Anda di halaman 1dari 37

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar

1. Definisi Gaya Hidup Kurang Gerak

Gaya hidup kurang gerak adalah kebiasaan hidup yang

ditandai dengan tidak atau jarang melakukan tingkat aktivitas

fisik rendah (Wilkison 2016).

Gerak adalah aktivitas fisik, Hidup atau kehidupan sehari-

hari di dunia tidak pernah terlepas dari berbagai bentuk aktivitas

fisik, baik aktivitas yang membutuhkan energi yang banyak

maupun yang sedikit.

Gaya hidup duduk terus terus-menerus dalam bekerja

(sedentary) dan kurang gerak ditambah dengan adanya faktor

resiko, berupa merokok, pola makan yang tidak sehat dapat

menyebabkan penyakit seperti penyakit jantung, Hipertensi, Berat

badan berlebihan (Obesitas), Osteoporosis, depresi, Kecemasan.

2. Kebutuhan Gerak Aktivitas

a. Aktivitas

Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan bergerak

dimana lansia memerlukan hal tersebut agar dapat memenuhi

kebutuhan hidupnya baik secara mandiri maupun dengan

bantuan orang lain maupun dan hanya dengan bantuan alat.

8
9

Dalam memenuhi kebutuhan aktivitas seseorang tidak

terlepas dari keadekuatan sistem persyarafan dan

musculoskeletal. Beberapa sistem tubuh yang berperan dalam

kebutuhan aktivitas antara lain adalah tulang, otot dan tendon,

ligament, sendi dan sistem saraf (Widuri, 2010).

b. Aktivitas Sehari-hari

Aktivitas sehari-hari adalah merupakan semua kegiatan

yang dilakuka oleh lanjut usia setiap hari. Pengkajian

kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas sehari-hari

memberikan perawat data yang mengindikasikan kemampuan

pasien untuk merawat dirinya. Aktivitas ini maka akan

berdampak terhadap penurunan kemampuan aktivitas sehari-

hari. (Azizah 2010).

Aktivitas sehari-hari dan pemenuhan kebutuhan sehari-

hari secara mandiri. Baik aktivitas dasar kehidupan sehari-hari

maupun aktivitas instrumental kehidupan sehari-hari yang

diberikan (Friedman, 2010).

c. Indeks Kemandirian dalam Aktivitas Dasar Kehidupan Sehari-

hari

Indeks kemandirian dalam aktivitas dasar kehidupan

sehari-hari didasarkan pada satu evaluasi kemandirian atau

dependensi fungsioanal pasien dalam melakukan aktivitas

seperti mandi, berpakaian, pergi ke toilet, berpindah tempat,


10

kontinensia, dan pemberian Defenisi spesifik kemandirian dan

ketergantungan fungsional tampak pada indeks dibawah ini :

1) Mandiri dalam pemberian makan, kontinesia, berpindah

tempat, pergi toilet, berpakaian, mandi.

2) Mandiri dalam semua fungsi di atas, kecuali mandi dan

satu fungsi tambahan.

3) Mandiri dalam semua fungsi di atas, kecuali mandi,

berpakaian dan satu fungsi tambahan.

4) Mandiri dalam semua fungsi diatas, kecuali mandi,

berpakaian dan satu fungsi tambahan.

5) Mandiri dalam semua fungsi di atas kecuali mandi,

berpakaian pergi toilet, dan fungsi tambahan.

6) Mandiri dalam semua fungsi di atas, kecuali mandi,

berpakaian pergi ke toilet, berpindah tempat, dan satu

fungsi tambahan.

7) Bergantung dalam keenam fungsi di atas.

8) Lain bergantung sedikit pada dua fungsi, tetapi tidak dapat

diklasifikasikan sebagai C, D, E atau F.

Kemandirian memiliki makna tanpa supervisi, arahan,

atau bantuan personal secara aktif, kecuali masalah tertentu.

Hal ini didasarkan pada status aktual dan bukan pada

kemampuan. Seorang klien dalam melakukan aktivitas

kehidupan sehari-hari yang dilakukan oleh pasien secara rutin


11

(Ediawati, 2013). dapat memilih jalan hidupnya untuk

berkembang ke yang lebih baik (Husain, 2013).

d. Berbagai Komponen aktivitas dan kebugaran

Self afficac adalah suatu istilah untuk menggambarakan

rasa percaya atas keamanan dalam melakukan aktivitas. Hal

ini sangat berhubungan dengan ketidak-ketergantungan dalam

aktivitas sehari-hari instrumental activity of daily living (I-ADL).

Dengan keberdayaan-gunaan mandiri ini seseorang lansia

mempunyai kebersihan dalam melakukan aktivitas/olahraga.

Keuntungan fungsional pada lansia atas latihan bertahan

(resistence training) berhubungan dengan hasil yang di

dapatkan atas jenis latihan bertahanan, antara lain yang

mengenai kecepatan gerak sendi, luas lingkup gerak sendi

(range of mation) dan jenis kekuatan yang dihasilkan

(pemendekan atau pemanjangan otot). Pada penelitian di panti-

panti rawat wredha didapatkan bahwa latihan bertahan yang

intensif akan meningkatkan kecepatan sebesar 23-28%.

Gabungan latihan bertahan dan keseimbangan akan

meningkatkan kecepatan langkah lansia yang hidup

dimasyarakat besar 8% (Reuben et al, 1996). (Griatri, Ilmu

Kesehatan Usia Lanjut)


12

e. Daya tahan tubuh (endurance)

Pada lansia, latihan daya tahan/kebugaran yang cukup

keras akan meningkatkan kekuatan yang di dapat dari latihan

bertahan. Hasil akibat latihan kebugaran tersebut bersifat khas

untuk latihan yang dijalankan (training specific), sehingga

latihan kebugaran akan meningkatkan kekuatan berjalan lebih

dibanding dengan latihan bertahan.

