Anda di halaman 1dari 4

NAMA : SYAVITA WIRARTI

NIM : 12103173001

KELAS : HTN 4A

TEMA : KEKERASAN DALAM DEMOKRASI

KASUS : PEMILUKADA KABUPATEN MOJOKERTO

A. Abstrak
Kasus amuk massa dalam pilkada seringkali terjadi. Tidak hanya sekali
atau dua kali, setiap ada event demokrasi tersebut selalu rentan dengan
kekerasan. Seperti yang terjadi pada tahun 2010 di Mojokerto, Jawa Timur.
Gara-gara tak lolos menjadi calon bupati/wakil bupati, massa pendukung
cabup/cawabup marah. Kerusuhan berlangsung ketika ratusan massa Arkam
(Aliansi Rakyat Kabupaten Mojokerto) yang diangkut sebanyak empat unit
truk mengamuk di kantor DPRD dan kantor Pemkab mojokerto pada Jumat 21
mei 2010.
Tanpa negosiasi atau proses dialogis yang jelas mereka langsung
melempari halaman yang di dalamnya terdapat puluhan mobil dan kendaraan
lainnya dengan bom Molotov, tak puas hanya melempari halamannya, mereka
kemudian juga melemparkan bom Molotov dan batu ke gedung. Kerusuhan itu
mengakibatkan 10 buah mobil dinas terbakar dan 15 buah mobil dinas lainnya
rusak berat. Selain itu, terdapat delapan mobil pribadi, dua di antaranya turut
terbakar. Kerugian ditaksir mencapai mencapai hampir Rp 2 milyar. Sebanyak
13 orang jadi tersangka. Massa yang anarkis itu menuding KPUD telah
berlaku tak adil. Banyak kecurangan yang dilakukan komisi dalam
pelaksanaan pilkada kali ini. Mereka pun menuduh pemilihan bupati sarat
dengan rekayasa. Pilbup Mojokerto yang digelar 7 Juni 2010 yang diikuti tiga
pasangan, yakni pasangan Mustofa Kamal Pasha–Hj Choirun Nisa (Manis)
yang diusung PKB, PPP, PKS, PBB, PAN, PKPB, dan Partai Patriot. Lalu,
pasangan incumbent H Suwandi–H Wahyudi Iswanto (Wasis) yang diusung
PDI-P, Partai Golkar, dan Partai Demokrat. Juga pasangan independen, Khoiil
Badik – Yasid Qohhar (Koko).
Pasangan KH Dimyati Rasyid-M Karel tak lolos dari seleksi
kesehatan. Dimyati menyangkal tudingan bahwa ia terlibat dalam kerusuhan
itu. Dosen IAIN Sunan Ampel Surabaya ini malah berbalik menyiapkan
gugatan pencemaran nama baik karena dituduh menggerakkan massa yang
anarkis. Ia juga melayangkan gugatan ke KPUD Mojokerto dan RS Dr
Soetomo atas kegagalannya masuk bursa calon dengan alasan medik.
B. Analisa
Pada dasarnya penyebutan anarkis terhadap suatu kelompok dicirikan
dengan sikap pemberontakan dan tidak menuruti kemauan pemerintah. Istilah
anarkis sendiri menjadi melebar di telinga dan merayapi benak masyarakat
karena propaganda media massa yang turut mengkampanyekan makna anarkis
sebagai sebuah tindakan kekerasan, sering merusak fasilitas publik, atau
menutup jalan raya. Anehnya lagi, aksi-aksi mahasiswa yang kerap berakhir
bentrok dengan aparat juga di sebut sebagai tindakan anarkisme.
Jadi sejauh ini belum bisa dibedakan antara anarkis dengan tindakan
brutal. Karena kurangnya minat untuk menelaah dan mempelajari sebuah
pemahaman, terlebih karena aksi-aksi yang dilihat lebih dititik beratkan pada
akibat yang ditimbulkannya. Padahal pengaruh sebuah sebab jauh lebih
penting untuk di telaah sehingga tidak memunculkan kerancuan dalam
menanggapinya. Kita seringkali menghakimi sebuah fenomena atau kasus
tertentu hanya dengan informasi-informasi media yang belum tentu benar.
Kita sering melupakan aspek terpenting dari sebuah kasus, yaitu
pertanyaan kenapa seseorang atau kelompok melakukan tindakan
tersebut. Bisa saja dalam kasus pemilukada mojokerto sebenarnya mereka
melakukan tindakan anarkis bukan karena mereka brutal, tapi keterbatasan
informasilah yang menyebababkan mereka seperti itu. Dalam teori yang
dicantumkan diatas, dapat diketahui bahwa tindakan anarkisme yang
dilakukan oleh pendukung KH. Achmad Dimyati Rosyid merupakan suatu
bentuk dari kekecewaan karena yang mereka dukung tidak terpilih menjadi
ketua daerah. Juga tidak menutup kemungkinan di awal memang terjadi
jalinan kerja sama yang dilakukan oleh KH. Achmad Dimyati Rosyid dengan
para pendukung yang bertujuan untuk membantu antara satu dengan yang
lainnya. Secara status social memang para pendukung tersebut bukan
termasuk dari familinya.
Akan tetapi karena sudah terjadi kesepakatan kerja sama untuk
menyongsong pilkada agar KH. Achmad Dimyati Rosyid dapat terpilih
menjadi Ketua daerah. Namun fakta berkata lain. KH. Achmad Dimyati
Rosyid kalah dalam pilkada tersebut. Sehingga timbullah tindakan anarkis
yang dilakukan oleh mereka para pendukung KH. Achmad Dimyati Rosyid.
Seperti yang telah diketahui , hanya dalamn hitungan menit masa sudah
membakar 12 unit mobil dan merusak 21 mobil lainnya. Ada 10 unit mobil
plat merah dan 2 mobil pribadi dibakar, 15 unit mobil plat merah lainnya dan
6 mobil pribadi dirusak. Tidak hanya itu, massa yang mendukung KH.
Achmad Dimyati Rosyid juga melemparbom-bom Molotov ke beberapa
kantor. Seperti ruang bagian keuangan, dan kantor Bapeda. Yang lebih parah
yakni saat diruangan arsip bagian keuangan sehingga banyak arsip yang
tertbakar. Untung tidak terdapat korban jiwa tragedi ini.

