Anda di halaman 1dari 15

A.

Konsep dasar
1. Pegertian
Benigna prostate hyperplasiea (BPH) adalah suatu kondisi yang
sering terjadi sebagai hasil dari pertumbuhan dan pengendalian
hormonprostate (nurarif & kusuma,2015, hal 91)

Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah suatu penyakit


perbesaran atau hipertrofi dari prostate. Kata-kata hipertrofi sering kali
menimbulkan kontroversi di kalangan klinik karena sering rancu
dengan hiperplasia. Hipertrofi bermakna bahwa dari segi kualitas
terjadi pembesaran sel, namun tidak diikuti oleh jumlah (kualitas).
Namun, hiperplasia merupakan pembesaran ukuran sel (kualitas) dan
diikuti oleh penambahan jumlah sel (kuantitas). BPH sering
menyebabkan gangguan dalam eliminasi urin karena pembesaran
prostat yang cenderung kearah depan atau menekan vesika urinaria.
(Prabowo & Pranata, 2014, hal. 130)

Benigna Prostat Hiperplasia adalah pertumbuhan nodul-nodul


fibriadenomatosa majemuk dalam prostat, pertumbuhan tersebut
dimulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan
tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang tersisa. (Wijaya A. S.,
2013, hal. 97)

2. Etiologi

Penyebab pastinya belum diketahui secara pasti dari hiperplasia


prostat, namun faktor usia dan hormonal menjadi predisposisi
terjadinya BPH. Beberapa hipotensi menyebutkan bahwa hiperplasia
prostat sangat erat kaitannya dengan :
Peningkatan DTH (dehidrotestosteron)
Peningkatan liam alfa reduktase dan reseptor androgen akan
menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat mangalami
hiperplasia.

 Ketidak seimbangan estrogen-testosteron


Ketidak seimbangan ini terjadi karena proses degeneratif. Pada proses
penuaan, pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan
penurunan hormon testosteron. Hal ini yang memicu terjadinya
hiperplasia stroma pada prostate.
 Interaksi antar sel stroma dan sel epitel prostat
Peningkatan kadar epidermal growth factor atau fibroblast growth
factor dan penurunan transforming growth factor beta menyebabkan
hiperplasia stroma dan epitel, sehingga akan terjadi BPH.
 Berkurangnya kematian sel (apoptosis)
Estrogen yang meningkat akan menyebabkan peningkatan lama hidup
stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
 Teori stem sel
Sel stem yang meningkat akan mengakibatkan proliferasi sel transit
dan memicu terjadi benigna prostat hyperplasia. (Prabowo & Pranata,
2014, hal. 131)

3. Tanda dan gejala


BPH merupakan yang diderita oleh klien laki-laki dengan usia
rata-rata lebih dari 50 tahun di karenakan peningkatan usia akan
membuat ketidak seimbangan rasio antara estrogen dan testosteron,
dengan meningkatnya kadar estrogen diduga berkaitan dengan
terjadinya hiperplasia stroma, sehingga timbul dengan bahwa
testosteron diperlukan untuk inisiasi terjadinya ploriferasi sel tetapi
kemudian estrogen lah yang berperan untuk memperkembang stroma.
Gambaran klinis dari BPH sebenarnya sekunder dari dampak obstruksi
saluran kencing, sehingga klien kesulitan untuk miksi. Berikut ini
adalah beberapa gambaran klinis pada klien BPH :
a. Gejala prostatimus (nokturia,urgency,penurunan daya aliran urin).
Kondisi ini dikarenakan oleh kemampuan vesika urinaria yang
gagal mengeluarkan urin secara sepontan dan reguler, sehingga
volume urin masih sebagaiAN besar tertinggal dalam vesika.
b. Retensi urin
Pada awal obstruksi,biasanya pancaran urin lemah, terjadi
hesistansi, intermitensi,urin menetes, dorongan mengejan yang
kuat saat miksi dan retensi urin. Retensi urin sering dialami oleh
klaien yang mengalami BPH kronis. Secarafisiologis,vesika
urinariamemiliki kemampuan untuk mengeluarkan urin melalui
kontraksi otot detrusor. Namun obstruksi yang berkepanjangan
akan membuat beban kerja m.destrusor semakin berat dan pada
akhirnya mengalami dekompensasi.
c. Pembesaran prostat
Hal ini diketahui melalui pemeriksaan rektal toucher (RT)
anterior. Biasanya didapatkan gambaran pembesaran prostat
dengan konsistensi jinak.
d. Inkontinensia
Inkontinensia yang terjadi menunjukan bahwa m.detrusor
gagal dalam melakukan kontraksi. Dekompensasi yang
berlangsung lama akan mengiritabilitas serabut syaraf urinarius,
sehingga kontrol untuk miksi hilang. (Prabowo & Pranata, 2014,
hal. 132)
Berbagai tanda dan gejala dapat dibagi dalamdua kategori:
obstruktif (terjadi ketika faktor dinamik dan atau faktor static
mengurangi pengosongan kandung kemih) dan iritatif (hasil dari
obstruksi yang sudah berjalan lama pada leher kandung kemih).
(Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 91).
Adapun tanda dan gejala yang tampak pada pasien dengan BPH :

