Anda di halaman 1dari 12

Ringkasan Etika

1. Apa itu ajaran moral? Ajaran moral adalah ajaran tentang baik dan buruk. Ajaran itu Etika | 1
dipakai untuk tujuan mengatur hidup manusia agar lebih baik dalam menjalani
kehidupan. Sumber Ajaran moral adalah keluarga, masyarakat, agama, negara, tradisi,
dll. Ajaran moral digunakan sebagai kaidah atau norma yang harus dituruti agar hidup
manusia sesusai dengan konsep yang dimaksudkan oleh pembuat Ajaran moral tersebut.
Ajaran moral itu ditanamkan dalam diri manusia secara terus-menerus, berulang-ulang
sampai melekat dalam hati dan pikiran. Selanjutnya Ajaran moral tersebut akan menjadi
semacam “way of life”, sebuah cara bertindak, sebuah ukuran untuk berperilaku, dan
sebagai ukuran untuk menilai moral seseorang. Jika seseorang menjalankan Ajaran moral
tersebut maka ia diterima dalam komunitasnya dan secara moral dianggap sebagai orang
baik. Sebaliknya, ketia ia melawan Ajaran moral tersebut maka ia dijauhi, ditolak dan
dianggap tidak bermoral oleh komunitasnya. [Pendapat A. Kosasih Djahiri (1988) dalam
Bab Kajian Moral menyebutkan bahwa moral adalah segala hal yang mengikat, membatasi,
dan menentukan serta harus dijalankan, karena hal tersebut dianut atau diharapkan
dimana kita berada. Moral itu mengikat seseorang atau kelompok karena dianut, diyakini,
dilaksanakan oleh seseorang atau kelompok masyarakat dimana kita berada dan merupakan
hal yang diinginkan kehidupan kita].

2. Aceh misalnya menciptakan kota bersyariah. Artinya, hukum dan tata kelola masyarakat
Aceh diatur menggunakan norma-norma syariah.

3. Apakah AM itu pasti benar? AM benar sesuai dengan kebenaran pencipta AM tersebut.
Ruang lingkup kebenaran AM sebatas lingkup penciptanya. AM yang bersumber dari
agama Islam misalnya, kebenarannya ya hanya untuk penganut agama Islam, tidak bisa
dipaksakan bagi penganut agama lain, demikian juga sebaliknya, kecuali ajaran moral
yang mereka ajarkan bersifat universal, artinya ajaran moral itu diajarkan oleh semua
agama. Jika babi itu haram bagi Islam, kebenaran dari AM tersebut hanya di wilayah
Islam, tidak bisa diterapkan bagi penganut agama lain. Jadi kebenaran AM bersifat relatif
dan kontekstual, temporal, bukan mutlak, universal dan kekal.

4. Apakah AM bisa salah? Kebenaran AM bersifat relatif, tidak mutlak, ini mengandung
pemahaman bahwa AM bisa salah. Siapa yang berhak memutuskan bahwa AM salah?
Pertama-tama haruslah dipahami bahwa AM dirumuskan, dituliskan dan diajarkan
kepada orang pada zamannya, sesuai situasi, kondisi dan kultur (kebudayaan) yang
berkembang saat AM tersebut dirumuskan. Jadi latar belakang atau situasi, kondisi dan
kulturlah yang melatari perbedaan AM. Misalnya kasus perkawinan: ada yang
memperbolehkan poligami dan perceraian, tetapi ada pula yang melarang keras dan
mengutuk praktik poligami dan perceraian. Meski berbeda, tidak ada yang bisa
disalahkan atau dipertentangkan. AM bisa salah ketika bertentangan dengan prinsip nilai
yang lebih tinggi dan lebih universal. AM bisa sesat dan salah karena lahir dari pemikiran
yang sesat dan salah. Contohnya AM berjihad dengan menjadi pelaku bom bunuh diri.
AM ini mengajarkan untuk membunuh, demi alasan agama, tetapi yang mau dibunuh
tidak jelas apa salah dan dosanya, korbannya tidak pernah disidang, diadili dan
dinyatakan bersalah. Jihad seperti ini salah karena bertentangan dengan konsep jihad
yang benar dan tindakannya ngawur serta bertentangan dengan nilai kemanusiaan yang
universal: membunuh manusia tidak berdosa tidak dibenarkan oleh ajaran agama
apapun. Islam tidak pernah mengenal model jihad yang membabi buta seperti ini. Etika | 2

