Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di negara Indonesia sistem rujukan kesehatan telah dirumuskan
dalam Permenkes No. 01 tahun 2012. Sistem rujukan pelayanan
kesehatan merupakan penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang
mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab timbal balik
pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun
horisontal.
Notoatmodjo (2008) mendefinisikan sistem rujukan sebagai suatu
sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan
pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap satu kasus penyakit
atau masalah kesehatan secara vertikel (antar unit-unit yang setingkat
kemampuannya). Sederhananya, sistem rujukan mengatur darimana
dan harus kemana seseorang dengan gangguan kesehatan tertentu
memeriksakan keadaan sakitnya.
Sistem rujukan upaya keselamatan adalah suatu sistem jaringan
fasilitas pelayanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya
penyerahan tanggung jawab secara timbal balik atas masalah yang
timbul baik secara certikal (komunikasi inti yang lebih tinggi ke unit
yang lebih rendah) ke fasilitas pelayanan yang lebih kompeten,
terjangkau, rasional dan tidak dibatasi oleh wilayah administrasi
(syafrudin, 2009).

1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian sistem rujukan.
2. Untuk mengetahui rujukan kebidanan.
3. Untuk mengetahui jenis rujukan.
4. Untuk mengetahui tujuan rujukan.
5. Untuk mengetahui manfaat rujukan.

1
6. Untuk mengetahui langkah-langkah rujukan.
7. Untuk mengetahui kegiatan rujukan.
8. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab rujukan.
9. Untuk mengetahui keuntungan sistem rujukan.
10. Untuk mengetahui persiapan rujukan.
11. Untuk mengetahui pelaksanaan rujukan.
12. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan
rujukan pelayanan kesehatan.
13. Untuk mengetahui kasus-kasus dalam sistem rujukan.

1.3 Manfaat
1. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai sistem
rujukan.
2. Sebagai referensi mahasiswa Akper Kesdam IV/Diponegoro.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Sistem Rujukan


Rujukan adalah suatu kondisi yang optimal dan tepat waktu ke
fasilitas rujukan atau fasilitas yang memiliki sarana lebih lengkap yang
diharapkan mampu menyelamatkan jiwa para ibu dan bayi baru lahir
(JNPK-KR, 2012).
Sistem rujukan adalah suatu sistem jaringan fasilitas pelayanan
kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung
jawab secara timbal balik atas masalah yang timbul, baik secara
vertikal maupun horizontal ke fasilitas pelayanan yang lebih
berkompeten, terjangkau, rasional, dan tidak dibatasi oleh wilayah
administrasi ( Syafrudin, 2009).

2.2 Rujukan Kebidanan


Sistem rujukan dalam mekanisme pelayanan obstetri adalah suatu
pelimpahan tanggung jawab timbal-balik atas kasus atau masalah
kebidanan yang timbul baik secara vertikal,maupun horizontal.
Rujukan vertikal,maksudnya adalah rujukan dan komunikasi antara
satu unit ke unit yang telah lengkap. Misalnya dari rumah sakit
kabupaten ke rumah sakit provinsi atau rumah sakit tipe C ke rumah
sakit tipe B yang lebih spesialistik fasilitas dan personalianya. Rujukan
horizontal adalah konsultasi dan komunikasi antar unit yang ada dalam
satu rumah sakit,misalnya antara bagian kebidanan dan bagian ilmu
kesehatan anak (Syafrudin,2009).

