Akuntansi keuangan merupakan media informasi yang disusun oleh manajemen selaku pengelola bisnis untuk
kepentingan publik khususnya investor dan kreditor. Informasi akuntansi terjadi pada keuangan perusahaan yang
memberikan gambaran mengenai kondisi keuangan perusahaan pada saat tertentu (neraca) serta hasil usahanya
pada periode tertentu (laba/rugi). Penelitian di USA, Inggris dan NZ (Harahap, 1996) menunjukkan bahwa laporan
keuangan merupakan sumber informasi pertama dalam keputusan investasi, memprediksi potensi arus kas yang
akan diterima dan dikaitkan dengan ketidakpastian, menilai kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba,
menilai kemampuan manajemen dalam mencapai tujuan utama perusahaan, dan yang terakhir memberikan
informasi yang aktual dan interpretatif tentang transaksi dan kejadian lainnya. Untuk mencapai tujuan akuntansi
dan laporan keuangan tersebut, perlu diketahui perbedaan antara postulat, konsep, prinsip, dan standar
(tekhnik) akuntansi.
Postulat merupakan asumsi dasar yang terkait dengan lingkungan bisnis tempat akuntansi beroperasi. Konsep
akuntansi, yaitu pernyataan yang dapat membuktikan kebenaran atau aksioma yang sudah diterima umum karena
sesuai dengan tujuan laporan keuangan. Prinsip merupakan pendekatan umum yang digunakan dalam pengakuan
dan pengukuran kejadian akuntansi. Sedangkan standart (tekhnik) akuntansi merupakan peraturan khusus yang
berisikan tentang bagaimana standart perlakuan pencatatan dan pelaporan terhadap semua transaksi yang di
alami suatu entitas (Harahap, 2001).
Indonesia adalah salah satu negara berkembang. Masalah umum yang sering dihadapi negara berkembang adalah
tingginya tingkat inflasi. Sejak krisis moneter tahun 1998, harga-harga di pasaran cenderung naik. Tahun 2007
saja tingkat inflasi di Indonesia adalah 6,59 persen. Hal ini bisa diartikan bahwa aktiva yang dimiliki harganya
akan berkurang sebesar 6.59 persen sedangkan pendapatan dinilai terlalu tinggi sebesar angka yang sama.
Banyak study mengenai inflasi di negara-negara berkembang, menunjukan bahwa inflasi bukan semata-mata
merupakan fenomena moneter, tetapi juga merupakan fenomena struktural atau cost push inflation. Hal ini
disebabkan karena struktur ekonomi negara-negara berkembang pada umumnya yang masih bercorak agraris.
Sehingga, goncangan ekonomi yang bersumber dari dalam negeri, misalnya gagal panen (akibat faktor eksternal
pergantian musim yang terlalu cepat, bencana alam, dan sebagainya), atau hal-hal yang memiliki kaitan dengan
hubungan luar negeri, misalnya memburuknya term of trade; utang luar negeri; dan kurs valuta asing, dapat
menimbulkan fluktuasi harga di pasar domestik.
Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus
(kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi
masyarakat yang meningkat atau adanya ketidak lancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga
merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan
tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi.
Inflasi dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-
mempengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala
dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling
sering digunakan adalah CPI dan GDP Deflator.
BAB II
PEMBAHASAN
Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan
dengan mekanisme pasar dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang
meningkat atau adanya ketidak lancaran distribusi barang. [1] Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses
menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya
tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi dianggap
terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-mempengaruhi. Istilah
inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai
penyebab meningkatnya harga. Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering
digunakan adalah CPI dan GDP Deflator.
Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan atau desakan biaya produksi. Inflasi tarikan
permintaan (demand pull inflation) terjadi akibat adanya permintaan total yang berlebihan sehingga terjadi
perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan
bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi. Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi
itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan
dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment.