5. Jika kebenaran AM relatif berarti boleh diperdebatkan dong? Justru karena sifatnya yang
tidak mutlak, maka AM boleh diperdebatkan. Sebelum dijalankan, AM semestinya diuji
dengan cara dipertanyakan, diperdebatkan biar memahami dasar-dasar filosofis yang
melatari dirumuskannya AM tersebut. AM perlu dikritisi, dipertajam dasar filosofisnya,
dipertentangkan jika berlawanan dengan nilai lain yang lebih baik.
6. Siapa yang berhak mengkritisi AM? ETIKA yang mempunyai tugas mengkritisi AM. Dalam
konteks ini etika merupakan pisau analisis yang mengkritisi AM. Etika bertugas mencari
dasar mengapa AM pantas diterima atau ditolak. Setiap dari kita harus memiliki
pandangan kritis terhadap AM yang berkembang dalam masyarakat. Jadi, kita juga wajib
mengkritisi AM yang ada agar hidup kita tidak hanya sekedar menjalankan apa yang
diperintahkan atau diajarkan tanpa mengetahui dasar-dasarnya dan berani melawan
ketika ajaran yang kita terima itu bertentangan dengan prinsip prinsip etis yang kita
pahami. Kita sebagai manusia yang belajar etika bertanggung jawab untuk mengkritisi
AM, sesuai wilayah kita masing-masing. Kita tidak bisa menyeberang ke wilayah yang
bukan wilayah kita. Orang katolik tidak boleh mengkritisi dogma dan praksis hidup
beriman orang muslim.
7. Etika adalah filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran moral.
Etika merupakan sebuah ilmu yang bermaksud mencari pendasaran mengapa manusia harus
hidup dan bertindak berdasarkan ajaran ajaran moral. Etika mengajarkan sikap kritis, berdiri
tegap di atas nilai kebenaran, kejujuran, hukum dan moral. pendekatan kritis memeriksa
secara jernih, rasional ajaran - ajaran moral dan menuntut pertanggugjawaban serta, menyikapi
kerancuan, menjernihkan permasalahan moral.
8. Hukum dan moral memiliki perbedaan fundamental. Hukum bersifat fositif. Dalil-dalilnya
mengandung kebenaran dan sanksi bila tidak dapatuhi. Moral berada di wilayah lain.
Moral tidak bersifat positif, saklek, jika tidak dijalankan maka sanksi yang diberikan
adalaah sanksi moral (dianggap jelek, dipandang tidak bertanggung jawab). Hukum yang
terbaik seharusnya dijiwai moralitas. Moral harus menjadi jiwa sebuah hukum. Jika
hukum dijalankan secara saklek yang terjadi adalah manusia menjadi budak hukum.
Namun jika moral menjadi pertimbangan maka hukum itu bersifat manusiawi. Hukum
harsu mengabdi manusia, bukan manusia mengabdi hukum.
perbedaan etika dan hukum
hukum obyektif etika bersikat subjektif
- Hukum hanya membatasi ruang lingkupnya pada tingkah laku lahiriah manusia saja, sedangkan
etika menyangkut prilaku batin seseorang.

-sangsi hukum biasanya dapat dan selalu dipaksakan, sedangkan sanksi etika adalah pada batin
seseorang itu sendiri yang membuat batinnya tidak tenang.

perbedaan etika dan agama


etika mendasarkan diri pada argumentasi rasional, sedangkan agama menuntut seseorang untuk
mendasarkan diri pada wahyu tuhan dan ajaran agama.

dalam agama ada etika dan sebaliknya agama merupakan salah satu norma dalam etika, kedua
berkaitan namun terpisahkan secara teoritis dalam tataran praktis tidak bisa mengesampingkan
salah satu diatanranya Etika | 3
9. Moral dapat mengarahkan manusia tentang bagaimana cara manusia harus bertingkah
karena moral bersifat mengikat dan harus dilakukan oleh individu atau kelompok agar dapat
diterima di lingkungan bermasyarakat tersebut. Etika dapat memberikan alasan yang
logis mengapa manusia harus mengikuti arahan moral di lingkungannya. Selain itu, etika
dapat membuat manusia menjadi tahu dan sadar apa yang harus dilakukan agar berdampak
baik untuk dirinya dan orang lain.

10. Apa manfaat etika dalam kehidupan kita? Ada empat manfaat penting:
A. Terkait dengan pluralisme. Setiap agama, suku, bangsa, kebudayaan, keluarga
mengajarkan berbagai ajaran moral yang berbeda-beda. Ketika hidup dalam
komunitas homogen (sama suku, ras, kebudayaan, agama, dll) tidak terjadi
kendala berarti, namun ketika hidup dalam masyarakat mejemuk yang plural pula
ajaran dan ideologinya, maka etika membantu orang untuk bersikap saling
menghargai dan menghormati ajaran dan ideologi orang lain dan tidak merasa
benar sendiri dengan ajaran dan ideologinya sendiri.

B. Terkait Modernisasi. Dunia berkembang menjadi semakin modern, banyak tata


nilai yang berubah karena perkembangan zaman ini. Modernisasi telah membawa
perubahan besar-besaran pada perilaku manusia sesuai tuntutan zamannya.
Karena tuntutan modernisasi pula banyak nilai-nilai kehidupan yang berubah.
Akibatnya banyak ajaran moral yang tidak bisa diterapkan lagi dan diganti ajaran
yang baru yang sesuai semangat zamannya. Dalam konteks ini etika membantu
mencari jawaban atas permasalahan yang ada. Semangat yang harus dipegang
teguh adalah membedakan mana yang hakiki dan mana yang artifisial. Orang
tidak boleh buru-buru menolak modernisasi atau menyetujui modernisasi. Nilai
boleh berubah karena ada nilai lain yang lebih tinggi sifatnya. Dengan semangat
ini, bisa dibedakan AM mana saja yang harus diganti atau dipertahankan, atau
disempurnakan. Yang harus dipahami adalah bahwa yang tradisional belum tentu
jelek dan yang modern belum tentu baik. Di sinilah etika berperan menemukan
jawaban atas dilema moral yang ada.

C. Terkait Perubahan Sosial Budaya. Modernisasi yang ditandai dengan kemajuan


teknologi akan dibarengi dengan perubahan sosial budaya dalam masyarakat.
Modernisasi yang dekat dengan globalisasi, akan mempertemukan manusia
dengan berbagai budaya (kultur, ideologi) dari berbagai negara. Pertemuan
kebudayaan ini mengubah perilaku masyarakat dan mengubah apresiasi mereka
pada nilai-nilai moral yang mereka pegang teguh selama ini. Sikap yang harus
diambil adalah jangan buru-buru menolak perubahan, karena sifatnya yang baru,
atau buru-buru menerimanya. Maka perlu diperhatikan agar tidak menjadi naif di
satu sisi, dan tidak menjadi ekstrem di sisi lain. Yang bersikap naif: mengakui
perubahan sosial budaya itu wajib dan harus dilakukan sampai kadang kala
melupakan nilai-nilai lama. Yang bersikap ekstrem: menolak perubahan karena
dianggap sebagai budaya asing yang dianggap rendah dan tidak pantas. De facto,
tidak semua yang berbau asing itu jelek. Banyak kalangan menilai bahwa budaya
Barat itu buruk. Padahal banyak sekali nilai-nilai Barat yang sangat baik: misalnya
sikap kritis, anti korupsi, HAM, penghargaan atas martabat hidup manusia, anti Etika | 4
ilegal logging, pelestarian alam, pencegahan pencemaran lingkungan hidup, dll.
Namun ada pula ideologi yang tidak layak diterapkan di bumi nusantara seperti
misalnya freesex, legal prostitusi, dll.

D. Etika berfungsi bagi kaum agamawan, pertama, membantu kaum agamawan


mencari dasar-dasar filosofis agar agama itu menjadi rasional dan ajarannya bisa
dijalankan dalam konteks zaman ini. Dalam konteks ini etika membantu
menafsirkan ajaran agama yang ada dan dikontekstualisasi dengan situasi dan
kondisi zaman ini. Kedua, etika membantu kaum agamawan mencarikan dasar-
dasar filosofis terkait masalah-masalah etis yang timbul di masyarakat modern,
tetapi tidak ada dasar biblis/Kitab Suci (tidak disebut dalam kitab suci), misalnya
masalah aborsi, clonning, euthanasia, dan masalah-masalah etis lain. Ketiga, etika
membantu kaum agamawan dalam membangun dialog dengan agama lain. Dialog
keagamaan itu tidak mungkin dilakukan dengan mempertemukan dogma masing-
masing agama (karena pasti banyak perbedaan dan pertentangan). Oleh karena
itu etika membantu agar bisa terjadi dialog dan menciptakan kerukunan antar
umat beragama dengan menggunakan prinsip-prinsip etis sebagai dasar dialog.

etika membantu orang beriman untuk menemukan dasar yang kokoh dari imannya.
etika membantu orang beriman untuk mempertanggung jawabkan imannya dan juga
bersikap kritis terhadap manipulasi-manipuliasi atas nama agama.

11. Kebebasan dan tanggung jawab moral. Apakah itu kebebasan?


A. Mengapa ada aturan dalam hidup
Aturan tertulis (hukum) hanya milik manusia, namun sesungguhnya dunia
binatang sekalipun memiliki aturan. Mereka membuat aturan (hierarki tata nilai)
bagi kelompoknya sendiri maupun bagi kelompok lain. Aturan tak tertulis ini harus
dipatuhi, jika dilanggar maka pelanggar akan mendapatkan sangsi (diusir,
diserang maupun dibunuh  maka dikenal hukum rimba).

Manusia juga membuat aturan agar hidup manusia lebih baik dan kebebasannya
dihormati. Aturan itu bukan untuk mengekang kehidupan manusia, tetapi untuk
menjaga kebebasan manusia. Tanpa aturan, maka akan terjadi kesewenang-
wenangan, yang kuat mengalahkan yang lemah (hukum rimba), yang besar
mengalahkan yang kecil seperti hierarki kekuasaan dalam dunia binatang.
Semangat dasar yang harus dipahami adalah bahwa hukum untuk manusia, bukan
manusia untuk hukum. Perlu kedewasaan memahami hal ini. Dengan semangat
ini mau ditunjukkan bahwa hukum harus tunduk pada kemanusiaan. Nilai
tertinggi adalah manusia, hukum berada di bawah manusia. Jika hukum
membebani manusia, itu artinya manusia menjadi hamba hukum, itu kebolak-
kebalik. Dengan spirit ini juga mau ditegaskan bahwa manusia juga tidak bisa Etika | 5
seenaknya saja melanggar hukum atau aturan. Pendapat yang mengatakan
bahwa hukum dibuat untuk dilanggar adalah pendapat yang sesat dan semaunya
sendiri, sebab hukum atau aturan dibuat untuk ditaati, dan ketika hukum ditaati,
hidup manusia dilindungi, khususnya manusia yang lemah dan tidak berdaya. Jadi,
melanggar hukum atau aturan, sesungguhnya berpotensi melanggar hidup orang
lain.