3. Perilaku Kesehatan dan Pilihan Gaya Hidup

Perilaku kesehatan dan faktor sosial sudah pasti memainkan

peran signifikan dalam membantu lansia memelihara kesehatan

dalam menjalani tahun-tahun lanjutnya. Beberapa lansia percaya

bahwa mereka terlalu tua untuk mendapatkan manfaat apapun

dari perubahan perilaku kesehatan mereka. Hal itu tentu saja

tidak benar, tidak pernah ada kata terlambat untuk melakukan

perubahan kebaikan.

Dalam wawancara, lansia umumnya melaporkan lebih

banyak perilaku kesehatan yang disukai daripada orang yang

lebih muda. Mereka lebih kecil kemungkinannya untuk

mengonsumsi alkohol dalam jumlah yang banyak, merokok

sigaret, dan kelebihan berat badan atau kegemukan. Namun, perlu

diperhatikan bahwa banyak dari mereka yang menyalahgunakan


13

minuman beralkohol, merokok sigaret, dan yang kelebihan berat

badan atau kegemukan meninggal dunia sebelum usia 65 tahun.

Gaya hidup sehat merupakan perilaku dan kegiatan yang

berkaitan dengan upaya mempertahankan dan meningkatkan

kesehatan sehingga mempengaruhi tingkat kebugaran jasmani.

Gaya hidup sehat mempunyai peranan yang penting untuk

meningkatkan kesehatan setiap individu. Gaya hidup sehat dapat

dilakukan dengan cara mengkonsumsi makanan yang seimbang,

pola aktivitas atau olahraga secara teratur, tidur yang cukup

sehingga setiap individu akan bebas dari penyakit (Suryanto,

2011).

4. Etiologi

Menurut Wilkinson, Judith M Nanda NIC NOC edisi 10

2016 faktor yang berhubungan dengan gaya hidup kurang gerak

sebagai berikut :

a. Defisiensi pengetahuan tentang manfaat latihan fisik bagi

kesehatan.

b. Kurang minat atau motivasi.

c. Kurang sumber (waktu, uang, teman, fasilitas).

d. Kurang pelatihan untuk menyelesaikan latihan fisik.


14

5. Program Fisioterapi Pada Lansia

Dalam penanganan terapi latihan untuk lansia dimulai dari

aktivitas fisik yang paling ringan kemudian bertahap hingga

maksimal yang bisa dicapai oleh individu tersebut, misalnya :

a. Aktivitas di tepat tidur

Positioning, alih baring, latihan pasif & aktif lingkup gerak

sendi.

b. Mobilisasi

Latihan bangun sendiri, duduk, transfer dari tempat tidur ke

kursi, berdiri, jalan dan melakukan aktivitas kehidupan sehari-

hari seperti mandi, makan, berpakaian.

c. Program Okupasiterapi

Latihan ditujukan untuk mendukung aktivitas kehidupan

sehari-hari, dengan memberikan latihan dalam bentuk

aktivitas, permainan, atau langsung pada aktivitas yang

diinginkan.

d. Program Psikologi

Dalam menghadapi lansia sering kali harus memperhatikan

keadaan emosionalnya, yang mempunyai ciri-ciri khas pada

lansia, misalnya apakah seseorang yang tipe agresif, atau

konstruktif. Juga untuk memberikan motivasi agara lansia mau

melakukan latihan, mau berkomunikasi, sosialisasi dan


15

sebagainya. Hal ini diperlukan pula dalam pelaksanaan lansia

sehingga hasil bisa lebih baik.

e. Fase Perawatan Sendiri

Okupasi terapi sangat penting untuk mendukung aktivitas

kehidupan sehari-hari. Mulai dari aktivitas untuk pribadi

sampai dengan pada aktivitas dalam kehidupan dalam

pekerjaan.

6. Macam-macam Terapi Lansia

a. Terapi Modalitas

Terapi modalitas adalah Kegiatan yang dilakukan untuk

mengisi waktu luang bagi lansia.

Tujuannya adalah :

1) Mengisi waktu luang bagi lansia.

2) Meningkatkan kesehatan lansia.

3) Meningkatkan produktifitas lansia.

4) Meningkatkan interaksi sosial antar lansia.

Jenis Kegiatan :

b. Terapi Musik

Bertujuan untuk mengibur para lansia sehingga meningkatkan

gairah hidup dan dapat mengenang masa lalu. Misalnya lagu-

lagu kroncong, musik dengan gamelan.


16

c. Terapi Berkebun

Bertujuan untuk melatih kesabaran, kebersamaan, dan

memanfaatkan waktu luang. Misalnya penanaman kangkung,

bayam, lombok.

d. Terapi Okupasi

Bertujuan untuk memanfaatkan waktu luang dan

meningkatkan produktivitas dengan membuat atau

menghasilkan karya dari bahan yang telah disediakan.

Misalnya membuat kipas, membuat keset, membuat sulak dari

tali rafia, membuat bunga dari bahan yang mudah di dapat

(pelepah pisang, sedotan, botol bekas, biji-bijian) menjahit

dari kain, merajut dari benang, kerja bakti (merapikan kamar,

lemari, membersihkan lingkungan sekitar, menjemur kasur).

e. Terapi Kognitif

Bertujuan agar daya ingat tidak munurun. Seperti

menggadakan cerdas cermat, mengisi Teka Teki Silang, tebak-

tebakan, puzzle.

f. Life Review Terapi

Bertujuan untuk meningkatkan gairah hidup dan harga diri

dengan menceritakan pengalaman hidupnya. Misalnya bercerita

di masa mudanya.
17

g. Rekreasi

Bertujuan untuk meningkatkan sosialisasi, gairah hidup,

menurunkan rasa bosan, dan melihat pemandangan. Misalnya

mengikuti senam lansia, posyandu lansia, bersepeda, rekreasi

ke kebun raya bersama keluarga, mengunjungi saudara.

h. Terapi Keagamaan

Bertujuan untuk kebersamaan, persiapan menjelang kematian,

dan meningkatkan rasa nyaman. Seperti menggadakan

pengajian, kebaktian, sholat berjama’ah, dan lain-lain.