Inflasi desakan biaya (cost push inflation) terjadi akibat meningkatnya biaya produksi (input) sehingga
mengakibatkan harga produk-produk (output) yang dihasilkan ikut naik. Meningkatnya biaya produksi dapat
disebabkan 2 hal,yaitu kenaikan harga,misalnya bahan baku dan kenaikan upah/gaji, misalnya kenaikan gaji PNS
akan mengakibatkan usaha-usaha swasta menaikkan harga barang-barang.
Tingkat pengeluaran agregat yang melebihi kemampuan perusahaan untuk menghasilkan barang dan
jasa
Tuntutan kenaikan upah dari pekerja.
Kenaikan harga barang impor
Penambahan penawaran uang dengan cara mencetak uang baru
o Kekacauan politik dan ekonomi seperti yang pernah terjadi di Indonesia tahun 1998. akibatnya
angka inflasi mencapai 70%.
Berdasarkan asalnya, inflasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu inflasi yang berasal dari dalam negeri dan
inflasi yang berasal dari luar negeri. Inflasi berasal dari dalam negeri misalnya terjadi akibat terjadinya defisit
anggaran belanja yang dibiayai dengan cara mencetak uang baru dan gagalnya pasaryang berakibat harga bahan
makanan menjadi mahal. Sementara itu, inflasi dari luar negeri adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat naiknya
harga barang impor. Hal ini bisa terjadi akibat biaya produksi barang di luar negeri tinggi atau adanya kenaikan
tarif impor barang.
Inflasi juga dapat dibagi berdasarkan besarnya cakupan pengaruh terhadap harga. Jika kenaikan harga yang
terjadi hanya berkaitan dengan satu atau dua barang tertentu, inflasi itu disebut inflasi tertutup (Closed
Inflation). Namun, apabila kenaikan harga terjadi pada semua barang secara umum, maka inflasi itu disebut
sebagai inflasi terbuka (Open Inflation). Sedangkan apabila serangan inflasi demikian hebatnya sehingga setiap
saat harga-harga terus berubah dan meningkat sehingga orang tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan
nilai uang terus merosot disebut inflasi yang tidak terkendali (Hiperinflasi).
Inflasi diukur dengan menghitung perubahan tingkat persentase perubahan sebuah indeks harga. Indeks harga
tersebut di antaranya:
Indeks harga konsumen (IHK) atau consumer price index (CPI), adalah indeks yang mengukur harga rata-
rata dari barang tertentu yang dibeli oleh konsumen.
Indeks biaya hidup atau cost-of-living index (COLI).
Indeks harga produsen adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang-barang yang
dibutuhkan produsen untuk melakukan proses produksi. IHP sering digunakan untuk meramalkan tingkat
IHK di masa depan karena perubahan harga bahan baku meningkatkan biaya produksi, yang kemudian
akan meningkatkan harga barang-barang konsumsi.
Indeks harga komoditas adalah indeks yang mengukur harga dari komoditas-komoditas tertentu.
Indeks harga barang-barang modal
Deflator PDB menunjukkan besarnya perubahan harga dari semua barang baru, barang produksi lokal,
barang jadi, dan jasa.
Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif- tergantung parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu
ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu
meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan
investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi),
keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak
bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasidan produksi karena harga meningkat dengan cepat.
Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh juga akan
kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk
dari waktu ke waktu.
Bagi masyarakat yang memiliki pendapatan tetap, inflasi sangat merugikan. Kita ambil contoh seorang pensiunan
pegawai negeri tahun 1990. Pada tahun 1990, uang pensiunnya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,
namun di tahun 2003 -atau tiga belas tahun kemudian, daya beli uangnya mungkin hanya tinggal setengah.
Artinya, uang pensiunnya tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebaliknya, orang yang
mengandalkan pendapatan berdasarkan keuntungan, seperti misalnya pengusaha, tidak dirugikan dengan adanya
inflasi. Begitu juga halnya dengan pegawai yang bekerja di perusahaan dengan gaji mengikuti tingkat inflasi.