Setiap pribadi yang melanggar hukum harus mendapatkan sangsi. Seberapa


besarnya sangsi harus ditentukan sesuai dengan jenis atau kualitas
pelanggarannya. Sangsi itu sudah disertakan dalam perumusan hukum. Sangsi
harus memenuhi kriteria rasa keadilan masyarakat, namun sangsi juga tidak boleh
menghancurkan hidup manusia. Pelanggar hukum harus mendapatkan perlakuan
yang manusiawi, mendapatkan pembelaan oleh pembela hukum dan akhirnya
diadili. Pengadilan adalah cara untuk mencari rasa keadilan, baik bagi masyarakat
atau pelanggar hukum. Tak seorangpun bisa diberi sangsi hukum bila tidak ada
proses pengadilan. Tak seorangpun bisa dijebloskan dalam penjara dan tidak
mendapatkan proses hukum. Andai karena alasan keamanan, tersangka
dijebloskan penjara...selanjutnya harus diproses secara hukum. Hukum
diundangkan agar manusia dihormati selayaknya manusia. Hukum harus
ditegakkan agar korban dan pelaku pelanggaran hukum mendapatkan keadilan.
Jangan menghukum yang benar dan membebaskan yang salah. Bahkan ada
pepatah demikian: lebih baik membebaskan 1000 orang salah daripada
menghukum 1 orang benar.

Contoh Hukum dipermainkan: sidang penistaan agama oleh AHOK. Jaksa Agung sudah
memutuskan bahwa tidak menemukan bukti bahwa Ahok menista Islam. Beberapa
kelompok orang membuat gerakan aksi bela Islam sampai berjilid-jilid. Mereka menuntut
bahwa AHOK harus dijebloskan ke penjara dan dihukum seberat-beratnya. Ini mau
menegakkan hukum dengan cara memaksa hukum menuruti kemauan mereka. Kegiatan
ini kontradiksi interminis: melawan dirinya sendiri...mau adil tapi bertindak tidak adil,
mau menegakkan hukum tetapi melawan hukum. Harusnya mereka juga mendemo
Rizieg yang menista pancasila, menista orang kristen terus menerus, yang mengancam
akan membunuh para pendeta dan berbagai tindak kesewenangan yang lain. Ini sebuah
kesalahan besar karena hukum tunduk pada tekanan masa. Orang yang tidak salah
diciptakan seakan bersalah, sementara orang yang secara direct menyerang keyakinan
dan pemimpin agama lain malah dilepaskan. Dalam konteks ini Ahok dikalahkan,
diciptakan seakan-akan bersalah. Ahok adalah korban politisasi hukum. Agar tidak
menjadi Gubernur lagi (dimana menjadi gubernur itu menciptakan kemarahan banyak
orang, menimbulkan rasa iri kelompok seberang, dll) maka Ahok harus dijadikan orang
bersalah, inilah kriminalisasi yang sesungguhnya. Hakim tunduk pada kepentingan publik
yang menekannya.

B. Paham dan Jenis Kebebasan


Kebebasan bukan berarti ketiadaan aturan, bukan pula bebas semau-maunya
seperti burung yang bebas terbang melayang-layang. Kebebasan manusia tidak Etika | 6
seperti itu. Kebebasan digolongkan dalam dua jenis: kebebasan eksistensial dan
kebebasan sosial.

i. Kebebasan eksistensial adalah kebebasan “untuk”....”untuk” apa? Ya “untuk”


apa saja: untuk makan, untuk minum, untuk mandi, dll. Sifanya positif.
Kebebasan eksistensial ada karena eksistensi manusia, karena keberadaannya
sebagai manusia. Orang yang memiliki kebebasan eksistensial ia bebas untuk
melakukan ini atau itu sejauh kodratnya sebagai manusia. Jika ia tidak bisa
terbang, bukan berarti ia tidak memiliki kebebasan eksistensial, sebab
kemampuan terbang itu tidak tergolong eksistensi manusia. Itu eksistensi
burung, capung, kupu-kupu dll. Jadi, kebebasan eksistensial adalah kebebasan
manusia untuk melakukan apa saja sesuai dengan kodratnya sebagai manusia.
Selama ia mampu, ia bebas untuk mewujudkan kebebasannya.
ii. Kebebasan eksistensial dibagi menjadi dua: kebebasan Jasmani dan rohani.
Kebebasan Jasmani berarti...secara jasmani manusia bebas melakukan apa
saja, sebatas kodratnya sebagai manusia. Kebebasan rohani atau kebebasan
psikis adalah manusia secara psikis bebas memikirkan apa saja, bahkan kendati
fisiknya dibatasi. Ada aturan agar diam dan memperhatikan. Secara fisik orang
dipaksa diam, tetapi secara rohani orang masih bisa bersikap bebas (tidak
harus diam). Perintah dan larangan tidak pernah memenjarakan batin
manusia. Paksaan tidak bisa memaksa pikiran seseorang. Orang mungkin
dipenjara karena sikapnya yang vokal, tetapi apakah setelah dipenjara,
pikirannya tidak lagi vokal?