7. Olahraga Pada Lansia

Olahraga bermanfaat untuk kesehatan jasmani maupun

rohani. Manfaat olahraga di antaranya melancarakan sirkulasi

darah, memperkuat otot, memcegah pengeroposan tulang,

menurunkan tekanan darah, menurunkan kolesterol jahat, dan

menaikkan kolesterol baik. Olahraga juga bermanfaat untuk

membakar kalori, meningkatkan keseimbangan dan koordinasi

otot, bahkan olahraga juga dapat meningkatkan kekebalan tubuh.

Sedangkan manfaat lain olahraga adalah biasanya dapat

menghasilkan sembelit, membuat tidur lebih nyenyak, serta

mengurangi depresi.

Setiap orang hendaknya berusaha untuk menyempatkan diri

berolahraga tidak hanya di usia muda, namun perlu pula

diteruskan pada usia lanjut. Olahraga perlu dijalankan secara


18

teratur. Pemilihan jenis olahraga yang akan dijalankan tentu

disesuaikan dengan kegemaran, biaya, serta kemampuan fisik

seseorang.

Olahraga dapat dilaksanakan sendiri, misalnya jalan kaki,

naik sepeda, atau berenang. Namun, olahraga dapat juga

dilakukan bersama, misalnya tenis, badminton, dan golf. Olahraga

sendiri memungkinkan kita melaksanakan olahraga tanpa

bergantung pada orang lain.

Olahraga bersama juga menyenangkan karena kita dapat

bergaul dengan orang lain. Biasanya olahraga yang dianjurkan

adalah olahraga bersifat aerobik. Jenis olahrga aerobik di

antarannya adalah jalan kaki, bersepeda, densa, berenang, dan golf

(http://anggaway89.wordpress.com/2010/05/24/lansia-dan-olahraga/).

a. Manfaat Olahraga Untuk Lansia

1) Meningkatkan kekuatan otot jantung, memperkecil resiko

serangan jantung.

2) Melancarkan sirkulasi darah dalam tubuh sehingga

menurunkan tekanan darah dan menghindari penyakit

tekanan darah tinggi.

3) Menurunkan kadar lemak dalam tubuh sehingga membantu

mengurangi berat badan yang berlebihan dan terhindar

dari obesitas.
19

4) Menguatkan otot-otot tubuh sehingga otot tubuh menjadi

lentur dan terhibur dari penyakit rematik.

5) Meningkatkan sistem kekebalan tubuh sehingga terhindar

dari penyakit-penyakit yang menyerang kaum lansia.

6) Mengurangi stres dan ketegangan pikiran.

b. Renang Untuk Lansia

Berenang memiliki banyak manfaat untuk kesehatan.

Dengan berenang seluruh tubuh bergerak. Kelonpok otot-otot

besar akan digunakan seperti otot perut, otot lengan, pinggul,

pantat dan paha. Berenang (di tempat dan kualitas air yang

memenuhi syarat kesehatan dan keamanan). Termasuk sebagai

olahraga aerobik yang akan membuat paru-paru sehat, sendi

lebih lentur terutama di bagian leher, bahu dan pinggul, karena

bagian-bagian tubuh tersebut digerakkan. Renang juga baik

untuk mereka yang kelebihan berat badan, hamil, orang lanjut

usia atau mereka yang menderita arthirits.

c. Kelenturan

Pembatasan atas lingkup gerak sendi range of motion

(ROM) banyak terjadi pada usia lanjut, yang sering akibat

keketatan/kekuatan otot tendon dibanding sebagai akibat

kontraksi sendi. Kelenturan dapat membantu pergerakan

menjadi lebih mudah, dan membuat sendi berfungsi dengan

baik (Fatmah, 2010).


20

Terhadap responden lansia yang mengalami penurunan

kekuatan otot, dapat meningkatkan keaktifan fisik responden

dari pada responden yang tidak diberi latihan range of

motion (ROM) aktif. (Safa’ah 2012). Oleh karna itulah

latihan kelenturan sendi merupakan komponen penting dari

program latihan/olahraga bagi lanjut usia.

d. Latihan Rentang Gerak

Latihan rentang gerak adalah aktif dan pasif

memberikan keuntungan-keuntungan yang berbeda. Latihan

aktif membantu mempertahankan fleksibilitas sendi dan

kekuatan otot serta meningkatkan penampilan kognitif.

Sebaiknya, gerakan pasif, yaitu menggerakan sendi seseorang

melalui rentang geraknya oleh orang lain hanya membantu

mempertahankan fleksibilitas. Untuk mempertahankan rentang

gerak, sendi-sendi harus di latih dua sampai tiga kali

pengulangan perhari. Jika nyeri atau inflamasi sendi terjadi,

gerakan yang perlahan atau rujukan pada ahli fisioterapi

diindikasi.

e. Latihan Aerobik

Latihan aerobik adalah aktivitas yang menghasilkan

peningkatan denyut jantung 60 sampai 90% dari denyut

jantung maksimal seseorang dalam waktu 15 sampai 60 menit

dan seharusnya dilakukan tiga kali atau lebih perminggu.