3
2.3 Jenis Rujukan
Sistem Kesehatan Nasional membedakannya menjadi dua macam
yakni :
a. Rujukan Kesehatan
Rujukan ini terutama dikaitkan dengan upaya pencegahan
penyakit dan peningkatan derajat kesehatan. Dengan demikian
rujukan kesehatan pada dasarnya berlaku untuk pelayanan
kesehatan masyarakat (public health service). Rujukan kesehatan
dibedakan atas tiga macam yakni rujukan teknologi, sarana, dan
operasional. Rujukan kesehatan yaitu hubungan dalam pengiriman,
pemeriksaan bahan atau specimen ke fasilitas yang lebih mampu
dan lengkap. Ini adalah rujukan uang menyangkut masalah
kesehatan yang sifatnya pencegahan penyakit (preventif) dan
peningkatan kesehatan (promotif). Rujukan ini mencakup rujukan
teknologi, sarana dan opersional.
b. Rujukan Medik
Rujukan ini terutama dikaitkan dengan upaya penyembuhan
penyakit serta pemulihan kesehatan. Dengan demikian rujukan
medik pada dasarnya berlaku untuk pelayanan kedokteran (medical
service). Sama halnya dengan rujukan kesehatan, rujukan medik ini
dibedakan atas tiga macam yakni rujukan penderita, pengetahuan
dan bahan bahan pemeriksaan. Menurut Syafrudin (2009), rujukan
medik yaitu pelimpahan tanggung jawab secara timbal balik atas
satu kasus yang timbul baik secara vertikal maupun horizontal
kepada yang lebih berwenang dan mampu menangani secara
rasional. Jenis rujukan medik antara lain:
1. Transfer of patient
Konsultasi penderita untuk keperluan diagnosis, pengobatan,
tindakan operatif dan lain-lain.
2. Transfer of specimen

4
Pengiriman bahan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium
yang lebih lengkap.
3. Transfer of knowledge / personal.
Pengiriman tenaga yang lebih kompeten atau ahli untuk
meningkatkan mutu layanan setempat.

2.4 Tujuan Rujukan


Tujuan rujukan, yaitu (Syafrudin,2009) :
a. Setiap penderita mendapat perawatan dan pertolongan yang
sebaik-baiknya.
b. Menjalin kerjasama dengan cara pengiriman penderita atau bahan
laboratorium dari unit yang kurang lengkap ke unit yang lengkap
fasilitasnya.
c. Menjalin pelimpahan pengetahuan dan keterampilan (Transfer
knowledge and skill) melalui pendidikan dan latihan antara pusat
pendidikan dan daerah.

2.5 Manfaat Rujukan


Dikutip dari Lestari (2013), Menurut Azwar (1996), beberapa
manfaat yang akan diperoleh ditinjau dari unsur pembentuk pelayanan
kesehatan terlihatsebagai berikut:
a. Sudut pandang pemerintah sebagai penentu kebijakan
Jika ditinjau dari sudut pemerintah sebagai penentu
kebijakan kesehatan (policy maker), manfaat yang akan diperoleh
antara lain membantu penghematan dana, karena tidak perlu
menyediakan berbagai macam peralatan kedokteran pada setiap
sarana kesehatan; memperjelas sistem pelayanan kesehatan,
karena terdapat hubungan kerja antara berbagai sarana kesehatan
yang tersedia; dan memudahkan pekerjaan administrasi, terutama
pada aspek perencanaan.

5
b. Sudut pandang masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan
Jika ditinjau dari sudut masyarakat sebagai pemakai jasa
pelayanan (health consumer), manfaat yang akan diperoleh antara
lain meringankan biaya pengobatan, karena dapat dihindari
pemeriksaan yang sama secara berulang-ulang dan
mempermudah masyarakat dalam mendapatkan pelayanan, karena
diketahui dengan jelas fungsi dan wewenang sarana pelayanan
kesehatan.
c. Sudut pandang kalangan kesehatan sebagai penyelenggara
pelayanan kesehatan.
Jika ditinjau dari sudut kalangan kesehatan sebagai
penyelenggara pelayanan kesehatan (health provider), manfaat
yang diperoleh antara lain memperjelas jenjang karir tenaga
kesehatan dengan berbagai akibat positif lainnya seperti semangat
kerja, ketekunan, dan dedikasi; membantu peningkatan
pengetahuan dan keterampilan yakni melalui kerjasama yang
terjalin; memudahkan dan atau meringankan beban tugas, karena
setiap sarana kesehatan mempunyai tugas dan kewajiban tertentu.

