Anda di halaman 1dari 21

PROGRAM STUDI D3 RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA

DAFTAR ISI

Cover
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II ISI

A. Definisi Kolitis Ulseratif


B. Penyebab Penyakit
C. Patogenesis
D. Klasifikasi
E. Gambaran Klinis
F. Pemeriksaan Penunjang
G. Pengobatan
H. Diet Cukup Serat

BAB III KESIMPULAN


Daftar Pustaka
PROGRAM STUDI D3 RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Inflammatory bowel disease (IBD) adalah penyakit inflamasi yang


melibatkan saluran cerna yang sampai saat ini penyebab pastinya belum
diketahui secara jelas. Secara garis besar IBD terbagi 3 jenis yaitu kolitis
ulseratif, chron disease, dan bila sulit membedakan keduanya, maka
dimasukan kedalam kategori intermediate colitis. Hal ini untuk secara
praktis membedakannya dengan penyakit inflamasi usus lainnya yang
telah diketahui penyebabnya seperti infeksi, ischemik dan radiasi. Kolitis
ulseratif ditandai dengan adanya eksaserbasi secara intermitten dan
remisinya gejala klinik. (Djojoningrat, 2007)
Insidensi penyakit kolitis ulseratif di Amerika Serikat kira-kira 15
per 100.000 penduduk secara respektif dan tetap konstan. Prevalensi
penyakit ini diperkirakan sebanyak 200 per 100.000 penduduk. Sementara
puncak kejadian penyakit tersebut adala usia 15-35 tahun, penyakit ini
telah dilaporkan terjadi dalam setiap dekade kehidupan. (Glickman RM,
2000)
Penyebab pasti dari kolitis ulseratf tidak diketahui, tetapi penyakit
ini tampaknya multifaktor dan polygenic. Terdapat beberapa usulan
penyebab diantaranya faktor lingkungan, disfungsi kekebalan tubuh, dan
kecenderungan faktor genetik. Beberapa berpendapat bahwa anak-anak
lahir di bawah berat rata-rata yang lahir dari ibu dengan kolitis ulseratf
memiliki risiko lebih besar terkena penyakit ini. Kolitis adalah penyakit
seumur hidup yang memiliki dampak sosial dan emosional yang
mendalam pada pasien yang terkena. Diagnosis kolitis ulserativa paling
PROGRAM STUDI D3 RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA

baik dibuat dengan endoskopi dan biopsi mukosa untuk


histopatologi. Studi laboratorium sangat membantu untuk menyingkirkan
diagnosis lain dan menilai status gizi pasien, tapi pertanda serologi dapat
membantu dalam diagnosis penyakit colitis. Pencitraan radiografi
memiliki peran penting dalam hasil pemeriksaan pasien dengan suspect
kolitis dan dalam diferensiasi kolitis ulserativa dengan penyakit Crohn.
Perlakuan awal untuk colitis ulceratif meliputi pemberian kortikosteroid,
agen anti-inflamasi, agen antidiare, dan rehidrasi. Bedah dianggap perlu
jika pengobatan medis gagal atau jika keadaan darurat bedah
berkembang. (Adam, 2010)

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan penyakit colitis ulseratif?
2. Apa sajakah penyebab yang dialami pasien penderita colitis ulseratif?
3. Bagaimana pemeriksaan yang dilakukan terhadap penderita colitis
ulseratif?
4. Bagaimana solusi untuk menangani penyakit colitis ulseratif?

C. Tujuan
1. Mengetahui apa itu penyakit colitis ulseratif lebih jelas dan lengkap.
2. Mengetahui apa saja penyebab penyakit colitis ulseratif
3. Mengetahui pemeriksaan apa saja yang dilakukan oleh penderita colitis
ulseratif
4. Memberikan solusi yang tepat dalam penanganan penyakit colitis
ulseratif.
PROGRAM STUDI D3 RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA

BAB II
ISI

A. Definisi Colitis Ulseratif


Kolitis ulseratif adalah salah satu dari 2 jenis utama penyakit radang usus
(IBD) , bersama dengan penyakit Crohn . Tidak seperti penyakit Crohn,
yang dapat mempengaruhi setiap bagian dari saluran pencernaan, kolitis
ulseratif bersifat hanya melibatkan usus besar, dan ileum terminal pada
10% pasien. (Adam, 2010)