21

Denyut jantung maksimal dihitung dengan (220-usia

seseorang) x 0,7. Aktivitas aerobik yang dipilih oleh

masyarakat untuk meningkatkan kebugaran dan merupakan

salah satu bentuk latihan aerobik . Contohnya termasuk

jogging, berlari, bersepeda, berenang dan sepak bola. Senam

aerobik merupakan latihan yang menggerakkan seluruh otot

terutama otot besar dengan gerakan terus menerus, berirama,

maju, berkelanjutan (Widianti Proverawati, 2010).

f. Latihan Kekuatan

Aktivitas penguatan adalah latihan pertahanan yang

progresif. Latihan kekuatan cukup penting untuk menjaga

ototo-otot lansia agara tidak mengalami degenerasi sel yang

cepat. Latihan kekuatan bisa dilakukan dengan bentuk angkat

botol air mineral yang dilakukan perlahan-lahan, dari

mengerangkan tangan tanpa beban beberapa menit, lalu

dengan bebaban agar persendian teratur dan tidak kaget.

Latihan kekuatan juga bisa dengan cara bangun lalu berdiri

dari kursi, hal ini pun sama dilakukan perlahan dulu seperti

pemanasan (Junaidi, S. 2011).

1) Peningkatan Kekuatan Otot

Peningkatan kekuatan otot pada lansia lebih

ditujukan agar mampu melakukan gerak fungsional tanpa

adanya hambatan. Dalam latihan ini, jenis latihan yang


22

dianjurkan adalah latihan isotonik, dengan

mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

a) Tentukan kemampuan otot maksimal.

b) Latihan pada 60% - 80% kemampuan otot maksimal.

c) Ukur ulang setiap minggu.

d) 3X seri latihan, tiap seri 8-10 ulangan.

e) Istirahat 1-2 menit diantara seri.

f) Lakukan 3X seminggu, min selama 8 minggu.

2) Kontraksi Otot Isometrik

Kontraksi otot isometrik meningkatkan tegangan otot

tanpa mengubah panjang otot yang menggerakan sendi.

Dalam kontraksi isometrik, panjang otot tetap konstan

sementara ketegangan mengalami perubahan yang

bervariasi. Di sini, ketegangan berkembang pada otot, tapi

otot tidak memendek untuk memindahkan objek. Dalam

kontraksi ini, serat individual bisa memendek meskipun

seluruh otot tidak berubah panjangnya, sehingga latihan

isometrik membantu untuk memperkuat otot-otot

(Syamsudin 2016).

3) Kontraksi Otot Isotonik

Kontraksi otot yang berlawanan atau isotonik

berguna untuk mempertahankan kekuatan otot-otot dan

tulang. Maka kontraksi tersebut dikenal sebagai kontraksi


23

isotonik memendek. Bagaimana juga, kontraksi isotonik

memanjang hanya dapat terjadi jika ada gaya eksternal

yang teraplikasikan pada komponen yang bergerak dan

bagian tubuh tersebut akan bergerak secara perlahan

sehingga titik perlekatan otot saling menjauh. Kontraksi

isotonik yaitu otot memendek dan kontraksi otot

memanjang (Syamsudin 2016).

g. Resiko Latihan/Olahraga

Resiko yang perlu diperhatikan dari latihan olahraga

bagi manusia lanjut usia adalah osteoartritis, perlukaan

(injury). Sangat sedikit data yang mencatat tentang perlukaan

akibat latihan ringan oleh lansia, misalnya akibat berjalan

atau berkebun. Yang lebih sering adalah perlukaan yang

terjadi pada latihan/olahraga teroraganisasi, sebagai akibat

latihan yang terlalu berlebihan (overuse). Yang paling sering

terkena adalah sendi pergelangan kaki. Perlukaan juga lebih

sering terjadi pada latihan rendah (berjalan kaki).

Tentang osteo-artritis terdapat beberapa hal yang harus

dipahami sebelum memerintah suatu latihan pada seseorang

lanjut usia. Osteoartritis bisa diperberat oleh keadaan inaktif,

sebagai akibat stress berulang pada sendi yang disangga oleh

otot yang lemah tendon yang kaku. Aktivitas menahan beban

yang berimpak rendah, misalnya berjalan, dapat mencegah


24

osteoartritis dengan jalan menguatkan otot, meningkatkan

densitas tulang dan mengurangi kegemukan. Mengingat bahwa

osteoartritis diderita oleh hampir 85% usia lanjut yang

berusia 70 tahun (Whitehead, 1995).

Perintah, tekanan dan jenis olahraga yang diberikan

pada mereka harus mempertimbangkan hal-hal tersebut di atas.

Pada keadaan berat, latihan diawali dengan melatih

kelenturan/ROM tanpa beban (misalnya berenang), atau bahkan

latihan ROM pasif. Latihan dapat ditingkatkan menjadi

latihan menahan beban dengan impak rendah misalnya

berjalan kaki (Martono, 2004).

8. Masalah Kesehatan Lansia

Masa lanjut usia akan dihadapi oleh setiap insan dan akan

berkembang menjadi masalah yang lebih kompleks karena :

a. Umur harapan hidup (life expectancy) pada saat itu akan

berbeda di atas usia 70 tahun, sehingga popilasi lanjut usia

di indonesia tidak saja akan melebihi jumlah balita tetapi

dapat menduduki peringkat ke empat didunia setelah Republik

Rakyat Cina (RRC), india, dan Amerika Serikat.

b. Sistem pansiun atau tunjungan kesehatan yang memadai

sampai saat ini masih belum dipikirkan secara mendasar,

padahal angka kesakitan dan kemiskinan pada lanjut usia

tertentu akan meningkat (Aspiani, 2014).


