Anda di halaman 1dari 29

MENINGKATKAN MINAT BELAJAR SISWA PADA PELAJARAN SENI

MUSIK DENGAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN MODEL ”P A K E M”

SLAMET PRIYADI
SMA Negeri 42 Jakarta

ABSTRAK

Memberi dorongan semangat dan motivasi belajar siswa merupakan tugas guru, dan itu menjadi
sangat penting terutama untuk menumbuhkan rangsangan semangat serta minat belajar siswa
terhadap mata pelajaran seni musik. Minat belajar yang tinggi akan berpengaruh terhadap sejauh
mana upaya siswa dalam mencapai kompetensinya pada mata pelajaran tersebut. Dengan
alasan antara lain, karena tidak berbakat, penyampaian materi pelajaran yang tidak menarik,
terlalu verbalistik oleh guru adalah faktor penyebab mata pelajaran seni musik kurang diminati
siswa yang pada akhirnya berpengaruh besar pada prestasi belajar siswa yang semakin
menurun. Hal ini sebagaimana diperlihatkan oleh hasil yang relatif rendah dan kurang atau tidak
mencapai ”Kriteria Ketuntasan Minimal” (KKM). Oleh karena itu penyampaian materi
pembelajaran seni musik dengan menggunakan pendekatan PAKEM merupakan alternatif yang
tepat dan sesuai oleh karena pendekatannya dikondisikan dalam suasana yang aktif, kreatif,
efektif dan dalam suasana yang menyenangkan.

Berbasis pada analisa data yang diperoleh dalam tindakan kelas dengan menggunakan
pendekatan pembelajaran model PAKEM terdapat peningkatan minat belajar siswa pada
”Kompetensi Dasar” : Mengembangkan gagasan kreatif membuat aransemen lagu. Peningkatan
minat siswa dapat dilihat dari hasil kuisioner berkaitan dengan ketertarikan siswa pada mata
pelajaran seni musik karena seni musikkajian materinya menanamkan sikap apresiatif
menghargai terhadap hasil karya orang lain dari 22 siswa = 59,40 % menjadi 35 siswa =
94,50 %. prosentase tersebut dihitung dari jumlah keseluruhan siswa yang merespon pernyataan
kuisioner dari jumlah keseluruhan sebanyak 39 siswa.

Proses pembelajaran pada KD : Mengembangkan gagasan kreatif membuat aransemen lagu


yang disampaikan dengan menggunakan pembelajaran model PAKEM, mengalami peningkatan
aktivitas kelas secara keseluruhan, di siklus I = 28,20 % , tetapi Di siklus II aktivitas kelas terjadi
peningkatan dari 33,33 % menjadi 46,15 %. Pada tahap berikutnya dalam proses pembelajaran
pada KD : Mengembangkan gagasan kreatif membuat aransemen lagu yang disampaikan
dengan menggunakan pembelajaran model PAKEM terus mengalami peningkatan hasil belajar.
Hal tersebut dapat dilihat dari prosentase ketuntasan belajar yang meningkat, nilai rata-rata
pretes sebelum siklus 51,97 pada postes siklus I meningkat nilai rata-rata menjadi 73,23 dan
meningkat lagi menjadi rata-rata nilai siswa adalah85,25 pada postes di siklus II.

