Anda di halaman 1dari 5

TuberkulosisParu

Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Tuberkulosis
(Mycobacterium tuberculosa) yang ditularkan melalui udara (droplet nuclei) saat seorang pasien
Tuberkulosis batuk dan percikan ludah yang mengandung bakteri tersebut terhirup oleh orang
lain saat bernapas.(Widoyono, 2008)
Penyebab Tuberkulosis
Tuberkulosis paru disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosa. Ditemukan pertama kali oleh
Robert Koch pada tahun 1882. Hasil penemuan ini diumumkan di Berlin pada tanggal 24 Maret
1882 dan tanggal 24 Maret setiap tahunnya diperingati sebagai hari Tuberkulosis.
Karakteristik kuman Mycobacterium Tuberculosa adalah mempunyai ukuran 0,5-4 mikron x 0,3-
0,6 mikron dengan bentuk batang tipis, lurus atau agak bengkok, bergranular atau tidak
mempunyai selubung, tetapi mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri dari lipoid (terutama
asam mikolat). Dapat bertahan terhadap pencucian warna dengan asam dan alkohol, sehingga
disebut basil tahan asam (BTA), tahan terhadap zat kimia dan fisik, serta tahan dalam keadaan
kering dan dingin, bersifat dorman (dapat tertidur lama) dan aerob.
Universitas Sumatera UtaraBakteri tuberkulosis ini mati pada pemanasan 100oC selama 5-10
menit atau pada pemanasan 60oC selama 30 menit, dan dengan alkohol 70-95% selama 15-30
detik. Bakteri ini tahan selama 1-2 jam di udara, di tempat yang lembab dan gelap bisa berbulan-
bulan namun tidak tahan terhadap sinar matahari atau aliran udara. Data pada tahun 1993
melaporkan bahwa untuk mendapatkan 90% udara bersih dari kontaminasi bakteri memerlukan
40 kali pertukaran udara per jam (Widoyono, 2008)

Gejala klinis pasien Tuberkulosis Paru menurut Depkes RI (2008), adalah :


 Batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih.
 Dahak bercampur darah
 Batuk berdarah.
 Sesak napas.
 Badan lemas
 Nafsu makan menurun
 Berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik.
 Demam meriang lebih dari satu bulan.

Klasifikasi Penyakit dan Tipe PasienTuberkulosis Paru 1. Klasifikasi Penyakit Tuberkulosis


Paru
Klasifikasi penyakit Tuberkulosis paru berdasarkan pemeriksaan dahak menurut Depkes RI
(2008), dibagi dalam :
 Tuberkulosis paru BTA positif.
a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman Tuberkulosis
positif.
d. 1 atau lebih spesimen dahak hasinya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian
antibiotika non OAT.
2. Tuberkulosis paru BTA negatif. Kasus yang tidak memenuhi definisi pada Tuberkulosis
paru BTA positif.
Kriteria diagnostik Tuberkulosis paru BTA negatif harus meliputi : a. Paling tidak 3 spesimen
dahak SPS hasilnya negative. b. Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran Tuberkulosis.
 Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. d. Ditentukan
(dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.

