Anda di halaman 1dari 30

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur senantiasa penulis penjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan tugas dengan judul “ Fire Safety Management”. Tugas
ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Kebakaran dan keadaan
dan Darurat.

Pada kesempatan kali ini penyusun ingin berterima kasih kepada pihak-
pihak yang berkenan membantu penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari walaupun tugas ini telah dibuat maksimal, namun mungkin
masih terdapat beberapa hal yang perlu disempurnakan. Penulis menerima kritik
saran serta petunjuk dari semua pihak bagi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Penulis berharap mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang
membutuhkan.

Batam, 04 Maret 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

Daftar Isi .............................................................................................................


BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B. Bahasan Masalah .................................................................................... 2
C. Tujuan .................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pencegahan Kebarakan .......................................................................... 3
B. Penyebab Kebakaran .............................................................................. 4
C. Sifat Teknis Api dan Kebakaran ............................................................ 5
D. Tips dan Trik Mencegah Terjadinya Kebakaran .................................... 7
E. Fire Protection System (System Fire Alarm) ......................................... 9
1. Macam-macam Sifat Pendeteksian .................................................. 9
2. Peralatan Utama .............................................................................. 10
F. Kelas (Klasifikasi) Kebaran Menurut NFPA ......................................... 11
G. Fire Safety Management ........................................................................ 15
H. Segitiga Api (Fire Triangle) .................................................................. 18
I. Fire Safety Engineering ......................................................................... 19
J. Pertanyaan Seputar 3M Passive Fire Protection ................................... 21
K. Peralatan Pencegah Kebakaran .............................................................. 24
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................... 26
B. Saran…………………………………………………………………….27
DAFTAR RUJUKAN ...................................................................................... 28

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kebakaran selalu menelan banyak kerugian baik moril, materiil bahkan sering
kali juga keselamatan manusia. Bila kebakaran tersebut menimpa fasilitas publik
misalnya Pasar Besar di kota Malang, Pasar Tanah Abang di Jakarta, Gedung BI di
Jakarta dan lain sebagainya maka yang menderita kerugian tentu masyarakat banyak.
Di lihat dari segi rehabilitasi fasilitas maka kecelakaan akibat kebakaran memerlukan
waktu yang relatif lama belum lagi kerugian yang mustahil di-recoverysepertiarsip,
barang antik, sertifikat dan lain sebagainya. Oleh karena itu, mencegah terjadinya
kebakaranmerupakan pilihan utamadalam teknologi penanggulangan kebakaran.
Darisisilegal formal disebutkan dalam UU No.1 Tahun 1970 “Dengan perundangan
ditetapkan persyaratan keselamatan kerja untuk mencegah, mengurangi dan
memadamkan kebakaran”. Kemudian diikuti dengan peraturan lain misalnya:
Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No.186/MEN/1999 Tentang Unit
Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja dan lain sebabagainya menyebutkan
dalam Pasal ayat 1 “Pengurus atau Perusahaan wajib mencegah, mengurangi dan
memadamkan kebakaran, menyelenggarakan latihan penganggulangan kebakaran di
tempat kerja”
Bahaya kebakaran adalah bahaya yang ditimbulkan oleh adanya nyala api
yang tidak terkendali. Sedangkan Penanggulangan kebakaran ialah segala upaya
untuk mencegah timbulnya kebakaran dengan berbagai upaya pengendalian setiap
perwujudanenergi,pengadaan sarana proteksi kebakaran dan sarana
penyelamatanserta pembentukan organisasi tanggap darurat untuk memberantas
kebakaran.

3
B. Bahasan Masalah
Menurut latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat
dirumuskan:
1. Apa pengertian dari pencegahan kebakaran?
2. Apa saja sifat teknis api dan kebakaran?
3. Bagaimana memahami bahaya terjadinya kebakaran?
4. Apa saja prinsip pencegahan terjadinya kebakaran?
5. Apa aspek-aspek perilaku dalam pencegahan kebakaran?
6. Apa penyebab terjadinya kebakaran?
7. Bagaimana program pencegahan terjadinya kebakaran?
8. Apa strategi penegahan resiko terjadinya kebakaran?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui definisi pencegahan kebakaran
2. Mengetahui sifat teknis api dan kebakaran
3. Mengetahui dan memahami bahaya terjadinya kebakaran
4. Mengetahui prinsip pencegahan terjadinya kebakaran
5. Mengetahui aspek-aspek perilaku dalam pencegahan kebakaran
6. Mengetahui penyebab terjadinya kebakaran
7. Mengetahui dan memahami program pencegahan terjadinya kebakaran
8. Mengetahui strategi penegahan resiko terjadinya kebakaran

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pencegahan Kebakaran
Pencegahan kebakaran adalah segala usaha yang dilakukan agar tidak terjadi
penyalaan api yang tidak terkendali. Pencegahan kebakaran mengandung dua
pengertian yaitu (1) penyalaan api belum ada dan usaha pencegahan ditujukan agar
tidak terjadi penyalaan api. Contoh dari tindakan ini adalah dengan memisahkan
bahan mudah terbakar pada ruang khusus, membuat aturan pencegahan kebakaran,
memasang rambu dilarang merokok dan seterusnya. (2) Penyalaan api sudah ada dan
usaha pencegahan ditujukan agar api tetap terkendali. Contoh dari tindakan ini adalah
mengatur nyala api di dalam ruang tempa, ketel uap, dapur pemanas dan lain
sebagainya.
Pencegahan kebakaran menurut Kepmen No. 186/Men/1999 adalah
mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran di tempat kerja yang meliputi:
(1) pengendalian setiap bentuk energi; (2) penyediaan sarana deteksi, alarm,
memadamkan kebakaran dan sarana evakuasi; (3) pengendalian penyebaran asap,
panas dan gas; (4) pembentukan unit penanggulanan kebakaran di tempat kerja, (5)
penyelenggaraan latihan dan gladi penanggulangan kebakaran secara berkala dan (6)
memilki buku rencana penanggulangan keadaan darurat kebakaran, bagi tempat kerja
yang mempekerjakan lebih dari 50 (lima puluh) orang tenaga kerja dan atau tempat
yang berpotensi bahaya kebakaran sedang dan berat. Dari segi strategi pemadaman
ada dua cara penting yang perlu diperhatikan yaitu (1) teknik dan (2) taktik
pemadaman kebakaran. Teknik pemadaman kebakaran yaitu kemampuan
mempergunakan alat dan perlengkapan pemadaman kebakaran dengan sebaik-
baiknya. Agar menguasai teknik pemadaman kebakaran maka seseorang harus
mempunyai pengetahuan tentang penanggulangan kebakaran, bersikap positif
terhadap penanggulangan kebakaran, terlatih dan terampil mempergunakan berbagai
alat serta perlengkapan kebakaran.

