Anda di halaman 1dari 85

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada kehidupan ini, salah satu faktor yang berpengaruh bagi kehidupan seluruh makhluk
hidup beserta komponennya adalah kelembaban udara. Kelembaban udara juga menentukan
bagaimana makhluk hidup tersebut dapat beradaptasi dengan lingkungannya. Kelembaban
merupakan salah satu faktor ekologis yang penting dalam mempengaruhi aktifitas makhluk
hidup dan membatasi penyebarannya dalam keragaman harian.

Di atmosefer terdapat uap air yang dinamakan kelembaban udara. Kadar uap air senantiasa
berubah-ubah tergantung pada temperatur udara setempat. Jumlah uap dalam udara tidaklah
tetap atau konstan. Kesanggupan udara untuk menampung uap air dipengaruhi oleh
temperatur massa udara serta berubah-ubah sehingga udara tidak dapat memuat air tanpa
batas. Massa yang panas mengandung lebih banyak uap air dibandingkan dengan massa
udara yang dingin. Kelembaban udara ditentukan juga oleh jumlah uap air yang terkandung
dalam udara yaitu total uap air per satuan volume.

Kelembaban udara yang disetiap sudut ruangan tentu berbeda tergantung dengan faktor-
faktor yang mempengaruhinya. Adanya sinar matahari yang masuk kedalam ruangan dapat
mempengaruhi kelembaban didalamnya. Selain itu, faktor lain yang dapat mempengaruhi
kelembaban pada suatu ruangan adalah pendingin ruangan. Pendingin udara dapat
menyebabkan kelembaban dalam suatu ruangan semakin tinggi. Berbeda ketika pendingin
ruangan dalam kondisi tidak dihidupkan, maka kelembabannya pun akan semkain rendah.
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kelembaban relatif
dalam suatu ruangan adalah hygrometer dan pshycrometer. Kelembaban udara merupakan
banyaknya kandungan uap air di atmosfer.

1
Oleh karena itu, Praktikum Fisika Lingkungan tentang Kelembaban Relatif dilakukan untuk
mengetahui tingkat kelembaban dalam ruangan serta mengetahui prinsip kerja dari metode
hygrometer dan pshycrometer.

1.2 Tujuan Praktikum

Tujuan praktikum Pengukuran Kelembaban adalah sebagai berikut :

a. Mengetahui kadar kelembaban udara di ruang laboratorium rekayasa lingkungan


Fakultas Teknik, Universitas Mulawarman.

b. Mengetahui metode pengukuran kelembaban udara menggunakan prinsip Psychrometer


dan Hygrometer.

c. Mengetahui penyebab perbedaan nilain suhu yang terbaca pada bola basah dan bola
kering.

1.3 Prinsip Praktikum

Praktikum tentang pengukuran kelembaban udara, pertama-tama tentukan lokasi


pengambilan contoh, siapkan peralatan dan bahan, setelah itu lakukan sesuai metode
masing-masing. Pertama metode Hygrometer, pertama-tama pasang tabung reaksi dengan
termometer pada tiang statif yang berbeda, catat suhu ruangan tabung reaksi, tabung reaksi
diisi eter, disumbat dan dihubungkan pompa udara. Pompa udara dihubungkan listrik,saat
tabung reaksi mengembun aliran listrik diputus. Jangan disentuh dan hindari dari hembusan
panas, catat suhunya, dicatat suhu saat embun menipis. Keluarkan termometer sampai
menunjukkan suhu kamar, setelah itu ulangi sampai 5 kali. Kedua metode Psychrometer,
termometer dipasang pada dua tiang statif yang berbeda, yang satu termometer kering yang
lain basah. dicatat suhu ruangan dengan termometer kering ujung sensor termometer yang
satu dibalut kapas lalu diikat dengan kawat kecil, lalu dicelupkan ke air, kemudian
dianginkan menggunakan kipas angin.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelembaban Relative

Kelembaban relatif yang merupakan ukuran bagi kemampuan udara pada suhu yang ada
untuk menyurap uap lebih lanjut. Kelembaban relatif diukur dengan menghembuskan udara
pada 2 buah thermometer, salah satu diantaranya dibungkus dengan kain basah (bola basah)
dan lainnya kering (bola kering), thermometer tersebut dinamakan Psykrometer. Faktor lain
yang mempengaruhi evaporasi adalah kelembaban relatif udara. Jika kelembaban relatif
naik maka kemampuan udara untuk menyerap air akan berkurang (Soemarto, 1986).

2.2 Psychrometer

Kelembaban nisbi beragam secara terbaik dengan suhu, pengukuran-pengukuran yang lebih
teliti dengan kelembaban sekilas diperoleh dengan psychrometer. Psychrometer yang
lazim digunakan secara berkala untuk memeriksa ketelitian hygrometer rambut.
Pengukuran-pengukuran psikrometer secara sederhana terdiri atas pengukuran-pengukuran
suhu berpasangan yang satu dengan thermometer bola kering dan thermometer bola basah.
Kelmbaban dapat dinyatakan dalam kuantitas mutlak atau relatif untuk maksud-maksud
tertentu. Neraca kelembaban merupakan suatu bagian intergral dari prosedur perencanaan
komprehensif yang berskala besar (Richard, 1988).

2.3 Kelembaban

Kelembaban yang mutlak adalah bilangan yang menyatakan uap-uap air yang ada dalam 1
meter kubit udara (gram uap air/m3 udara). Kelembaban spesifik adalah bilangan yang

3
menyatakan berat uap air yang ada dalam 1 kg udara lembab atau basah (gram uap air/kg
udara basah). Kelembaban spesifik pada gerakan vertikal tetap sam jika selama itu tidak
terjadi pengembunan atau kondensasi. Kelembaban spesifik atau nisbi adarah ukuran untuk
tingkat kekenyangan suatu massa udara dengan uap air. Kelembaban relatif dinyatakan
dengan perbandingan antara perbandingan antara jumlah uap air yang besar-besar ada
dalam udara dengan jumlah uap air yang maksimum dikali seratus dinyatakan dalam persen
(Karim, 1986).

2.4 Kelembaban Udara

Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi.
Komposisi campuran gas tersebut tidak selalu konstan. Kualitas dari udara yang telah
berubah komposisinya dari komposisi udara alamiahnya adalah udara yang sudah tercemar
sehingga tidak dapat menyangga kehidupan. Udara merupakan komponen kehidupan yang
sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia maupun makhluk hidup lainnya seperti
tumbuhan dan hewan. Tanpa makan dan minum kita bisa hidup untuk beberapa hari tetapi
tanpa udara kita hanya dapat hidup untuk beberapa menit saja (Fardiaz, 2010).

Kelembaban udara adalah banyaknya kandungan uap air di atmosfer. Udara atmosfer
adalah campuran dari udara kering dan uap air. Kelembaban udara merupakan tingkat
kebasahan udara karena dalam udara air selalu terkandung dalam bentuk uap air. Uap air
adalah suatu gas, yang tidak dapat di lihat, yang merupakan salah satu bagian dari atmosfer.
Kabut dan awan adalah titik air atau butir-butir air yang melayang-layang di udara. Kabut
melayang laying dekat permukaan tanah, kalau awan melayang- layang di angkasa.
Banyaknya uap air yang dikandung oleh hawa tergantung pada temperatur. Makin tinggi
temperatur makin banyak uap air yang dapat dikandung oleh hawa (Hardjodinomo, 1975).

2.5 Uap Air

4
Semua uap air yang ada di dalam udara berasal dari penguapan. Penguapan adalah
perubahan air dari keadaan cair kekeadaan gas. Pada proses penguapan diperlukan atau
dipakai panas, sedangkan pada pengembunan dilepaskan panas. Seperti diketahui,
penguapan tidak hanya terjadi pada permukaan air yang terbuka saja, tetapi dapat juga
terjadi langsung dari tanah dan lebih-lebih dari tumbuh-tumbuhan. Penguapan dari tiga
tempat itu disebut dengan evaporasi (Karim,1985).

Seperti gas-gas lainnya, uap air juga mempunyai tekanan, yang makin lebih besar apabila
temperatur naik. Tekanan tersebut dinamakan tekanan uap. Tekanan uap adalah tekanan
yang diberikan atau ditimbulkan oleh uap air sebagai bagian dari udara pada temperatur
yang tertentu. Tekanan uap itu adalah juga bagian dari tekanan udara semuanya dapat
diukur dengan milimeter air raksa atau milibar. Jika udara pada suatu temperatur sudah
kenyang (jenuh) maka tekanan uap pada temperatur tersebut mencapai maksimum. Angka
maksimum tersebut disebut tekanan uap maksimum (Zailani, 1986).

Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi.
Komposisi campuran gas tersebut tidak selalu konstan. Kualitas dari udara yang telah
berubah komposisinya dari komposisi udara alamiahnya adalah udara yang sudah tercemar
sehingga tidak dapat menyangga kehidupan. Udara merupakan komponen kehidupan yang
sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia maupun makhluk hidup lainnya seperti
tumbuhan dan hewan. Tanpa makan dan minum kita bisa hidup untuk beberapa hari tetapi
tanpa udara kita hanya dapat hidup untuk beberapa menit saja (Fardiaz, 2010).

Kelembaban udara adalah banyaknya kandungan uap air di atmosfer. Udara atmosfer
adalah campuran dari udara kering dan uap air. Kelembaban udara merupakan tingkat
kebasahan udara karena dalam udara air selalu terkandung dalam bentuk uap air.
Kelembaban spesifik pada gerakan vertikal tetap sam jika selama itu tidak terjadi
pengembunan atau kondensasi. Uap air adalah suatu gas, yang tidak dapat di lihat, yang
merupakan salah satu bagian dari atmosfer. Kabut dan awan adalah titik air atau butir-butir
air yang melayang-layang di udara (Hardjodinomo, 1975).

5
BAB 3
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

3.1.1 Waktu Pelaksanaan

Praktikum Fisika Lingkungan mengenai Pengukuran Kebisingan dilaksanakan pada hari


Sabtu, 7 April 2018 pukul 06.00 – 09.00 WITA, 13.00 – 16.00 WITA dan 19.00- 21.00
WITA.

3.1.2 Tempat Pelaksanaan

Praktikum Fisika Lingkungan mengenai Pengukuran Kebisingan dilaksanakan di Simpang


4 Lembuswana, Samarinda.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat yang digunakan pada praktikum Pengukuran Kelembaban adalah :

1. Sound Level Meter


2. Stopwatch
3. Meteran
4. Payung
5. GPS
6. Kalkulator
7. Alat Tulis

6
3.2.2 Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum Pengukuran Kelembaban adalah :

1. Software ArcGis 9,3


2. Software TatukGis Calculator
3. Software Surfer
4. Baterai

3.3 Cara Kerja

3.3.1 Penggunaan alat Sound Level Meter

1. Dipasang Microfone pada Sound Level Meter.


2. Ditekan tombol power.
3. Dibiarkan sampai alat benar-benar berfungsi dengan baik selama beberapa detik.
4. Ditekan tombol Fast/Slow (fast untuk jenis kebisingan kontinyu sedangkan slow untuk
jenis kebisingan terputus – putus).
5. Dipilih tombol A/C, pilih A sebagai tanda bahwa yang akan diukur merupakan
intensitas kebisingan yang sampai ke individu.
6. Dipilih Auto pada tombol Range.
7. Diarahkan Microfone pada SLM (Sound Level Meter) ke sumber suara.
8. Diliat dengan menggunakan stopwatch, setiap 30 detik.
9. Dicatat intensitas kebisingan yang tertera pada alat SLM (Sound Level Meter) sesudah
30 detik.
10. Diulangi langkah ini sebanyak 5 kali dengan ukuran masing-masing jarak 10 m.

3.3.2 Pengukuran GPS

1. Ditekan tombol power dan ditunggu beberapa saat.

7
2. Ditekan enter setelah muncul tombol menu.
3. Dicatat hasil yang tertera pada monitor.

3.3.3 Prosedur Pengambilan Data

1. Ditentukan titik-titik yang akan dilakukan untuk pengambilan data.


2. Diukur nilai kebisingan pada titik yang telah ditentukan dalam waktu 10 menit dengan
menggunakan alat sound level meter.
3. Dicatat nilai maksimum pada titik tersebut ke dalam tabel yang telah dibuat.
4. Dilakukan hal yang sama sampai 10 menit.
5. Diukur nilai kebisingan pada selang waktu, yaitu L1, L2, dan L3 yakni pukul 07.00 -
09.00 WITA, 13.00 – 15.00 WITA, dan 19.00 – 21.00 WITA.
6. Diulangi lagi langkah 1 - 3 di tempat selanjutnya.

3.4 Bagan Alir

Ditentukan lokasi Disiapkan alat dan


pengambilan contoh bahan

Dilakukan pengukuran
Hygrometer
Dilakukan pengukuran
Psychrometer

Dilakukan perhitungan

8
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

4.1.1 Hasil Pengamatan Metode Hygrometer

Tabel 1. Hasil Pengukuran Kelembaban Udara

NO T0 T1 T2 ΔT (T2- T1) KN Rata-rata


1 32 9 20 11 33,6% 12 mmHg
2 32 8 14 6 27,5% 9,8 mmHg
3 32 14 20 6 40,7% 14,5 mmHg
4 32 2 11 9 19,6% 7 MMhG
5 32 2 14 12 22,4% 8 mmHg

4.1.2 Hasil Pengamatan Metode Psychrometer

Tabel 2. Hasil Pengamatan Kelembaban Udara

NO T0 T1 ΔT( T1-T0) KN Rata-rata


1 34 30 4 79,7% 35,663mmHg
2 33 29 4 79,78% 33,694 mmHg
3 32 30 2 89,2% 33,694 mmHg
4 32 31 1 94,5% 33,694 mmHg
5 33 31 2 89,3% 35,663 mmHg

4.2 Perhitungan

9
4.2.1 Perhitungan Metode Hygrometer

4.2.1.1 Percobaan 1

𝑇1−𝑇2 9+20
Diketahui : PA : Rata-rata : = = 14,5oC
2 2

= 12 mmHg

PS : T0 = 32oC = 35,663 mmHg

Ditanya : KN ?

𝑃𝐴
Dijawab : KN = 𝑃𝑆 𝑥 100%

14,5
= 32 𝑥 100%

12 𝑚𝑚𝐻𝑔
=35,663 𝑀𝑚𝑚𝐻𝑔 𝑥 100 %

= 33,6 %

4.2.1.2 Percobaan 2

𝑇1−𝑇2 8+14
Diketahui : PA : Rata-rata : = = 11oC
2 2

= 9,8 mmHg

PS : T0 = 32oC = 35,663 mmHg

Ditanya : KN ?

𝑃𝐴
Dijawab : KN = 𝑃𝑆 𝑥 100%

11
=32 𝑥 100%

10
9,8 𝑚𝑚𝐻𝑔
=35,663 𝑀𝑚𝑚𝐻𝑔 𝑥 100 %

= 27,5 %

4.2.1.3 Percobaan 3

𝑇1−𝑇2 14+20
Diketahui : PA : Rata-rata : = = 17oC
2 2

= 14,5 mmHg

PS : T0 = 32oC = 35,663 mmHg

Ditanya : KN ?