2.6 Langkah-Langkah Rujukan


Langkah-langkah rujukan,yaitu (Syafrudin,2009) :
a. Menentukan kegawatdaruratan penderita
1. Pada tingkat kader atau dukun bayi terlatih ditemukan penderita
yang tidak dapat ditangani sendiri oleh keluarga atau
kader/dukun bayi, maka segera dirujuk ke fasilitas pelayanan
kesehatan yang terdekat,oleh karena itu mereka belum tentu
dapat menerapkan ke tingkat kegawatdaruratan.
2. Pada tingkat bidan desa, puskesmas pembantu dan puskesmas
Tenaga kesehatan yang ada pada fasilitas pelayanan
kesehatan tersebut harus dapat menentukan tingkat
kegawatdaruratan kasus yang ditemui, sesuai dengan

6
wewenang dan tanggung jawabnya, mereka harus menentukan
kasus mana yang boleh ditangani sendiri dan kasus mana yang
harus dirujuk.
b. Menentukan tempat rujukan.
Prinsip dalam menentukan tempat rujukan adalah fasilitas
pelayanan yang mempunyai kewenangan dan fasilitas terdekat
yang termasuk fasilitas pelayanan swasta dengan tidak
mengabaikan kesediaan dan kemampuan penderita.
c. Memberikan informasi kepada penderita dan keluarga.
d. Mengirimkan informasi pada tempat rujukan yang dituju
1. Memberitahukan bahwa akan ada penderita yang dirujuk.
2. Meminta petunjuk apa yang perlu dilakukan dalam rangka
persiapan dan selama dalam perjalanan ke tempat rujukan.
3. Meminta petunjuk dan cara penangan untuk menolong
penderita bila penderita tidak mungkin dikirim.

Dijabarkan persiapan penderita yang harus diperhatikan dalam


melakukan rujukan yaitu dengan melakukan BAKSOKU yang
merupakan singkatan dari (Bidan, Alat, Keluarga, Surat, Obat,
Kenderaan, Uang),(JNPK-KR,2012).
Bidan (B)
Pastikan bahwa ibu dan/atau bayi baru lahir didampingi oleh penolong
persalinan yang kompeten dan memiliki kemampuan untuk
menatalaksanakan kegawatdaruratan obstetri dan bayi baru lahir untuk
dibawa ke fasilitas rujukan.
Alat (A)
Bawa perlengkapan dan bahan-bahan untuk asuhan persalinan, masa
nifas dan bayi baru lahir ( tabung suntik, selang Intra Vena, dan lain-
lain ) bersama ibu ke tempat rujukan. Perlengkapan dan bahan-bahan
tersebut mungkin diperlukan jika ibu melahirkan sedang dalam
perjalanan.

7
Keluarga (K)
Beritahu ibu dan keluarga mengenai kondisi terakhir ibu dan/atau bayi
dan mengapa ibu dan/atau bayi perlu dirujuk. Jelaskan pada mereka
alasan dan keperluan upaya rujukan tersebut. Suami atau anggota
keluarga yang lain harus menemani ibu dan/atau bayi baru lahir ke
tempat rujukan.
Surat (S)
Berikan surat ke tempat rujukan. Surat ini harus memberikan
identifikasi mengenai ibu dan/atau bayi baru lahir, cantumkan alasan
rujukan dan uraikan hasil pemeriksaan, asuhan atau obat-obatan yang
diterima ibu dan/atau bayi baru lahir. Lampirkan partograf kemajuan
persalinan ibu pada saat rujukan.
Obat (O)
Bawa obat-obatan esensial pada saat mengantar ibu ke tempat
rujukan. Obat- obatan mungkin akan diperlukan selama perjalanan.
Kendaraan (K)
Siapkan kendaraan yang paling memungkinkan untuk merujuk ibu
dalam kondisi yang cukup nyaman. Selain itu pastikan bahwa kondisi
kendaraan itu cukup baik untuk. mencapai tempat rujukan dalam waktu
yang tepat.
Uang (U)
Ingatkan pada keluarga agar membawa uang dalam jumlah yang
cukup untuk membeli obat-obatan yang diperiukan dan bahan-bahan
kesehatan lain yang diperiukan selama ibu dan/atau bayi baru lahir
tinggal di fasilitas rujukan.

