Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU BAHAN MAKANAN

ACARA

DAGING

Disusun oleh :

Nama : Enka Angraini Ismail

NIM : 35.2014.7.2.0985

Kelompok :2

Tanggal : Minggu, 19 April 2015

Asisten : Elisa Sulistianingrum, S.Gz, Dietisien, MPH

Ayu Rahardianti, S.Gz, MPH

PROGRAM STUDI GIZI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS DARUSSALAM GONTOR

2015
BAB I

PENDAHULUAN

A. Acara : Daging
B. Hari/tanggal : sabtu, 11 april 2015
C. Tujuan :
Setelah praktikum ini :
1. Mengetahui tingkatan mutu daging
2. Mengetahui kriteria mutu daging berdasarkan warna, bau, dan tekstur daging
3. Mengetahui produk olahan daging

BAB II

METODE DAN PERCOBAAN

A. Alat dan bahan


1. Pisau 1 buah
2. Timbangan 1 buah
3. Kompor gas 1 buah
4. Beaker gelas 1 buah
5. Panci 1 buah
6. Termometer 1 buah
7. Beef cart 1 buah
8. Daging sapi khas luar/ sirloin 1 potong
9. Daging sapi khas dalam/ tenderloin 1 potong
10. Daging sapi sengkel/kisi 1 potong
11. Daging sapi sandung lamur 1 potong
12. Daging kambing 1 potong
13. Sosis sapi 1 potong
14. Kornet sapi 10 gram
15. Daging sapi asap 1 potong
16. Bakso sapi 1 buah
17. Dendeng sapi 1 potong

B. Cara kerja
a. Mengamati karkas daging
Daging sapi has luar/sirloin, daging sapi has dalam/tenderloin, daging sengkel,
daging sapi sandung lamur, daging kambing

Mengamati dan membandingkan daging dengan beef chart

Mengidantifikasi mutu karkas daging sesuai standar

b. Mengamati organoleptik
Daging sapi has luar/sirloin, daging sapi has dalam/tenderloin, daging sengkel,
daging sapi sandung lamur, daging kambing

Mengamati warna, bau, dan tekstu

Menyimpulkan kondisi daging

c. Mengamati keempikan daging

Daging sapi has luar/sirloin, daging sapi has dalam/tenderloin, daging sengkel,
daging sapi sandung lamur, daging kambing

Menekan daging

Memberi tanda + berdasarkan tingkat keempukan

d. Mengamati daya putus setelah pemasakan

Daging sapi has luar/sirloin, daging sapi has dalam/tenderloin, daging sengkel,
daging sapi sandung lamur, daging kambing


Memotong daging 2x1 cm

Memasak dalam air menddih suhu 1000 C selama 20 menit

Mengamati daya putus

Mengamati warna, bau, dan tekstur

e. Mengamati nilai gizi produk

Produk olahan daging



Mengamati sifat organoleptik produk

Mengamati kandungan gizi produk


BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil (tabel hasil percobaan/pengamatan)


1. Pengamatan karkas daging
Tabel 1. Pengamatan karkas daging

No Jenis daging Mutu karkas Kode


daging
1. Daging sapi has luar/sirloin B 7
2. Daging sapi has dalam/tenderloin E 6
3. Daging sapi sandung lamur C 5
4. Daging sapi sengkel/kisi A 2

2. Pengamatan sifat organoleptik daging


Tabel 2. Hasil pengamatan sifat organoleptik

No Jenis daging Warna Bau Tekstur Kesimpulan

1. Daging sapi has luar Coklat Daging sapi Empuk Sedikit


pucat segar lapisan lemak
2. Daging sapi has Tdk terlalu Daging sapi Empuk Banyak serat
dalam pucat segar sedikit lemak
3. Daging sapi Merah hati Daging sapi Kenyal, Ada lapisan
sengkel/kisi tua segar sedikit lemak, serat
empuk lemak
4. Daging sapi Coklat (tdk Daging sapi Kenyal, Banyak lemak
sandung lamur terlalu segar empuk , sedikit
pucat) daging
5. Daging babi Merah hati Amis darah Kenyal,be Terdapat
cerah rserat lapisan lemak
6. Daging kambing Merah hati Bau kambing Kenyal Ada lemak
pucat segar sedikit alot dan gajih
pada
permukaan
daging
7. Daging anjing Coklat amis Lebih Sedikit lemak
gelap (tua) empuk

3. Pengamatan keempukan daging & sifat organoleptik sesudah pemanasan


Tabel 3. Pengamatan keempukan daging

No Jenis daging Keempukan


1. Daging sapi has luar +++++
2. Daging sapi has dalam ++++
3. Daging sapi sengkel/kisi +++
4. Daging sapi sandung lamur ++
5. Daging anjing +++++
6. Daging babi ++++
7. Daging kambing ++