1. Retensi urin.
2. Kurang atau lemahnya pancaran urin dikarenakan
pembesaran pada kelenjar prostat sehingga saluran uretra
terhimpit,dan membuat pancaran urin menjadi lemah.
3. Miksi yang tidak puas, karena adanya pembesaran pada
kelenjar prostat ini membuat uretra menyempit dan maka dari
itu dapat menghambat urine yang akan dimiksikan sehinnga
akan menimbulkan rasa miksi yang tidak puas,karena ada
sebagaian urin yang belum keluar dengan tuntas.
4. Frekuensi kencing bertambah terutama malam hari, karena
hambatan dari korteks berkurang dan tonus sfingter dan
uretra berkurang selama tidur.
5. Terasa panas, nyeri atau sekitar saat miksi (disuria), karena
adanya ketidak stabilan detrusor sehingga terjadi kontraksi
involunter.
(Wijaya A. S., 2013, hal. 100)

4. Komplikasi
Komplikasi Benigna Prostat Hiperlasia kadang-kadang dapat
mengarah pada komplikasi akibat ketidak mampuan kandung kemih
dalam mengosongkan urin. Beberapa komplikasi yang mungkin
muncul antara lain :
a. Retensi kronik dapat menyebabkan reluks vesiko-ureter,
hidroureter, hidronefrosis, gagal ginjal.
b. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu
miksi. Karena produksi urin terjadi, maka satu saat vesiko urinaria
tidak lagi mampu menampung urin, sehingga tekanan intravesikel
lebih tinggi dari tekanan sfingter dan obstruksi sehingga terjadi
inkontinensia paradox (overflow incontinence ). Retensi kronik
menyebabkan refluk vesiko ureter dan dilatasi. Ureter dan ginjal,
maka ginjal akan rusak.
c. Hernia atau hemoroid. Hal ini dapat terjadi karena kerusakan
traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang
meningkatkan pada tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan
hernia dan hemoroid.
d. Kerena selalu terdapat sisa urin sehingga menyebabkan
terbentuknya batu..(Wijaya A. S., 2013, hal. 102)

5. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan lainya yang bisa membantu penegakan diagnosis
BPH adalah USG ginjal( melihat komplikasi) dan vesika
urinaria(tampak pembesaran jaringan prostat). Pemeriksaan
uroflowmetri sangat penting dengan melihat pancaran urin.berikut
penilaian dari pemeriksaan uroflowmwtri :

 Flow rate maksimal > 15ml/detik = non ostruktif


 Flow rate maksimal 10-15ml/detik = border line
 Flow rate maksimal < 15ml/detik = obstruktif. (Prabowo &
Pranata, 2014, hal. 138)
1. Pemeriksaan penunjang antara lainnya :
2. BNO/ IVP : untuk menentukan adanya divertikel, penebalan
bladder.
3. USG dengan Transuretral Ultrasonografi prostat (TRUS P) unruk
menentukan volume prostat.
4. Trans-abdomal USG : untuk mendeteksi bagian prostat yang
menonjol ke buli-buli yang dapat dipakai untuk meramalkan
derajat berat obstruksi apabila ada batu dalam vesika.
5. Cystoscopy untuk melihat adanya penebalan pada dinding bladder.
(Wijaya A. S., 2013, hal. 101)
Pemeriksaan laboratorium
1. Hasil Pemeriksaan darah lengkap tidak menunjukan adanya
kelainan, kecuali disertai dengan urosepsis yaitu adnya
peningkatan leukosit.
2. Pemeriksaan urin lengkap akan ditemukan adanya bakteri
patogen pada kultur jika ada infeksi dan adanya eritrosit jika
terjadi reptur pada jaringan prostat.
3. Pada kondisi post operasi pemeriksaan PA dilakukan untuk
keganasan/jinak dari jaringan prostat yang hiperplasia.
(Prabowo & Pranata, 2014, hal. 138)

