Infark Miokard Kel 1
Infark Miokard Kel 1
A. Definisi
Infark adalah area nekrosis koagulasi pada jaringan akibat iskemia lokal, disebabkan oleh
obstruksi sirkulasi ke daerah tersebut, paling sering karena trombus atau embolus (Dorland,
2002). Sedangkan menurut Udijanti (2010) infark Miokard adalah suatu keadaan infark atau
nekrosis otot jantung karena kurangnya suplai darah dan oksigen pada miokard
( ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen miokard)
Infark Miokard Akut (IMA) merupakan gangguan aliran darah ke jantung yang
menyebabkan sel otot jantung mengalami hipoksia. Pembuluh darah koronaria mengalami
penyumbatan sehingga aliran darah yang menuju otot jantung terhenti, kecuali sejumlah kecil
aliran kolateral dari pembuluh darah di sekitarnya. Daerah otot yang sama sekali tidak
mendapat aliran darah atau alirannya sangat sedikit sehingga tidak dapat mempertahankan
fungsi otot jantung, dikatakan mengalami infark (Muhammad, 2015).
Secara garis besar, faktor risiko infark miokard terbagi menjadi dua kelompok
berdasarkan dapat atau tidaknya dimodifikasi (Santoso, 2005 ; Brown, 2006) :
5. Merokok
Merokok meningkatkan resiko terkena penyakit jantung kororner sebesar 50%.
Seorang perokok pasif mempunyai resiko terkena infark miokard. Di Inggris,
sekitar 300.000 kematian karena penyakit kardiovaskuler berhubungan dengan
rokok.
6. Faktor psikososial
Faktor psikososial seperti peningkatan stres kerja, rendahnya dukungan sosial,
personalitas yang tidak simpatik, ansietas dan depresi secara konsisten
meningkatkan resiko terkena aterosklerosis. Stres merangsang sistem
kardiovaskuler dengan dilepasnya catecholamine yang meningkatkan kecepatan
denyut jantung dan pada akhirnya dapat menimbulkan vasokonstriksi pembuluh
darah koronaria.Beberapa ilmuwan mempercayai bahwa stress menghasilkan
suatu percepatan dari proses atherosklerosis pada arteri koroner.
7. Aktivitas fisik
Olah raga secara teratur akan menurunkantekanan darah sistolik, menurunkan
kadar katekolamin di sirkulasi, menurunkan kadarkolesterol dan lemak darah,
meningkatkan kadar HDL lipoprotein, memperbaiki sirkulasi koroner dan
meningkatkan percaya diri.
8. Gaya hidup
Resiko terkena infark miokard meningkat pada pasien yang mengkonsumsi
diet yang rendah serat, kurang vitamin C dan E, dan bahan-bahan
polisitemikal.
Oklusi parsial dari arteri koroner yang menyebabkan area infark tanpa melibatkan
seluruh ketebalan miokardium yang ditandai dengan tidak adanya elevasi segmen ST pada
EKG. Diagnosis Non STEMI ditegakkan jika terdapat angina dan tidak disertai dengan
elevasi segmen ST yangsten. Gambaran EKG pasien Non STEMI beragam, bisa berupa
depresi segmen ST, inversi gelombang T, gelombang T yang datar atau pseudo-normalization,
atau tanpa perubahan EKG saat presentasi. Untuk menegakkan diagnosis Non STEMI, perlu
dijumpai depresi segmen ST ≥ 0,5 mm di V1-V3 dan ≥ 1 mm di sandapan lainnya. Selain itu
dapat juga dijumpai elevasi segmen ST tidak persisten (
Oklusi total dari arteri koroner trombus dari plak atherosklerosis, tidak disertai adanya elevasi
segmen ST pada EKG. Diagnosis STEMI ditegakkan jika ditemukan angina akut disertai area
infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan miokardium yang ditandai dengan elevasi
segmen ST di dua sadapan yang bersebelahan. yang ditandai dengan adanya elevasi segmen
ST Nilai elevasi segmen ST bervariasi, tergantung kepada usia, jenis kelamin, dan lokasi
miokard yang terkena. Bagi pria usia ≥ 4 0 tahun, STEMI ditegakkan jika diperoleh elevasi
segmen ST di V1-V3 ≥ 2 mm dan ≥ 2,5 mm bagi pasien berusia < 40 tahun (Tedjasukmana,
2010). ST elevasi terjadi dalam beberapa menit dan dapat berlangsung hingga lebih dari 2
minggu (Antman, 2005). STEMI memerlukan tindakan revaskularisasi untuk mengembalikan
aliran darah dan reperfusi miokard secepatnya; secara medikamentosa menggunakan agen
fibrinolitik atau secara mekanis, intervensi koroner perkutan primer. Inisiasi tatalaksana
revaskularisasi tidak memerlukan menunggu hasil peningkatan marka jantung.