𝑃𝐴
Dijawab : KN = 𝑃𝑆 𝑥 100%

17
=32 𝑥 100%

14,5 𝑚𝑚𝐻𝑔
=35,663 𝑀𝑚𝑚𝐻𝑔 𝑥 100 %

= 40,7 %

4.2.1.4 Percobaan 4

𝑇1−𝑇2 11+2
Diketahui : PA : Rata-rata : = = 6,5oC
2 2

= 7 mmHg

PS : T0 = 32oC = 35,663 mmHg

Ditanya : KN ?

𝑃𝐴
Dijawab : KN = 𝑃𝑆 𝑥 100%

11
6,5
= 32 𝑥 100%

7 𝑚𝑚𝐻𝑔
=35,663 𝑀𝑚𝑚𝐻𝑔 𝑥 100 %

= 19,6 %

4.2.1.5 Percobaan 5

𝑇1−𝑇2 9+14
Diketahui : PA : Rata-rata : = = 8oC
2 2

= 8 mmHg

PS : T0 = 32oC = 35,663 mmHg

Ditanya : KN ?

𝑃𝐴
Dijawab : KN = 𝑃𝑆 𝑥 100%

8
=32 𝑥 100%

8 𝑚𝑚𝐻𝑔
=35,663 𝑀𝑚𝑚𝐻𝑔 𝑥 100 %

= 22,4 %

4.2.2 Perhitungan Metode Psychrometer

4.2.2.1 Percobaan 1

Diketahui : PA : T1 = 30oC = 31,8 mmHg

PS : T0 = 34oC = 39,898 mmHg

Δt : To-T1 = 34o – 30oC = 4oC

Ditanya : KN ?

12
𝑃𝐴
Dijawab : KN = 𝑃𝑆 𝑥 100%

30
=34 𝑥 100%

31,8 𝑚𝑚𝐻𝑔
=39.898 𝑀𝑚𝑚𝐻𝑔 𝑥 100 %

= 79,7 %

4.2.2.2 Percobaan 2

Diketahui : PA : T1 = 29oC = 30,1 mmHg

PS : T0 = 33oC = 37,729 mmHg

Δt : To-T1 = 33o – 29oC = 4oC

Ditanya : KN ?

𝑃𝐴
Dijawab : KN = 𝑃𝑆 𝑥 100%

29
=33 𝑥 100%

30,1 𝑚𝑚𝐻𝑔
=37,729 𝑀𝑚𝑚𝐻𝑔 𝑥 100 %

= 79,78 %

4.2.2.3 Percobaan 3

Diketahui : PA : T1 = 30oC = 31,8 mmHg

PS : T0 = 32oC = 35,663 mmHg

Δt : To-T1 = 32o – 30oC = 2oC

Ditanya : KN ?

13
𝑃𝐴
Dijawab : KN = 𝑃𝑆 𝑥 100%

30
=32 𝑥 100%

31,8 𝑚𝑚𝐻𝑔
=35,663 𝑀𝑚𝑚𝐻𝑔 𝑥 100 %

= 89,2 %

4.2.2.4 Percobaan 4

Diketahui : PA : T1 = 31oC = 33,694 mmHg

PS : T0 = 32oC = 35,663 mmHg

Δt : To-T1 = 32o – 31oC = 1oC

Ditanya : KN ?

𝑃𝐴
Dijawab : KN = 𝑃𝑆 𝑥 100%

31
=32 𝑥 100%

33,694 𝑚𝑚𝐻𝑔
=35,663 𝑀𝑚𝑚𝐻𝑔 𝑥 100 %

= 94,5 %

4.2.2.5 Percobaan 5

Diketahui : PA : T1 = 31oC = 33,694 mmHg

PS : T0 = 33oC = 37,729 mmHg

Δt : To-T1 = 33o – 31oC = 2oC

Ditanya : KN ?

14
𝑃𝐴
Dijawab : KN = 𝑃𝑆 𝑥 100%

31
=33 𝑥 100%

33,694 𝑚𝑚𝐻𝑔
=37,729 𝑀𝑚𝑚𝐻𝑔 𝑥 100 %

= 84,3%

4.3 Grafik

4.3.1 Grafik Hasil Pengukuran Kelembaban Udara dengan Hygrometer

Metode Hygrometer

90
80
70
60
50
Kelembaban Relatif (%)
40
30
20
10
0
Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3 Percobaan 4 Percobaan 5

Gambar 4.3.1 Grafik Kelembaban dengan Metode Hygrometer

4.3.2 Grafik Hasil Pengukuran Kelembaban Udara dengan Psychrometer

15
Metode Psychrometer

100
90
80
70
60 Kelembaban Realatif (%)
50
40
30
20
10
0
Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3 Percobaan 4 Percobaan 5

Gambar 4.3.2 Grafik Kelembaban dengan Metode Psychrometer

4.4 Pembahasan

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kelembaban udara. Faktor yang pertama
adalah suhu. Semakin tinggi suhu suatu wilayah maka kelembaban udaranya akan semakin
rendah, sementara semakin rendah suhu suatu wilayah maka kelembaban udaranya akan
semakin tinggi. Faktor selanjutnya adalah kualitas dan kuantitas dari penyinaran. Hal ini
berpengaruh karena sinar yang diterima terutama sinar matahari sangatlah berpengaruh
pada laju penguapan dari air. Faktor yang ketiga adalah pergerakan angin, dimana
pergerakan angin juga membawa kandungan air yang terdapat pada suatu wilayah ke
wilayah yang lain. Faktor selanjutnya adalah keberadaan vegetasi pada suatu wilayah.
Proses transpirasi yang terjadi pada vegetasi akan meningkatan kelembaban udara yang ada
pada wilayah tersebut. Faktor terakhir adalah ketersediaan air di suatu tempat. Ketersediaan
air yang tinggi pada permukaan suatu daerah dapat menyebabkan tingginya kelembaban
udara yang terdapat pada daerah tersebut.

16
Pada metode psychrometer, termometer berfungsi sebagai alat pengukur, baik suhu ruang
maupun suhu kapas berair. Tiang statif juga dipakai sebagai tempat menggantungkan
termometer. Dipakai pula gelas kimia sebagai wadah air. Kapas dipakai untuk media air di
termometer. karet gelang dipakai sebagai pengikat kapas dengan termometer, dan kipas
angin dipakai untuk menurunkan suhu. Metode Hygrometer tiang statif dan termometer
dipakai dengan fungsi yang sama pada terdapat pula tabung reaksi sebagai wadah eter dan
wadah yang terbuat dari aluminium sebagai wadah tabung reaksi terdapat pula pompa udara
beserta selangnya yang dalam praktikum ini berfungsi sebagai alat yang membantu proses
pengembunan terjadi.

Prinsip dari metode hygrometer adalah mencari kelembaban udara dengan mengukur suhu
yang terbentuk ketika eter mengembun, suhu yang terbentuk ketika eter atau embun, mulai
muda dan juga suhu ruang. Data tersebut kemudian dihitung sehingga ditemukan nilai
kelembaban akhir dengan bentuk persen

Prinsip dari metode psychrometer adalah mencari suhu dari ruangan dan suhu kapas basah
yang terpapar angin. Data tersebut kemudian dihitung sehingga ditemukan nilai
kelembaban air dalam bentuk persen.

Praktikum pengukuran kelembaban dilaksanakan pada salah satu ruangan di laboratorium


ekologi universitas mulawarman. Pada ruangan dan kelembaban udara dengan metode
psychrometer dan bagian kiri adalah tempat pengukuran kelembaban udara dengan metode
hygrometer.

Terdapat beberapa regulasi yang mengatur tentang kelembaban berdasarkan keputusan


menteri kesehatan RI nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang persyaratan kesehatan
lingkungan kerja perkantoran dan industri dan peraturan menteri kesehatan RI nomor
1077/MENKES/PER/V/2011 tentang pedoman penyehatan udara dalam ruang rumah.
Kelembaban yang baik bernilai sekitar 40% sampai 60%. Setelah dilakukan percobaan dan
pengukuran dapat diketahui bahwa percobaan dengan metode Hygrometer menunjukkan

17
hasil kelembaban yang bervariasi, pada percobaan ketiga menunjukkan hasil yang baik,
namun keempat percobaan lain menunjukkan hasil yang berada di bawah standar.
sementara pada percobaan dengan metode Psychrometer seluruh hasil pengamatan dari
percobaan pertama hingga percobaan kelima menunjukkan hasil kelembaban di atas
standar.

Terdapat beberapa kesalahan yang menyebabkan nilai kelembaban menjadi tidak akurat.
faktor kesalahan yang pertama adalah kurang bersihnya praktikan membersihkan
termometer setelah dipakai dengan kapas basah. hal ini menyebabkan nilai yang
ditunjukkan termometer untuk suhu ruang menjadi tidak akurat.

18
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

a. Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan di ruang Laboratorium Teknologi


Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Mulawarman, diketahui kadar kelembaban
rata-rata di ruang tersebut berdasarkan metode hidrometer adalah 76,4%. Sedangkan
berdasarkan metode psikrometer adalah 78,49%. Berdasarkan KEPMENKES No 1405
Tahun 2002 suhu yang baik bagi ruang perkantoran adalah 28 derajat celcius sampai
30 derajat sedangkan kelembaban antara 40% sampai 60% ini membuktikan
kelembaban di ruang laboratorium Teknologi lingkungan fakultas teknik Universitas
Mulawarman melebihi rata-rata standar ditetapkan.

b. Metode pengukuran kelembaban udara Psychrometer ialah sifat peka, teliti. Cara
membaca termometer kecepatan udara melalui termometer bola basah, suhu dan
murninya air yang dipakai untuk membasahi. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kelembaban di suatu tempat adalah suhu kuantitas dan kualitas tekanan udara serta
ketersediaan air. Hygrometer digunakan untuk mengukur kelembaban udara relatif
prosesnya terdapat dua skala yang satu menunjukkan kelembaban yang satu temperatur
cara penggunaannya dengan meletakkan di tempat yang akan diukur kelembaban nya
kemudian tunggu dan bacalah skalanya.

c. Suhu yang terbaca pada termometer bola basah lebih rendah dari suhu yang dibaca oleh
termometer bola kering hal ini disebabkan karena sebagian panas pada bagian ujung
sensor termometer ini dipakai dalam proses penguapan air pada kain lembab yang
sebelumnya membalutnya. semakin tinggi penguapan maka semakin banyak energi
panas yang dipakai, berarti akan semakin rendah suhu termometer bola basah, suhu
termometer bola basah akan sama dengan suhu termometer bola kering.

19
5.2 Saran

Sebaiknya dalam praktikum selanjutnya dilakukan dengan menggunakan cairan lain selain
eter agar mahasiswa atau praktikan mengetahui perbedaannya. Selain itu sebaiknya suhu
dalam ruangan diatur agar kelembaban udara tidak melebihi standar dan ada.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Hardjodinomo, S., 1975, Ilmu Iklim dan Pengairan, Binacipta, Bandung.

2. Karim, Kamarlis., 1986, Dasar-Dasar Klimatologi FP Unsyiah, Banda Aceh

3. Richard, Lee., 1988, Hidrologi Hutan UGM, Press, Yokyakarta.

4. Soemarto, C.D., 1986. Hidrologi Teknik, Erlangga, Jakarta.

5. Zailani, K., 2006, Klimatologi dasar, Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala,

Darussalam Banda Aceh

21
LAMPIRAN

Gambar 2. Pengukuran Suhu


Gambar 1. Dimasukan Kapas Basah di
Larutan Eter Depan Kipas

Gambar 3. Dimasukan Selang Gambar 4. Dihidupkan Pompa


Pompa Udara Udara

Gambar 5. Ditunggu Hingga Gambar 6. Ditunggu Hingga


Larutan Eter Termometer berubah
Mengembun Suhu

suhunya ruangan
22
Gambar 7. Dilepas Selang dan Gambar 8. Ditunggu Hingga
Termometer Termometer
Suhu berubah

Gambar 9. Ditunggu Suhu


Turun

23
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemajuan teknologi dan ekonomi yang pesat, menuntut sarana transportasi yang lebih baik
dan efisien, baik segi kuantitatif maupun dari segi kualitatif. Begitu pula halnya dengan
transportasi darat sebagai salah satu sarana transportasi yang paling banyak digunakan oleh
manusia, seperti motor dan mobil, dimana transportasi darat sebagai salah satu transportasi
yang paling sering digunkan. Semakin meningkatnya jumlah kendaraan menimbulkan
beberapa masalah seperti polusi dan kebisingan.

Bising adalah campuran dari berbagai suara yang tidak dikehendaki ataupun yang merusak
kesehatan, saat ini kebisingan merupakan salah satu penyebab penyakit lingkungan yang
penting. Kebisingan sering digunakan sebagai istilah untuk menyatakan suara yang tidak
diinginkan yang disebabkan oleh kegiatan manusia atau aktifitas-aktifitas alam.

Saat ini banyak kota di Indonesia yang mengalami perkembangan yang sangat pesat
terutama pada sarana transportasi dan juga perluasan daerah pemukiman. Dampak dari
perkembangan sarana transportasi dan perluasan daerah pemukiman tersebut antara lain
yaitu banyaknya pemukiman yang berhadapan langsung dengan jalan raya, rel kereta api,
ataupun bandara sehingga menimbulkan dampak negatif antara lainnya kebisingan bagi
masyarakat yang tinggal dipemukiman tersebut.

Oleh karena itu, pada praktikum mengukur tingkat kebisingan dapat diketahui bagaimana
cara mengukur tingkat kebisingan dan hasil tingkat kebisingan pada lokasi pengukuran
yang dilakukan pada empat titik pengukuran, yaitu di Jalan Ruhui Rahayu, Jalan Sutomo,

24
Jalan Letjen Suprapto dan Jalan M. Yamin. Dari praktikum ini juga dapat diketahui apa
saja parameter-parameter yang dapat mempengaruhi tingkat kebisingan.

1.2 Tujuan Praktikum

Tujuan dari Pengukuran Kebisingan adalah sebagai berikut :


a. Mengetahui rata-rata tingkat kebisingan pada lokasi pengukuran.
b. Mengetahui faktor yang memengaruhi tingkat kebisingan.
c. Mengetahui perbandingan baku mutu kebisingan dengan hasil pengukuran kebisingan
pada lokasi pengukuran dengan SK Menteri Lingkungan Hidup Nomor Kep-
48/MENLH/XI/1996, tentang kriteria batas tingkat kebisingan maksimum untuk
fasilitas umum.

1.3 Prinsip Praktikum

Praktikum pengukuran kelembaban udara menggunakan dua metode, yaitu metode


hygrometer dan psychrometer. Pada metode hygrometer dipasang tabung reaksi dengan
termometer pada tiang statif yang berbeda statif berbeda, dicatat suhu ruangan kemudian
ujung sensor termometer dibalut dengan kapas dan diikat dengan kawat. Kapas yang
membalut termometer dicelupkan ke dalam air. Suhu air pada kapas akan menyebabkan
termometer terus menurun hingga suhu akan terbentuk.dan dicatat suhu ruangan kemudia
tabung reaksi diisi eter secukupnya lalu pompa udara diubungkan dengan arus listrik
kemudian tabung reaksi didiamkan hingga embun menghilang. Metode psychrometer
dengan memasang termometer pada dua ujung tiang.