6. Pentalaksanaan

Penyakit BPH merupakan penyakit bedah, sehingga terapi bersifat


simptomatis untuk mengurangi tanda gejala yang diakibatkan oleh
obstruksi pada saluran kemih. Terapi simptomatis ditujukan untuk
merelaksasi otot polos atau dengan menurunkan kadar hormonal yang
mempengaruhi pembesaran prostat. Sehingga obstruksi akan berkurang.
Jika keluhan masih bersifat ringan maka observasi diperlukan dengan
pengobatan simptomatis untuk mengevaluasi perkembangan klient. Jika
telah terjadi obstruksi/atau retensi urin, inveksi, vesikolithiasis,insufisiensi
ginjal, maka harus dilakukan pembedahan.

a. Terapi simptomatis
Pemberian obat golongan reseptor alfa-adrenergik inhibitor
mampu merelaksasikan otot polos prostat dan saluran kemih akan
lebih terbuka.obat golongan 5-alfa-reduktase inhibitor mampu
menurunkan kadar dehidrotestosteron intraprostat, sehingga dengan
turunya kadar testosteron dalam plasma maka prostat akan mengecil.
b. TUR-P (Transuretral Resection Prostatectomy)
Tindakan ini merupakan tindakan pembedahan non insisi yaitu
pemotongan secara elektis prostat melalui meatus uretralis. Jaringan
prostat yang membesar dan menghalangi jalanya urin akan dibuang
melalui elektrokauter dan dikeluarkan melalui irigasi dilator. Tindakan
ini memiliki banyak keuntungan, yaitu meminimalisir tindakan
pembedahan terbuka, sehinnga masa penyembuhan semakin cepat dan
tingkat resiko infeksi bisa ditekan.
c. Pembedahan terbuka (Prostatectomy)
Tindakan ini bisa dilakukan jika prostat terlalu besar diikuti
dengan penyakit penyerta lainnya, misal tumor vesika urinaria,
vesikolithiasis, dan adanya adenoma yang besar.
(Prabowo & Pranata, 2014, hal. 136)

B. Asuhan Keperawatan
1. Penkajian
2. Identitas :
3. Umur :
BPH biasanya terjadi pada usia lebih dari 50 tahun (Prabowo &
Pranata, 2014, hal. 131)
4. Jenis kelamin:
Hanya dialami oleh seorang laki laki (Prabowo & Pranata, 2014,
hal. 131)
5. Alasan masuk rumah sakit:
Biasanya pasien mecngeluh nyeri pada saat miksi dan perasaan
ingin miksi yang mendadak saat miksi harus menunggu lama dan
kencing terputus- putus. (Wijaya A. S., 2013, hal. 103)
6. Keluhan utama:
Nyeri saat miksi (Wijaya A. S., 2013, hal. 103)
7. Upaya yang dilakukan:
Pemberian obat golongan reseptor alfa-adrenergik inhibitor untuk
merelaksasikan otot polos prostat dan salura kemih agar terbuka
(Prabowo & Pranata, 2014, hal. 136)
a. Status kesehatan saat ini
1. Keluhan Utama
Keluhan utama yang menjadikan alasan pasien karena biasanya
nyeri saat miksi, pasien juga sering mengeluh saat miksi, pasien juga
sering BAK berulang ulang (anyang-anyangan), terbangun ingin miksi
saat malam hari, perasaan ingin miksi yang sangat mendesak, kalau
miksi harus menunggu lama, harus mkencing terputus putus. (Wijaya
A. S., 2013, hal. 103)
2. Alasan Masuk Rumah Sakit
Pasien mengeluh nyeri saat miksi,pasien merasakan jika
inginmiksi harus menunggu lama,harus mengedan dan kencing
terputus-putus. (Wijaya A. S., 2013, hal. 103)