Inflasi juga menyebabkan orang enggan untuk menabung karena nilai mata uang semakin menurun. Memang,
tabungan menghasilkan bunga, namun jika tingkat inflasi di atas bunga, nilai uang tetap saja menurun. Bila
orang enggan menabung, dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang. Karena, untuk berkembang dunia
usaha membutuhkan dana dari bank yang diperoleh dari tabungan masyarakat.
Bagi orang yang meminjam uang kepada bank (debitur), inflasi menguntungkan, karena pada saat
pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam.
Sebaliknya, kredituratau pihak yang meminjamkan uang akan mengalami kerugian karena nilai uang
pengembalian lebih rendah jika dibandingkan pada saat peminjaman.
Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya
produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong untuk melipatgandakan produksinya (biasanya terjadi
pada pengusaha besar). Namun, bila inflasi menyebabkan naiknya biaya produksi hingga pada akhirnya merugikan
produsen, maka produsen enggan untuk meneruskan produksinya. Produsen bisa menghentikan produksinya
untuk sementara waktu. Bahkan, bila tidak sanggup mengikuti laju inflasi, usaha produsen tersebut mungkin
akan bangkrut (biasanya terjadi pada pengusaha kecil).
Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu negara, mendorong kenaikan suku
bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan,
ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan
kesejahteraan masyarakat.
Stable Monetary Unit merupakan salah satu prinsip dasar akuntansi yang menyatakan bahwa kesatuan moneter
itu dianggap stabil. Nilai uang yang ditetapkan dari pos-pos laporan keuangan, misalnya kas, piutang, hutang
atau kewajiban lainnya. Pos ini memiliki angka dan jumlah nilai uangnya yang tetap itulah yang akan ditagih,
dibayar dimasa yang akan datang tanpa ada perubahan (Harahap,2001). Padahal dimana saja didunia ini kita
tidak pernah mendengar ada valuta yang memiliki nilai yang stabil. Ada yang mengalami apresiasi dimana nilai
tukarnya atau daya belinya naik (deflasi) dan yang paling umum nilai tukar atau daya belinya justru menurun
(inflasi). Di Indonesia pada tahun 1965 tertinggi sampai 650 %, pada tahun 1999 saja tingkat inflasi di Indonesia
mencapai 9,35%. Ini menunjukkan bahwa prinsip Stable Monetary Unit hanya dalam asumsi tidak pernah
ditemukan dalam kenyataan. Prinssip ini adalah untuk memudahkan perumusan teori dan asumsi akuntansi
keuangan.
Permasalahan diatas memunculkan sebuah kritik yang menyatakan informasi yang disajikan laporan keuangan
pada masa inflasi justru sia-sia karena nilai-nilai yang terdapat didalamnya tidak relevan dan tidak sesuai dengan
kenyataan. Dari permasalahan tersebut muncul usulan yang moderat yang artinya kita masih bisa
menggunakan historical cost accounting, tetapi harus dibuat informasi atau laporan suplemen yang memuat
dampak inflasi itu terhadap laporan keuangan, selain itu terdapat usulan lain yaitu menggunakan akuntansi
inflasi.
Akuntansi inflasi ini berupaya untuk menyusun laporan keuangan yang memuat dampak dari inflasi atau
penurunan nilai beli uang itu pada laporan keuangan sehingga laporan. keuangan menunjukkan satuan mata uang
pada tingkat harga yang berlaku saat itu bukan lagi harga historis.
Metode yang digunakan dalam akuntansi inflasi ini sama dengan metode penentuan laba. Penekanan penentuan
laba adalah pada nilai laba yang lebih relavan yang digambarkan oleh laporan keuangan, sedangkan inflasi nilai
semua item yang terdapat dalam laporan keuangan. Untuk menyusun laporan keuangan pada masa inflasi agar
lebih relevan dapat digunakan beberapa metode, yaitu :
Dalam metode General Price Level misalnya metode historical cost disesuaikan dengan perubahan tingkat harga
sehingga pada masa inflasi GPL ini lebih besar daripada nilai historical cost.