5
Taktik pemadaman kebakaran adalah kemampuan menganalisis situasi
sehingga dapat melakukan tindakan dengan cepat dan tepat tanpa menimbulkan
kerugian yang lebih besar. Taktik ini terkait dengan analisis terhadap unsur-unsur
pengaruh angin, warna asap kebakaran, material utama yang terbakar, lokasi dan lain
sebagainya.

B. Penyebab Kebakaran
Berbagai sebab kebakaran dapat diklasifikasikan sebagai (1) kelalaian, (2)
kurang pengetahuan, (3) peristiwa alam, (4) penyalaan sendiri, dan (5) kesengajaan.
1. Kelalaian
Kelalaian merupakan penyebab terbanyak peristiwa kebakaran. Contoh dari
kelalaian ini misalnya: lupa mematikan kompor, merokok di tempat yang tidak
semestinya, menempatkan bahan bakar tidak pada tempatnya, mengganti alat
pengaman dengan spesifikasi yang tidak tepat, kontak atau sirkuit listrik yang terlalu
banyak atau kontak yang terlalu panas, kabel-kabel yang tidak aman, print-out
komputer atau berkas-berkas yang masih berserakan di atas meja, peralatan listrik
seperti komputer yang masih tersambung aliran listrik, dan lain sebagainya.
2. Kurang pengetahuan
Kurang pengetahuan tentang pencegahan kebakaran merupakan salah satu
penyebab kebakaran yang tidak boleh diabaikan. Contoh dari kekurang pengetahuan
ini misalnya tidak mengerti akan jenis bahan bakar yang mudah menyala, tidak
mengerti tanda-tanda bahaya kebakaran, tidak mengerti proses terjadinya api dan lain
sebagainya.
3. Peristiwa alam
Peristiwa alam dapat menjadi penyebab kebakaran. Contoh: gunung meletus,
gempa bumi, petir, panas matahari dan lain sebagainya.
4. Penyalaan sendiri
Api bisa terbentuk bila tiga unsur api yaitu bahan bakar, oksigen (biasanya
dari udara) dan panas bertemu dan menyebabkan reaksi rantai pembakaran. Contoh:

6
kebakaran di hutan yang disebabkan oleh panas matahari yang menimpa bahan bakar
kering di hutan.
5. Kesengajaan
Kebakaran bisa juga disebabkan oleh kesengajaan misalnya karena unsur
sabotase,penghilangan jejak, mengharap pengganti dari asuransi dan lain sebagainya.
Perusahaan dapat mencegah kebakaran yang disengaja dengan memastikan sistem
produksi kebakaran di tes secara berkala.
6. Mesin
Mesin yang sangat panas juga dapat menyebabkan kebakaran, sehingga harus
secara teratur di servis. Tempat pembuangan udaranya harus selalu dibersihkan untuk
mencegah terjadinya pemanasan mesin.

C. Sifat Teknis Api dan Kebakaran


Api terjadi dari tiga unsur yaitu (1) bahan bakar, (2) Oksigen dan (3) panas.
Bahan bakar yang mudah terbakar tersebut misalnya: kayu, kertas, karet, plastik dan
lain sebagainya. Oksigen biasanya didapat dari udara. Udara mengandung 21 %
oksigen suatu tempat dikatakan masih memiliki keaktifan pembakaran bila kadar
oksigennya lebih dari 15 %. Sedang bila kurang dari 12 % tidak akan terjadi
pembakaran.
Hal dan prosedur penanggulangan bahaya kebakaran dilandasi oleh fenomena
teknis api (disamping hal-hal psikologis, seperti: shock dan panik). Hal-hal teknis
yang menjadi landasan upaya penanggulangan bahaya kebakaran antara lain: (1)
unsur pembentuk api, (2) tahan perkembangan api, dan (3) hal-hal yang
membahayakan keselamatan jiwa.
Api akan tumbuh secara bertahap, dari mulai menyala, membesar,
menghasilkan gas dan asap dari bahan yang terbakar, dan apabila tidak dikontrol, api
tersebut akan mencapai tahap maksimal yang menghanguskan serta membahayakan
keselamatan jiwa. Secara teknis, perkembangan api di dalam ruangan tertutup dapat
dibagi menjadi 5 tahap, yaitu:
1) Tahap penyalaan

7
2) Tahap pertumbuhan
3) Tahap puncak
4) Tahap pembakaran penuh
5) Tahap surut
Dalam suatu proses pembakaran, tidak semua tahap perkembangan api akan
selalu dapat dilalui, atau proses pembakaran mencapai kelima tahap di atas. Hal
tersebut tergantung dari kualitas dan kapasitas tiga unsur pembentukan api. Secara
definisi, api sendiri merupakan hasil reaksi cepat dari material terbakar, oksigen (O2)
dan energi awal. Ketiga unsur pembentuk api tersebut digambarkan sebagai berikut:

Energi Material

Oksigen (O2)

Ketiga unsur pembentuk api yang digambarkan di atas, harus bekerja


bersama-sama untuk dapat membentuk api dan pembakaran. Tanpa adanya salah satu
dari ketiga unsur tersebut, proses pembakaran tidak akan terjadi. Komposisi dari
ketiga unsur inilah yang menentukan tahap proses pembakaran berlangsung. Suhu
penyulutan dimaksudkan sebagai tingkatan energi bahn untuk terbakar pada
temperatur bakarnya.
Temperatur bakar sendiri merupakan temperatur terendah saat bahan bakar
mulai terbakar. Dapat juga diartikan sebagai bahan material mudah terbakar apabila
temperatur bakar material tersebut relatif rendah. Karekteristik pertumbuhan dan
penyebaran api ditentukan oleh banyak faktor, antara lain:
1) Kondisi geografis ruangan
2) Bahan yang ada

8
3) Sumber isi
4) Jarak antara sumber api dengan material terbakar
5) Karakteristik dari material interior
6) Tipe dan volume material
7) Kondisi dan penataan ruangan
Api akan dengan cepat berkembang besar melalui konveksi kemudian
menyebar secara lateral terus ke langit-langit apabila ruangan terbatas. Sesuatu yang
terbakar, selain menghasilkan gas, juga menghasilkan asap dan panas. Panas gas
yang timbul dari peristiwa kebakaran dapat mencapai 6500C – 9500C.