Kebebasan jasmani mudah sekali dibatasi oleh hal-hal yang bersifat jasmani:
tembok penjara, pintu yang terkunci, rantai, jeruji, dll. Kebebasan rohani
sebenarnya juga bisa dibatasi: intimidasi terus menerus, dilarang tidur dalam
waktu lama akan menghilangkan kesadaran sehingga pikirannya tidak otonom.
Namun batas umum kebebasan eksistensial manusia adalah kebebasan orang
lain. Maksudnya adalah: kebebasan saya dibatasi oleh kebebasan orang lain. Jika
saya bertindak sebebas-bebasnya, semaunya sendiri, maka kebebasan orang lain
saya rampas, kebebasan orang lain saya terjang dan itu seperti hukum rimba.

iii. Kebebasan sosial adalah kebebasan “dari”.... dari apa? “Dari” segala yang
menghalangi manusia. Sifatnya negataif. Kebebasan sosial hanya bisa dijelaskan
dengan menyebutkan apa yang membatasi manusia secara sosial. Ada tiga jenis
kebebasan sosial: kebebasan jasmani, rohani dan moral. Orang dinyatakan bebas
secara sosial apabila tidak ada halangan yang diberikan orang lain kepada dirinya.
Jadi kebebasan jasmani diartikan sebagai situasi dimana tidak ada larangan fisik
yang menghalangi manusia untuk melakukan aktivitasnya. Kebebasan rohani
diartikan sebagai tiadanya tekanan psikis yang menghalangi manusia untuk
bertindak sesuai dengan kodratnya. Ia tidak diintimidasi dan mendapat tekanan
psikis. Sedangkan kebebasa moral adalah bahwa manusia tidak diintimidasi
secara moral untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
Etika | 7
Batasan yang membatasi kebebasan sosial adalah: pembatasan jasmani dengan
segala bentuknya (borgol, penjara, pintu yang dikunci, kawat listrik, dll), tekanan
psikis (intimidasi, bulying, harapan berlebihan, tuntutan berlebihan). Pembatasan
dan paksaan secara psikis nilainya jauh lebih jahat dari pembatasan fisik, karena
pembatasan psikis itu merendahkan esksistensi manusia sebagai pribadi yang bisa
berpikir dan bertindak secara otonom. Pembatasan kebebasan jasmani itu hanya
cocok untuk binatang. Memang sangat efektif, tetapi tidak manusiawi.
Pembatasan kebebasan rohani sangat tidak dianjurkan, karena merendahkan
martabat manusia. Manusia itu bebas, tidak bisa diancam atau ditekan. Sebab
sejak lahir, manusia sudah membawa kebebasannya dan tak seorangpun boleh
menekannya. Pembatasan yang paling cocok bagi manusia adalah pembatasan
moral. Itu artinya, manusia diajak berpikir dan melihat nilai-nilai moral, dan dari
sinilah, pembatasan itu kendati tidak seefektif jeruji besi atau tidak seefektif
rantai pengikat, namun sangat manusiawi. Orang yang hidup dalam tataran ini...ia
menggunakan akalnya untuk memahami hukum dll. Kesadaran akan nilai-nilai
moralitas inilah yang membatasi kebebasan seseorang.
iv. Setiap manusia harus menuju ke sana...hidup atas dasar nilai, bukan aturan atau
apalagi paksaan. Jika moralitas yang membatasi kebebasan kita, berarti kita mulai
hidup dalam kesadaran, hidup sebagai manusia dewasa yang tidak perlu lagi jeruji
besi, paksaan psikis. Bahkan ketika tidak ada aturan sekalipun...orang ini tindak
tanduknya tidak akan pernah merugikan dan melanggar kebebasan orang lain.

Jenis Sifat Subjek Rekomendas


Pembatasan i
Fisik Efektif Binatang Tolak
Psikis Kurang Merendahkan martabat Tolak
efektif manusia
Moral Tidak efektif Manusia Dianjurkan

Bagaimana dengan manusia yang dibatasi dengan pembatasan fisik? Bukankan


itu hanya untuk binatang?

Pembatasan fisik hanya diperuntukkan bagi manusia yang tidak mau diatur
sebagai manusia. Jika dilepaskan ia akan merugikan dan mengganggu kebebasan
orang lain. Hanya batasan fisik yang bisa membuatnya tidak merugikan dan
mengganggu kebebasan orang lain. Bukan penegak hukum yang kejam, tetapi
orag itu sendiri yang memilih jenis pembatasan yang cocok bagi dirinya.
v. Kebebasan dan tanggung jawab. Adalah kontradiktif ketika membicarakan
kebebasan di saat bersamaan juga membicarakan tanggung jawab. Apalagi bila
dikatakan kebebasan bertanggungjawab. Bagaimana mungkin orang yang bebas
tetapi diminta bertanggung jawab?