A. Latar Belakang Masalah


Ketika teori behaviorism mendominasi system pembelajaran di sekolah kita, model
pembelajaranteacher centered yang cenderung menganggap siswa bagaikan kertas putih
menjadi ciri utama. Dalam pembelajaran model ini, ciri utamanya siswa menjadi pasif karena
proses pembelajaran banyak didominasi guru dengan metode ekspositorinya yang menjadikan
pelajaran seni budaya, seni musik menjadi tidak menarik dan membosankan karena disajikan
dan disampaikan dengan cara verbalistik, hafalan semata. Guru sangat memonopoli proses
pembelajaran sehingga siswa tidak tumbuh dan berkembang kreatifitasnya. Padahal
pengembangan pengajaran secara seimbang antara belahan otak kiri dan otak kanan harus
dilakukan secara terpadu dan menyeluruh.
Mengacu pada masalah tersebut, maka penulis menggunakan pendekatan model PAKEM
untuk diterapkan dalam proses kegiatan pembelajaran seni musik. Dengan mengambil
judul : “Meningkatkan Minat Belajar Siswa Kelas X 6 SMA Negeri 42 Jakarta Pada
Pelajaran Seni Musik Kompetensi Dasar Mengembangkan Gagasan Kreatif Membuat
Aransemen Lagu Dengan Model Pembelajaran PAKEM Tahun Pelajaran 2011/2012”

B. Rumusan Masalah
• Apakah penggunaan model pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM)
dapat meningkatkan minat belajar siswa pada pembelajaran seni musik kompetensi dasar
mengembangkan gagasan kreatif membuat aransemen lagu di kelas X 6 SMA Negeri 42 ?”

C. Pemecahan Masalah

PP Nomor 19 tahun 2005 mengamanatkan: Pendidikan Seni Budaya / Seni Musik di berikan di
sekolah karena keunikan, kebermaknaan, kebermanfaatan terhadap
kebutuhan perkembangan peserta didik yang terletak pada pemberian pengalaman estetik
dalam bentuk kegiatan berekspresi, berkreasi, berapresiasi melalui pendekatan:“belajar
dengan seni”, “belajar melalui seni” dan “belajar tentang seni.” Dalam arti, pendidikan Seni
Musik aktifitasnya lebih fokus pada pengembangkan konsepsi, apresiasi, dan kreasi. Oleh
karena itu guru yang merupakan pemegang kunci utama untuk membuka pintu perbaikan
pendidikan dan pengajaran di sekolah dituntut memiliki kemampuan yang cukup untuk mengelola
kelas, inovatif dan professional. Guru yang inovatif adalah guru yang terus berupaya mencari,
menemukan dan menciptakan hal-hal baru dalam cara mengajarnya agar proses pembelajaran di
kelas dapat berjalan lebih baik sehingga mampu meningkatkan minat belajar siswa terhadap
pelajaran seni music

D. Tujuan Penelitian
1. Untuk meningkatkan minat belajar siswa pada pelajaran seni musik melalui penggunaan model
pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM) kompetensi dasar
mengembangkan gagasan kreatif membuat aransemen lagu.
2. Untuk mengetahui ketepatan dan keefektifan penggunaan model pembelajaran aktif,
kreatif,efektif,dan menyenangkan (PAKEM) dalam meningkatkan minat belajar siswa pada
pembelajaran seni musik kompetensi dasar mengembangkan gagasan kreatif membuat
aransemen lagu.
3. Untuk mengetahui peningkatan aktifitas,minat, dan hasil belajar siswa terhadap mata pelajaran
seni musik.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Untuk mendapatkan pengetahuan yang cukup tentang penggunaan model pembelajaran aktif,
kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM) dalam meningkatkan minat belajar siswa pada
materi pembelajaran seni musik pokok bahasan mengembangkan gagasan kreatif membuat
aransemen lagu.
b. Sebagai dasar pengetahuan dalam mengembangkan penelitian- penelitian pada masalah
selanjutnya.

2. Manfaat Praktis
a. Manfaat Bagi Siswa
1) Meningkatkan kemampuan dan keterampilan pada materi pembelajaran seni musik tentang
bagai mana mengembangkan gagasan kreatif membuat aransemen lagu,
2) Mendidik siswa untuk berpikir kritis, kreatif, tertib, dan memiliki sikap disiplin dan bertanggung
jawab.
3) Dengan memberi materi pembelajaran seni musik menggunakan model pembelajaran
PAKEM, siswa lebih dapat tertarik, termotivasi dan dapat memahami materi membuat aransemen
lagu.