2.7 Kegiatan Rujukan


Kegiatan rujukan yaitu (Syafrudin,2009) :
a. Rujukan dan pelayanan kebidanan
1. Pengiriman orang sakit dari unit kesehatan kurang lengkap ke
unit yang lebih lengkap.

8
2. Rujukan kasus patologis pada kehamilan, persalinan, dan nifas.
3. Pengiriman kasus masalah reproduksi manusia lainnya seperti
kasus ginekologi atau kontrasepsi yang memerlukan
penanganan spesialis.
4. Pengiriman bahan laboratorium.
5. Jika penderita telah sembuh dan hasil laboratorium telah
selesai, kembalikan dan kirimkan ke unit semula, jika perlu
disertai dengan keterangan yang lengkap.
b. Pelimpahan pengetahuan dan keterampilan.
1. Pengiriman tenaga-tenaga ahli ke daerah untuk memberikan
pengetahuan dan keterampilan melalui ceramah, konsultasi
penderita, diskusi kasus dan demonstrasi operasi.
2. Pengiriman petugas pelayanan kesehatan daerah untuk
menambah pengetahuan dan keterampilan mereka ke rumah
sakit yang lebih lengkap atau rumah sakit pendidikan juga
dengan mengundang tenaga medis dalam kegiatan ilmiah yang
diselenggarakan tingkat provinsi atau instituasi pendidikan.
c. Rujukan informasi medis
1. Membalas secara lengkap data-data medis penderita yang
dikirim dan advis rehabilitas kepada unit yang mengirim.
2. Menjalin kerjasama dalam sistem pelaporan data-data
parameter pelayanan kebidanan, terutama mengenai kematian
maternal dan pranatal. Hal ini sangat berguna untuk
memperoleh angka-angka secara regional dan nasional.

2.8 Faktor-Faktor Penyebab Rujukan


Faktor-faktor penyebab rujukan (JNPK-KR,2007),yaitu :
a. Ketuban pecah dengan mekonium kental.
b. Ketuban pecah pada persalinan kurang bulan (kurang dari 37
Minggu usia kehamilan).
c. Ketuban pecah lama (lebih kurang 24 jam).

9
d. Riwayat seksio sesaria.
e. Ikterus.
f. Perdarahan pervaginam.
g. Anemia berat.
h. Preeklamsia/hipertensi dalam kehamilan.
i. Gawat janin.
j. Kehamilan gameli.

2.9 Keuntungan Sistem Rujukan


Keuntungan dari sistem rujukan, (Pudiastuti,2011) adalah :
a. Pelayanan yang diberikan sedekat mungkin ke tempat pasien
berarti bahwa pertolongan dapat diberikan lebih cepat, murah, dan
secara psikologis memberi rasa aman pada pasien dan
keluarganya.
b. Dengan adanya penataran yang teratur diharapkan pengetahuan
dan keterampilan petugas daerah makin meningkat sehingga makin
banyak kasus yang dapat dikelola di daerahnya masing-masing.
c. Masyarakat desa dapat menikmati tenaga ahli.

2.10 Persiapan Rujukan


Sebelum melakukan persiapan rujukan yang pertama dilihat adalah
mengapa bidan melakukan rujukan. Rujukan bukan suatu kekurangan,
melainkan suatu tanggung jawab yang tinggi dan mendahulukan
kebutuhan masyarakat. Dengan adanya sistem rujukan, diharapkan
dapat meningkatkan pelayanan kesehatan yang lebih bermutu. Bidan
sebagai tenaga kesehatan harus memiliki kesiapan untuk merujuk ibu
atau bayi ke fasilitas kesehatan rujukan secara optimal dan tepat
waktu jika menghadapi penyulit. Yang melatarbelakangi tingginya
kematian ibu dan anak adalah terutama terlambat mencapai fasilitas
pelayanan kesehatan. Jika bidan lalai dalam melakukannya akan
berakibat fatal bagi keselamatan jiwa ibu dan bayi ( Syafrudin, 2009).