25
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kebisingan

Bunyi atau suara yang didengar sebagai rangsangan pada sel saraf pendengar dalam telinga
oleh gelombang longitudinal yang ditimbulkaan getaran dari sumber bunyi atau suara dan
gelombang tersebut merambat melalui media udara atau penghantar lainnya. Manakala
bunyi atau suara tersebut tidak dikehendaki oleh karena mengganggu atau timbul di luar
orang yang bersangkutan, maka bunyi-bunyoan atau suara demikian dinyatakan sebagai
kebisingan. Kebisingan adalah bunyi atau suara yang keberadaannya tidak dikehendaki
(noise is unwanted sound). Dalam rangka perlindungan kesehatan tenaga kerja kebisingan
diartikan sebagai suara atau bunyi yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat
proses produksi atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan
gangguan pendengaran perkerja (Christina, 2003).

Dalam bidang kesehatan kerja, kebisingan diartikan sebagai suara yang dapat menurunkan
pendengaran baik secara kualitatif (penyempitan sprektum pendengaran) maupun secara
kuantitatif (peningkatan ambang pendengaran) berkaitan dengan faktor intensitas, frekuensi
dan pola waktu. Dapat disimpulkan bahwa kebisingan adalah bunyi atau suara-suara yang
tidak dikehendaki dan dapat mengganggu kesehatan, kenyamanan serta dapat menimbulkan
gangguan pendengaran. Berdasarkan SK MENLH No. Kep. Men-48/MENLH/11/1996,
kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari suatu usaha atau kegiatan dalam tingkat
dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan
kenyamanan lingkungan termasuk di dalamnya adalah ternak, satwa dan juga sistem alam
(Heinz, 2008).

26
2.2 Klasifikasi Kebisingan

Menurut Siahaan (2004), telah terdapat Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor


718/MENKES/PER/XI/1987 yang menyebutkan pembagian tingkat kebisingan menjadi
empat zona, antara lain :

a. Zona A (kebisingan antara 35 dB sampai 45 dB)


Zona yang diperuntukkan bagi penelitian , rumah sakit, tempat perawatan kesehatan atau
sosial dan sejenisnya.
b. Zona B (kebisingan antara 45 dB sampai 55 dB)
Zona yang diperuntukkan bagi perumahan tempat pendidikan rekreasi dan sejenisnya.
c. Zona C (kebisingan antara 50 dB sampai 60 dB)
Zona yang diperuntukkan bagi perkantoran, pertokoan, perdagangan, pasar dan
sejenisnya.
d. Zona D (kebisingan antara 60 dB sampai 70 dB)
Zona yang diperuntukan bagi industri pabrik stasiun kereta api, terminal bus dan
sejenisnya.

2.3 Sumber Kebisingan

Menurut Suskiyanto (2011), bermacam-macam sumber kebisingan yang merupakan


dampak dari aktivitas berbagai proyek pembangunan dapat dibagi ke dalam empat tipe
pembangunan yaitu:
a. Sumber kebisingan dari tipe pembangunan pemukiman.
b. Sumber kebisingan dari tipe pembangunan gedung bukan untuk temoat tinggal tetap.
misalnya untuk perkantoran, gedung umum, hotel, rumah sakit, sekolahan dan lain
sebagainya.
c. Sumber kebisingan dari tipe pembangunan industri.
d. Sumber kebisingan dari tipe pekerjaan umum, misalnya jalan, saluran induk air, selokan
induk air dan lainnya.

27
2.4 Sound Level Meter Ultron SL-4011

Sound level meter merupakan alat ukur untuk menghitung tingkat kebisingan suara. Pada
pengukuran mnggunakan sound level meter ada beberapa faktor yang dapat membuat
gel0mbang suara terukur dapat bernilai tidak sama dengan nilai intesitas gelombang suara
sebenarnya. Faktor tersebut adalah adanya angina yang bertiup dari berbagai arah,
pengaruh kecepatan angina dan posisi tempat pengukuran yang terbuka menyebabkan nilai
yang terukur oleh sound level meter menjadi tidak akurat (Halliday, 2005).

2.5 Macam-Macam Kebisingan

Menurut Wisnu (1995), kebisingan dapat dibedakan menjadi beberapa kategori, antara lain:

a. Kebisingan Impulsive, yaitu kebisingan yang datangnya tidak secara terus-menerut, akan
tetapi sepotong-potong. Contohnya kebisingan yang datang dari suara palu yang
dipukulkan.
b. Kebisingan Continue, yaitu kebisingan yang datang secara terus-menerus dalam waktu
yang cukup lama. Contohnya kebisingan yang datang dari suara mesin yang dijalankan
atau dihidupkan.
c. Kebisigan Semi Continue, yaitu kebisingan continue yang sekejap, kemudian hilang dan
mungkin akan datang lagi. Contoh dari kebisingan ini adalah kebisingan dari suara
mobil ataupun motor dan pesawat yang sedang lewat dijalanan

Timbulnya bising oleh karena bunyi irregular, bunyi dari berbagai sumber sehingga
intensitas bunyi maupun tekanan bunyi yang besar melampaui nilai ambang pedengaran.
Frekuensi bunyi untuk ambang bawah pendengaran adalah 1000 Hz, ambang batas
pendengaran 3000 Hz. Intensitas bunyi berkisar antara 60 dB yang masih enak didengar
Kebisingan yang mempunyai pengaruh tenaga kerja, mulai dari gangguan ringan berupa
gangguan terhadap konsentrasi kerja (Halliday, 2005).

28
BAB 3
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

3.1.1 Waktu Pelaksanaan

Praktikum Fisika Lingkungan mengenai Pengukuran Kebisingan dilaksanakan pada hari


Sabtu, 7 April 2018 pukul 06.00 – 09.00 WITA, 13.00 – 16.00 WITA dan 19.00- 21.00
WITA.

3.1.2 Tempat Pelaksanaan

Praktikum Fisika Lingkungan mengenai Pengukuran Kebisingan dilaksanakan di Simpang


4 Lembuswana, Samarinda.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat yang digunakan pada praktikum Pengukuran Kebisingan antara lain :


1. Sound Level Meter
2. Stopwatch
3. Meteran
4. Payung
5. GPS
6. Kalkulator
7. Alat Tulis

29
3.2.2 Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum Pengukuran Kebisingan antara lain :


1. Software ArcGis 9,3
2. Software TatukGis Calculator
3. Software Surfer
4. Baterai

3.3 Cara Kerja

3.3.1 Penggunaan alat Sound Level Meter

1. Dipasang Microfone pada Sound Level Meter.


2. Ditekan tombol power.
3. Dibiarkan sampai alat benar-benar berfungsi dengan baik selama beberapa detik.
4. Ditekan tombol Fast/Slow (fast untuk jenis kebisingan kontinyu sedangkan slow untuk
jenis kebisingan terputus–putus).
5. Dipilih tombol A/C, pilih A sebagai tanda bahwa yang akan diukur merupakan
intensitas kebisingan yang sampai ke individu.
6. Dipilih Auto pada tombol Range.
7. Diarahkan Microfone pada SLM (Sound Level Meter) ke sumber suara.
8. Diliat dengan menggunakan stopwatch, setiap 30 detik.
9. Dicatat intensitas kebisingan yang tertera pada alat SLM (Sound Level Meter) sesudah
30 detik.
10. Diulangi langkah ini sebanyak 5 kali dengan ukuran masing-masing jarak 10 m.

3.3.2 Pengukuran GPS

1. Ditekan tombol power dan ditunggu beberapa saat.


2. Ditekan enter setelah muncul tombol menu.

30
3. Dicatat hasil yang tertera pada monitor

3.3.3 Prosedur Pengambilan Data

1. Ditentukan titik-titik yang akan dilakukan untuk pengambilan data.


2. Diukur nilai kebisingan pada titik yang telah ditentukan dalam waktu 10 menit dengan
menggunakan alat sound level meter.
3. Dicatat nilai maksimum pada titik tersebut ke dalam tabel yang telah dibuat.
4. Dilakukan hal yang sama sampai 10 menit.
5. Diukur nilai kebisingan pada selang waktu, yaitu L1, L2, dan L3 yakni pukul 07.00 -
09.00 WITA, 13.00 – 15.00 WITA, dan 19.00 – 21.00 WITA.
6. Diulangi lagi langkah 1 - 3 di tempat selanjutnya.

3.4 Bagan Alir

Dicatat Titik Diukur Kebisingan


Ditentukan Titik
Koordinat pada dengan Sound
Pengambilan Data
Setiap Titik Level Meter

Diukur Kebisingan
pukul 06.00-09.00
WITA

Diukur Kebisingan
pukul 13.00-16.00 Diukur Kebisingan
WITA pukul 19.00-22.00
WITA

31
BAB 4
PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

Tabel 4.1 Hasil Pengamatan di Jalan S. Parman


Waktu ke- L1 (06.00 - 09.00) L2 (13.00 - 16.00) L3 (19.00 - 22.00)
No.
(detik) Titik 1 Titik 2 Titik 1 Titik 2 Titik 1 Titik 2
1 30 66,6 72,6 73,2 77,4 78,4 74,3
2 60 74,6 79,1 73,3 72,7 74,8 79,4
3 90 75,2 72,7 76,0 71,0 78,1 79,6
4 120 71,2 74,4 76,9 79,9 82,7 81,9
5 150 74,3 71,0 73,5 73,1 80,5 77,7
6 180 65,7 71,2 80,4 77,3 75,0 75,7
7 210 73,7 71,8 80,2 71,6 80,4 78,3
8 240 70,7 75,6 76,0 78,2 82,8 76,6
9 270 69,8 76,0 72,4 71,5 72,2 80,6
10 300 69,3 68,9 78,1 70,0 83,4 78,1
11 330 70,7 72,6 77,9 76,0 79,0 76,2
12 360 76,5 72,8 76,2 67,9 79,4 86,6
13 390 70,1 72,2 82,2 80,9 76,2 88,3
14 420 68,5 76,8 81,4 77,3 83,2 83,3
15 450 71,4 72,9 70,5 75,5 81,4 80,6
16 480 75,4 70,1 75,8 71,2 76,4 78,7
17 510 71,1 74,2 81,0 81,8 75,7 82,5
18 540 69,2 74,7 83,2 79,6 74,5 77,7
19 570 71,2 77,0 74,0 74,1 77,4 79,5
20 600 78,3 71,9 81,2 74,2 74,2 84,1
Jumlah 1585,2 1402,4 1706,3 1505,4 1565,7 1596,8

32
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan di Jalan Ruhui Rahayu (Lanjutan)
Rata-rata 79,26 70,12 85,31 75,27 78,28 78,49

Tabel 4.2 Hasil Pengamatan di Jalan Sutomo

waktu ke- L1 (06.00 - 09.00) L2 (13.00 - 16.00) L3 (19.00 - 22.00)


No.
(detik) Titik 1 Titik 2 Titik 1 Titik 2 Titik 1 Titik 2
1 30 83,8 80,8 73,5 75,1 99,1 83,5
2 60 75,3 72,7 69,5 72,9 81,2 77,7
3 90 83,0 76,8 73,3 68,5 78,9 79,3
4 120 75,8 89,3 73,7 77,2 85,8 83,2
5 150 84,0 75,8 77,5 70,5 82,5 81,8
6 180 85,0 75,0 74,1 77,7 79,1 84,6
7 210 80,4 80,0 70,7 80,8 80,9 78,5
8 240 76,9 78,4 86,5 72,4 84,9 83,5
9 270 88,6 81,0 79,7 83,3 83,3 81,8
10 300 70,4 80,7 79,6 84,4 79,6 78,9
11 330 86,0 78,4 79,8 77,8 74,5 87,2
12 360 76,0 78,5 87,2 82,5 75,2 83,8
13 390 79,2 84,5 74,8 80,7 78,6 78,7
14 420 78,3 78,5 75,9 75,8 80,1 79,6
15 450 84,1 87,8 86,5 76,5 97,5 84,5
16 480 76,9 74,2 74,1 76,0 85,1 82,8
17 510 81,6 71,2 85,1 85,1 82,2 77,2
18 540 69,0 73,7 85,0 85,0 75,9 80,4
19 570 94,0 82,3 75,4 75,4 84,8 87,0
20 600 83,5 80,3 80,2 80,2 81,1 92,1
Jumlah 1611,8 1579,6 1545,5 1557,8 1650,3 1646,6
Rata-rata 80,56 78,98 77,27 77,89 82,51 82,32

Tabel 4.3 Hasil Pengamatan di Jalan Suprapto


L1 (06.00 –
waktu ke- L2 (13.00 - 16.00) L3 (19.00 - 22.00)
No. 70,009.00)
(detik)
Titik 1 Titik 2 Titik 1 Titik 2 Titik 1 Titik 2

33
Tabel 4.3 Hasil Pengamatan di Jalan Letjen Suprapto (Lanjutan)
1 30 74,0 76,1 83,0 74,7 89,1 72,7
2 60 76,0 74,9 75,6 77,1 83,6 71,8
3 90 70,0 77,5 71,3 73,8 84,4 75,8
4 120 79,7 76,2 73,3 75,2 78,5 78,9
5 150 74,6 74,3 68,4 77,0 80,4 73,7
6 180 70,6 76,7 75,0 84,4 79,2 83,3
7 210 69,4 74,6 84,2 85,7 76,6 75,6
8 240 74,2 74,6 76,7 73,5 73,4 73,3
9 270 73,9 73,2 73,3 83,2 89,5 80,9
10 300 74,7 81,1 81,1 79,2 81,5 83,2
11 330 73,5 71,1 76,0 81,5 75,6 79,8
12 360 78,7 71,8 74,3 91,7 76,6 80,9
13 390 74,2 73,5 85,0 84,6 81,6 81,4
14 420 72,0 74,5 72,2 71,4 82,3 95,2
15 450 75,5 79,1 81,1 65,7 91,5 96,4
16 480 71,8 82,2 82,8 67,7 81,3 86,0
17 510 71,0 76,8 71,1 70,9 87,8 78,4
18 540 74,5 78,4 74,8 77,4 76,4 77,8
19 570 77,2 74,3 76,1 78,3 73,5 85,3
20 600 76,8 78,4 77,3 71,3 84,6 78,2
Jumlah 1482,3 1519,8 1532,6 1544,8 1680,4 80,43
Rata-rata 74,11 75,96 76,68 77,21 81,52 80,43

Tabel 4.1 Hasil Pengamatan di Jalan M. Yamin


N Waktu ke- L1 (06.00 - 09.00) L2 (13.00 - 16.00) L3 (19.00 - 22.00)
o (detik) Titik 1 Titik 2 Titik 1 Titik 2 Titik 1 Titik 2
1 30 68,8 76,1 85,5 74,3 81,5 79,3
2 60 72,7 69,7 76,5 75,9 78,0 78,8
3 90 76,8 72,7 73,3 80,1 87,9 83,2
4 120 75,3 73,2 73,6 73,1 74,8 87,4
5 150 80,7 72,7 73,9 80,4 79,0 92,4
6 180 68,4 77,1 74,7 72,8 76,7 81,2