B. Penyebab Penyakit
Sementara penyebab kolitis ulseratif tetap belum diketahui, gambaran
tertentu penyakit ini telah menunjukan beberapa kemungkinan penting.
Hal ini meliputi faktor familial atau genetik, infeksi, imunologik dan
psikogenik. (Glickman RM, 2000)
 Faktor familial/ genetik
Penyakit ini lebih sering dijumpai pada orang kulit putih dibandingkan
orang kulit hitam atau cina, dan insidensinya meningkat (3 sampai 6 kali
lipat) pada orang Yahudi dibandingkan dengan non Yahudi. Hal ini
menunjukan bahwa dapat ada predisposisi genetik terhadap perkembangan
penyakit ini. (Glickman RM, 2000)
 Faktor infeksi
Sifat radang kronik penyakit ini telah mendukung suatu pencarian terus
menerus untuk kemungkinan penyebab infeksi. Disamping banyak usaha
untuk menemukan agen bakteri, jamur, virus, belum ada yang sedemikian
jauh diisolasi. Laporan awal isolat varian dinding sel Pseudomonas atau
agen lain yang dapat ditularkan yang dapat menghadirkan efek sitopatik
pada kultur jaringan masih harus dikonfirmasi. (Glickman RM, 2000)
 Faktor imunologik
PROGRAM STUDI D3 RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA

Teori bahwa mekanisme imun dapat terlibat didasarkan pada konsep


bahwa manifestasi ekstraintestinal yang dapat menyertai kelainan ini
(misalnya artritis, perikolangitis) dapat mewakili fenomena autoimun dan
bahwa zat terapeutik tersebut, seperti glukokortikoid atau azatioprin, dapat
menunjukkan efek mereka melalui mekanisme imunosupresif. Pada 60-
70% pasien dengan kolitis ulseratif, ditemukan adanya p-ANCA
(perinuclear anti-neutrophilic cytoplasmic antibodies). Walaupun p-ANCA
tidak terlibat dalam patogenesis penyakit kolitis ulseratif, namun ia
dikaitkan dengan alel HLA-DR2, di mana pasien dengan p-ANCA negatif
lebih cenderung menjadi HLADR4 positif. (Glickman RM, 2000)
 Faktor psikologik
Gambaran psikologis pasien penyakit radang usus juga telah ditekankan.
Tidak lazim bahwa penyakit ini pada mula terjadinya, atau berkembang,
sehubungan dengan adanya stres psikologis mayor misalnya kehilangan
seorang anggota keluarganya. Telah dikatakan bahwa pasien penyakit
radang usus memiliki kepribadian yang khas yang membuat mereka
menjadi rentan terhadap stres emosi yang sebaliknya dapat merangsang
atau mengeksaserbasi gejalanya. (Glickman RM, 2000)
 Faktor lingkungan
Ada hubungan terbalik antara operasi apendiktomi dan penyakit kolitis
ulseratif berdasarkan analisis bahwa insiden penyakit kolitis ulseratif
menurun secara signifikan pada pasien yang menjalani operasi
apendiktomi pada dekade ke-3. Beberapa penelitian sekarang
menunjukkan penurunan risiko penyakit kolitis ulseratif di antara perokok
dibandingkan dengan yang bukan perokok. Analisis meta menunjukkan
risiko penyakit kolitis ulseratif pada perokok sebanyak 40% dibandingkan
dengan yang bukan perokok. (Glickman RM, 2000)

C. Patogenesis
Ada bukti aktivasi imun pada IBD, dengan infiltrasi lamina propria
oleh limfosit, makrofag, dan sel-sel lain, meskipun antigen
pencetusnya belum jelas. Virus dan bakteri telah diperkirakan sebagai
PROGRAM STUDI D3 RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA

pencetus, namun sedikit yang mendukung adanya infeksi spesifik yang


menjadi penyebab IBD. Hipotesis yang kedua adalah bahwa dietary
antigen atau agen mikroba non patogen yang normal mengaktivasi
respon imun yang abnormal. Hasilnya suatu mekanisme penghambat
yang gagal. Pada tikus, defek genetik pada fungsi sel T atau produksi
sitokin menghasilkan respon imun yang tidak terkontrol pada flora
normal kolon. Hipotesis ketiga adalah bahwa pencetus IBD adalah
suatu autoantigen yang dihasilkan oleh epitel intestinal. Pada teori ini,
pasien menghasilkan respon imun inisial melawan antigen lumenal,
yang tetap dan diperkuat karena kesam/aan antara antigen lumenal dan
protein tuan rumah. Hipotesis autoimun ini meliputi pengrusakan sel-
sel epitelial oleh sitotoksisitas seluler antibody-dependent atau
sitotoksisitas cell-mediated secara langsung. (Price , 2005)
Imun respon cell-mediated juga terlibat dalam patogenesis IBD.
Ada peningkatan sekresi antibodi oleh sel monomuklear intestinal,
terutama IgG dan IgM yang melengkapi komplemen. Kolitis ulseratif
dihubungkan dengan meningkatnya produksi IgG (oleh limfosit Th2)
dan IgG, sub tipe yang respon terhadap protein dan antigen T-cell-
dependent. Ada juga peningkatan produksi sitokin proinflamasi (IL-1,
IL-6, IL-8 dan tumor necrosis factor-α [TNF-α], terutama pada aktivasi
makrofag di lamina propria. Sitokin yang lain (IL-10, TGF-β)
menurunkan imun respon. Defek produksi sitokin ini menghasilkan
inflamasi yang kronis. Sitokin juga terlibat dalam penyembuhan luka
dan proses fibrosis. Faktor imun yang lain dalam pembentukan
penyakit IBD termasuk produksi superoksida dan spesies oksigen
reaktif yang lain oleh aktivasi netrofil, mediator soluble yang
meningkatkan permeabilitas dan merangsang vasodilatasi, komponen
kemotaksis netrofil lekotrien dan nitrit oksida yang menyebabkan
vasodilatasi dan edema. ( Djojoningrat dkk, 2011)

D. Klasifikasi
Klasifikasi kolitis ulseratif (Tabel 1) adalah:
PROGRAM STUDI D3 RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA

 Kolitis ulserosa dini aktif


Pada pemeriksaan endoskopik tampak mukosa rektum
hipermia dan edema, erosif dan ulserasif kecil. Gambaran
histopatologi biopsi, menunjukkan kelainan kombinasi antara erosi
dan ulserasi. Kuantitas elemen kelenjar mukosa berkurang atau
menghilang dan vaskularisasi pada lamina propria bertambah. Pada
kripta tampak mikroabses yang terdiri dari kumpulan sel radang
neutrofil dan limfosit. Mikroabses kemudian pecah dan proses
radang meluas pada submukosa. (Jugde TA, 2009)
 Kolitis ulserosa kronik aktif
Pada tahap ini, terdapat lesi kombinasi radang aktif dan
proses penyembuhan dengan regenerasi mukosa. Mikroabses pada
kripta jumlahnya berkurang atau menghilang, pada lamina propria
jaringan limfoid mengalami hiperplasia. Kelenjar mukosa
mengalami hiperplasia, muncul dalam bentuk psedopolip. (Jugde
TA, 2009)
 Kolitis Ulserosa Tenang
Pada stadium tenang, mukosa lebih tipis. Walaupun ada
proses regenerasi kelenjar, menonjol, akan tetapi vaskularisasi
sudah berkurang. Bila kolitis ulserosa sudah berlangsung lama,
dapat dijumpai displasia atau prakanker. Itulah alasannya ulserosa
dianggap sebagai resiko tinggi untuk karsinoma kolon dan rektum.
(Jugde TA, 2009)

E. Gambaran Klinis
Gejala klinis yang paling dominan pada penderita kolitis ulseratf
adalah sakit pada perut dan diarrhea yang disertai pendarahan. Di samping
itu dapat juga dijumpai anemia, kelelahan (mudah lelah), kehilangan berat
badan, pendarahan pada rektum, kehilangan nafsu makan, kehilangan
cairan tubuh dan gizi, lesi pada kulit dan radang sendi, pertumbuhan yang
terganggu, terutama anak-anak. Hanya sebagian pasien yang terdiagnosa
dengan kolitis ulseratf yang mempunyai gejala, yang lain kadang-kadang
menderita demam, diarrhea dengan perdarahan, nausea, rasa nyeri pada
PROGRAM STUDI D3 RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA

perut yang hebat. Kolitis ulseratf juga dapat menimbulkan gejala seperti
arthritis, radang pada mata (uveitis), hati (sclerossing cholangitis) dan
osteoporosis. Hal ini tidak dapat diketahui bagaimana bisa terjadi di luar
dari kolon, tetapi para ahli berfikir komplikasi ini dapat terjadi akibat
pencetus dari peradangan yaitu sistem immune. Sebagian problem seperti
ini tidak jadi masalah jika kolitis dapat diobati. Ada pun organ yang
terlibat pada kolitis ulseratif seperti pada gambar 1 dibawah ini. (Judge
TA, 2009)