Inflasi itu terjadi pada barang yang berbeda dan perusahaan yang berbeda jadi tidak bisa disamaratakan
GPL tidak bermakna bagi perusahaan
Angka yang disesuaikan tidak menggambarkan arus kas
Rasio itu adalah indikator mentah
Menurut Edgar Edwards dan Philips Bell (1961) merupakan tokoh yang paling gencar konsep CCA ini. Menurut
merka yang dibutuhkan oleh manajer adalah bagaimana mereka mengalokasikan sumber-sumber ekonomi yang
ada. Berikut ini adalah beberapa bentuk current cost :
Replacement cost adalah nilai yang diukur saat ini (current cost) untuk mendapatkan aktiva baru atau
menggantinya dengan kapasitas produksinya yang sama. Dalam praktik nilai ganti ini hanya diterapkan
pada aktiva nonmoneter, sepertinya persediaan, aktiva tetap. Aktiva tetap disajiakan menurut nilai
gantinya, nilai bersih setelah digambarkan nilai yang sudah dipakai. Penyusutan dihitung berdasarkan
pada nilai ganti itu. Pada masa inflasi sering terjadi backlog depreciation atau penyusutan yang bersaldo
negatif. Dalam penyajiannya hutang ini harus disajikan nilai diskontonya. Pada masa inflasi nilai dari
replacement value ini lebih besar dari general price level.
Subjektivitas penilaian atau taksiran harganya sehingga angka-angka yang timbul tidak didasarkan pada
transaksi yang sebenarnya.
Dalam hal harga suatu aktiva menurun maka penurunan itu akan menimbulkan pembebanan ke laba rugi
(misalnya penyusutan dan harga pokok produksi) lebih rendah dari beban pada historical cost. Akhirnya
income akan lebih tinggi dari historical cost.
Perubahan harga umum tidak tergambar dalam metode replacement cost ini, karena hanya untuk aktiva
tertentu. Oleh karenanya metode replacement cost ini dianggap bukan merupakan metode akuntansi
inflasi
Sukar melakukan perbandingan antar perusahaan yang saling berbeda.
Walaupun ada kritik ini, sebagai pihak menganggap bahwa metode ini paling mudah diterapkan dalam akuntansi
inflasi.
Reproduction cost adalah istilah lain yang hampir sama dengan replacement cost ini. Disini harga itu
diukur berdasarkan harga sekarang jika aktiva itu dibuat atau diduplikasi seperti barang yang dimiliki
itu tanpa melihat perubahan teknologi yang mungkin mempengaruhi aktiva yang dibuat itu.
Net Realizable Value
Harga pasar sekarang adalah harga atau kas yang di peroleh jika suatu aktiva dijual sekarang. Namun, harga ini
didasarkan pada prinsip likuidasi bukan prinsip going concern sehingga menyalahi prinsip akuntansi. Salah satu
metode current market value ini adalah net realizable value.
NRV merupakan harga jual dikurangi taksiran biaya penjulan. Pada masa inflasi nilai dari net relizable value ini
lebih besar dari replacement cost karena manajemen tidak mungkin menjual barangnya tanpa mengharapkan
laba marjin general price level. Penyusutan dalam metode ini dihitung berdasarkan perbedaan antara harga jual
aktiva itu pada awal dibandingkan dengan pada akhir periode.
Selling Price
Di sini nilai yang dipakai adalah harga jual tanpa dikurangi biaya penjualan sehingga laporan keuangan yang
disusun menurut selling price ini akan lebih besar daripada net realizable value dan metode lain yang disebut
sebelumnya.
Expected value
Metode ini sangat tergantung pada pengharapan seseorang jadi bisa lebih besar atau lebih kecil dibanding dengan
metode lain karena expected value ini merupakan gambaran dari present value kas di masa yang akan datang.