4. Pengamatan daya putus daging dan sifat organoleptik sesudah pemasakan


Tabel 4. Pengamatan daya putus daging dan sifat organoleptik sesudah pemasakan

No Bahan Daya putus Organoleptik


daging saat
dimasak
1 Daging sapi +++ Abu-abu Agak keras Khas sapi
khas luar pucat
2 Daging sapi ++++ Abu-abu Empuk dan Khas sapi
khas dalam berserat segar
3 Daging sapi +++ Abu-abu Berserat Khas sapi
sengkel segar
4 Daging sapi ++ Abu-abu Padat berserat Khas sapi
sanding agak kasar segar
lamur
5 Daging babi +++ Putih pucat Kenyal amis
berserat
6 Daging ++ Keras Khas
kambing kambing
7 Daging + Coklat pucat, Keras berserat amis
anjing ada bercak
putih

5. Pengamatan nilai gizi & sifat organoleptik produk olahan


Tabel 5. Pengamatan sifat organoleptik produk olahan

Bahan Warna Bau Tekstur Rasa keasinan


Daging asap Merah hati Daging sapi Kenyal, Gurih +++
pucat bergerenjel.
Sosis Merah Daging sapi kenyal Gurih sedikit +++++
keorangean lembut obat
Bakso Putih pucat Khas daging Padat Gurih ++++
sapi
Kornet Putih hati Daging sapi Lengket Sedikit asin +
pucat sedikit kasar
Dendeng Merah hati Khas daging Keras, tdk Manis ++
sapi halus
Abon Coklat tua Khas dagin Kasar Manis, gurih ++
sapi berserat

B. PEMBAHASAN
1. Pembahasan pengamatan karkas daging

Karkas adalah daging yang belum dipisahkan dari tulangnya, sedangkan daging
merupakan bagian yang sudah tidak mengandung tulang.

Dalam pengamatan ini 6 jenis karkas yaitu daging sapi has luar/sirloin, daging sapi
has dalam/tenderloin, daging sengkel, daging sapi sandung lamur, dan daging kambing
diamati dan dibandingkan dengan beef chart yang kemudian diidentifikasi mutu karkas yang
sesuai dengan standar yang ada. Pengamatan yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui
mutu karkas sehingga dapat diketahui kriteria mutu karkas yang baik.

Dari pengamatan mutu karkas yang dilakukan, diketahui bahwa daging sapi sirloin
memiliki mutu karkas daging B dengan kode 7, daging sapi tenderloin memiliki mutu karkas
daging E dengan kode 6, daging sapi sandung lamur memiliki mutu karkas daging C dengan
kode 5, dan daging sapi sengkel memiliki mutu karkas daging A dengan kode 2.

Daging has luar / sirloin adalah daging yang terdapat di bagian bawah dari daging iga,
sirloin memiliki daging yang sedikit keras karena pada bagian inilah otot sapi banyak bekerja.

Sirloin Tenderloin

Sedangkan tenderloin adalah daging yang berada di antara bahu dan tulang panggul.
berkebalikan dengan sirloin, tenderloin memiliki tekstur yang sangat lunak karena bagian ini
jarang sekali digunakan untuk beraktivitas.

secara umum, karkas sapi dibedakan dalam beberapa bagian yaitu :

a. Bagian bahu; yaitu blade/sampil adalah daging yang tebal dengan komposisi berat ±
5,5% dari berat karkas. Kualitas karkas seekor ternak dipengaruhi oleh faktor
bangsa, umur, jenis kelamin, kastrasi dan pakan. (Tobing, 2012).
b. Bagian punggung; bagian punggung terdiri atas beberapa bagian yaitu
1) Sirloin
Sirloin terletak di bagian punggung belakang sampai tulang rusuk nomor 3.
2) Cube roll/rib eye roll/lulur depan
Bagian ini secara sekilas mirip dengan sirloin. Secara anatomi cube roll diperoleh
dari tulang rusuk ke-4 sampai ke-8.
3) Tenderloin/fillet/has dalam/lulur dalam
Merupakan daging sapi dari bagian tengah badan. Tenderloin merupakan bagian
yang paling empuk dari daging karena berada pada posisi yang jarang
digerakkan. Komposisinya 1,6% dari berat karkas.
c. Bagian dada perut
Terdapat brisket/ sandung lamur yang merupakan daging sapi yang berasal dari
bagian dada bawah sekitar ketiak, dan mengandung banyak lemak.
d. Bagian paha belakang
e. Bagian betis
Berdasarkan Standar Perdagangan (SP) 144-1982 yang ditetapkan oleh Departemen
Perdagangan Indonesia, bagian-bagian sapi menurut kelasnya adalah:
a. Golongan kelas I, yaitu daging bagian lulur atau daging bagian punggung. Terdiri dari
has dalam (fillet); tanjung (rump); has luar (sirloin); lemusir (cube roll) yang terdiri
dari kepala(inside), penutup (top side), pendasar + gandik (silver side).
b. Golongan kelas II, yaitu paha depan seperti sengkel (shank), daging paha depan
(chuck); daging iga (rib meat), daging punuk (blade).
c. Golongan kelas III yaitu samcan(flank); sandung lamur (brisket); daging bagian
lainnya yang tidak termasuk kelas 1 dan 2