25

9. Kemandirian Lansia

Mungkin karakteristik yang paling utama dari aging proses

adalah makin kehilangan kemandirian atau meningkatnya

ketergantungan. Katergantungan ini dapat bersifat structural

(sosiologi) fungsional/fisik dan ketergantungan prilaku (psikologi).

Menurut Baltes (1989) ketergantungan prilaku tidak semata-

mata merupakan produk dari penurunan biologis, tetapi dapat

pula atau terutama merupakan konsekuensi dari faktot faktor

sosial budaya yang menekan vulnerability biologis dari lansia,

kondisi-kondisi dalam lingkugan sosial prilaku dependen.

Menurut Utami mundar (1997) bahwa kemandirian lanjut

usia sangat terkait dengan tugas tugas perkembangan.

Kemampuan seseorang untuk melaksanakan kepribadian, sebagai

hasil intreaksi dirinya dengan lingkungan, maka apapun yang

terjadi pada lanjut usia harus mampu :

a. Menyusaikan diri terhadap penurunan kekuatan fisik dan

kesehatan.

b. Menyusaikan diri terhadap pensiun dan penghasilan yang

berkurang.

c. Menyusaikan diri terhadap pasangan hidup yang meninggal.

d. Interpeden atau kolaborasi dalam melakukan asuhan

keperawatan bekerja sama dengan petugas kesehatan lainnya.


26

e. Humanistik dalam melakukan asuhan keperawatan memandang

lansia sebagai makhluk yang perlu diberikan perawatan secara

layak dan manusiawi.

f. Holistik dimana lansia memiliki kebutuhan yang utuh baik

bio-psiko-sosial dan spritual yang mempunyai karakteristik

yang berada antara yang satu dengan yang lain.

10. Jenis Pelayanan Kesehatan Lansia

Jenis pelayanan kesehatan terhadap lansia meliputi lima

upaya kesehatan, yaitu promotif, preventif dan rehabilitatif.

a. Promotif

Upaya promotif juga merupakan proses advokasi kesehatan

untuk meningkatkan dukungan pasien, tenaga profesional dan

masyarakat terhadap praktik kesehatan yang positif menjadi

norma - norma sosial.

b. Preventif

Mencakup pencegahan primer, sekunder dan tersier. Contoh

pencegahan primer seperti program imunisasi, konseling,

dukungan nutrisi, exercies, keamanan didalam dan disekitar

rumah, manajemen stres, menggunakan medikasih yang tepat.

c. Rehabilitatif

Prinsip :

1) Pertahankan lingkungan aman.

2) Pertahankan kenyamanan, istirahat, aktivitas, dan mobilitas.


27

3) Pertahankan kecukupan gizi.

4) Pertahankan fungsi pernafasan.

5) Pertahankan aliran darah

6) Pertahankan kulit.

7) Meningkatkan fungsi psikososial.

8) Mendorong pelaksanaan tugas.

11. Pembinaan Kesehatan Lansia (Dep.Kes RI)

a. Pembentukan Kesehatan lansia merupakan bagian dari upaya

kesehatan keluarga yang dilaksanakan melalui pelayanan

kesehatan dasar dan rujukan.

b. Pembentukan terutama di tujukan pada aspek promotif dan

preventif melalui sosialisasi dan strategi komunikasi serta

kampanye kesehatan lansia tanpa mengabaikan upaya kuratif

dan rehabilitatif. Adapun kegiatan berupa :

1) Upaya komunikasih, informasi dan edukasi

Meningkatkan penyuluhan.

2) Upaya Pelayanan Kesehatan Kepada Lansia antara lain :

a) Hindari gaya hidup sebagai perokok dan minuman

alkohol.

b) Berolahraga untuk kebugaran.

c) Tingkatkan ibadah dan silaturrahmi dan berbagai rasa

untuk mengatasi stress.

d) Menggembangkan hobi yang sehat.


28

e) Rekreasi.

f) Pembinaan Sarana dan Prasarana.

g) Pembinaan Dukungan Situasi.

12. Keperawatan Gerontik

a. Pengertian

Gerontologi berasal dari kata Geros yang artinya Lanjut

Usia dan Logos yang artinya Ilmu. Jadi gerontologi adalah

suatu ilmu yang mempelajari secara khusus mengenai faktor-

faktot yang menyangkut lanjut usia (Aspiani 2014).

Gerontologi merupakan cabang ilmu yang mempelajari

proses menua dan masalah-masalah yang terjadi pada lanjut

usia (Miller, 1990).

Keperawatan gerontik atau keperawatan gerontologik

adalah spesialis keperawatan lanjut usia yang menjalankan

peran dan tanggung jawabnya terhadap tatanan pelayanan

kesehatan dengan menggunakan ilmu penegetahuan, keahlian,

keterampilan, teknologi, dan seni dalam merawat untuk

meningkatkan fungsi optimal lanjut usia secara komprehensif

(Kushariyadi, 2010).
29

b. Tujuan Keperawatan Gerontik

Tujuan keperawatan gerontik yaitu :

1) Mempertahankan derajat kesehatan para lanjut usia pada

taraf yang setinggi-tinnginya sehingga terhibur dari

penyakit atau gangguan.

2) Memelihara kondisi kesehatan dengan aktivitas-aktivitas

fisik dan mental.

3) Merangsang para petugas kesehatan untuk dapat mengenal

dan menegakkan diagnosa yang tepat dan dini bila

mereka menjumpai kelainan tersebut.

4) Mencari upaya semaksimal mungkin agar para lanjut usia

yang menderita suatu penyakit atau gangguan masih dapat

mempertahankan kebebasan yang maksimal tanpa perlu

suatu pertolongan (memelihara kemandirian, secara

maksimal).