C. Penyelesaiain Masalah

Selama ini konsolidasi politik dalam pesta demokrasi masih diwarnai


sejumlah instabilitas yang menunjukan ada kelemahan dalam demokrasi.
Yakni praktek kekerasan di masyarakat, terutama dalam Pemilu dan
Pemilukada, politik yang berpotensi menimbulkan kekerasan. Problem
pokoknya bukanlah karena masyarakat mojokerto memiliki watak dasar yang
keras. Tapi lebih dikarenakan pendidikan politik dalam masyarakat sangatlah
minim. Informasi-informasi yang muncul dari ego seseorang yang di inputkan
kedalam pikiran masyarakat begitu melekat. Ditambah lagi dengan
pemberitaan media yang selalu provokatif. Hal ini memicu sifat agresi yang
memang sudah ada dalam setiap individu. Oleh karena itu sebaiknya
pemerintah ataupun elit politik melakukan tindakan represif untuk
menghindari kekerasan seperti ini berupa :

1. Masalah demokrasi di pemilu harus diperhatikan regulasi, aktor-


aktor, dan kelembagaan parpol agar tidak terjadi konflik di
kemudian hari.
2. Sistem politik yang ada harus lebih baik, tidak tumpang tindih dll,
sehingga menciptakan pemerintahan yang melindungi
masyarakatnya. Juga didukung etika agar menghasilkan demokrasi
yang ada dan terbukanya konsolidasi demokrasi.
3. Media harus memberitakan segala informasi dengan berimbang.
4. Tokoh parpol/ calon pemimpin harus meninggalkan egonya demi
kemslahatan bersama.
5. Masyarakat harus lebih jeli dalam menangkap informasi, agar tidak
terprovokasi oleh informasi yang belum tentu benar.

Anda mungkin juga menyukai