D. Tips dan Trik Mencegah Terjadinya Kebakaran


Agar bangunan seperti rumah, kantor, sekolah, gudang dan lain sebagainya
tidak terbakar dan menimbulkan kebakaran, maka diperlukan pencegahan kebakaran
dengan tips dan trik mencegah terjadinya kebakaran sebagai berikut:

1. Waspada Rokok
Tidak membuang puntung rokok sembarangan. Pastikan rokok telah mati
total sebelum dibuang ke tempat sampah. Rokok 99% memberikan masalah daripada
manfaat, sehingga sebaiknya jangan merokok agar tidak rugi.

2. Waspada Pada Penerang Api


Ketika mati lampu dan menggunakan penerangan api seperti lilin dan lampu
tempel semprong / petromak maka jangan pernah lalai untuk mengawasi lampu
tersebut dan tidak menaruh di tempat sembarang yang bisa jatuh atau berpindah
tempat sehingga bisa membakar benda mudah terbakar yang ada di sekitarnya. Awasi
pula penggunaan anti nyamuk bakar.

3. Waspada Anak-Anak dan Lansia


Jauhkan benda-benda yang berapi atau yang dapat mengeluarkan api. Paling
tidak ada orang dewasa yang mengawasi seperti bermain korek api, korek gas,

9
kembang api, petasan, obat nyamuk bakar serta benda-benda yang mengeluarkan api
dan panas seperti kompor gas, kompor minyak, setrikaan, dispenser air, pemasak
nasi, dan lain-lain. Anak-anak sangat berpotensi bertindak ceroboh yang bersifat
fatal.
4. Waspada & Rawat Perangkat Listrik dan Perangkat Api
Rawat dengan baik dan rutin kompor gas, setrikaan, mejik jar, solder, kabel-
kabel listrik dan perangkat listrik dan api lainnya. Jaringan listrik di rumah, kantor,
dll jika sudah usang sebaiknya dilakukan penggantian total dengan mengganti
seluruh perangkat jaringan listrik diganti dengan yang berkualitas bagus dan baru
demi keamanan dari korsleting listrik (hubungan arus pendek). Hindari mencuri
listrik pln agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti misal kesetrum dan
konslet listrik.

5. Siapkan Perangkat Pemadam Kebakaran Ringan


Jika bangunan cukup besar gunakan sistem pemadam detektor asap,
pemancar air, perangkat penunjang hidup saat kebakaran, hidran, selang penyemprot
air, tabung pemadam semprot, dan lain sebagainya. Jangan lupa berikan penyuluhan
bagi penghuni bangunan dalam menghadapi bencana kebakaran. Untuk bangunan
kecil minimal ada karung yang dapat dibasahi untuk meredam kebakaran ringan /
kecil. Siapkan selang panjang atau ember untuk memudahkan menyiram kebakaran
dengan air.
6. Melakukan Pembinaan dan Sosialisasi Kebakaran
Berikan penyuluhan kepada seluruh anggota keluarga, pegawai/karyawan
kantor, siswa guru sekolah, buruh pabrik, dan sebagainya mengenai penanganan
bencana kebakaran yang bisa saja terjadi kapan saja dan di mana saja agar ketika
terjadi kebakaran mereka mengerti apa yang harus mereka lakukan. Beritahu nomor
telepon polisi dan pemadam kebakaran lokal dan sentral.

10
7. Waspada Lingkungan Sekitar
Kebakaran juga bisa akibat dari bangunan sebelah yang terbakar sehingga
bangunan kita ikut menjadi korban karena api bisa membesar dan merembet ke
mana-mana. Tingkatkan kesadaran bencana kebakaran di lingkungan masyarakat
sekitar untuk meminimalisir terjadinya kebakaran di lingkungan sekitar. Waspada
juga dengan melakukan tindakan-tindakan yang dapat memperkecil resiko kebakaran
merembet dari bangunan sekitar ke bangunan kita.

E. Fire Protection System (System Fire Alarm)


Sistem fire protection atau disebut juga dengan sistem fire alarm (sistem
pengindra api) adalah suatu sistem terintegrasi yang didesain untuk mendeteksi
adanya gejala kebakaran, untuk kemudian memberiperingatan (warning) dalam
sistem evakuasi dan ditindaklanjuti secara otomatis maupun manual dengan deengan
sistem instalasi pemadam kebakaran (sistem Fire fighting).
Peralatan utama dari sistem protection ini adalah MCFA (Main Control Fire
Alarm) atau disebut juga dengan Fire Alarm Control Panel (FACP). MACP berfungsi
meneriman sinyala masuk (input signal) dari detector dan komponen pendeteksi
lainnya(Fixed Heat detector dan smoke detector).

1. Macam-macam Sistem Pendetectian


Dalam prakteknya, ada 3 sistem pendetectian dari fire protection ini, yaitu:
a. Non addresable System
b. Semi addresable System
c. Full Adresable System

a. Non addresable System


Sistem ini disebut juga dengan sistem konvensional. Pada sistem inji MCFA
menerima sinyal masukan langsung dari detector (biasanya jumlahnya sangat
terbatas) tanpa pengalamatan dan langsung memerintahkan komponen outpu
(keluaran) untuk merespon input (masukan) tersebut. Sistem ini pada umumnya

11
digunakan pada bangunan / area supervisi berskala kecil, seperti perumahan,
pertokoan, perkantoran, dan lain-lain.