3. Pada Angina Pektoris tidak stabil marka jantung tidak meningkat secara bermakna. Pada
sindroma koroner akut, nilai ambang untuk peningkatan CK-MB yang abnormal adalah
beberapa unit melebihi nilai normal atas (upper limits of normal, ULN). Jika pemeriksaan
EKG awal tidak menunjukkan kelainan (normal) atau menunjukkan kelainan yang
nondiagnostik sementara angina masih berlangsung, maka pemeriksaan diulang 10-20 menit
kemudian. Jika ulangan EKG tetap menunjukkan gambaran nondiagnostik sementara keluhan
angina sangat sugestif SKA, maka pasien dipantau selama 12-24 jam. EKG diulang tiap
6 jam dan setiap terjadi angina berulang . Sedangkan Angina Pektoris tidak stabil dan
NSTEMI dibedakan berdasarkan kejadian infark miokard yang ditandai dengan peningkatan
marka jantung. Marka jantung yang lazim digunakan adalah Troponin I/T atau CK-MB. Bila
hasil pemeriksaan biokimia marka jantung terjadi peningkatan bermakna, maka diagnosis
menjadi Infark Miokard Akut Segmen ST Non Elevasi (Non ST-Elevation Myocardial
Infarction, NSTEMI).
Infark miokard berdasarkan lokasi infark,nyeri dan arteri yang tersumbat Kaligis (2012) :
Perdarahan Arteri Koroner Kaligis (2012) :
D. Komplikasi
Farissa (2012) :
1. Disfungsi Ventrikular
Ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk ukuran, dan ketebalan pada
segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodelling
ventricular yang sering mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam
hitungan bulan atau 16 tahun pasca infark. Pembesaran ruang jantung secara
keseluruhan yang terjadi dikaitkan dengan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi
terbesar pasca infark pada apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan
hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih
buruk.
2. Gangguan Hemodinamik
Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di rumah
sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi dengan tingkat
gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya.
3. Syok kardiogenik
Syok kardiogenik ditemukan pada saat masuk (10%), sedangkan 90% terjadi selama
perawatan. Biasanya pasien yang berkembang menjadi syok kardiogenik mempunyai
penyakit arteri koroner multivesel. Aliran darah ke arteri koroner berkurang, sehingga
asupan oksigen ke jantung menurun, yang pada gilirannya meningkatkan iskemia dan
penurunan lebih lanjut kemampuan jantung untuk memompa, akhirnya terjadilah
lingkaran setan.
4. Infark ventrikel kanan
Infark ventrikel kanan menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan yang berat (distensi
vena jugularis, tanda Kussmaul, hepatomegali) dengan atau tanpa hipotensi.
5. Aritmia paska STEMI
Mekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidakseimbangan sistem saraf autonom,
gangguan elektrolit, iskemi, dan perlambatan konduksi di zona iskemi miokard.
