Sudiro, SKp.,Ns.,M.Pd
A. Pengertian
Meningitis adalah sustu peradangan arahnoid dan piamater( leptomeningens ) dari otak dan medula
spinalis. Penyebab meningitis paling umum yaitu bakteri dan virus, meskipun jamur juga dapat
menyebabkan meningitis. Deteksi dan pengobatan secara dini akan memberikan hasil yang lebih baik.
B. Patofisiologi
Otak dan medula spinalis dilindungi oleh 3 lapis meningen yaitu : duramater, arahnoid dan piamatter.
CSF di produksi oleh pleksus choroid ventrikel . CSF mengalir melalui sistem ventrikel ke ruang sub
arahnoid dan sekitar otak dan medula spinalis. CSF di absorbsi melalui villi arahnoid pada lapisan
arahnoid dari meningen.
Organisme penyebab meningitis masuk melalui sel darah merah pada blood brain barrier. Cara
masuknya kuman dapat terjadi akibat trauma penetrasi, prosedur pembedahan atau pecahnya abses
cerebral. Othorrhe atao rhinorrhe karena fraktur dasar tenkorak dapat juga menimbulkan meningiti,
dimana terjadi hubungan langsung cairan cerebrospinal dengan dunia luar. Masuknya
mikroorganisme dapat berpindah kesusunan sarap pusat melalui ruang sub arahnoid yang dapat
menimbulkan respon peradangan pada piamater, arahnoid, CSF dan sistem ventrikel. Exudat yang
dihasilkan dapat menyebar melalui saraf kranial dan spinal sehingga menimbulkan masalah neurologi.
Exudat dapat menyumbat aliran normal cairan serebrospinal dan dapat menimbulkan hidrocephalus .
C. Etiologi
Meningitis dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme yaitu :
1
1. Haemophilus influensa 6. Staphylococcus aureus
2. Neiseria meningitis 7. Escheria coli
3. Diplococcus pneumonia 8. Klebseilla
4. Streptococcuc group A 9. Proteus
5. Psedomonas
Paling sering klien/penderita memiliki faktor predisposisi seperti : fraktur tengkorak, infeksi,
pembedahan otak atau spinal, dimana akan meningkatkan terjadinya meningitis.
1. Meningitis Bakteri
Meningitis bakteri, paling sering disebabkan oleh Haemophilus influensa, streptococcus pneumonia,
neisseria meningitis dan staphilococus aureus. Protein di dalam bakteri sebagai benda asing dan
dapat menimbulkan respon peradangan. Neutrophil, monosit, limposit dan lainnya merupakan sel-
sel sebagai respon peradangan. Eksudat yang terdiri bakteri, fibrin dan leukosit di bentuk di ruang
sub arahnoid. Penumpukan di dalam cairan cerebrospinal akan menyebabkan cairan menjadi lebih
kental sehingga dapat mengganggu sirkulasi CSF di sekitar otak dan medula spinalis. Sebagian
akan mengganggu absorbsi akibat granulasi arahnoid dan dapat mengakibatkan hidrocephalus.
Penambahan exudat di dalam ruang sub arahnoid dapat menimbulkan respon peradangan lebih
lanjut dan peningkatan tekanan intra kranial. Exudat akan mengendap di otak, saraf-saraf kranial
dan spinal. Sel – sel meningeal akan menjadi edema, membral sel tidak mampu mengatur aliran
cairan ke dalam ataupun ke luar sel. Dapat terjadi vasodilatasi pembuluh darah yang cepat, yang
mana dapat menyebabkan ruptur atau trombosis dinding pembuluh darah. Jaringan otak dapat
menjadi infark, sehingga dapat menimbulkan peningkatan tekanan intra kranial lebih lanjut. Proses
ini dapat menimbulkan infeksi sekunder dari otak jika bakteri makin meluas menuju jaringan otak
sehingga menyebabkan encephalitis dan gangguan neurologi lebih lanjut.
2. Meningitis Virus
Tipe meningitis ini sering disebut aseptic meningitis . Terjadi sebagai akibat dari berbagai macam
penyakit yang meliputi: measles, mumps, herpes simplek dan herpes zoster. Pembentukan exudat
umumnya tidak ada dan tidak ada mikroorganisme dalam kultur CSF. Peradangan dapat terjadi di
kortek cerebral, substansia putih dan meningen. Virus herpes simplek merubah metabolisme sel,
yang mana secara cepat menyebabkan nekrosis sel. Virus yang lain menyebabkan perubahan
produksi enzym atau neurotransmiter yang menyebabkan disfungsi sel dan kemungkinan kelainan
neurologi.
Perbedaan antara organisme penyebab meningitis didasarkan atas insiden, riwayat dan tanda-
tanda.
28
alkohol. Mur-mur jantung.
Tanda meningeal.
Hemophilus Anak uasia 2 bl sampai 6 ISPA, Fraktur tengkorak. Tanda meningeal
influensa tahun ( 90 % ) secara tiba-tiba.
Rhinorhe, othorhe.
Hidrocephalus dan
kelumpuhan saraf
kranial.
Terjadi dalam 7 – 10
hari
Stapilococcus Orang yang mengalami ISPA Tanda meningeal
streptococcus infeksi stapilococcus dan Murmur jantung
streptococcus. Pethecia/pustula.
PPD (+)
Lesi RO dada..
Echericia Coli Neonatus dan usia tua Prematur Demam tidak terlalu
Pseudomonas Trauma lahir. tinggi, halusinasi
Trauma kepala ( Dewasa )
ISK
Demam tidak terlalu
tinggi, penonjolan
fontanel, kejang
( bayi )
Tuberkulosis Tuberkulosis PPD(+), RO dada (+)
D. Pemeriksaan diagnostik pada meningitis
Laboratorium
Darah : Peningkatan sel-sel darah putih ( 10.000 – 40.000/mm 3 )
kultur organisme penyebab.
Urine : Albumin, sel darah merah, sel darah putih ada di urine.
Lesi kulit dan nasopharing dilakukan kultur organisme.
Radiographi
Tengkorak Fraktur, infeksi mastoid.
Dada Pneumonia, abses paru, granuloma jamur
Scan otak adanya infeksi.
Analisis CSF
Perbedaan CSF normal dengan CSF pada meningitis
E. Pengkajian Keperawatan
1. Riwayat Penyakit
28
Infeksi telinga, sinus, mastoid dan saluran nafas atas.
Trauma kepala atau dasar tengkorak.
Tuberkulosis
Tinggal di daerah kumuh
Lingkungan dengan temperatur tinggi dan kelembaban rendah
Pernah dilakukan lumbal fungsi, pembedahan kepala.
2. Pemeriksaan Fisik
28
Perubahan tingkat kesadaran Tanda kernig’s positif
Peningkatan tekanan darah Kaku kuduk
Lethargi Petecheial rash
Bingung Diarhe
Perubahan pola nafas Opisthotonus, nistagmus
Kejang Ptosis
Ataxia Gangguan pendengaran
Muntah Dysrhytmia
Tanda brudzinski’s
3. Psikososial
Usia Orang yang sangat berarti bagi klien
Peran keluarga Tingkat perkembangan
Pekerjaan Pola tingkah laku
Kepercayaan/agama. Mekanisme koping
Interaksi dengan orang lain Penampilan sebelum sakit.
4. Pengetahuan pasien dan keluarga
Tingkat pengetahuan tentang kondisi, patofisiologi, gejala, pengobatan, tindak lanjut dan
perawatan dirumah.
1. Gangguan perfusi cerebral b.d proses peradangan, peningkatan tekanan intra kranial.
Tujuan : Perfusi jaringan cerebral adekwat .
Tindakan :
Observasi dan catat tingkat kesadaran klien setiap kontak dengan klien.
Kaji status neurologi tiap 1-2 jam atau sesuai kebutuhan meliputi : respon pupil, kemampuan
mengikuti instruksi, kemampuan motorik, fungsi penglihatan, reflek tendon, respon verbal dan
aktifitas kejang.
Monitor tanda peningkatan tekanan intrakranial : Peningkatan tekanan darah dan denyut nadi,
pernafasan tidak teratur, bingung, perubahan pupil, defisit lokal, kejang.
Lakukan pengamanan akibat kejang dengan cara : pasang pengaman tempat tidur, tempat tidur
direndahkan, siapkan air way dan spatel lidah dan penghisap lendir disamping tempat tidur atau
mudah dijangkau.
Berikan obat anti kejang sesuai program dan monitor efektifitasnya.
Atur posisi tidur dengan bagian kepala tempat tidur 30 derajat.
Pertahan posisi kepala dan leher untuk mempermudah arus darah balik.
Berikan terapi antibiotik sesuai intsruksi.
Pertahankan lingkungan tetap tenang, lampu redup dan hindarkan tindakan yang tidak perlu.
Hindarkan valsava maneuver( menarik, batuk, mengejan) dan sarankan merubah posisi secara
perlahan.
Kriteria Evaluasi :
Klien mempertahankan orientasi dan kesadaran.
Terhindar dari kejang
Tanda vital normal.
Tidak ada tanda peningkatan TIK.
4. Kurangnya volume cairan tubuh b.d penurunan intake, kehilangan caiaran secara tidak
normal.
Tujuan : Volume cairan seimbang/ adekwat
Tindakan :
Ukur tanda vital tiap 4 jam/sesuai kebutuhan.
Monitor nilai laborat : elektrolit.
Observasi tanda dehidrasi: Mukosa kering, denyut nadi cepat, sodium serum meningkat, BB
turun, BJ urin meningkat.
Monitor intake output tiap pergantian shiff.
Berikan minum sedikit tapi sering untuk mencegah distensi gaster.
Pertahankan suhu tubuh dibawah 38,3 C dengan cara : berikan pakaian tipis dan menyerap
keringat, berikan antipiretik sesuai program.
Berikan terapi cairan intravena sesuai program.
Observasi adanya perdarahan gastrointestinal( distensi abdomen, nyeri, hematemesis, feses
berwarna coklat/hitam, penurunan hematokrit).
Berikan antasid, cimitidine sesuai program.
Observasi adanya tanda – tanda kelebihan cairan.
Kriteria Evaluasi :
Tanda vital normal. Suhu tubuh dibawah 38,3 C.
Nilai elektrolit normal Urine sekitar 30 cc/ jam.
Turgor kulit elstis dan lembab. BB normal.
5. Kurangnya nutrisi dari kebutuhan tubuh b.d anoreksi, fatigue, nausea dan muntah.
Tujuan : Status nutrisi klien adekwat.
Tindakan :
Kaji intake makanan klien.
Berikan makanan sesuai toleransi dan sesuai program.
Berikan makan dengan porsi kecil tapi sering.
Instruksikan makan secara perlahan dan hindari berbaring datar 1 jam setelah makan.
Timbang BB tiap hari.
Berikan anti emetik setengah jam sebelum makan.
Batasi intake cairan 1 jam sebelum makan, selam dan 1 jam setelah makan untuk mengurangi
distensi abdomen.
Berikan makan melalui sonde sesuai keadaan klien.
Kriteria Evaluasi :
Klien makan 75 % makan yang disajikan.
Berpartisipasi dalam memilih makanan.
Mempertahankan/meningkatkan berat badan dalam batas normal.
6. Gangguan integritas kulit b.b immobilisasi, diaporesis, defisit neurologi.
Tujuan : Kulit klien utuh.
Tindakan :
Pertahankan kebersihan dan kekeringan kulit.
Ganti laken yang kotor dan basah.
Lakukan latihan ROM seca ra pasif dan aktif.
Anjurkan merubah posisi tiap 2 jam.
Observasi keadaan kulit, adanya luka karena penekanan: eritema.
Lakukan massage 2 kali/dinas dan gunakan bantalan area yang menonjol.
Kriteria Evaluasi :
Kulit utuh.
Posisi berubah tiap 2 jam.
Melakukan ROM secara pasif/aktif.
Kriteria Evaluasi :
Nyeri berkurang.
Istirahat cukup.
Berpartisipasi dalam aktifitas pwt.