Monetary Item adalah aktiva atau kewajiban yang dinilai atau disajikan dalam unit uang yang tetap misalnya
kas, piutang, hutang atau kewajiban lainnya yang angka dan jumlah nilai uangnya yang tetap itulah yang akan
ditagih, dibayar di masa yang akan datang tanpa ada perubahan. Nilai ini adalah nilai historis dan nanti nilai net
realizable value-nyalah yang akan direalisasi. Karena nilainya itu juga menggambarkan nilai sekarang (current
value) untuk aktiva jenis ini tidak perlu disesuaikan kecuali untuk mengetahui present value dari nilai yang
diharapkan ditagih (expected value) di masa yang akan datang.
Non-monetary items adalah nilai dimana jumlah uangnya tidak ditetapkan menurut kontrak perjanjian. Dalam
metode historical cost ini digambarkan sebagai old cost bukan nilai sekarang. Dalam metode current value harga
baru itu yang dicoba digambarkan dengan harga sekarang.
Atribut yang dinilai untuk masing-masing model akuntansi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
Dalam model Historical Cost Accounting, Atribut yang dinilai adalah jumlah uang atau kas atau
sejenisnya yang dibayar untuk mendapatkan aktiva atau membayar sejumlah hutang yang dibebankan
dalam unit uang yang timbul dari perolehan aktiva itu.
Dalam model Replacement Cost Accounting, atribut yang dibayar adalah uang kas atau sejenisnya yang
akan dibayar untuk memperoleh aktiva yang sama dan sejenis saat sekarang atau jumlah hutang yang
akan dibebankan untuk memperolah aktiva tersebut.
Dalam model Net Realizable, atribut yang dinilai adalah jumlah uang kas atau sejinsnya yang akan
diperoleh dengan menjual aktiva sekarang atau jumlah uang yang harus dibayar untuk menebus
kewajiban itu sekarang.
Dalam model Present Value atau Capitalized Value, atribut yang dinilai adalah arus kas masuk bersih
yang diharapkan akan diterima dari penggunaan aktiva atau arus kas keluar net yang diharapkan akan
dibayar untuk membayar kembali hutang.
Atribut itu dapat kita golongkan dalam tiga cara sebagai berikut :
Fokus penilaian dapat berupa masa lalu (historical cost), masa kini (replacement cost dan net realizable
value), dan masa yang akan datang (present value).
Jenis transaksi : historical cost dan replacement cost merupakan transaksi perolehan atau pembebanan
hutang, net realizable value dan present value menyangkut penjualan aset dan pembayaran hutang.
Sifat kejadian awalnya : historical cost didasarkan pada kejadian yang sebenarnya, present value
berdasarkan kejadian yang diharapkan, dan replacement cost dan net realizable value didasarkan pada
kejadian yang sifatnya hipotesis (anggapan).
Dalam model ini yang menjadi unit pengukuran adalah unit uang.
Dalam model ini yang menjadi alat ukur adalah daya beli uangnya yang tentu berbeda apabila waktunya berbeda.
Dalam menilai dan membandingkan model penilaian akuntansi tersebut, model Present Value sengaja tidak
diikutkan karena beberapa kelemahan sebagai berikut.
Dalam menilai dan membandingkan model-model ini maka yang menjadi dasar penilaian adalah.
Timing error timbul akibat perubahan nilai yang terjadi dalam suatu periode tertentu, tetapi dicatat,
diperhitungkan, dan dilaporkan pada periode yang lain.
Kesalahan akibat alat ukur ini terjadi apabila laporan keuangan tidak disajikan dengan menggunakan dan
mempertimbangkan tenaga beli dari mata uang tersebut.
Laporan keuangan harus dipahami tanpa salah pengertian. Dalam menafsirkan laporan keuangan kita harus
memahami masalah pengertian dan penggunaanya. Dengan perkataan lain, agar model akuntansi dapat dipahami
maka kita harus menggunakan rumus :
Dengan rumus ini maka para pembaca lapoiran keuangan akan memahami arti serta kegunaanya. Akuntansi
memiliki alat ukur yang menghasilkan ukuran tertentu, misalnya model akuntansi yang menggunakan unit sebagai
alat ukur berarti hasilnya adalah bahwa itu dinyatakan dalam jumlah rupiah (Number of Dollars = NOD).
