, atau waktu yang relatif pendek.
Manfaat evaluasi formative terutama untuk memberikan umpan balik kepada
manajer program tentang hasil yang dicapai beserta hambatan-hambatan yang
dihadapi. Evaluasi formative sering disebut sebagai evaluasi proses atau
monitoring.
2. Evaluasi summative
Evaluasi yang dilakukan untuk melihat hasil keseluruhan dari suatu
program yang telah selesai dilaksanakan. Evaluasi ini dilakukan pada akhir
kegiatan atau beberapa kurun waktu setelah program, guna menilai
keberhasilan program.
Terkait dengan kesehatan, kualitas pelayanan kesehatan dapat dinilai
dari informasi tentang penggunaan pengaruh (evaluasi hasil), tentang
penampilan kegiatan¬kegiatan (evaluasi proses) atau tentang fasilitas-fasilitas
dan penataan-penataan (evaluasi struktur).
Evaluasi harus dipandang sebagai suatu cara untuk perbaikan
pembuatan keputusan untuk tindakan-tindakan di masa yang akan datang.
Tujuan Evaluasi
Menurut Supriyanto (1988) tujuan evaluasi adalah :
1. Memperbaiki pelaksanaan dan perencanaan kembali suatu program.
Sehubungan dengan ini perlu adanya kegiatan-kegiatan yang dilakukan antara
lain memeriksa kembali kesesuaian dari program dalam hal perubahan-
perubahan kecil yang terus-menerus, mengukur kemajuan terhadap target yang
direncanakan, menentukan sebab dan faktor di dalam maupun di luar yang
mempengaruhi pelaksanaan suatu program.
2. Sebagai alat untuk memperbaiki kebijaksanaan perencanaan dan
pelaksanaan program yang akan datang. Hasil evaluasi akan memberikan
pengalaman mengenai hambatan dari pelaksanaan program yang lalu dan
selanjutnya dapat dipergunakan untuk memperbaiki kebijaksanaan dan
pelaksanaan program yang akan datang.
3. Sebagai alat untuk memperbaiki alokasi sumber dana dan sumber daya
manajemen saat ini serta di masa mendatang.

Tujuan Evaluasi Program Kesehatan adalah untuk memperbaiki program-


program kesehatan dan pelayanannya untuk mengantarkan dan mengarahkan alokasi
tenaga dan dana untuk program dan pelayanan yang sedang berjalan dan yang akan
datang.
Evaluasi harus digunakan secara konstruktif dan bukan untuk membenarkan
tindakan yang telah lalu atau sekedar mencari kekurangan-kekurangan saja.Terdapat
berbagai kesulitan dalam melaksanakan evaluasi kesehatan, antara lain bahwa
kebutuhan akan pelayanan kesehatan melebihi dari yang diterapkan.
Dalam melakukan evaluasi suatu perencanaan program dan implementasinya, terdapat
beberapa kendala, antara lain:
a. Kendala psikologis, yaitu evaluasi dapat menjadi ancaman dan orang
melihat bahwa evaluasi itu merupakan sarana untuk mengkritik orang
lain
b. Kendala ekonomis, yaitu untuk melaksanakan evaluasi yang baik itu
mahal dalam segi waktu dan uang, serta tidak selalu sepadan antara
ketersedian data dan biaya
c. Kendala teknis, yaitu kendala yang berupa keterbatasan kemampuan
sumberdaya manusia dalam pengolahan data dan informasi yang tidak
dapat disediakan tepat pada waktu dibutuhkan. Kejadian ini biasanya
timbul ketika informasi dan data itu belum dibutuhkan, maka biasanya
hanya akan ditumpuk begitu saja tanpa diolah
d. Kendala politis, yaitu hasil-hasil evaluasi mungkin bukan dirasakan
sebagai ancaman oleh para administrator saja, melainkan secara politis
juga memalukan jika diungkapkan.
KEBIJAKAN PUBLIK DAN KEBIJAKAN KESEHATAN DLM PRAKTEK
dr. Muhammad ikhsan
Pendahuluan
Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yg menjadi pedoman dan dasar
rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak Istilah
ini dapat diterapkan pada pemerintah, organisasi dan kelompok sektor swasta, serta
individu.
Kebijakan publik adalah kebijakan2 yg dibuat oleh pemerintah sebagai
pembuat kebijakan untuk mencapai tujuan2 tertentu di masyarakat di mana dalam
penyusunannya melalui berbagai tahapan
Tahap2 kebijakan publik menurut William Dunn :
1. penyusunan aganda
2. formulasi kebijakan
3. adopsi/legitimasi kebijakan
4. penilaian/ evaluasi kebijakan

 Undang Undang
 Peraturan Pemerintah
 Peraturan presiden
 Peraturan Menteri
 Peraturan Daerah.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025
 Perencanaan pembangunan jangka panjang diperlukan untuk menjaga
pembangunan yang berkelanjutan dan berkesinambungan, dalam mencapai
tujuan dan cita-cita nasional dalam Pembukaan UUD 1945.
 Dalam rangka pencapaian tujuan nasional tersebut perlu disusun visi, misi, dan
arah pembangunan jangka panjang Indonesia.
 RPJPN adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional 20 tahun dengan
maksud memberikan arah sekaligus menjadi acuan bagi seluruh komponen
bangsa dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional secara sinergis,
koordinatif dan saling melengkapi. (UU No. 17 Tahun 2007)

kebijakan kesehatan di Indonesia

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG KESEHATAN


(RPJPK) 2005-2025

Maksud dan Tujuan


RPJPK 2005-2025 ditetapkan dengan maksud memberikan arah sekaligus
menjadi acuan bagi pemerintah dan masyarakat termasuk swasta dalam
mewujudkan tujuan pembangunan kesehatan sesuai dengan dasar, visi, misi dan
arah pembangunan kesehatan yang telah disepakati. Dengan demikian
diharapkan seluruh upaya yang dilakukan oleh masing-masing pelaku
pembangunan kesehatan dapat bersinergi dan saling melengkapi antara satu
pelaku dengan pelaku pembangunan kesehatan lainnya.

Perkembangan pembangunan kesehatan


• SDM yang berkualitas merupakan subjek dan sekaligus objek
pembangunan. Kualitas SDM menjadi semakin baik yang antar alain
ditandai dengan meningkatnya nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Indonesia 0,586 pada tahun 2000 pada peringkat ke 112 dari 175 negara
menjadi 0,728 pada tahun 2007 pada peringkat 107 dari 177 negara.
• Prospek ke depan pembangunan SDM diarahkan pada peningkatan
kualitas SDM, yang ditandai dengan meningkatnya IPM dan Indeks
Pembangunan Gender (IPG) serta tercapainya penduduk tumbuh
seimbang di Indonesia

TANTANGAN MASA DEPAN PEMBANGUNAN KESEHATAN


1. Penduduk Indonesia yang pada tahun 2005 sebesar 219.898.300 jiwa akan
menjadi 273.615.400 jiwa pada tahun 2025. Penduduk usia lanjut dan usia
produktif akan bertambah besar proporsinya. Urbanisasi menjadi tidak
terkendali. Kemiskinan dan pengangguran diperkirakan masih ada terus
sampai tahun 2025, walaupun jujumlahnya sudah menurun. Rendahnya
kualitas penduduk merupakan tantangan yang terlihat dari masih
tingginya Angka Kematian Bayi, Angka Kematian Anak dan Angka
Kematian Ibu melahirkan serta tingginya proporsi anak balita yang
mengalami gizi kurang

2. Masalah kesehatan masyarakat lainnya yang dihadapi adalah beban


ganda penyakit, yaitu disatu pihak masih banyaknya penyakit infeksi yang
harus ditangani, di lain pihak semakin meningkatnya penyakit tidak
menular. Kedepan Indonesia perlu mewaspadai timbulnya penyakit-
penyakit baru yang diakibatkan oleh virus. Tantangan lain yangdihadapi
adalah adanya kecenderungan mningkatnya masalah kesehatan jiwa,
kecelakaan lalulintas dan kecelakaan akibat kerja, dampak perubahan
iklim dan meningkatnya pencemaran lingkungan serta perubahan gaya
hidup yang tidak sehat. Akibat penyalahgunaan Napza juga merupakan
tantangan yang berat bagi pembangunan kesehatan
3. Komitmen pemerintah, kerja sama lintas sektor dan dukungan peraturan
perundangan merupakan tantangan yang sangat penting. Manajemen
kesehatan yang meliputi kebijakan kesehatan, administrasi kesehatan,
sistem informasi kesehatan, dan hukum kesehatan belum sepenuhnya
mendukung pembangunan kesehatan. Desentralisasi bidang kesehatan
belum dapat berjalan sesuai yang diharapkan.
4. Pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan pada umumnya masih
menempatkan masyarakat sebagai objek, bukan sebagai subjek
pembangunan kesehatan. Pengetahuan sikap dan perilaku serta
kemandirian masyarakat untuk hidup sehat masih belum memadai
5. Kesenjangan kualitas kesehatan, akses terhadap pelayanan kesehatan
yang bermutu antar wilayah, gender, dan antar kelompok tingkat sosial
ekonomi, pelayanan kesehatan reproduksi yang masih lemah merupakan
tantangan yang penting. Dalam pembiayaan kesehatan merupakan
tantangan yang berat agar seluruh penduduk Indonesia dapat dicakup
oleh sistem jaminan kesehatan sosial. Sediaan farmasi dan alat kesehatan
yang aman, bermanfaat dan bermutu belum sepenuhnya tersedia secara
merata dan terjangkau oleh masyarakat.
6. Merupakan tantangan bagi pengembangan dan pemberdayaan SDM Kesehatan,
bahwa menjelang tahun 2025 pemenuhan seluruh kebutuhan SDM Kesehatan
bagi pembangunan kesehatan telah dapat dicapai.
7. Beberapa masalah dan tantangan baru muncul sebagai akibat dari
perubahan lingkungan strategis baik global, regional maupun nasional.
Terorisme utamanya bioterorisme dapat menjadi ancaman pembangunan
kesehatan. Tantangan global lainnya adalah perdagangan bebas dan
sumber daya kesehatan yang ikut mengglobal

Tujuan
Sasaran:
1. Umur Harapan Hidup (UHH) dari 69 tahun pada tahun 2005 menjadi 73,7
tahun pada tahun 2025.
2. Menurunnya Angka Kematian Bayi dari 32,3 per 1.000 kelahiran hidup
pada tahun 2005 menjadi 15,5 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun
2025.
3. Menurunnya Angka Kematian Ibu dari 262 per 100.000 kelahiran hidup
pada tahun 2005 menjadi 74 per 100.000 kelahiran hidup pada
tahun 2025.
4. Menurunnya prevalensi gizi kurang pada balita dari 26% pada tahun
2005 menjadi 9,5% pada tahun 2025.

ANGKA KEMATIAN BAYI


kematian bayi per

80
1.000 kel. hidup

68
57
60 46
40.8
33.9
40 35 29.4
25.7
Target MDG: 23
22.5 20.7
18.3 17 15.5 15.5
20
Sasaran RPJM: 26
Sasaran RPJP: 15,5
0
1989 1993 1997 2001 2005 2009 2013 2017 2021 2025
Tren AKB Proyeksi AKB (BPS)
Usia Harapan Hidup
80 70.8 72.3 73.3 73.73
67.1 69
61.5 63.5 64.3
59.8
60 52.2
Sasaran RPJM : 70,6 `
Sasaran RPJP: 73,7
Tahun

40

20

0
1976 1986 1990 1995 1998 2000 2005 2010 2015 2020 2025
Tren UHH Proyeksi BPS

KECENDERUNGAN DAN PROYEKSI TINGKAT KEMATIAN IBU, INDONESIA


1980 - 2025
SKENARIO PENURUNAN AKI 2005-2025

Skenario I Skenario II Skenario III

Tahun
Trend SDKI 94-SDKI Penurunan AKI Penurunan AKI
02-03 (Sisterhood) 4,7% per tahun 6,3% per tahun

2005 262 262 262

2010 226 207 191

2015 195 163 140

2020 168 129 102

2025 145 102 74

Strategi Pembangunan Kesehatan


1. Pembangunan Nasional Berwawasan Kesehatan
2. Pemberdayaan Masyarakat dan Daerah
3. Pengembangan Upaya dan Pembiayaan Kesehatan serta Sediaan Farmasi
dan Alat Kesehatan
4. Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan
5. Penanggulangan Keadaan Darurat Kesehatan

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH NASIONAL


(RPJMN)

VISI
INDONESIA YANG SEJAHTERA, DEMOKRATIS, DAN BERKEADILAN

MISI
1. MELANJUTKAN PEMBANGUNAN MENUJU INDONESIA YANG SEJAHTE
2. MEMPERKUAT PILAR-PILAR DEMOKRASI
3. MEMPERKUAT DIMENSI KEADILAN DI SEMUA BIDANG

AGENDA
1. PEMBANGUNAN EKONOMI DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAK
2. PERBAIKAN TATA KELOLA PEMERINTAHAN
3. PENEGAKAN PILAR DEMOKRASI
4. PENEGAKAN HUKUM DAN PEMBERANTASAN KORUPSI
5. PEMBANGUNAN YANG INKLUSIF DAN BERKEADILAN

MISI
1. MELANJUTKAN PEMBANGUNAN MENUJU INDONESIA
YANG SEJAHTERA
2. MEMPERKUAT PILAR-PILAR DEMOKRASI
3. MEMPERKUAT DIMENSI KEADILAN DI SEMUA BIDANG

AGENDA
1. PEMBANGUNAN EKONOMI DAN PENINGKATAN
KESEJAHTERAAN RAKYAT
2. PERBAIKAN TATA KELOLA PEMERINTAHAN
3. PENEGAKAN PILAR DEMOKRASI
4. PENEGAKAN HUKUM DAN PEMBERANTASAN KORUPSI
5. PEMBANGUNAN YANG INKLUSIF DAN BERKEADILAN

RPJMN Merupakan:
• Penjabaran Visi, Misi dan Program Presiden
• Memuat:
– Srategi pembangunan Nasional, dan Kebijakan Umum
– Program Kementerian/Lembaga (K/L), dan Lintas K/L
– Program Kewilayahan dan Lintas Wilayah
– Kerangka Ekonomi Makro, termasuk:
 Arah kebijakan fiskal
 Kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat
indikatif

Menurut UU 25 Tahun 2004, Pasal 4 ayat 2

Prioritas Nasional/Program Aksi


Prioritas 1 : Reformasi Birokrasi dan “Good Governance”
Prioritas 2 : Pendidikan
Prioritas 3 : Kesehatan
Prioritas 4 : Penanggulangan Kemiskinan
Prioritas 5 : Ketahanan Pangan
Prioritas 6 : Infrastruktur
Prioritas 7 : Iklim Investasi dan Bisnis
Prioritas 8 : Energi
Prioritas 9 : Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana
Prioritas 10: Pembangunan Daerah Tertinggal, Terdepan, dan
Pascakonflik
Prioritas 11: Kebudayaan, Kreativitas dan Inovasi Teknologi
PROGRAM AKSI (1)
No Program Aksi

1 Menyempurnakan dan memantapkan pelaksanaan program Jaminan kesehatan


Masyarakat baik dari segi kualitas pelayanan, akses pelayanan, akuntabilitas
anggaran, dan penataan administrasi yang transparan dan bersih.
2 Mendorong upaya pembuatan obat dan produk farmasi lain yang terjangkau
dengan tanpa mengabaikan masalah kualitas dan keamanan obat seperti yang
telah dilakukan selama tiga tahun terakhir.
3 Mempermudah pembangunan klinik atau rumah sakit yang berkualitas
internasional baik melalui profesionalisasi pengelolaan rumah sakit pemerintah
maupun mendorong tumbuhnya rumah sakit swasta. Upaya ini diharapkan akan
mengembangkan program wisata medik dan sekaligus mengurangi devisa yang
dikeluarkan keluarga menengah ke atas Indonesia dalam mendapatkan
pelayanan kesehatan.
4 Upaya untuk meningkatkan kapasitas generasi mendatang sudah harus dimulai
sejak bayi dalam kandungan. Oleh karena itu, fokus lain dalam bidang kesehatan
terhadap peningkatan kualitas ibu dan anak di bawah lima tahun dengan
memperkuat program yang sudah berjalan seperti posyandu yang
memungkinkan imunisasi dan vaksinasi massal seperti DPT dapat dilakukan
secara efektif. Diharapkan dalam lima tahun mendatang, semua anak Indonesia
sudah mendapatkan vaksin DPT dan campak sehingga tingkat kematian bayi dan
balita lebih cepat dari sasaran dalam MDGs.
5 Penurunan tingkat kematian ibu yang melahirkan, pencegahan penyakit menular
seperti HIV/AIDS, malaria, dan TBC.
6 Mengurangi tingkat prevalensi gizi buruk balita menjadi di bawah 15% pada
tahun 2014 dari keadaan terakhir sekitar 18%. Diharapkan melalui perbaikan
gizi balita, rantai kemiskinan antar generasi dapat diputuskan. Untuk mencapai
sasaran tersebut di samping memperkuat institusi yang ada seperti puskesmas
dan posyandu, pemerintah mendatang akan memberikan insentif tambahan
berupa bantuan tunai bersyarat (sebagai bagian dari PKH) kepada rumah tangga
miskin jika memeriksakan kesehatan ibu dan balitanya di puskesmas atau
posyandu dan mencapai target kesehatan fisik tertentu.
7 Revitalisasi program keluarga berencana yang telah dimulai kembali dalam
periode 2005-2009 akan dilanjutkan dan diperkuat. Pengendalian pertumbuhan
penduduk ini diharapkan mengubah paradigma kuantitas menjadi kualitas dalam
keluarga.
8 Upaya pencapaian dalam bidang kesehatan tidak tercapai jika kesejahteraan dan
sistem insentif bagi tenaga medis dan paramedic khususnya yang bertugas di
daerah terpencil tidak memadai. Dalam tahun-tahun mendatang sistem insentif
yang ada akan disempurnakan dengan tanpa mengurangi makna dari
desentralisasi atau otonomi daerah.
9 Meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan,
utamanya yang diarahkan untuk mengurangi ketergantungan bahan baku impor
dalam proses produksi obat. Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi di
bidang kesehatan juga diarahkan untuk meningkatkan kemampuan bangsa
dalam rancang bangun alat-alat kesehatan.