6. Ekstrasistol ventrikel
Depolarisasi prematur ventrikel sporadis terjadi pada hampir semua pasien STEMI
dan tidak memerlukan terapi. Obat penyekat beta efektif dalam mencegah aktivitas
ektopik ventrikel pada pasien STEMI.
7. Takikardia dan fibrilasi ventrikel Takikardi dan fibrilasi ventrikel dapat terjadi tanpa
bahaya aritmia sebelumnya dalam 24 jam pertama.
8. Fibrilasi atrium
9. Aritmia supraventrikular
10. Asistol ventrikel
11. Bradiaritmia dan Blok
12. Komplikasi Mekanik
Ruptur muskulus papilaris, ruptur septum ventrikel, ruptur dinding ventrikel.
E. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Sargowo et al, (2010)
1. Test Darah
Selama serangan, sel-sel otot jantung mati dan pecah sehingga protein-protein
tertentu keluar masuk aliran darah
a. Troponin T & I
merupakan protein merupakan tanda paling spesifik cedera otot jantung, terutama
Troponin T (TnT) karena sudah dapat terdeteksi 3-4 jam pasca kerusakan miokard
dan masih tetap tinggi dalam serum selama 1-3 minggu. Pengukuran serial enzim
jantung diukur setiap selama tiga hari pertama; peningkatan bermakna jika nilainya 2
kali batas tertinggi nilai normal.
b. LDH (Laktat Dehidrogenisasi)
LDH merupakan enzim yang ditemukan pada sel yang bermetabolisme dan
produksi meningkat saat sel rusak. Pemeriksaan LDH dapat dilakukan untuk
mendeteksi adanya infark miokard jika keluhan pasien sudah terjadi lebih lama yaitu
setelah 24 jam karena LDH masih dapat dideteksi sampai dengan 2 minggu. Isoenzim
LDH lebih spesifik (LDH1 dan LDH2 ditemukan pada jantung, ginjal, otak dan sel
darah merah) dibandingkan CPK-MB akan tetapi masih kalah akurat dengan nilai
Troponin, terutama Troponin T. Seperti yang kita ketahui bahwa ternyata isoenzim
CPK-MB maupun LDH selain ditemukan pada otot jantung juga bisa ditemukan pada
otot skeletal.
c. CPK-MB/CPK
CK-MB terlepas dalam sirkulasi setelah IMA; paling cepat terdeteksi 3-4 jam
setelah onset gejala dan tetap meningkat kira-kira 65 jam pasca infark.
d. AST/SGOT
Meningkat ( kurang nyata/khusus ) terjadi dalam 6-12 jam, memuncak dalam
24 jam, kembali normal dalam 3 atau 4 hari. Keterbatasan AST adalah spesifisitasnya
yang rendah terhadap otot jantung, karena peningkatan kadarnya juga ditemukan pada
kerusakan hati, otot skeletal, paru atau ginjal.
e. Myosin Light Chains (MLC)
Miosin merupakan
protein sangat besar dan tidak larut yang terikat pada sarkomer dan tidak berdifusi
keluar dari sel yang utuh. Peningkatan MLC terjadi pada 3-6 jam setelah timbulnya
nyeri dada karena lepasnya MLC bebas sitosolik. Waktu paruh dalam plasma adalah
75 menit dan peningkatan akan terjadi selama 10 hari, menunjukkan adanya pelepasan
berkelanjutan dari MLC pada miofilamen yang mengalami infark hasil dari degradasi
proteolitik atau disosiasi asam molekul miosin. Puncaknya terjadi pada hari ke-4
setelah onset nyeri. Keparahan klinik dan mortalitas berkorelasi positif dengan nilai
puncak MLC setelah infark.