3. Riwayat Penyakit Sekarang


Pengembangan dari keluhan utama yang dirasakan klien melalui
metode PQRST dalam bentuk narasi

a. P (paliatif dan profokatif) : pasien mengeluh sakit pada saat miksi


dan harus menunggu lama dan harus mengedan.
b. Q (Quality atau Quanty): pasien mengatakan tidak bisa melakukan
hubungan seks.
c. R (Regio dan Radiasi) :keluhan tersebut tempatnya , yaitu di
bawah kandung kemih
d. S (Saverit atau Scale) : keluhan tersebut mengganggu aktifitas dan
mengeluh sering BAK berulang-ulang.
e. T (Timing) : saat pasien ingin miksi dan lebih sering terbangun
pada saat malam hari. (Wijaya A. S., 2013, hal. 103)
4. Riwayat kesehatan terdahulu
a. Riwayat penyakit sebelumnya :
Klien pernah menderita BPH sebelumnya dan apakah
klien pernah dirawat dirumah sakit sebelumnya. (Wijaya A. S.,
2013, hal. 103)

b. Riwayat penyakit keluarga:


Mungkin diantara keluarga pasien sebelumnya ada yang
menderita penyakit yang sama dengan penyakit sekarang.
(Wijaya A. S., 2013, hal. 103)

c. Riwayat pengobatan :
Pemberian obat golongan reseptor alfa-adrenergik
inhibitor mampu merelaksasikan otot polos prostat dan saluran
kemih akan lebih terbuka.obat golongan 5-alfa-reduktase
inhibitor mampu menurunkan kadar dehidrotestosteron
intraprostat, sehingga dengan turunya kadar testosteron dalam
plasma maka prostat akan mengecil. (Prabowo & Pranata,
2014, hal. 136)
5. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
b. Kesadaran
Pada pasien Benigna Prostat Hiperplasia, keluhan yang
sering dialami dikenal dengan istilah LUTS (lower urunary
tract symtoms) yaitu pancaran urin lemah, intermitensi,ada sisa
urin pasca miksi, urgensi, frekuensi dan disuria. (Prabowo &
Pranata, 2014, hal. 137)

c. Tanda-tanda vital:
1) Tekanan darah : mengalami peningkatan pada tekanan
darah
2) Nadi : adanya peningkatan nadi. Hal ini merupakan
bentuk kompensasi dari nyeri yang tibul akibat
opstruksi meatus uretalis dan adanya distensi bladder.
3) Respirasi : terjadi peningkatan frekuensi nafas akibat
nyeri yang dirasakan pasien.
4) Suhu : terjadi peningkatan suhu akibat retensi urin
berlangsung lama seiring ditemukan adanya tanda
gejala urosepsis. (Prabowo & Pranata, 2014, hal. 137)
d. Pemeriksaan body sistem
e. Sistem pernafasan
1) Inspeksi : biasanya klien terjadi sesak nafas ,frekuensi
pernafasan
2) Palpasi : pada palpasi supra simfisis akan teraba distensi
badder.
3) Auskultasi : biasanya terdengar suara nafas tambahan
seperti ronchi,wheezing,suara nafas menurun, dan
perubahan bunyi nafas. (Prabowo & Pranata, 2014, p.
137)
f. Sistem kardiovaskular
1. Inspeksi : tidak terdapat sianosis , tidak terdapat
perubahan letak maupun pemeriksaan pada inspeksi.
2. Palpasi : biasannya denyut nadi meningkat akral

hangat CRT detik


3. Perkusi : pada pemeriksaan manusia normal
pemeriksaan perkusi yang didapatkan pada thorax
adalah redup. (Prabowo & Pranata, 2014, p. 137)
g. Sistem persyarafan
1. Inspeksi : klient menggigil, kesadaran menurun
dengan adanya infeksi dapat terjadi urosepsis berat
sampai pada syok septik. (Prabowo & Pranata,
2014, hal. 137)
h. Sistem perkemihan
1. Inspeksi : terdapat massa padat dibawah abdomen
bawah (distensi kandung kemih)
2. Palpasi : pada palpasi bimanual ditemukan adanya
rabaan pada ginjal. Dan pada palpasi supra simfisis
akan teraba distensi bladder dan terdapat nyeri
tekan.
3. Perkusi :dilakukan untuk mengetahui adatidaknya
residual urin terdapat suara redup dikandung kemih
karena terdapat residual (urin). (Prabowo & Pranata,
2014, hal. 137)
i. Sistem pencernaan
1. Mulut dan tenggorokan : hilang nafsu makan mual
dan muntah.
j. Abdomen : datar (simetris)
1. Inspeksi : bentuk abdomen datar , tidak terdapat
masa dan benjolan.
2. Auskultasi : biasanya bising usus normal.
3. Palpasi ; tidak terdapat nyeri tekan dan tidak
terdapat pembesaran permukaan halus.
4. Perkusi ; tympani (Wijaya, 2013, p. 100).
k. Sistem integumen
1. Palpasi : kulit terasa panas karena peningkatan suhu
tubuh karena adanya tanda gejala urosepsis klien
menggigil , kesadaran menurun. (Prabowo &
Pranata, 2014, hal. 137)
l. Sistem endokrin
1. Inspeksi : adanya perubahan keseimbangan hormon
testosteron dan esterogen pada usia lanjut. (Nurarif &
Kusuma, 2015, hal. 91)
m. Sistem reproduksi
Pada pemeriksaan penis, uretra, dan skrotum tidak
ditemukan adanya kelainan, kecuali adanya penyakit
penyerta seperti stenosis meatus. Pemeriksaan RC (rectal
toucher) adalah pemeriksaan sederhana yangpaling mudah
untuk menegakan BPH. Tujuannya adalah untuk
menentukan konsistensi sistem persarafan unut vesiko
uretra dan besarnya prostate. (Prabowo & Pranata, 2014,
hal. 137)