b. Manfaat Bagi Guru


1) Menambah wawasan ilmiah dalam meningkatkan kompetensi diri menuju profesionalisme.
2) Pendekatan pembelajaran PAKEM sebagai acuan guru dalam meningkatkan minat belajar
siswa pada pelajaran seni musik kompetensi dasar mengembangkan gagasan kreatif membuat
aransemen lagu.

c. Manfaat Bagi Sekolah


1) Sebagai bahan kajian dan masukan untuk peningkatan mutu sekolah.
2) Mewujudkan misi dan visi sekolah sebagai Institusi yang selalu berupaya untuk meningkatkan
prestasi akademik.
3) Memperbanyak media pembelajaran yang kreatif dan inovatif sebagai sarana yang aktif, efisien,
dan menyenangkan.

A. Minat Belajar
Beberapa ahli memberi batasan tentang belajar yang penulis kutip dari buku Psikologi
Pendidikan halaman 104 tulisan Drs. Wasty Soemanto, M.Pd sebagai berikut:

1. James O. Wittaker : “Learning may be defined as the process by which behavior originates or is
altered through training or experience”(Wittaker, 1970: 15). Artinya, belajar dapat didefinisikan
sebagai proses dimana perilakudiubah melalui pelatihan atau pengalaman.
2. Cronbach menulis batasan belajar dalam bukunya yang berjudul Educational
Psychology seperti berikut,“Learning is shown by change in behavior as result of experience” (
Cronbach, 1954: p.47 ). Artinya, belajar ditunjukkan oleh perubahan perilaku sebagai hasil
dari pengalaman". ( Cronbach, 1954: p. 47 )

Dari batasan belajar tersebut dapat di tarik suatu kesimpulan bahwa belajar adalah suatu
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman, dan pelatihan. Hal ini sejalan dengan
definisi belajar dari Slameto ( 1988: 2 ) yang mengemukakan bahwa: “Belajar ialah suatu proses
usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah prilaku yang baru
secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu dengan lingkungannya”. Abdul
Hadis ( 2008: 60 )

Mengingat begitu pentingnya minat dan motivasi belajar, penulis berupaya untuk mencoba
menganalisa beberapa referensi tentang minat belajar. Wiliam James (1890) dalam Uzer
Usman (1992 : 24) melihat bahwa minat siswa merupakan faktor utama yang menentukan
derajat keaktifan belajar siswa. Dengan demikian minat merupakan faktor yang pengaruhnya
begitu besar dalam keterlibatan siswa belajar secara aktif dan kreatif. Hasil belajar merupakan
ketercapaian kompetensi belajar yang dinyatakan dengan nilai, karena itu minat belajar yang
tinggi akan diperlihatkan juga dengan nilai mata pelajaran yang memenuhi ketuntasan, bahkan
melebihi standar yang ditetapkan atau Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), setidaknya minat
belajar yang tinggi akan dinyatakan dengan ketercapaian kompetensi atau kompetensi dasar
pada mata pelajaran tersebut. Dengan demikian dasar untuk belajar pada setiap siswa sudah
ada, tinggal gurunyalah yang berupaya keras untuk membangkitkan minat belajar siswa pada
mata pelajaran yang diampunya.

B. Kompetensi Dasar: ”Mengembangkan Gagasan Kreatif Mengaransir Lagu Dengan Beragam


Teknik, Media, Dan Materi Musik Non Tradisional”

Pendidikan Seni Musik memiliki peran dalam pembentukan pribadi siswa yang harmonis
dengan memperhatikan kebutuhan perkembangan siswa dalam mencapai kecerdasan
musikalitas emosionalnya. Adapun ruang lingkup materi pembelajaran dalam kompetensi dasar
mengembangkan gagasan kreatif membuat aransemen lagu dengan beragam teknik, media
dan materi musik, yang mencakup tangga nada musik, notasi angka, notasi
balok, dan membuat aransemen lagu.