Tipe Pasien Tuberkulosis Paru


Klasifikasi pasien Tuberkulosis Paru berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi
menjadi beberapa tipe, yaitu :
a. Baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang
dari satu bulan (4 minggu).
b. Kambuh (Relaps)
Adalah pasien Tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan Tuberkulosis dan
telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif
(apusan atau kultur).
c. Pengobatan setelah putus berobat (Default) Adalah pasien yang telah berobat dan putus
berobat 2 bulan atau lebih
dengan BTA positif. d. Gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada
bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
e. Pindahan (Transfer In) Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register
Tuberkulosis lain untuk melanjutkan pengobatannya. f. Lain-lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Kelompok ini termasuk Kasus
Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan
ulangan.
2.1.6.Cara Penularan Tuberkulosis
Penularan penyakit Tuberkulosis disebabkan oleh kuman Mycobacteriun tuberculosis ditularkan
melalui udara (droplet nuclei) saat seorang pasien Tuberkulosis batuk dan percikan ludah yang
mengandung bakteri terhirup oleh orang lain saat bernapas. Sumber penularan adalah pasien
Tuberkulosis paru BTA positif, bila penderita batuk, bersin atau berbicara saat berhadapan
dengan orang lain, basil Tuberkulosis tersembur dan terhisap ke dalam paru orang sehat dan bisa
menyebar ke bagian tubuh lain melalui peredaran darah pembuluh limfe atau langsung ke organ
terdekat. Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Masa inkubasinya
selama 3-6 bulan. (Widoyono, 2008)
Lingkungan yang kurang baik sebagai salah satu reservoir atau tempat baik dalam menularkan
penyakit menular seperti penyakit tuberkulosis. Menurut Azwar (1990), peranan faktor
lingkungan sebagai predisposing artinya berperan dalam menunjang terjadinya penyakit pada
manusia, misalnya sebuah keluarga yang berdiam dalam suatu rumah yang berhawa lembab
dalam daerah yang endemis terhadap penyakit Tuberkulosis.
Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang
lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat
membunuh kuman.
Menurut Depkes RI (2008), risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan
dahak. Pasien Tuberkulosis paru dengan BTA positif memberikan risiko penularan lebih besar
dari pasien Tuberkulosis Paru dengan BTA negatif.
Setiap satu BTA positif akan menularkan kepada 10-15 orang lainnya, sehingga kemungkinan
setiap kontak untuk tertular Tubekulosis adalah 17%. Hasil studi lainnya melaporkan bahwa
kontak terdekat (misalnya keluarga serumah) akan dua kali lebih berisiko dibandingkan kontak
biasa (tidak serumah).(Widoyono, 2008)
Angka risiko penularan infeksi Tuberkulosis setiap ditunjukan dengan Annual Risk of
Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi Tuberkulosis
selama satu tahun. ARTI di Indonesia sebesar 1-3% yang berarti di antara 100 penduduk terdapat
1-3 warga yang terinfeksi Tuberkulosis. Setengah dari mereka BTAnya akan positif (0,5%).
(Depkes RI, 2008)
Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien Tuberkulosis adalah daya
tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS

SanitasiFisikRumah
1. Pengertian rumah Menurut Notoatmodjo (2003), rumah adalah bangunan yang berfungsi
sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Menurut Dinkes (2005),
secara umum rumah dapat dikatakan sehat apabila memenuhi kriteria yaitu:
a. Memenuhi kebutuhan fisiologis meliputi pencahayaan, penghawaan, ruang
gerak yang cukup, dan terhindar dari kebisingan yang mengganggu.
b. Memenuhi kebutuhan psikologis meliputi privacy yang cukup, komunikasi
yang sehat antar anggota keluarga dan penghuni rumah.
c. Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar penghuni rumah meliputi
penyediaan air bersih, pengelolaan tinja, limbah rumah tangga, bebas vektor penyakit dan tikus,
kepadatan hunian yang tidak berlebihan, dan cukup sinar matahari pagi.
d. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang timbul karena keadaan
luar maupun dalam rumah, antara lain fisik rumah yang tidak mudah roboh, tidak mudah
terbakar dan tidak cenderung membuat penghuninya jatuh tergelincir.
Menurut Dinkes (2005), rumah sehat adalah proporsi rumah yang memenuhi kriteria sehat
minimum komponen rumah dan sarana sanitasi dari tiga komponen (rumah, sarana sanitasi dan
perilaku) di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Minimum yang memenuhi kriteria
sehat pada masing- masing parameter adalah sebagai berikut :
1) Minimum dari kelompok komponen rumah adalah langit-langit, dinding,
lantai, jendela kamar tidur, jendela ruang keluarga, ventilasi, sarana
pembuangan asap dapur, dan pencahayaan.
2) Minimum dari kelompok sarana sanitasi adalah sarana air bersih, jamban
(sarana pembuangan kotoran), sarana pembuangan air limbah (SPAL), dan
sarana pembuangan sampah.
3) Perilaku
Sanitasi rumah adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada pengawasan
terhadap struktur fisik yang digunakan sebagai tempat berlindung yang mempengaruhi derajat
kesehatan manusia (Azwar, 1990). Sarana sanitasi tersebut antara lain ventilasi, suhu,
kelembaban, kepadatan hunian, penerangan alami, konstruksi bangunan rumah, sarana
pembuangan sampah, sarana pembuangan kotoran manusia, dan penyediaan air. Sanitasi rumah
sangat erat kaitannya dengan angka kesakitan penyakit menular, terutama ISPA. Lingkungan
perumahan sangat berpengaruh pada terjadinya dan tersebarnya ISPA (Azwar, 1990).
Rumah yang tidak sehat merupakan penyebab dari rendahnya taraf kesehatan jasmani dan rohani
yang memudahkan terjangkitnya penyakit dan mengurangi daya kerja atau daya produktif
seseorang. Rumah tidak sehat ini dapat menjadi reservoir penyakit bagi seluruh lingkungan, jika
kondisi tidak sehat bukan hanya pada satu rumah tetapi pada kumpulan rumah (lingkungan
pemukiman). Timbulnya permasalahan kesehatan di lingkungan pemukiman pada dasarnya
disebabkan karena tingkat kemampuan ekonomi masyarakat yang rendah, karena rumah
dibangun berdasarkan kemampuan keuangan penghuninya (Notoatmodjo, 2003).
V entilasi Menurut Sukar (1996), ventilasi adalah proses pergantian udara segar ke
dalam dan mengeluarkan udara kotor dari suatu ruangan tertutup secara alamiah maupun buatan.
Berdasarkan kejadianya ventilasi dibagi menjadi dua yaitu:

a. Ventilasi alamiah Ventilasi alamiah berguna untuk mengalirkan udara di dalam


ruangan yang terjadi secara alamiah melalui jendela, pintu dan lubang angin. Selain itu ventilasi
alamiah dapat juga menggerakan udara sebagai hasil sifat porous dinding ruangan, atap dan
lantai.
b. Ventilasi buatan Ventilasi buatan dapat dilakukan dengan menggunakan alat mekanis
maupun elektrik. Alat-alat tersebut diantaranya adalah kipas angin, exhauster dan AC.
Menurut Dinata (2007), syarat ventilasi yang baik adalah sebagai berikut:
1) Luas lubang ventilasi tetap minimal lima persen dari luas lantai ruangan, sedangkan luas
lubang ventilasi insidentil (dapat dibuka dan ditutup) minimal lima persen dari luas lantai.
Jumlah keduanya menjadi 10% dari luas lantai ruangan.
2) Udara yang masuk harus bersih, tidak dicemari asap dari sampah atau pabrik, knalpot
kendaraan, debu, dan lain-lain.
3) Aliran udara diusahakan cross ventilation dengan menempatkan lubang ventilasi
berhadapan antar dua dinding. Aliran udara ini jangan sampai terhalang oleh barang-barang
besar, misalnya lemari, dinding, sekat, dan lain-lain.