Hal ini harus dipahami dengan cara yang benar....Batas kebebasan manusia Etika | 8
adalah kebebasan orang lain. Jika seseorang hidup sebebas-bebasnya, ia bisa
merugikan orang lain dan melanggar kebebasan orang lain. Oleh karena itu demi
hormat kepada kebebasan orang lain, seperti halnya kita juga ingin orang lain
menghormati kebebasan kita, maka kebebasan kita, serta merta memiliki
tanggung jawab, bila karena kebebasan yang kita lakukan sampai merugikan dan
mengganggu kebebasan orang lain. Kebebasan yang bertanggung jawab ini
menantang kedirian kita sebagai manusia yang mempunyai rasa hormat kepada
orang lain. Dalam konteks inilah kebebasan tidak bertentangan dengan tanggung
jawab, karena jika kita ingin kebebasan kita dihormati maka kita juga harus
menghormati kebebasan orang lain. Agar kebebasan kita tidak menjadi
sewenang-wenang, maka harus ada tanggung jawab yang menyertainya. Tanpa
ada tanggung jawab dalam setiap tindakan kita, kemungkinan besar kita akan
terjebak menjadi sewenang-wenang, sebab dalam diri setiap manusia ada potensi
untuk menjadi rakus dan sewenang-wenang.

12. Kebebasan dan determinisme


Determinasi adalah paham yang menyatakan bahwa tidak ada kebebasan dalam diri
manusia. Manusia tidak bebas, tidak menjadi dirinya sendiri seperti yang dia mau. Hidup
manusia tidak bebas karena sudah ditentukan oleh banyak faktor. Paham yang
menyatakan bahwa manusia itu bebas adalah omong kosong. Kaum determinis ini
menganggap bahwa manusia tidak hidup dalam kebebasan.

Ada empat paham determinisme:

a. Determinisme biologis

Paham ini menyatakan bahwa manusia secara biologis tidak bebas. Hal itu
disebabkan karena scara genetis hidup manusia sudah ditentukan oleh gen yang
dibawa dari orang tuanya. Seorang ahli microbiologi Jaques Monot mengatakan
bahwa gen-gen yang dimiliki anak merupakan gen turunan dari orang tua. Hidup
anak pada dasarnya sudah ditentukan oleh gen yang dibawa dari orang tuanya.
Sifat-sifat, perilaku dan nasib orang tua juga diturunkan pada anaknya lewat gen
yang dibawanya. Jadi, jika ayah memiliki gen pencuri, maka anaknya juga akan
memiliki gen pencuri. Dengan analogi seperti ini, maka anaknya pasti akan
menjadi pencuri dan nasibnya sudah bisa ditentukan: jika tidak dipenjara ya mati
karena ditembak.

Sanggahan untuk paham ini: manusia adalah bebas. Gen yang diturunkan oleh
orang tua hanya sebatas gen yang terkait dengan masalah fisik, tidak terkait
dengan sifat, perilaku apalagi nasib. Penelitian psikologis untuk mengungkap
perilaku manusia bisa membuktikan bahwa gen tidak menurunkan sifat, perilaku
dan nasib orang tua kepada anaknya. Anak kembar, ketika dibesarkan dalam
asuhan orang tuanya, mereka akan memiliki sifat, perilaku seperti orang tuanya,
namun ketika satu anak dibesarkan oleh orang lain dengan model pendidikan
yang berbeda dan lingkungan yang berbeda, ternyata sifat dan perilaku anak Etika | 9
kembar itu jadi berbeda.

Sifat, perilaku dan nasib anak-anak bisa menyerupai sifat, perilaku dan nasib
orang tuanya. Hal ini tidak terkait dengan gen, tetapi terkait dengan faktor
pendidikan. Pada umumnya anak akan meniru sifat dan perilaku orang tuanya.
Fase perkembangan manusia pertama-tama adalah meniru apa yang dia lihat dan
dengarkan serta alami. Jika proses copy paste ini dirasa nyaman akan dibiarkan,
tetapai ketika ada ketidakcocokan maka anak akan menolak dan mencari identitas
dirinya sendiri ketika mereka nanti memasuki masa remaja.