34
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan di Jalan M. Yamin (Lanjutan)
7 210 78,3 79,6 76,0 73,5 82,4 88,9
8 240 86,0 79,2 77,0 66,5 75,7 74,2
9 270 74,4 76,6 72,7 80,0 79,7 71,1
10 300 81,6 76,1 76,4 77,1 76,6 82,2
11 330 66,4 78,6 77,4 107,7 76,3 81,7
12 360 70,3 77,5 68,0 76,0 80,5 85,1
13 390 73,2 71,6 69,2 80,2 80,2 81,6
14 420 72,8 82,9 77,7 71,7 82,4 85,8
15 450 81,5 76,8 71,9 76,6 83,3 79,4
16 480 68,6 77,5 68,6 78,8 88,4 80,2
17 510 71,6 74,6 86,0 80,5 87,6 90,0
18 540 74,8 68,5 72,4 75,2 93,0 89,4
19 570 73,9 71,3 70,0 68,6 84,1 81,0
20 600 79,1 67,8 74,6 88,1 104,6 85,2
Jumlah 1501,5 1643,0 1495,4 1557,1 1652,7 1658,1
Rata-rata 75,07 82,15 74,77 77,85 82,63 82,90

Tabel 4.5 Hasil Penentuan Titik Koordinat Jalan S. Parman


X (UTM) Y (50 M)

Titik 1 516633 9945177

Titik 2 516649 9945171

Tabel 4.6 Hasil Penentuan Titik Koordinat Jalan Sutomo


X (UTM) Y (50 M)

Titik 1 516645 9945219

Titik 2 516635 9945226

35
Tabel 4.7 Hasil Penentuan Titik Koordinat Jalan Suprapto
X (UTM) Y (50 M)

Titik 1 516674 9945218

Titik 2 516675 9945230

Tabel 4.8 Hasil Penentuan Titik Koordinat Jalan M. Yamin


X (UTM) Y (50 M)

Titik 1 516665 9945199

Titik 2 516679 9945195

4.2 Perhitungan

4.2.1 Tingkat Kebisingan di Jalan S. Parman

4.2.1.1Titik Awal

Diketahui : Jumlah kebisingan rata-rata di pagi hari = 77,0 dB

Jumlah kebisingan rata-rata di siang hari = 76,46 dB

Jumlah kebisingan rata-rata di malam hari = 83,66 dB

Ditanya : LSawal ?

1
Jawab : LSawa; = 10 log 3 (3.100,1xdB1 + 3.100,1xdB2 + 3.100,1xdB3)

1
= 10 log 3 (3.100,1x77,0 + 3.100,1x76,46 + 3.100,1x83,66)

1
= 10 log 3 (3.107,7 + 3.107,65 + 3.108,37)

36
1
= 10 log 3 (3(50118723,4)+3(44688359,2)+3(234422882))

1
= 10 log 3 (150356170+134005078+703268644)

1
= 10 log 3 (987629894)

= 10 log 329209965

= 85,18 dB

4.2.1.2 Titik 15 Meter

Diketahui : Jumlah kebisingan rata-rata di pagi hari = 78,78 dB

Jumlah kebisingan rata-rata di siang hari = 77,58 dB

Jumlah kebisingan rata-rata di malam hari = 83,82 dB

Ditanya : LSsesudah ?

1
Jawab : LSsesudah= 10 log 3 (3.100,1xdB1 + 3.100,1xdB2 + 3.100,1xdB3)

1
= 10 log 3 (3.100,1x78.18 + 3.100,1x55.58 + 3.100,1x83.82)

1
= 10 log 3 (3.107.82 + 3.107,76 + 3.108.83)

1
= 10 log 3 (3(66069334.8)+3(57543993.7)+3(239883292))

1
= 10 log 3 (198208004+172631981+719649876)

1
= 10 log 3 (1090489860)

= 10 log 363496620

= 85,61 dB

4.2.2 Perhitungan Kebisingan di Jalan Sutomo

37
4.2.2.1 Titik Awal

Diketahui : Jumlah kebisingan rata-rata di pagi hari = 78.72 dB

Jumlah kebisingan rata-rata di siang hari = 72.02 dB

Jumlah kebisingan rata-rata di malam hari = 77.14 dB

Ditanya : LSawal ?

1
Jawab : LSawal = 10 log 3 (3.100,1xdB1 + 3.100,1xdB2 + 3.100,1xdB3)

1
= 10 log 3 (3.100,1x78.72 + 3.100,1x72.02 + 3.100,1x77.14)

1
= 10 log 3 (3.107.88 + 3.107,2 + 3.107.72)

1
= 10 log 3 (3(75857757.5)+3(19952623.1)+3(52480764))

1
= 10 log 3 (227573272+59857869.3+157442238)

1
= 10 log 3 (444873379)

= 10 log 148291126

= 81.71 dB

4.2.2.2 Titik 15 Meter

Diketahui : Jumlah kebisingan rata-rata di pagi hari = 77.73 dB

Jumlah kebisingan rata-rata di siang hari = 73.12 dB

Jumlah kebisingan rata-rata di malam hari = 58.78 dB

Ditanya : LSsesudah ?

1
Jawab : LSsesudah= 10 log 3 (3.100,1xdB1 + 3.100,1xdB2 + 3.100,1xdB3)

1
= 10 log 3 (3.100,1x77.73 + 3.100,1x73.12 + 3.100,1x58.78)

38
1
= 10 log 3 (3.107.77 + 3.107.31 + 3.105.88)

1
= 10 log 3 (3(60255958.6)+3(20417379.4)+3(758577.6))

1
= 10 log 3 (180767876+61252138.2+2275732.8)

1
= 10 log 3 (244295747)

= 10 log 81431915.7

= 79.1 dB

4.2.3 Perhitungan Kebisingan Jalan Suprapto

4.2.3.1 Titik Awal

Diketahui : Jumlah kebisingan rata-rata di pagi hari = 74.83 dB

Jumlah kebisingan rata-rata di siang hari = 78.06 dB

Jumlah kebisingan rata-rata di malam hari = 78.68 dB

Ditanya : LSawal ?

1
Jawab : LSawal = 10 log 3 (3.100,1xdB1 + 3.100,1xdB2 + 3.100,1xdB3)

1
= 10 log 3 (3.100,1x74.83 + 3.100,1x78.06 + 3.100,1x78.68)

1
= 10 log 3 (3.107.48+ 3.107.81 + 3.107.78)

1
= 10 log 3 (3(30199517.2)+3(64565422.9)+3(74131024.1))

1
= 10 log 3 (90598551.6+1936962692+222393072)

1
= 10 log 3 (506678893)

= 10 log 168896964

39
= 82.28 dB

4.2.3.2 Titik 15 Meter

Diketahui : Jumlah kebisingan rata-rata di pagi hari = 74.30 dB

Jumlah kebisingan rata-rata di siang hari = 77.62 dB

Jumlah kebisingan rata-rata di malam hari = 77.18 dB

Ditanya : LSsesudah ?

1
Jawab : LSsesudah= 10 log 3 (3.100,1xdB1 + 3.100,1xdB2 + 3.100,1xdB3)

1
= 10 log 3 (3.100,1x74.30 + 3.100,1x77.62 + 3.100,1x77.18)

1
= 10 log 3 (3.107.43 + 3.107.76 + 3.107.43)

1
= 10 log 3 (3(26915348)+3(58884365.5)+3(52480746))

1
= 10 log 3 (80764004+176653096+157442238)

1
= 10 log 3 (414841338)

= 10 log 138280446

= 81.41 dB

4.2.4 Perhitungan Kebisingan Jalan M Yamin

4.2.4.1Titik Awal

Diketahui : Jumlah kebisingan rata-rata di pagi hari = 74.37 dB

Jumlah kebisingan rata-rata di siang hari = 75.35 dB

Jumlah kebisingan rata-rata di malam hari = 82.59 dB


40
Ditanya : LSawal ?

1
Jawab : LSawal = 10 log 3 (3.100,1xdB1 + 3.100,1xdB2 + 3.100,1xdB3)

1
= 10 log 3 (3.100,1x74.37 + 3.100,1x75.35 + 3.100,1x52.59)

1
= 10 log 3 (3.107.44 + 3.107.54 + 3.108.26)

1
= 10 log 3 (3(27542287)+3(34673685)+3(181970086))

1
= 10 log 3 (82626861+104021055+545910258)

1
= 10 log 3 (627937223)

= 10 log 209312408

= 83.21 dB

4.2.4.2 Titik 15 Meter

Diketahui : Jumlah kebisingan rata-rata di pagi hari = 70.95 dB

Jumlah kebisingan rata-rata di siang hari = 77.46 dB

Jumlah kebisingan rata-rata di malam hari = 82.38 dB

Ditanya : LSsesudah ?

1
Jawab : LSsesudah= 10 log 3 (3.100,1xdB1 + 3.100,1xdB2 + 3.100,1xdB3)

1
= 10 log 3 (3.100,1x70.95 + 3.100,1x77.46 + 3.100,1x82.38)

1
= 10 log 3 (3.107.1 + 3.107.75 + 3.108.24)

1
= 10 log 3 (3(12589254.1)+3(56234132.5)+3(173780083))

1
= 10 log 3 (37767762.3+168702396+521340249)

41
1
= 10 log 3 (727810409)

= 10 log 242603470

= 83.85 dB

4.3 Pembahasan

Kebisingan adalah bunyi atau suara yang keberadaannya tidak dikehendaki. Pada rangka
perlingungan kesehatan tenaga kerja kebisingan diartikan sebagai suara atau bunyi yang
tidak dikehendaki yang bersumber dari alat proses produksi atau alat kerja yang pada
tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran pekerja. Pada bidang kesehatan
tenaga kerja kebisingan dapat diartikan sebagai suara yang dapat menurunkan pendengaran
baik secara kuantitatif (penyempitan sprektum pendengaran) maupun secara kualitatif
(peningkatan ambang pendengaran) berkaitan dengan faktor intensitas, frekuensi dan pola
waktu. Dapat disimpulkan bahwa kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki yang
dapat menyebabkan gangguan kesehatan, gangguan kenyamanan dan gangguan
pendengaran.

Pembagian jenis-jenis kebisingan berdasarkan atas frekuensi, tingkat tekanan bunyi dan
tenaga bunyi kebisingan dibagi menjadi tiga yaitu Audible noise, Ossupational noise, dan
Impuls noise, Audible noise adalah bising yang disebabkan oleh frekuensi bunyi antara
31,5-8000 Hz. Occupational noise adalah bising yang umumnya terdapat di tempat kerja.
Impuls noise adalah bising yang terjadi akibat adanya bunyi yang menyentak. Berdasarkan
intensitasnya, bising dibagi menjadi lima jenis. Pertama adalah kebisingan kontinyu dengan
sprektum frekuensi luas (steady state, wide band noise), misalnya suara yang ditimbulkan
oleh kipas angin. Kesua adalah kebisingan kontinyu dengan sprektun frekuensi sempit
(steady state, narrow band noise), misalnya suara yang ditimbulkan oleh gergaji sekuler
dan katup gas. Ketiga adalah kebisingan terputus-putus (intermitten), misalnya suata lalu
lintas dan suara kapal terbang dilapangan udara. Keempat adalah kebisingan impulsive

42
(impact or impulsive noise) misalnya suara tembakan atau meriam. Terakhir adalah
kebisingan impulisf berulang misalnya adalah suara yang ditimbulkan oleh mesin tempa.

Parameter kebisingan terbagi menjadi dua, yaitu parameter dasar dan parameter turunan.
Parameter dasar kebisingan terbagi menjadi tiga parameter. Pertama adalah frekuensi yang
merupakan banyaknya getaran tiap detik yang dinyatakan dalam satua hertz, yaitu siklus
per detik. Kedua adalah tenaga bunyi yang dinyatakan dalam watt energy pancaran bunyi
total. Ketiga adalah tekanan bunyi yang merupakan intensitas sebagai akar dari kuadrat
amplitude dan dinyatakan dalam mikropaskal (μPa). Parameter turunan terbagi menjadi
dua. Pertama adalah tingkat tekanan bunyi (sound pressure level). Tingkat tekanan bunyi
dinyatakan dalam dB yang dinyatakan dalam frekuensi dengan kegunaan untuk
menentukan pita frekuensi. Kedua adalah tingkat bunyi yang sama dengan dB dan
menyatakan tingkat intensitas.

Faktor yang mempengaruhi kebisingan terdiri atas tujuh faktor. Faktor yang pertama adalah
jumlah kendaraan bermotor, yaitu semakin banyak jumlah kendaraan bermotor yang
melintas di jalan raya maka intensitas kebisingannya semakin tinggi. Kedua adalah jarak,
yaitu semakin jauh jarak sumber kebisingan maka semakin kecil intensitas kebisingan. Hal
ini dikarenakan gelombang bunyi akan mengalami penurunan intensitas karena gesekan
dengan udara dalam perjalanannya. Ketiga adalah serapan udara. Udara yang dingin akan
lebih menyerap suara dari pada udara besuhu tinggi, karena suhu rendah membuat udara
menjadi lebih rapat sehinggga gesekan dengan gelombang bunyi menjadi lebih rapat
sehingga gesekan dengan gelombang bunyi menjadi semakin besar dan intensitas
kebisingannya menjadi semakin kecil. Keempat adalah arah angin. Arah angin yang
menuju pendengar akan menyebabkan suara terdengar leboh keras. Kelima adalah jenis
permukaan bumi. Suara yang datang di permukaan bumi berupa tanah dan rumput akan
langsung terserap. Suara yang datang di permukaan tanah yang tertutup aspal akan
langsung dipantulkan sehingga intensitasnya akan semakin tinggi. Keenam adalah tingkat
kerapat tanaman. Semakin rapat maka intensitas kebisingan akan smekain kecil karena

43
suara akan diserap. Terakhir adalah jenis tanaman. Wilayah dengan jenis tanaman
berbentuk pohon atau perdu akan lebih kecil intensitas kebisingannya karena jenis tanaman
seperti ini lebih efektif untuk menyerap kebisingan.

Sound level meter merupakan alat untuk mengukut tingkat kebisingan suara. Pada
pengkuran sound level meter ada beberapa faktor yang mmebuat gelombang suara terukur
dapat bernilai tidak sama dengan nilai intensitas gelombang suara sebenarnya. Faktor
tersebut adalah adanya angin yang bertiup dari berbagai arah, pengaruh kecepatan angin
dan posisi tempat pengukuran yang terbuka menyebabkan nilai yang terukur menjadi tidak
akurat. Fitur-fitur yang terdapat pada sound level meter adalah LCD yang besar yang
mempermudah pembacaan jaringan pembobotan frekuensi yang dirancang untuk memenuhi
standar IEC 61672 tipe 2. Terdapat pula mode pembobotan waktu dinamis (cepat/lambat).
AC/DC keluaran untuk fungsi masukan perangkat lain. Dibangun dengan adj (adjust) VR
yang memungkinkan proses kalibrasi dengan mudah. Menggunakan microphone kondensor
untuk akurasi yang tinggi dan stabilitas jangka panjang. Fungsi penahan maksimum untuk
menyimpan nilai maksimum pengukuran. LCD mengguankan konsumsi daya rendah.