10
2.11 Pelaksanaan Rujukan
Pelaksanaan rujukan,yaitu (Pudiastuti,2011):
a. Internal antar petugas di satu rumah.
b. Antara puskesmas pembantu dan puskesmas.
c. Antara masyarakat dan puskesmas.
d. Antara puskesmas dengan puskesmas lainnya.
e. Antara puskesmas dan rumah sakit, laboratorium atau fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya.
f. Antara rumah sakit, laboratorium atau fasilitas pelayanan lain dari
rumah sakit.

2.12 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemanfaatan Rujukan


Pelayanan Kesehatan
Andersen mendeskripsikan model sistem kesehatan merupakan
suatu model kepercayaan kesehatan yang disebut sebagai model
perilaku pemanfaatan pelayanan kesehatan (behavioral model of
helath service utilization). Andersen mengelompokkan faktor
determinan dalam pelayanan kesehatan ke dalam 3 kategori utama,
yaitu: 1) karakteristik predisposisi, 2) karakteristik kemampuan, dan 3)
karakteristik kebutuhan.
a. Karakteristik Predisposisi (Predisposing Characteristics)
Karakterisrik ini digunakan untuk menggambarkan fakta
bahwa setiap individu mempunyai kecenderungan menggunakan
pelayanan kesehatan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan
karena adanya ciri-ciri individu yang digolongkan dalam 3
kelompok, yaitu :
1. Ciri-ciri demografi, seperti: jenis kelamin, umur, dan status
perkawinan.
2. Struktur sosial, seperti: tingkat pendidikan, pekerjaan, hobi, ras,
agama, dan sebagainya.

11
3. Kepercayaan kesehatan (health belief), sperti keyakinan bahwa
pelayanan kesehatan dapat menolong proses penyembuhan
penyakit.
b. Karakteristik Kemampuan (Enabling Characteristics)
Karakteristik kemampuan (enabling characteristics) adalah
sebagai keadaan atau kondisi yang membuat seseorang mampu
untuk melakukan tindakan untuk memenuhi kebutuhannya
terhadap pelayanan kesehatan. Andersen (1975) membaginya ke
dalam 2 golongan, yaitu:
1. Sumber daya keluarga
Yang termasuk sumber daya keluarga adalah penghasilan
keluarga, keikutsertaan dalam asuransi kesehatan, kemampuan
membeli jasa pelayanan kesehatan, dan pengetahuan tentang
informasi pelayanan kesehatan yang dibutuhkan.
2. Sumber daya masyarakat
Yang termasuk sumber daya masyarakat adalah jumlah sarana
pelayanan kesehatan yang ada, jumlah tenaga kesehatan yang
ada, jumlah tenaga kesehatan yang tersedia dalam wilayah
tersebut, rasio penduduk terhadap tenaga kesehatan, dan lokasi
pemukiman penduduk. Asumsi Andersen adalah semakin
banyak sarana dan jumlah tenaga kesehatan maka tingkat
pemanfaatan pelayanna kesehatan suatu masyarkat akan
semakin bertambah
c. Karakteristik Kebutuhan (Need characteristics)
Karakteristik kebutuhan, dalam hal ini merupakan komponen
yang paling langsung berhubungan dengan pemanfaatan
pelayanan kesehatan. Andersen (1975) menggunakan istilah
kesakitan untuk mewakili kebutuhan pelayanan kesehatan.
Penilaian terhadap suatu penyakit merupakan bagian dari faktor
kebutuhan. Penilaian kebutuhan ini dapat dinilai dari dua sumber
yaitu:

