Anda di halaman 1dari 17

INFARK MIOKARD

A. Definisi

Infark adalah area nekrosis koagulasi pada jaringan akibat iskemia lokal, disebabkan oleh
obstruksi sirkulasi ke daerah tersebut, paling sering karena trombus atau embolus (Dorland,
2002). Sedangkan menurut Udijanti (2010) infark Miokard adalah suatu keadaan infark atau
nekrosis otot jantung karena kurangnya suplai darah dan oksigen pada miokard
( ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen miokard)

Infark Miokard Akut (IMA) merupakan gangguan aliran darah ke jantung yang
menyebabkan sel otot jantung mengalami hipoksia. Pembuluh darah koronaria mengalami
penyumbatan sehingga aliran darah yang menuju otot jantung terhenti, kecuali sejumlah kecil
aliran kolateral dari pembuluh darah di sekitarnya. Daerah otot yang sama sekali tidak
mendapat aliran darah atau alirannya sangat sedikit sehingga tidak dapat mempertahankan
fungsi otot jantung, dikatakan mengalami infark (Muhammad, 2015).

Karakteristik utama Sindrom Koroner Akut Segmen ST Elevasi adalah angina


tipikal dan perubahan EKG dengan gambaran elevasi yang diagnostik untuk STEMI.
Sebagian besar pasien STEMI akan mengalami peningkatan marka jantung, sehingga
berlanjut menjadi infark miokard dengan elevasi segmen ST (ST-Elevation Myocardial
Infarction STEMI). Oleh karena itu pasien dengan EKG yang diagnostik untuk STEMI
dapat segera mendapat terapi reperfusi sebelum hasil pemeriksaan marka jantung tersedia
(PERKI, 2015).

B. Etiologi dan Faktor Resiko

Menurut Udijanti (2010 ) Infark Miokard Akut disebabkan oleh :


a. Coronary Arteri Disease
Aterosklerosis, atritis, trauma pada koroner, penyempitan arteri koroner karena
spasme atau desecting aorta dan arteri koroner.
b. Coronory Artery Emboly
Infectif endocarditis, cardiac myxoma, cardiopulmonal bypass surgery, arteriography
koroner
c. Kelainan kongenital : anomali arteri koronoria
d. Ketidakseimbangan suplai oksigen dan kebutuhan miokard
Tiroktoksikosis, hipotensi kronis, keracunan karbon monoksida, stenosis atau
insufisiensi aorta
e. Gangguan Hematologi
Anemia, polisitemia vera, hipercoagulabity, trombosis, trombositosis dan DIC
Menurut Alpert (2010), infark miokard terjadi oleh penyebab yang heterogen, antara lain:

1. Infark miokard tipe 1


Infark miokard secara spontan terjadi karena ruptur plak, fisura, atau diseksi plak
aterosklerosis. Selain itu, peningkatan kebutuhan dan ketersediaan oksigen dan
nutrien yang inadekuat memicu munculnya infark miokard. Hal-hal tersebut
merupakan akibat dari anemia, aritmia dan hiper atau hipotensi.
2. Infark miokard tipe 2
Infark miokard jenis ini disebabkan oleh vasokonstriksi dan spasme arteri
menurunkan aliran darah miokard.
3. Infark miokard tipe 3
Pada keadaan ini, peningkatan pertanda biokimiawi tidak ditemukan. Hal ini
disebabkan sampel darah penderita tidak didapatkan atau penderita meninggal
sebelum kadar pertanda biokimiawi sempat meningkat.
4. a. Infark miokard tipe 4a
Peningkatan kadar pertanda biokimiawi infark miokard (contohnya troponin) 3 kali
lebih besar dari nilai normal akibat pemasangan percutaneous coronary intervention
(PCI) yang memicu terjadinya infark miokard.
b. Infark miokard tipe 4b
Infark miokard yang muncul akibat pemasangan stent trombosis.
5. Infark miokard tipe 5
Peningkatan kadar troponin 5 kali lebih besar dari nilai normal. Kejadian infark
miokard jenis ini berhubungan dengan operasi bypass koroner.

Secara garis besar, faktor risiko infark miokard terbagi menjadi dua kelompok
berdasarkan dapat atau tidaknya dimodifikasi (Santoso, 2005 ; Brown, 2006) :

a. Faktor yang tidak dapat dirubah (Non Modifiable) :