Pengukuran dilakuakan dipersimpangan antara Jalan S. Parman, Jalan Sutomo, Jalan


Suprapto dan Jalan M. Yamin. Tidak ada tumbuhan perdu yang terlihat pada lokasi
pengukuran. Dapat dilihat pula bahwa permukaan tanah dari lokasi pengukuran adalah
tertutup oleh aspal. Hal ini menyebabkan suara bising yang ada langsung dipantulkan oleh
tanah dan menyebabkan intensitasnya tidak berkurang. Persimpangan ini adalah jenis
persimpangan yang sangat ramai. Terliat dari pengamatan praktikan pada hari Sabtu, 7
April 2018, baik pukul 06.00-09.00 WITA, pukul 13.00-16.00 WITA dan pukul 19.00-
22.00 WITA, jumlah kendaraan pada keempat sisi jalan tetaplah padat dan ramai. Praktikan
melakukan pengukuran pada setiap sisi jalan pada persimpangan ini. Setiap sisi jalan
diambil dua titik. Titik pertama terletak pada lampu merah di setiap jalan dan titik kedua
adalah titik pada 15 meter setelah titik pertama. Pengukuran dilakukan selama 10 menit
pada setiap titik dimana data ditulis pada detik ke 30 dan kelipatannya. Setelah pengukuran

44
dengan sound level meter dilakukan, didapatkan hasil sebagai berikut. Rata-rata kebisingan
titik awal pada Jalan S. Parman adalah senilai 85,18 dB dan rata-rata kebisingan pada titik
kedua adalah 85,61 dB. Pada Jalan Sutomo, rata-rata kebidingan pada titik awal adalah
sebesar 81,71 dB dan rata-rata kebisingan pada titik ekdua adalah 79,1 dB. Pada Jalan
Suprapto, rata-rata kebisingan pada titik awal adalah sebesar 82,28 dB dan rata-rata
kebisingan pada titik kedua adalah sebesar 81,41 dB. Pada jalan M. Yamin rata-rata
kebisingan di titik awal adalah sebesar 82,21 dB dan rata-rata kebisingan pada titik kedua
adalah sebesar 83,85 dB.

Terdapat peraturan atau regulasi yang mengatur mengenai tingkat kebisingan suatu
wilayah. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor KEP-
48/MENLH/11/1996 telah diatu baku tingkat kebisingan sesuai dengan peruntukan
kawasan. Lokasi pengukuran dapat dikategorikan sebagai fasilitas umum, sehingga tingkat
kebisingan yang sesuai dengan standar baru mutu adalah senilai 60 dB. Berdasarkan
perhitungan, rata-rata kebisingan titik awal pada Jalan S. Parman adalah senilai 85,18 dB
dan rata-rata kebisingan pada titik kedua adalah 85,61 dB. Pada Jalan Sutomo, rata-rata
kebidingan pada titik awal adalah sebesar 81,71 dB dan rata-rata kebisingan pada titik
ekdua adalah 79,1 dB. Pada Jalan Suprapto, rata-rata kebisingan pada titik awal adalah
sebesar 82,28 dB dan rata-rata kebisingan pada titik kedua adalah sebesar 81,41 dB. Pada
jalan M. Yamin rata-rata kebisingan di titik awal adalah sebesar 82,21 dB dan rata-rata
kebisingan pada titik kedua adalah sebesar 83,85 dB. Dari hasil tersebut terlihat bahwa
seluruh titik pengukuran menunjukkan hasil yang telat melampaui batas standar baku mutu
yang tengah berlaku. Terdapat pula pengukuran yang dilakukan oleh kelompok 6 dengan
hasil sebagai berikut. Pada Jalan A Yani, rata-rata kebisingan pada titik awal adalah senilai
83,22 dB dan rata-rata pada titik kedua sebesar 86,90 dB. Pada jalan Merak, rata-rata
kebisingan di titik awal adalah sebesar 81,81 dB dan pada titik kedua sebesar 83,16 dB.
Pada Jalan Gatot Subroto, rata-rata kebisingan pada titik awal adalah sebesar 81,43 dB dan
pada titik kedua adalah sebesar 89,55 dB. Keempat jalan ini termasuk ke dalam kategori
fasilitas umum. Yang berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor

45
KEP-48/MENLH/11/1996 memiliki standar baku mutu kebisingan sebesar 60 dB. Namun
apabila ditinjau dari hasil pengukuran, dapat diketahui seluruh titik berada pada kondisi
melampaui ambang batasnya.

Pengendalian kebisingan dapat diupayakan dengan berbagai cara. Cara yang pertama
adalah dengan dengan menanam tumbuh-tumbuhan yang dinilai sangat efektif untuk dapat
menyerap kebisingan. Contohnya adalah tanaman perdu. Selain itu pada sebuah penelitian,
jenis bamboo kuning juga dinilai sangatlah efektif untuk menjaga kebisingan dilingkungan
agar berada di bawah ambang batas. Selain dapat menyerap kebisingan, tanamna-tanaman
yang ditanam di area bising juga dapat menjadikan intensitas bising menjadi rendah karena
kandungan air dalam udara menjadi tinggi. Kandungan air di udara ini pad aakhirnya akan
menyebabkan rambatan suara bising menjadi terhambat sehingga intensitasnya menjadi
menurun. Namun, secara garis besar terdapat dua jenis pengendalian kebisingan, yaitu
active noise control dengan cara memodifikasi sumber seperti mendesai ulang alat agar
kebisingan yang ditimbulkan bisa berkurang dan passive noise control dengan melakukan
usaha atau proteksi secara personal, contohnya adalah dengan penggunaan earmuffs, atau
ear plug.

Faktor kesalahan yang pertama adalah sound level meter tidak diletakkan sejajar dengan
dada. Hal unu dapat mempengaruhi hsil perhitungan yang ditunjukkan oleh sound level
meter. Selanjutnya adalah kesalahan praktikan yang berbicara pada saat proses pengukuran
kebisingan di sekitar alat. Hal ini dapat mempengaruhi nilai kebisingan yang dihasilkan.
Sensor dari sound level meter sangatlah sensitif dan peka, sehingga suara praktikan juga
dapat tertangkap dan terhitung sebagai kebisingan. Kendala yang ditemui adalah
keterbatasan jumlah alat yang menyebabkan proses pengukuran menjadi lebih lama karena
harub bergantian dengan kelompok lain.

46
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

a. Pada Jalan S. Parman rata-rata kebisingan di titik pertama adalah senilai 85,18 dB, pada
titik kedua adalah 85,61 dB. Pada Jalan Sutomo, rata-rata kebisingan pada titik pertama
adalah 81,71 dB dan rata-rata kebisingan pada titik kedua adalah 79,1 dB. Pada Jalan
Suprapto, rata-rata kebisngan pada titik pertama adalah 82,28 dB dan pata titik kedua
adalah 81,41 dB. Pada Jalan M. Yamin, rata-rata kebisingan di titik pertama adalah
87,21 dB dan titik kedua adalah 83,85 dB.
b. Terdapat tujuh faktor yang mempengaruhi tingkat kebisingan suatu wilayah. Faktor-
faktor tersebut antara lain jumlah kendaraan bermotor, jarak, serapan udara, arah angin,
jenis permukaan bumi, tingat kerapatan tanaman, dan yang terakhir adalah jenis
tanaman.
c. Keputusan Menteri Lingkungan Nomor KEP-48/MENLH/11/1998 mengatur bahwa
standar baku mutu kebisingan bagi fasilitas umum adalah sebesar 60 dB. Berdasarkan
hasil pengukuran kebisingan didapatkan hasil bahwa seluruh data kebisingan pada setiap
titik di keempat sisi jalan tidak sesuai dengan standar baku mutu yang berlaku karena
bernilai lebih dari 60 dB.

5.2 Saran

Sebaiknya pada praktikum selanjutnya, diukur pula faktor-faktor yang mempengaruhi


kebisingan seperti kelembaban udara dan kerapatan tanaman agar dapat diketahui
pengaruhnya terhadap kebisingan pada suatu wilayah.

47
DAFTAR PUSTAKA

1. Bueche, Frederick.,1989. Fisika Edisi ke Delapan. Erlangga. Jakarta.

2. Giancoli, Dougas., 2001. Fisika Edisi ke Lima Jilid I. Erlangga. Jakarta.

3. Halliday, David., 2005. Fisika Dasar Edisi 7 Jilid 1. Erlangga. Jakarta.

4. Mostavian, Aman., 2012. Rekayasa Lingkungan Termal. ITB. Bandung.

5. Satwiko, Prasasto., 2004. Fisika Bangunan I Edisi 1. Penerbit Andi. Yogyakarta.

48
LAMPIRAN

Gambar 1. Diukur Jarak Titik Gambar 2. Diukur Kebisingan


dengan dengan Sound
Menggunakan Level Meter pada
Meteran. Pagi Hari.

Gambar 3. Diukur Kebisingan Gambar 4. Diukur Kebisingan


dengan Sound dengan Sound
Level Meter Level Meter pada
Malam Hari.

Gambar 5. Dicatat Hasilnya

49
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Getaran merupakan gerak bolak-balik secara berkala melalui suatu titik keseimbangan.
Pada dasarnya setiap benda mengalami atau dapat melakukan suatu getaran. Suatu getaran
sangat berpengaruh besar kecilnya energi yang diberikan, semakin besar energi yang
diberikan maka semakin kuat pula getaran yang terjadi, sedangkan bila energi yang
diberikan kecil maka getaran yang terjadi akan lemah. Pada praktikum ini kita akan
membahas tentang getaran yang terjadi pada sebuah lokasi pengamatan, yaitu di simpang
empat suatu jalan, untuk diukur getaran yang terjadi di jalan tersebut.

Pada pengukuran getaran telah banyak instrumen–instrumen yang telah dikembangkan


untuk menghasilkan hasil yang optimal. Pengukuran getaran yang banyak dilakukan
bersifat kontak, artinya instrumen yang digunakan untuk melakukan pengukuran harus
melakukan kontak langsung dengan objek yang diukur. Hal ini banyak menimbulkan
kelemahan–kelemahan jika dilakukan dalam kondisi yang tidak memungkinkan terjadinya
kontak alat ukur dengan objek pengukuran.

Pada kehidupan sehari-hari, getaran memiliki dampak yang positif dan juga memiliki
dampak negatif bagi manusia dan lingkungannya. Misalnya ketika getaran yang terjadi di
jalan raya akibat dari lalu lintas kendaraan dan orang–orang, akan dapat membuat
bangunan–bangunan yang ada di sekitarnya akan mengalami getaran sehingga di
khawatirkan mengalami keretakan, itu adalah salah satu dampak negatif dari munculnya
sebuah getaran yang terjadi.

Oleh karena itu, praktikum ini sangat penting untuk dilaksanakan agar praktikan
mengetahui berapa besar getaran yang terjadi pada suatu lokasi, khususnya simpang empat

50
jalan, serta praktikan dapat mengetahui cara pengukuran tingkat getaran di suatu lokasi
yaitu di simpang empat Jalan Mayjen S. Parman, Jalan Dr. Sutomo, Jalan Suprapto dan
Jalan M. Yamin, Samarinda.

1.2 Tujuan Praktikum

a. Mengetahui hasil getaran pada Jalan Mayjen S. Parman, Jalan Dr. Sutomo, Jalan
Suprapto dan Jalan M. Yamin, Samarinda.
b. Mengetahui baku mutu tingkat getaran berdasarkan Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup No. 49 tahun 1996 tanggal 25 November 1996 pada hasil
pengamatan yang dilakukan pada Jalan Mayjen S. Parman, Jalan Dr. Sutomo, Jalan
Suprapto dan Jalan M. Yamin, Samarinda.
c. Mengetahui karakteristik tanah pada setiap jalan pada pengukuran getaran yang
dilakukan pada praktikum.

1.3 Prinsip Praktikum

Pada praktikum kali ni getaran yang bertujuan dapat mengetahui cara mengukur getaran,
dapat mengetahui getaran suatu isolasi dan dapat getaran atau yang di gunakan ada alat
pengukur tingkat getaran, frekuensi getaran dilakukan dengan kombinasi peralatan 1 dan
kombinasi peralatan 2, selain itu dilakukan pengukuran untuk menentukan kepatuhan pada
praktikum dan terdapat langkah penanggulangannya.

51
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Getaran

Getaran didefinisikan sebagai gerak bolak–balik secara berkala melalui suatu titik
keseimbangan. Keseimbangan yang dimaksudkan adalah keadaan dimana suatu benda
berada pada posisi yang diam, serta tidak ada gaya yang bekerja pada benda tersebut. Pada
umumnya, setiap benda mengalami atau dapat melakukan getaran. Kuat lemahnya getaran
sangat dipengaruhi dengan besar kecilnya energi yang diberikan, semakin besar energi yang
diberikan maka semakin kuat pula getaran yang terjadi, sedangkan bila energi yang
diberikan kecil maka getaran yang terjadi akan lemah. Getaran pasti memiliki amplitudo,
yaitu jarak simpangan terjauh dengan titik tengah yang sama (Satwiko, 2004).

2.2 Jenis Getaran

Ada dua jenis getaran yang umum, yaitu getaran bebas dan getaran paksa. Getaran bebas
terjadi jika sistem berosilasi karena bekerjanya gaya yang ada dalam sistem itu sendiri
(inherent), dan jika tidak ada gaya luar yang bekerja. Sistem yang bergetar bebas akan
bergetar pada satu atau lebih frekuensi naturalnya, yang merupakan sifat sistem dinamika
yang dibentuk oleh distribusi massa dan kekuatannya (Satwiko, 2004).

Getaran yang terjadi karena rangsangan gaya luar disebut getaran paksa. Jika rangsangan
tersebut berosilasi, maka sistem dipaksa untuk bergetar pada frekuensi rangsangan. Jika
frekuensi rangsangan sama dengan salah satu frekuensi natural sistem, maka akan
didapatkan keadaan resonansi dan osilasi besar yang berbahaya mungkin terjadi. Kerusakan
pada struktur besar seperti jembatan, gedung atau sayap pesawat terbang, merupakan

52
kejadian–kejadian menakutkan yang disebabkan oleh resonansi. Jika perhitungan frekuensi
natural merupakan hal penting yang utama dalam pembelajaran getaran (Muhaimin, 2001).

2.3 Terminologi Getaran

Terminologi tertentu yang digunakan dibidang getaran perlu disebutkan disini. Terminologi
yang paling sederhana adalah nilai puncak dan nilai rata–rata. Nilai puncak biasanya
menyatakan tekanan maksimum yang dialami bagian yang bergetar. Nilai ini juga
menentukan batas pada kebutuhan “ruang gemeretak”. Nilai rata–rata menyatakan nilai
tunak (steady) atau nilai statik yang agak serupa dengan tingkat DC suatu arus listrik
(Mangunwijaya, 1998).

Getaran yang berlebihan pada mesin merupakan awal dari gejala kerusakan pada mesin
seperti Mechanical looseness yang merupakan gejala kerusakan yang lain, seperti
unbalance dan misalignment pada motor induksi, sehingga akan mempengaruhi efisiensi
kerja motor. Teknik monitoring getaran sangat sesuai untuk menganalisa berbagai
kerusakan dalam bearing. Dengan Digunakan metode analisa sinyal getaran dan tekanan
untuk mengidentifikasi kerusakan pada kompresor (Satwiko, 2004).