5) Bagi para lanjut usia sudah tidak dapat disembuhkan dan

bila mereka sudah sampai pada stadium terminal untuk

memberikan bantuan yang simpatik dan perawatan dengan

penuh penegertian (dalam akhir hidupnya, memberikan

bantuan moril dan perhatian yang maksimal sehingga

kematiannya berlangsung dengan tenang atau comfortable

death).
30

B. Proses Penuaan

1. Pengertian

Menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam

kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang

hidup yang tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi

dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan

proses almiah yang berarti seseorang telah melalui tahap-tahap

kehidupannya, yaitu neonatus, toddeler, pra school, school, remaja,

dewasa dan lansia. Tahap berbeda ini dimulai baik secara

biologis maupun psikologis (Padila, 2014).

Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah

laku yang dapat diramaikan yang terjadi pada semua orang pada

saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis

tertentu (Stanley, 2012).

Memasuki usia tua banyak mengalami kemunduran

misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit menjadi

keriput karena kurangnya bantalan lemak, rembut memutih,

pendengaran berkurang, penglihatan memburuk, gigi mulai

ompong, aktivitas menjadi lambat, nafsu makan berkurang dan

kondisi tubuh yang lain juga mengalami kemunduran (Padila,

2014).
31

2. Batasan-Batasan Lansia

Usia yang dijadikan patokan untuk lanjut usia berbeda-beda

umumnya berkisar antara 60-65 tahun. Beberapa pendapat para

ahli tentang batasan usia adalah sebagai berikut :

a. Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), ada empat tahap

yaitu :

1) Usia pertengahan (midlle age) usia 45-59 tahun.

2) Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun.

3) Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun.

4) Usia sangat tua (very old) usia > 90 tahun.

b. Menurut Hurlock (1979) :

1) Early old age (usia 60-70 tahun).

2) Advanced old age (usia > 70 tahun).

c. Menurut Burnsie (1979) :

1) Young old (usia 60-65 tahun).

2) Middle age old (usia 70-79 tahun).

3) Old-old (usia 80-89 tahun).

4) Very old-old (usia > 90 tahun).

d. Menurut Bee (1996) :

1) Masa dewasa muda (usia 18-25 tahun).

2) Masa dewasa awal (usia 25-40 tahun).

3) Masa dewasa tengah (usia 40-65 tahun).

4) Masa dewasa lanjut (usia 65-75 tahun).


32

5) Masa dewasa sangat lanjut (usia > 75 tahun).

C. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian Keperawatan

Adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan

suatau proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari

berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengindentifikasi

status kesehtan pasien (Padila, 2013).

Asuhan keperawatan ini menguraikan pengkajian pada lansia yaitu

dengan gaya hidup kurang gerak.

a. Identitas/data biografi

Nama, tempat dan tanggal lahir, pendidikan akhir,

agama, status perkawinan, penampilan umum, ciri-ciri tubuh,

alamat, orang terdekat yang dapat di hubungi dan hubungan

dengan pasien.

b. Riwayat pekerjaan

Pekerjaan saat ini, pekerjaan sebelumnya, sumber

penghasilan sekarang di dapatkan untuk kebutuhan sehari-hari.

c. Riwayat lingkungan hidup

Tempat tinggal pasien, kondisi rumah pasien,

bagaimana peralatan makan pasien, pertukaran udara dan

cahaya matahari yang baik untuk pasien, tingkat kenyamanan

yang cukup terjamin, dan memastikan pasien selalu

menggunakan alat bantu ketika berjalan.


33

d. Riwayat rekreasi

Bagaimana kegiatan rekreasi pasien setiap hari dengan

keluarga dan lingkungan sekitarnya.

e. Sistem pendukung

Apakah sekitar tempat tinggal klien terdapat

puskesmas, dengan tenaga keperawatan yang ada setiap bulan

datang ke posyandu untuk memperhatikan kesehatan pada

lansia.

f. Deskripsi kekhususan/spiritual

Bagaimana ibadah yang dilakukan pasien, apakah klien

melakukan ibadahnya dengan baik dan tanpa ada kesulitan

apapun.

g. Status kesehatan

Apakah pasien merasa sehat-sehat saja, atau klien

memiliki keluhan tentang kesehatannya.

h. ADL (activity daily living)

Berdasarkan indeks KATZS, pemenuhan ADL klien

diskor dengan berdasarkan pengamatan penulis, dan kontinen.

Apakah pasien mampu memenuhi kebutuhan makan,

berpindah, ke kamar kecil dan berpakaian secara mandiri.

i. Tujuan sistem

1) Keadaan umum.

2) Tingkat kesadaran.
34

3) Skala koma.

4) Tanda-tanda vital.

5) Sistem kardiovaskuler.

6) Inpeksi keadaan umum.

7) Palpasi.

8) Perkusi.

9) Auskultasi.

j. Sistem pernafasan

1) Inpeksi dada.

2) Palpasi.

3) Perkusi.

4) Auskultasi.

k. Sistem integumen

Infeksi : bagaimana tekstur kulit, apakah ada dekubitus, bekas

luka dan tugor kulit.

l. Sistem perkemihan

Bagaimana kemampuan pasien buang air kecil di kamar

mandi, frekuensi urine setiap hari.

m. Sistem muskuletal

Bagaimana ROM klien baik atau penuh, apakah klien

seimbang dalam berjalan, kemampuan menggengam dan

ekstermitas otot lainnya.