1. Usia  Resiko aterosklerosis koroner meningkat seiring bertambahnya usia.


Penyakit yang serius jarang terjadi sebelum usia 40 tahun.
2. Jenis KelaminLaki-laki memiliki risiko lebih besar terkena serangan jantung
dan kejadiannya lebih awal dari pada wanita karena wanita memproduksi hormon
estrogen. Estrogen merupakan hormon yang memiliki sifat antioksidan seperti
mencegah oksidasi LDL. Estrogen mengurangi inaktivasi NO dan melindungi
kerusakan endotel dari radikal bebas sehingga estrogen disebut “penangkal
radikal”. Selain itu estrogen memperbaiki fungsi endotel, memicu sintetis dan
pengeluaran zat vasidilatator (NO, prostasiklin), dan mengurangi pembentukan zat
vasokonstriksi. Estrogen juga menghambat masuknya kalsium sehingga terjadi
relaksasi otot-otot polos. Arteri menjadi melebar, resistensi pembuluh darah
berkurang, dan aliran darah meningkat.Yang sangat penting juga bahwa estrogen
menghambat proliferasi dan migrasi sel-sel otot polos. NO dan prostasiklin tidak
hanya mencegah spasme arteri, melainkan juga mencegah agregasi trombosit dan
dengan sendirinya pula mencegah iskemik. NO juga memiliki pengaruh positif
terhadap terhadap fibrinolisis yaitu mengurangi kecenderungan terjadinya
thrombosis. Trombosit mengeluarkan zat trombosan Adan B yang justru memicu
terbentuknya trombosit.
3. Ras  Ras kulit putih lebih sering terjadi serangan jantung daripada ras African
American
4. Riwayat keluarga  Faktor familial dan genetika mempunyai peranan
bermakna dalam patogenesis PJK, hal tersebut dipakai juga sebagai
pertimbangan penting dalam diagnosis, penatalaksanaan dan juga pencegahan
PJK.
b. Faktor yang dapat diubah (Modifiable)
1. Hipertensi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau
tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Peningkatan tekanan darah sistemik
meningkatkan resistensi vaskuler terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri.
Akibatnya kerja jantung bertambah, sehingga ventrikel kiri hipertrofi untuk
meningkatkan kekuatan pompa. Bila proses aterosklerosis terjadi, maka
penyediaan oksigen untuk miokard berkurang. Tingginya kebutuhan oksigen
karena hipertrofi jaringan tidak sesuai dengan rendahnya kadar oksigen yang
tersedia.
2. Diabetes Mellitus
Diabetes Melitus akan menyebabkan proses penebalan membran basalis dari
kapiler dan pembuluh darah arteri koronaria, sehingga terjadi penyempitan aliran
darah ke jantung. Insiden serangan jantung meningkat 2 hingga 4 kali lebih besar
pada pasien yang dengan diabetes melitus. Orang dengan diabetes cenderung lebih
cepat mengalami degenerasi dan disfungsi endotel. Diabetes mellitus berhubungan
dengan perubahan fisik-pathologi pada system kardiovaskuler. Diantaranya dapat
berupa disfungsi endothelial dan gangguanpembuluh darah yang pada akhirnya
meningkatkan risiko terjadinya coronary artery diseases (CAD).
3. Disiplidemia
Abnormalitas kadar lipid serum yang merupakan faktor resiko adalah
hiperlipidemia. Hiperlipidemia adalah peningkatan kadar kolesterol atau
trigliserida serum di atas batas normal. The National Cholesterol Education
Program (NCEP) menemukan kolesterol LDL sebagai faktor penyebab
penyakit jantung koroner. The Coronary Primary Prevention Trial (CPPT)
memperlihatkan bahwa penurunan kadar kolesterol juga menurunkan
mortalitas akibat infark miokard.
4. Obesitas
Obesitas meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner. Sekitar 25-
49% penyakit jantung koroner di negara berkembang berhubungan dengan
peningkatan indeks masa tubuh (IMT). Obesitas sentral adalah obesitas
dengan kelebihan lemak berada di abdomen. Biasanya keadaan ini juga
berhubungan dengan kelainan metabolik seperti peninggian kadar trigliserida,
penurunan HDL, peningkatan tekanan darah, inflamasi sistemik, resistensi insulin
dan diabetes melitus tipe II.

5. Merokok
Merokok meningkatkan resiko terkena penyakit jantung kororner sebesar 50%.
Seorang perokok pasif mempunyai resiko terkena infark miokard. Di Inggris,
sekitar 300.000 kematian karena penyakit kardiovaskuler berhubungan dengan
rokok.
6. Faktor psikososial
Faktor psikososial seperti peningkatan stres kerja, rendahnya dukungan sosial,
personalitas yang tidak simpatik, ansietas dan depresi secara konsisten
meningkatkan resiko terkena aterosklerosis. Stres merangsang sistem
kardiovaskuler dengan dilepasnya catecholamine yang meningkatkan kecepatan
denyut jantung dan pada akhirnya dapat menimbulkan vasokonstriksi pembuluh
darah koronaria.Beberapa ilmuwan mempercayai bahwa stress menghasilkan
suatu percepatan dari proses atherosklerosis pada arteri koroner.
7. Aktivitas fisik
Olah raga secara teratur akan menurunkantekanan darah sistolik, menurunkan
kadar katekolamin di sirkulasi, menurunkan kadarkolesterol dan lemak darah,
meningkatkan kadar HDL lipoprotein, memperbaiki sirkulasi koroner dan
meningkatkan percaya diri.
8. Gaya hidup
Resiko terkena infark miokard meningkat pada pasien yang mengkonsumsi
diet yang rendah serat, kurang vitamin C dan E, dan bahan-bahan
polisitemikal.