Keterlibatan organ pada kolitis ulseratif. (Judge TA, 2009)

f. Pemeriksaan Penunjang
Gejala utama kolitis ulseratif adalah diare berdarah dan nyeri
abdomen, seringkali dengan demam dan penurunan berat badan pada
kasus berat. Pada penyakit yang ringan, bisa terdapat satu atau dua feses
yang setengah berbentuk yang mengandung sedikit darah dan tanpa
manifestasi sistemik. (Marc D, 2011) Pemeriksaan Penunjang
Derajat klinik kolitis ulseratif dapat dibagi atas berat, sedang dan
ringan, berdasarkan frekuensi diare, ada/tidaknya demam, derajat beratnya
anemia yang terjadi dan laju endap darah (klasifikasi Truelove) ( tabel 3).
Perjalanan penyakit kolitis ulseratif dapat dimulai dengan serangan
pertama yang berat ataupun dimulai ringan yang bertambah berat secara
gradual setiap minggu. Berat ringannya serangan pertama sesuai dengan
PROGRAM STUDI D3 RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA

panjangnya kolon yang terlibat. Lesi mukosa bersifat difus dan terutama
hanya melibatkan lapisan mukosa. Secara endoskopik penilaian aktifitas
penyakit kolitis ulseratif relatif mudah dengan menilai gradasi berat
ringannya lesi mukosa dan luasnya bagian usus yang terlibat. Pada kolitis
ulseratif, terdapat reaksi radang yang secara primer mengenai mukosa
kolon. Secara makroskopik, kolon tampak berulserasi, hiperemik, dan
biasanya hemoragik. Gambaran mencolok dari radang adalah bahwa
sifatnya seragam dan kontinu dengan tidak ada daerah tersisa mukosa yang
normal. (Djojoningrat, 2007)

 Gambaran Fisik Diagnostik


Temuan fisis pada kolitis ulseratif biasanya nonspesifik; bisa
terdapat distensi abdomen atau nyeri sepanjang perjalanan kolon. Pada
kasus ringan, pemeriksaan fisis umum akan normal. Demam, takikardia
dan hipotensi postural biasanya berhubungan dengan penyakit yang
lebih berat.
Manifestasi ekstrakolon bisa dijumpai. Hal ini termasuk penyakit
okular (iritis, uveitis, episkleritis), keterlibatan kulit (eritema nodosum,
pioderma gangrenosum), dan artralgia/artritis (periferal dan aksial
artropati). Kolangitis sklerosing primer jarang dijumpai. (Djojoningrat,
2007)

 Gambaran Laboratorium
Temuan laboratorium seringkali nonspesifik dan
mencerminkan derajat dan beratnya perdarahan dan inflamasi. Bisa
terdapat anemia yang mencerminkan penyakit kronik serta defisiensi
besi akibat kehilangan darah kronik. Leukositosis dengan pergeseran
ke kiri dan peningkatan laju endap darah seringkali terlihat pada
pasien demam yang sakit berat. Kelainan elektrolit, terutama
hipokalemia, mencerminkan derajat diare. Hipoalbuminemia umum
terjadi dengan penyakit yang ekstensif dan biasanya mewakili
hilangnya protein lumen melalui mukosa yang berulserasi.
PROGRAM STUDI D3 RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA

Peningkatan kadar alkali fosfatase dapat menunjukkan penyakit


hepatobiliaris yang berhubungan. (Djojoningrat, 2007)
Pemeriksaan kultur feses (patogen usus dan bila diperlukan,
Escherichia coli O157:H7), ova, parasit dan toksin Clostridium
difficile negatif. (Marc D, 2011)
Pemeriksaan antibodi p-ANCA dan ASCA (antibodi
Saccharomyces cerevisae mannan) berguna untuk membedakan
penyakit kolitis ulseratif dengan penyakit Crohn. (Adam, 2010)

 Gambaran Radiologi
 Foto polos abdomen
Pada foto polos abdomen umumnya perhatian kita cenderung
terfokus pada kolon. Tetapi kelainan lain yang sering
menyertai penyakit ini adalah batu ginjal, sakroilitis,
spondilitis ankilosing dan nekrosis avaskular kaput femur.
Gambaran kolon sendiri terlihat memendek dan struktur
haustra menghilang. Sisa feses pada daerah inflamasi tidak
ada, sehingga, apabila seluruh kolon terkena maka materi feses
tidak akan terlihat di dalam abdomen yang disebut dengan
empty abdomen. Kadangkala usus dapat mengalami dilatasi
yang berat (toxic megacolon) yang sering menyebabkan
kematian apabila tidak dilakukan tindakan emergensi. Apabila
terjadi perforasi usus maka dengan foto polos dapat dideteksi
adanya pneumoperitoneum, terutama pada foto abdomen posisi
tegak atau left lateral decubitus (LLD) maupun pada foto
toraks tegak. (Adam, 2010)
Foto polos abdomen juga merupakan pemeriksaan awal untuk
melakukan pemeriksaan barium enema. Apabila pada
pemeriksaan foto polos abdomen ditemukan tanda-tanda
perforasi maka pemeriksaan barium enema merupakan kontra
indikasi. (Marc D, 2011)
PROGRAM STUDI D3 RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA

KRITISI DAN EVALUASI RADIOGRAF PEMERIKSAAN


ABDOMEN PADA PENDERITA APENDISITIS

PEMERIKSAAN ABDOMEN (APENDIKOGRAM)


PROYEKSI RPO
GAMBAR
RADIOGRAF

Tidak Terpenuhi
Identitas dari pasien tidak tercantum pada hasil
radiograf berupa nama pasien, umur, jenis
ID Requirements
kelamin, nomor film , tanggal pembuatan, nama
rumah sakit/instansi, serta asal ruangan pasien,
baik pasien rawat jalan maupun pasien poli.
Terpenuhi
Terdapat marker “R” terbaca terletak dibagian
MARKER
kiri bawah dan tidak memotong objek pada
radiograf.
Terpenuhi
Sudah menampakkan large intestinum
ANATOMI (ascendens,transversum,descendens,sig
moid,rectum), ilium, costae, vertb thorakal &
lumbal.
ANATOMI YANG Terpenuhi
TAMPAK Seluruh bagian anatomi yang dibutuhkan tidak
PROGRAM STUDI D3 RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA

terpotong, bagian apendic terlihat pada bagian


kiri bawah namun tidak terlihat dengan jelas
karena menggunakan teknik single contrast dan
tanpa ada yang saling superposisi.
Terpenuhi
Proteksi yang dilakukan adalah kolimasi yang tepat,
PROTEKSI RADIASI
tidak ada objek yang terpotong dan tidak ada yang
menghalangi objek.
GARIS TEPI LUAR
KORTEK TULANG, Terpenuhi
PATREN TRABEKULA Tepi korteks tulang sudah dapat membedakan
TULANG, DAN ATAU dengan objek lain, trabekular tulang & soft
STRUKTUR SOFT tissue tidak terlalu tajam.
TISSUE
Terpenuhi
Pengaturan FFD yang tepat tidak menyebabkan
DISTORSI
adanya distorsi berupa foreshortening dan
elongation.
Terpenuhi
UKURAN FILM,
Film yang digunakan sudah tepat dengan
REGIO ORGAN
memakai IP 35 X 43 cm, serta ROI sudah
ANATOMI TERLIHAT
tercangkup.
Tidak Terpenuhi
Kontras gambar cukup dengan sudah
KECUKUPAN
menampakkan korteks tulang satu dgn tulang
KONTRAS
lainnya, namun terdapat bayangan kelabu pada
radiograf.
Terpenuhi
Upaya pencegahan artefak dengan
UPAYA PENCEGAHAN menginstruksikan kepada pasien untuk
TERHADAP melepas celana agar tidak terdapat artefak dari
ARTEFAK resleting, serta menginstruksikan kepada
pasien untuk melepas benda logam pada
bagian yang akan diperiksa.
PROGRAM STUDI D3 RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA

Terpenuhi
OUTCOME
Radiograf sudah sesuai yang dikehendaki serta
dapat memperlihatkan nilai diagnostik.
Ditolak/Rejected
DITERIMA/
Dengan catatan pada radiograf harus tercantum
ACCEPTED
identitas pasien untuk memudahkan penanganan
DITOLAK/REJECTED
agar tidak miss diagnosa dan pengulangan foto.