b. Semi Addresable System


Pada sistem ini dilakukan pengelompokan pada detector dan alat penerima
masukan (input) berdasarkan area pengawasan (supervisory area). Masing-masing
zona dikendalikan (baik input maupun output) oleh zona kontroler yang mempunyai
alamat/ adress yang spesifik. Pada saat detector atau alat penerima masukan lainnya
memberikan sinyal, maka MCFA akan meresponnya (I/O) berdasar zona kontroler
yang mengumpulkannya.
a) Dalam kontruksinya tiap zona dapat terdiri dari:
 Satu lantai dalam bangunan / gedung
 Beberapa ruangan yang berdekatan pada satu lantai di sebuah gedung
 Beberapa ruangan yang mempunyai karakteristik tadi di sebuah gedung
Pada display MCFA akan terbaca alamat zona yang terjado gejala kebakaran,
sehingga dengan demikian tindakan yang harus diambil dapat dilokalisir hanya pada
zona tersebut.

c. Full Addresable System


Merupakan pengembangan dari sistem semi adresibble. Pada system ini
semua detector dan alat pemberi masukan (deteksi) mempunyai alamat yang spesifik,
sehingga proses pemadaman dan evakuasi dapat dilakukan langsung pada titik yang
diperkirakan mengalami kebakaran.

2. Peralatan Utama
Peralatan yang dibutuhkan pada Fire Protection adalah sebagai berikut:
a. Pendeteksi
Pendeteksi atau alat penerima input (masukan) yang bekerja secara otomatis
(automatic Input Device), yaitu:

12
 Heat Detektor(Pengindra panas).. Berdasar cara kerjanya, heat detektor
dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:
 Fixed Temperatur heat detector, yang bekerja mendeteksi suhu udara di
sekitar casing-nya (ambiencetemperatur) dengan membandingkannya
terhadap suhu setting defaultnya, misla 57 ‘ C , 75 ‘ C dan sebagainya
 ROR (Rate of Rise) heat detector yang bekerja mendeteksi kecepatan
peningkatan suhu di sekitar casing-nya. Bila kecepatan peningkatan suhu
berjalan lebih lambat dari nilai settingnya, maka detector ini tidak akan
memberikan respon.
 Smoke Detector (pengindra asap).

b. MCFA (Main Control Fire Alarm)


MCFA merupakan peralatan utama dari sistem protection. (Main Control Fire
Alarm) atau disebut juga dengan Fire Alarm Control Panel (FACP), berfungsi
meneriman sinyal masuk (input signal) dari detector dan komponen pendeteksi
lainnya(Fixed Heat detector dan smoke detector).

F. Kelas (Klasifikasi) Kebakaran Menurut NFPA (National Fire Protection


Association) Amerika
Api dan Kebakarandiklasifikan (dikelompokkan) berdasarkan sumber
penyebab api yang muncul dalam kejadian kebakaran. Klasifikasi (kelas) kebakaran
secara umum merujuk pada klasifikasiInternasional yaitu klasifikasi (kelas)
kebakaran menurut NFPA (National Fire Protection Association) Amerika.
Sumber terakhir sampai dengan artikel ini disusun, NFPA membagi klasifikasi
(kelas) kebakaran menjadi 6 (enam) kelas yaitu : Kebakaran Kelas A, Kebakaran
Kelas B, Kebakaran Kelas C, Kebakaran Kelas D, Kebakaran Kelas E dan Kebakaran
Kelas K.
Klasifikasi (kelas) kebakaran berguna untuk menentukan media pemadam
efektif untuk memadamkan api/kebakaran menurut sumber api/kebakaran tersebut,
serta berguna untuk menentukan tingkat keamanan jenis suatu media pemadam

13
sebagai media pemadam suatu kelas kebakaran berdasarkan sumber
api/kebakarannya.
Klasifikasi (kelas) kebakaran berdasarkan NFPA berikut dengan media pemadam
efektifnya antara lain :
Kelas Kebakaran Pemadam

Kertas, Kain, Plastik,


Kayu

Padat Non Logam Air, Uap Air, Pasir, Busa, CO2, Serbuk
Kimia Kering, Cairan Kimia

Metana, Amoniak,
Solar
Gas/Uap/Cairan CO2, Serbuk Kimia Kering, Busa

Arus Pendek

Listrik CO2, Serbuk Kimia Kering, Uap Air

Aluminium,
Tembaga, Besi, Baja
Serbuk Kimia sodium Klorida, Grafit
Logam

Bahan-Bahan
<Belum Diketahui Secara Spesifik>
Radioaktif

Radioaktif

14
Kelas Kebakaran Pemadam

Lemak dan Minyak


Masakan
Cairan Kimia, CO2
Bahan Masakan

Untuk seorang Pemadam kebakaran berbicara akan kelas api mungkin sudah
tidak asing. namun bagi orang awam, pengetahuan akan kelas api dan alat pemadam
yang cocok digunakan sangatlah penting. Adapun efek kesalahan pemilihan alat
pemadam dapat membahayakan si pemadam itu sendiri maupun orang disekitarnya.

15
Untuk itu mari kita ulas bersama kelas api dan alat pemadam yang paling cocok
digunakan.
Di Amerika serikat melalui badan yang dinamakan National Fire Protection
Association(NFPA) menetapkan 4 katagori jenis penyebab kebakaran, yaitu kelas A,
B, C, D.

Kelas A :
Adalah kebakaran yang disebabkan oleh benda-benda padat, misalnya kertas,
kayu, plastik, karet, busa dan lain-lainnya. Media pemadaman kebakaran untuk kelas
ini berupa: air, pasir, karung goni yang dibasahi, dan Alat Pemadam berbahan tepung
kimia kering (dry powder).

Kelas B :
Adalah kebakaran yang disebabkan oleh benda-benda mudah terbakar berupa
cairan, misalnya bensin, solar, minyak tanah, spirtus, alkohol dan lain-lainnya.Media
pemadaman kebakaran untuk kelas ini berupa: pasir dan Alat Pemadam tepung kimia
kering (dry powder) maupun Foam. Dilarang memadamkan menggunakan air untuk
jenis ini karena berat jenis air lebih berat dari pada berat jenis bahan di atas sehingga
bila kita menggunakan air maka kebakaran akan melebar kemana-mana.

Kelas C:
Adalah kebakaran yang disebabkan oleh adanya hubungan arus pendek pada
peralatan elektronik. Alat pemadam yang bisa digunakan untuk memadamkan
kebakaran jenis ini dapat juga menggunakan tepung kimia kering (dry powder), akan
tetapi memiliki resiko kerusakan peralatan elektronik, karena dry powder mempunyai
sifat lengket dan korosif. Lebih cocok menggunakan pemadam api berbahan clean
agent.