1. Pengertian aransemen musik / lagu


Dalam referensi musik, aransemen merupakan salah satu bentuk ciptaan yang berkait
dengan penulisan musik. Sebagai contoh, sebuah komposisi musik yang dipersiapkan untuk
pertunjukan konser besar dialihtuliskan menjadi komposisi musik untuk permainan piano saja,
atau bisa juga untuk pertunjukan konser kecil. Ada dua macam cara untuk membuat aransemen
musik/lagu: a.Secara tertulis. Aransemen tertulis bisa berupa penulisan tambahan secara
lengkap dengan detail-detailnya, atau bisa juga hanya berupa penambahan yang terbatas pada
pemakaian lambang akord. Materi yang dipersiapkan dalam membuat aransemen musik / lagu
antara lain berupa notasi lagu asli, imaginasi, kreasi, pengetahuan musik, pengetahuan sifat
suara manusia, dan pengetahuan instrument music, dan b. Secara tidak tertulis yaitu
aransemen music berupa penambahan-penambahan notasi hiasan pada aransemen yang
bersifat bebas, pribadi, spontan, temporer, dan sesaat.

C. Pembelajaran Model Pakem

PAKEM merupakan salah satu model pembelajaran yang memiliki paradikma baru dalam
sistem pengelolaan pendidikan di Indonesia karena sesuai dengan kebutuhan masyarakat, dan
pengguna lulusan serta memiliki suasana akademik yang besar dalam penyelenggaraannya.
PAKEM adalah singkatan dari “Pembelajaran yang Aktif, Kreatif, Efektif, dan
Menyenangkan”.

1. Aktif
Aktif yang dimaksudkan di sini adalah bahwa proses pembelajaran seni musik yang
dilakukan guru di kelas harus dapat menciptakan suasana dimana siswa aktif bertanya, aktif
bereksplorasi, dan berani mengemukakan gagasan dan pendapatnya melalui kreatifitas
musiknya secara bebas. Berkait dengan hal tersebut, menurut Magnesen dalam Dryden bahwa
dalam belajar siswa akan memperoleh 10 % dari apa yang dibaca, 20 % dari apa yang didengar,
30 % dari apa yang dilihat, 50 % dari apa yang dilihat dan didengar, 70 % dari apa yang
dikatakan, dan 90 % dari apa yang dikatakan dan dilakukan. (Dryden, 2000: 100)

2. Kreatif
Kreatif artinya memiliki daya cipta, memiliki kemampuan untuk berkreasi. (Silberman, 1996:
9) dalam (Sri Gianti, 2009: 6). Peran aktif siswa dalam proses pembelajaran seni musik sudah
barang tentu akan membentuk siswa menjadi kreatif, artinya siswa yang mampu menghasilkan
generasi kreatif yang berguna bagi dirinya juga buat orang lain. Menurut Semiawan daya kreatif
tumbuh dalam diri setiap individu dan merupakan pengalaman yang paling mendalam dan unik
bagi seseorang (Syaifurrahman, 2009: 6). Suasana belajar yang memberi kesempatan kepada
siswa untuk berpartisipasi aktif dalam mengemukakan gagasan dan ide-idenya tanpa harus
memiliki perasaan takut, disalahkan oleh guru yang bersangkutan. Suasana kondusif dan kreatif
seperti itulah yang dimaksud dalam PAKEM.

3. Efektif
Terciptanya pembelajaran yang efektif muncul karena pembelajaran yang dilaksanakan dapat
menumbuhkan daya kreatif siswa sehingga dapat membekali siswa dengan berbagai
kemampuan. Artinya siswa dapat mengembangkan berbagai potensi yang ada dalam dirinya
sehingga menghasilkan kemampuan yang beragam.Pembelajaran yang efektif hanya bisa
didapat dengan prilaku atau tindakan nyata (learning by doing) baik dari guru maupun siswa. Di
sinilah peran dari seorang guru, bagaimana Ia mampu membuat scenario pembelajaran di kelas
agar proses pembelajaran berjalan sebagaimana tersebut di atas.