 Barium enema
Barium enema merupakan pemeriksaan rutin yang
dilakukan apabila ada kelainan pada kolon. Sebelum dilakukan
pemeriksaan barium enema maka persiapan saluran cerna
merupakan pendahuluan yang sangat penting. Persiapan
dilakukan selama 2 hari berturut-turut dengan memakan
makanan rendah serat atau rendah residu, tetapi minum air
putih yang banyak. Apabila diperlukan maka dapat diberikan
laksatif peroral. (Marc D, 2011)
Pemeriksaan barium enema dapat dilakukan dengan teknik
kontras tunggal (single contrast) maupun dengan kontras
ganda (double contrast) yaitu barium sulfat dan udara. Teknik
double contrast sangat baik untuk menilai mukosa kolon
dibandingkan dengan teknik single contrast, walaupun
prosedur pelaksanaan teknik double contrast cukup sulit.
Barium enema juga merupakan kelengkapan pemeriksaan
endoskopi atas dugaan pasien dengan kolitis ulseratif.
Gambaran foto barium enema pada kasus dengan kolitis
ulseratif adalah mukosa kolon yang granuler dan
menghilangnya kontur haustra serta kolon tampak menjadi
kaku seperti tabung. Perubahan mukosa terjadi secara difus
dan simetris pada seluruh kolon. Lumen kolon menjadi lebih
sempit akibat spasme. Dapat ditemukan keterlibatan seluruh
kolon. Tetapi apabila ditemukan lesi yang segmental maka
rektum dan kolon kiri (desendens) selalu terlibat, karena
PROGRAM STUDI D3 RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA

awalnya kolitis ulseratif ini mulai terjadi di rektum dan


menyebar ke arah proksimal secara kontinu. Jadi rektum selalu
terlibat, walaupun rektum dapat mengalami inflamasi lebih
ringan dari bagian proksimalnya. (Adam, 2010)

Pada keadaan di mana terjadi pan-ulseratif kolitis kronis


maka perubahan juga dapat terjadi di ileum terminal.
Mukosa ileum terminal menjadi granuler difus dan dilatasi,
sekum berbentuk kerucut (cone-shaped caecum) dan katup
ileosekal terbuka sehingga terjadi refluks, yang disebut
backwash ileitis. Pada kasus kronis, terbentuk ulkus yang
khas yaitu collar-button ulcers. Pasien dengan kolitis
ulseratif juga menanggung resiko tinggi menjadi
adenokarsinoma kolon. (Adam, 2010)
 Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ultrasonografi sampai saat ini belum
merupakan modalitas pemeriksaan yang diminati untuk
kasus-kasus IBD. Kecuali merupakan pemeriksaan
alternatif untuk evaluasi keadaan intralumen dan
ekstralumen. (Adam, 2010)
Sebelum dilakukan pemeriksaan USG sebaiknya
pasien dipersiapkan saluran pencernanya dengan
menyarankan pasien untuk makan makanan rendah residu
dan banyak minum air putih. Persiapan dilakukan selama
24 jam sebelum pemeriksaan. Sesaat sebelum pemeriksaan
sebaiknya kolon diisi dulu dengan air. (Anonim, 2011)
Pada pemeriksaan USG, kasus dengan kolitis
ulseratif didapatkan penebalan dinding usus yang simetris
dengan kandungan lumen kolon yang berkurang. Mukosa
kolon yang terlibat tampak menebal dan berstruktur
hipoekhoik akibat dari edema. Usus menjadi kaku,
berkurangnya gerakan peristalsis dan hilangnya haustra
PROGRAM STUDI D3 RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA

kolon. Dapat ditemukan target sign atau pseudo-kidney


sign pada potongan transversal atau cross-sectional.
Dengan USG Doppler, pada kolitis ulseratif selain dapat
dievaluasi penebalan dinding usus dapat pula dilihat adanya
hypervascular pada dinding usus tersebut. (Marc D, 2011)
 CT-scan dan MRI
Kelebihan CT-scan dan MRI, yaitu dapat mengevaluasi
langsung keadaan intralumen dan ekstralumen. Serta
mengevaluasi sampai sejauh mana komplikasi ekstralumen
kolon yang telah terjadi. Sedangkan kelebihan MRI terhadap
CT-scan adalah mengevaluasi jaringan lunak karena terdapat
perbedaan intensitas (kontras) yang cukup tinggi antara
jaringan lunak satu dengan yang lain. . (Marc D, 2011)
Gambaran CT-scan pada kolitis ulseratif, terlihat dinding
usus menebal secara simetris dan kalau terpotong secara cross-
sectional maka terlihat gambaran target sign. Komplikasi di
luar usus dapat terdeteksi dengan baik, seperti adanya abses
atau fistula atau keadaan abnormalitas yang melibatkan
mesenterium. MRI dapat dengan jelas memperlihatkan fistula
dan sinus tract-nya. (Anonim, 2011)