C. Manifestasi Klinis Akut Miokard Infark (AMI)


1. Nyeri spesifik
Infark miokard memiliki nyeri spesifik (didahului angina tak stabil : 20 – 40 % ) yang
berlangsung lebih dari 30 menit. Nyeri dada dirasakan pada daerah retrosternal, seperti
diremas – remas, ditekan, ditusuk, dan ditindih benda berat. Nyeri dapat menjalar ke
lengan, bahu, leher, rahang, bahkan ke pinggang dan epigastrium.
Mekanisme nyeri :
Sumbatan koroner yang terjadi kemudian akan diikuti dengan penurunan suplai
oksigen ke otot jantung. Penurunan suplai yang diikuti dengan peningkatan kebutuhan
oksigen miokard akan menimbulkan iskemia. Iskemia yang timbul pada otot jantung
kemudian akan memicu metabolisme anaerob. Apabila terjadi metabolisme anaerob,
maka sejumlah ATP akan terdegradasi menjadi adenosin monophosphat (AMP) dan
akumulasi asam laktat. Terbentuknya AMP ini akan menimbulkan stimulasi pada
reseptor alpha-1 pada ujung saraf jantung yang kemudian menimbulkan perasaan nyeri.

2. Gangguan saraf otonom


Gangguan saraf otonom berupa rangsangan parasimpatik pada infark inferior yaitu
perasaan mual, muntah, diare, cegukan (hiccup), kadang – kadang sinkop. Rangsangan
simpatis seperti : berdebar-debar, cemas dan tachicardia.

3. Perubahan Elektrokardiografi (EKG)


Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard infark akut,
EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner menunjukkan elevasi segmen
ST. Kemudian gambaran EKG berupa elevasi segmen ST akan berkembang menjadi
gelombang Q. Sebagian kecil berkembang menjadi gelombang non-Q. Ketika
trombus tidak menyebabkan oklusi total, maka tidak terjadi elevasi segmen ST. Pasien
dengan gambaran EKG tanpa elevasi segmen ST digolongkan ke dalam unstable
angina atau Non STEMI
4. Peningkatan petanda biokimia
Pada nekrosis miokard, protein intraseluler akan masuk dalam ruang interstitial dan
masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan aliran limfatik (Patel,
1999). Oleh sebab itu, nekrosis miokard dapat dideteksi dari pemeriksaan protein
dalam darah yang disebabkan kerusakan sel. Protein -protein tersebut antara lain
aspartate aminotransferase (AST), lactate dehydrogenase creatine kinase isoenzyme
B (CK-MB), mioglo bin, carbonic anhydrase III (CA III), myosin light chain (MLC)
dan cardiac troponin I dan T (cTnI dan cTnT) (Samsu, 2007). Peningkatan kadar
serum protein-protein ini mengkonfirmasi adanya infark miokard.
D. Klasifikasi

Infark Miokard Akut diklasifikasikan berdasar EKG 12 sandapan PERKI, 2015).

1. NSTEMI (Non ST-segmen Elevasi Miokard Infark)

Oklusi parsial dari arteri koroner yang menyebabkan area infark tanpa melibatkan
seluruh ketebalan miokardium yang ditandai dengan tidak adanya elevasi segmen ST pada
EKG. Diagnosis Non STEMI ditegakkan jika terdapat angina dan tidak disertai dengan
elevasi segmen ST yangsten. Gambaran EKG pasien Non STEMI beragam, bisa berupa
depresi segmen ST, inversi gelombang T, gelombang T yang datar atau pseudo-normalization,
atau tanpa perubahan EKG saat presentasi. Untuk menegakkan diagnosis Non STEMI, perlu
dijumpai depresi segmen ST ≥ 0,5 mm di V1-V3 dan ≥ 1 mm di sandapan lainnya. Selain itu
dapat juga dijumpai elevasi segmen ST tidak persisten (