4. Menyenangkan
Pembelajaran yang menyenangkan adalah suatu kondisi pembelajaran yang didisain
sedemikian rupa oleh guru sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran di kelas, di mana siswa
dan guru berinteraksi secara akrab, sehingga siswa bisa berkonsentrasi penuh dan pusat
perhatiannya terfokus pada belajar. Berdasar hasil penelitian, tingginya perhatian siswa terbukti
dapat meningkatkan hasil belajar. (Purnama,M.pd, 2009: 7)

Berdasar uraian tersebut, dapat dideskripsikan bahwa PAKEM, “Pembelajaran yang Aktif,
Kreatif, Efektif dan Menyenangkan” adalah suatu proses pembelajaran di mana siswa dan guru
terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Dalam kata lain, guru turut serta berperan aktif untuk
membangkitkan semangat siswa dalam belajar dengan menggunakan berbagai strategi, metode,
media, dan model pembelajaran.

A. Setting Penelitian

Penelitian penulis lakukan di SMA Negeri 42 Halim Perdanakusuma Jakarta Timur, pada
bulan Desember sampai dengan bulan Maret 2012. Adapun subjek penelitian adalah siswa kelas
X semester genap Tahun Pelajaran 2011 – 2012, yang kemudian penulis mengambil salah
satu kelas yaitu kelas X 6 yang jumlah siswanya sebanyak 39 orang, terdiri siswa laki-laki
sebanyak 21 orang dan siswa wanita sebanyak 18 orang. Alasan penulis memilih sampel kelas
X 6 sebagai subyek penelitian didasarkan kepada minat belajar mereka terhadap mata pelajaran
seni musik relatif rendah, selain itu rata-rata hasil belajar mata pelajaran seni musik juga rendah
dibandingkan dengan kelas X lainnya, berdasarkan Kriteria Ketuntasan Minimal( KKM). Adapun
nilai KKM mata pelajaran seni musik adalah 75.
Penelitian dilakukan dalam dua siklus, siklus I tiga kali pertemuan pada minggu ke 2 (Selasa,
17 Januari 2012), minggu ke 3 (Selasa, 24 Januari 2012), dan minggu ke 4 (Selasa, 31 Januari
2012). Sedangkan siklus II pertemuan dilakukan bulan Febuari pada minggu ke 1 (Selasa, 7
Febuari 2012), minggu ke 2 (Selasa, 14 Febuari 2012), dan ke 3 (Selasa, 21 Febuari 2012).

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas ( PTK) dengan menggunakan model
yang dikembangkan olehKurt Lewin yang pelaksanaannya dilakukan dalam bentuk
siklus, terdiri atas empat komponen yaitu : (1) perencanaan, (2) tindakan, (3)
pengamatan, dan (4) reflek

A. Siklus I

1. Minat Belajar
Seni Musik pada Kompetensi Dasar : Mengembangkan Gagasan Kreatif Membuat
Aransemen Lagu pada pertemuan pertama di siklus I yaitu pada hari selasa tanggal 17 Januari
2012, dilakukan pembelajaran yang diawali dengan ”apersepsi” pemberian motivasi . Adapun
motivasi yang diberikan pada awal pembelajaran pada pertemuan pertama berkait erat dengan
tujuan pembelajaran dan materi ajar yang disampaikan
a. Siswa diharapkan mampu menjelaskan bentuk-bentuk ciptaan musik.
b. Siswa diharapkan mampu menjelaskan jenis-jenis karya musik berdasarkan bentuknya.
c. Siswa diharapkan mampu menjelaskan materi, prosedur dan langkah-langkah membuat
aransemen lagu.
d. Siswa diharapkan mampu membuat aransemen lagu.