16
Kelas D :
Adalah kebakaran yang disebabkan oleh benda-benda berbahan metal, untuk
kebakaran jenis ini tidak di perkenankan menggunakan jenis alat pemadam yang
bersifat dingin seperti contohnya CO2, karena hal tersebut dapat memicu ledakan
sehingga bahaya kebakaran akan semakin besar. kita dapat menggunakan DCP (dry
chemical powder), walaupun hal tersebut dapat berefek korosif pada metal namun
bahaya pada saat pemadaman relatif kecil.
Jadi kesimpulannya, janganlah terburu-buru memadamkan kebakaran yang
anda jumpai, kenalilah terlebih dahulu jenis/kelas api kebakaran tersebut. Karena
jika tidak, bukan api yang menjadi padam dan kita menjadi pahlawan tapi bahaya
yang akan mengancam.

G. Fire Safety Management


Fire Safety Management harus dilaksanakan dari mulai proses desain gedung,
commisioning dan operasional gedung. Selama ini dalam pembangunan gedung,
pemilik gedung hanya melibatkan konsultan perencana bangunan (arsitek),
manajemen konstruksi, listrik dan kontraktor bangunan tetapi belum melibatkan
konsultan fire safety. Artinya pihak pemilik/pengelola harus lebih berkoordinasi
dengan pihak-pihak yang kompeten untuk setiap bidang, tidak terkecuali masalah fire
safety, dalam perencanaan pembangunan gedung. Sementara di negara maju dalam
pembangunan gedung harus melibatkan fire safety consultant.
Penyusunan Fire Safety Management memang tidak mudah karena terdiri
dari beberapa rangkaian system yang harus dijelaskan secara terinci dan dapat
diaplikasikan. Berikut ini adalah model / elemen Fire Safety Management System
untuk gedung dalam keadaan beroperasi, yakni:
 Management Commitment
 Baseline Assessment
 Pre-Fire Planning
 Implementation
 Control

17
 Audit
 Management Review
Dari elemen-elemen Fire safety Management tersebut memperlihatkan bahwa
komitmen dari manajemen menjadi dasar dalam penyusunan Fire Management
System. Dan biasanya komitmen menjadi kendala tersendiri seperti yang sudah
dijelaskan dalam penelitian Fire Safety Management.
Elemen berikutnya adalah Baseline Assessment. Tujuan dari baseline
assessment adalah untuk memberikan gambaran kepada manajemen atas kondisi
terakhir aspek-aspek keselamatan gedung miliknya atau yang dikelolanya. Aspek-
aspek tersebut adalah personil, peralatan dan sistem atau prosedur yang ada. Dengan
data yang terkumpul dari ketiga aspek tersebut maka pemilik/pengelola gedung akan
dapat melihat posisi kesiapannya dalam menghadapi kebakaran atau bentuk
emergency lainnya. Dengan demikian baseline assessment menjadi dasar dalam
penentuan perencanaan fire emergency.

Sementara itu untuk Pre-Fire Planning terdiri dari beberapa elemen yaitu:
prevention, preparedness, response dan recovery.
Fungsi Prevention (pencegahan) di sini adalah mengidentifikasi penyebab-
penyebab maupun akibat-akibat yang ditimbulkan lebih dini sehingga beberapa
tindakan dapat dilakukan untuk meminimalisir kemungkinan kejadian yang
mengakibatkan kebakaran untuk mengurangi dampak insiden pada gedung maupun
sekitar gedung.
Preparedness berarti merencanakan aktivitas, program dan sistem yang
disiapkan sebelum terjadi kebakaran. Pada preparedness inilah pihak manajemen
merancang suatu perencanaan yang matang dalam hal penciptaan kesiapan tanggap
darurat kebakaran. Seperti pemberian training kepada security agar dapat
menanggulangi kebakaran dini, emergency drill yang melibatkan penghuni,
penyiapan kerjasama dalam penanggulangan kebakaran (mutual aid), pelaksanaan
fire safety meeting dengan penghuni atau pengguna gedung dan kegiatan lain yang
bersifat peningkatan kesiapsiagaan.

18
Response (Penanggulangan) bertujuan menstabilkan dan mengendalikan fire
emergency. Jika suatu kebakaran terjadi maka tindakan penanggulangan secara
efektif harus dilakukan. Bagaimana mengkoordinasikan sumber daya yang ada?
Bagaimana evakuasi dapat berjalan dengan efektif? Belum lagi aspek keselamatan
dalam penanggulangan merupakan pertanyaan-pertanyaan yang harus terjawab dalam
operasi penanggulangan emergency.
Recovery (Pemulihan) merupakan elemen yang dipersiapkan untuk
mengembalikan fasilitas, lingkungan sekitar gedung dan perangkat lainnya agar
kembali berfungsi. Pada recovery inilah analisa dampak dan minimalisasi dampak
kebakaran harus dituangkan dalam perencanaan recovery yang efektif dan
dilaksanakan secara konsisten. Beberapa hal penting yang patut dipertimbangkan
secara matang adalah Incident Investigation, Damage Assessment, Clean Up and
Restoration, Business Interruption, Claim Procedures dan lainnya.
Setelah Pre-Fire Planning ini tersusun maka langkah berikutnya adalah
tinggal pelaksanaannya. Dalam tahap pelaksanaan ini perlu dilakukan pengawasan
agar setiap kegiatan mencapai tujuan yang ditetapkan. Dalam sebuah sistem, elemen
yang perlu dilakukan adalah audit. Pelaksanaan audit ini sangat esensial untuk
menjamin bahwa selama sistem berjalan pada kurun waktu tertentu telah
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dan kebijakan perusahaan.
Fire Safety Management ini juga harus dikaji ulang (review) agar selalu
kontekstual dengan perubahan gedung dan lingkungan gedung. Sehingga Fire Safety
Management akan selalu dapat diaplikasikan dan tidak menimbulkan kebingungan.
Review ini biasanya dilakukan karena adanya perubahan organisasi, perubahan fisik
bangunan gedung, adanya ketentuan atau perundangan yang baru, adanya tuntutan
keselamatan dari penyewa gedung dan sebagainya.
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa Fire Safety Management
menjadi faktor penting dalam manajemen pengelolaan bangunan tinggi dan elemen
penting daya saing bisnis sekarang ini. Berangkat dari kenyataan ini maka sudah
waktunya bagi pemilik atau pengelola gedung dituntut harus lebih profesional dalam

19
menghadapi dan menanggulangi kebakaran yang mungkin menimpa bangunan
gedungnya. Kualitas profesionalisme dalam aktivitas bisnis bangunan tinggi dapat
tercermin dari Fire Safety Management yang dimilikinya dan diaplikasikan secara
konsisten.