2.4 Frekuensi

Frekuensi merupakan ukuran jumlah putaran ulang per peristiwa dalam satuan waktu yang
diberikan. Dalam menghitung frekuensi, seseorang menetapkan jarak waktu, menghitung
jumlah kejadian peristiwa, dan membagi hitungan ini dengan panjang jarak hertz (Hz) yaitu
nama pakar fisika Jerman Heinrich Rudof Hertz yang menemukan fenomena pertama kali.
Frekuensi sebesar 1 Hz menyatakan peristiwa yang terjadi satu kali perdetik (Halliday,
1997).

53
Secara alternatif, seseorang bisa mengukur waktu antara dua buah kejadian atau peristiwa
dan (menyebutkan sebagai periode), lalu memperhitungan frekuensi (F) sebagai hasil
kebalikan dari periode (T), seperti nampak dari rumus di bawah ini:

I I
F =F =………………………..……………...…(1)
T
T

Dengan F adalah frekuensi (Hertz) dan T periode (Second atau detik).


Selain iti, frekuensi juga berhubungan dengan jumlah getaran dengan rumusan masalah.

n n
F =F = ……………...…………………….……(1)
t t

Dengan n adalah jumlah getaran dan t adalah waktu (Satwiko, 2004).

2.5 Amplitudo

Amplitudo adalah pengukuran skalar yang non negatif dari besar osilasi suatu gelombang.
Amplitudo juga dapat didefinisikan sebagai jarak atau simpangan terjauh dari titik
kesetimbangan dalam gelombang sinusoide. Amplitudo gelombang adalah jarak maksimum
partikel yang bergerak dalam medium dalam posisi kesetimbangan mereka ketika dilewati
gelombang. Posisi kesetimbangan dari partikel dalam medium adalah keadaan partikel saat
tidak adanya gelombang (Satwiko, 2004).

Gelombang transversal, partikel dalam medium bergerak naik dan turun dari sudut kanan
ke arah gelombang. Amplitudo gelombang transversal adalah perbedaan ketinggian antara
puncak dan posisi kesetimbangan. Puncak adalah titik tertinggi partikel dari posisi
kesetimbangan. Semakin tinggi puncak, maka semakin besar pula amplitudo gelombang
(Muhaimin, 2001).

54
BAB 3
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

3.1.1 Waktu Pelaksanaan

Praktikum Fisika Lingkungan tentang Pengukuran Getaran dilaksanakan pada hari Sabtu, 7
April 2018 pukul 06.00 – 09.00 WITA, 13.00 – 16.00 WITA dan 19.00- 21.00 WITA.

3.1.2 Tempat Pelaksanaan

Praktikum Fisika Lingkungan tentang Pengukuran Getaran dilaksanakan di simpang empat


Jalan Mayjen S. Parman, Jalan Dr. Sutomo, Jalan Suprapto dan Jalan M. Yamin,
Samarinda.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat yang di gunakan pada Praktikum Fisika Lingkungan tentang Getaran adalah:
1. Vibration meter
2. Meteran
3. Stopwatch
4. Kalkulator
5. Kamera
6. Payung
7. Alat tulis

55
3.2.2 Bahan

Bahan yang di gunakan pada Praktikum Fisika Lingkungan tentang Getaran adalah:
1. Baterai
2. Batu
3. Tisu

3.3 Cara Kerja

1. Disiapkan vibration meter, meteran dan alat tulis.


2. Ditentukan titik awal dan titik selanjutnya menggunakan meteran.
3. Diletakkan vibration meter dipinggir trotoar.
4. Dinyalakan vibration meter dan stopwatch.
5. Dihitung waktu pengukuran menggunakan stopwatch.
6. Dicatat angka yang tertera pada display alat setiap 1 menit selama 5 menit.
7. Diulangi langkah yang sama pada empat titik selanjutnya dan pada Jalan Mayjen S.
Parman, Jalan Dr. Sutomo, Jalan Suprapto dan Jalan M. Yamin, Samarinda.

3.4 Bagan Alir

Dicatat Titik Diukur Gettaran


Ditentukan Titik
Koordinat pada dengan
Pengambilan Data
Setiap Titik Vibratemeter

Dicatat Hasil dan


Dihitung Getaran Rata-
Rata yang Didapatkan

56
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

4.1.1 Hasil Pengukuran Getaran di Jalan Mayjen S. Parman

Tabel 4.1 Pengukuran Getaran di Jalan Mayjen S. Parman


Lokasi Jalan Mayjen S. Parman
Rata – rata
Titik Pengukuran 1 (Hz) 2 (Hz) 3 (Hz) 4 (Hz) 5 (Hz) (Hz)

Titik 1 0,9 0,9 1,0 1,0 1,0 0,94


Titik 2 1,1 1,1 1,1 1,1 1,1 1,1
Titik 3 1,0 1,0 0,9 0,9 1,0 1,1
Titik 4 0,9 0,9 0,8 0,8 0,9 0,96
Titik 5 0,9 0,8 0,8 0,8 0,8 0,82
Rata-rata 0,94

4.1.2 Hasil Pengukuran Getaran di Jalan Dr. Sutomo

Tabel 4.2 Pengukuran Getaran di Jalan Dr. Sutomo


Lokasi Jalan Dr. Sutomo Rata – rata
Titik Pengukuran 1 (Hz) 2 (Hz) 3 (Hz) 4 (Hz) 5 (Hz) (Hz)
Titik 1 0,9 0,8 0,9 1,0 1,0 0,92
Titik 2 1,1 1,1 1,2 1,1 1,2 1,14
Titik 3 1,0 1,0 1,1 1,0 1,0 1,02
Titik 4 1,0 0,9 0,9 0,9 1,0 0,94
Titik 5 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9
Rata-rata 0,99

57
4.1.3 Hasil Pengukuran Getaran di Jalan Suprapto

Tabel 4.3 Pengukuran Getaran di Jalan Suprapto


Lokasi Jalan Suprapto Rata – rata
Titik Pengukuran 1 (Hz) 2 (Hz) 3 (Hz) 4 (Hz) 5 (Hz) (Hz)
Titik 1 1,3 1,2 1,8 1,0 1,3 1,32
Titik 2 2,3 1,6 1,7 1,0 1,4 1,6
Titik 3 2,0 1,0 1,3 1,1 1,2 1,32
Titik 4 1,7 1,3 1,4 1,0 1,1 1,3
Titik 5 1,0 1,2 1,2 1,2 1,2 1,16
Rata-rata 1,34

4.1.4 Hasil Pengukuran Getaran di Jalan M. Yamin

Tabel 4.4 Pengukuran Getaran di Jalan M. Yamin


Lokasi Jalan M. Yamin Rata – rata
Titik Pengukuran 1 (Hz) 2 (Hz) 3 (Hz) 4 (Hz) 5 (Hz) (Hz)
Titik 1 1,3 1,3 1,3 1,2 1,4 1,3
Titik 2 1,4 1,4 1,0 1,4 1,3 1,3
Titik 3 1,2 1,2 1,3 1,2 1,0 1,18
Titik 4 1,4 1,7 1,0 2,0 1,7 1,56
Titik 5 1,3 1,3 1,2 1,3 1,2 1,26
Rata-rata 1,32

4.1.5 Hasil Penentuan Titik Koordinat tiap Ruas Jalan

58
Tabel 4.5 Titik Koordinat Jalan Mayjen S. Parman, Jalan Jalan Dr. Sutomo, Suprapto dan
Jalan M. Yamin
Jalan Mayjen S. Parman Jalan Dr. Sutomo
Keterangan Awal 15 meter Awal 15 meter
T1 50M 9947424 UTM 9947406 50M 9947425 UTM 9947408

Tabel 4.5 Titik Koordinat Jalan Mayjen S. Parman, Jalan Jalan Dr. Sutomo, Suprapto dan
Jalan M. Yamin (lanjutan)
T2 50M 9947042 UTM 517254 50M 517191 UTM 9947023
Jalan Suprapto Jalan M. Yamin
Keterangan Awal 15 meter Awal 15 meter
T1 50M 9947042 UTM 517197 50M 517240 UTM 9947011
T2 50M 9947042 UTM 517195 50M 517241 UTM 9947010

4.2 Perhitungan

4.2.1 Pengukuran Getaran di Jalan Mayjen S. Parman

Diketahui = Rata–rata getaran titik 1 = 0,94 Hz


Rata–rata getaran titik 2 = 1,1 Hz
Rata–rata getaran titik 3 = 0,94 Hz
Rata–rata getaran titik 4 = 0,86 Hz
Rata–rata getaran titik 5 = 0,82 Hz
Ditanya = Rata–rata keseluruhan = .... ?
Jumlah rata-rata ke 5 titik
Jawab = Rata–rata keseluruhan =
5
4,7
=
5
= 0,94 Hz

59
4.2.2 Pengukuran Getaran di Jalan Dr. Sutomo

Diketahui = Rata–rata getaran titik 1 = 0,92 Hz


Rata–rata getaran titik 2 = 1,14 Hz
Rata–rata getaran titik 3 = 1,02 Hz
Rata–rata getaran titik 4 = 0,94 Hz
Rata–rata getaran titik 5 = 0,9 Hz
Ditanya = Rata–rata keseluruhan = .... ?
Jumlah rata-rata ke 5 titik
Jawab = Rata–rata keseluruhan =
5
4,95
=
5
= 0,99 Hz

4.2.3 Pengukuran Getaran di Jalan Suprapto

Diketahui = Rata–rata getaran titik 1 = 1,32 Hz


Rata–rata getaran titik 2 = 1,6 Hz
Rata–rata getaran titik 3 = 1,32 Hz
Rata–rata getaran titik 4 = 1,3 Hz
Rata–rata getaran titik 5 = 1,6 Hz
Ditanya = Rata–rata keseluruhan = .... ?
Jumlah rata-rata ke 5 titik
Jawab = Rata–rata keseluruhan =
5
6,7
=
5
= 1,34 Hz

60
4.2.4 Pengukuran Getaran di Jalan M. Yamin

Diketahui = Rata-rata getaran titik 1 = 1,3 Hz


Rata-rata getaran titik 2 = 1,5 Hz
Rata-rata getaran titik 3 = 1,18 Hz
Rata-rata getaran titik 4 = 1,56 Hz
Rata-rata getaran titik 5 = 1,26 Hz
Ditanya = Rata-rata keseluruhan = .... ?
Jumlah rata-rata ke 5 titik
Jawab = Rata-rata keseluruhan =
5
6,6
=
5
= 1,32 Hz

4.3 Pembahasan

Getaran adalah osilasi periodik dari suatu mekanis. Contoh sederhana fenomena getaran
dapat dilihat pada sebuah pegas yang salah satu ujungnya dijepit dan ujung lainnya dibesi
massa M. Mula-mula sistem dalam keadaan setimbang. Jika massa diberi gaya F maka
massa akan turun sampai batas tertentu. Perpindahan maksimum posisi massa tergantung
pada besarnya gaya F, massa dan kekuatan tarik pegas melawan gaya F tersebut. Jika gaya
sebesar F tidak dikenakan lagi pada massa, maka massa akan ditarik ke atas oleh pegas
kerana tenaga potensial yang tersimpan dalam pegas. Massa akan kembali ke posisi
kesetimbangan selanjutnya bergerak ke atas sampai bats tertentu. Perpindahan maksimum
ke atas dipengaruhi oleh kekuatan tarik pegas dan massa benda. Proses tersebut akan
berulang sampai tidak ada pengaruh gaya luar pada sistem. Pergerakan massa naik turun ini
disebut osilasi mekanis.

Pada praktikum pengukuran getaran dipakai alat vibrationmeter sebagai alat untuk
mengkur getaran dari lokasi pengukuran. Sebelumnya ditentukan titik dari lokasi

61
pengukuran sebanyak 5 titik dengan jarak 15 meter di tiap titiknya yang diukur dengan
meteran. Pengukuran dilakukan selama 5 menit yang dihitung dengan stopwatch dan
dicatat dengan alat tulis. Dipakai pula GPS (Global Position System). Alat ini akan
membantu praktikan dalam proses mengetahui titik koordinat dari titik pengukuran. Pada
praktikum ini praktikan juga memanfaatkan payung untuk menjaga alat vibationmeter dari
sinar matahari yang terlalu tinggi dan juga air hujan.

Display

Power
Range

Sensor

Gambar 1 . Gambar Alat Vibration meter

a. Sensor, berfungsi untuk mengubah getaran yang ditangkap oleh sensor menjadi angka
yang akan muncul pada layer.
b. Layar display, digunakan untuk menampilkan hasil sensor getaran dalam bentuk angka.
c. Tombol on/off berfungsi untuk menyalakan maupun mematikan alat.
d. Tombol range, berfungsi untuk menentukan tentang percepatan, kecepatan dan
perpindahan.
e. Tombol range frekuensi untuk menentukan rentang frekuensi yang akan digunakan.
f. Tombol kalibrasi, berfungsi untuk mengkalibrasi alat.

62
Pengukuran dilakukan di perempatan Jalan S. Parman, Jalan Sutomo, Jalan Suprapto dan
Jalan M. Yamin. Berdasarkan pengamatan dari praktikan terlihat bahwa keempat sisi jalan
termasuk kedalam jenis jalan yang padat dan tidak pernah sepi dari kendaraan bermotor.
Terlihat kendaraan yang mendominasi adalah sepeda motor dan mobil pribadi walaupun
sesekali ada truk dan bus yang melalui jalan ini. hasil pengukuran getaran pada keempat
sisi jalan dilakukan pada pukul 06.00-09.00 WITA, dengan vibrationmeter, setiap 1 menit
selama 5 menit pada 5 titik disetiap jalan. Hasil pengukuran getaran rata-rata pada 5 titik di
Jalan S. Parman adalah senilai 0,94 Hz. Rata-rata getaran pada 5 titik di Jalan Sutomo
adalah senilai 0,99 Hz. Rata-rata getaran pada 5 titik di Jalan Suprapto adalah senilai 1,34
Hz dan rata-rata getaran pada 5 titik di Jalan M. Yamin adalah senilai 1,32 Hz.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diketahui terdapat dua faktor utama yang
dapat mempengaruhi tingkat getaran pada jalan. Faktor pertama adalah kuantitas dari
kendaraan yang melewati jalan tersebut. Semakin banyak kendaraan yang melewati jalan
tersebut maka akan semakin tinggi nilai getaran yang dihasilkan. Faktor yang kedua adalah
berat muatan dari kendaraan bermotor yang melewati jalan tersebut. Semakin besar nilai
muatan kendaraan maka getaran yang dihasilkan juga akan semakin tinggi. Kendaraan
besar seperti truk dan bus memberikan nilai getaran yang cukup tinggi.

Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor KEP-49/MENLH/11/1996 telah mengatur baku


tingkat getaran dengan frekuensi 4 Hz ke bawah dianggap sebagai getaran yang tidak
menimbulkan kerusakan. Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan dapat
diketahui bahwa nilai dari besar getaran pada seluruh titik berada dibawah nilai 4 Hz. Hal
ini membuktikan bahwa nilai getaran yang muncul dapa setiap sisi jalan masih sesuai
dengan standar baku mutu yang berlaku. Kelompk 6 juga melakukan perhitungan getaran
dimana didapatkan hasil sebagai berikut. Pada Jalan Ahmad Yani didapatkan nilai rata-rata
getaran sebesar 1,064 Hz. Pada Jalan Sentosa didapatkan nilai getaran sebesar 1,028 Hz.
Pada Jalan Panjahitan didapatkan nilai getaran sebesar 1,088 Hz. Dari data tersebut dapat
ditarik kesimpulan bahwa nilai getaran pada ketiga sisi jalan adalah dibawah 4 Hz yang

63
dianggap tidak menimbulkan kerusakan dan juga masih sesuai dengan standar baku mutu
getaran yang berlaku.

Faktor kesalahan yang pertama adalah kesalahan praktikan yang seharusnya meletakkan
sensor alat pengukuran getaran pada tanah dengan keadaan yang datar, rata dan tidak
bergelombang, namun praktikan meletakkan sensor pada permukaan tanah yang tidak rata
yang menyebkan sensor jatuh dan mempengaruhi hasil getaran. Kendala yang dihadapi
oleh praktikan adalah keterbatasan alat sehingga harus mengunggu dan bergantian yang
menyebakan proses pengukuran menjadi lama. Kendala selanjutnya adalah kondidi lokasi
perhitungan yang berbahaya terlebih pada malam hari.

64
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

a. Dari pengukuran yang telah dilakukan maka didapatkan hasil yaitu, hasil pengukuran
getaran di Jalan Mayjen S. Parman didapatkan hasil rata-ratanya adalah 0,94 Hz. Hasil
pengukuran getaran yang dilakukan di Jalan Sutomo didapatkan hasil rata-ratanya
adalah 0,99 Hz. Hasil pengukuran getaran yang dilakukan di Jalan Suprapto didapatkan
hasil rata-ratanya adalah 1,34 Hz. Hasil pengukuran getaran yang dilakukan di Jalan M.
Yamin didapatkan hasil rata-ratanya adalah 1,32 Hz.
b. Baku mutu tingkat getaran berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
No. 49 tahun 1996 tanggal 25 November 1996 menyatakan bahwa frekuensi getaran
yang menimbulkan kerusakan adalah >21-110 Hz dan >110 Hz, baik kerusakan pada
bangunan atau fasilitas lainnya. Berdasarkan pengukuran yang kami lakukan di Jalan
Mayjen S. Parman, Jalan Dr. Sutomo, Jalan Suprapto dan Jalan M. Yamin, rata-rata
getaran yang terjadi di tempat tersebut adalah 0,8-1,88 Hz, sehingga dapat kita
simpulkan bahwa getaran yang terjadi di tempat tersebut tidak menimbulkan kerusakan,
karena masih dibawah baku mutu tingkat getaran yang telah dibuat yaitu sebesar >21-
110 Hz dan > 110 Hz yang dapat menimbulkan kerusakan.
c. Karakteristik Jalan S. Parman yaitu memiliki kepadatan tanah yang baik dan dilapisi
aspak yang membuat jalan semakin kuat sehingga cukup kuat bila dilalui dengan
kendaraan-kendaraan besar maupun kendaraan kecil. Jalan ini memiliki trotoar di kiri
dan kanan jalan. Karakteristik Jalan Sutomo yaitu memiliki bentuk tanah yang rata
sehingga Jalan Sutomo sangat nyaman untuk dilewati serta dilapisi oleh aspal yang juga
kuat sehingga kendaraan-kendaraan besar maupun kecil dapat melaluinya tanpa
khawatir terjadi kerusakan jalan. Jalan ini memiliki trotoar di bagian kiri dan kanan
jalan serta jalan ini digunakan masyarakat untuk menuju pusat Kota Samarinda.

65
Karakteristik Jalan M. Yamin yaitu terdapat beberapa bagian yang tanahnya tidak rata
sehingga terjadi kerusakan aspal dan terdapat lubang jalan yang membuat pengendara
harus berhati-hati saat melewati Jalan Ruhui Rahayu serta sering dilalui oleh berbagai
jenis kendaraan, baik kendaraan kecil hingga besar. Jalan ini memiliki trotoar di kiri
dan kanan jalan serta jalan ini digunakan masyarakat untuk menuju pusat Kota
Samarinda. Karakteristik dari Jalan Suprapto yaitu memiliki tanah yang rata dan tidak
banyak lubang yang terdapat pada Jalan Suprapto sehingga kendaraan besar maupun
kecil sangat nyaman untuk melewati daerah ini walaupun tidak memiliki trotoar untuk
pejalan kaki. Pada pengamatan getaran ini, semakin buruk karakteristik suatu tanah
pada jalan maka akan mengakibatkan hasil getaran yang didapat menjadi kurang akurat.

5.2 Saran

Pada praktikum selanjutnya, sebaiknya digunakan alat pengukur getaran lain seperti alat
analisis getaran (Vibration analyzer). Saran untuk praktikan agar memerhatikan/ menjaga
peralatan yang digunakan dalam praktikum agar tidak terjadi kerusakan. Sebaiknya, pada
praktikum Fisika Lingkungan tentang Pengukuran Getaran berikutnya tidak hanya
dilakukan pada 75 meter kebelakang saja. Pengukuran dapat dilakukan 150 meter lagi
kebelakang sehingga terdapat 10 titik agar praktikan mengetahui perbedaan yang terdapat
pada getaran di titik pertama dan titik 150 meter kebelakang.

66
DAFTAR PUSTAKA

1. Halliday, David., 1997. Fisika. Erlangga. Jakarta.

2. Mangunwijaya, Y.B., 1998. Pengantar Fisika Bangunan. Djambanan. Jakarta.

3. Muhaimin., 2001. Teknologi Pembangunan. Refika Aditama. Bandung.

4. Satwiko, Prasasto., 2004, Fisika Bangunan 1, Penerbit Andi, Yogyakarta.

5. Satwiko, Prasasto., 2004, Fisika Bangunan 2, Penerbit Andi, Yogyakarta.

67
LAMPIRAN

Gambar 1. Diukur Jarak Gambar 2. Diamati Waktu


Titik dengan Pengukuran
Menggunakan Setiap Satu
Meteran. Menit.

Gambar 3. Diukur Getaran Gambar 4. Dicatat Hasil


dengan yang Didapat.
Vibration Meter
.

68
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem pencahayaan apabila tidak diperhatikan dapat berakibat negatif baik bagi pekerja
maupun lantai produksi sehingga menimbulkan penyakit akibat kerja sebagai akibat faktor-
faktor pekerjaan dan lingkungan kerja. Pencahayaan diperlukan manusia untuk mengenali
suatu objek secara visual dimana organ tubuh yang mempengaruhi penglihatan adalah
mata, syaraf, dan pusat syaraf penglihatan di otak. Pada banyak industri, pencahayaan
mempunyai pengaruh terhadap kualitas produk. Kuat pencahayaan baik yang tinggi,
rendah, maupun yang menyilaukan berpengaruh terhadap kelelahan mata maupun
ketegangan saraf para pekerja yang pencahayaan tempat kerjanya tidak memadai atau tidak
sesuai standar. Dengan kata yang lain dapat diuraikan bahwa fungsi utama pencahayaan
tempat kerja adalah untuk menerangi objek pekerjaan agar terlihat jelas, mudah dikerjakan
dengan cepat, dan produktivitas dapat meningkat. Pencahayaan baik yang tinggi, rendah,
maupun menyilaukan berpengaruh terhadap kelelahan mata maupun ketegangan syaraf.
Pencahayaan yang baik memungkinkan tenaga kerja melihat objek-objek yang
dikerjakannya secara jelas, cepat dan tanpa upaya-upaya yang tidak perlu. Pencahayaan
yang memadai memberikan kesan pemandangan yang lebih baik dan keadaan lingkungan
yang menyegarkan.

Setiap hari manusia terlibat pada suatu kondisi lingkungan kerja yang berbeda-beda dimana
perbedaan kondisi tersebut sangat mempengaruhi terhadap kemampuan manusia. Manusia
akan mampu melaksanakan kegiatannya dengan baik dan mencapai hasil yang optimal
apabila lingkungan kerjanya mendukung. Salah satunya adalah penerangan yang baik. Di
beberapa tempat kerja telah membuktikan bahwa penerangan memberikan dampak positif
seperti peningkatan produksi yang maksimal, tersedianya barang dan jasa, serta perluasan

69
lingkungan kerja. Penerangan yang baik yaitu penerangan yang memungkinkan kita dapat
melihat obyek yang dikerjakan secara jelas, cepat dan tanpa upaya yang tidak perlu.
Penerangan yang buruk yaitu penerangan dimana kita kurang dapat melihat objek yang
dikerjakan secara tidak jelas dan memungkinkan dibantu oleh alat bantu penglihatan.

Oleh karena itu, Praktikum Fisika Lingkungan tentang Pengukuran Intensitas Pencahayaan
dilakukan untuk mengetahui intensitas penerangan serta untuk mengetahui metode
pengukuran intensitas penerangan menggunakan lux meter di Perpustakaan Fakultas
Teknik, Universitas Mulawarman, Samarinda.

1.2 Tujuan Praktikum

a. Mengetahui perbedaan cara pengukuran penerangan setempat dan penerangan umum.


b. Mengetahui hubungan antara sumber cahaya dengan intensitas cahaya yang dihasilkan
di dalam Perpustakaan Fakultas Teknik, Universitas Mulawarman, Samarinda.
c. Mengetahui hubungan hasil praktikum dengan regulasi

1.3 Prinsip Praktikum

Pada percobaan ini lux meter dikalibrasi terlebih dahulu luas ruanan kurang dari 10
m2,digambar denah serta objek yang ada di dalam denah. Pintu ruangan dalam keadaan
sesuai dalam kondisi tempat pekerjaan, lampu ruangan dalam keadaan dinyalakan sesuai
dengan kondisi pekerjaan. Hidupkan Lux meter yang telah di kalibrasi, bawa alat di tempat
titik pengukuran. Baca hasil pengukuran pada layar monitor tunggu berapa saat hingga nilai
stabil catat hasil pengukuran, terakhir matikan Lux meter setelah selesai dilakukan
pengukuran intensitas cahaya.

70
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Istilah dan Pengertian Pencahayaan

Cahaya (light) adalah gelombang magnet-elektro yang mempunyai panjang antara 380
hingga 700 nm (nanomoeter), dengan urutan warna ungu, nila, biru, hijau, kuning, jingga,
merah (merah infra). Ungu-ultra dan merah-infra hanya dapat terlihat dengan bantuan alat
optik khusus. Ungu-ultra (290-380 nm) berdaya kimia, sedangkan merah-infra (700-2300
nm) berdaya panas. Kecepatan cahaya adalah 3×108 m/det. Sinar adalah berkas cahaya
yang mengarah ke suatu tujuan (Mangunwijaya, 1998).

Cahaya matahari (sunlight) mempunyai gelombang antara 290 hingga 2300 nm dan
mempunyai spektrum lengkap dari ungu-ultra hingga merah-infra. Mata manusia paling
peka terhadap cahaya kuning (550 nm). Cahaya buatan (artifical light) adalah segala bentuk
cahaya yang bersumber dari alat yang diciptakan oleh manusia seperti lampu pijar, lilin,
lampu minyak tanah dan obor. Lawan dari cahaya buatan adalah cahaya alami, yaitu cahaya
yang bersumber dari alam misalnya matahari, lahar panas, fosfor di pohon-pohon, kilat dan
kunang-kunang. Bulan adalah sumber cahaya alami sekunder, karena sebenarnya bulan
hanya memantulkan cahaya matahari. Cahaya langit (sky light) adalah cahaya bola langit.
Cahaya inilah yang dipakai untuk penerangan alami ruangan, bukan sinar langsung
matahari. Sinar langsung matahari akan sangat menyilaukan dan membawa panas sehingga
tidak dipakai untuk menerangi ruangan. Karena sinar langsung matahari membawa serta
panas, maka cahaya yang dimanfaatkan untuk pencahayaan ruangan adalah cahaya bola
langit. Sinar langsung matahari hanya diperkenankan masuk kedalam ruangan untuk
keperluan tertentu atau bila hendak dicapai efek tertentu (Mangunwijaya, 1998).

2.2 Perhitungan dan Pengukuran Penerangan

71
IES mendefinisikan cahaya sebagai pancaran energi yang dapat dievaluasi secara visual.
Secara sederhana, cahaya adalah bentuk energi yang memungkinkan makhluk hidup dapat
mengenali sekelilingnya dengan mata. Karena pancaran cahaya di udara bebas sifatnya
meruang seperti bola, maka walaupun sudut ruang bukan termasuk besaran penerangan
perlu dibahas. Sudut bidang adalah sebuah titik potong dua buah garis lurus. Besar sudut
bidang dinyatakan dengan derajat (°) atau radian (rd). Sudut ruang adalah sudut pada ruang
yang dibatasi oleh permukaan bola dengan titik sudutnya. Besarnya sudut ruang dinyatakan
dengan steradian (sr). Steradian adalah besarnya sudut yang terpancang pada titik pusat
bola oleh permukaan bola seluas kuadrat jari-jari bola (Muhaimin, 2001).

Aliran rata-rata energi cahaya adalah arus cahaya atau fluks cahaya (F). Arus cahaya
didefinisikan sebagai jumlah total cahaya yang dipancarkan oleh sumber cahaya setiap
detik. Setiap lampu listrik memiliki efikesi yaitu besarnya lumen yang dihasilkan suatu
lampu setiap watt (lm/W). Sebuah lampu pijar 40 W yang mempunyai efikesi 14 lm/W
memancarkan arus cahaya sebesar 560 lm. Energi cahaya atau kuantitas cahaya (Q)
merupakan produk radiasi visual (arus cahaya) pada selang waktu tertentu, dinyatakan
dengan lumen detik (lm.det). Energi cahaya ini penting dinyatakan untuk menentukan
banyaknya energi listrik yang digunakan pada suatu instalasi penerangan (Muhaimin,
2001).

Intensitas cahaya (I) dengan satuan kandela (cd) adalah arus cahaya dalam lumen yang
diemisikan setiap sudut ruang (pada arah tertentu) oleh sebuah sumber cahaya. Pada 1979
diadakan pendefinisian kembali sebagai berikut : Intensitas cahaya pada arah khusus dari
sebuah sumber pengemisi radiasi monokromatik pada frekuensi 540×1012 Hz (0,555 mm)
dan intensitas radiasi pada arah tersebut adalah 1/683 watt per steradian. Kata kandela
berasal dari candle (lilin) merupakan suatu tertua pada teknik penerangan dan diukur
berdasarkan intensitas cahaya standar. Foto meter standar primer merupakan black body
radiasi yang intinya terbuat dari platina dan thorium oksida, intensitas cahaya diukur pada
temperatur platina (2042 K). Sedangkan untuk laboratorium produsen lampu untuk
produknya digunakan sumber standar sekunder berupa lampu pijar dengan konstruksi

72
khusus (filamennya dipasang vertikal). Intensitas cahaya (I) dapat dinyatakan sebagai
perbandingan diferensiasi arus cahaya (lm) dengan diferensial sudut ruang (sr). Intensitas
cahaya 1 cd mengeluarkan arus cahaya sebesar 1 lm udara. Besarnya intensitas cahaya yang
dihasilkan suatu sumber cahaya adalah tetap, baik dipancarkan secara terpusat maupun
menyebar (Muhaimin, 2001).