2. STEMI (ST-segmen Elevasi Miokard Infark)

Oklusi total dari arteri koroner trombus dari plak atherosklerosis, tidak disertai adanya elevasi
segmen ST pada EKG. Diagnosis STEMI ditegakkan jika ditemukan angina akut disertai area
infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan miokardium yang ditandai dengan elevasi
segmen ST di dua sadapan yang bersebelahan. yang ditandai dengan adanya elevasi segmen
ST Nilai elevasi segmen ST bervariasi, tergantung kepada usia, jenis kelamin, dan lokasi
miokard yang terkena. Bagi pria usia ≥ 4 0 tahun, STEMI ditegakkan jika diperoleh elevasi
segmen ST di V1-V3 ≥ 2 mm dan ≥ 2,5 mm bagi pasien berusia < 40 tahun (Tedjasukmana,
2010). ST elevasi terjadi dalam beberapa menit dan dapat berlangsung hingga lebih dari 2
minggu (Antman, 2005). STEMI memerlukan tindakan revaskularisasi untuk mengembalikan
aliran darah dan reperfusi miokard secepatnya; secara medikamentosa menggunakan agen
fibrinolitik atau secara mekanis, intervensi koroner perkutan primer. Inisiasi tatalaksana
revaskularisasi tidak memerlukan menunggu hasil peningkatan marka jantung.

3. Pada Angina Pektoris tidak stabil marka jantung tidak meningkat secara bermakna. Pada
sindroma koroner akut, nilai ambang untuk peningkatan CK-MB yang abnormal adalah
beberapa unit melebihi nilai normal atas (upper limits of normal, ULN). Jika pemeriksaan
EKG awal tidak menunjukkan kelainan (normal) atau menunjukkan kelainan yang
nondiagnostik sementara angina masih berlangsung, maka pemeriksaan diulang 10-20 menit
kemudian. Jika ulangan EKG tetap menunjukkan gambaran nondiagnostik sementara keluhan
angina sangat sugestif SKA, maka pasien dipantau selama 12-24 jam. EKG diulang tiap
6 jam dan setiap terjadi angina berulang . Sedangkan Angina Pektoris tidak stabil dan
NSTEMI dibedakan berdasarkan kejadian infark miokard yang ditandai dengan peningkatan
marka jantung. Marka jantung yang lazim digunakan adalah Troponin I/T atau CK-MB. Bila
hasil pemeriksaan biokimia marka jantung terjadi peningkatan bermakna, maka diagnosis
menjadi Infark Miokard Akut Segmen ST Non Elevasi (Non ST-Elevation Myocardial
Infarction, NSTEMI).

Infark miokard berdasarkan lokasi infark,nyeri dan arteri yang tersumbat Kaligis (2012) :
Perdarahan Arteri Koroner Kaligis (2012) :

Lokasi EKG Nyeri Arteri

Anterior Elevasi segmen ST pada Pusat RCA/LAD cabang


lead V3 -V4, perubahan diagonal
resiprokal (depresi ST)
pada lead II, III, aVF.

Inferior Elevasi segmen T pada Epigastrium RCA cabang acute


lead II, III, aVF, marginal
perubahan resiprokal
(depresi ST) V1 – V6, I,
aVL.

Inferolateral Elevasi segmen ST Epigastrium RCA cabang acute


dan/atau gelombang Q marginal
di II, III, aVF, dan V5-
V6 (kadang-kadang I
dan aVL).

Lateral Elevasi segmen ST pada Pusat, Substernal LCX/RCA cabang


I, aVL, V5 – V6. PDA

Anterolateral Elevasi segmen ST Pusat, Substernal LAD cabang


dan / atau gelombang Q diagonal
di V1-V6 dan I dan aVL

Posterior Perubahan resiprokal Pusat, Substernal, LCX / RCA cabang


(depresi ST) pada II, III, punggung posterior
aVF, terutama
gelombang R pada V1 –
V2.