35

n. Sistem endokrin

Apakah klien menderita penyakit diabetes militus, dan palpasi

ada tidaknya pembesaran kelenjar.

o. Sistem imun

Apakah pasien pernah di suntik imunisasi, dan bagaimana

riwayat penyakit berkaitan dengan imunisasi.

p. Sistem gastrointestinal

Bagaiamana makanan yang di konsumsi pasien, apakah klien

mampu menghabiskan satu porsi makanan yang tersedia tanpa

keluhan mual dan apakah pasien mempunyai keluhan saat

mengunyah dan menelan.

q. Sistem persyarafan

Bagaimana keadaan mental pasien, bagaimana respon pasien

saat berbicara, dan apakah pasien berbicara dengan normal

dan jelas.

r. Status kognitif/afektif/sosial :

1) Short Potable Mental Status Questionaire (SPMSQ)

2) Mini Mental State Exam (MMSE).

3) Inventaris depresi beck.

4) Apgar keluarga dengan lansia.

s. Batasan Karakteristik

Objektif

1) Memilih rutinitas sehari-hari yang kurang latihan fisik.


36

2) Menunjukan ketidakbugaran fisik.

3) Mengatakan lebih menyukai aktivitas dengan tingkat

aktivitas rendah.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa adalah pernyataan yang menguraikan respon

aktual atau resiko dan potensial pasien terhadap masalah

kesehatan yang perawat mempunyai izin dan berkomperten untuk

mengatasinya (Padila, 2013).

Tipe-tipe diagnosa keperawatan menurut Carpenito, L.J (1997) ada

5 yaitu :

a. Diagnosa keperawatan aktual adalah diagnosa yang menyajikan

keadaan klinis yang telah divalidasikan melalui batasan

karakteristik mayor yang di identifikasi. Diagnosa

keperawatan, dan faktor yang berhubungan.

b. Diagnosa keperawatan resiko atau resiko tinggi adalah

keputusan klinis tentang individu, keluarga atau komunitas

yang sangat rentan untuk mengalami masalah dibanding

individu atau kelompok lain pada situasi yang sama atau

hampir sama.

c. Diagnosa keperawatan kemungkinan adalah pernyataan tentang

masalah yang diduga masih memerlukan data tambahan

dengan harapan masih diperlukan untuk memastikan adanya

tanda dan gejala utama adanya faktor risiko.


37

d. Diagnosa keperawatan sejahtera adalah ketentuan klinis

mengenai individu, kelompok, atau masyarakat dalam transisi

dari tingkat kesehatan khusus ke tingkat kesehatan yang lebih

baik. Cara pembuatan diagnosa ini menggabungkan pernyataan

fungsi positif dalam masing-masing pola kesehtan fungsional

sebagai alat pengkajian yang disahkan. Dalam menentukan

diagnosa keperawatan sejahtera menunjukkan terjadi

peningkatan fungsi kesehatan menjadi fungsi yang positif.

e. Diagnosa keperawatan sindrom adalah diagnosa keperawatan

yang terdiri dari sekelompok diagnosa keperawatan aktual atau

risiko tinggi yang diduga akan muncul karena suatu kejadian

atau situasi tertentu.

1) Gaya hidup kurang gerak

Gaya hidup kurang gerak adalah kebiasaan hidup yang

ditandai dengan aktivitas rendah (Wilkinson, 2016).

2) Batasan Karakteristik

Objektif :

a) Memilih rutinitas sehari-hari yang kurang latihan fisik.

b) Menunjukan ketidakbugaran fisik.

c) Mengatakan lebih menyukai aktivitas dengan tingkat

aktivitas rendah.

3) Faktor yang berhubungan dengan gaya hidup kurang gerak

faktor yang berhubungan yaitu :


38

a) Definisi pengetahuan tentang manfaat latihan fisik bagi

kesehatan.

b) Kurang minat atau motivasi.

c) Kurang sumber (waktu, uang, teman, fasilitas).

d) Kurang pelatihan untuk menyelesaikan latihan fisik.

4) Saran Penggunaan

Jika terdapat perilaku tidak sehat lain (misalnya kebiasaan

makan buruk, kurang tidur) dan jika ini berhubungan

dengan keterbatasan kemampuan pasien, pertimbangan

diagnosa yang lebih luas, seperti ketidakefektifan

pemelihara kesehatan.

5) Alternatif Diagnosa yang disarankan

a) Intoleran aktivitas

b) Pemeliharaan kesehatan, ketidakefektifan

c) Ketidak patuhan

3. Rencana Keperawatan

a. Intervensi Keperawatan

Merupakan perencanaan keperawatan yang dibutuhkan untuk

mencegah, menurunkan/mengurangi masalah-masalah pasien

(Padilla, 2013).

b. Hasil NOC

Menurut Wilkinson (2016) Hasil NOC yaitu:


39

1) Motivasi

Dorongan yang berasal dari dalam diri yang menggerakan

atau mempercepatkan individu ketidakan positif.

2) Kebugaran fisik

Perfoma aktivitas fisik dengan giat.

c. Tujuan/Kriteria Hasil

1) Menunjukan Kebugaran fisik, yang dibuktikan oleh

indikator berikut: lansia dapat berdiri tegak, lansia sulit

untuk berdiri, lansia gemetar pada saat berjalan dan lansia

dalam keadaan normal (tidak ada gangguan fisik/bugar).

2) Tekanan darah.

3) Indeks masa tubuh.

4) Denyut jantung target selama latihan fisik.

5) Denyut jantung istirahat.

d. Intervensi Keperawatan NIC

Menurut Wilkison (2016) Intervensi keperawatan NIC yaitu:

1) Terapi aktivitas

Membuat program dan memberi bantuan untuk aktivitas

fisik, kognitif (mengajak lansia berkomunikasi tentang

kehidupan pribadi), sosial (menanyakan hubungan lansia

dengan keluarga dan lingkungan sekitar), dan spritual

(menguji kecerdasan lansia dengan mengingat sejarah-


40

sejarah terdahulu) tertentu untuk meningkatkan rentang,

frekuensi, atau durasi aktivitas individu (atau kelompok).