Menurut Dinata (2007), secara umum penilaian ventilasi rumah dapat dilakukan dengan cara
membandingkan antara luas ventilasi dan luas lantai rumah, dengan menggunakan rollmeter.
Berdasarkan indikator penghawaan rumah, luas ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan
adalah lebih dari sama dengan 10% dari luas lantai rumah dan luas ventilasi yang tidak
memenuhi syarat kesehatan adalah kurang dari 10% dari luas lantai rumah.
3. Pencahayaan Alami Cahaya matahari sangat penting, karena dapat membunuh bakteri-
bakteri patogen di dalam rumah, misalnya bakteri penyebab penyakit ISPA dan TBC. Oleh
karena itu, rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup. Jalan masuk
cahaya (jendela) luasnya sekurang-kurangnya 15% sampai 20% dari luas lantai yang terdapat di
dalam ruangan rumah (Azwar, 1990). Pencahayaan alami menurut Suryanto (2003), dianggap
baik jika besarnya antara 60–120 lux dan buruk jika kurang dari 60 lux atau lebih dari 120 lux.
Hal yang perlu diperhatikan dalam membuat jendela, perlu diusahakan agar sinar matahari dapat
langsung masuk ke dalam ruangan, dan tidak terhalang oleh bangunan lain. Fungsi jendela di
sini, di samping sebagai ventilasi juga sebagai jalan masuk cahaya. Lokasi penempatan jendela
pun harus diperhatikan dan diusahakan agar sinar matahari lebih lama menyinari
lantai (bukan menyinari dinding), maka sebaiknya jendela itu harus di tengah- tengah tinggi
dinding (tembok).

4. Kelembaban kelembaban rumah yang tinggi dapat mempengaruhi penurunan daya


tahan tubuh seseorang dan meningkatkan kerentanan tubuh terhadap penyakit terutama penyakit
infeksi. Kelembaban juga dapat meningkatkan daya tahan hidup bakteri. Menurut Suryanto
(2003), kelembaban dianggap baik jika memenuhi 40-70% dan buruk jika kurang dari 40% atau
lebih dari 70%. Kelembaban berkaitan erat dengan ventilasi karena sirkulasi udara yang tidak
lancar akan mempengaruhi suhu udara dalam rumah menjadi rendah sehingga kelembaban
udaranya tinggi. Sebuah rumah yang memiliki kelembaban udara tinggi memungkinkan adanya
tikus, kecoa dan jamur yang semuanya memiliki peran besar dalam patogenesis penyakit
pernafasan (Krieger dan Higgins, 2002).

5. Lantai
Lantai rumah dapat mempengaruhi terjadinya penyakit ISPA karena lantai yang tidak memenuhi
standar merupakan media yang baik untuk perkembangbiakan bakteri atau virus penyebab ISPA.
Lantai yang baik adalah lantai yang dalam keadaan kering dan tidak lembab. Bahan lantai harus
kedap air dan mudah dibersihkan, jadi paling tidak lantai perlu diplester dan akan
lebih baik kalau dilapisi ubin atau keramik yang mudah dibersihkan (Ditjen PPM dan PL, 2002).

6. Dinding Dinding rumah yang baik menggunakan tembok, tetapi dinding rumah
di daerah tropis khususnya di pedesaan banyak yang berdinding papan, kayu dan bambu. Hal ini
disebabkan masyarakat pedesaan perekonomiannya kurang. Rumah yang berdinding tidak rapat
seperti papan, kayu dan bambu dapat menyebabkan penyakit pernafasan yang berkelanjutan
seperti ISPA, karena angin malam yang langsung masuk ke dalam rumah. Jenis dinding
mempengaruhi terjadinya ISPA, karena dinding yang sulit dibersihkan akan menyebabkan
penumpukan debu, sehingga akan dijadikan sebagai media yang baik bagi berkembangbiaknya
kuman (Suryanto , 2003).
7. Atap
Salah satu fungsi atap rumah yaitu melindungi masuknya debu dalam rumah. Atap sebaiknya
diberi plafon atau langit-langit, agar debu tidak langsung masuk ke dalam rumah (Nurhidayah,
2007). Menurut Suryanto (2003), atap juga berfungsi sebagai jalan masuknya cahaya alamiah
dengan menggunakan genteng kaca. Genteng kaca pun dapat dibuat secara sederhana, yaitu
dengan melubangi genteng, biasanya dilakukan pada waktu pembuatannya, kemudian lubang
pada genteng ditutup dengan pecahan kaca.

Anda mungkin juga menyukai