Septal V1 dan V2 Pusat, Substernal LAD cabang septal

Inferoseptal Elevasi segmen ST Epigastrium PDA/LAD cabang


dan / atau gelombang Q septal
di II, III, aVF, V1-V3

Anteroseptal V1, V2, V3 kadang V4 Pusat, Substernal LAD cabang septal

Apical V3, V4, atau keduanya Epigastrium, Substernal PDA

Extensive I, AVL, V1-V6 Pusat, Substernal RCA/LAD cabang


anterior diagonal
1. Arteri Koroner Kiri Utama/Left Main(LM)
Arteri koroner kiri utama yang lebih popular dengan sebutan Left Main (LM), keluar
dari sinus aorta kiri; kemudian segera bercabang-cabang dua menjadi arteri Left
Anterior Descending (LAD) dan Left Circumflex (LCX). Arteri LM berjalan diantara
alur keluar ventrikel kanan (right ventricle outflow tract) yang terletak didepannya,
dan atrium kiri dibelakangnya; baru kemudian bercabang menjadi arteri LAD dan
arteri LCX (Kaligis, 2012).
2. Arteri Left Anterior Descending (LAD)
Arteri LAD berjalan di parit interventrikular depan sampai ke apeks jantung,
mensuplai: bagian depan septum melalui cabang-cabang septal dan bagian depan
ventricular kiri melalui cabang-cabang diagonal, sebahagian besar ventrikel kiri dan
juga berkas Atrioventrikular. Cabang-cabang diagonal keluar dari arteri LAD dan
berjalan menyamping mensuplai dinding antero lateral ventrikel kiri; cabang diagonal
bisa lebih dari satu (Kaligis, 2012).
3. Arteri Left Circumflex (LCX)
Arteri LCX berjalan di dalam parit atrioventrikular kiri diantara atrium kiri dan
ventrikel kiri dan memperdarahi dinding samping ventrikel kiri melalui cabang-
cabang obtuse marginal yang bisa lebih dari satu (M₁, M₂ dst). Pada umumnya arteri
LCX berakhir sebagai cabang obtuse marginal, namun pada 10% kasus yang
mempunyai sirkulasi dominan kiri maka arteri LCX juga mensuplai cabang “posterior
descending arteri” (PDA) (Kaligis, 2012)
4. Arteri Koroner Kanan/Right Coronary Artery (RCA)
Arteri koroner kanan keluar dari sinus aorta kanan dan berjalan didalam parit
atrioventrikular kanan diantara atrium kanan dan ventrikel kanan menuju ke bagian
bawah dari septum. Pada 50-60% kasus, cabang pertama dari RCA adalah cabang
conus yang kecil yang mensuplai alur keluar ventrikel kanan. Pada 20-30% kasus,
cabang conus muncul langsung dari aorta. Cabang sinus node pada 60% kasus keluar
sebagai cabang kedua dari RCA dan berjalan ke belakang mensuplai SA node.
Cabang-cabang berikutnya adalah cabang-cabang yang berjalan diagonal dan
mengarah ke depan dan mensuplai dinding depan ventrikel kanan. Selanjutnya adalah
cabang acute marginal (AM) dan berjalan ditepi ventrikel kanan diatas diafragma.
RCA berlanjut kebelakang berjalan didalam parit atrioventrikular dan bercabang arteri
AV node.Pada 65% kasus, cabang Posterior Descending Artery (PDA) keluar dari
RCA (sirkulasidominan kanan). Cabang PDA mensuplai dinding bawah ventricular
kiri dan bagian bawah septum (Kaligis, 2012).
5. Vena koroner
Sebagian besar darah vena disalurkan melalui pembuluh vena yang berjalan
berdampingan dengan arteri koroner. Vena kardiak bermuara di sinus koronarius yaitu
suatu vena besar yang berakhir di atrium kanan. Sebagian kecildarah dari sirkulasi
koroner datang langsung dari otot jantung melalui vena-vena kecil dan disalurkan
langsung ke dalam ke empat ruang jantung (Kaligis, 2012).
6. Vena Kardiak Besar (Great Cardiac Vein/Vena Cordis Magna)
Bermula di apeks jantung dan naik sepanjang parit interventrikular depan,
berdampingan dengan arteri LAD, kemudian belok ke kiri ke dalam parit
atrioventrikular, berjalan disamping arteri LCX. Great Cardiac Vein juga menampung
darah dari atrium kiri (Kaligis, 2012).
7. Sinus koronarius
Berjalan ke kanan di dalam parit atrioventrikular. Berakhir di dinding belakang atrium
kanan, diantara pangkal vena cava inferior dan celah atrioventrikular dan menerima
darah vena kardiak sedang dan kecil (Kaligis, 2012).
8. Vena Kardiak Sedang dan Kecil ( Middle Cardiac Vein dan Small Cardiac Vein/Vena
Cordis Parva)
Vena kardiak sedang berjalan didalam parit interventrikular belakang dan vena
kardiak kecil berjalan di parit atrioventrikular berdampingan dengan RCA (Kaligis,
2012).
9. Vena Posterior Ventrikel Kiri
Vena ini berakhir di sisi samping ventrikel kiri dan masuk ke dalam sinus koronarius

