Anda di halaman 1dari 16

PUISI LAMA

Di Buat Oleh:
Al Razzaq Rofi Afiansyah
X Sos 4
POTRET PADAT MAKNA
Kala langkahku berderap masuk kamar ini
Mataku terpana menatap dinding putih
Bergantung Potret padat makna
Di sana terpampang wajah-wajah akrab
Jejaka Cendana dan gadi Sandelwood
Duduk berdamping di balik puing-puing kehancuran
Dan reruntuhan tembok-tembok kota

Pancaran mata penuh ceria


Membalut luka curiga bertepuk sebelah tangan
Serasa aku melihat,
Hati mereka merajut benang-benang kasih
Menjadi kain bermotif cinta
Seakan aku simak
Pijar mata mereka penuh yakin
Di celah-celah puing kehancuran
Bertumbuh tunas-tunas cinta
Bersemi di hati yang mendamba

Birakan aku menamai kamar ini


Kamar potret pengharapan
Berhenti sejenak di persimpangan jalan cita-cita
Biar Cuma sesaat
Untuk saling memandang, mengetuk jendela hati
Semoga nama terpatri di sana

Wahai kamar bergantung potret padat makna


Biarkan aku bersimpuh di sini
Untuk memandang dan boleh berharap
Hati mereka bersanding mentari
Sambil menoreh angan di langit biru
Bulan sekali kelak jatuh ke pangkuan

.
AKHIRNYA KITA BERSATU LAGI

Akhirnya kita bersatu lagi di sini


Di antara puing-puing kehancuran
Di balik-tembok-tembok yang rubuh
Di kota duka
Bencana alam sembilan dua

Kita bersatu lagi


Menyanyikan lagu-lagu riang
Mengangkat kidung pujian
Bergema mars kemenangan
Cinta tak roboh diguncang gempa
Tak tenggelam walau gelombang pasang meneimpa

Hari ini semestinya kita menulis puisi


Dengan nuansa-nuansa baru
Pada birunya kisah kita
Seperti pasang laut dan ombak malam hari
Menghapus bekas-bekas kaki pada pasir

Akhirnya kita bersatu lagi


Di akhir badai lena berallu
Dan hari-hari remuk dan keruh pergi
Di hatiku, hatimu terpatri rasa
Ikan dan air

Akhirny kita bersatu lagi


Berjanji menghapus luka-luka hati
Seia sekata dalam rencana
Pabila badai melanda
Kita beralari ke dalam celah-celah hati
Penuh kasih dan sayang
Bersembunyi di balik dinding cinta
Kalau pun maut menjemput
Seirama kita ke sana
KUCATAT HARI INI

Dalam derap langkahmu hari


Kembali lorong-lorong kenangan bersaksi
Kita seirama menghitung batu-batu bisu
Kita bercerita tentang waktu yang pergi
Dan musim yang berlalu

Di hati masih ada tanya ingin lepas


Dari jendela-jendela yang tertutup
Mengintip celah-celah kelam
Masihkah ada sepenggal harapan
Tersimpan di sana.

Hari ini mestinya kucatat


Di sinilah pertemuan itu terjadi
Bukan untuk bersekutu
Bukan pula untuk berperang
Tapi Cuma menggoyangkan lonceng kenangan
Biar bergema dentanganya membelah gunung
Memantul dari lembah ke lembah
Kabarkan pada alam kering kerontang
Di sinilah kita bersatu lagi
LAGU KENANGAN

Kala lagu ini kembali berkumandang


Dentang imanku kembali bergema
Dari rantuan kelana terasing
Serasa memanggil aku mengenang kembali
Lorong-lorong kesunyian berbuah rahmat

Di sana
Tersimpan ceritaku masa lalu
Tergantung potretku tegak berjubah
Memandang dunia dari simpang
Lawan arus
Membangunnya dari dalam
Di atas wadas iman yang rapuh

Di situ
Lagu itu kami nyanyikan malam hari
Mengangkat puja rahmat berlalu
Mengemis kasih malam nanti
Menggantung harap bangun di pagi hari
Boleh memandang cerahnya mentari
Dan beningnya embun pagi
Pada pucuk-pucuk hijau

Kini lagu itu kuulangi


Dari lorong-lorong bising kesibukan dunia
Untuk mengenang kisah anak manusia
Hidup ini penuh kenangan
SENJANYA SEBUAH KASIH

Maumere manis e..e


Tak lagi merdu terdengar
Kala senjanya sebuah kasih
Mengukir kisah di dermaga tua
Seakan pasrah pada kapal-kapal
Yang buas merenggut hati dan cinta
Ke balik puccuk-pucuk gelombang
Tak berbelas kasihan pada yang ditinggalkan