12
1. Penilaian individu (perceived Need)
Merupakan penilaian keadaan kesehatan yang dirasakan oleh
individu, besarnya ketakutan terhadap penyakit dan hebatnya
rasa sakit yang diderita.
2. Penilaian klinik (evaluated Need)
Merupakan penilaian beratnya penyakit oleh dokter yang
merwatnya. Hal ini tercermin antara lain dari hasil pemeriksaan
dan penentuan diagnosis penyakit oleh dokter.10

Dikutip dari Ilyas (2006), Zschock menyatakan bahwa ada


beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang menggunakan
pelayanan kesehatan, yaitu :
1. Status Kesehatan, Pendapatan, Pendidikan
Faktor status kesehatan mempunyai hubungan yang erat
dengan penggunaan pelayanan kesehatan meskipun tidak selalu
dmeikian fenomenanya. Artinya, makin tinggi status kesehatan,
maka ada kecenderungan orang tersebut banyak menggunakan
pelayanan kesehatan. Tingkat pendapatan seseorang yang tidak
memiliki pendapatan dan biaya yang cukup akan sangat sulit
mendapatkan pelayanan kesehatan meskipun dia sangat
membutuhkan pelayanan tersebut. Akibatnya adalah tidak
terdapatnya kesesuaian antara kebutuhan dan permintaan
(demand) terhadap pelayanan kesehatan. Disamping itu, tingkat
pendidikan seseorang juga akan mempengaruhi tingkat utilisasi
pelayanan kesehatan. Biasanya orang dengan tingkat pendidikan
formal yang lebih tinggi akan mempunyai tingkat pengetahuan akan
informasi tentang layanan kesehatan yang lebih baik dan pada
akhirnya akan mempengaruhi status kesehatan seseorang.
2. Faktor Konsumen dan Pemberi Pelayanan Kesehatan
Provider sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan
mempunyai peranan yang lebih besar dalam menentukan tingkat

13
dan jenis pelayanan yang akan dikonsumsi bila dibandingkan
dengan konsumen sebagai pembeli jasa pelayanan. Hal ini sangat
menguntungkan provider melakukan pemeriksaan dan tindakan
yang sebenarnya tidak diperlukan bagi pasien. Pada beberapa
daerah yang sudah maju dan sarana pelayanan kesehatan yang
banyak, masayrakat dapat menentukan pilihan terhadap provider
yang sesuai dengan keinginan konsumen/pasien. Tetapi bagi
masyarakat dengan sarana dan fasilitas kesehatan yang terbatas
maka tidak ada pilihan lain kecuali menyerahkan semua keputusan
tersebut kepada provider yang ada.
3. Kemampuan dan Penerimaan Pelayanan Kesehatan
Kemapuan membayar pelayanan kesehatan berhubungan
erat dengan tingkat pelayanan kesehatan. Pihak ketiga
(perusahaan asuransi) pada umumnya cenderung membayar
pembiayaan kesehatan tertanggung lebihbesar dibanding dengan
perorangan. Sebab itu, pada Negara dimana asuransi kesehatan
sosial lebih dominan atas komersial atau sistem asuransi
kesehatan nasional, peranan asuradur sangat penting dalam
menentukan penggunaan palyanan kesehatan.
4. Resiko Sakit dan Lingkungan
Faktor resiko dan lingkungan juga mempengaruhi tingkat
utilisasi palyanan kesehatan seseorang. Resiko sakit tidak akan
pernah sama pada setiap individu dan datangnya penyakit tidak
terduga pada masing-masing individu. Disamping itu, faktor
lingkungan sangat mempengaruhi status kesehatan individu
maupun masyarakat. Lingkungan hidup yang memenuhi
persyaratan kesehatan memberikan resiko sakit yang lebih rendah
kepada individu dan masyarakat.