D. Komplikasi
Farissa (2012) :
1. Disfungsi Ventrikular
Ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk ukuran, dan ketebalan pada
segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodelling
ventricular yang sering mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam
hitungan bulan atau 16 tahun pasca infark. Pembesaran ruang jantung secara
keseluruhan yang terjadi dikaitkan dengan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi
terbesar pasca infark pada apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan
hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih
buruk.
2. Gangguan Hemodinamik
Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di rumah
sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi dengan tingkat
gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya.
3. Syok kardiogenik
Syok kardiogenik ditemukan pada saat masuk (10%), sedangkan 90% terjadi selama
perawatan. Biasanya pasien yang berkembang menjadi syok kardiogenik mempunyai
penyakit arteri koroner multivesel. Aliran darah ke arteri koroner berkurang, sehingga
asupan oksigen ke jantung menurun, yang pada gilirannya meningkatkan iskemia dan
penurunan lebih lanjut kemampuan jantung untuk memompa, akhirnya terjadilah
lingkaran setan.
4. Infark ventrikel kanan
Infark ventrikel kanan menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan yang berat (distensi
vena jugularis, tanda Kussmaul, hepatomegali) dengan atau tanpa hipotensi.
5. Aritmia paska STEMI
Mekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidakseimbangan sistem saraf autonom,
gangguan elektrolit, iskemi, dan perlambatan konduksi di zona iskemi miokard.
6. Ekstrasistol ventrikel
Depolarisasi prematur ventrikel sporadis terjadi pada hampir semua pasien STEMI
dan tidak memerlukan terapi. Obat penyekat beta efektif dalam mencegah aktivitas
ektopik ventrikel pada pasien STEMI.
7. Takikardia dan fibrilasi ventrikel Takikardi dan fibrilasi ventrikel dapat terjadi tanpa
bahaya aritmia sebelumnya dalam 24 jam pertama.
8. Fibrilasi atrium
9. Aritmia supraventrikular
10. Asistol ventrikel
11. Bradiaritmia dan Blok
12. Komplikasi Mekanik
Ruptur muskulus papilaris, ruptur septum ventrikel, ruptur dinding ventrikel.
E. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Sargowo et al, (2010)
1. Test Darah
Selama serangan, sel-sel otot jantung mati dan pecah sehingga protein-protein
tertentu keluar masuk aliran darah
a. Troponin T & I
merupakan protein merupakan tanda paling spesifik cedera otot jantung, terutama
Troponin T (TnT) karena sudah dapat terdeteksi 3-4 jam pasca kerusakan miokard
dan masih tetap tinggi dalam serum selama 1-3 minggu. Pengukuran serial enzim
jantung diukur setiap selama tiga hari pertama; peningkatan bermakna jika nilainya 2
kali batas tertinggi nilai normal.
b. LDH (Laktat Dehidrogenisasi)
LDH merupakan enzim yang ditemukan pada sel yang bermetabolisme dan
produksi meningkat saat sel rusak. Pemeriksaan LDH dapat dilakukan untuk
mendeteksi adanya infark miokard jika keluhan pasien sudah terjadi lebih lama yaitu
setelah 24 jam karena LDH masih dapat dideteksi sampai dengan 2 minggu. Isoenzim
LDH lebih spesifik (LDH1 dan LDH2 ditemukan pada jantung, ginjal, otak dan sel
darah merah) dibandingkan CPK-MB akan tetapi masih kalah akurat dengan nilai
Troponin, terutama Troponin T. Seperti yang kita ketahui bahwa ternyata isoenzim
CPK-MB maupun LDH selain ditemukan pada otot jantung juga bisa ditemukan pada
otot skeletal.
c. CPK-MB/CPK
CK-MB terlepas dalam sirkulasi setelah IMA; paling cepat terdeteksi 3-4 jam
setelah onset gejala dan tetap meningkat kira-kira 65 jam pasca infark.
d. AST/SGOT
Meningkat ( kurang nyata/khusus ) terjadi dalam 6-12 jam, memuncak dalam
24 jam, kembali normal dalam 3 atau 4 hari. Keterbatasan AST adalah spesifisitasnya
yang rendah terhadap otot jantung, karena peningkatan kadarnya juga ditemukan pada
kerusakan hati, otot skeletal, paru atau ginjal.
e. Myosin Light Chains (MLC)
Miosin merupakan
protein sangat besar dan tidak larut yang terikat pada sarkomer dan tidak berdifusi
keluar dari sel yang utuh. Peningkatan MLC terjadi pada 3-6 jam setelah timbulnya
nyeri dada karena lepasnya MLC bebas sitosolik. Waktu paruh dalam plasma adalah
75 menit dan peningkatan akan terjadi selama 10 hari, menunjukkan adanya pelepasan
berkelanjutan dari MLC pada miofilamen yang mengalami infark hasil dari degradasi
proteolitik atau disosiasi asam molekul miosin. Puncaknya terjadi pada hari ke-4
setelah onset nyeri. Keparahan klinik dan mortalitas berkorelasi positif dengan nilai
puncak MLC setelah infark.
f. Oronary Angiography
Coronary angiography merupakan pemeriksaan khusus dengan sinar x pada
jantung dan pembuluh darah. Sering dilakukan selama serangan untuk menemukan
letak sumbatan pada arteri koroner. Dokter memasukan kateter melalui arteri pada
lengan atau paha menujua jantung. Prosedur ini dinamakan kateterisasi jantung, yang
merupakan bagian dari angiografi koroner Zat kontras yang terlihat melalui sinar x
diinjeksikan melalui ujung kateter pada aliran darah. Zat kontras itu memungkinkan
untuk mengetahui aliran darah yang melewati pembuluh darah dan jantung. Jika
ditemukan sumbatan, tindakan lain yang dinamakan angioplasty, dpat dilakukan
untuk memulihkan aliran darah pada arteri tersebut. Kadang-kadang akan
ditempatkan stent (pipa kecil yang berpori) dalam arteri untuk menjaga arteri tetap
terbuka.