Pelabuhan jadi saksi


Kita menambatkan
Penantian panjang
Kembali pulang membawa sekeping hati
Yang pernah hilang
MERAJUT MIMPI

Malam sunyi mencekam sepi


Merajut mimpi-mimpi
Menjaring angan
Merenda rindu

Di celah-celah napas sahabat


Yang terlelap tidur di samping
Terselip pesan perjuangan kaum miskin
Mencari sesuap nasi dan seteguk air
Namun yang mereka terima
Cumalah janji pembangunan atas nama mereka
Tapi hasilnya dinikmati para penguasa

Dalam dengkur lelaki tua


Di balai-balai
Tersimpan sejuta dendam hati tertindas
Kaum birokrat
Menanti fajar memerangi ketamakan Boss

Oh malam yang sunyi


Masihkah kau menyembunyikan
Suara-suara kecil yang mengeluh
Dan akankah kau tetap menampung
Mimpi-mimpi kaum pinggiran
Akan hari esok yang tak pernah berubah
Oleh kemiskinan struktural???
SIAPA AKU

Malam bertanya siapa aku


Aku adalah rahasia malam yang hitam
Ada kebisuan yang penuh tanya
Memandang pekatnya malam jiwa
Berdau pandangan sayu pada bulan
Suram menyabit
Hatiku Cuma nyanyian keraguan
Dengan nada-nada pasrah
Menanti fajar merekah

Angin berbisik siapa aku


Aku ruhnya heran diingkari zaman
Aku angin yang tak pernha berhenti
Menggelanan tak ada akhir
Terus melangkah tanpa henti
Dan bila terbentur curamnya
Aku akan kembali dengan sinar mata
Yang sayu

Waktu bertanya siapa aku


Sku bagai dia yang memeluk
hari-hari berlalu dan menunjuk yang akan datang
Aku bangkitkan pesona harapan yang menawan
Menghidupkan masa lampau yang silam
Mrangkai masa depan mengynyah sesuap nasi
Yang ditebus dengan keringat dan darah

Dan bila kau bertanya siapa aku


Aku adalah anak penggelandang
Berumah di hati pembelas kasih
Bercinta dalam dekapan
Tangan-tangan yang terbuka
HATIKU PADAMU

Walau larut malam


Mataku belum larut dan sayu
Menanti dalam bayang-bayang rindu

Kau si seberang jalan


Aku di sini sepi
Bukan karena tak ada lawan bicara
Bukan karena alam bisu tak bercerita
Tapi karena hatiku padamu
Terungkap dalam puisi-puisi rantau

Ini kutulis di hati


Tentang cinta yang bersemi
Di awal Natal
PANDANGAN PERTAMA
Betapa kebetulan ini
Kita menyatu hati walau saling asing
Betapa kebetulan ini
Kita berawal pada saat yang sama
Pada kedipan mata pandangan pertama

Lalu aku bertanya kapan


Lantas kau berkisah
Tentang celah-celah hati yang simpatik
Terpancar pada canda yang menawar harga belanja
Aku terperanjat karena sadar
Di saat yang sama hatiku pun hilang
Jatuh pada hatimu

Di sinilah kebetulan itu terjadi


Kita sama-sama menyimpan rasa
Terungkap pada hari menjelang natal
Menyatu pada detik-detik tahun baru
Dan hati kitapun seakan ladang baru

Tempat kita menabur cinta


Bertunas dari hari ke hari
Bersemi kuncup-kuncup rindu
Yang membara bila sehari tak bertemu
Berdaun satu-satu pada keping-keping
Kemesraan yang menggetar.

Ini kebetulan
Yang akan menjadi cerita cinta
Sama-sama kita menunduk kepala
Mengangkat hati cinta kita
Berbunga harum semerbak
Mewangi alam juang dengan aroma yang berhamburan
Pada malam pengantin pada mimpi-mimpi
UNTUK DIRENUNGKAN

Dimalam yang sepih ini


Ada hasrat berpeluk tak lepas
Menyiksa hati tak ingin sendiri
Melangit angan bersanding berdua
Menepis gelisah bayang-bayang rindu
Terpuaskan..