10 Meningkatkan kualitas pelayanan dan praktek kedokteran yang sesuai dengan


etika dan menjaga kepentingan dan perlindungan masyarakat awam dari
malpraktek dokter dan rumah sakit yang tidak bertanggung jawab.

11 Mengembangkan sistem peringatan dini untuk penyebaran informasi terjadinya


wabah dan cara menghindarinya untuk mencegah kepanikan dan jatuhnya
banyak korban.
12 Evakuasi, perawatan dan pengobatan masyarakat di daerah korban bencana
alam.

TOP OF THE TOP PRIORITAS PILIHAN PRESIDEN


1. Pemberantasan Mafia Hukum
2. Revitalisasi Industri Pertahanan
3. Penanggulangan Terorisme
4. Peningkatan Daya Listrik di seluruh Indonesia
5. Peningkatan Produksi dan Ketahanan Pangan
6. Revitalisasi Pabrik Pupuk dan Gula
7. Penyempurnaan Peraturan Agraria dan Tata Ruang
8. Pembangunan Infrastruktur
9. Penyediaan dana penjaminan Rp 2 triliyun per tahun untuk Kredit Usaha Kecil
Mengenah
10. Penetapan Skema Pembiayaan dan Investasi
11. Perumusan Kontribusi Indonesia dalam Isu Perubahan Iklim dan Lingkungan
12. Reformasi Kesehatan Masyarakat
13. Penyelarasan antara Pendidikan dan Dunia Kerja
14. Kesiapsiagaan Penanggulangan Bencana
15. Sinergi antara Pusat dan Daerah

Prioritas Peningkatan Akses dan Kualitas


Pelayanan Kesehatan difokuskan:
1. Peningkatan kesehatan ibu, bayi dan balita;
2. Perbaikan status gizi masyarakat;
3. Pengendalian penyakit menular serta penyakit tidak menular, diikuti
penyehatan lingkungan;
4. Pengembangan sumber daya manusia kesehatan;
5. Peningkatan ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan, mutu dan
penggunaan obat serta pengawasan obat dan makanan;
6. Pengembangan sistem Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas);
7. Pemberdayaan masyarakat dan penanggulangan bencana dan krisis
kesehatan; dan
8. Peningkatan pelayanan kesehatan primer, sekunder dan tersier.

Subsistem SKN
1. Subsistem Upaya Kesehatan
2. Subsistem Pembiayaan Kesehatan
3. Subsistem Sumber Daya Manusia Kesehatan
4. Subsistem Sedian Farmasi, Alat Kesehatan, dan Makanan
5. Subsistem Manajemen dan Informasi Kesehatan
6. Subsistem Pemberdayaan Masyarakat
LAYANAN KESEHATAN PRIMER
dr. Dahlia MARS

A. Latar Belakang
Pada tahun 1997 World Health Assembly ( WHA ) menetapkan :
kesepakatan global, untuk mencapai “HFA 2000” atau “ Health For All by the
year 2000 “ atau “ Kesehatan untuk Semua pada tahun 2000 ” dengan tujuan
untuk tercapainya derajat kesehatan yg optimal, yangg memungkinkan setiap
orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Kemudian pada tahun 1978
pada Konferensi di Alma Ata terjadi Deklarasi Alma Ata yang menetapkan
Primary Health Care yaitu pendekatan/strategi global utk mencapai HFA
2000. Untuk mewujudkan HFA 2000 diperlukan perubahan orientasi dari
Kuratif ke Promotif dan Preventif, dari Perkotaan ke Pedesaan, dari
Golongan Mampu ke Golongan Berpenghasilan Rendah, dari Kampanye
Massal ke Upaya Kesehatan Terpadu.

B. Definisi Layanan Kesehatan Primer atau Primary Health Care


Layanan kesehatan primer adalah layanan Pelayanan kesehatan pokok
yang berdasarkan kepada metode dan teknologi praktis, ilmiah, dan social
yang dapat diterima oleh umum (masyarakat, keluarga, dan individu ) melalui
peran serta mereka sepenuhnya serta dengan biaya yg terjangkau.
Menurut WHO 1978, Pelayanan Kesehatan Dasar (Primary Health
Care) adalah pelayanan kesehatan esensial yang diselenggarakan berdasarkan
tatacara dan teknologi praktis, sesuai dengan kaedah ilmu pengetahuan serta
diterima oleh masyarakat, dapat dicapai oleh perorangan dan keluarga dalam
masyarakat melalui peran aktif secara penuh dengan biaya yang dapat dipikul
oleh masyarakat dan negara untuk memelihara setiap tahap perkembangan serta
yang didukung oleh semangat kemandirian dan menentukan diri sendiri.
Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Primer akan berbeda antar wilayah karena :
1. Kondisi geografis dan demografis
2. Kemampuan fiskal daerah dan individu
3. Status kesehatan masyarakat
4. Perhatian Pemdapada pembangunan kesehatan di wilayahnya

C. Tujuan Layanan Kesehatan Primer atau Primary Health Care


Tujuan Umum dari Pelayanan Kesehatan Primer yaitu diketahuinya kebutuhan
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yg memuaskan. Sedangkan tujuan
khusus yaitu
1. Pelayananan yang menjangkau seluruh penduduk,
2. Pelayanan yang dapat diterima oleh seluruh penduduk,
3. Pelayanan yang berdasarkan pada kebutuhan medis dari populasi,
4. Pelayanan yang menggunakan seluruh sumberdaya secara maksimal.

D. Prinsip Dasar Layanan Kesehatan Primer atau Primary Health Care


1. Pemerataan Upaya Kesehatan,
2. Penekanan pada Upaya Preventif,
3. Menggunakan Teknologi Tepat Guna,
4. Melibatkan Peranserta Masyarakat,
5. Melibatkan Kerjasama Lintas Sektoral

E. Ciri-ciri pelayanan Layanan Kesehatan Primer atau Primary Health Care


Pelayanan yang Utama dan akrab dengan masyarakat, Menyeluruh,
Terorganisasi, Berkesinambungan, Progresif, Berorientasi kepada keluarga.
Adapun ciri-ciri dari pelayan kesehatan primer yaitu :
1. Pelayanan yang utama dan intim dengan masyarakat
2. Pelayanan yang menyeluruh
3. Pelayanan yang terorganisasi
4. Pelayanan yang mementingkan kesehatan individu maupun masyarakat
5. Pelayanan yang berkesinambungan
6. Pelayanan yang progresif
7. Pelayanan yang berorientasi kepada keluarga
8. Pelayanan yang tidak berpandangan kepada salah satu aspek saja

F. 8 Elemen Layanan Kesehatan Primer atau Primary Health Care


1. Pendidikan tentang masalah kesehatan,
2. Penyediaan makanan & perbaikan gizi,
3. Penyediaan air bersih & sanitasi dasar,
4. Peningkatan KIA & KB,
5. Imunisasi,
6. Pencegahan & pengendalian penyakit
7. Pengobatan
8. Penyediaan obat essensial

G. Ruang Lingkup Layanan Kesehatan Primer atau Primary Health Care


1. Pendidikan mengenai masalah kesehatan dan cara pencegahan penyakit
serta pengendaliannya.
2. Peningkatan penyediaan makanan dan perbaikan gizi
3. Penyediaan air bersih dan sanitasi dasar.
4. Kesehatan ibu dan anak termasuk keluarga berencana
5. Imuniasi
6. Pencegahan dan pengendalian penyakit endemik setempat
7. Pengobatan penyakit umum dan ruda paksa.
8. Penyediaan obat-obat essensial.

H. Peran Nakes dalam Layanan Kesehatan Primer atau Primary Health Care
1. Mendorong peranserta aktif masyarakat,
2. Mengajarkan konsep kesehatan dasar dan teknik asuhan diri kpd masy,
3. Memberikan dukungan dan bimbingan Kepada Masyarakat
4. Mengkoordinasikan kegiatan pengembangan kes masy,
5. Membina kerjasama dg masy – kelg – individu,
6. Membina kerjasama lintas program,
7. Membina kerjasama lintas sektoral

I. Prinsip Pelayanan Dokter Layanan Primer


1. Pelayanan Tingkat Pertama (primary care);
2. Pelayanan yang mengutamakan promosi dan pencegahan
(promotifdanpreventive);
3. Pelayanan bersifat pribadi(personal care);
4. Pelayanan paripurna (comprehensive care);
5. Pelayanan menyeluruh (holistic care);
6. Pelayanan terpadu(integrated care);
7. Pelayanan berkesinambungan (continuum care);
8. Koordinatif dan kerjasama;
9. Berorientasi pada keluarga dankomunitas(family and community oriented);
10. Patient safety
BAB IV
GIZI KESEHATAN MASYARAKAT

GIZI MASYARAKAT
dr. Hermy Nasruddin

PENDAHULUAN
Gizi masyarakat menjelaskan peranan zat-zat gizi , penyakit-penyakit gizi dan
menentukan zat gizi masyarakat.
Sub pokok bahasan:
1. Gizi & fungsinya
2. Gizi klinik & gizi masyarakat
3. Penyakit-penyakit gizi
4. Kelompok rentan gizi
5. Pengukuran status gizi masyarakat
Tujuan
1. Kecukupan makanan suatu masyarakat/bangsa sehingga setiap anggota
masyarakat mempunyai status gizi yang baik dan kesehatan optimal.
2. Pencegahan penyakit.
Menyediakan kecukupan pangan bagi masyarakat dan meningkatkan kesehatan
penduduknya. Penyediaan pangan serta sarana kesehatan harus terjamin.
Masalah kesehatan yang terkait gizi di Indonesia semakin kompleks dalam
beberapa dekade mendatang, karena Indonesia masih memerlukan waktu yang panjang
untuk memerangi kemiskinan yang erat kaitannya dengan kekurangan gizi
(undernutrition). Lambatnya pemulihan ekonomi dari krisis yang berkepanjangan,
telah menambah kompleksnya masalah gizi.
Disisi lain, prevalensi gizi lebih (overnutrition) dan segala implikasinya pada
kesehatan dari waktu ke waktu cendrung naik seiring dengan derasnya arus global yang
mempengaruhi budaya dan pola makan masyarakat Indonesia.
Untuk bisa mengatasi masalah gizi yang semakin kompleks dengan sumber daya
dan dana yang terbatas, diperlukan pengetahuan dan keterampilan yang memadai bagi
ahli gizi dalam manajemen pelayanan gizi baik pasien maupun pada tingkat instalasi
gizi rumah sakit.
Di samping usaha-usaha promotif dan edukatif dengan melibatkan partisipasi
masyarakat luas juga harus menjadi bagian terpadu dari penanganan masalah gizi di
Indonesia.

GIZI & FUNGSINYA


Ilmu gizi merupakan masalah makanan yang dikaitkan dengan kesehatan.
Ilmu gizi mencakup 2 komponen yaitu :
1. Makanan
2. Kesehatan
Fungsi pokok makanan :
1. Memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan/perkembangan serta mengganti
jaringan yg rusak.
2. Sumber energi untuk kegiatan.
3. Mengatur metabolisme dan keseimbangan air, mineral serta cairan tubuh.
4. Berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap penyakit.
Makanan harus mengandung zat-zat gizi sehingga dapat memenuhi fungsi pokoknya.
Zat-zat makanan yang diperlukan yaitu : protein, lemak, karbohidrat, vitamin &
mineral.
Fungsi-fungsi zat makanan :
1. Protein  protein hewani dan nabati
a. Membangun sel-sel yg rusak
b. Membentuk zat-zat pengatur seperti enzim dan hormon
c. Membentuk zat inti energi
2. Lemak
a. Menghasilkan kalori
b. Pelarut vitamin : A,D,E.K
c. Sebagai pelindung terhadap temperatur rendah
3. Karbohidrat  monosakarisa, disakarida dan polisakarida.
Fungsinya sebagai sumber energi.
4. Vitamin  yang larut dalam lemak (A,D,E,K) dan yang larut dalam air (B,C)
a. Vitamin A berfungsi untuk pertumbuhan sel epitel dan pengatur kepekaan
rangsang sinar pada saraf mata.
b. Vit B1 berfungsi untuk metabolisme karbohidrat, keseimbangan air dalam
tubuh danmembantu penyerapan zat lemak oleh usus.
c. Vit E berfungsi mencegah perdarahan bagi wanita hamil, mencegah
keguguran dan diperlukan pada pembelahan sel.
d. Vit K berfungsi dalam pembentukan protrombin yg berarti penting dalam
proses pembekuan darah.
e. Mineral  Ca, Fe, F, Na, Cl, K, I, secara umum berfungsi sebagai bagian dari
zat yg aktif dalam metabolisme atau sebagai bagian penting dari struktur sel.

GIZI KLINIK DAN GIZI MASYARAKAT


Dari segi sifatnya ilmu gizi dibedakan atas :
1. Gizi perseorangan/gizi klinik (Clinical nutrition)
2. Gizi masyarakat (Community Nutrition)
Gizi klinik berkaitan dengan masalah gizi pada individu yang menitik beratkan
pada kuratif. Gizi masyarakat berkaitan dengan gizi pada kelompok masyarakat,
ditekankan pada preventif dan promotif.
Faktor yang mempengaruhi status gizi:
1. Faktor langsung : asupan berbagai makanan dan penyakit.
2. Faktor tidak langsung :
a. Ekonomi keluarga
b. Produksi pangan
c. Budaya
d. Kebersihan lingkungan
e. Fasilitas pelayanan kesehatan
3. Penyebab lain :
a. Balita yang tidak mendapat makanan pendamping ASI pada umur 6 bulan atau
lebih.
b. Tidak mendapat ASI ekslusif.
c. MP- ASI kurang dan tidak bergizi.
d. Setelah 6 bulan balita jarang disusui dan lain-lain.
Untuk bisa mengatasi masalah gizi yang semakin kompleks dengan sumber daya
dan dana yang terbatas, diperlukan pengetahuan dan keterampilan yang memadai bagi
ahli gizi dalam manajemen pelayanan gizi baik pasien maupun pada tingkat instalasi
gizi rumah sakit.
Di samping usaha-usaha promotif dan edukatif dengan melibatkan partisipasi
masyarakat luas juga harus menjadi bagian terpadu dari penanganan masalah gizi di
Indonesia.

PENYAKIT GIZI
Adanya ketidakseimbangan konsumsi zat gizi pada seseorang disebut malnutrisi
yang mencakup overnutrition & undernutrition.
Macam-macam penyakit gizi :
1. Penyakit kurang kalori dan protein (KKP)
Ketidakseimbangan intak dan kebutuhan. Dibagi dalam 3 tingkatan:
a. KKP ringan  84% - 95 % dari BB menurut standar Harvard.
b. KKP sedang  44% - 60 % dari BB menurut standar Harvard
c. KKP berat  gizi buruk, < 44% dari BB menurut standar Harvard
2. Obesitas
BB > 15% dari BB ideal pada Laki-laki dan 20 % wanita.
BB (Kg) = {(T-100)-10%} + 10%
3. Anemia
Terjadi karena konsumsi Fe tidak seimbang.
4. Zerophthalmia (defisiensi Vit A)
Kekeringan pada epithel mata dan kornea, fungsi mata berkurang
5. Gondok endemik
Hypothyroidisme
a. Hipertrofi kelenjar thyroid
b. Kretinisme
KELOMPOK RENTAN GIZI
Kelompok rentan gizi adalah kelompok di dalam masyarakat yang paling mudah
menderita gangguan kesehatan atau rentan karena kekurangan gizi. Kelompok ini
berhubungan dengan proses kehidupan manusia, jadi terdiri dari kelompok umur
tertentu dari kehidupan manusia.
Kelompok rentan gizi :
1. Kelompok bayi, umur 0-1 tahun
2. Kelompok balita
3. Kelompok anak sekolah 6-12 tahun
4. Kelompok remaja 13-20 tahun
5. Bumil dan menyusui  sekresi ASI 800-850 ml/hari
6. Usila
Peran gizi terhadap perkembangan:
1. Perkembangan mental, jasmani, produktivitas dan intelektual cukup kuat.
2. Pertumbuhan otak secara proliferatif (jumlah sel bertambah) pada janin  terjadi
pembelahan sel yang sangat pesat.
Bila asupan gizi ibu pd masa itu kurang  akibatnya sel otak menurun 
cerebrum dan cerebellum protein, glikosida, lipid dan enzim kemampuan
abstraktif, verbal dan daya ingat lbh bagusyg gizi cukup.
PENGUKURAN STATUS GIZI MASYARAKAT
Pengukuran yang sering digunakan :
1. Berat badan per umur
Gizi baik  > 89% dari standar harvard
Gizi kurang  60,1 % - 80 % standar harvard
Gizi buruk  < 60 % standard harvard
Pengukuran yg sering digunakan :
2. Tinggi badan menurut umur
Gizi baik  > 80 % standar harvard
Gizi kurang  70,1% - 80% standar harvard
Gizi buruk  < 70% standard harvard
3. Berat badan menurut tinggi badan
Gizi baik  > 90 % standar harvard
Gizi kurang  70,1% - 90% dari standar harvard
Gizi buruk  < 70% standar harvard
4. Lingkar lengan atas (LLA) menurut umur
Gizi baik  LLA bayi/anak > 85% standar Wolanski
Gizi kurang  70,1%-85% standar Wolanski
Gizi buruk  <70% standar Wolanski
SANITASI PANGAN
dr. Rachmat Faisal Syamsu

MUKADDIMAH
Sunah Makan yang sering terlupakan :
Tidak ada bejana yang diisi oleh manusia yang lebih buruk dari perutnya, cukuplah
baginya memakan beberapa suapan sekedar dapat menegakkan tulang punggungya
(memberikan tenaga), maka jika tidak mau, maka ia dapat memenuhi perutnya dengan
sepertiga makan, spertiga minum, sepertiga lagi untuk bernapasnya.