Intensitas pencahayaan mengandung simbol yang dapat mempengaruhi aktivitas. Misalnya,


di gedung teater, bila lampu meredup aktivitas bicara akan berkurang karean itu berarti
pertunjukkan akan segera dimulai. Sebaliknya, di toko, bila lampu meredup, aktivitas akan
menjadi giat (tergesa-gesa) karena mungkin tanda toko akan segera tutup. Penerangan
mengandung aspek kuantitas (intensitas cahaya) dan kualitas (warna, kesilauan). Kesilauan
dapat terjadi secara langsung (tersorot lampu) maupun tidak langsung (pantulan). Terlalu
banyak cahaya akan menyebabkan pupil mata mengecil sehingga mata lelah. Terus
menerus berada di tempat bercahaya sama merugikannya dengan terus menerus berada di
tempat gelap karena irama terang yang membantu pengendalian suhu tubuh serta sekresi
hormon kedarah akan terganggu (Satwiko, 1994).

Intensitas sumber cahaya (light intensity; luminous intensity; diukur dengan candela)
adalah kuat cahaya yang dikeluarkan oleh sebuah sumber cahaya ke arah tertentu. Sebuah
sumber cahaya berintensitas 1 candela (1 lilin) mengeluarkan cahaya total kesegala arah
sebanyak 12,57 lumen. Angka tersebut adalah luas kulit bola berjari-jari 1 meter dengan
sumber cahaya sebagai titik pusatnya. Dengan kata lain, 1 candela = 1 lumen per 1 sudut
bola (steradian) (Halliday, 2004).

Cahaya ambien (ambient light) adalah cahaya keseluruhan dalam suatu ruang yang
merupakanefek gangguan dari pencahayaan umum, aksen, da lain-lain. Iluminan
(Illuminance; diukur dengan lux, lumen/m2) adalah banyak arus cahaya yang datang pada
satu unit bidang. Iluminasi adalah datangnya cahaya ke suatu objek. Luminan (Luminance;
diukur dengan candela/m2).. Semakin rumit kerja visual, semakin dibutuhkan iluminasi
yang lebih besar (Satwiko, 2004).

73
BAB 3
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

3.3.1 Waktu Pelaksanaan

Praktikum Fisika Lingkungan tentang Pengukuran Intensitas Pencahayaan dilaksanakan


pada hari Senin, 12 Maret 2018 pukul 14.30 – 16.00 WITA.

3.3.2 Tempat Pelaksanaan

Praktikum Fisika Lingkungan tentang Pengukuran Intensitas Pencahayaan dilaksanakan di


dalam Perpustakaan, Fakultas Teknik, Universitas Mulawarman, Samarinda.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat yang di gunakan pada Praktikum Fisika Lingkungan tentang Pengukuran Intensitas
Pencahayaan adalah:
1. lux meter LX 101A
2. Meteran
3. Stopwatch
4. Kamera
5. Kalkulator
6. Alat tulis

74
7. Lampu

3.2.2 Bahan
Bahan yang di gunakan pada Praktikum Fisika Lingkungan tentang Pengukuran Intensitas
Pencahayaan adalah:

1. Baterai
2. Form
3. Arus listrik

3.3 Cara Kerja

3.3.1 Cara Kerja Pengukuran Intensitas Pencahayaan

1. Ditentukan tempat pengukuran intensitas pencahyaan.


2. Diukur dan ditentukan 5 titik pengukuran intensitas pencahayaan dengan panjang dan
lebar setiap titik yaitu 3 meter 3 meter.
3. Ditentukan titik tengah pada setiap titik pengukuran intensitas pencahayaan diruangan
tesebut.
4. Disiapkan Lux meter, stopwatch, alat tulis, form, dan kalkulator.
5. Dihidupkan Lux meter dan stopwatch, lalu diletakkan Lux meter tepat dititik tengah.
6. Diamati selama 3 menit dengan dicatat hasil pengukuran yang tertera pada display alat
setiap 1 menit.
7. Dicatat hasil pengukuran pada form, lalu dihitung rata-rata hasil pengukuran intensitas
pencahyaan.
8. Dilakukan langkah yang sama pasa 4 titik selanjutnya.
9. Dimatikan Lux meter setelah selesai dilakukan pengukuran intensitas pencahayaan.

75
3.4 Bagan Alir

Ditentukan Titik Dikalibrasi alat Lux Ditentukan Titik


Pengambilan Data Meter Pengambilan Data

Dilakukan Analisis Pengaukuran


Perhitungan Intensitas Cahaya

Gambar 3.4 Bagan Alir Pengukuran Intensitas Cahaya

76
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

Tabel 4.1.1 Hasil Pengukuran Intensitas Pencahayaan


Hasil pengukuran (lux)

Pengukuran 1 Pengukuran 2 Pengukuran 3 Rata-rata


Titik
(Lux) (Lux) (Lux) (Lux)

Titik 1 470 459 509 479,33

Titik 2 1003 687 539 743

Titik 3 415 405 409 409, 67

Titik 4 297 325 309 309

Titik 5 395 373 279 349

Σ Rata-rata = 458 Lux

4.2 Penentuan Tempat Pengukuran

Gambar 4.1 Denah Gedung Hexagon

77
4.3 Perhitungan

4.3.1 Perhitungan Intensitas Pencahayaan

4.3.1.1 Perhitungan Intensitas Pencahayaan di Titik 1


Diketahui: Pengukuran I = 35,67lux
Pengukuran II = 38,33lux
Pengukuran III = 82lux
Ditanya : Rata-rata intensitas cahaya……?
Dijawab :
∑ rata-rata (470+459+509)lux
= = 479,33lux
n rata-rata 3

4.3.1.2 Perhitungan Intensitas Pencahayaan di Titik 2


Diketahui :Pengukuran I = 1003lux
Pengukuran II = 687lux
Pengukuran III = 539lux
Ditanya :Rata-rata intensitas cahaya……?
Dijawab :
∑ rata−rata (1003+687+539)lux
= = 743 lux
n rata−rata 3

4.3.1.3 Perhitungan Intensitas Pencahayaan di Titik 3


Diket : Pengukuran I = 415lux
Pengukuran II = 405 lux
Pengukuran III = 409 lux
Ditanya : Rata-rata intensitas cahaya……?
Dijawab :
∑ rata−rata (415+405+409)lux
= = 409,67 lux
n rata−rata 3

78
4.3.1.4 Perhitungan Intensitas Pencahayaan di Titik 4
Diket: Pengukuran I = 297lux
Pengukuran II = 325 lux
Pengukuran III = 305lux
Ditanya: Rata-rata intensitas cahaya……?
Dijawab:
∑ rata−rata (297+325+305)lux
= = 309lux
n rata−rata 3

4.3.1.5 Perhitungan Intensitas Pencahayaan di Titik 5


Diket: Pengukuran I = 395lux
Pengukuran II = 373lux
Pengukuran III = 279lux
Ditanya: Rata-rata intensitas cahaya……?
Dijawab:
∑ rata−rata (395+373+279)lux
= = 349lux
n rata−rata 3

4.3.1.6 Perhitungan Rata-rata Keseluruhan

Diket: Rata-rata titik 1 = 479,33 lux


Rata-rata titik 2 = 743 lux
Rata-rata titik 3 = 409,67 lux
Rata-rata titik 4 = 309 lux
Rata-rata titik 5 = 349 lux
Ditanya: Rata-rata intensitas cahaya……?
Dijawab:
∑ rata−rata (479,33+743+409,67+309+349)lux
= = 458 lux
n rata−rata 5

79
4.4 Pembahasan

Cahaya merupakan energi yang berbentuk gelombang elektromagnetik yang secara kasat
mata dengan memiliki panjang gelombang sekitar 380 sampai 750nm. Didalam bidang
fisika, cahaya merupakan radiasi elektromagnetik, baik itu dengan panjang gelombang
kasat mata maupun yang tidak kasat mata. Tidak hanya itu saja, cahaya merupakan paker
partikel yang bias disebut dengan bama foton. Kedua definisi tersebut menjadi sifat milik
cahaya yang secara bersamaan, sehingga disebut sebagai “Dualisme Gelombang Partikel”.
Paket cahaya yang dinamakan dengan spektrum lantas akan dipersepsikan secara visual
oleh indra penglihatan (mata) sebagaiwarna. Jika dalambidang studi cahaya, dikenal dengan
sebutan Optika, yang menjadi area riset cukup panjang dalam bidang fisika modern.

Fungsi pencahayaan dalam kehidupan sehari-hari cahaya membentu mengidentifikasi objek


oleh indra penglihatan atau mata, menjadi fungsi objek atau optik. Pengertian hasil
pertanian yaitu cahaya matahari secara langsung dapat mengeringkan hasil pertanian.
Pemanasan air yaitu prinsip pemanasan air dengan bantuan cahaya matahari ialah
penyerapan sinar matahari oleh kolektor-kolektor yang terdapat dalam pipa air. Sehingga
suhu air meningkat. Pembangkit listrik ialah pemanfaat cahaya matarahi (cahaya matahari
berubah menjadi energy listrik) untuk memasok daya listrik disatelit komunikasi melalui
sel surya fotosintesis yaitu tumbuhan membutuhkan cahaya matahari untuk melakukan
fotosintesis sehingga dapat mempertahankan sifat dirinya yaitu autotrof (dapat
menghasilkan makanan sendiri). Proses autotrof itu bukti bahwa pencahayaan itu sangat
sangat dibutuhkan bagi makhluk hidup di bumi, manusia juga sangat membutuhkan
matahari atau pencahayaan agar bias melakukan aktifitas dengan baik dan dapat menambah
vitamin C pada tubuh.

Pada praktikum kali ini yaitu pengukuran intensitas cahaya, kami mengambil tempat di
Perpustakaan Teknik Universitas Mulawarman, saat kami mengambil intensitas cahaya
pada titik yang sudah di tentukan terlebih dahulu pada titik pertama melakukan pengukuran
ditempat yang sama sebanyak tiga kali dan hasilnya berbeda-beda dari titik percercobaan

80
yang dilakukan dan itu dilakukan di lima titik yang berbeda seperti pada data hasil
pengamatan, terlihat dari kelima titik tersebut titik ke tiga atau titik yang berada di tengah-
tengah gedung tersebut adalah titik terendah intensitas cahaya yang dihasilkan. Titik
tertinggi berada di titik pertama yaitu mencapai 479,33 lux pada percobaan kedua dari tiga
percobaan yang dilakukan pada titik pertama tersebut. Nilai terendah dari hasil percobaan
yaitu mencapai 309 lux, ini berada pada percobaan ketiga dari tiga kali percobaan yang
dilakukan dan nilai rata-rata dari masing-masing titik adalah, pada titik pertama nilai rata-
ratanya adalah 479,33 lux, pada titik kedua nilai rata-ratanya adalah 743 lux, pada titik
ketiga nilai rata-ratanya adalah 409,67 lux, pada titik keempat nilai rata-ratanya adalah 309
lux, dan pada titik yang kelima nilai rata-ratanya adalah 349 lux. Dari hasil pengamaatan
tersebut luas bangunan gedung yang dibutuhkan saat pengambilan data adalah 23x18
meter.

Dari hasil pengamatan terdapat faktor kesalahan yang membuat data tidak valid atau tidak
benar karena pada saat mengukur luas gedung, tidak menggunakan meteran,karena gedung
yang berbentuk hexagon dan banyak meja dan rak buku yang berada digedung tersebut
menyulitkan praktikan untuk mengukur luas dan memakan banyak waktu dalam mengukur
luas gedung, maka praktikan mengukur dengan cara menghitung banyaknya keramik dari
empat sisi yang berbeda, barulah hasil tersebut atau luas tersebut dapat dihitung.

Sensor
Cahaya
Display

Power

Range

Gambar 2. Alat Lux meter

81
a. Tombol on/off
Berfungsi sebagai tombol untuk menyalakan atau mematikan alat.
b. Layar panel
Berfungsi sebagai tempat untuk melihat hasil pembacaan dari sensor cahaya
c. Zona adjust
Sebagai pengkalibrasi alat (bias terjadi eror)
d. Tombol range
Sebagai tombol kisaran ukuran
e. Sensor cahaya
Berfungsi sebagai sensor penangkap dan pendeteksi cahaya yang masuk ke sensor.

82
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

a. Perbedaan penerangan setempat dengan penerangan umum adalah cahaya yang


menerangi objeknya. Apabila penerangan setempat, cahaya hanya menerangi objeknya
dan benda diatasnya sedangkan penerangan umum, cahaya menerangi sekeliling objek
kerja.
b. Berdasarkan hasil pengamatan, sumber cahaya yang ada di dalam Perpustakaan
Fakultas Teknik, Universitas Mulawarman, Samarinda adalah cahaya matahari dan
lampu. Pada saat pengukuran berlangsung, sumber cahaya yang digunakan hanya sinar
matahari sehingga intensitas pencahayaan yang dihasilkan di dalam ruangan tersebut
cukup memadai. Namun pada sudut ruangan yang tidak terpapar sumber cahaya,
intensitas pencahayaan yang masuk tidak terlalu besar sehingga cahaya yang dihasilkan
tidak begitu terang.
c. Menurut keputusan Mentri Kesehatan, No 261/MENKES/SK/11/1998 tentang
persyaratn kesehatan lingkungan kerja. Intensitas yang baik untuk ruang kerja yaitu
ssekitar 100-1000 untuk pekerjaan yang tidak terlalu berat ,pada intensitas 1000-3000
untuk pekerjaan berat seperti perakitan, pemilihan warna tekstil,dan lain-lain. Pada
praktikum didapat pengukuran intensitas cahaya sebesar 100-1000 yang dimna ruangan
plot terebut cocok sebagai tempat untuk pekerjaan yang tidak terlalu berat.

5.2 Saran

Untuk praktikum selanjutnya, pengukuran intensitas pencahayaan dapat dilakukan di luar


ruangan kerja dan juga di dalam ruangan kerja sehingga hasil yang didapatkan dapat
dibandingkan.

83
DAFTAR PUSTAKA

1. Halliday, David., 1997. Fisika. Erlangga. Jakarta.

2. Mangunwijaya, Y.B., 1998. Pengantar Fisika Bangunan. Djambanan. Jakarta.

3. Muhaimin., 2001. Teknologi Pembangunan. Refika Aditama. Bandung.

4. Satwiko, Prasasto., 2004, Fisika Bangunan 1, Penerbit Andi, Yogyakarta.

5. Satwiko, Prasasto., 2004, Fisika Bangunan 2, Penerbit Andi, Yogyakarta.

84
LAMPIRAN

Gambar 1. Pengukuran Jarak Gambar 2. Pengukuran


Antar Titik Intensitas Cahaya

85

Anda mungkin juga menyukai