2) Promosi Latihan Fisik

Memfasilitasi aktivitas fisik tertentu untuk mempertahankan

atau mencapai tingkat kebugaran dan kesehatan yang lebih

tinggi.

3) Promosi Latihan fisik : Pelatih Kekuatan.

Memfasilitasi pelatihan otot resistif teratur untuk

mempertahankan atau meningkatkan kuatan otot.

4) Bantuan modifikasi Diri

Memberi penguatan terhadap perubahan yang diarahkan

pada dan diprakarsai oleh pasien untuk mencapai tujuan

yang secara pribadi penting.

5) Fasilitas Tanggung Jawab Diri

Mendorong pasien untuk lebih bertanggung jawab atas

perbuatan sendiri.

6) Penyeluruhan : Program Aktivitas/Latihan Fisik

Mempersiapkan pasien untuk mencapai atau

mempertahankan tingkat aktivitas yang diprogramkan.

e. Aktivitas keperawatan

1) Kaji pola latihan fisik.

2) Kaji toleransi aktivitas pasien (misalnya perubahan tanda

tanda vital setelah beraktivitas).


41

3) Kaji motivasi pasien untuk menyertakan latihan fisik

kedalam gaya hidup.

4) Tentukan alasan kurang latihan fisik (misalnya tidak

memiliki waktu sumber, depresi, dan lain-lain).

f. Penyuluhan untuk pasien/keluarga

1) Jelaskan manfaat latihan fisik teratur.

2) Tekankan pentingnya memulai latihan fisik secara bertahap.

g. Intervensi Kolaboratif

Rujuk ke pelatih atau ahli terapi fisik untuk latihan kondisi

khusus jika perlu.

h. Aktivitas Lain

1) Bantu pasien mengembangkan program latihan fisik yang

sesuai dengan kecakapan fisik, keinginan pribadi, dan

rutinitas sehari-hari pasien.

2) Anjurkan berjalan sebagai latihan fisik yang mudah di

terapkan kedalam rutinitas sehari-hari, murah, tidak

menuntut kondisi fisik yang paling bugar, dapat dilakukan

dengan pasangan untuk dukungan.

3) Bagi individu yang memiliki kondisi fisik paling bugar,

anjurkan aerobik air dan berenang (selain berjalan).

4) Bantu pasien menetapkan tujuan jangka pendek yang

berperan sebagai motivasi untuk melanjutkan program

latihan fisik.
42

5) Anjurkan melakukan latihan fisik bersama teman atau

anggota keluarga.

6) Bantuan menetapkan prioritas untuk menentukan waktu

latihan fisik.

7) Anjurkan membuat catatan tentang aktivitas dan latihan

fisik.

i. Perawatan di Rumah

1) Tindakan keperawatan di atas sesuai untuk digunakan

dalam perawatan dirumah.

2) Evaluasi rumah terhadap kendala untuk melakukan

aktivitas.

j. Untuk Bayi dan Anak-anak

1) Bantu anak menetapkan rencana untuk berjalan lebih jauh,

dorong menggunakan pedometer.

2) Untuk remaja, tekankan manfaat latihan fisik bagi

kekuatan dan penampilan fisik.

k. Untuk Lansia

1) Tekankan peran aktivitas fisik terhadap proses penuaan

yang sehat (misalnya dalam mencegah osteoporosis pada

wanita).

2) Gunakan tes Get up anag Go untuk menskrining mobilitas

ketahanan pasien (duduk di kursi, berdiri, berjalan 3m,

berbalik, kembali kekursi, dan duduk).


43

3) Anjurkan latihan dengan dampak rendah, misalnya tai chi.

4) Rujuk ke ahli terapi fisik untuk latihan ketahanan guna

mengurangi atrofi otot.

5) Kaji terhadap depresi.

6) Bantu pasien memperoleh semua alat bantu untuk

mobilitas (misalnya walker).

4. Implementasi Keperawatan

Menurut Padilla (2013) implementasi rencana asuhan

keperawatan yaitu melaksanakan apa yang telah direncanakan,

isinya berupa intervensi-intervensi keperawatan yang telah di

terapkan.

a. Buat jadwal yang memperlihstkan peristiwa kunci yang

direncanakan akan dilaksanakan pada waktu tertentu.

b. Buat jadwal deadline yang dipenuhi orang yang terlibat dan

dapat berguna dalam merumuskan.

c. Tindakan mandiri (independen).

d. Tindakan kolaborasi (interdependen).

5. Evaluasi Keperawatan

Menurut Padilla (2013) merencanakan metode evaluasi.

Evaluasi : Proses menilai apa yang telah dicapai dan bagaimana

telah dicapai.

a. Merupakan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana

keperawatan tercapai atau tidak.


44

b. Jenis evaluasi:

1) Evaluasi formatik : respon hasil/respon segera setelah

melakukan intervensi.

2) Evaluasi sumatif : rekapitulasi dari hasil observasi dan

analisis status pasien pada waktu tertentu berdasarkan

tujuan yang direncanakan evaluasi.

Untuk menentukan keberhasilan renpra asuhan

keperawatan pada lansia dengan gaya hidup kurang gerak,

maka dapat ditentukan dengan cara membandingkan kemajuan

yang dicapai klien dengan melihat tujuan atau kriteria hasil.

Adapun kriteria hasil menurut wilkinson, Judith M :

c. Tujuan/Kriteria Hasil

1) Menunjukan kebugaran fisik, yang dibuktikan oleh indikator

berikut (sebutkan 1-5: gangguan eks-trem, berat, sedang,

ringan, atau tidak ada gangguan).

2) Tekanan darah.

3) Indeks masa tubuh.

4) Denyut jantung target selama latihan fisik.

5) Denyut jantung istirahat.

Anda mungkin juga menyukai