14
BAB III
CONTOH KASUS DAN PEMBAHASAN

3.1 Contoh Salah Satu Kasus dalam Rujukan Kasus Persalinan


Dalam kasus : DJJ kurang dari 100 atau lebih dari 180x/menit. Pada
dua kali penilaian dengan jarak 5 menit (gawat janin).
a. Pengertian Gawat Janin
Gawat janin terjadi bila janin tidak menerima O2 cukup, sehingga
mengalami hipoksia. Situasi ini dapat terjadi kronik (dalam jangka
waktu lama) atau akut.
b. Penyebab
1. Persalinan berlangsung lama.
2. Induksi persalinan dengan oksitosin.
3. Ada perdarahan atau infeksi.
4. Insufisiensi plasenta : postterm, preeklamasi.
c. Tanda-tanda gawat janin tersebut :
1. Denut jantung janin (DJJ) kurang dari 100x/menit atau lebih dari
180x/menit.
2. Air ketuban hijau kental.
3. DJJ ireguler dalam persalinan sangat bervariasi dan dapat
kembali setelah beberapa waktu. Bila DJJ tidak kembali normal
setelah kontraksi, hal ini menunjukkan adanya hipoksia.
4. DJJ lambat (kurang dari 100 per menit) saat tidak ada his,
menunjukkan adanya gawat janin dan DJJ cepat (lebih dari 180
per menit) yang disertai takikardi ibu bisa karena ibu demam,
efek obat, hipertensi, atau amnionitis. Jika denyut jantung ibu
normal, denyut jantung janin yang cepat sebaliknya dianggap
sebagai tanda gawat janin.
d. Alasan Merujuk
Alasan merujuk pasien dengan DJJ kurang dari 100 atau lebih dan
180x/menit, yaitu :

15
1. Terhadap janin.
2. Beresiko akan menimbulkan kematian.
3. Janin terhadap ibu.
4. Beresiko akan menimbulkan.
e. Perawatan Selama Merujuk
1. Jika denyut jantung janin diketahui tidak normal, lakukan hal-hal
sebagai berikut :
a) Pasien dibaringkan miring ke kiri dan anjurkan untuk
bernafas secara teratur. Hal ini dilakukan agar vena cafa
interior tidak tertekan oleh janin, sehingga pasokan oksigen
ke bayi dapat terpenuhi.
b) Pemberian oksigen 8-12 l/menit. Perubahan posisi dan
pemberian O2 8-12 l/menit membantu mengurangi demam
pada maternal dengan hidrasi anti piretik dan tindakan
pendinginan.
c) Hentikan infus oksitosin (jika sedang diberikan infus
oksitosin). Pasang infuse menggunakan jarum berdiameter
besar (ukuran 16 atau 18) dan berikan Ringer Laktat atau
garam fisiologis (NS) dengan tetesan 125 cc/jam.
2. Jika sebab dari ibu diketahui (seperti demam, obat-obatan)
mulailah penanganan yang sesuai dengan kondisi ibu :
a) Istirahat baring.
b) Banyak minum.
c) Kompres untuk menurunkan suhu tubuh ibu.
d) Ibu dimiringkan ke kiri.
e) Pemantauan DJJ dengan rutin.
f) Mengantar atau mendampingi pasien untuk mendapatkan
pertolongan lebih lanjut, sehingga dapat memberikan
keterangan atau memberikan keterangan tertulis.