Jadi paham determinisme biologis ini tidak benar. Secara biologis gen tidak bisa
mempengaruhi sifat, perilaku dan nasib seorang anak. Dan lebih hebat lagi, anak
juga bisa mencari jalan hidupnya sendiri, menentukan cara bersikap dan
bertindak sendiri jika merasa tidak nyaman atau cocok dengan teladan yang orang
tuanya berikan.

b. Determinisme psikologis
Paham ini mau mengatakan bahwa anak secara psikologis tidak pernah bebas.
Perilaku manusia merupakan letupan-letupan dari pengalaman masa lalunya.
Sederhananya, hidup manusia saat ini ditentukan atau dideterminasi oleh
pengalaman masa lalunya. Pengalaman masa lalu itu membentuk sebuah pola
perilaku yang jelas. Kalau pengalaman masa lalu seseorang bisa diketahui, maka
pola perilakunya bisa diramalkan. Jadi manusia tidak bebas, karena perilakunya
saat ini hanya merupakan reaksi spontan atas pola perilaku yang diciptakan oleh
pengalaman masa lalunya.

Penganut paham ini, Sigmund Freud, mengenalkan paham psiko analisa. Teorinya
yang sangat terkenal itu mau mengatakan bahwa pengalaman masa lalu
seseorang itu tidak hilang, efek psikologisnya masih terasa sampai saat ini.
Pengalaman masa lalu itu masih ada, terkubur dalam gunung es ketidaksadaran
manusia. Energi dari masa lalu itu membentuk pola perilaku manusia zaman ini.
Atas dasar teori ini maka manusia hidupnya tidak bebas, karena sudah ditentukan
oleh pengelaman di masa lalu.

Orang yang di masa lalunya pernah dikejar-kejar oleh anjing, rasa takut akan
anjing itu sampai sekarang masih ada dan membentuk perilaku seseorang
terhadap anjing: misalnya membenci, marah bila melihat anjing, kasar pada anjing
sebagai bentuk dendam pada masa lalunya yang penuh ketakutan. Orang yang
hidup dalam ketakutan di masa lalu, ketika dewasa juga menjadi penakut.
Berdasarkan konsep ini, Freud meyakini bahwa manusia tidak memiliki
kebebasan, sebab hidupnya ditentukan oleh pengalaman di masa lalunya. Hiiii
serem.
Etika | 10
Sanggahan untuk paham ini: pendapat Freud tidak sepenuhnya betul, namun juga
tidak sepenuh salah. Beban psikologis di masa lalu tidak sepenuhnya hilang, hal
itu disebabkan karena memang luka itu tidak pernah dihilangkan, hanya dikubur
dengan cara dilupakan atau ditutup-tutupi. Dan luka itu tidak pernah bisa hilang,
karena melekat dalam hati, kecuali memang sudah diupayakan untuk dihilangkan.
Sayangnya banyak orang tidak mengolah kepribadiannya, sehingga banyak yang
hidup di masa lalunya (artinya hidupnya masih ditentukan oleh pengalaman masa
lalunya).

Namun demikian, manusia tetap bebas. Ia bisa menyembuhkan luka masa lalunya
dengan datang ke psikolog atau psikiater, dengan latihan menyembuhkan diri,
melakukan proses katarsis dan purifikasi, luka disembuhkan dan dimurnikan dari
pengalaman traumatik di masa lalu. Banyak orang memilih cara hidup yang baru
dan tidak mau ditentukan oleh masa lalunya. Ini menjadi bukti bahwa manusia
bebas, tidak harus ditentukan oleh masa lalunya. Banyak orang yang bisa sembuh
dari masa lalunya dan menjadi dirinya sendiri.

c. Determinisme sosial
Paham ini mau menyatakan bawha manusia pada dasarnya tidak bebas, karena
hidupnya sudah ditentukan oleh faktor lingkungan. Manusia tidak bisa berbuat
semaunya. Masyarakat mengajarkan agar manusia berbuat seperti yang
dikehendaki masyarakat. Bertindak melawan masyarakat berarti bunuh diri, atau
minimal dijauhi dan dibenci tetangganya sendiri. Masyarakat memiliki tuntutan
yang harus dituruti. Manusia tidak bebas karena hidupnya menuruti kemauan
masyarakat, bukan kemauan diri sendiri.

Klaim ini dikemukakan oleh kaum behaviorisme, Berndard Skinner, yang


mengklaim bahwa manusia hanya menjadi budak dari kepentingan masyarakat.
Faktor sosial membuat hidup manusia tidak otonom, tidak bisa menjadi dirinya
sendiri dan selalu hidup dalam bayang-bayang masyarakat. Manusia hanyalah
potret dari kehendak masyarakat. Oleh karena itu, manusia memiliki tipikal yang
sama untuk setiap

d. Determinisme spiritual
Paham ini menyatakan bahwa tidak ada kebebasan manusia, karena manusia
hidupnya sudah ditentukan. Manusia itu seperti wayang di tangan para dalang.
Nasib manusia sudah digariskan, sudah digambar. Semua sudah ditentukan oleh
dalang. Aliran keagamaan yang mendukung paham ini adalah kelompok Islam
Jabariah dan Kristen Calvinis. Mereka berpendapat bahwa Tuhan sudah
menentukan nasib manusia.