KEBIASAAN MAKAN
Dipengaruhi oleh kehidupan sosial seperti sahabat, masyarakat, lingkungan.
Dipengaruhi oleh perasaan suka atau tidak suka.
Dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan.
Dipengaruhi oleh ekonomi.

PERGESERAN PENYAKIT DI INDONESIA 2007-2013


Data dari riskesdas bahwa pada tahun 2007 – 2013 ada 57% penyakit tidak menular
43% penyakit menular. Sedangkan data dari WHO menunjukkan ada 60% penyakit
tidak menular dan 40% penyakit menular.

SANITASI PANGAN
1. Pemilihan bahan ( mentah, ½ mentah, matang)
2. Penyimpanan bahan ( di kulkas, lemari, dapur)
3. Pengelolaan bahan ( dapur, alat masak, cara masak, tenaga kerja)
4. Penyimpanan makanan matang ( wadah, suhu, danger zone)
5. Pengangkutan makanan ( wadah, danger zone)
6. Penyajian makanan ( uji organoleptik, uji biologis, laboratorium)
BAB V
EPIDEMIOLOGI

DASAR EPIDEMIOLOGI
dr. Arman, SKM, M.Kes

Menurut Hendrick L. Blumm, terdapat empat faktor yang mempengaruhi status


kesehatan masyarakat, yaitu:
1. Kesehatan Lingkungan,
2. Perilaku,
3. Pelayanan Kesehatan Masyarakat, dan
4. Herediter / Gen.
Menurut Winslow (1920), kesehatan masyarakat adalah ilmu dan seni;
mencegah penyakit, memperpanjang hidup, dan meningkatkan kesehatan, melalui
usaha2 perorganisasian masyarakat untuk perbaikan sanitasi lingkungan,
pemberantasan penyakit menular, pendidikan dan kebersihan perorangan,
perorganisasian yan medis dan perawatan untuk diagnosis dini dan pengobatan serta
pengembangan rekayasa sosial untuk menjamin setiap orang terpenuhi kebutuhan
hidup yang layak dalam memelihara kesehatannya.
A. Definisi Epidemiologi
Kata Epidemiologi berasal dari bahasa Yunani yaitu Epi (Upon) yang berarti
pada / tentang; Demos (People) yang berarti penduduk serta Logia (Knowledge)
yang berarti ilmu.
Adapun batasan-batasan dari epidemiologi yaitu ilmu yang mempelajari
distribusi penyakit dan determinan yang mempengaruhi frekuensi penyakit pada
kelompok manusia (Mac Mahon B & Pugh T. F., 1970).
Menurut Lowe C. R & Koestrezewski J. (1973), batasan dari epidemiologi
yaitu studi tentang faktor yang menentukan frekuensi dan distribusi penyakit dan
populasi manusia.
Sedangkan menurut Mausner J. S & Bahn (1974), batasan epidemiologi
yaitu ilmu yang mempelajari distribusi dan determinan penyakit dan rudapaksa pada
populasi manusia.
Pendapat lainnya mengatakan bahwa batasan epidemiologi yaitu ilmu yang
mempelajari distribusi penyakit atau keadaan fisiologis pada penduduk dan
determinan yang mempengaruhi determinan tersebut (Lilienfeld A. M., 1980).
Barker D. J. P. (1980) mengatakan bahwa batasan epidemiologi yaitu studi
tentang distribusi dan determinan penyakit pada populasi manusia.
Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa batasan dari
epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang distribusi, frekuensi dan
determinan penyakit dan masalah kesehatan masyarakat yang bertujuan untuk
pembuatan perencanaan dan pengambilan keputusan dalam menanggulangu
masalah kesehatan.

B. Tujuan / Peranan Epidemiologi


1. Mengumpulkan data dan fakta tentang masalah kesehatan di masyarakat,
2. Menjelaskan sifat dan penyebab masalah kesehatan tersebut,
3. Merencanakan pemecahan masalah kesehatan serta evaluasi aktivitas
pelaksanaanya,
4. Menggambarkan status kesehatan masyarakat untuk menetapkan prioritas
masalah,
5. Mempelajari riwayat alamiah suatu penyakit,
6. Mempelajari penyebab/faktor risiko suatu penyakit, dan
7. Mengembangkan sistem pengendalian dan pemberantasan penyakit.

C. Jenis-jenis Epidemiologi
1. Epidemiologi deskriptif.
Bertujuan menggambarkan frekuensi dan distribusi penyakit (masalah
kesehatan) untuk mendapatkan gambaran masalah kesehatan untuk menjawab
pertanyaan Who, When, dan Where.
Variabel who (siapa) membahas peranan umur, jenis kelamin, kelas
sosial, pekerjaan, golongan etnik, status perkawinan, besar keluarga, struktur
keluarga paritas dan sebagainya.
 Umur. Angka morbiditas dan mortalitas di dalam hampir semua keadaan
menunjukkan hubungan dengan umur. Dengan cara ini, mempermudah
melihat pola kesakitan atau kematian menurut golongan umur. Untuk daerah
terpencil, biasanya info diperoleh dari tomas, toga, kader, lurah / RW / RT.
Contoh pengelompokan umur:
< 1 tahun : bayi.
0 – 4 tahun : balita.
5 – 14 tahun : anak-anak.
22 – 21 tahun : remaja.
22 – 50 tahun : dewasa.
>50 tahun : usia lanjut.
 Jenis Kelamin. Data menunjukkan bahwa angka kesakitan lebih tinggi pada
wanita (diduga karena faktor hormonal atau gen) sedang angka kematian lebih
tinggi pada pria (diduga karena faktor lingkungan seperti minuman
beralkohol, psikotropika, pekerja berat, atau berhadapan dengan pekerjaan
berbahaya). Beberapa penyakit tertentu menimpa seseorang berdasarkan jenis
kelamin (Ca cervix pada wanita atau Ca skrotum pada pria).
 Kelas Sosial. Kelas sosial ditentukan oleh tingkat pendidikan, pekerjaan
(direktur, kepala, komandan, bos, karyawan biasa, pengusaha, eksekutif,
pedagang, petani, nelayan, tukang becak, pengangguran, dan sebagainya).
Penghasilan / status ekonomi (kaya – miskin), status di masyarakat (PUANG,
ANDI, KARAENG, SULTAN, RADEN, OPU, LA / WA ODE, BAU’,
DATU, SYEKH, SYAH, NO’U, dan sebagainya).
 Jenis Pekerjaan. Faktor lingkungan yang langsung dapat menimbulkan
kesakitan, seperti bahan kimia, radiasi dan sebagainya. Situasi kerja yang
penuh stres (hipertensi, ulkus, dan sebagainya). Ada-tidaknya “gerak badan”
dalam bekerja (faktor risiko jantung koroner). Berkerumun di tempat sempit
sehingga mempermudah penularan penyakit.
 Golongan Etnik / Budaya. Mitos seperti tidak boleh memotong atau menjahit
baju setelah kehamilan atau anak akan lahir sumbing. Padahal fakta bahwa
bibir sumbing biasanya karena pengaruh obat-obatan yang diminum ibu saat
hamil, efek radiasi, atau faktor genetik. Makanya x-ray tidak dilakukan saat
kehamilan kecuali atas indikasi tertentu. Contoh lain mitos yaitu minum susu
kacang atau makanan dari kacang kedelai akan membuat bayi berkulit putih.
Faktanya adalah warna kulit dipengaruhi oleh gen ayah-ibu. Mitos terlalu
sering makan jeruk akan meningkatkan lendir pada paru bayi dan risiko
kuning saat lahir. Faktanya bahwa jeruk adalah sumber vitamin C dan serat.
Selanjutnya variabel when (kapan) membahas tentang fluktuasi jangka
pendek (jam, hari, minggu dan bulan). Perubahan secara siklus yaitu angka
kesakitan terjadi berulang-ulang (musim, tahunan, beberapa tahun). Perubahan
dengan periode waktu panjang (puluhan tahun) disebut juga secular trends.
Variabel where (dimana) membahas tentang tempat dimana masyarakat
tinggal, tempat dimana kemungkinan mendapat masalah kesehatan.
 Urban – Rural.
 Pantai – Pegunungan.
 Pertanian – Industri.

2. Epidemiologi analitik.
Berkaitan dengan upaya epidemiologi dalam menganalisis faktor-faktor
detemrinan. Diharapkan untuk menjawab pertanyaan kenapa dan apa (why dan
what).
Sebagai contoh, setelah ditemukan secara deskriptif bahwa banyak
perokok yang menderita kanker paru, maka perlu dianalisis lebih lanjut apakah
memang rokok itu merupakan faktor deteminan terjadinya kanker?

3. Epidemiologi eksperimen.
Bertujuan sebagai pembuktian bahwa suatu faktor sebagai agen atau
faktor risiko terhadap kejadian suatu peristiwa kesehatan. Diharapkan untuk
menjawab pertanyaan bagaimana (how). Contohnya, rokok dikurangi maka
kejadian kanker menurun.
SEJARAH PERKEMBANGAN DAN TOKOH EPIDEMIOLOGI

A. SEJARAH PERKEMBANGAN
1. Tahap Pengamatan
Hipocrates  Frekuensi, Distribusi, Determinan.
Hubungan antara timbul atau tidak penyakit dengan lingkungan.
Udara, air dan tempat.
Tahap penyakit dan lingkungan
2. Tahap Perhitungan Distribusi Masalah Kesehatan
John Graunt (1662)  Bapak Statistik. Distribusi masalah kesehatan ditinjai
dari pendekatan ilmu hitung.
3. Tahap Pengkajian Determinan
William farr (1939) mengkaji tentang hubungan statistik tingkat sosial –
ekonomi dengan kematian.
John snow (1849) mengkaji kejadian kolera di kota London.
Kaji data yg ada ( alamiah). Tahap eksperimen alamiah.
4. Tahap Uji Coba
Lind. ( 1774 )  jeruk (vitamin c).
Jenner ( 1796 )  vaksin cacar.
Tahap eksperimen atau tahap studi intervensi.

B. TOKOH EPIDEMIOLOGI
1. A. V. Leeuwenhoek.  Mikroskop, bakteri, parasit ( 1674 ), spermatozoa
(1677).
2. Robert koch  Tbc ( 1882 ) tuberkulin ( 1890 ).
3. Max. V. Patternkofer (jerman)  Kelinci percobaan, Kultur vibrio kolera.
Segelas air berisi basil kolera asam lambung.
4. John Snow (1854)  Analisis pend. Epidemiologi tempat, orang dan waktu.
Tabel kematian karena kolera di London 8 Juli – 26 Agustus 1854 sebagai
berikut:

PAM POP 1951 Kematian Kolera Death Rate / 1000 pop.


Southwark 167.654 844 5.0
Lamberth 19.133 18 0.9
Sumber: Snow, 1855. “The Father of Epidemiology”
5. Percival Pott  Ahli bedah Ca Scrotum Cerobong (TAR).
6. James Lind (1747)  Vitamin C (Scurvy) Pelayaran Trial Klinik.
7. Doll & Hill (1950)  Hubungan rokok dengan Ca, Pelopor epidemiologi
klinik.

TEORI TERJADINYA PENYAKIT


 Contagion Theory
 Hippocratic Theory
 Miasmatic Theory
 Epidemic Theory
 Germ Theory
 Multy Cause Theory

KONSEP KEJADIAN MASALAH KESEHATAN


 Gangguan makhluk halus / murka tuhan.
 Belum diketahui sebab dan proses kejadiannya.
 Hipocrates, lingkungan (air, udara, cuaca dan sebagainya).
 Tradisi Cina  yin-yang (teori humoral)
 Sisa pembusukan binatang dan tumbuhan (misalnya malaria).
 Jasad renik setelah miskroskop ditemukan.
 Teori imunitas dan hormonal  antibiotik.

Sejarah Epidemiologi
Epidemiologi pada mulanya diartikan sebagai studi tentang epidemi. Hal ini
berarti bahwa epidemiologi hanya mempelajari penyakit-penyakit menular saja tetapi
dalam perkembangan selanjutnya epidemiologi juga mempelajari penyakit-penyakit
non infeksi, sehingga dewasa ini epidemiologi dapat diartikan sebagai studi tentang
penyebaran penyakit pada manusia di dalam konteks lingkungannya.
Dalam perkembangan ilmu epidemiologi sarat dengan hambatan-hambatan
karena belum semua ahli bidang kedokteran setuju metode yang di gunakan pada
epidemiologi.
Selanjutnya pada tahun 1848, perkembangan epidemiologi surveilans setelah
perang dunia II disusul perkembangan epidemiologi khusus. hal yang sama juga
dilakukan Edwin Chadwik Pada tahun 1892 yaitu melakukan riset tentang masalah
sanitasi di Inggris.
Tokoh yang meletakkan konsep epidemiologi, yaitu:
1. Pengaruh lingkungan terhadap kejadian suatu penyakit,
2. Penggunaan data kuantitatif dan statistik,
3. Penularan penyakit, dan
4. Eksprimen pada manusia.
Elemen epidemiologi mencakup semua penyakit, populasi serta pendekatan
ekologi.

Batasan Epidemiologi
Batasan epidemiologi memberikan definisi yang sama, menyesuaikan dengan
perkembangan manuasia.
Jaman Prasejarah  Penyembuhan dengan ramuan sederhana dari bahan yang ada di
alam. Sementara pada Peradaban Kuno:
 India (5000 SM – kitab suci Weda) sistem kedokteran ‘Ayurweda’.
 Dataran Tiongkok (2700 SM) Kedokteran Kuno Mesir.
 Kuno (1500 SM) Pengetahuan Kedokteran (medical manuscript).
 Yunani Kuno Aesculapius (dewa penyembuhan) anaknya ‘HYGIEA’ dipuja
sebagai Dewi (Goddess) Kesehatan dan kebersihan (HYGIENE).

Perkembangan Epidemiologi
Epidemiologi Modern
Perkembangan di bagian ini mengarah pada pemahaman hubungan sebab akibat
terhadap berbagai peristiwa penyakit serta gangguan kesehatan. Yang tokohnya
diuraikan sebagai berikut :
 Doll dan hill (1950), melalui studinya mengenai hubungan merokok dan kanker
paru.
 Sall melakukan study uji komunitas vaksin polio dan framinghrat heart study,
terkenal dengan studi kohort penyakit kardiovaskuler.

Defenisi Epidemiologi
Dilihat dari defenisi , epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang
penduduk. Oleh karena itu perkembangan ilmu epidemiologi tidak terlepas dari
pengaruh demografi. Perkembangan ilmu epidemiologi melalui tahap transisi
epidemiologi transisi epidemiologi adalah suatu perkembangan atau fase peralihan
zaman yang mencermati tentang penyebab, cara penanggulangan, dan dampak masalah
kesehatan / penyakit dengan kata lain dimana penduduk / masyarakat dapat mencermati
dan memprediksi masalah.

Tokoh-Tokoh Epidemiologi
1. Hipocrates (460-227) telah mengawali konsep epidemiologi dengan
mengidentifikasi kejadian penyakit dan faktor-faktor yang bersangkutan.
2. Galen(129-199) yang mengelaborasikan teori hipocrates dan berpendapat bahwa
cara hidup dan cairan tubuh diduga berkitan dengan kesehatan serta melengkapi
dengan faktor atmosfir, faktor internal serta faktor predisposisi.
3. Antonio Van Leuwenhouk (1632-1723). Penemu : Mikroskop, bakteri dan parasit
di tahun 1674 dan Spermatazoa di tahun 1677.
4. Robert Koch
a. Penemu penyakit tuberkolosis di tahun 1882.
b. Memperkenalkan tuberkulin tahun 1890 dianggap sebagai cara pengobatan TBC.
c. Terkenal dengan postulat Koch yang mengemukakakn konsep tentang cara
menentukan kapan mikro organisme dapat dianggap sebagai penyebab penyakit.
Postulat Koch. Mikroba tersebut harus terdapat pula pada orang lain yang
menderita penyakit yang sama dan tidak terdapat pada orang sehat. Mikroba
tersebut harus dapat diisolir dari penderita dan dibiakkan secara murni. Mikroba
tersebut harus menimbulkan penyakit yang sama bila ditularkan kepada orang
yang lain yang sehat. Dari penderita kedua ini pun harus dapat diisolir mikroba
yang asal secara murni pula.
5. Max Van Pattenkofer (Jerman). Jasanya dalam bidang epidemiologi adalah
a. Mengidentifikasi penyebab suatu penyakit.
b. Cara membuktikan : dengan memakai dirinya sebagai kelinci percobaan dengan
menelan 1,00 cm3 kultur vibrio menentang teori yang sedang berkembang saat
itu yang menyatakan vibrio adalah penyebab kolera.
6. James Lind  Menemukan hubungan kekurangan vitamin C dengan Scurvy
(kekurangan vitamin C). Penemuannya sederhana yakni dengan mengamati ada
kelompok tertentu dari mereka yang dalam pelayanan di kapal yang mereka
tumpangi dalam suatu pelayaran panjang yang mengalami scurvy, mereka
menderita kekurangan vitamin C karena mengkomsumsi makanan kaleng dan
dikenal sebagai bapak "trial klinik".
7. John Graunt memperkenalkan ilmu biostat dengan mencatat kematian PES & data
metriologi.
KONSEP PENYEBAB DAN PERKEMBANGAN PENYAKIT
dr. Armanto, SKM, M.Kes
A. Definisi
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia yang
memengaruhi perkembangan kehidupan manusia baik langsung maupun tidak
langsung.
Adapun berdasarkan UU No. 23 Tahun 1997, lingkungan hidup adalah
kesatuan ruang dengan semua benda dan kesatuan makhluk hidup termasuk di
dalamnya manusia dan perilakunya yang melangsungkan perikehidupan dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.

B. Unsur-unsur Lingkungan Hidup


1. Unsur Hayati (Bioetik)
Unsur hayati (biotik), yaitu unsur lingkungan hidup yang terdiri dari
makhluk hidup, seperti manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan jasad renik.
Jika kalian berada di kebun, maka lingkungan hayatinya didominasi oleh
tumbuhan. Tetapi jika berada di dalam kelas, maka lingkungan hayati yang
dominan adalah teman-teman atau sesama manusia.
2. Unsur Sosio-Budaya
Unsur sosial budaya, yaitu lingkungan sosial dan budaya yang dibuat
manusia yang merupakan sistem nilai, gagasan, dan keyakinan dalam perilaku
sebagai makhluk sosial. Kehidupan masyarakat dapat mencapai keteraturan
berkat adanya sistem nilai dan norma yang diakui dan ditaati oleh segenap
anggota masyarakat.
3. Unsur Fisik (Abioetik)
Unsur fisik (abiotik), yaitu unsur lingkungan hidup yang terdiri dari
benda-benda tidak hidup, seperti tanah, air, udara, iklim, dan lain-lain.
Keberadaan lingkungan fisik sangat besar peranannya bagi kelangsungan hidup
segenap kehidupan di bumi. Ketidakstabilan unsur ini mengakibatkan bencana
kekeringan, banyak hewan dan tumbuhan mati, perubahan musim yang tidak
teratur, munculnya berbagai penyakit, dan lain-lain.

C. Ilmu Kesehatan Lingkungan


Ilmu kesehatan lingkungan adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara
faktor kesehatan dengan faktor lingkungan. Sedangkan menurut WHO, Kesehatan
lingkungan adalah suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan
lingkungan agar dapat menjamin keadaan sehat dari manusia.
Adapun faktor-faktor yang mepengaruhi kesehatan lingkungan yaitu
1. Ekologi
2. Pencemaran lingkungan
3. Dasar-dasar pengelolaan lingkungan
4. Amdal

Sedangkan, usaha kesehatan ada 4 fase, yaitu


1. Peningkatan (Promotif)
Menurut Leavell and Clark, Upaya promotif san preventif merupakan
suatu pendidikan kesehatan, dimana suatu penerapan konsep pendidikan di
dalam bidang kesehatan berupa suatu kegiatan untuk membantu individu,
kelompok atau masyarakat dalam meningkatkan kemampuan atau
perilakunya.

2. Pencegahan (Preventif)
Usaha ini merupakan tindakan pencegahan terhadap penyakit-penyakit
tertentu. Beberapa usaha diantaranya adalah :
· Vaksinasi untuk mencegah penyakit-penyakit tertentu
· Isolasi penderita penyakit menular
· Pencegahan terjadinya kecelakaan baik di tempat-tempat umum maupun
di tempat kerja
3. Pengobatan (Kuratif)
Usaha ini dengan pengobatan dan perawatan yang sempurna agar
penderita sembuh kembali dan tidak cacat. Bila sudah terjadi kecacatan, maka
dicegah agar kecacatan tersebut tidak bertamabah berat (dibatasi), fungsi dari
alat tubuh yang menjadi cacat ini dipertahankan semaksimal mungkin.
4. Pemulihan (Rehabilitatif)
Rehabilitasi adalah usaha untuk mengembalikan bekas penderita ke
dalam masyarakat, sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat
yang berguna untuk dirinya dan masyarakat, semaksimalnya sesuai dengan
kemampuannya.

D. Definisi Sehat dan Sakit


Sehat menurut kesehatan dunia (WHO) adalah suatu keadaan sejahtera yang
meliputi fisik, mental dan sosial yang tidak hanya bebas dari penyakit atau kecacatan.
Menurut UU No. 9 Th 1960, tentang pokok-pokok kesehatan RI, Bab 1, pasal
2 didefinisikan sbb: “ Kesehatan adalah keadaan yang meliputi kesehatan badan,
rohani (mental), dan sosial bukan hanya keadaan yang bebas dari penyakit, cacat, dan
kelemahan”.
Sedangkan menurut UU RI No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan Bab 1 pasal
1. “Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomis”

E. Konsep Penyebab Penyakit


Pada umumnya peralihan dari suatu keadaan sehat ke keadaan sakit hanya pada

batas yang tidak jelas. Proses yang terjadi pada umumnya didahului dengan kondisi

keterpaparan (exposured) terhadap unsur tertentu, yang sekaligus disertai dengan

keadaan pejamu dalam kondisi kerentanan tertentu untuk menjadi sakit.


Keterpaparan

Keterpaparan adalah Suatu keadaan di mana pejamu berada pada pengaruh atau

berinteraksi dengan unsur penyebab primer maupun sekunder atau dengan unsur

lingkungan yang dapat mendorong proses terjadinya penyakit. Dengan demikian untuk

menilai tingkat keterpaparan, harus selalu dihubungkan dengan sumber dan sifat unsur

penyebab, keadaan pejamu yang mengalami keterpaparan tersebut serta cara

berlangsungnya proses keterpaparan.

Adapun faktor yang berhubungan erat dengan unsur penyebab antara lain:

 lingkungan di mana unsur penyebab berada atau lingkungan di mana pejamu dan

penyebab berinteraksi;

 sifat dan jenis dari unsur penyebab tersebut; dan

 unsur pejamu sebagai sifat individu yang bervariasi dalam hubungannya dengan

unsur penyebab serta hubungannya dengan sifat maupun bentuk keterpaparan

seperti sifat patologis karakteristik dari pejamu terhadap penyebab serta sifat

intimasi (erat tidaknya) kontak antara pejamu dengan penyebab.

Adapun keterpaparan yang berhubungan erat dengan unsur pejamu antara lain

sifat karakteristik pejamu secara perorangan individu serta sifat karakteristik kelompok
sosial tertentu. Sedangkan sifat kekebalan tiap pejamu secara perorangan dalam

masyarakat, akan sekaligus memenuhi kedua sifat tersebut tadi, karena tingkat

kekebalan perorangan yang membentuk suatu kelompok masyarakat tertentu akan

menentukan tingkat kekebalan masyarakat tersebut.

Faktor lainnya yang erat hubungannya dengan derajat keterpaparan antara lain:

 sifat keterpaparan, yakni apakah prosesnya hanya terjadi satu kali saja, atau

beberapa kali, ataukah proses keterpaparan tersebut berlangsung terus menerus

dalam suatu jangka waktu yang cukup panjang.

 sifat lingkungan di mana proses keterpaparan terjadi, yakni apakah keadaan

lingkungan tersebut lebih menguntungkan pejamu atau sebaliknya, dan

 tempat dan keadaan konsentrasi dari unsur penyebab yang menimbulkan

keterpaparan.

Faktor tempat sangat erat hubungannya dengan lingkungan di mana unsur

penyebab berinteraksi/mempengaruhi pejamu, sedangkan konsentrasi dari unsur

penyebab akan sangat mempengaruhi derajat keterpaparan dari pejamu.

Kerentanan

Kerentanan adalah keadaan di mana pejamu mempunyai kondisi yang mudah

dipengaruhi/berinteraksi dengan unsur penyebab sehingga memungkinkan timbulnya

penyakit. Pada umumnya, dalam proses kejadian penyakit, tampak bahwa tidak satu

pun penyakit yang memiliki nilai yang terbatas walau bagaimanapun sederhananya

proses kejadiannya.
Peranan kerentanan sangat berpengaruh dalam hasil akhir suatu proses kejadian

penyakit, apakah proses tersebut akan berakhir sebagai penderita, meninggal, atau tidak

ada perubahan yang jelas. Dengan demikian, peranan kerentanan individu yang

berbeda dalam masyarakat dapat menimbulkan keadaan yang sering disebut dengan

“fenomena Gunung es” (iceberg phenomena). Keadaan demikian ini bukan hanya

berlaku pada penyakit menular/infeksi, tetapi dapat juga pada penyakit non-infeksi

serta pada penyakit gangguan perilaku sosial.

Pada penyakit infeksi/menular, hasil akhir dari suatu proses kejadian penyakit dapat

berupa:

 penderita meninggal;

 penderita dengan gejala klinis yang jelas;

 penderita dengan gejala klinis ringan, atau gejala yang tidak jelas/tidak spesifik

untuk penyakit tertentu atau dengan gejala samar-samar sehingga sulit/tidak

dapat ditentukan/didiagnosis secara klinis; dan

 terjadi proses infeksi tetapi tanpa gejala sama sekali.

Sedangkan pada penyakit non-infeksi, akan terjadi hasil akhir yang kemungkinan

dalam bentuk:

 penderita meninggal;
 penderita sakit berat/sakit dengan gejala yang berat atau sampai mengalami

cacat;

 penderita yang hanya dengan gejala ringan, sehingga mampu menyesuaikan

diri dalam kehidupannya sehari-hari; atau

 penderita yang tanpa gejala sama sekali dan tidak mengalami perubahan baik

secara struktural/anatomis, maupun secara faal/filosofis.

 Peranan faktor keterpaparan dan kerentanan sangat penting dalam epidemiologi

karena faktor kerentanan serta keadaan kekebalan masyarakat serta sifat

penyakit dalam masyarakat selalu diperhitungkan dalam setiap kegiatan

epidemiologis. Kedua faktor tersebut sangat erat hubungannya dengan faktor

"risk" yakni tingkat/besarnya risiko untuk mengalami proses penyakit atau

untuk menjadi sakit.

Dalam kegiatan pengamatan ataupun penelitian epidemiologi, peranan faktor

kerentanan memegang peranan yang cukup penting. Khusus untuk pengamatan

penyakit menular/infeksi, harus selalu diperhitungkan derajat kerentanan terhadap

proses infeksi serta kemampuan individu dan masyarakat dalam menghadapi/melawan

proses terjadinya penyakit. Sering dijumpai adanya proses infeksi yang terjadi tetapi

tidak menimbulkan penyakit. Sedangkan pada penyakit bukan infeksi, faktor dan

derajat kerentanan terhadap suatu unsur penyebab tertentu, mungkin akan

menimbulkan dampak tertentu dalam bentuk peningkatan proses penyakit, baik dalam
bentuk memperkuat pengaruh, ataupun dalam bentuk meningkatkan kekuatan unsur-

unsur penyebab tersebut.

Dalam perhitungan frekuensi penyakit, faktor kerentanan memegang peranan

yang sangat penting dan merupakan bagian dalam perhitungan rate insidensi maupun

rate prevalensi. Faktor ini juga diperhitungkan dalam menilai hasil akhir penyakit

dalam masyarakat umpamanya angka kematian suatu penyakit (case fatality rate

maupun mortality rate) serta nilai-nilai rate lainnya. Begitu pula dalam penelitian

epidemiologi, termasuk penelitian eksperimental serta dalam penilaian hasil usaha

pencegahan dan penanggulangan penyakit tertentu, faktor kerentanan selalu

diperhitungkan.

Dalam proses terjadinya penyakit, dikenal adanya faktor kerentanan khusus.

Faktor kerentanan khusus ini ada yang diketahui peranannya secara langsung dan jelas,

tetapi adapula yang tidak jelas peranannya dalam suatu proses kejadian penyakit

tertentu. Berbagai sifat karakteristik pejamu seperti umur, jenis kelamin, ras, dan

lainnya sangat erat hubungannya dengan sifat kerentanan terhadap berbagai penyakit

walaupun pada beberapa keadaan sulit dikenal secara langsung hubungannya dengan

derajat kerentanan. Pada beberapa penyakit menular, umur sangat menentukan hasil

akhir dari suatu proses penyakit. Sedangkan pada beberapa penyakit tertentu, peranan

kerentanan khusus sangat jelas, umpamanya status gizi dengan proses terjadinya/hasil

akhir penyakit tuberkulosis, serta hubungan tonsilektomi dengan kerentanan terhadap

polio dan lain sebagainya.


Hubungan antara derajat keterpaparan dengan kondisi kerentanan dalam

proses terjadinya penyakit

Kondisi Keadaan kekebalan

Keterpaparan Rentan Kebal

Positif Sakit Tidak sakit

Negatif Tidak Sakit Tidak sakit

Dengan memperhatikan gambar di atas, maka jelas bagi kita bahwa, seseorang

dapat menjadi sakit apabila orang tersebut mengalami keterpaparan terhadap unsur

penyebab tertentu, (primer maupun sekunder) dan di lain pihak orang tersebut

sekaligus berada pada tingkat kerentanan tertentu. Kedua faktor keterpaparan dan

kerentanan sangat dipengaruhi pula oleh berbagai unsur terutama unsur lingkungan dan

unsur pejamu. Oleh sebab itu, dalam epidemiologi terapan, keadaan ini harus betul-

betul disadari, terutama tingkat kuantitas maupun kualitas/derajat serta sifat dan bentuk

dari unsur yang menimbulkan keterpaparan.

Konsep penyebab penyakit

Penyebab penyakit adalah Sebuah peristiwa, kondisi, karakteristik/kombinasi

dari faktor2 tersebut yang memegang peranan penting dalam timbulnya penyakit.

Penyebab itu harus mendahului akibat (mis. penyakit).


Pengertian penyebab penyakit dalam epidemiologi berkembang dari rantai sebab

akibat ke suatu proses kejadian penyakit, yakni proses interaksi antara manusia

(pejamu) dengan berbagai sifatnya (biologis, fisiologis, sosiologis, antropologi,)

dengan penyebab (agen) serta

dengan lingkungan.

Teori penyebab penyakit :

1. Teori contagion

Penyakit terjadi akibat kontak antara satu orang dengan orang lain

Berawal dari pengamatan terhadap penyakit kusta di Mesir

2. Teori hippocrates

Penyakit timbul akibat pengaruh lingkungan (air, udara, tanah, cuaca,

dll)Tidak dijelaskan kedudukan manusia dalam interaksi tersebut. Tidak

dijelaskan faktor lingkungan bagaimana yang dapat menimbulkan

penyakit

3. Teori humoral

Penyakit timbul akibat gangguan dari keseimbangan cairan dalam

tubuh.Tubuh terdiri dari 4 cairan (putih, kuning, merah dan hitam) 

Bila terjadi ketidak keseimbangan, timbul penyakit. Jenis penyakit

tergantung pada jenis cairan yang dominan. Berkembang dari Cina

4. Teori miasma

Miasma artinya udara buruk Penyakit bermunculan karena air

tergenang, angin malam, udara kotor dari perut bumi berpengaruh


terhadap kesehatan manusia Penyakit timbul akibat sisa makhluk hidup

yang mengalami pembusukan sehingga menyebabkan pengotoran udara

dan lingkungan sekitarnya.

5. Teori jasad renik

Penyakit disebabkan oleh jasad renik. Pada teori ini jasad renik (germ)

dianggap sebagai penyebab tunggal penyakit. Berkembang setelah

ditemukannya mikroskop. Pada teori ini jasad renik atau kuman

dianggap penyebab tunggal penyakit. Penemuan mikroskop oleh

Leewenhook telah membantah teori miasma.

Pendukung teori germ :

Edward Jenner ➔ penemu vaksin cacar

Louis Pasteur ➔ penemu vaksin rabies

Robert Koch ➔ penemu basil myobacterium tuberculosis

6. Teori Ekologi Lingkungan


Manusia berinteraksi dengan berbagai faktor penyebab dalam
lingkungan tertentu. Pada keadaan tertentu akan menimbulkan
penyakit.

Konsep Dasar Timbulnya Penyakit


Untuk mempelajari konsep terjadinya penyakit, ada tiga macam model pendekatan,
yaitu:
1. Segitiga Epidemiologi (Epidemiologic Triangle)
2. Roda (Wheel)
3. Jaring-jaring sebab akibat (The Web of causation)
KONSEP PENYEBAB PENYAKIT

Secara epidemiologis, kejadian suatu penyakit umumnya berkaitan dengan


sejumlah penyebab, sebaliknya satu penyebab bisa mengakibatkan beberapa penyakit.
1. Faktor Pejamu (host)
Pejamu adalah manusia atau makhluk hidup lainnya, termasuk burung dan
artropoda, yang menjadi tempat terjadinya proses alamiah perkembangan
penyakit. Yang berkaitan dengan faktor pejamu antara lain: umur, jenis
kelamin, ras, genetik, anatomi tubuh,status gizi.
2. Faktor Agen (penyebab)
Agen penyebab adalah suatu unsur, organisme hidup, atau kuman infektif yang
dapat menyebabkan terjadinya suatu penyakit. Yang termasuk agen penyebab
antara lain unsur biologis, nutrisi, kimia, dan fisika. Selain itu faktor gaya hidup
juga termasuk ke dalam agen penyebab.
3. Faktor Lingkungan (environment)
Faktor lingkingan adalah semua faktor luar dari suatu individu yang dapat
berupa lingkungan fisik, biologis, dan sosial.
SEGITIGA EPIDEMIOLOGI (EPIDEMIOLOGIC TRIANGLE)

Model 1.
Model 2

Model 3
Model 4.

TRIAS 1 – FAKTOR AGEN


Agen sebagai penyebab penyakit dapat berupa unsur hidup atau mati, terdiri atas 5
kelompok :
1. Agen biologis
Yang termasuk ke dalam agen biologis, yaitu: virus, bakteri, protozoa, jamur,
cacing, dan insekta.
2. Agen kimiawi
Yang termasuk ke dalam agen kimiawi, yaitu: dari luar tubuh (zat racun, obat,
senyawa kimia) dan dari dalam tubuh (ureum, kolesterol)
3. Agen Fisika
Yang termasuk ke dalam agen fisika, yaitu: panas (luka bakar), irisan,
tikaman, pukulan, radiasi, dan lain lain.
4. Agen Nutrisi
Yang termasuk ke dalam agen nutrisi seperti: kekurangan atau kelebihan
nutrisi seperti : Protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, dan air.
5. Agen Psikis
Yang termasuk ke dalam agen psikis seperti: penyebab penyakit jiwa dan
gangguan tingkah laku.
TRIAS 2 – FAKTOR HOST (PENJAMU)
Intrinsic factors yang mempengaruhi individu untuk terpapar, kepekaan
(susceptibility), atau berespon terhadap agen penyebab penyakit.
Contoh : umur, sex, suku bangsa, dan perilaku adalah beberapa faktor yang
menentukan risiko seseorang untuk terpapar terhadap agen.
Umur, komposisi gen, nutrisi, dan status imun adalah faktor2 yang
mempengaruhi kepekaan dan respon individu terhadap agen.
TRIAS 3 – FAKTOR LINGKUNGAN
Extrinsic factors yang mempengaruhi agen dan peluang untuk terpapar, meliputi
1. Faktor fisika (e.g. iklim, karakteristik geologis)
2. Faktor biologis (e.g. vectors – serangga yang menyebarkan agen); dan
3. Faktor struktural (e.g. kepadatan rumah, dan akses terhadap pelayanan kesehatan
dan sanitasi).
RODA (WHEEL)
Memerlukan identifikasi dari berbagai faktor yang berperan dalam timbulnya
penyakit dengan tidak mementingkan pentingnya agent. Besarnya peran dari masing-
masing factor bergantung pada penyakit yang bersangkutan

Lingkungan
sosial
Hos

Inti
Genetik Lingkungan
Lingkungan Biologis
Fisik
1. Peranan lingkungan sosial lebih besar dari yang lainnya pada stress mental.
2. Peranan lingkungan fisik lebih besar dari yang lainnya pada sunburn.
3. Peranan lingkungan biologis lebih besar dari yang lainnya pada penyakit lewat
vektor (malaria).
4. Peranan inti genetik lebih besar dari yang lainnya pada penyakit keturunan.

JARING – JARING SEBAB AKIBAT (THE WEB CAUTION)


Suatu penyakit tidak tergantung pada satu sebab yang berdiri sendiri melainkan
sebagai akibat dari serangkaian proses sebab-akibat sehingga penyakit dapat dicegah
dengan memotong rantai pada berbagai titik.
WEB OF CAUSATION

Pendidikan Pengetahuan
Rendah gizi rendah

Komsumsi makanan
tidak memadai

Produksi bahan
makanan rendah
KEMISKINAN PENYAKIT
Daya beli rendah KURANG
GIZI

Daya tahan
Fasilitas tubuh dan
kesehatan Kesehatan kurang penyerapan
kurang zat gizi
terganggu
KRITERIA KAUSASI
1. Pendekatan model penyebab penyakit masih membutuhkan pertimbangan yang
mendalam dengan studi yang cermat untuk sampai pada keputusan hubungan
kausal (sebab akibat).
2. Penentuan kausasi membutuhkan bukti bukti yg ada.
3. Austin Bradford Hill (1965) membuat kriteria yang dapat sebagai panduan
penentuan apakah sesuatu merupakan penyebab.

POLA PERKEMBANGAN PENYAKIT


Suatu penyakit (menular) tidak hanya selesai sampai pada jatuh sakitnya
seseorang, tetapi cenderung untuk menyebar. Dalam proses perjalanan penyakit,
perpindahan agen dari pejamu ke reservoir atau sebaliknya, harus melalui pintu masuk
tertentu (portal of entry) calon penderita baru dan kemudian untuk berpindah ke
penderita baru lainnya, kuman akan melalui pintu keluar (portal of exit).
Portal of entry/portal of exit:
1. Melalui konjungtiva, yang biasanya hanya dijumpai pada beberapa penyakit
mata tertentu.
2. Melalui saluran nafas (hidung & tenggorokan): melalui droplet sewaktu
reservoir/ penderita bicara, bersin, atau batuk atau melalui udara pernapasan.
3. Melalui Pencernaan: baik bersama ludah, muntah maupun bersama tinja.
4. Melalui Saluran urogenitalia, biasanya bersama sama dengan urin atau zat lain
yang keluar dari saluran tersebut
5. Melalui Luka pada kulit ataupun mukosa
6. Secara Mekanik, seperti suntikan atau gigitan pada beberapa penyakit tertentu

METODE TRANSMISI
Setelah unsur penyebab telah meninggalkan reservoir maka untuk mendapatkan
potensial yang baru, harus berjalan melalui suatu lingkaran perjalanan khusus atau
suatu jalur khusus yang disebut jalur penularan. Secara garis besarnya, jalur penularan
dapat dibagi menjadi dua, yaitu: penularan langsung yakni penularan yang terjadi
secara langsung dari penderita atau reservoir, ke pejamu potensial yang baru,
sedangkan, penularan tidak langsung adalah penularan yang terjadi melalui media
tertentu seperti media udara (air borne), melalui benda tertentu (vechicle borne), dan
melalui vector (vector borne).
1. Transmisi Langsung
Penularan langsung oleh mikroba patogen ke pintu masuk yang sesuai dari
pejamu. Sebagai contoh adalah adanya sentuhan, gigitan, ciuman, atau adanya droplet
nuclei saat bersin, batuk, berbicara atau saat transfusi darah dengan darah yang
terkontaminasi mikroba patogen.
2. Transmisi Tidak Langsung
Penularan mikroba patogen yang memerlukan media perantara baik berupa
barang/bahan, air, udara, makanan/minuman, maupun vektor.
a. Vehicle Borne
Sebagai media perantara penularan adalah barang/bahan yang terkontaminasi
seperti peralatan makan, minum, alat-alat bedah/kebidanan, peralatan
laboratorium, peralatan infus/transfusi.
b. Vektor Borne
Sebagai media perantara adalah vektor (serangga) yang memindahkan mikroba
patogen ke pejamu melalui cara mekanis dan biologis
c. Food Borne
Makanan dan minuman adalah media perantara yang cukup efektif untuk
menyebarnya mikroba patogen ke pejamu, yaitu melalui saluran cerna.
d. Water Borne
Tersedianya air bersih baik secara kuantitatif maupun kualitatif, terutama untuk
kebutuhan rumah sakit adalah mutlak. Kualitas air yang meliputi aspek fisik,
kimiawi, dan bakteriologis diharapkan terbebas dari mikroba patogen sehingga
aman untuk dikonsumsi. Jika tidak, sebagai media perantara, air sangat mudah
menyebarkan mikroba patogen ke pejamu, melalui pintu masuk saluran cerna
atau yang lainnya.
e. Air Borne
Udara sangat mutlak diperlukan oleh setiap orang, namun adanya udara yang
terkontaminasi oleh mikroba patogen sangat sulit untuk dideteksi. Mikroba
patogen dalam udara masuk ke saluran nafas pejamu dalam bentuk droplet
nuclei yang dikeluarkan oleh penderita saat batuk atau bersin, bicara atau
bernafas, melalui mulut atau hidung. Sedangkan debu merupakan partikel yang
dapat terbang bersama partikel lantai/tanah. Penularan melalui udara ini
umumnya mudah terjadi di dalam ruangan yang tertutup seperti di dalam
gedung, ruangan/bangsal/kamar perawatan, atau pada laboratorium klinik.

PROSES TERJADINYA PENYAKIT


Gejala penyakit yang timbul merupakan suatu tanda bahwa ada sesuatu yang
tidak beres pada badan kita. Gejala itu ada yang dapat dilihat, dirasa, dicium, atau
diukur. Ada gejala yang dapat dirasakan oleh pasien, ada pula gejala yang baru dapat
diketahui oleh seorang dokter/perawat sewaktu diadakan pemeriksaan. Apabila tingkat
kesakitan dalam suatu populasi penduduk diketahui, maka kita perlu membedakan
antara populasi yang mempunyai dan tidak mempunyai penyakit yang spesifik. Pada
prakteknya cara membedakannya sangat sulit. Umumnya penyakit-penyakit menahun
mempunyai sejarah alamiah penyakit (Natural history of disease) yang menarik.
Adanya sejarah alamiah dari suatu penyakit dapat dipakai sebagai cara dalam usaha
pencegahan attaupun pengontrolan dari penyakit tersebut.
Tingkatan dari sejarah alamiah suatu penyakit (Natural history of disease) adalah
tingkat kepekaan, berikut.
1. Tingkat kepekaan (stage of susceptibility)
Pada tingkat ini penyakit belum nampak, tetapi telah ada suatu hubungan antara
host (induk semang), agent (penyebab penyakit), dan environment(lingkungan).
Adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara ketiga faktor tersebut di atas, akan
menimbulkan suatu hal yang disebut faktor risiko (risk factor).
Sebagai contoh ialah sebagai berikut.
Seseorang yang berbadan gemuk dengan kadar kolesterol dan tekanan darah yang
tinggi disertai perokok berat, maka orang tersebut akan mempunyai resiko mendapat
serangan jantung koroner.
Faktor risiko pada tingkat kepekaan ini dapat dipengaruhi oleh berbagai hal, yaitu
sebagai berikut.
 Umur seseorang
 Jenis kelamin
 Gaya hidup seseorang (life style)
 Keadaan budaya
 Dan lain-lain
2. Tingkat sebelum sakit (stage of presymtomatic disease)
Pada tingkat ini penyakit belum tampak. Adanya faktor kepekaan dan interaksi
antara Host, Agent, dan Environment, akan timbul dan mulai tampak adanya
perubahan-perubahan secara patologis. Walaupun demikian, perubahan-perubahan ini
masih tetap berada di bawah garis yang disebut linical horizon, yaitu garis perbatasan
antara keadaan penyakit yang sudah jelas tanda-tandanya (secara klinis) dan terjadiya
perubahan secara patologis. Perubahan atherosklerotik pada pembuluh darah koroner,
sebelum ada tanda-tanda stroke (mati mendadak).
3.Tingkat sakit secara klinis (stage of clinical disease)
Pada tingkat ini terjadi perubahan secara anatomis dan fungsional. Adanya
perubahan tersebut akan menimbulkan gejala dan tanda-tanda dari suatu penyakit. Pada
tingkat sakit secara klinis ini suatu penyakit dapat diklasifikasikan, misalnya
berdasarkan lokasi, gambaran histologis serta fungsionalnya (psychososial).
4. Tingkat kecacatan (stage of disability)
Ada penyakit yang dapat sembuh dengan sendirinya tanpa diberikan suatu
pengobatan. Ada pula penyakit yang tetap berlangsung sampai lama walaupun sudah
mengalami pengobatan dan dalam hal ini dapat menimbulkan kerusakan pada bagian
tubuh dan akan memberikan kecacatan. Risiko dari keadaan tersebut adalah makin
lamanya proses penyakit tersebut yang bisa menimbulkan cacat pada bagian tubuh
tertentu.
Sebagai contoh adalah penykit virus tertentu (campak) dapat sembuh dengan
sendirinya.akan tetapi jika kondisi penderita amat jelek dan tanpa pengobatan, dapat
menimbulkan komplikasi radang otak. Tingkat kecacatan sebenarnya dapat diartikan
dalam beberapa pengertian. Pengertian cacat dalam masyarakat dapat berarti
terbatasnya aktivitas seseorang, misalnya terbatasnya komunikasi seseorang karena ia
tuli.

FAKTOR LINGKUNGAN
Timbulnya penyakit akibat kerja bisa didukung oleh salah satu faktor seperti
faktor lingkungan kerja. Berikut adalah beberapa jenis faktor lingkungan yang
menyebabkan terjangkitnya penyakit akibat kerja, diantaranya adalah :
1. Faktor Lingkungan Biologi yaitu segala flora dan fauna yang berada di sekitar
manusia yang antara lain meliputi :
 Beberapa mikroorganisme patogen dan tidak patogen;
 Vektor pembawa infeksi
 Berbagai binatang dan tumbuhan yang dapat mempengaruhi kehidupan
manusia, baik sebagai sumber kehidupan (bahan makanan dan obat-
obatan),maupun sebagai reservoir/sumber penyakit atau pejamu antara (host
intermedia)
 Fauna sekitar manusia yang berfungsi sebagai vektor penyakit tertentu terutama
penyakit menular.
Lingkungan biologis tersebut sangat berpengaruh dan memegang peranan yang penting
dalam interaksi antara manusia sebagai pejamu dengan unsur penyebab, baik sebagai
unsur lingkungan yang menguntungkan manusia (sebagai sumber kehidupan) maupun
yang mengancam kehidupan / kesehatan manusia.
2. Faktor Lingkungan Fisik yaitu Keadaan fisik sekitar manusia yang berpengaruh
terhadap manusia baik secara langsung, maupun terhadap lingkungan biologis dan
lingkungan sosial manusia (termasuk unsur kimiawi serta radiasi) meliputi :
 Udara keadaan cuaca, geografis, dan golongan
 Air, baik sebagai sumber kehidupan maupun sebagai bentuk pemencaran pada
air, dan
 Unsur kimiawi lainnya pencemaran udara, tanah dan air, radiasi dan lain
sebagainya.
 Lingkungan fisik ini ada yang termasuk secara alamiah tetapi banyak pula yang
timbul akibat manusia sendiri
3. Faktor Lingkungan Sosial yaitu Semua bentuk kehidupan sosial budaya, ekonomi,
politik, sistem organisasi. Serta instusi/peraturan yang berlaku bagi setiap individu
yang membentuk masyarakattersebut. Lingkungan sosial ini meliputi :
 Sistem hukum, administrasi dan lingkungan sosial politik, serta sistem ekonomi
yang berlaku;
 Bentuk organisasi masyarakat yang berlaku setempat
 Sistem pelayanan kesehatanserta kebiasaan hidup sehat masyarakat setempat,
dan
 Kebiasaan hidup masyarakat
 Kepadatan penduduk. Kepadatan rumah tangga, serta berbagai sistem
kehidupan sosial lainnya.
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi
lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan,
pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan
hidup (Mitra Info, 2000). Pengelolaan lingkungan hidup diselenggarakan dengan asas
tanggung jawab negara, asas keberlanjutan, dan asas manfaat bertujuan untuk
mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam
rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat
Indonesia seutuhnya yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar
dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumberdaya, ke dalam
proses pembangunan untuk menjamin kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa
kini dan generasi masa depan.
Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk
hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan
manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan
lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Tindakan yang
menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan/atau
hayatinya yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam
menunjang pembangunan berkelanjutan, disebut perusakan lingkungan hidup.
Berdasarkan Undang-undang No.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup pasal 1 ayat (1) bahwa lingkungan hidup adalah segala kesatuan
ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan
perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan
manusia serta makhluk hidup lain.
Dari bunyi undang-undang tersebut maka dapat disimpulkan bahwa lingkungan
terdiri dari 2 komponen yaitu komponen hidup (makhluk hidup) dan komponen tak
hidup yang saling berinteraksi membentuk suatu sistem. Organisme-organisme hidup
dengan lingkungannya berhubungan erat tak terpisahkan dan saling pengaruh
mempengaruhi satu dengan lainnya. Hal ini berarti bahwa hubungan antara komponen
hidup dengan komponen tak hidup bersifat dinamis dan membentuk suatu sistem
ekologis. Satuan yang mencakup semua organisme di dalam komunitas pada suatu
daerah yang saling berinteraksi dengan lingkungan fisiknya dan hal ini mengakibatkan
terjadinya arus energi dan siklus materi yang mengarah ke struktur makanan.
Sedangkan pengertian ekosistem yaitu tatanan unsur lingkungan hidup yang
merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk
keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup
Sumber daya adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya
manusia (SDM), sumber daya alam hayati (SDH), sumber daya alam non-hayati/fisik
(SDF), dan sumber daya buatan (SDB).
Sumber daya air merupakan sumber daya alam non hayati dan dapat diperbaharui,
artinya air termasuk sumber daya alam yang jika habis dapat diperbaharui lagi. Namun
jika badan air terus menerus tercemar limbah maka suatu saat air yang bersih akan
langka.
KONSEP MORBIDITAS DAN MORTALITAS
(UKURAN KES DAN PENYAKIT)
dr. Dahlia MARS

A. KONSEP DASAR
Indikator derajat kesehatan terbagi atas angka kesakitan (morbidity) dan angka
kematian (mortality). Adapun morbidity dan mortality dilakukan di negara maju
(pencatatan) dan negara berkembang (survei).
I. ANGKA KESAKITAN (Morbidity)
Sakit adalah suatu keadaan dimana seseorang menderita kalainan atau gang-
guan fungsi dari organ-organ tubuhnya. Adapun penyebab dari sakit ialah :
a) Mikroorganisme
b) Zat Kimia
c) Penuaan (usia lanjut)
d) Bawaan (herediter)
e) Kecelakaan
f) Bencana alam
Adapun berdasar dari sumbernya, penyebabnya terbagi menjadi :
a) Intern : Bawaan (herediter) dan penuaan (usia lanjut).
b) Ekstern : Mikroorganisme, zat kimia, kecelakaan, dan bencana alam.
Adapun berdasar faktor endogen dan eksogen, penyebabnya terbagi menjadi :
a) Endogen : Bawaan (herediter), habitus (perawakan), dan penuaan (usia lanjut).
b) Eksogen : Nyata dan hidup (mikroorganisme, seperti Bakteri, Virus, Rickettsia,
Jamur, Protozoa, Cacing), nyata tidak hidup (Zat kimia, Trauma (ruda paksa)
Makanan, dan yang abstrak (Ekonomi, Sosial, Kejiawaan)
Dalam pengukuran peristiwa sakit, didapatkan beberapa kendala, seperti :
 Sakit dpt berlangsung dlm suatu periode tertentu.
 Ada bbrp jenis penyakit sering kambuh.
 Perbedaan berat ringannya suatu penyakit.
 Komplikasi.
Terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan didalam pengumpulan data
morbiditas, yakni :
 Sumber laporan
 Penentuan sakit tidaknya seseorang
 Penentuan diagnosis
 Umur
 Jenis kelamin
 Pekerjaan
 Tempat kejadian
 Jumlah penderita dan peristiwa sakit
 Jumlah penderita baru dan lama
 Lamanya penyakit berlangsung
Sumber data sakit bisa didapatkan dari tempat pelayanan kesehatan atau lembaga
survei kesehatan misalnya :
 Rumah sakit
 Puskesmas
 Poliklinik
 Tempat praktek raktek swasta
 Perusahaan asuransi kesehatan
 Hasil survei.
 Kantor BPS.

I.1 Ukuran Penentuan Angka Kesakitan


 Angka Insidens (Incidence Rate)
Insidens Rate adalah jumlah kasus baru dari suatu penyakit tertentu yang
timbul atau dilaporkan selama satu periode dalam suatu wilayah, untuk tiap
1000 penduduk pada pertengan periode yang sama.
Jumlah kasus baru dari suatu penyakit yang dilaporkan
dalam suatu periode
Rumus = ------------------------------------------------------------------- X 1000
Jumlah penduduk pada pertengan periode yang sama

Contoh :
Penduduk Kab. Barru pada thn. 2016 tercatat 346.237 jiwa, pada bulan
Pebruari terjadi kasus baru penyakit DBD sebanyak 32 orang, pada bulan
April 43 orang, Juni 23 orang, Desember 41 orang.

Incidence Rate = ?

 Angka Periode Prevalensi ( Prevalence Periode Rate)


Yaitu jumlah penderita penyakit tertentu yang ada selama satu periode dalam
suatu wilayah, untuk tiap 1000 penduduk pada pertengan periode yang sama.
Jumlah penderita penyakit tertentu selama
satu periode
PPR = ----------------------------------------------------------------- X 1000
Jumlah penduduk pada pertengan periode
yang sama
Contoh :
Penduduk Kab. Barru pada thn. 2016 tercatat 346.237 jiwa, pada bulan
Pebruari terjadi kasus penyakit Diare sebanyak 32 orang kasus baru dan 89
orang kasus lama, pada bulan April 43 orang kasus baru dan 95 orang kasus
lama, Juni 23 orang kasus baru dan 65 orang kasus lama, Desember 41 orang
kasus baru dan 97 kasus lama.

PPR = ?

 Angka Prevalensi Titik (Point Prevalence Rate)


Yaitu jumlah kasus suatu penyakit pada satu saat tertentu dalam suatu
wilayah, untuk tiap 1000 penduduk pada saat itu.

Jumlah kasus suatu penyakit pada satu saat


Rumus = ----------------------------------------------------------------- X 1000
Jumlah penduduk saat itu

Contoh :
Jumlah murid SD Mangkura sebanyak 345 anak, kemarin ada 15 orang
menderita penyakit Campak, hari ini ditemukan lagi sebanyak 10 anak
menedrita penyakit yang sama.

Point Prev Rate = ?

 Angka Rata-rata Lama Sakit (Average Duration of Illness)


Jumlah semua lamanya penyakit tertentu berlangsung untuk tiap peristiwa
penyakit tertentu.
Jumlah semua lamanya penyaakit berlangsung
Rumus = -------------------------------------------------------------- X 1000
Jumlah peristiwa penyakit tersebut

Contoh :
Pada bulan Nopember 2015 terjadi kasus penyakit Malaria, dengan jumlah
penderita sebanyak 4 orang, penderita 1 sakit selama 7 hari, penderita 2 sakit
selama 12 hari, penderita 3 sakit selama 9 hari dan yang terkahir sakit selama
6 hari

Average Duration of Illness = ?

 Hubungan antara prevalens suatu periode tertentu berbanding lurus dengan


perkalian antara insidens pada periode yang sama dan lamanya sakit, yang
dinyatakan dalam satuan periode termaksud.

Rumus = P=IxD
P = Prevalensi
I = Insidensi
D = Lamanya sakit

 Rasio Imaturitas (Immaturity Ratio)


Yaitu jumlah bayi yang lahir hidup dengan berat badan kurang dari 2.500
gram (imatur) selama satu periode dalam suatu wilayah untuk tiap 100
kelahiran hidup pada periode yang sama.
Jumlah kelahiran hidup dengan BB (– 2.500)
selama satu periode tertentu
Rumus = ------------------------------------------------------------------ X 100
Jumlah kelahiran hidup pada periode yang sama

Contoh :
Jumlah kelahiran hidup di Kab. Bone sebanyak 263 KH. Yang lahir dengan
berat badan diatas 2.500 grm sebanyak 224 bayi, hitung berapa Immaturiy
Rasio nya.

Jumlah kelahiran hidup dengan BB (– 2.500)


selama satu periode tertentu
IR = ------------------------------------------------------------------ X 100
Jumlah kelahiran hidup pada periode yang sama

 Angka Serangan Kedua (Secondary Attack Rate)


Yaitu jumlah kasus tambahan karena kontak dengan sumber primer dengan
masa inkubasi maksimum, untuk tiap 100 jumlah kasus yang bisa menular.

Jumlah kasus tambahan yang kontak


Rumus = ---------------------------------------------------------------- X 100
Jumlah kasus yang bisa tertular

Contoh :
Desa A berpenduduk 237 jiwa, pada bulan Nopember 2017 terjadi kasus
penyakit DHF, minggu pertama terjadi kasus sebanyak 34 kasus, minggu ke II
ditemukan 7 kasus baru, hitung Secondary Attack Rate nya berapa ?
Jumlah kasus tambahan yang kontak
SAR = ---------------------------------------------------------------- X 100
Jumlah kasus yang bisa tertular

II. ANGKA KEMATIAN (Mortalitality )


Mati ialah suatu keadaan menghilangnya semua tanda-tanda kehidupan secara
permanen, yang terjadi setiap saat setelah kelahiran hidup (WHO).
Adapun faktor yang terkait dengan kematian, yakni :
a) Sumber data
b) Jumlah dan distribusi penduduk serta umur
c) Sebab-sebab kematian
d) Tempat terjadinya kematian

II.1 Ukuran Penentuan Angka Kesakitan


Adapun ukuran kematian terbagi atas :
a) Angka kematian kasar (CDR)
b) Angka kematian khusus yang berhubungan dgn umur.
c) Angka kematian yang berhubungan dengan waktu kejadian kematian.
d) Angka kematian yang berhubungan dengan keadaan (sebab kematian).

 Angka Kematian Kasar (Crude Death Rate)


Yaitu jumlah semua kematian selama satu periode, untuk tiap 1000 penduduk
dalam suatu wilayah tertentu, pada pertengahan tahun periode yang sama.

Jumlah kematian dalam suatu periode


CDR = -------------------------------------------------------------- X 1000
Jumlah penduduk pada pertengahan
tahun periode tsb.
Contoh :
Pada tahun 2016, tercatat Kabupaten Bone mempunyai jumlah penduduk
sebanyak 732. 484 jiwa, berdasarkan laporan, jumlah kematian akibat penyaki
malaria sebanyak 23 orang, penyakit diare sebanyak 12 orang, penyakit jantung
56 orang, penyakit kanker 47 orang, penyakit demam berdarah 4 orang,
kematian akibat kecelakan lalu lintas 38 orang dan lain-lain 123 orang,
Hitung berapa CDR di kabupaten Bone ?

 ANGKA KEMATIAN KHUSUS YANG BERKAITAN DENGAN UMUR (8


JENIS)

a) Angka kematian menurut golongan umur (Age Specific Death Rate) ---
ASDR
Yaitu jumlah kematian pada golongan umur tertentu dalam satu periode,
untuk tiap 1000 penduduk golongan umur tersebut pada pertengahan
periode yang sama.

Jumlah kematian golongan umur tertentu


dalam suatu periode
Rumus = -------------------------------------------------------------- X 1000
Jumlah penduduk golongan umur tersebut
pada pertengahan periode yang sama

Contoh soal :
Pada tahun 2016, berpenduduk Kota X sekitar 325.472 jiwa, sekitar 15 %
penduduknya berumur antara 0 – 17 tahun, pada bulan Januari dan
Pebruari tahun 2012 terjadi KLB penyakit campak, dilaporkan jumlah
penderita seluruhnya sebanyak 79 orang dan yang meninggal sebanyak 37
orang, 9 % dari total kematian terjadi pada penduduk berusia antara 0 – 17
tahun.
Hitung berapa angka kematian penyakit tersebut berdasarkan kelompok
umur antara 0 – 17 tahun ?

b) Angka Kematian Bayi (Infant Mortality Rate) --- IMR


Yaitu jumlah kematian bayi dibawah umur 1 tahun pada suatu wilayah
selama satu periode, untuk tiap 1000 kelahiran hidup pada periode yang
sama.

Jumlah kematian bayi umur dibawah 1 thn


selama satu periode
IMR = -------------------------------------------------------------- X 1000
Jumlah kelahiran hidup pada
periode yang sama

Contoh soal :
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten X pada tahun 2016,
menyebutkan bahwa angka kematian bayi (IMR) di wilayah tersebut adalah
2,04 %. Jumlah ibu yang melahirkan diketahui sebanyak 249 orang dan ada
1,2 % ibu melahirkan dalam kondisi bayi mati didalam kandungan.
Ditanyakan berapa banyak bayi yang meninggal di Kabupaten X
selamatahun 2016?

Infant mortality rate merupakan indikator kualitas kehidupan ekonomi


dan sosial. Angka kematian bayi ini di negara berkembang dihitung dari
data sensus dan survey. Untuk mendapatkan data perkiraan angka
kematian, sampel harus cukup besar karena kejadian kematian bayi
jumlahnya sangat kecil.
c) Angka Kematian Neonatal (Neonatal Mortality Rate) ---NMR.
Yaitu jumlah kematian bayi berumur kurang dari 28 hari pada suatu
wilayah selama satu periode, untuk tiap 1000 (100) kelahiran hidup pada
periode yang sama.

Jumlah kematian bayi berumur kurang dari


28 hari selama satu periode
NMR = --------------------------------------------------------------- X 100
Jumlah kelahiran hidup pada
periode yang sama
Contoh soal :
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten X pada tahun 2016,
menyebutkan bahwa angka kematian bayi di wilayah tersebut adalah 2,04
%, sedang NMR sebesar 0,03 %. Jumlah ibu yang melahirkan diketahui
sebanyak 249 orang dan ada 1,2 % ibu melahirkan dalam kondisi bayi mati
didalam kandungan.
Ditanyakan berapa banyak bayi yang meninggal berumur kurang dari 28
hari di Kabupaten X selamatahun 2016 ?

d) Angka Kematian Post Neonatal (Post Neonatal Mortality Rate) --- PNMR
Yaitu jumlah kematian bayi diatas 28 hari dan kurang 1 tahun, pada suatu
wilayah selama satu periode, untuk tiap 1000 kelahiran hidup pada periode
yang sama.

Jumlah kematian bayi berumur > 28 hari dan


< 1 tahun dalam satu periode
PNMR = ----------------------------------------------------------- X 1000
Jumlah kelahiran hidup pada
periode yang sama
Contoh soal :
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten XX pada tahun
2016, menyebutkan bahwa angka kematian bayi di wilayah tersebut
adalah 2,64 % sedang jumlah bayi yang meninggal pada post neonatal
sebanyak 7 orang. Jumlah ibu yang melahirkan diketahui sebanyak 147
orang dan ada 1,02 % ibu melahirkan dalam kondisi bayi mati didalam
kandungan.
Ditanyakan berapa angka post neonatal (PNMR) Kabupaten X
selamatahun 2016?

Perpaduan antara angka kematian neonatal dan angka kematian


post neonatal menentukan angka infant mortality rate. Perhitungan
angka-angka tersebut dimaksudkan untuk membedakan kemungkinan
penyebab kematiannya. Kematian pada neonatal disebabkan malformasi
kongenital dan immaturitas pada masa perinatal. Sedangkan kematian
post natal disebabkan oleh pengaruh lingkungan dan secara umum oleh
penyakit infeksi.

e) Angka Lahir Mati (Still Birth Rate) –-- SBR.


Lahir hidup adalah keluarnya janin dari rahim ibu dengan tanda-tanda
kehidupan misalnya ada denyut jantung, denyut vena umbilias, pergerakan
otot volunter.
Sedang lahir mati adalah keluarnya janin dari rahim ibu tanpa tanda-tanda
kehidupan, dimana umur kehamilan sudah mencapai 20 minggu atau lebih.
Lahir mati yaitu jumlah yang lahir mati pada suatu wilayah selama satu
periode, untuk tiap 1000 (100) kelahiran (total kelahiran), pada periode
yang sama.
Jumlah bayi lahir mati selama satu periode
SBR = ----------------------------------------------------------------- x 100
Jumlah semua kelahiran pada periode yang sama

Contoh soal :
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten X pada tahun 2016,
menyebutkan bahwa angka kematian bayi di wilayah tersebut adalah 2,04
%. Jumlah ibu yang melahirkan sebanyak 129 orang dan ada 1,02 % ibu
melahirkan dalam kondisi bayi mati didalam kandungan.
Ditanyakan berapa angka SBR di Kabupaten X selama tahun 2016 ?

f) Angka Kematian Perinatal (Perinatal Mortality Rate) – PMR


Yaitu jumlah bayi yang lahir mati dan jumlah kematian bayi berumur
kurang dari 7 hari pada suatu wilayah selama satu periode, untuk tiap 1000
kelahiran (total kelahiran) pada periode yang sama.

Jumlah bayi lahir mati ditambah jumlah


kematian bayi kurang dari 7 hari
Rumus = --------------------------------------------------------------- X 1000
Jumlah semau kelahiran pada periode
yang sama
Kematian bayi pada umur kurang dari 7 hari dan bayi lahir mati biasanya
mempunyai sebab yang hampir sama dan ukuran yang dihasilkan (Angka
Kematian Perinatal) merupakan indeks yang penting dari kualitas
perawatan kehamilan (Quality of Obstetrical Care).
g) Angka Kematian Anak Umur 1 – 4 tahun (Child Mortality Rate) --- CMR
Yaitu jumlah kematian anak umur 1 – 4 tahun yang terjadi pada suatu
wilayah dalam satu periode, untuk tiap 1000 penduduk berumur 1 – 4 tahun
pada periode yang sama.

Jumlah kematian anak berumur 1 – 4 tahun


dalam suatu wilayah pada satu periode
CMR = ------------------------------------------------------------- X 1000
Jumlah anak berumur 1 – 4 pada
pertengahan periodeyang sama

Contoh soal :
Pada tahun 2016, jumlah penduduk Kabupaten Y sebanyak 328 jiwa,
ada sekitar 13,4 % berumur antara 1 – 4 tahun. Selama tahun 2012
dilaporkan terjadi kematian sebesar 2.06 % pada kelompok penduduk
tersebut diataskarena diare.
Ditanyakan berapa jumlah anak yang meninggal pada umur 1 – 4 tahun
di Kabupaten Y selama tahun 2016?

Tingginya Child Mortality Rate pada suatu wilayah menggambarkan :


 Keadaan gizi anak yang buruk.
 Keadaan Hygiene anak yang jelek.
 Keadaan lingkungna yang jelek
 Banyaknya terjadinya kecelakaan.
h) Angka Kematian Balita (Under 5 Mortality Rate) --- UMR
Adalah jumlah kematian Balita (anak berumur dibawah 5 tahun) pada suatu
wilayah dalam satu periode, untuk tiap 1000 anak Balita pada periode yang
sama.

Jumlah kematian anak Balita pada satu periode


Rumus = -------------------------------------------------------------- x 1000
Jumlah semua anak Balita pada
pertengahan periode yang sama

Contoh soal :
Pada tahun 2016, jumlah penduduk Kabupaten Y sebanyak 328 jiwa, ada
sekitar 15,02 % berumur dibawah 5 tahun. Selama tahun 2012 dilaporkan
terjadi kematian sebesar 2,15 % pada kelompok penduduk tersebut diatas
karena penyakit malaria.
Hitung berapa jumlah Balita yang meninggal selama tahun 2016 di
Kabupaten Y ?

Under 5 Mortality Rate :


1. Semua keadaan yang menyangkut kondisi perinatal
2. Keadaan gizi masyarakat
3. Kondisi lingkungan yang jelek
4. Situasi penyakit menular.

 Angka kematian yang berhubungan dengan keadaan atau sebab kematian


a) Angka Kematian Karena Sebab Tetentu (Cause Specific Mortality
Rate)
Adalah jumlah kematian karena sebab tertentu atau sebab kematian
lain tertentu selama satu periode pada suatu wilayah, untuk tiap 1000
penduduk pertengahan periode yang sama.

Jumlah kematian karena/sebab kematian


tertentu pada satu periode
CFR = --------------------------------------------------------- X 1000
Jumlah penduduk pada pertengahan
periode yang sama
b) Angka Kematian Karena Satu Penyakit Tertentu (Cause
Fatality/Mortality Rate)
Adalah jumlah kematian karena satu penyakit tertentu dalam suatu
wilayah pada satu periode, untuk tiap 1000 penderita penyakit tersebut
selama periode yang sama.

Jumlah kematian karena satu jenis penyakit


tertentu selama satu periode
Rumus = -------------------------------------------------------- X 1000
Jumlah penderita penyakit tersebut
selama periode yang sama

c) Angka Proporsi atau Ratio Kematian Karena Penyakit Tertentu (


Cause Specifik Proportional Mortality Rate)
Adalah jumlah kematian karena satu penyakit tertentu dalam suatu
wilayah pada satu periode, untuk tiap 1000 kematian semua sebab
dalam satu periode.
Jumlah kematian karena penyakit tertentu
selama satu periode
Rumus = -------------------------------------------------------- X 1000
Jumlah kematian semua sebab selama
periode yang sama

Contoh soal :
Pada tahun 2016 jumlah penduduk Kabupaten Z sebanyak 421.128
jiwa. Terdapat kematian sebesar 12,7 % dengan berbagai sebab,
khusus untuk penyakit DBD dilaporkan ada sebesar 0,17 % .
Hitung berapa proporsi kematian penduduk akibat penyakit DBD di
kabupaten Z selama tahun 2016

d) Angka Kematian Ibu (Maternal Mortality Rate)


Adalah jumlah kematian ibu karena kehamilan, persalinan, masa nifas
atau kematian ibu karena komplikasi, dalam suatu wilayah tertentu
selama satu periode, untuk tiap 1000 jumlah kematian karena semua
sebab dalam periode yang sama.

Jumlah kematian ibu karena kehamilan,


persalinan masa nifas, atau karena
komplikasi selama satu periode
MMR = --------------------------------------------------------- X 1000
Jumlah semua kelahiran selama
periode yang sama

Contoh soal :
Penduduk Kabupaten Z pada tahun 2016 yang lalu sebesar 621.215
jiwa, dengan perincian 53 % adalah penduduk jenis kelamin
perempuan dan 47 % laki-laki. Berdasarkan laporan yang ada terdapat
sejumlah ibu yang melahirkan sebesar 6 % dari total penduduk
wanita, yang meninggal karena melahirkan sebanyak 7 orang,
meninggal pada waktu nifas sebanyak 3 orang dan komplikasi
sebanyak 5 orang.
Hitung berapa MMR di kabupaten Z selama tahun 2016 ?
Standarisasi Angka Kematian :
Maksud standarisasi yaitu untuk menghilangkan pengaruh-pengaruh
susunan penduduk (umur, jenis kelamin, golongan pekerjaan, ethnik dan
sebagainya).

LIFE TABLE ( Tabel kematian klinik)


Terbagi atas :
1) Tabel kematian kependudukan
Tabel kematian kependudukan diperkenalkan pertama kalioleh E.
Halley (1693), beliau menggunakan teknik ini untuk memberikan
gambaran kematian yang dialami oleh sekelompok individu.

2) Tabel kematian klinik


Tabel kematian klinik adalah tehnik tabel kematian yang biasanaya
digunakan pada penelitian klinik atau laboratorium dimana diperlukan
pengawasan yang lama terhadap tiap pasien.

3) Tabel kematian kohort


Tabel keatian kohort adalah tabel yang memperlihatkan dan
menggambarkan perjalanan kehidupan sebenarnya yang dialami oleh
sekelompok individu yang mempunyai tanggal kelahiran yang sama
(teknik ini jarang digunakan)
UKURAN RISIKO
Risiko dapat diartikan sebagai derajat ketidakpastian.
Risiko = 0
Ada kepastian suatu peristiwa tidak akan terjadi
Risiko = 1
Terdapat kepastian bahwa suatu peristiwa pasti akan terjadi

“Besarnya risiko untuk terkena penyakit dapat dibandingkan dengan


menghitung besarnya insidensi suatu penyakit antara orang yang terpapar
dengan faktor penyebab penyakit tersebut dengan yang tidak terpapar “
Ukuran risiko terdiri dari :
A. Absolute Risk (Resiko Absolut)
Absolute Risk digunakan untuk mengukur berapa besar risiko orang yang mula-
mula tidak terpapar penyakit menjadi terpapar.
B. Comparative Risk (Ukuran Asosiasi)
Ada 2 macam ukuran asosiasi antara faktor resiko dan kejadian penyakit :
1. Relative Risk / Rate Ratio (RR)
Menghitung rasio antara 2 kelompok
Membandingkan insidensi antara kelompok terpapar dengan yang tidak
terpapar
Contoh :
“Hubungan antara merokok dengan kanker prostat”
Dari 1000 perokok  90 menderita ca prostat
Dari 1000 bukan perokok  30 menderita ca prostat

Besarnya risiko yg ditanggung oleh perokok untuk terkena ca prostat


dibandingkan dgn bukan perokok dapat dijelaskan sbb.
Ca Prostat
Jumlah Risiko
+ -

Perokok 90 910 1000 0,09

Bukan
30 970 1000 0,03
perokok

Jumlah 120 1880 2000 RR=3,0

Kesimpulan : Perokok mempunyai risiko menderita Ca Prostat 3 kali


lebih besar dibandingkan dengan bukan perokok

2. Odds Ratio (OR)


Pada penelitian retrospektif perhitungan risiko relatif hanya berdasarkan
perkiraan saja yang disebut odds ratio.
Yang dibandingkan bukan angka insidensi tetapi pemaparan
Contoh :
“Hubungan antara merokok dengan kanker prostat”
Dari 1000 perokok  90 menderita ca prostat
Dari 1000 bukan perokok  30 menderita ca prostat

Besarnya risiko yg ditanggung oleh perokok untuk terkena ca prostat


dibandingkan dgn bukan perokok dapat dijelaskan sbb.

Ca Prostat
Odds
+ -
Perokok 90 910 90/910

Bukan
perokok 30 970 30/970

Odds 90/30 910/970 OR=3,2

Kesimpulan : Besarnya risiko untuk menderita Ca Prostat pada perokok


3,2 kali lebih besar dibandingkan dengan risiko menderita prostat pada
yang bukan perokok
OR = 90/910 : 30/970
= 90 x 970/30x910
= 87300/27300
= 3,2

C. Potential Impact (Ukuran Dampak)


Resiko Atribut (Attribute Risk/AR)
Selisih angka insidensi antara kelompok terpapar dgn tidak terpapar
Dianggap sbg akibat pemaparan oleh faktor penyebab penyakit (atribut)
Contoh :
Hubungan antara merokok dengan kanker paru
Dari 100 perokok berat  5 menderita ca paru  besar resiko = 5/100
= 0,05
Dari 100 bukan perokok  2 menderita ca paru  besar resiko = 2/100
= 0,02
Resiko Atribut = 0,05 – 0,02 = 0,03  3% insidensi ca paru disebabkan
oleh kebiasaan merokok
Risiko atribut bermanfaat untuk memperkirakan besarnya risiko yg dapat
dihindarkan bila ‘atribut’ yg dianggap sbg penyebab penyakit dihindarkan.
Contoh : Hubungan antara kontrasepsi oral dgn tromboflebitis
Dari 1700 pengguna kontrasepsi oral  17 menderita tromboflebitis
Dari 1000 yg tdk menggunakan kontrasepsi  5 menderita tromboflebitis
Risiko Atribut = (17/1700) – (5/1000) = 0,005  0,5%
Risiko tromboflebitis yg dapat dihindarkan dgn tidak menggunakan kontrasepsi
oral adalah 0,53%

Resiko atribut penting diketahui untuk :


 Penyuluhan kepada masyarakat tentang manfaat yang diperoleh bila faktor
penyebab penyakit dihindarkan
 Menyusun rencana pencegahan penyakit dgn menghilangkan atau
mengurangi ‘atribut’ atau faktor yang dianggap sebagai penyebab
timbulnya penyakit.
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR
dr. Rachmat Faisal Syamsu

Tujuan Pembelajaran
Setelah perkuliahan mahasiswa mampu menjelaskan tentang ;
1. Epidemiologi,
2. Epidemiologi penyakit menular,
3. Epidemiologi observasi, dan eksperimen,
4. Penyakit epidemi, endemik, dan pandemi
5. Rantai penularan penyakit menular,
6. Kejadian penyakit menular di Indonesia
Pengertian Epidemiologi
Epidemiologi menurut bahasa berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari 3 kata ;
1. Epi yang berarti pada atau tentang,
2. Demos yang berati penduduk, dan
3. Logos yang berarti ilmu pengetahuan.
Dalam dunia kedokteran modern pengertian epidemiologi adalah, Ilmu yang
mempelajari tentang angka kejadian penyakit dan penyebarannya pada suatu populasi
serta faktor – faktor apa yang mempengaruhinya.
Epidemiologi Penyakit Menular
Adalah epidemiologi penyakit yang terfokus dalam mempelajari penyebaran
dan faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit menular dalam suatu populasi.
Epidemiologi Observasi
Adalah epidemiologi yang bertujuan menggambarkan pola penyebaran
penyakit dan faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit tersebut dalam suatu
populasi. Indikator yang digunakan mencakup umur, gender, ras, status perkawinan,
pekerjaan dan variabel lainnya.
Epidemiologi Eksperimen
Adalah epidemiologi yang melibatkan intervensi, percobaan atau tindakan
didalamnya. Yang bertujuan untuk merubah faktor-faktor yang mempengaruhi suatu
penyakit dalam suatu populasi.
Penyakit Endemi
Adalah penyakit yang umum terjadi ditengah-tengah populasi dan hanya
berlangsung di dalam populasi tersebut tanpa adanya pengaruh dari luar. Atau suatu
penyakit yang memiliki kejadian lebih tinggi pada suatu populasi dibanding populasi
lainnya.
Penyakit Epidemi
Adalah wabah suatu penyakit yang terjadi ditengah-tengah suatu populasi dan
jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi daripada kejadian yang
biasanya.
Penyakit Pandemi
Adalah wabah suatu penyakit yang terjadi dibanyak populasi, dan beberapa
negara yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi daripada kejadian
yang biasanya.

Rantai Penularan Penyakit Menular (segitiga epidemiologi)


Kejadian Penyakit Menular di Indonesia (RISKESDAS 2013)
(Dari 33 provinsi, dan 497 kabupaten/kota)
MENKES : dr.Nafsiah Mboi,SpA,MPH
1. Melalui udara (Infeksi Saluran Pernafasan Akut/ISPA, pneumonia, dan TB paru),
2. Melalui makanan, air dan lainnya (hepatitis, diare),
3. Melalui vektor (malaria).

ISPA

1. Nusa Tenggara Timur (41,7%),


2. Papua (31,1%),
3. Aceh (30,0%),
4. Nusa Tenggara Barat (28,3%), dan
5. Jawa Timur (28,3%).
*Karakteristik penduduk dengan ISPA yang tertinggi terjadi pada kelompok umur 1-4
tahun (25,8%). Menurut jenis kelamin, tidak berbeda antara laki-laki dan perempuan.
PNEUMONIA

1. Nusa Tenggara Timur (4,6%),


2. Sulawesi Tengah (3,9%),
3. Sulawesi Barat (3,1%),
4. Sulawesi Selatan (2,5%),
5. Aceh (2,2%)
*Pneumonia yang tinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun, kemudian mulai
meningkat pada umur 45-54 tahun dan terus meninggi pada kelompok umur
berikutnya.

TB PARU

1. Jawa Barat (0.7%),


2. Papua (0.6%),
3. DKI Jakarta (0.6%),
4. Gorontalo (0.5%),
5. Banten (0.4%) dan Papua Barat (0.4%).
*Berdasarkan karakteristik penduduk, prevalensi TB paru cenderung meningkat
dengan bertambahnya umur, pada pendidikan rendah, tidak bekerja.

HEPATITIS

1. Nusa Tenggara Timur (4,3%),


2. Papua (2,9%),
3. Sulawesi Selatan (2,5%),
4. Sulawesi Tengah (2,3%), dan
5. Maluku (2,3%)
*Prevalensi semakin meningkat pada penduduk berusia diatas 15 tahun. Jenis hepatitis
yang banyak menginfeksi penduduk Indonesia adalah hepatitis B (21,8 %) dan
hepatitis A (19,3 %)

DIARE

1. Papua (6,3% ),
2. NTT (5,2% ),
3. Sulawesi Barat (5,0),
4. Sulawesi Selatan (4,7), dan
5. Sulawesi Tengah (4,4%)
*Berdasarkan karakteristik penduduk, kelompok umur balita adalah kelompok yang
paling tinggi menderita diare.

MALARIA

1. Papua (9,8%),
2. Nusa Tenggara Timur (6,8%),
3. Papua Barat (6,7%),
4. Sulawesi Tengah (5,1%), dan
5. Maluku (3,8%)
*Prevalensi malaria pada anak kurang dari 15 tahun relatif lebih rendah dibanding pada
orang dewasa, tetapi proporsi pengobatan dengan obat malaria program pada
kelompok umur tersebut lebih baik pada anak dibandingkan orang dewasa. Keadaan
ini menunjukkan kewaspadaan dan kepedulian penanganan penyakit malaria pada
anak sudah baik.
Daftar Pustaka

1. Budiarto, Eko.2003. Pengantar Epidemiologi.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran


EGC
2. Murti, Bhisma. Prisnsip dan Metode Riset Epidemiologi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 2007.
EPIDEMIOLOGI IKM-IKP
dr. Arman, SKM., M. Kes.

Menurut HL Blum, ada 4 faktor yg mempengaruhi status Kesehatan Masyarakat, Yaitu:


1. Kesehatan lingkungan
2. Perilaku
3. Pelayanan kesehatan masy
4. Herediter / gen

A. DEFENISI
Definisi kesmas menurut winslow (1920): Kesehatan masyarakat adalah ilmu dan
seni; mencegah penyakit, memperpanjang hidup, dan meningkatkan kesehatan, melalui
usaha-usaha perorganisasian masyarakat untuk:
1. Perbaikan sanitasi lingkungan
2. Pemberantasan peny menular
3. Pendidikan dan kebersihan perorangan
4. Perorganisasian yan medis dan perawatan untuk diagnosis dini dan pengobatan
5. Pengembangan rekayasa sosial untuk menjamin setiap orang terpenuhi
kebutuhan hidup yg layak dalam memelihara kesehatannya
Definisi secara etimologis (Yunani):
• Epi / upon : pada / ttg
• Demos/people : penduduk
• Logia/knowledge : ilmu
• Epidemi yaitu secara meluas
• Endemi
• Pandemi
Batasan:
• Ilmu yang mempelajari distribusi penyakit dan determinan yang mempengaruhi
frekuensi penyakit pada kelompok manusia (Mac Mahon B & Pugh T.F, 1970)
• Studi tentang faktor yang menentukan frekuensi dan distribusi penyakit pada
populasi manusia (Lowe C.R & Koestrzewski J, 1973)
• Ilmu yang mempelajari distribusi dan determinan penyakit & rudapaksa pada
populasi manusia (Mausner J.S & Bahn, 1974)
• Ilmu yang mempelajari distribusi penyakit atau keadaan fisiologis pada
penduduk & determinan yang mempengaruhi determinan tersebut (Lilienfeld
A. M,1980)
• Studi tentang distribusi & determinan penyakit pada populasi manusia (Barker
D.J.P, 1980)
• EPIDEMIOLOGI ADALAH ILMU YANG MEMPELAJARI TENTANG
DISTRIBUSI, FREKUENSI DAN DETERMINAN PENYAKIT DAN
MASALAH KESEHATAN MASYARAKAT YANG BERTUJUAN UNTUK
PEMBUATAN PERENCANAAN DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN
DALAM MENANGGULANGI MASALAH KESEHATAN.
B. TUJUAN/PERANAN EPIDEMIOLOGI
• Mengumpulkan data & fakta tentang masalah kesehatan di masyarakat,
• Menjelaskan sifat & penyebab masalah kesehatan tersebut,
• Merencanakan pemecahan masalah kesehatan serta evaluasi aktivitas
pelaksanaanya
• Menggambarkan status kesehatan masyarakat untuk menetapkan prioritas
masalah
• Mempelajari riwayat alamiah suatu penyakit,
• Mempelajari penyebab/faktor risiko suatu penyakit,
• Mengembangkan sistem pengendalian & pemberantasan penyakit,

C. JENIS-JENIS EPIDEMIOLOGI

Deskriptif

Epidemilogi Analitik

Eksperimen
a. EPIDEMIOLOGI DESKRIPTIF
Epidemiologi deskriptif bertujuan menggambarkan frekuensi & distribusi penyakit
(masalah kesehatan) untuk mendapatkan gambaran masalah kesehatan.
Untuk menjawab pertanyaan: WHO, WHEN, WHERE
1. Deskriptif
W H O siapa orang PERSON
Variabel ini membahas peranan umur, jenis kelamin, kelas sosial, pekerjaan,
golongan etnik, status perkawinan, besar keluarga, struktur keluarga, paritas
dan sebagainya.
a. Umur/usia
 Angka morbiditas & mortalitas di dalam hampir semua keadaan
menunjukkan hubungan dengan umur
 dengan cara ini, mempermudah melihat pola kesakitan atau kematian
menurut golongan umur
 Untuk daerah terpencil, biasanya info diperoleh dari tomas, toga, kader,
lurah/RW/RT
Pengelompokan umur:
MISALNYA

< 1 tahun : bayi


0 – 4 tahun : balita
5 – 14 tahun : anak-anak
15 – 21 tahun : remaja
22 – 50 tahun : dewasa
> 50 tahun : usia lanjut
b. Jenis kelamin
 Data menunjukkan bahwa angka kesakitan lebih tinggi pada wanita
(diduga karena faktor hormonal atau gen) sedang angka kematian lebih
tinggi pada pria (diduga karena faktor lingkungan seperti minuman
beralkohol, psikotropika, pekerja berat, atau berhadapan dengan
pekerjaan berbahaya).
 Beberapa penyakit tertentu menimpa seseorang berdasarkan jenis
kelamin (Ca cervix pada wanita atau Ca skrotum pada pria).
c. Sosial
Kelas sosial ditentukan oleh tingkat pendidikan, pekerjaan (direktur,
kepala, komandan, bos, karyawan biasa, pengusaha, eksekutif, pedagang,
petani, nelayan, tukang becak, pengangguran, dsb). Penghasilan/status
ekonomi (kaya-miskin), status dimasyarakat (PUANG, ANDI,
KARAENG, SULTAN, RADEN, OPU, LA/WA ODE, BAU’, DATU,
SYEKH, SYAH, NO’U, dsb).
d. Jenis pekerjaan
 Faktor lingkungan yang langsung dapat menimbulkan kesakitan, seperti
bahan kimia, radiasi, (pegawai RS).
 Situasi kerja yang penuh stres (hipertensi, ulkus, dsb).
 Ada-tidaknya “gerak badan” dalam bekerja (faktor risiko jantung
koroner)
 Berkerumun di tempat sempit sehingga mempermudah penularan
penyakit.
e. Golongan etnik/budaya
 Mitos
Tidak boleh memotong atau menjahit baju setelah kehamilan atau anak
akan lahir sumbing
 Fakta
Bibir sumbing biasanya karena pengaruh obat-obatan yang diminum ibu
saat hamil, efek radiasi, atau faktor genetik. Makanya x-ray tidak
dilakukan saat kehamilan kecuali atas indikasi tertentu
• Mitos
minum susu kacang atau makanan dari kacang kedelai akan membuat
bayi berkulit putih
• Fakta
warna kulit dipengaruhi oleh gen ayah-ibu
• Mitos
terlalu sering makan jeruk akan meningkatkan lendir pada paru bayi
dan risiko kuning saat lahir
• Fakta
Jeruk adalah sumber vitamin C dan serat
Waktu (TIME) kapan (WHEN)
 Fluktuasi jangka pendek (jam, hari, minggu, bulan)
 Perubahan secara siklus yaitu angka kesakitan terjadi berulang-ulang
(musim, tahunan, beberapa tahun)
 Perubahan dengan periode waktu panjang (puluhan tahun) disebut juga
secular trends
Dimana (WHERE) tempat (Place)
 Tempat dimana masyarakat tinggal
 Tempat dimana kemungkinan mendapat masalah kesehatan
o Urban - Rural
o Pantai - Pegunungan
o Pertanian - Industri
b. EPIDEMIOLOGI ANALITIK
 Berkaitan dengan upaya epidemiologi dalam menganalisis faktor-faktor
determinan
 Diharapkan untuk menjawab pertanyaan kenapa/apa (why/what)
contoh :
Setelah ditemukan secara deskriptif bahwa byk perokok yg menderita kanker
paru, maka perlu dianalisis lebih lanjut apakah memang rokok itu merupakan
faktor determinan terjadinya kanker?.
c. EPIDEMIOLOGI EKSPERIMENTAL
 Sebagai pembuktian bahwa suatu faktor sebagai agent atau faktor risiko
terhadap kejadian suatu peristiwa kesehatan
 Diharapkan untuk menjawab pertanyaan bagaimana (HOW)
Contoh; rokok dikurangi maka kejadian kanker menurun

D. KETERPAPARAN DAN KERENTANAN


Dari proses terjadinya penyakit, kita harus menentukan batas-batas antara sehat
dan tidak sehat (sakit). Menurut WHO, sehat adalah keadaan kesempurnaan fisik,
mental dan keadaan sosial dan bukan berarti hanya bebas dari penyakit atau
kelainan/cacat. Dengan demikian maka sakit dapat di artikan sebagai, suatu
penyimpangan dari suatu penampilan yang optimal. Sedangkan penyakit merupakan
suatu proses gangguan fisiologis (faal tubuh), serta/atau gangguan psikologis /mental
maupun suatu gangguan tingkah laku (hehaviour).
Pada umunya peralihan dari suatu keadaan sehat, ke keadaan sakit hanya pada
batas yang tidak jelas, tetapi melalui suatu proses yang pada umumnya didahului
dengan kondisi keterpaduan (Exporused) terhadap unsur tertentu untuk menjadi sakit.
Keterpaparan adalah suatu keadaan dimana pejamu berada pada pengaruh atau
berinteraksi dengan unsur penyebab atau dengan unsur lingkungan yang dapat
mendorong proses terjadinya penyakit.
Faktor yang berhubungan erat dengan berbagai unsur penyebab antara lain:
 Lingkungan dimana unsur penyebab berada
 Sifat dan unsur penyebab
 Unsur pejamu sebagai sifat individu yang bervariasi dalam hubungannya
dengan unsur penyebab serta hubungannya dengan sifat dan bentuk
keterpaparan seperti sifat patologik karakteristik dari pejamu terhadap
penyebab serta sifat intimasi (erat tidaknya) kontak antara pejamu dengan
penyebab.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan derajat keterpaparan adalah:
 Sifat keterpaparan
 Sifat lingkungan dimana proses keterpaparan terjadi
 Tempat dan keadaan konsentrasi dari unsur penyebab
Kerentanan
Kerentanan adalah keadaan dimana pejamu mempunyai kondisi yang mudah
dipengaruhi/berinteraksi dengan unsur penyebab sehingga memungkinkan timbulnya
penyakit. Kerentanan adalah adalah peranan kerentanan sangat berpengaruh dalam
hasil akhir suatu proses kejadian penyakit (penderita/meninggal/tidak terjadi
perubahan).
Hubungan Keterpaparan dan Kerentanan
Tabel hubungan antara derajat keterpaparan dengan kondisi kerentanan dalam
proses terjadinya penyakit.
Keadaan Kerentanan
Keadaan Keterpaparan
Rentan Kebal

Terpapar Sakit Tidak Sakit

Tidak Terapapar Tidak Sakit Tidak Sakit

Dengan memperhatikan gambar di atas maka jelas baik kita bahwa, seorang
dapat menjadi sakit apabila orang tersebut mengalami keterpaparan terhadap unsur
penyebab tertentu. (primer maupun sekunder) dan dilain pihak orang tersebut sekaligus
berada pada tingkat kerentangan tertentu.
Kedua faktor keterpaparan dan kerentanan sangat dipengaruhi pula oleh
berbagai unsur terutama unsur lingkungan dan unsur pejamu. Oleh sebab itu, dalam
epidemiologi terapan, keadaan ini harus betul-betul disadari, terutama tingkat kuanlitas
maupun kualitas/derajat serta sifat dan bentuk dari unsur yang menimbulkan
keterpaparan. (Nur nasry noor,2000.Dasar epidemiologi,Rineka cipta,Jakarta.)
Kejadian penyakit, tidak terkecuali penyakit akibat (mendadak) mempunyai
masa perlangsungan tersendiri. Bagaimanapun mendadaknya, perlu waktu, yang
memang mungkin singkat, untuk tercetusnya suatu penyakit. Dalam mengetahui
keberadaan (diagnosis) penyakit, diperlukan perhatian dan perhitungan terhadap faktor
waktu perlangsungan penyakit. Untuk setiap penyakit, diinginkan untuk melakukan
diagnosis benar, tepat waktu ataupun secepatnya.
Untuk membuat diagnosis, salah satu hal yang perlu diketahui adalah riwayat
alamiah penyakit (natural history of disease). Riwayat alamiah suatu penyakit adalah
perkembangan penyakit itu tanpa campur tangan medis atau bentuk intervensi lainnya
sehingga suatu penyakit berlangsung secara alamiah (Fletcher,22)
(Bustam,2006,Pengantar epidemiologi,Rinika cipta,Jakarta.)
Riwayat alamiah suatu penyakit pada umumnya melalui tahap sebagai berikut
:
 Tahap prepatogensis
 Tahap PatogenesiTahap
 Tahap Lanjut
Merupakan tahap di mana penyakit bertambah jelas dan mungkin tambah berat
dengan segala kelainan patologis dan gejalanya (stage of clinical disease). Pada
tahap ini penyakit sudah menunjukkan gejala dan kelainan klinik yang jelas,
sehingga diagnosis sudah relatif mudah ditegakkan. Saatnya pula, setelah
diagnosis ditegakkan, diperlukan pengobatan yang tepat untuk menghindari
akibat lanjut yang kurang baik
 Tahap Akhir/ pasca patogenesis.
Berakhirnya perjalanan penyakit dapat berada dalam lima pilihan keadaan,
yaitu:
o Sembuh sempurna, yakni bibit penyakit menghilang dan tubuh menjadi
pulih, sehat kembali.
o Sembuh dengan cacat, yakni bibit penyakit menghilang, penyakit
sudah tidak ada, tetapi tubuh tidak pulih sepenuhnya, meninggalkan
bekas gangguan yang permanen berupa cacat.
o Karier, di mana tubuh penderita pulih kembali, namun penyakit masih
tetap ada dalam tubuh tanpa memperlihatkan gangguan penyakit.
o Penyakit tetap berlangsung secara kronik.
o Berakhir dengan kematian. (Bustam, 2002, Pengantar epidemiologi,
Rinika cipta,Jakarta.)
a. Definisi Riwayat Alamiah
Riwayat alamiah penyakit (natural history of disease) adalah deskripsi tentang
perjalanan waktu dan perkembangan penyakit pada individu, dimulai sejak terjadinya
paparan dengan agen kausal hingga terjadinya akibat penyakit, seperti kesembuhan
atau kematian, tanpa terinterupsi oleh suatu intervensi preventif maupun terapetik
(CDC, 2010c). Riwayat alamiah penyakit merupakan salah satu elemen utama
epidemiologi deskriptif (Bhopal, 2002, dikutip Wikipedia, 2010).
Gambar 1.1 menyajikan kerangka umum riwayat alamiah penyakit

b. Karakteristik Agen
Dalam epidemiologi penyakit infeksi, individu yang terpapar belum tentu
terinfeksi. Hanya jika agen kausal penyakit infeksi terpapar pada individu lalu
memasuki tubuh dan sel (cell entry), lalu melakukan multiplikasi dan maturasi,
dan menimbulkan perubahan patologis yang dapat dideteksi secara laboratoris atau
terwujud secara klinis, maka individu tersebut dikatakan mengalami infeksi.
3 Ukuran yang menunjukkan kemampuan agen penyakit untuk mempengaruhi
riwayat alamiah penyakit sebagai berikut:
(1) infektivitas, (2) patogenesitas, dan (3) virulensi.
1) Infektivitas - kemampuan agen penyakit untuk menyebabkan
terjadinya infeksi. Dihitung dari jumlah individu yang terinfeksi dibagi
dengan jumlah individu yang terpapar.
2) Patogenesitas – kemampuan agen penyakit untuk menyebabkan
penyakit klinis. Dihitung dari jumlah kasus klinis dibagi dengan jumlah
individu yang terinfeksi.
3) Virulensi – kemampuan penyakit untuk menyebabkan kematian.
Indikator ini menunjukkan kemampuan agen infeksi menyebabkan
keparahan (severety) penyakit. Dihitung dari jumlah kasus yang mati
dibagi dengan jumlah kasus klinis
Gambar 1.2 riwayat alamiah infeksi HPV dan potensi menjadi kanker
c. Fenomena Gunung Es
Fenomena gunung es (iceberg phenomenon) merupakan sebuah metafora
(perumpamaan) yang menekankan bahwa bagian yang tak terlihat dari gunung es jauh
lebih besar daripada bagian yang terlihat di atas air. Artinya, pada kebanyakan
masalah kesehatan populasi, jumlah kasus penyakit yang belum diketahui jauh lebih
banyak daripada jumlah kasus penyakit yang telah diketahui.
(Gambar 1.3). Fenomena gunung es menghalangi

d. Kronisitas Penyakit
Berdasarkan masa inkubasi, laten, dan durasi, maka penyakit dapat diklasifikasi ke
dalam 4 kategori:
1) Masa laten pendek, durasi pendek;
2) Masa laten panjang, durasi pendek;
3) Masa laten pendek, durasi panjang;
4) Masa laten panjang, durasi panjang
(Tabel 1.1). Batas waktu panjang-pendek antara 4-12 bulan (Kleinbaum et al., 1982).
Table 1.1 klasifikasi penyakit menurut masa inkubasi (laten) dan durasi

e. Pencegahaan Penyakit
Pencegahan penyakit adalah tindakan yang ditujukan untuk mencegah, menunda,
mengurangi, membasmi, mengeliminasi penyakit dan kecaca-tan, dengan menerapkan
sebuah atau sejumlah intervensi yang telah dibuktikan efektif.
Tabel 1.4 Penyakit dan pencegahan sekunder
Table 1.5 penyakit dan pencegahan tersier

E. PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit secara umum dapat diartikan sebagai suatu upaya yang
dilakukan sebelum terjadi suatu peristiwa penyakit. Penyusunan rencana dan langkah-
langkah pencegahan dan penanggulangan suatu penyakit tertentu harus di dasarkan
pada hasil analisis epidemiologi atau hasil pengamatan epidemiologi yang cermat.
Upaya pencegahan merupakan salah satu upaya strategis dalam rangka penanganan
dan penanggulangan suatu penyakit. Namun dalam prakteknya kadang-kadang justru
tidak menjadi perioritas, hal ini disebabkan oleh beberapa hal antara lain :
1. Tingkat pengetahuan, keterampilan dan kesadaran masyarakat yang masih
rendah atau terbatas.
2. Upaya-upaya pencegahan kadang-kadang tidak langsung dirasakan oleh
masyarakat, sehingga tidak menjadi suatu perioritas untuk dilakukan.
3. Adanya faktor sosial sebagai faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku
masyarakat dalam upaya pencegahan.
4. Kebijakan pemerintah yang terkait dengan sistem penganggaran.
Tingkat-tingkat Pencegahan
Ada beberapa teori yang telah dikemukakan oleh para ahli tentang tingkat-
tingkat pencegahan penyakit, misalnya Leavell and Clark dalam bukunya yang
berjudul Preventive Medicine for the Doctor in his Community, membagi usaha
pencegahan penyakit dalam tiga tingkatan yaitu :
1. Health Promotion
 Tingkat pencegahan pada masa sebelum sakit.
 Mempertinggi derajat kesehatan
 Kegiatan mempertinggi derajat kesehatan meliputi :
 Penyediaan makanan yang cukup (kualitas dan kuantitas)
 Perbaikan sanitasi lingkungan (penyediaan air bersih, penangan
sampah, pembuangan kotoran dan air limbah dan sebagainya)
 Pendidikan kesehatan kepada masyarakat
 Upaya kesehatan jiwa untuk mencapai perkembangan kepribadian
yang baik.
2. Specific Protection
 Memberikan perlindungan khusus terhadap suatu penyakit
 Kegiatan pemberian perlindungan khusus meliputi :
 Pemberian imunisasi untuk mencegah penyakit-penyakit tertentu.
 Isolasi penderita penyakit tertentu.
 Penggunaan alat pelindung diri bagi tenaga kerja
Tingkat pencegahan pada masa sakit.
Tingkat pencegahan pada masa sakit meliputi :
• Diagnose dini, serta mengadakan pengobatan yang tepat dan segera (erly
diagnosis and prompt treatment).
• Tujuan yang ingin dicapai melalui upaya ini antara lain :
• Mengenal jenis penyakit secara cepat untuk memberikan pengobatan yang
tepat.
• Mencegah terjadinya penularan penyakit ke orang lain. Kegiatannya meliputi
antara lain :
• Mencari penderita dalam masyarakat (case finding) termasuk pemeriksaan
darah, rontgen dan sebagainya.
• Mencari kontak yaitu melacak orang-orang yang pernah berhubungan penderita
(contact person)
• Pembatasan kecacatan dan berusaha untuk menghilangkan gangguan
kemampuan bekerja yang diakibatkan suatu penyakit (Disability limitation).
• Upaya ini meliputi pemberian pengobatan dan perawatan agar penderita dapat
sembuh dengan sempurna tanpa cacat.
Tingkat pencegahan setelah sakit
1. Rehabilitasi (rehabilitation), mengembalikkan semaksimal mungkin fungsi-
fungsi faal tubuh, upaya ini meliputi :
a. Rehabilitasi fisik
Rehabilitasi fisik dimaksudkan untuk memperoleh perbaikan fisik
semaksimal mungkin bila penderita mengalami cacat akibat penyakitnya.
b. Rehabilitasi mental
Rehabilitasi mental dimaksudkan untuk memperbaiki mental bekas
penderita dalam menjalani kehidupan sosialnya dalam masyarakat.
c. Rehabilitasi social vokasional
Yang dimaksud dengan rehabilitasi social vokasional adalah memberi
kesempatan kepada bekas penderita untuk mendapatkan pekerjaan yang
layak sesuai kemampuan yang masih ada.
d. Rehabilitasi aestetis
Rehabilitasi aestetis dimaksudkan untuk mempercantik atau memperindah
bagian-bagian tubuh yang mengalami kecacatan.

Anda mungkin juga menyukai