Berdasarkan SNI 3932:2008, setiap golongan terdiri dari 3 jenis yaitu mutu I, mutu II, dan
mutu III. Ciri-ciri mutu tersebut adalah :

Ciri-ciri
Karakteristik
Mutu I Mutu II Mutu III
merah khas merah khas merah khas
Warna
daging merah daging merah daging merah

Segar khas Segar khas Segar khas


Bau
daging segar daging segar daging segar

Penampakan Kering Lembab Basah


Kekenyalan Kenyal Kurang kenyal Lembek

Kriteria mutu fisik daging sapi adalah :


Ciri-ciri
Karakteristik
Mutu I Mutu II Mutu III
Merah
merah terang merah gelap
Warna daging kegelapan skor
skor 1-5 skor 8-9
6-7
Putih
Warna lemak Putih skor 1-3 kekuningan skor Kuning skor 7-9
4-6
Marbling Skor 9-12 Skor 5-8 Skor 1-4
Tekstur Halus Sedang Kasar

2. Pengamatan sifat organoleptik daging

Pengamatan ini dilakukan dengan mengamati sifat organoleptik dari berbagai macam
daging yang meliputi daging sapi has luar/sirloin, daging sapi has dalam/tenderloin, daging
sengkel, daging sapi sandung lamur, daging kambing, daging anjing dan daging babi yang
kemudian menyimpulkan kondisi daging bedasarkan pengamatan yang dilakukan. Proses
dilakukan pertama dengan mengamati sifat organoleptik yang meliputi warna, bau, dan
tekstur dari 6 jenis daging yang kemudian disimpulkan kondisi daging bedasarkan
pengamatan yang bertujuan untuk mengetahui kondisi daging bedasarkan sifat organoleptik
yang dimilikinya.

Bedasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, diketahui bahwa setiap daging memiliki
sifat organoleptik yang berbeda. Yaitu daging sapi khas luar yang memiliki warna coklat
pucat, bau daging sapi, tekstur yang empuk, dengan memiliki sedikit lapisan lemak, daging
sapi khas dalam yang berwarna coklat dengan tidak terlalu pucat, bau daging sapi, tekstur
yang empuk, memiliki banyak serat dengan sedikit lemak, daging sapi sengkel yang memiliki
warna merah hati agak tua, bau khas daging sapi, bertekstur kenyal dengan sedikit empuk,
serta terdapat lapisan serat lemak, daging sapi sandung lamur yang memiliki warna yang
coklat tidak terlalu pudar, bau daging sapi, tekstur yang kenyal dan empuk, dengan banyak
lapisan lemak dan sedikit daging, daging kambing dengan warna merah hati agak pudar, bau
kambing, tekstur yang kenyal dengan sedikit alot, serta terdapat lemak dan gajih pada
permukaan daging, daging babi yang memiliki warna merah hati cerah, berbau amis darah,
tekstur yang kenyal dan berserat, serta terdapat lapisan lemak dan daging anjing yang
memiliki warna coklat tua gelap, berbau amis, tekstur yang lebih empuk, dengan daging
sedikit berlemak.

Dari data tersebut diketahui bahwa daging sapi sengkel memiliki warna yang paling baik
diantara daging lainnya, sedangkan daging anjing memiliki warna paling kurang baik
dibandingkan daging lainnya, dari segi bau ketiga jenis daging sapi memiliki bau yang lebih
enak dengan bau khasnya, sedangkan daging babi dan anjing memiliki bau yang tidak sedap
karena berbau amis serta amis darah. Sedangkan dari segi tekstur, daging sapi khas luar
dan dalam memiliki tekstur yang paling lembut sedangkan daging kambing memiliki tekstur
yang paling alot dengan sedikit kenyal, sehingga bila dilihat dari seluruh segi
organoleptiknya, daging sapi meruapak daging yang paling baik kualitas fisiknya
dibandingkan dengan jenis daging lainnya.