Paham determinisme spiritual seperti ini pantas kita tolak karena Tuhan tidak
pernah menggambar atau menggariskan hidup manusia. Ia memberi kebebasan
dalam diri manusia. Bahkan Tuhan sendiri tidak mau mengatur manusia agar Etika | 11
semuanya menjadi baik, menjadi murah hati, menjadi sejahtera, dll. Kadang kita
tidak bisa memilih menjadi anak siapa, dari suku apa, dsb. Semua yang taken for
granted seperti itu adalah kekhasan kita manusia. (Kelak ini yang menjadi cikal
bakal lahirnya paham hak asasi manusia). Tetapi soal masa depan, itu menjadi
urusan manusia. Jika sebuah kaum tidak mau mengubah nasibnya, maka Tuhan
juga tidak akan mengubah nasib kaum itu. Ketika kaum itu tidak berubah...bukan
karena nasib, tetapi karena pilihan kaum itu sendiri.

13. Suara hati


Bagian penutup dari kuliah etika dasar adalah membahas suara hati. Ada 4 hal penting
yang harus dipelajari:

a. Bagaimana suara hati terbentuk


Suara hati adalah suara batin manusia yang senantiasa memanggil kita untuk
melakukan ini atau tidak melakukan itu. Sebelum terbentuk suara hati, manusia sejak
kecil sudah ditanamkan dalam dirinya nilai-nilai moral spiritual oleh banyak kalangan.
Nilai-nilai yang diterima ini disebut Super Ego. Dikatakan super ego...karena nilai-nilai
yang terekam dalam diri kita itu mengatasi ego kita. Nilai-nilai itu mengatasi keakuan,
menjadi rujukan ketika saya menghadapi masalah moral. Super ego menjadi semacam
kunci jawaban yang sudah disediakan oleh penanam nilai-nilai moral spiritual
tersebut.

Pada kenyataannya, kadang-kadang kunci jawaban itu sifatnya sangat subjektif,


insklusif bahkan terkadang tidak sesuai dengan semangat zamannya. Ketika dilema
moral yang timbul dipandang tidak lagi bisa dipecahkan dengan nilai-nilai yang berada
dalam super ego, maka di situlah terbentuk suara hati. Jadi suara hati terbentuk
sebagai hasil dari proses dialogis antara realitas moral yang ada dengan nilai yang
ditampung super ego. Hasil dari prose dialogis ini yang disebut suara hati. Karena
dibentuk melalui proses dialogis, maka suara hati menjadi sangat penting bagi
manusia. Bisa dikatakan, dalam suara hati tersebut tergambar kejatian manusia.

b. Apakah suara hati bisa salah


Suara hati bisa salah, karena super ego juga bisa salah. Di sisi lain, mungkin super ego
bersifat benar secara obyektif, tetapi terkadang manusia memiliki pandangan yang
berbeda, karena memandangnya dari sudut yang berbeda, dan karenanya, pandangan
dan pertimbangannya bisa jadi salah. Jadi, super ego yang salah dan pertimbangan
yang salah bisa menjadikan suara hati salah.

c. Apakah suara hati harus dituruti


Kendati suara hati itu bisa salah, namun harus dituruti? Mengapa? Suara hati adalah
hasil dari proses dialogis manusia ketika menghadapi realitas moral yang dihadapi
seseorang. Dalam suara hati itu (kendati mungkin salah) tertuang seluruh kepribadian
manusia, pandangan dan penilaian moralnya. Bisa dikatakan dalam suara hati itulah
kepribadian manusia dinyatakan, oleh karena itu suara hati harus dituruti. Jika tidak
dituruti manusia merasa tidak bahagia karena tidak menjadi dirinya sendiri, tidak Etika | 12
otonom. Manusia adalah makluk otonom karena dia memiliki pikiran sendiri, memiliki
pendapat sendiri, oleh karena itu otonomi itu harus diwujudkan agar memiliki
kebahagiaan dan kebanggan (kemantaban). Jika suara hati tidak dituruti manusia akan
menyesal dan membenci diri sendiri, apalagi jika suara hati itu ternyata benar.

d. Bagaimana melatih suara hati


Karena suara hati bisa salah, berkat minimnya pengetahuan seseorang, maka orang
harus melatih suara hatinya, dengan cara memperluas pengetahuannya, dengan
membaca, bergaul, belajar, dll. Semakin banyak perangkat nilai yang dipunyai,
semakin banyak varian nilai yang bisa digunakan untuk membuat penilaian moral. Jadi
bahan pertimbangannya semakin banyak. Karena semakin banyak faktor yang
dijadikan sebagai pertimbangan dalam membuat penilaian moral, maka penilaiannya
semakin detail, semakin wise, semakin bisa memenuhi rasa keadilan banyak orang.

Jika suara hati tidak pernah dipakai (malas membuat penilaian moral), tidak pernah
diasah (jarang menambah kazanah keilmuan), maka suara hati itu nanti akan tumpul.
Jika tumpul suara hati tidak bisa dijadikan sebagai sarana membuat penilaian moral.
Orang seperti ini hidup atas dasar spontanitas, suara hatinya tumpul alias tidak
dipakai...maka dibilang sebagai orang gak punya nurani...bernuansa bengis dan kejam,
jauh dari karakter manusia yang manusiawi. nah lo...

Anda mungkin juga menyukai