f. Oronary Angiography
Coronary angiography merupakan pemeriksaan khusus dengan sinar x pada
jantung dan pembuluh darah. Sering dilakukan selama serangan untuk menemukan
letak sumbatan pada arteri koroner. Dokter memasukan kateter melalui arteri pada
lengan atau paha menujua jantung. Prosedur ini dinamakan kateterisasi jantung, yang
merupakan bagian dari angiografi koroner Zat kontras yang terlihat melalui sinar x
diinjeksikan melalui ujung kateter pada aliran darah. Zat kontras itu memungkinkan
untuk mengetahui aliran darah yang melewati pembuluh darah dan jantung. Jika
ditemukan sumbatan, tindakan lain yang dinamakan angioplasty, dpat dilakukan
untuk memulihkan aliran darah pada arteri tersebut. Kadang-kadang akan
ditempatkan stent (pipa kecil yang berpori) dalam arteri untuk menjaga arteri tetap
terbuka.
Mioglobin (17,8) 1-4 jam 6-7 jam 24 jam Sering, tiap 1-2 jam
MLC (19,27) 6-12 jam 2-4 hari 6-12 hari Sekali, > 12 jam
CtnI (23,5) 3-12 jam 24 jam 5-10 hari Sekali, > 12 jam
CTnT (37) 3-12 jam 12jam-2 hari 5-14 hari Sekali, > 12 jam
LDH (135) 10 jam 24-48 jam 10-14 hari Sekali, > 24 jam
Tujuan dari penanganan pada infark miokard adalah menghentikan perkembangan serangan
jantung, menurunkan beban kerja jantung (memberikan kesempatan untuk penyembuhan) dan
mencegah komplikasi lebih lanjut.Berikut ini adalah penanganan yang dilakukan pada pasien
dengan AMI:
1. Berikan oksigen meskipun kadar oksigen darah normal. Persediaan oksigen yang
melimpah untuk jaringan, dapat menurunkan beban kerja jantung. Oksigen yang
diberikan 5-6 L /menit melalui binasal kanul.
2. Pasang monitor kontinyu EKG segera, karena aritmia yang mematikan dapat terjadi
dalam jam-jam pertama pasca serangan.
3. Pasien dalam kondisi bedrest untuk menurunkan kerja jantung sehingga mencegah
kerusakan otot jantung lebih lanjut. Mengistirahatkan jantung berarti memberikan
kesempatan kepada sel-selnya untuk memulihkan diri.
4. Pemasangan IV line untuk memudahkan pemberian obat-obatan dan nutrisi yang
diperlukan. Pada awal-awal serangan pasien tidak diperbolehkan mendapatkan asupan
nutrisi melalui mulut karena akan meningkatkan kebutuhan tubuh terhadap oksigen
sehingga bisa membebani jantung.
7. Morphin merupakan anti nyeri narkotik paling poten, akan tetapi sangat mendepresi
aktivitas pernafasan, sehingga tidak boleh digunakan pada pasien dengan riwayat
gangguan pernafasan. Sebagai gantinya maka digunakan petidin.
1. Obat-obatan trombolitik
Obat-obatan ini ditujukan untuk memperbaiki kembali airan darah pembuluh darah
koroner, sehingga referfusi dapat mencegah kerusakan miokard lebih lanjut. Obat-obatan ini
digunakan untuk melarutkan bekuan darah yang menyumbat arteri koroner. Waktu paling
efektif dalam pemberiannya adalah 1 jam setelah timbul gejala pertama dan tidak boleh lebih
dari 12 jam pasca serangan. Selain itu tidak boleh diberikan pada pasien diatas 75 tahun
Contohnya adalah streptokinase.
2. Beta Blocker
Obat-obatan ini menurunkan beban kerja jantung. Bisa juga digunakan untuk
mengurangi nyeri dada atau ketidaknyamanan dan juga mencegah serangan jantung
tambahan. Beta bloker juga bisa digunakan untuk memperbaiki aritmia. Terdapat dua jenis
yaitu cardioselective (metoprolol, atenolol, dan acebutol) dan non-cardioselective
(propanolol, pindolol, dan nadolol)
Obat-obatan ini menurunkan tekanan darah dan mengurangi cedera pada otot jantung.