Demikian juga jika kita gunakan konsep Historical Cost dengan “ukuran tenaga beli umum”, akan tetap
menghasilkan jumlah rupiah (Number of Dollars). Sementara itu, apabila konsep Current Value yang diukur
dengan tenaga beli umum, akan menghasilkan ukuran barang atau Command of Goods (COG)
1. Relevansi
Informasi akuntansi harus relevan artinya harus bermanfaat bagi pemakainya khususnya untuk digunakan dalam
proses pengambilan keputusan. Namun, karena model akuntansi yang ada masih memiliki makna yang masih
kabur seperti masalah NOD dan COG tadi, sulit bagi pembaca menjadikan informasi akuntansi itu relevan tanpa
menguasai ilmu akuntansi lebih mendalam.
Untuk memberikan gambaranyang jelas antara beberapa alternative model akuntansi ini kita misalkan PT
Sipangko Jaya yang didirikan pada tanggal 21 Maret 2005 akan memasarkan produk baru yang disebut ESTIMA.
Mdal berjumlah Rp 30.000,-, utangnya Rp 30.000,-, dengan bunga 10 %. Pada tanggal 1 Januari PT Sipangko Jaya
memulai kegiatannya dengan membeli 6.000 unit ESTIMA dengan harga Rp 10,- per unit. Pada tanggal 1 Mei
perusahaan menjual 5.000 unit dengan harga Rp 15,- per unit.
Sementara itu, perubahan tingkat harga selama tahun 2005 adalah sebagai berikut:
Alternatif yang kita bahas disini adalah menyangkut kesalahan yang timbul karena waktu. Untuk itu, model yang
akan kita bahas adalah:
Laporan laba rugi untuk ketiga model itu adalah sebagai berikut:
PT Sipangko Jaya
Tidak direalisasi
General Price level gain tidak dihitung tidak dihitung tidak dihitung
and loss
PT Sipangko Jaya
Neraca
31 Desember 2005
Harta
Modal :
Laba ditahan
1. 2. Alternatif Dengan Menggunakan Model Akuntansi yang Diukur Dengan Unit Tenaga Beli Umum
PT Sipangko Jaya
HC RC NRVA
Hasil 90.000 90.000 107.000
Real Unrealized Holding Gain and Loss tidak dihitung (2.600) (2.600)
PT Sipangko Jaya
HC RC NRVA
Aktiva: 72.000 72.000 72.000
Persediaan
Total Aktiva 87.600 85.000 89.000
30.000 30.000 30.000
Pasiva: 46.800 46.800 46.800
Realized
Unrealized
Laba/Rugi GPL
Total Pasiva 87.600 85.000 89.000
Ditambah:
105.000 136.800
Dikurangi:
63.000 96.600
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa pada masa inflasi, laporan keuangan GPLA lebih informatif
dibanding historical cost, namun material atau tidaknya perbedaan yang ditimbulkan GPLA tergantung
pengaruhnya terhadap perusahaan tersebut, sehingga GPLA bukan dimaksudkan untuk mengganti laporan
keuangan historical cost, tetapi hanya sebagai supplement report untuk digunakan sebagai informasi tambahan
dalam pengambilan keputusan bagi pihak-pihak yang membutuhkan informasi laporan keuangan sehingga tujuan
dari pelaporan akuntansi terpenuhi. Hal ini didasari oleh pernyataan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia
bahwa informasi tambahan antara lain mengenai pengungkapan pengaruh perubahan harga bersifat tidak
mengikat.
3.2 Saran
Adapun saran atau rekomendasi yang dapat penulis berikan terkait dengan pengembangan studi teori akuntansi
adalah diharapkan kita memahami lebih dalam tentang teori-teori akuntansi yang ada dan bisa
mengimplementasikan ke dunia bisnis. Namun keberadaan makalah ini diharapkan dapat menjadi referensi
positif baik bagi mahasiswa untuk lebih memahami materi mata kuliah teori akuntansi ini.