 Gambaran Endoskopi
Pada dasarnya kolitis ulseratif merupakan penyakit yang
melibatkan mukosa kolon secara difus dan kontinu, dimulai dari
rektum dan menyebar/progresif ke proksimal. Data dari beberapa
rumah sakit di Jakarta didapatkan bahwa lokalisasi kolitis ulseratif
adalah 80% pada rektum dan rektosigmoid, 12% kolon sebelah kiri
(left side colitis), dan 8% melibatkan seluruh kolon (pan-kolitis).
(Anonim, 2011)
Pada kolitis ulseratif, ditemukan hilangnya vaskularitas mukosa,
eritema difus, kerapuhan mukosa, dan seringkali eksudat yang terdiri
atas mukus, darah dan nanah. Kerapuhan mukosa dan keterlibatan
PROGRAM STUDI D3 RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA

yang seragam adalah karakteristik. Sekali mukosa yang sakit


ditemukan (biasanya di rektum), tidak ada daerah mukosa normal
yang menyela sebelum batas proksimal penyakit dicapai. Ulserasi
landai, bisa kecil atau konfluen namun selalu terjadi pada segmen
dengan kolitis aktif. Pemeriksaan kolonoskopik penuh dari kolon pada
kolitis ulseratif tidak diindikasikan pada pasien yang sakit akut. Biopsi
rektal bisa memastikan radang mukosa. Pada penyakit yang lebih
kronik, mukosa bisa menunjukkan penampilan granuler, dan bisa
terdapat pseudopolip seperti pada gambar 6. (Marc D, 2011)

 Gambaran Histopatologi
Yang termasuk kriteria histopatologik adalah perubahan arsitektur
mukosa, perubahan epitel dan perubahan lamina propria. Perubahan
arsitektur mukosa meliputi perubahan permukaan, berkurangnya
densitas kripta, gambaran abnormal arsitektur kripta (distorsi,
bercabang, memendek). Perubahan epitel seperti berkurangnya musin
dan metaplasia sel Paneth serta permukaan villiform juga
diperhatikan. Perubahan lamina propria meliputi penambahan dan
perubahan distribusi sel radang. Granuloma dan sel-sel berinti banyak
biasanya ditemukan. Gambaran mikroskopik ini berhubungan dengan
stadium penyakit, apakah stadium akut, resolving atau
kronik/menyembuh. Pada kolon normal, permukaan datar, kripta
tegak, sejajar, bentuknya sama, jarak antar kripta sama, dan dasar
dekat muskularis mukosa. Sel-sel inflamasi, predominan terletak di
bagian atas lamina propria. Tsang dan Rotterdam (1999), membagi
gambaran histologik penyakit kolitis ulseratif menjadi kriteria mayor
dan minor. Sekurang-kurangnya dua kriteria mayor harus dipenuhi
untuk diagnosis kolitis ulseratif. (Marc D, 2011)
Kriteria mayor kolitis ulseratif:
 Infitrasi sel radang yang difus pada mukosa
 Basal plasmositosis
 Netrofil pada seluruh ketebalan mukosa
PROGRAM STUDI D3 RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA

 Abses kripta
 Kriptitis
 Distorsi kripta
 Permukaan viliformis
Kriteria minor kolitis ulseratif:
 Jumlah sel goblet berkurang
 Metaplasia sel Paneth
Tetapi pada kolitis ulseratif stadium dini, gambarannya tidak dapat
dibedakan dari kolitis infektif. Dan kolitis ulseratif mempunyai tiga
stadium yang gambaran mikroskopiknya berbeda-beda. Perlu diingat
bahwa pada seorang penderita dapat ditemukan gambaran ketiga
stadium dalam satu sediaan. (Marc D, 2011)
G. Pengobatan
Tujuan pengobatan yang dilakukan adalah untuk meringankan gejala,
khususnya saat serangan terjadi. Penanganan penyakit ini juga berfungsi
untuk mencegah kambuhnya gejala. Pengobatan kolitis ulseratif memiliki
tujuan adalah untuk:
1) menginduksi remisi,
2) mempertahankan remisi,
3) meminimalkan efek samping pengobatan,
4) meningkatkan kualitas hidup, dan
5) meminimalkan risiko kanker
Langkah-langkah penanganan tersebut biasanya meliputi:
 Obat antiinflamasi

Obat antiinflamasi berfungsi untuk mengurangi peradangan. Contoh


obatnya adalah aminosalicylate dan kortikosteroid.

 Imunosupresan

Obat ini akan menekan respons sistem kekebalan tubuh yang memicu
peradangan. Beberapa jenis imunosupresan yang biasanya dianjurkan
meliputi azathioprine, ciclosporin,dan infliximab.
PROGRAM STUDI D3 RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA

 Operasi

Tindakan operasi umumnya dianjurkan bagi pasien yang sering


mengalami serangan parah yang tidak bisa ditangani dengan obat-
obatan. Jenis prosedur yang akan dilakukan
adalah proctocolectomy, yaitu pengangkatan seluruh usus besar dan
rektum. Dokter juga akan menyambung ujung usus halus dengan anus
untuk menyalurkan kotoran. Jika tidak memungkinkan, akan dibuat
lubang permanen pada perut untuk mengeluarkan kotoran secara
langsung ke dalam kantong kecil di luar tubuh.