Warna merah yang terdapat dalam daging dipengaruhi oleh pigmen daging yaitu
mioglobin. Kadar mioglobin pada daging akan mempengaruhi derajat warna merah daging.
Kadar mioglobin ini bervariasi menurut spesies, umur, jenis kelamin, jenis otot dan aktivitas
fisik.
Konsentrasi mioglobin dalam daging sapi lebih besar dibandingkan yang terdapat
pada daging kambing, babi, dan anjing. Perbedaan kandungan mioglobin ini menyebabkan
warna daging sapi terlihat lebih merah dibandingkan daging babi, daging babi lebih merah
dari daging kambing, dan daging kambing lebih merah dibandingkan daging anjing. Akan
tetapi jika daging terlalu lama terkena oksigen warna merah terang akan berubah menjadi
coklat. Timbulnya warna coklat ini menandakan daging telah terlalu lama terkena udara
bebas sehingga mengalami proses oksidasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsentrasi
mioglobin adalah spesies, bangsa, umur, jenis kelamin, pakan, cekaman (tingkat aktivitas
dan tipe otot), pH dan oksigen. Warna daging sapi normal adalah merah cerah. Warna
daging sapi muda lebih pucat dibandingkan daging sapi dewasa. Hal ini disebabkan karena
kandungan mioglobin pada daging sapi muda lebih sedikit daripada daging sapi dewasa.
Warna daging pada daging jantan lebih merah dibandingkan daging betina, hal ini
disebabkan karena sapi jantan memiliki aktifitas yang lebih banyak dibandingkan dengan
sapi betina. Serta bagian paha sapi lebih memiliki warna merah dibanding warna pada
bagian lainnya yang disebabkan karena aktifitas pada bagian kaki lebih besar dibandingkan
bagian lainnya. Daging sapi yang baru dipotong berwarna merah ungu dan akan berubah
menjadi lebih terang jika daging dibiarkan terkena oksigen. Tingkat kecerahan warna
ditentukan oleh tebalnya oksimioglobin di permukaan atau daerah oksigen. Bagian ini lebih
banyak terjadi pada suhu rendah dan lebih kecil pada suhu tinggi. Oleh karena itu, daging
menjadi lebih merah bila disimpan dalam lemari pendingin karena meningkatnya oksigen
dalam daging.

Dalam pengamatan terhadap aroma, seluruh jenis daging sapi dan daging kambing
memiliki aroma yang khas, sedangkan daging anjing dan babi agak amis. Menurut komariah
(2008), daging yang segar memiliki aroma khas. Apabila daging sudah rusak akan tercium
bau yang tidak sedap. Bau ini dikarenakan adanya aktivitas mikroba, reaksi kimia, atau
kombinasi keduanya. Kebusukan akan kerusakan yang terjadi pada daging ditandai oleh
terbentuknya senyawa-senyawa berbau busuk seperti amonia, H2S, indol, dan amin, yang
merupakan hasil pemecahan protein oleh mikroorganisme. Seluruh senyawa tersebut
dihasilkan oleh reaksi-reaksi kimia yang menyebabkan ransiditas oksidatif lemak dan
menghasilkan aldehida, asam–asam lemak bebas dan keton yang selanjutnya menyebabkan
bau. Terjadinya proses tersebut sangat dipengaruhi oleh ada tidaknya oksigen dan kontak
daging dengan oksigen. Selain penyebab tersebut bau pada daging juga disebebkan oleh
faktor internal seperti spesies, umur, pH perubahan selama penyimpangan, serta faktor
ekstrinsik yang meliputi pemerosesan dan makanan.

Dalam pengamatan tekstur, daging sapi sengkel dan sandung lamur memiliki tekstur
yang kenyal dan sedikit empuk, sedangkan daging kambing memiliki tekstur yang kenyal
dengan sedikit alot. Hal ini dikarenakan menurut Tobing (2012), tekstur daging dari seekor
ternak dipengaruhi oleh ikatan serabut otot (faskuli) yang terbungkus perimisium kasar dan
lembut. Ukuran tekstur ditentukan oleh jumlah serabut otot, ukuran dan jumlah perimisium
pembungkus. Tekstur otot menunjukkan ukuran ikatan-ikatan serabut otot yang dibatasi oleh
jaringan ikat yang membagi otot secara longitudinal. Menurut Komariah (2008), secara fisik
daging yang baik akan terlihat lebih elastis, sedikit kaku, dan tidak lembek. Pada daging
terdapat perbedaan ketegaran antara daging yang sudah mengalami pelayuan dengan
daging yang tidak mengalami pelayuan. Dalam proses pelayuan terjadi proses setting up
yaitu penambahan ketegaran yang menyebabkan daging menjadi lebih kaku dan kenyal jika
diraba.