Obat ini juga dapat digunakan untuk memperlambat kelemahan pada otot jantung. Misalnya
captropil.
4. Obat-obatan antikoagulan
Obat- obatan ini mengencerkan darah dan mencegah pembentukan bekuan darah pada
arteri. Missal: heparin dan enoksaparin.
7. Obat-obatan Antiplatelet
Obat-obatan ini (misal aspirin dan clopidogrel) menghentikan platelet untuk membentuk
bekuan yang tidak diinginkan.
1. Angioplasti
Tindakan non-bedah ini dapat dilakukan dengan membuka arteri koroner yang
tersumbat oleh bekuan darah. Selama angioplasty kateter dengan balon pada ujungnya
dimasukan melalui pembuluh darah menuju arteri koroner yang tersumbat. Kemudian balon
dikembangkan untuk mendorong plak melawan dinding arteri. Melebarnya bagian dalam
arteri akan mengembalikan aliran darah.Pada angioplasti, dapat diletakan tabung kecil (stent)
dalam arteri yang tersumbat sehingga menjaganya tetap terbuka. Beberapa stent biasanya
dilapisi obat-obatan yang mencegah terjadinya bendungan ulang pada arteri.
Merupakan tindakan pembedahan dimana arteri atau vena diambil dari bagian tubuh lain
kemudian disambungkan untuk membentuk jalan pintas melewati arteri koroner yang
tersumbat. Sehingga menyediakan jalan baru untuk aliran darah yang menuju sel-sel otot
jantung.
4. Setelah pasien kembali ke rumah maka penanganan tidak berhenti, terdapat beberapa hal
yang perlu diperhatikan seperti:
Melakukan upaya perubahan gaya hidup sehat yang bertujuan untuk menurunkan
kemungkinan kekambuhan, misalnya antara lain: menghindari merokok, menurunkan
BB, merubah dit, dan meningatkan aktivitas fisik
DAFTAR PUSTAKA
Alpert, J.S., Kristian, T., MD, Allan S. J., Harvey D.W., 2010. A Universal Definition
of Myocardial Infarction for the Twenty-First Century. Diakses pada tanggal 18
November 2016 di http://www.medscape.com/viewarticle/716457
Brown, T.C. 2006. Penyakit Aterosklerotik Koroner. Dalam: Price, S.A., William,
L.M., ed. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC
Antman, E.M., Braunwald, E., 2005. ST-Segment Elevation Myocardial Infarction. USA:
McGraw-Hill
Dorland, W.A.N., 2002. Kamus Besar Kedokteran Dorland. Edisi 1. Jakarta: EGC
Muhammad, G.R. 2015. Infark Miokard Akut. Diakses pada tanggal 18 November 2016 di
http://eprints.undip.ac.id/46705/3/BAB_2.pdf
Farissa Inne Pratiwi. 2012. Komplikasi Pada Pasien Infark Miokard Akut St-Elevasi (Stemi)
Yang Mendapat Maupun Tidak Mendapat Terapi Reperfusi. Diakses pada tanggal 22
November 2016 melalui prints.undip.ac.id/37555/1/Inne_Pratiwi_F.G2A008097.KTI.pdf
Kaligis. 2012. Perdarahan Arteri Koroner. Diunduh pada tanggal 22 November 2016 dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56379/4/Chapter%20II.pdf
Santoso, M., Setiawan, T., 2005. Penyakit Jantung Koroner. Cermin Dunia Kedokteran.
Diakses pada tanggal 18 November 2016 di http://ojs.lib.unair.ac.id/index.php/CDK
/article/view/2860
Sargowo, Djanggan., Samsu, Nur. 2010. Sensitivitas dan Spesifisitas Troponin T dan I pada
Diagnosis Infark Miokard Akut. Majalah Kedokteran Indonesia, Vol 57 (10). 363-372