H. Segitiga Api (Fire Triangle)

Gambar diatas menjelaskan bahwa terdapat 3 (unsur) utama yang


menyebabkan timbulnya api yaitu OKSIGEN, PANAS, dan BAHAN BAKAR. Jadi,
apabila salah satu unsur dihilangkan maka tidak akan dapat menyala. Sebagai contoh
mudah dalam pengertian maka dapat digambarkan seperti ilustrasi dibawah ini

20
Prinsip dasar ini sangat perlu dipahami oleh pengguna alat pemadam api dan
menjadi salah satu alasan dalam pemilihan alat pemadam api yang tepat karena pada
dasarnya obat/gas kimia yang menjadi isi alat pemadam api tersebut memang secara
khusus diproduksi dan dipergunakan untuk mematikan kelas api secara khusus.

I. Fire & Safety Engineering

Ringkasan Singkat Sejarah penerapan Safety di kegiatan industri


dititikberatkan pada periode tahun 1970, dimana Occupational Safety and Health Act
(OSHA) yang bersejarah disahkan dan menjadi undang-undang federal yang efektif
pada tahun 1971 di Amerika Serikat. Penerapan safety di Benua Eropa dan Amerika
Serikat telah mulai digalakkan sejak periode tersebut dan hingga kini sehingga
kesadaran akan pentingnya aspek Safety di negara-negara maju di kedua Benua
tersebut sudah sangat tinggi. Beberapa negara tersebut bahkan telah menghasilkan
standard teknis dan peraturan tentang Safety pada kegiatan dan proses industri
termasuk aspek Safety suatu produk/barang yang dihasilkan. Manajemen perusahaan
telah menyadari bahwa keuntungan operasi secara langsung terpengaruh ketika
pekerja mengalami lost time karena cidera yang disebabkan kerja atau operasional

21
terhenti karena terjadi insiden. Penerapan Safety yang pada awalnya mematuhi
undang-undang, saat ini Safety menjadi bagian dari investasi perusahaan untuk
meningkatkan kinerja dan performa perusahaannya. Namun keadaan sebaliknya
terjadi Benua Asia dan Afrika.

Di Indonesia yang sejatinya penerapan Safety sudah dimulai sejak tahun 1847
ketika mulai dipakainya mesin uap oleh Belanda di berbagai industri khususnya
industri gula. Tanggal 28 Februari 1852, Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan
Stbl no. 20 yang mengatur mengenai keselamatan dalam pemakaian pesawat uap
yang pengawasannya diserahkan kepada lembaga Dienst Van Het Stoomwezen,
selanjutnya berkembangnya tekonologi dan meningkatnya penggunaan mesin di
industri maka pada tahun 1905 dengan Stbl no 521 pemerintah Hindia Belanda
mengeluarkan perundangan Keselamatan Kerja yang dikenal dengan Veiligheid
Regelement disingkat VR yang kemudian disempurnakan pada tahun 1930 sehingga
terkenal dengan stbl 406 tahun 1930 yang menjadi landasan penerapan K3 di
Indonesia. Penerapan Safety atau K3 di Indonesia secara umum dimulai sejak
disahkan Undang-undang No.1 tahun 1970 yang resmi diberlakukan tanggal 12
Januari 1970 dan dijadikan sebagai hari lahir K3 yang diperingati setiap tahun
sebagai Bulan K3. Namun implementasi nyata penerapan Safety di Indonesia baru
mulai membaik sekitar awal tahun 2000-an.
Bagi industri dengan potensi risiko tinggi (High Risk) dalam kegiatan
operasinya terutama industri Penerbangan & Pesawat Luar Angkasa, Migas, industri
Kimia dan pertambangan, pada umumnya peran Safety Management tidak lepas dari
peran dan tugas lainnya sebagai Fire Protection Engineering. Di beberapa industri
tersebut, pengelolaan aspek Safety dan Fire Protection menjadi tugas dan tanggung
jawab Departement atau Divisi khusus, yaitu HSE (Health, Safety & Environment)
dan Fire Brigade menjadi salah satu unit didalamnya.

22
J. Pertanyaan Seputar 3M Passive Fire Protection
Sarana apa yang harus dimiliki suatu bangunan sehingga dapat dikatakan
aman terhadap resiko terjadinya kebakaran ?
Suatu bangunan dapat dikatakan aman jika sudah dilengkapi dengan beberapa system
perlindungan dan penanganan kabakaran. System tersebut terdiri dari :
 Tersedianya personil / tim tanggap darurat kebakaran di setiap wilayah kerja.
 Tersedianya WI (Work Instruction), SOP (Standard Operating Procedure)
untuk mencegah kesalahan dalam pelaksanaan kerja.
 Tersedianya alat deteksi bahaya & alat pemadam kebakaran (proteksi
kebakaran aktif).
 Melakukan upaya containment (kompartemenisasi) di setiap lokasi kerja untuk
mencegah penyebaran bahaya kebakaran dari satu lokasi kerja ke lokasi kerja
yang lain. (proteksi kebakaran pasif)

Apa itu Proteksi Kebakaran Pasif (Passive Fire Protection) ?


3M memiliki produk proteksi kebakaran Pasif, dimana produk tersebut untuk
mencegah jika terjadi resiko kebakaran, efek bahaya seperti api, panas, asap, gas
tidak menyebar & merambat ke lokasi yang lain. Sehingga dapat meinimalkan resiko
dari korban jiwa dan kerugian investasi akibat terhentinya suatu proses kerja .