Kualitas mutu daging didasarkan pada penilaian mutu fisiknya yang dapat ditentukan
oleh mutu komposisi gizi (rasio antara daging non lemak dengan lemak) dan palatabilitasnya
yang mencakup penampakan, tekstur (juiciness dan keempukan) dan flavor. Secara visual,
mutu daging yang baik dinilai dari warna, marbling dan daya ikat air (water holding capacity,
WHC)-nya. Daging dinilai bermutu baik jika memiliki warna dan marbling yang seragam pada
keseluruhan potongan daging dan dengan penampakan permukaan yang kering karena sifat
WHC-nya yang baik.

Daging yang baik memiliki ciri-ciri fisik yaitu daging berwarna merah, segar, tidak pucat
dan tidak kotor, mempunyai rasa gurih dan aroma yang sedap, memiliki tekstur yang terasa
kenyal dan tidak lembek, memiliki aroma yang segar atau bau khas daging tersebut, serta
tidak berbau busuk atau asam,

3. Pengamatan keempukan daging dan sifat organoleptik sesudah pemanasan

Pengamatan keempukan daging dilakukan dengan menekan permukaan daging dan


memberi tanda + bedasarkan tingkat keempukan yang terdapat pada setiap daging.
Penekanan ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat keempukan daging yang didasarkan
pada kelembutan dan keempukan daging saat ditekan dan kemudahan gigi masuk pada
daging dan usaha yang dilakukan otot daerah geraham selama pengunyahan. Bedasarkan
pengamatan yang dilakukan didapatkan :

No Jenis daging Keempukan


1. Daging sapi has luar +++++
2. Daging sapi has dalam ++++
3. Daging sapi sengkel/kisi +++
4. Daging sapi sandung lamur ++
5. Daging anjing +++++
6. Daging babi ++++
7. Daging kambing ++

Dari data tersebut diketahui bahwa daging sapi has luar dan daging anjing memiliki
keempukan paling tinggi dibandingkan jenis daging lainnya, sedangkan daging sapi sandung
lamur dan daging kambing memiliki keempukan yang paling rendah dbandingkan jenis
daging lainnya. Sehingga bila diurutkan dari daging yang paling memiliki keempukan
tertinggi adalah; daging sapi has luar dan daging anjing, daging sapi has dalam dan daging
babi, daging sapi sengkel/kisi, dan daging sapi sandung lamur dan kambing.

Keempukan pada daging berhubungan dengan stabilitas molekul kolagen dalam


jaringan ikat (connective tissues), dimana makin banyak heat labile colagen, maka makin
empuk daging yang ada. Hal ini disebabkan karena kolagen yang terdapat dalam daging
akan berubah menjadi gelatin saat mengalami pemanasan sehingga menjadi empuk. Selain
hal tersebut, banyak faktor yang juga mempengaruhi keempukan pada daging yang dibagi
menjadi faktor antemortem seperti genetik termasuk bangsa, spesies dan fisiologi, faktor
umur, manajemen, jenis otot, jenis kelamin dan stres, dan faktor postmortem yang meliputi
metode chilling, refrigasi, glikolisis, conditioning, pelayuan, dan pembekuan termasuk faktor
lama dan temperatur penyimpanan serta metode pengolahan termasuk metode pemasakan
dan penambahan bahan pengempuk. Meode pemasakan juga berpengaruh terhadap hasil
keempukan daging yang didapat. Daging yang direbus akan menjadi lebih empuk
dibandingkan daging yang digoreng, karena dalam proses perebusan jaringan ikat lebih
mudah dipecah dibandingkan ketika mengalami proses penggorengan sehingga
menghasilkan tekstur yang lebih empuk

Nilai heritabilitas keempukan daging sapi sekitar 45%, yang berarti 45% keempukan
daging saat dimasak ditentukan oleh faktor genetik atau ketuaan ternak yang dipotong.
Faktor genetik dapat menentukan keempukan daging antara grade dan potongan daging
sejenis. Sapi yang dipotong pada umur 9-30 bulan umumnya memiliki daging yang empuk.
Sapi betina yang digunakan sebagai induk, dagingnya menjadi kurang empuk saat umurnya
tua. Keempukan daging berkurang seiring dengan bertambahnya usia ternak. Menurut Arief
(2006) panjang sarkomer serabut otot berhubungan dengan nilai keempukannya. Sarkomer
otot yang pendek mempunyai keempukan yang lebih rendah dibandingkan dengan sarkomer
yang panjang.
4. .Pengamatan daya putus daging dan sifat organoleptik sesudah pemasakan

Dalam pengamatan ini digunakan 7 jenis daging sebagai sampel yang meliputi daging
sapi has luar/sirloin, daging sapi has dalam/tenderloin, daging sengkel, daging sapi sandung
lamur, dan daging kambing, daging anjing dan daging babi. Proses pengamatan pertama-
tama dilakukan dengan memotong daging dengan ukuran 2 x 1 cm, dan memasaknya dalam
air mendidih dengan suhu 100o C selama 20 menit dalam panci menggunakan kompor.
Kemudian daging yang telah direbus diamati daya putus antara serat dagingnya dan diamati
pula warna, bau, dan teksturnya. Selama pengamatan diperlukan pisau untuk memotong
daging, panci sebagai wadah dalam pemasakan, serta kompor yang digunakan untuk
memasak Pengamatan daya putus daging dilakukan dengan memotong daging kecil-kecil
berlawanan dengan serat menggunakan tangan. Pengamatan bertujuan untuk mengetahui
bagaimana daya putus pada daging setelah mengalami perebusan selama 20 menit pada
suhu 100o C, dan mengetahui berbagai sifat organoleptik yang dimilikinya.