n. Sistem muskuloskletal
Traksi kateter direkatkan di bagian paha klien. Pada
paha yang direkatkan kateter tidak boleh fleksi selama
traksi masih diperlukan. (Wijaya, 2013, p. 106)

o. Sistem pengindraan
Inspeksi : pada pasien BPH biasanya pada sistem ini
tidak mengalami gangguan (Prabowo & Pranata, 2014, p.
137).

p. Sistem imun
Tidak terjadi kelainan imunitas pada penderita
BPH. (Prabowo & Pranata, 2014, p. 137)
NIC
No Diagnosa NOC

1. Nyeri akut b/d Setelah dialkukan tindakan 1. Minta pasien untuk menilai nyeri
keperawatan selama atau ketidak nyamanan pada skala
 spasme kandung  Nyeri berkurang 0-10
kemih agent  Nyeri terkontrol 2. bantu pasien mengintifikasi
injuri  Mampu melakukan tindakan kenyamanan yang efektif
 agen-agen tindakan pencegahan seperti distraksi, relaksasi,
peyebab cedera  Melaporkan nyeri dapat kompres hangat dingin.
(biologis, kimia, terkendalikan 3. lakukan perubahan posisi, masase
fisik, psikologis ) punggung dan relaksasi
4. bantu pasien untuk focus pada
aktivitas,bukan pada nyerinya
5. ajarkan penggunaan tehnik non
farmakologis hypnosis,napas
dalam distraksi
6. colaborasi :
berikan analgesik

2. ansietas b/d
1. Ajarkan anggota keluarga
terpajang toksin,  Klien mampu
bagaimana membedakan antara
hubungan megindentifikasi dan
serangan panic dan gejala
keluarga/herediter, mengungkapkan gejala
penyakit fisik
stress, krisis situasi cema dengan indicator
2. Intruksikan pasien tentang
atau maturasi, (tidak pernah jarang ,
penggunaan tehnik relaksasi
penyalahgunaan kadang-kadang,
3. Singkirkan sumber-sumber
zat, ancaman sering,selalu)
ansietas jika memungkinkan
kematian, ancaama  Vital sign dalam batas
4. Kolabrasi
konsep diri. normal
Konflik yang tidak  Menggunakan tehnik Beriakan obat untuk menurunkan
disadari relaksasi untuk ansietas
meredamkan anxietas

gangguan eliminasi  Menunjukkan


3.
b/d kontinensia urine yang 1.-Pantau asupan dan haluaran
obstruksi pintu dibuktikan dengan 2.-Pertahankan asupan cairan sekitar
keluar kandung indicator tidak 2000 ml/ hari
kemih, efek pernah,jarang, kadang- 3. ajarkan untuk menghindari
samping obat kadang,sering, selalu konstipasi
dekongestik ditunjukan 4.ajarkan pasien atau keluarga untuk
 Mengosongkan blader merekam output urine
secara umum
 Mengkonsumsi cairan
dalam jumlah yang
adekuat
 Urine residu pasca
berkemih >100-200 ml
Daftar pustaka

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan


Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis & NANDA NIC-
NOC. Jogjakarta: Mediaction.

Wijaya, A. S. (2013). Keperawatan Medikal


Bedah. Jakarta: Nuha Medika.

Prabowo, E., & Pranata, A. E. (2014). Asuhan Keperawatan


Sistem Perkemihan.Yogyakarta: Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai