Anda di halaman 1dari 13

REFERAT MATA

KATARAK DIABETIKA

Diajukan untuk Melengkapi Tugas Kepaniteraan Senior


Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Oleh:
Naufaldi Dary Hartanto
22010117220042

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2018
PENDAHULUAN

Katarak adalah adanya opasitas pada lensa. Penuaan merupakan penyebab


tersering dari katarak, namun banyak faktor lain yang memiliki peran seperti
trauma, toksin, penyakit sistemik seperti diabetes, merokok dan keturunan.1

Berdasarkan penilaian terakhir, katarak bertanggung jawab terhadap 51%


kebutaan, yaitu sekitar 20 juta penduduk (2010). Meskipun katarak dapat
dihilangkan dengan tindakan pembedahan, banyak negara yang memiliki
penghalang sehingga mencegah pasien untuk mendapat akses pembedahan. Katarak
masih menjadi penyebab utama terjadinya kebutaan. Katarak juga menjadi
penyebab penting terjadinya low vision pada negara maju dan berkembang.2

Penyebab terjadinya katarak tidak diketahui secara pasti, namun lensa yang
mengalami katarak memiliki karakteristik yaitu adanya agregrasi protein yang
mengaburkan cahaya dan mengurangi transparansi. Dan beberapa gangguan protein
lain dapat mengakibatkan diskolorisasi kuning atau coklat.1

Diabetes melitus telah diidentifikasi menjadi faktor risiko terbentuknya


katarak. sehingga lebih dari 285 juta manusia memiliki risiko terjadinya katarak
diabetika.2,3
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI LENSA

Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik


mata belakang. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk
serat lensa di dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa
terus-menerus sehingga mengakibatkan memeadatnya serat lensa di bagian
sentral lensa sehingga membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa
merupakan serat lensa yang paling dahulu dibentuk atau serat lensa yang tertua
di dalam kapsul lensa. Di dalam lensa dapat dibedakan nukleus embrional, fetal
dan dewasa. Di bagian luar nuklues ini terdapat serat lensa yang lebih muda
dan disebut sebagai korteks lensa. Korteks yang terletak di sebelah depan
nuklus lensa disebut sebagai korteks anterior, sedang di belakangnya korteks
posterior. Nukleus lensa mempunyai konsistensi lebih keras di banding korteks
lensa yang lebih muda. Di bagian perifer kapsul lensa terdapat zonula Zinn
yang menggantungkan lensa di seluruh ekuatornya pada badan siliar.4

Gambar 1. Anatomi Lensa5


Jaringan ini berasal dari ekotderm permukaan yang berbentuk lensa di
dalam mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di belakang
iris yang terdiri dari zat tembus cahaya berbentuk seperti cakrap yang dapat
menebal dan menipis saat terjadinya akomodasi.4

Gambar 2. Embriologi Lensa5

Ketebalan dari lensa sekitar 4 mm, dan berat dari lensa meningkat sebanding
dengan peningkatan usia hingga 5 kali lipat dibandingkan saat dilahirkan. Lensa
pada orang dewasa memiliki berat sebesar 220 mg.5

Secara fisiologik lensa memiliki sifat tertentu, yaitu :4

 kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi


untuk menjadi cembung
 jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan
 terletak ditempatnya

Lensa merupakan salah satu bagian media refraktif terpenting dari mata yang
memfokuskan sinar masuk agar tepat di retina. Lensa menambah variasi komponen
dari total kekuatan refraksi mata ( 10-20 dioptri, bergantung dari akomadasi tiap
individu) terhadap kekuatan refraksi yang tetap oleh kornea (diperkiran sebesar 43
dioptri).5
B. KATARAK DIABETIKA
1. Pengertian
Katarak adalah adanya opasitas pada lensa.1 Katarak diabetika
adalah katarak yang diakibatkan oleh adanya penyakit sistemik berupa
diabetes mellitus.

2. Etiologi dan Patogenesis


Peningkatan kadar glukosa dalam darah memainkan peran penting
dalam perkembangan katarak. Efek patologi hiperglikemia dapat dilihat
jelas pada jaringan tubuh yang tidak bergantung pada insulin untuk
kemasukan glukosa dalam selnya, misalnya pada lensa mata dan ginjal,
sehingga mereka tidak mampu mengatur transportasi glukosa seiring
dengan peningkatan konsentrasi gula di ekstraselular. Menurut beberapa
penelitian, jalur poliol dikatakan memainkan peran dalam perkembangan
katarak pada pasien diabetes. Enzim aldose reduktase (AR) yang terdapat
dalam lensa mengkatalisis reduksi glukosa menjadi sorbitol melalui jalur
poliol.3
Akumulasi sorbitol intrasel menyebabkan perubahan osmotik
sehingga mengakibatkan serat lensa hidropik yang degenerasi dan
menghasilkan gula katarak. Dalam lensa, sorbitol diproduksi lebih cepat
daripada diubah menjadi fruktosa oleh enzim sorbitol dehydrogenase (SD),
dan sifat sorbitol yang sukar keluar dari lensa melalui proses difusi
menyebabkan peningkatan akumulasi sorbitol. Ini menciptakan efek
hiperosmotik yang nantinya menyebabkan infus cairan untuk
menyeimbangkan gradien osmotik. Keadaan ini menyebabkan keruntuhan
dan pencairan serat lensa yang akhirnya membentuk kekeruhan pada lensa.
Selain itu, stres osmotik pada lensa yang disebabkan oleh akumulasi sorbitol
menginduksi apoptosis pada sel epitel lensa yang mengarah ke
pengembangan katarak.3
Jalur poliol telah digambarkan sebagai mediator utama diabetes-
induced oxidative stress pada lensa. Stres osmotik yang disebabkan oleh
akumulasi sorbitol menginduksi stres dalam retikulum endoplasma (RE),
situs utama sintesa protein, yang akhirnya menyebabkan generasi radikal
bebas. RE stres juga dapat disebabkan dari fluktuasi kadar glukosa initiating
an unfolded protein response (UPR), yang menghasilkan reactive oxygen
species (ROS) dan menyebabkan kerusakan stres oksidatif dengan serat
lensa. Ada banyak publikasi terbaru yang menggambarkan kerusakan stres
oksidatif pada serat lensa oleh pemulung radikal bebas pada penderita
diabetes. Namun, tidak ada bukti bahwa radikal bebas memulai proses
pembentukan katarak melainkan mempercepat dan memperburuk
perkembangannya. Hidrogen peroksida (H2O2) meningkat pada aqueous
humor dari penderita diabetes dan menginduksi generasi radikal hidroksil
(OH-) setelah memasuki lensa melalui proses digambarkan sebagai reaksi
Fenton. Radikal bebas nitrat oksida (NO), yaitu faktor lain yang meningkat
dalam lensa diabetes dan dalam aqueous humor, dapat mengakibatkan
pembentukan peroxynitrite meningkat, yang pada nantinya menyebabkan
kerusakan sel karena sifat oksidasi.3
Selanjutnya, peningkatan kadar glukosa dalam humor akuous dapat
menyebabkan glikasi protein lensa, dimana proses tersebut akan
menghasilkan radikal superoksida (O2-) dan dalam pembentukan advanced
glycation endproducts (AGE). Interaksi AGE dengan reseptornya di
permukaan sel akan memproduksi O2- dan H2O2. Dengan peningkatan
radikal bebas, lensa diabetes sering menunjukan gangguan pada kapasitas
antioksidan dan kerentanan mereka terhadap stres oksidatif. Hilangnya
antioksidan diperparah oleh proses glikasi dan inaktivasi enzim antioksidan
seperti superoksida dismutase lensa. Tembaga-zink superoxide dismutase 1
(SOD1) adalah superoksida dismutase isoenzim yang paling dominan dalam
lensa, dimana ia penting untuk degradasi radikal superoksida (O2-) menjadi
hidrogen peroksida (H2O2) dan oksigen. Kesimpulannya, pembentukan
katarak diabetes adalah hasil generasi jalur poliol dari glukosa oleh AR,
yang mengakibatkan peningkatan stres osmotik dalam serat lensa dan
mengarahkan ke pembengkakan dan perpecahan lensa.3

3. Gejala dan Tanda


Pasien merasakan adanya gejala yang bervariasi seperti :5
 Melihat bayangan abu-abu
 Gangguan atau penurunan visus
 Pandangan kabur
 Distorsi
 Silau
 Diplopia monokular
 Gangguan persepsi warna
 dll

Gambar 3. Penglihatan tanpa katarak (atas). Pandangan dengan


katarak (bawah).5
Pasien katarak diabetika memiliki typical radial snowflake pattern of
cortical opacities (katarak snowflake).5

Gambar 4. Gambaran Kataran Snowflake6

4. Diagnosis
Diagnosis Katarak biasanya didiagnosis melalui pemeriksaan rutin
mata. Sebagian besar katarak tidak dapat dilihat oleh pengamat awam
sampai menjadi cukup padat (matur atau hipermatur) dan menimbulkan
kebutaan. Namun, katarak, pada stadium perkembangannya yang paling
dini, dapat diketahui melalui pupil yang didilatasi maksimum dengan
ophtalmoskop, kaca pembesar, atau slitlamp. Fundus okuli menjadi semakin
sulit dilihat seiring dengan semakin padatnya kekeruhan lensa, sampai
reaksi fundus sama sekali hilang. Pada stadium ini katarak biasanya telah
matang dan pupil mungkin tampak putih. Pemeriksaan yang dilakukan pada
pasien katarak adalah pemeriksaan sinar celah (slit-lamp), funduskopi pada
kedua mata bila mungkin, tonometer selain daripada pemeriksaan prabedah
yang diperlukan lainnya seperti adanya infeksi pada kelopak mata,
konjungtiva, karena dapat penyulit yang berat berupa panoftalmitis pasca
bedah dan fisik umum. Pada pasien diabetes, diperiksa juga kadar glukosa
darahnya.
5. Tatalaksana
Terapi utama katarak adalah pembedahan yakni dengan Ekstraksi Katarak
Intra Kapsuler, fakoemulsifikasi ataupun Ekstraksi Katarak Ektra Kapsuler
dengan pemasangan IOL
a) Terapi pembedahan:
1) Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsular (EKEK)
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan
dengan merobek kapsul anterior, mengeluarkan nukleus dan
korteks. Sebagian kapsul anterior dan seluruh kapsul posterior
ditinggal. Cara ini umumnya dilakukan pada katarak dengan
lensa mata yang sangat keruh sehingga sulit dihancurkan
dengan teknik fakoemulsifikasi. Dilakukan pada tempat-
tempat di mana teknologi fakoemulsifikasi tidak tersedia.
Teknik ini membutuhkan sayatan yang lebar, karena lensa
harus dikeluarkan dalam keadaan utuh. Lensa dikeluarkan,
lensa buatan / intraocular lens (IOL) dipasang untuk
menggantikan lensa asli, tepat di posisi semula. Lalu
dilakukan penjahitan untuk menutup luka. Teknik ini
dihindari pada penderita dengan zonulla zinii yang rapuh. 4,7

Gambar 5. Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsuler (EKEK)8


2) Ekstraksi Katarak Intra Kapsuler (EKIK)
Teknik ini sudah jarang digunakan setelah adanya teknik
EKEK. Pada EKIK dilakukan pengangkatan seluruh lensa,
termasuk kapsul lensa. Pada teknik ini dilakukan sayatan 12-
14 mm, lebih besar dibandingkan dengan teknik EKEK.
Dapat dilakukan pada zonula zinii yang telah rapuh/
berdegenerasi (pada lensa yang luksasi).4

Gambar 6. Ekstraksi Katarak Intra Kapsuler (EKIK)8


3) Fakoemulsifikasi
Operasi fakoemulsifikasi, dengan menggunakan mikroskop
operasi, dilakukan sayatan yang sangat kecil (3 mm/ 2,75
mm) pada kornea. Kemudian, melalui sayatan tersebut
dimasukkan sebuah pipa melewati COA-pupil-kapsul lensa.
Pipa tersebut akan bergetar dan mengeluarkan gelombang
ultrasonik yang akan menghancurkan nukleus. Saat yang
sama, melalui pipa ini dialirkan cairan garam fisiologis atau
cairan lain sebagai irigasi untuk membersihkan kepingan
lensa. Melalui pipa tersebut cairan diaspirasi bersama sisa-
sisa lensa.7,9
Gambar 6. Fakoemulsifikasi8
b) Persiapan operasi :
1) Status oftalmologi
- Tidak dijumpai tanda-tanda infeksi (cek sekret
mata dengan pengecatan Gram)
- Tekanan intraokuler normal (cek dengan
tonometer Schiotz)
- Saluran air mata lancar
2) Keadaan umum/sistemik
- Hasil pemeriksaan laboratorium darah rutin, waktu
pembekuan, waktu perdarahan, kadar gula darah
dalam batas normal
- Tanda vital dalam batas normal
- Pada penderita DM atau hipertensi, keadaan penyakit
tersebut harus terkontrol.
c) Perawatan pasca operasi :
1) Mata dibebat
2) Diberikan tetes antibiotika dengan kombinasi antiinflamasi
3) Tidak boleh mengangkat benda berat ±6 bulan
4) Kontrol teratur untuk evaluasi luka operasi
5) Bila tanpa pemasangan IOL, maka mata yang tidak
mempunyai lensa lagi (afakia) visusnya 1/60, sehingga perlu
dikoreksi dengan lensa S +10D untuk melihat jauh. Koreksi ini
diberikan 3 bulan pasca operasi. Sedangkan untuk melihat
dekat perlu diberikan kacamata S +3D.
d) Komplikasi operasi:
1) durante operasi: ruptur kapsula posterior, subchoroidal
bleeding, prolaps corpus vitreum, prolaps iris
2) post operasi: astigmatisma, ablatio retina, katarak
sekunder, endoftalmitis
DAFTAR PUSTAKA

1. Harper, RA, Shock JP. Lensa. Dalam : Vaughan & Asburi’s General
Ophthalmology 16th Edition. McGraw-Hill Companies. 2003
2. World Health Organization. Blindness and Vision Impairment. 2002.
Avalaible from : http://www.who.int/blindness/causes/priority/en/index1.html
3. Andreas Pollreisz and Ursula Schmidt-Erfurth, “Diabetic Cataract—
Pathogenesis, Epidemiology and Treatment,” Journal of Ophthalmology, vol.
2010, Article ID 608751, 8 pg 2010. https://doi.org/10.1155/2010/608751.
4. Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai penerbit FK UI, 2014.
5. Lang GK. Ophthalmology. New York : Thieme. 2000
6. Khan. Founder heterozygous P23T CRYGD mutation associated with cerulean
(and coralliform) cataract in 2 Saudi families. Molecular Vision. 2009
7. Vaughan DG, Taylor A, Paul R. Oftalmologi umum edisi 17. Jakarta;
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2008.
8. Titcomb, Lucy C. Understanding Cataract Extraction. 2015
9. Shock JP, Harper RA. Lensa. Dalam: Oftalmologi Umum Ed 14. Alih Bahasa:
Tambajong J, Pendit BU. General Ophthalmology 14th Ed. Jakarta: Widya
Medika; 2000.176-177.

Anda mungkin juga menyukai