Dari pengamatan yang dilakukan diketahui bahwa daging sapi has luar memiliki warna
abu-abu pucat setelah mengalami pemasakan dengan tekstur agak keras dan bau khas
sapi, dengan daya putus saat dimasak +++(kurang mudah diputus), daging sapi has dalam
memiliki warna au-abu pucat, memiliki tekstur yang empuk dan berserat, aroma khas daging
sapi, dengan daya putus saat dimasak ++++ (mudah diputus), daging sapi sengkel/kisi
memilki warna abu-abu pucat, tekstur yang berserat, dan beraroma khas daging sapi,
dengan daya putus saat dimasak +++ (kurang mudah diputus), daging sapi sandung lamur
yang memiliki warna abu-abu coklat dengan tekstur padat berserat, serta beraroma khas
sapi, dengan daya putus saat dimasak ++ (agak susah diputus), daging babi yang memiliki
warna putih pucat, tekstur yang kenyal dan berserat, serta bau yang amis, daging kambing
dengan warna coklat keabu-abuan, tekstur yang alot, serta beraroma khas kambing, dengan
daya putus saat dimasak ++ (agak susah diputus), dan daging anjing yang memiliki warna
coklat pucat dengan bercak putih, tekstur yang keras dan berserat, serta bau yang amis.

Dari data tersebut diketahui bahwa daging sapi has dalam memiliki daya putus daging
paling besar, sedangkan daging anjing memiliki daya putus yang paling kecil dibandingkan
jenis lainnya. Daya putus daging dapat dipengaruhi oleh keadaan daging setelah
pemotongan dan perlakuan daging sebelum pemasakan seperti pH karkas daging, metode
pelayuan, metode penyimpanan dan preservasi, metode pemasakan, serta bahan tambahan
termasuk enzim pengempuk daging

Setelah proses pemasakan banyak sifat fisik yang berubah dari daging diantaranya
adalah warna merah setelah dimasak akan mengalami penurunan. Hal ini karena terjadi
perubahan mioglobin atau oksimioglobin menjadi metmioglobin, yang disebabkan karena
teroksidasinya mioglobin sewaktu pemasakan daging (Buckle, 2011). Sehingga pada daging
sapi warnanya menjadi abu-abu pucat dan coklat. Pemasakan dapat meningkatkan atau
menurunkan keempukan daging, tergantung pada suhu dan waktu pemasakan. Suhu
pemasakan akan mempengaruhi kealotan protein miofibrilar sementara lama waktu
pemasakan akan mempengaruhi proses pelunakan kolagen (protein didalam jaringan ikat).

Selama pemasakan, denaturasi dan pengkerutan protein miofibrilar yang terjadi pada
suhu 40 – 45oC dan terus meningkat pada suhu 60oC menyebabkan kekerasan daging
meningkat. Sebaliknya, protein kolagen yang ada didalam jaringan ikat akan mengalami
pemecahan menjadi gelatin dan meningkatkan keempukan daging pada pemasakan diatas
suhu 65oC. Oleh karena itu, pemasakan daging sebaiknya dilakukan pada suhu internal
yang tidak terlalu tinggi, dengan waktu singkat jika daging hanya mengandung sedikit
jaringan ikat dan waktu yang lebih lama jika jaringan ikat lebih tinggi..

Untuk aroma, banyak faktor yang mempengaruhi aroma daging yang sudah mengalami
proses pemasakan. antara lain spesies, bangsa, pakan, jenis kelamin, umur, lemak, kondisi
penyimpanan dan kondisi pemasakan terutama jenis, lama, dan suhu pemasakan. Flavor
pada daging dihasilkan dari kombinasi berbagai komponen yang menstimulasi reseptor
penciuman dan rasa yang ada di saluran mulut dan hidung. Senyawa pembentuk flavor
daging yang terutama adalah komponen-komponen hasil pemecahan protein (peptida dan
asam amino), komponen aroma yang larut air dan gula pereduksi. Perbedaan jenis dan
komposisi lemak menyebabkan adanya sedikit perbedaan flavor daging dari hewan yang
berbeda pada saat daging dimasak. Selain itu asam glutamat sebagai perasa alami yang
terkandung dalam daging juga akan mempengaruhi flavor pada daging.