Di samping penanganan secara medis, penderita kolitis ulseratif juga


sebaiknya mengubah gaya hidup untuk mencegah kekambuhan atau
memburuknya gejala. Beberapa langkah sederhana yang mungkin
bermanfaat adalah:

 Mengubah pola makan, misalnya mengonsumsi makanan rendah


lemak, memperbanyak asupan cairan dan serat, mengonsumsi
suplemen, membatasi konsumsi produk susu, dan menghindari
minuman keras dan rokok. Jangan lupa untuk mencatat makanan atau
minuman apa saja yang mungkin memperparah gejala, agar dapat
dihindari di kemudian hari.
 Mengurangi stress, misalnya dengan berolahraga ringan atau
melakukan kegiatan relaksasi. Olahraga teratur juga bisa membantu
penderita untuk mempertahankan berat badan yang ideal.

H. Diet Cukup Serat


Diet pada awalnya akibat terjadi sedikit obstruksi dari jaringan
akibat edema. Akhirnya ini akan berkurang. Diet rendah residu dilakukan
enam sampai delapan minggu pertama. Buah dan asyuran yang disaring
diberikan. Makanan ini penting sebagai sumber vitamin A dan C.
Kemudian terdapat beberapa pembatasan diet, kecuali untuk makanan
yang mengandung tinggi serat atau sulit dicerna, seperti seledri, popcorn,
jagung, biji-bijian, dan kelapa, yang mutlak dihindari. Makanan
PROGRAM STUDI D3 RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA

diperkenalkan sekaligus. Toleransi pasien untuk makanan ini dikaji dan ia


diajarkan mengunyah makanan secara seksama.

Cairan mungkin menjadi masalah selama musim panas, karena


keringat yang keluar menambah cairan yang hilang. Cairan seperti
gatorade membantu dalam mempertahankan keseimbangan elektrolit.
Apabila efluen (keluaran fekal) terlalu cair, makanan fibrosa (seperti sereal
gandum bersekam, buah segar berkulit, polong, jagung, dan kacang tanah)
dibatasi. Apabila efluen sangat kering atau cairan tidak meningkatkan
efluen karena kelebihan air dikeluarkan dalam urin.
PROGRAM STUDI D3 RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA

BAB III
KESIMPULAN
Kolitis Ulserativa merupakan suatu penyakit menahun, dimana usus besar
mengalami peradangan dan luka, yang menyebabkan diare berdarah, kram perut
dan demam. Kolitis ulserativa bisa dimulai pada umur berapapun, tapi biasanya
dimulai antara umur 15-30 tahun.Tidak seperti penyakit Crohn, kolitis ulserativa
tidak selalu memperngaruhi seluruh ketebalan dari usus dan tidak pernah
mengenai usus halus. Penyakit ini biasanya dimulai di rektum atau kolon
sigmoid (ujung bawah dari usus besar) dan akhirnya menyebar ke sebagian atau
seluruh usus besar.
Pengobatan kolitis ulseratif memiliki tujuan adalah untuk
1) menginduksi remisi,
2) mempertahankan remisi,
3) meminimalkan efek samping pengobatan,
4) meningkatkan kualitas hidup, dan
5) meminimalkan risiko kanker
Prognosis dipengaruhi oleh ada tidaknya komplikasi atau tingkat respon
terhadap pengobatan konservatif
PROGRAM STUDI D3 RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA

DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/10981612/Askep_Pre_and_Post_Operasi_Kolitis_Ulse
ratif
https://www.academia.edu/17998670/114212909-Kolitis-Ulseratif
https://www.halodoc.com/kesehatan/kolitis-ulseratif
https://www.academia.edu/37986295/Dlscrib.com_crohn_dan_colitis_ulseratif_fi
x
Bontrager, Kenneth L. textbook of RADIOGRAPHIC Positioning and Related
Anatomy, 4th edition. USA : Mosby, 2001.
ocw.usu.ac.id/course/.../128...ANATOMI/patologi_anatomi_slide_colitis_ulseratif.pdf

https://www.slideshare.net/Snala26/askep-kolitis-ulseratif

Anda mungkin juga menyukai