16
g) Intervensi lainnya tidak perlu dilakukan sebab kemungkinan
akan menambah bahaya ibu maupun janin dalam
kandungan.
h) Perubahan posisi lantaran dan pemberian O2 8-12 l/menit
membantu mengurangi demam pada maternal dengan
hidrasi anti piretik dan tindakan pendinginan.
i) Demikianlah kewenangan bidan dalam menghadapi
persalinan dengan DJJ<100 atau >180 sehingga mata rantai
pelayanan dan pengayoman medis dapat lebih bermutu dan
menyeluruh.
3. Jika sebab dari ibu tidak diketahui dan denyut jantung janin
tetap abnormal sepanjang paling sedikit 3 kontraksi, lakukan
pemeriksaan dalam untuk mencari penyebab gawat janin :
a) Jika terdapat perdarahan dengan nyeri yang hilang timbul
atau menetap, pikirkan kemungkinan solusio plasma.
b) Jika terdapat tanda-tanda infeksi (demam, sekret vagina
berbau tajam) berikan antibiotik untuk amniomtis.
c) Jika tali pusat terletak di bawah janin atau dalam vagina
lakukan penangan prolaps tali pusat.
d) Jika denyut jantung janin tetap abnormal atau jika terdapat
tanda-tanda lain gawat janin (mekonium kental pada cairan
amnion, rencanakan persalinan dengan kolaborasi atau
merujuk).
f. Dalam hal ini bidan harus berkolaborasi atau merujuk, karena
upaya menyelesaikan pertolongan persalinan dengan intervensi
kekuatan dan luar bukan tugas utama bidan, sehingga setiap
persalinan yang diduga akan mengalami kesulitan sudah dirujuk ke
pusat dengan fasilitas yang mencukupi. Sehingga dalam
pertolongan pertamanya bidan perlu melakukan tindakan medis.

17
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Salah satu bentuk pelaksanaan dan pengembangan upaya
kesehatan dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah rujukan
upaya kesehatan. Untuk mendapatkan mutu pelayanan yang lebih
terjamin, berhasil guna (efektif) dan berdaya guna (efesien), perlu
adanya jenjang pembagian tugas diantara unit-unit pelayanan
kesehatan melalui suatu tatanan sistem rujukan. Dalam pengertiannya,
sistem rujukan upaya kesehatan adalah suatu tatanan kesehatan yang
memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbal
balik atas timbulnya masalah dari suatu kasus atau masalah
kesehatan masyarakat, baik secara vertikel maupun horizontal, kepada
yang berwenang dan dilakukan secara rasional.

4.2 Saran
Dengan dipelajarinya tentang rujukan, penulis berharap :
1. Bagi Tenaga Kesehatan : Tenaga penolong persalinan dilatih agar
mampu untuk mencegah atau deteksi dini komplikasi yang mungkin
terjadi, merupakan asuhan persalinan secara tepat guna dan
waktu, baik sebelum atau saat masalah terjadi dan segera
melakukan rujukan saat kondisi masih optimal, maka para ibu akan
terhindar dari ancaman kesakitan dan kematian.
2. Bagi Pelayanan Kesehatan: Dengan adanya sistem rujukan,
diharapkan dapat meningkatkan pelayanan kesehatan yang lebih
bermutu karena tindakan rujukan ditujukan pada kasus yang
tergolong beresiko tinggi. Bidan sebagai tenaga kesehatan harus
memiliki kesiapan untuk merujuk ibu dengan keluhan ginekologi ke
fasilitas kesehatan rujukan secara optimal dan tepat waktu jika
menghadapi penyulit.

18
3. Bagi Pasien: untuk bertindak kooperatif dan keluarga untuk
mempersiapkan perlengkapan pasien selama di rumah sakit dan
membawa uang untuk biaya perawatan.
4. Bagi Masyarakat: untuk mendukung sistem rujukan dan membantu
proses perujukan pasien.

19
DAFTAR PUSTAKA

Adisasmito, Wiku. 2007. Sistem Kesehatan. Jakarta: PT Raja Gravindo


Persada.
Departemen Kesehatan RI. 2007. Pedoman Sistem Rujukan Maternal dan
Neonatal di Tingkat Kabupaten/Kota. Jakarta: Depkes RI.
Departemen Kesehatan RI. 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta:
Depkes
Notoatmodjo Soekidjo. 2011. Peran Pelayanan Kesehatan Swasta dalam
Menghadapi Masa Krisis. Jakarta: Suara Pembaruan Daily.
Saifuddin, Abdul Bari, dkk,. 2012. Buku Panduan Praktis Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta, YBPSP-MNH PROGRAM.
Satrianegara, M. Fais. 2009. Buku Ajar Organisasi Dan Manajemen Pelayanan
Kesehatan Serta Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika.

20

Anda mungkin juga menyukai