Reaksi maillard yang merupakan reaksi antara protein daging terhidrolisa, peptida dan
asam amino dengan gula pereduksi berperan penting dalam menghasilkan flavor daging
masak. Faktor aw, pH, suhu dan waktu pemanasan akan mempengaruhi jenis dan intensitas
komponen flavor daging masak yang dihasilkan. Reaksi ini berlangsung optimum pada
kisaran aw 0.5 – 0.8, pH tinggi dengan suhu antara 100°C (flavor daging rebus) dan 180°C
(flavor daging goreng).

Selama pemasakan daging, kandungan nilai gizi tertentu dapat mengalami pengurangan
atau kerusakan. Kenaikan suhu pada potongan daging menyebabkan protein miofibril dan
jaringan pengikat mengalami denaturasi pada tingkatan yang berbeda. Ikatan-ikatan yang
dipengaruhi oleh proses denaturasi protein antara lain adalah ikatan hidrogen (glisin), ikatan
hidrofobik (leusin, valin, fenilalanin, dan triptofan), ikatan ionik, dan ikatan intramolekuler
seperti gugus disulfida dalam sisten. Proses pemasakan dapat menyebabkan penurunan
jenis-jenis asam amino metionin, sistin, lisin serta hilangnya jenis-jenis asam amino esensial
yang lain dalam jumlah yang lebih sedikit. Kehilangan asam-asam amino tersebut dapat
menurunkan kemampuan protein untuk mengikat air terutama berkaitan dengan gugus
reaktif protein yang mengikat air, seperti gugus hidrofil serta rantai samping yang polar yang
mengandung gugus karboksil maupun gugus amino (Mastuti, 2008).

Banyak hal yang dilakukan agar daging tetap awet, diantaranya pendinginan,
pengeringan, pengemasan, pengalengan, pembekuan, serta pemberian bahan kimia seperti
cuka, asam asetat, fungisida, sodium klorida, alkaline phosphates (sodium tripolyphosphate),
sweetener seperti dextrose, sukrosa dan sorbitol, sodium atau potassium nitrite digabungkan
dengan sodium atau potassium erythorbate atau ascorbate, sodium laktat atau potassium
lactate, sodium acetate dan diacetate, liquid smoke, antioxidan seperti butylated hydroxy
anisole (BHA), butylated hydroxy toluene (BHT), atau juga dapat berasal dari curing agents.
Curing agents yang digunakan untuk daging terdiri dari suatu campuran sodium chlorida,
sodium nitrit atau sodium nitrat, gula (dekstrosa, sukrosa, hidrolisat pati, dan lain-lain). Nitrat
dan nitrit adalah senyawa (NaNO3) yang berfungsi untuk menjaga agar tampilan daging
tetap merah, memiliki flavor yang meningkat serta daya ikat air daging yang semakin kuat.
Pengawet dengan nitrit berfungsi sebagai antiseptik, yaitu sebagai bakteriostatis dalam
larutan asam terutama terhadap jasad renik yang anaerob. Penggunaan natrium nitrit dalam
jumlah yang melebihi batas dapat menimbulkan efek yang berbahaya bagi kesehatan,
karena nitrit dapat berikatan dengan amino dan amida yang terdapat pada protein daging
membentuk turunan nitrosoamin yang bersifat toksis, yang merupakan salah satu senyawa
yang dapat menimbulkan kanker, serta dapat menyebabkan vasodilatasi (pelebaran
pembuluh darah) yang dapat menimbulkan hipotensi. Kesemua bahan pengawet ini dalam
penggunaannya memiliki takaran penggunaan yang apabila penggunaannya melebihi batas
akan berbahaya bagi kesehatan.

Dalam pengawetan produk daging dan unggas beberapa oknum-oknum tertentu


menggunakan bawan pengawet yang sangat berbahaya bagi kesehatan, seperti formalin
dan boraks yang umumnya digunakan sebagai pengawet mayat

5. Pengamatan nilai gizi dan sifat organoleptik produk olahan

Dalam pengamatan yang dilakukan, berbagai macam produk olahan daging yang
meliputi daging asap, sossis, bakso, kornet, dan dendeng diamati sifat organoleptiknya yang
meliputi warna, bau, tekstur, dan rasa, menggunakan panca indra pengamat seperti indra
pengecap, perasa, dan penciuman, yang kemudian diamati nilai gizi dari tiap produk olahan.
Pengamatan dimaksudkan untuk mengetahui perbedaan sifat fisik dari tiap produk olahan
serta mengetahui komposisi gizi yang terkandung didalamnya.