Petanda Waktu mulai Waktu puncak Waktu normal Pola pengambilan


meningkat

Mioglobin (17,8) 1-4 jam 6-7 jam 24 jam Sering, tiap 1-2 jam

MLC (19,27) 6-12 jam 2-4 hari 6-12 hari Sekali, > 12 jam

CtnI (23,5) 3-12 jam 24 jam 5-10 hari Sekali, > 12 jam

CTnT (37) 3-12 jam 12jam-2 hari 5-14 hari Sekali, > 12 jam

CK-MB (86) 3-12 jam 24 jam 48-72 jam 3 x tiap 12 jam

Enolase (90) 6-10 jam 24 jam 48 jam 3 x tiap 12 jam

LDH (135) 10 jam 24-48 jam 10-14 hari Sekali, > 24 jam

MHC (400) 48 jam 5-6 hari 14 hari Sekali, > 2 hari

E. Penatalaksanaan Akut Miokard Infark (AMI)

Tujuan dari penanganan pada infark miokard adalah menghentikan perkembangan serangan
jantung, menurunkan beban kerja jantung (memberikan kesempatan untuk penyembuhan) dan
mencegah komplikasi lebih lanjut.Berikut ini adalah penanganan yang dilakukan pada pasien
dengan AMI:

1. Berikan oksigen meskipun kadar oksigen darah normal. Persediaan oksigen yang
melimpah untuk jaringan, dapat menurunkan beban kerja jantung. Oksigen yang
diberikan 5-6 L /menit melalui binasal kanul.

2. Pasang monitor kontinyu EKG segera, karena aritmia yang mematikan dapat terjadi
dalam jam-jam pertama pasca serangan.

3. Pasien dalam kondisi bedrest untuk menurunkan kerja jantung sehingga mencegah
kerusakan otot jantung lebih lanjut. Mengistirahatkan jantung berarti memberikan
kesempatan kepada sel-selnya untuk memulihkan diri.
4. Pemasangan IV line untuk memudahkan pemberian obat-obatan dan nutrisi yang
diperlukan. Pada awal-awal serangan pasien tidak diperbolehkan mendapatkan asupan
nutrisi melalui mulut karena akan meningkatkan kebutuhan tubuh terhadap oksigen
sehingga bisa membebani jantung.

5. Pasien yang dicurigai atau dinyatakan mengalami infark seharusnya mendapatkan


aspirin (antiplatelet) untuk mencegah pembekuan darah. Sedangkan bagi pasien yang
elergi terhadap aspirin dapat diganti dengan clopidogrel.

6. Nitroglycerin dapat diberikan untuk menurunkan beban kerja jantung dan


memperbaiki aliran darah yang melalui arteri koroner. Nitrogliserin juga dapat
membedakan apakah ia Infark atau Angina, pada infark biasanya nyeri tidak hilang
dengan pemberian nitrogliserin.

7. Morphin merupakan anti nyeri narkotik paling poten, akan tetapi sangat mendepresi
aktivitas pernafasan, sehingga tidak boleh digunakan pada pasien dengan riwayat
gangguan pernafasan. Sebagai gantinya maka digunakan petidin.

8. Pada prinsipnya jika mendapatkan korban yang dicurigai mendapatkan serangan


jantung, segera hubungi 118 untuk mendapatkan pertolongan segera. Karena
terlambat 1-2 menit saja nyawa korban mungkin tidak terselamatkan lagi

 Obat-obatan yang digunakan pada pasien dengan AMI diantaranya:

1. Obat-obatan trombolitik

Obat-obatan ini ditujukan untuk memperbaiki kembali airan darah pembuluh darah
koroner, sehingga referfusi dapat mencegah kerusakan miokard lebih lanjut. Obat-obatan ini
digunakan untuk melarutkan bekuan darah yang menyumbat arteri koroner. Waktu paling
efektif dalam pemberiannya adalah 1 jam setelah timbul gejala pertama dan tidak boleh lebih
dari 12 jam pasca serangan. Selain itu tidak boleh diberikan pada pasien diatas 75 tahun
Contohnya adalah streptokinase.

2. Beta Blocker

Obat-obatan ini menurunkan beban kerja jantung. Bisa juga digunakan untuk
mengurangi nyeri dada atau ketidaknyamanan dan juga mencegah serangan jantung
tambahan. Beta bloker juga bisa digunakan untuk memperbaiki aritmia. Terdapat dua jenis
yaitu cardioselective (metoprolol, atenolol, dan acebutol) dan non-cardioselective
(propanolol, pindolol, dan nadolol)

3. Angiotensin-Converting Enzyme (ACE) Inhibitors

Obat-obatan ini menurunkan tekanan darah dan mengurangi cedera pada otot jantung.
Obat ini juga dapat digunakan untuk memperlambat kelemahan pada otot jantung. Misalnya
captropil.