Kenapa harus dilengkapi dengen Proteksi Kebakaran Pasif (Passive Fire


Protection)?
Tidak cukup hanya mengandalkan team tanggap darurat
 Keterbatasan kemempuan personil / SDM
 Jarang dilakukan simulasi tanggap darurat sehingga beresiko terjadi
keterlambatan penanganan.
 Sering terjadi kelalaian oleh penghuni & petugas penanggulangan
Tidak cukup hanya mengandalkan proteksi kebakaran aktif (Active Fire
Protection)
 Diperlukan maintenance khusus terhadap prasarana yang telah tersedia.

23
 Keterbatasan ketersediaan peralatan dan prasarana proteksi kebakaran
 Tidak semua lokasi pemicu kebakaran terjangkau oleh perlengkapan kebakaran
aktif
 Terlambat dalam penanganan kebakaran sehingga resiko yang terjadi sudah
tidak mungkin ditangani dengan prasarana yang tersedia

Diperlukan proteksi kebakaran pasif (Passive Fire Protection)


 Mencegah penyebaran resiko bahaya kebakaran (api, asap, gas, panas) ke
lokasi lain
 Meningkatkan nilai investasi / aset karena resiko kebakaran dapat dihindarkan
 Dapat langsung diaplikasi di lokasi yang paling berpotensi memicu kebakaran
 Free maintenace setelah system diaplikasi
 Life time seumur bangunan selama belum pernah terbakar dan tidak ada
perubahan aplikasi dari awal aplikasi
 Intensitas bahaya kebakaran stadium sedang sampai tinggi dapat dihindari
 Mengikuti peraturan dan ketentuan yg berlaku

Kenapa harus menggunakan 3M Passive Fire Protection Product?


 Memilki bermagai macam pilihan produk yang akan menyesuaikan dengan
kebutuhan dan kondisi lokasi pasang
 3M adalah principal di Indonesia, sehingga akan memberikan suport dan
respon lebih cepat saat ada permintaan dukungan
 Akan diberikan support mulai penentuan lokasi yang beresiko, penentuan
sistem / material yang sesuai, sampai dengan pemberian edukasi
 Setelah teraplikasi akan dikeluarkan sertifikat atas system yang terpasang,
berpedoman kepada UL (Underwriter Laboratory) standart
 Sertifikat yang dikeluarkan dapat dipergunakan sebagai jaminan untuk
meminimalkan premi asuransi

24
Bagaimana memilih sistem atau material yang paling sesuai untuk memproteksi
suatu bangunan?
Untuk penentuan lokasi yang paling perlu dan pemilihan sistem yang paling
sesuai dapat dilakukan oleh pihak authorise distributor 3M atau 3M Indonesia.
Sehingga bisa ditentukan lokasi paling urgent dan sistem yang paling sesuai.
Kemudian setelah ditentukan lokasinya akan disampaikan proposal mengenai kondisi
yang ada serta kebutuhan sistem proteksi yang diperlukan.

Bagaimana reaksi produk 3M Passive Fire Protection saat terjadi kebakaran?


Reaksi produk 3M Passive Fire Protection saat terjadi kebakaran, terdiri dari 4
reaksi :
 Intumescant : material dengan karakter seperti ini akan bereaksi mengembang
saat terkena panas & api. Reaksi mengembangnya material dipergunakan untuk
menutup lubang, celah yang ada sehingga dapat menghentikan jalur
perambatan api, panas, asap & gas ke.
 Ablatif : Material ini jika terbakar akan berubah bentuk menjadi arang
dan api akan berhenti dilokasi tersebut
 Endotermic : material ini akan bereaksi dengan panas untuk mengelurkan
uap air, yang berfungsi sebagai pendingin terhadap material yang terpapar api
 Insulatif : Material ini berfungsi untuk melindungi dari api dan panas yang
secara terus menerus memapar suatu obyek. Dapat juga mengisolasi dingin
supaya tidak terpengaruh kondisi panas disekitar obyek.

Bagaimana pengaplikasian produk yang telah ditentukan?


Untuk pengapliksian system hanya direkomendasikan kepada authorize
distributor atau bisa dilakukan oleh customer yang telah medapatkan training dari
3M sehingga pemasangan bisa tepat sesuai peraturan yang berlaku.
Bagaimana perawatan system supaya tetap terjaga dan efektif untuk
memproteksi kebakaran?

25
Material ini bebas perawatan, dan keawjiban customer adalah menjaga
supaya system tidak dilakukan perubahan . Material ini aman dari resiko kerusakan
dari binatang pengerat. Dan jika dilakukan perubahan terhadap sistem yang telah
terpasang customer wajib melaporkan kepada authorize distributor atau PT 3M
Indonesia.

Jaminan apa yang diberikan oleh produk 3M fire protection?


Setelah sistem terpasang akan dilakukan inspeksi oleh 3M untuk memastikan
bahwa sistem telah tersebut pasang dengan benar, jika telah sesuai sertifikat akan
diterbitkan. Sertifikat berisi pernyataan telah diaplikasi sesuai dengan standart UL.

Berapa lama sertifikat / jaminan tersebut berlaku?


Sertifikat / jaminan yang diterbitkan berlaku seumur bangunan selama system
tersebut belum pernah bereaksi terkena kebakaran dan tidak ada perubahan sejak
system tersebut terapliksi.

K. Peralatan Pencegahan Kebakaran


1. APAR / Fire Extinguishers / Racun Api Peralatan ini merupakan peralatan
reaksi cepat yang multi guna karena dapat dipakai untuk jenis kebakaran A,B
dan C. Peralatan ini mempunyai berbagai ukuran beratnya, sehingga dapat
ditempatkan sesuai dengan besar-kecilnya resiko kebakaran yang mungkin
timbul dari daerah tersebut, misalnya tempat penimbunan bahan bakar terasa
tidak rasional bila di situ kita tempatkan racun api dengan ukuran 1,2 Kg dengan
jumlah satu tabung. Bahan yang ada dalam tabung pemadam api tersebut ada
yang dari bahan kinia kering, foam / busa dan CO2, untuk Halon tidak
diperkenankan dipakai di Indonesia.