Dari pengamatan yang dilakukan didapatkan bahwa daging asap memiliki warna merah
hati pucat, berbau daging sapi, tekstur yang kenyal dan bergerenjal, dengan keasinan yang
lumayan asin, sossis memiliki warna merah keoranyean, berbau khas sossis, memiliki
tekstur yang kenyal dan lembut, serta memiliki rasa yang sangat asin, bakso yang memiliki
warna putih pucat, bau khas daging sapi, tekstur yang padat, serta memiliki rasa yang
lumayan asin, kornet dengan warna merah muda pucat, bau khas daging sapi, tekstur yang
lengket dengan sedikit kasar, serta rasa yang tidak asin, dendeng yang berwarna merah
pekat, berbau daging sapi, tekstur yang kasar dengan padat berurat, serta memiliki rasa
yang cukup asin dan abon sapi yang berwarna coklat tua, bau khas abon sapi, memiliki
tekstur yang kasar berserat, serta rasa yang manis dan gurih.

Masing-masing produk olahan memiliki kandungan gizi yang berbeda-beda yaitu ;

Bahan Energi KH P L

Dendeng sapi 120 kkal 17 g 10 g 1.5 gr

Abon sapi 440 kkal 60 g 14 g 17 gr

Daging asap 90 kkal 2g 16 g 10 gr

Kornet 241 kkal 0g 16 g 25 g

Sossis daging 452 kkal 2,3 g 14,5 g 42,3 g

Bakso daging 190 kkal 23,1 g 10,3 g 6,3 g

Dari data tersebut diketahui bahwa kandungan energi terbesar terdapat pada sossis
daging sapi, sedangkan daging asap memiliki kandungan energi terendah. Untuk
karbohidrat, abon sapi memiliki kandungan tertinggi sedangkan kornet memiliki kandungan
karbohidrat yang terrendah. Untuk protein, daging asap dan kornet memiliki kandungan
tertinggi sedangkan dendeng sapi memiliki kandungan protein yang terendah. Dan untuk
lemak, sosis daging memiliki kandungan lemak yang paling banyak diantara produk olahan
lainnya sedangkan dendeng sapi memiliki kandungan yang paling rendah diantara produk
olahan lainnya.
KESIMPULAN

1. Tingkatan mutu daging adalah :

Ciri-ciri
Karakteristik
Mutu I Mutu II Mutu III
Merah
merah terang merah gelap
Warna daging kegelapan skor
skor 1-5 skor 8-9
6-7
Putih
Warna lemak Putih skor 1-3 kekuningan skor Kuning skor 7-9
4-6
Marbling Skor 9-12 Skor 5-8 Skor 1-4
Tekstur Halus Sedang Kasar

2. Daging yang bermutu baik memiliki ciri-ciri fisik seperti daging berwarna merah,
segar, tidak pucat dan tidak kotor, mempunyai rasa gurih dan aroma yang sedap,
memiliki tekstur yang terasa kenyal dan tidak lembek, memiliki aroma yang segar
atau bau khas daging tersebut, serta tidak berbau busuk atau asam,
3. Daging selain dikonsumsi secara langsung, juga dapat diolah menjadi berbagai
produk olahan daging seperti dendeng sapi, daging asap, dan abon sapi, kornet,
bakso dan sossis

DAFTAR PUSTAKA

Etza Bhakti, Bintoro Priyo, Dwiloka Bambang, Hintono Antoius, 2014, Determinasi warna
daging curing pada daging dan produk olahan daging, fakultas peternakan Universitas
Diponegoro

Usmiati Sri, 2010, Keempukan daging, apa dan bagaimana mendapat daging yang empuk,
Balai penelitian dan pengembangan pasca panen pertanian, Vol.32 No.4

Suryati Tati, Isnafia Irma, Arief, Korelasi dan kategori keempukan daging bedasarkan hasil
pengujian menggunakan alat dan panelis, Fakultas peternakan IPB, Vol 10.No 3

Rahmawati Fitri, pengawetan makanan dan permasalahanya, Pendidikan teknik Boga dan
busana FT UNY

Puspita, Sari A.P. (2010). Pengawetan Suhu Rendah pada Ikan dan Daging. Makalah Ilmu
Teknologi Pangan. Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
bbptusapiperah.ditjennak.pertanian.go.id/cara memilih daging sapi yang baik dan layak
dikonsumsi/ 2013

www. Organisasi.org/1970/01/isi-kandungan-gizi-pada-kornet-sapi-nutrisi-bahan-
makanan.html

www. Organisasi.org/1970/01/isi-kandungan-gizi-bakso-komposisi-nutrisi-bahan-
makanan.html

www. Organisasi.org/1970/01/isi-kandungan-sossis-daging-komposisi-nutrisi-bahan-
makanan.html

Anda mungkin juga menyukai