4. Obat-obatan antikoagulan

Obat- obatan ini mengencerkan darah dan mencegah pembentukan bekuan darah pada
arteri. Missal: heparin dan enoksaparin.

7. Obat-obatan Antiplatelet

Obat-obatan ini (misal aspirin dan clopidogrel) menghentikan platelet untuk membentuk
bekuan yang tidak diinginkan.

 Jika obat-obatan tidak mampu menangani/menghentikan serangan jantung, maka


dapat dilakukan tindakan medis, yaitu antara lain :

1. Angioplasti

Tindakan non-bedah ini dapat dilakukan dengan membuka arteri koroner yang
tersumbat oleh bekuan darah. Selama angioplasty kateter dengan balon pada ujungnya
dimasukan melalui pembuluh darah menuju arteri koroner yang tersumbat. Kemudian balon
dikembangkan untuk mendorong plak melawan dinding arteri. Melebarnya bagian dalam
arteri akan mengembalikan aliran darah.Pada angioplasti, dapat diletakan tabung kecil (stent)
dalam arteri yang tersumbat sehingga menjaganya tetap terbuka. Beberapa stent biasanya
dilapisi obat-obatan yang mencegah terjadinya bendungan ulang pada arteri.

3. CABG (Coronary Artery Bypass Grafting)

Merupakan tindakan pembedahan dimana arteri atau vena diambil dari bagian tubuh lain
kemudian disambungkan untuk membentuk jalan pintas melewati arteri koroner yang
tersumbat. Sehingga menyediakan jalan baru untuk aliran darah yang menuju sel-sel otot
jantung.
4. Setelah pasien kembali ke rumah maka penanganan tidak berhenti, terdapat beberapa hal
yang perlu diperhatikan seperti:

 Mematuhi manajemen terapi lanjutan dirumah baik berupa obat-obatan maupun


mengikuti program rehabilitasi.

 Melakukan upaya perubahan gaya hidup sehat yang bertujuan untuk menurunkan
kemungkinan kekambuhan, misalnya antara lain: menghindari merokok, menurunkan
BB, merubah dit, dan meningatkan aktivitas fisik

DAFTAR PUSTAKA
Alpert, J.S., Kristian, T., MD, Allan S. J., Harvey D.W., 2010. A Universal Definition
of Myocardial Infarction for the Twenty-First Century. Diakses pada tanggal 18
November 2016 di http://www.medscape.com/viewarticle/716457

Brown, T.C. 2006. Penyakit Aterosklerotik Koroner. Dalam: Price, S.A., William,
L.M., ed. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC

Antman, E.M., Braunwald, E., 2005. ST-Segment Elevation Myocardial Infarction. USA:
McGraw-Hill
Dorland, W.A.N., 2002. Kamus Besar Kedokteran Dorland. Edisi 1. Jakarta: EGC
Muhammad, G.R. 2015. Infark Miokard Akut. Diakses pada tanggal 18 November 2016 di
http://eprints.undip.ac.id/46705/3/BAB_2.pdf
Farissa Inne Pratiwi. 2012. Komplikasi Pada Pasien Infark Miokard Akut St-Elevasi (Stemi)
Yang Mendapat Maupun Tidak Mendapat Terapi Reperfusi. Diakses pada tanggal 22
November 2016 melalui prints.undip.ac.id/37555/1/Inne_Pratiwi_F.G2A008097.KTI.pdf

Kaligis. 2012. Perdarahan Arteri Koroner. Diunduh pada tanggal 22 November 2016 dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56379/4/Chapter%20II.pdf

Santoso, M., Setiawan, T., 2005. Penyakit Jantung Koroner. Cermin Dunia Kedokteran.
Diakses pada tanggal 18 November 2016 di http://ojs.lib.unair.ac.id/index.php/CDK
/article/view/2860

Sargowo, Djanggan., Samsu, Nur. 2010. Sensitivitas dan Spesifisitas Troponin T dan I pada
Diagnosis Infark Miokard Akut. Majalah Kedokteran Indonesia, Vol 57 (10). 363-372

Perhimpunan Dokter Spesialis Kaediovaskular Indonesia (PERKI). 2015. Pedoman


Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi 3. Jakarta : Centra Communications

Obur, R. LAPORAN PENDAHULUAN AKUT MIOKARD INFARK (AMI). 2014. Diakses


pada tanggal 18 November 2016 di LAPORAN PENDAHULUAN AKUT MIOKARD
INFARK (AMI

Anda mungkin juga menyukai