Dari sudut kampung


Kudengar anjing menggonggong lepas suara
Kemduan sunyi ditelan senyap malam
Di sudut hatiku yang jatuh cinta
Masih terdengar merdu suaramu
Mesrah berbisik jujur
Selebut sutra mengikat hati

Bila esok kita bertemu


Aku akan ceritakan tentang rintihanku malam ini
Menjadi teman bercanda dalam mimpi-mimpi indah
Dan akan kunikmati sinar matamu
Yang tak lenyap dalam pelupuk mataku
Merayu hati tak ingin pisah
Menyejuk kasih tak kuasa menahan rindu.
CINTA MENGALAHKAN SEGALANYA

Pandanglah sinar mataku


Walau sayu tapi tak redup
Di sini tersimpan sinar kehidupan
Dan tergantung bintang gemerlap
Pujaan hatimu

Kala kau hening menyimak sukma


Salju turun di sawang lapang
Dan mimpi-mimpi kita yang bisu
Bersemi dan mekar pada langit hati

Musim semi akan tiba sesaat


Dari semua damba dan harapan
Akan terpuaskan
Semua mimpi yang menggetar
Akan meleleh lenyap dan tiada

Dan Kau pun tahu


Segala rahasia adat dan agama
Akan mencair dan mengalir
Pada sungi kehidupan di lembah cinta
Sungaipun akan menyelimuti jeritanmu
Dan mengubah sendu jadi kidung bintang
Dalam nada-nada musim semi

Di sinilah kita lupa asal usul kita


Laut senantiasa membuka tangan
Keibuannya dan mendekap
Meraih kita dalam dekapannya
RATAPAN MALAM

Kepadamu kukeluhkan duka yang membisu


Jatuh ke ladang hati
Bagai benih tumbuh bersama ratapan malam
Aku terpenjara dalam kenyataan
Dan kegelapan masa bakti

Aku laksana burung rajawali


Terpenjara dalam sangkar besi
Menjerit tak mampu
Menangis tak ada air mata

Kala aku melangkah menemukan jalan


Sebilah pedang penghinaan menembus
Menikam hati mengalir darah keputusasaan
Yang kugapai
Cuma bayang-bayang mimpi awan kelabu

Aku menemukan kesendirian


Himpunan dukacita yang membelenggu
Yang kuraih Cuma bayang-bayang malam
Mengganjal kesedihan hati yang bertanya

Kesedihanku
Adalah duri dalam hati
Yang menusuk liku-liku hidup tanpa harapan
Ratapanku adalah untaian sanjak
Nada-nada keluh
Pada lembaran masa muda yang kosong.
MAWAR DI KAKI BUKIT

Kutanam di taman damba


Pada musim hujan di akhir tahun
Kala lonceng natal berdentang
Dan sepasang burung gereja mencecit
Memaduh kasih pada ranting-ranting bertunas

Kusirami dengan cinta


Serasa sinar mentari terpantul bening
Butir-butir kasih kupercikan dengan kelembutan
Selagi getar-getar harapan kubisikan
Dalam bahasa diam

Detik-detik awal tahun adalah tanda


Setangkai mawar bertunas di tamanku
Membalas bisikan harapan yang menggetar
Tersenyum dalam bahasa hati
Men janjikan setangkai bunga
Bila musim bunga tiba
KURSI BAMBU

Di akhir Ziarahku hari ini


Aku duduk terenung
Di atas kursi bambu
Menikmati keheningan malam

Mataku tertuju pada cahaya neon dari seberang jalan


Terkadang pudar karena lambaian daun ketapang
Diterpa angin malam
Mengucapkan isyarat dan bertanya
Mengapa berada di sini

Antara kursi bambu dan neon


Terbentang bayang-bayang hampa
Selagi dirIku tak tahu menjawab
Mengapa aku termenung di sini
JAWABAN UNTUK PENGAWASAN KETAT
Di sinilah kata itu kutulis
Bagai desau angin malam yang mendesir
Bagai pasir dan ombak yang menderu
Bagai mata yang memandang diri

Biarlah kata dan nada-nada sumbang


Membuat melodi cinta tak panjang
Sebab hanya bulan purnama
Yang mengintai gontai langkah dimalam yang gulita
Dan kerikil jalan setapak yang bersaksi
Langkah kaki telanjang
Tanpa alas membungkus kesakitan

Perjalanan cinta memang bertebing dan terjal


Bila kumpulan isi hati bukan dasar pijak
Langkah itu terkapar dan jatuh

Ini kutulis kata itu


Pada lembar hidup masa lalu
Di sana akan terselipkan untaian tutur dan puisi tua
Karena puisi itulah jejak-jejak kaki ziarah hidupku

Ijinkan kau berdiam diri


Menanam pucuk-pucuk hidup
Dalam ladang kalbu yang luas
Agar bertumbuh
Dan menati musim untuk berbuah

Anda mungkin juga menyukai