26
2. Hydran
Ada 3 jenis hydran, yaitu hydran gedung, hydran halaman dan hydran kota,
sesuai namanya hydran gedung ditempatkan dalam gedung, untuk hydran halaman
ditempatkan di halaman, sedangkan hydran kota biasanya ditempatkan pada beberapa
titik yang memungkinkan Unit Pemadam Kebakaran suatu kota mengambil cadangan
air. Detektor Asap / Smoke Detector Peralatan yang memungkinkan secara otomatis
akan memberitahukan kepada setiap orang apabila ada asap pada suatu daerah maka
alat ini akan berbunyi, khusus untuk pemakaian dalam gedung.
3. Fire Alarm
Peralatan yang dipergunakan untuk memberitahukan kepada setiap orang
akan adanya bahaya kebakaran pada suatu tempat.
4. Sprinkler
Peralatan yang dipergunakan khusus dalam gedung, yang akan memancarkan
air secara otomatis apabila terjadi pemanasan pada suatu suhu tertentu pada daerah di
mana ada sprinkler tersebut.
5. Pencegahan Kebakaran
Setelah kita mengetahui pengklasifikasian, prinsip pemadaman dan
perlengkapan pemadaman suatu kebakaran maka kita harus bisa mengelola
kesemuanya itu menjadi suatu sistem manajemen /pengelolaan pencegahan bahaya
kebakaran. Kita mengambil contoh dari pengelolaan pencegahan kebakaran pada
bangunan tinggi.

6. Identifikasi bahaya yang dapat mengakibatkan kebakaran pada gedung itu.


Bahan Mudah Terbakar, seperti karpet, kertas, karet, dan lain-lain Sumber
Panas, seperti Listrik, Listrik statis, nyala api rokok dan lain-lain Penilaian Resiko
Resiko tinggi karena merupakan bangunan tinggi yang banyak orang Monitoring
Inspeksi Listrik, Inspeksi Bangunan, Inspeksi Peralatan Pemadam Kebakaran,
Training, Fire Drill / Latihan Kebakaran dan lain-lain Recovery / Pemulihan
Emergency Response Plan / Rencana Tindakan Tanggap Darurat, P3K, Prosedur-
Prosedur, dan lain-lain.

27
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pencegahan kebakaran pada intinya adalah aspek paling utama dalam
program perlindungan kebakaran. Perencanaan yang baik dalam aktifitas pencegahan
kebakaran akan dapa menyelamatkan miliaran rupiah dan juga nyawa manusia akibat
kebakaran.
Prinsip dasar pencegahan terhadap kebakaran adalah: (1) pembatasan besar
dan lamanya kebakaran, yaitu dengan membatasi benda yang terbakar, (2)
pembatasan resiko penyebaran api, yaitu dengan mengatur penggunaan bahan-bahan
yang mudah terbakar dan jaringan yang mungkin sumber resiko kebakaran (sepertti
instalasi listrik, gas, dan pemanas), (3) petunjuk pengevakuasian dari kebakaran,
sehingga semua orang dapat meninggalkan gedung dalam waktu singkat dan
sekaligus dapat mengambil langkah-langkah untuk melindungi orang yang
dievakuasi, dan (4) petunjuk pemadaman api. Jika memungkinkan untuk
memadamkan api sejak awal atau sebelum membakar jalan evakuasi.
Prinsip perlindungan tersebut tertuang dalam Peraturan Konstruksi dan
Perumahan yang ditetapkan oleh Keputusan 31 Januari 1986 tentang penanggulangan
kebakaran pada bangunan perumahan. Peraturan tersebut mencakup bidang
konstruksi, sarana dan peralatan teknis. Perlindungan tersebut dapat berupa
perlindungan pasif, seperti: dinding tahan api, pelindung tangga, dan lain sebagainya.
Atau perlindungan aktif, seperti: detektor asap, alat pemadam, penghilang asap,
layanan pemeriksaan.
Perilaku dan gaya hidup masyarakat juga merupakan faktor yang penting
dalam pencegahan kebakaran. Dalam hal pencegahan kebakaran, kita juga harus
melihat pada faktor perilaku manusia, yang juga terkait dengan situasi sosial dan
ekonomi dari penduduk.
Strategi pengurangan resiko kebakaran dimulai dengan survey kebakaran
yang diadakan secara berkala. Hal ini dimaksudkan untuk mengidentifkasi penyebab

28
kebakaran dan bagaimana mencegahnya. Pencegahan kebakaran ditujukan untuk
melindungi jiwa dan aset perusahaan. Pada dasarnya, berdasarkan implementasi dan
cara pelaksanaannya, sistem penanggulangan kebakaran biasanya diaplikasikan
dalam dua jenis, yaitu: sistem proteksi aktif dan sistem proteksi pasif. Keduanya
diupayakan bekerja secara bersama-sama melindungi bangunan dari bahaya
kebakaran.
B. Saran
Setelah membaca makalah ini, semoga pembaca dapat menyadari bahwa
kebakaran itu sangat berbahaya. Dan pencegahan kebakaran harus dilakukan oleh
setiap individu dan unit kerja agar jumlah peristiwa kebakaran, penyebab kebakaran
dan jumlah kecelakaann dapat dikurangi sekecil mungkin melalui perencanaan yang
baik.

29
DAFTAR RUJUKAN

Karnadi. 2013. Penanganan Kebakaran dan Alat Pemadamnya. Dalam Google


Database. (Online),
(http://karnadi.staf.narotama.ac.id/2013/03/28/penanganan-kebakaran-dan-
alat-pemadamnya/, diakses 28 September 2013)

Kustono, Djoko. Mencegah dan Menanggulangi Kebakaran. Dalam Google


Database. (Online), (http://dc336.4shared.com/doc/GQwW-
cWT/preview.html, diakses 4 Oktober 2013)

Lansida. 2012. Perlindungan dan Pencegahan Kebakaran. Dalam Google Database.


(Online), (http://lansida.blogspot.com/2012/01/perlindungan-dan-
pencegahan-kebakaran.html, diakses 28 September 2013)

Muhadi. 2008. Pencegahan Resiko Kebakaran Gedung: Peran dan Tindakan Pusat
Layanan Kebakaran dan Pertolongan Departement Rhone. Tesis tidak
diterbitkan. Bandung: Teknik Pembangunan Wlayah dan Kota Pascasarjana
Universitas Diponegoro.

Himpunan Peraturan Perundangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


RI. Dalam Google Database. (Online),
(http://www.presidenri.go.id/DokumenUU.php/749.pdf, diakses 4 Oktober
2013)

30

Anda mungkin juga menyukai