Pada langkah inti, guru menjelaskan bentuk-bentuk ciptaan musik berikut contohnya, jenis-
jenis karya musik berikut contohnya, menjelaskan materi dan prosedur serta langkah-langkah
membuat aransemen lagu berikut contoh dan peragaannya. Pada langkah akhir, guru
menyimpulkan materi pelajaran, memberikan pertanyaan-pertanyaan, memberi kesempatan
kepada siswa untuk menjawab dan bertanya terkait dengan materi pelajaran yang diberikan. Di
sini penulis bersama rekan guru observer melihat bagaimana situasi dan kondisi siswa, aktivitas
siswa selama proses pembelajaran berlangsung, seperti bertanya, menjawab pertanyaan,
mengemukakan pendapat, atau menyanggah. Pada pertemuan pertama ini belum nampak ada
perubahan aktivitas yang berarti dari, akan tetapi siswa cenderung fokus pada materi yang
disampaikan . Dari data lembar observasi diperoleh :

a. Siswa bertanya 2 orang siswa (5,40 %)


b. Siswa menjawab pertanyaan 4 orang siswa (10,80 %)
c. Siswa mengemukakan pendapat 3 orang siswa (8,10 %).
d. Siswa menyanggah sebanyak 3 orang siswa (8,10 %).
e. Prosentase aktivitas kelas secara keseluruhan (35,10 %).

Selanjutnya berkait dengan sampai sejauh mana minat siswa terhadap mata pelajaran seni
musik, pada proses pembelajaran berlangsung selama kurang lebih 20 menit , peneliti dibantu
oleh observer mengedarkan lembar kuisioner yang kemudian diisi oleh siswa sebanyak 37
orang. Kuisioner tersebut sengaja dirancang berurutan, agar siswa merespon , sehingga muncul
jawaban dengan mencheklis (V) pada kolom “S”, atau “SS”, atau “ TS dan STS”. Peneliti
memfokuskan hasil kuisioner terutama pada minat siswa dengan alasan :

- Ketertarikannya pada mata pelajaran seni musik , karena belajar seni musik materinya
menanamkan sikap apresiatif, menghargai hasil karya orang lain.
- Ketertarikannya pada mata pelajaran seni musik, karena seni musik bersifat aktif, kreatif,
dan menyenangkan.
- Ketertarikannya pada mata pelajaran seni musik, karena setiap siswa membutuhkan sarana
berekspresi, dan lebih lagi seni musik adalah sebagai sarana pengembangan minat dan bakat.

Pada siklus I , kuisioner tersebut mempertlihatkan ;


- 20 siswa atau 54,60 % siswa tertarik pada mata pelajaran seni musik, karena belajar seni musik
materinya menanamkan sikap dan penghargaan terhadap hasil karya orang lain.
- 25 siswa atau 67,50 % siswa tertarik pada mata pelajaran seni musik, karena seni musik
kegiatannya menyenangkan.
- 23 siswa atau 62,10 % siswa tertarik pada mata pelajaran seni musik, karena setiap siswa
membutuhkan sarana pengembangan minat dan bakat.

Dugaan atau asumsi peneliti alasan ketertarikan siswa pada mata pelajaran seni musik
tersebut dari data seberapa banyak siswa yang menjawab kuisioner nomor 8, 9 dan 12
data tersebut dapat terlihat pada lampiran B. Pada pertemuan kedua yang dilaksanakan pada
hari selasa tanggal 24 Januari 2012, pelaksanaan pembelajaran mengacu pada RPP , dengan
materi ajar : Membuat aransemen lagu non tradisional. Diawal pembelajaran guru memberikan
motivasi pada siswa dengan memperagakan senam birama, memperagakan contoh gerak
tangan birama 2/4, 3/4, 4/4. Proses penyampaian materi pembelajaran berlangsung sesuai
dengan RPP. Untuk mengetahui aktivitas pembelajaran saat proses berlangsung, observer
mengamati dan dihasilkan data sebagai berikut :

a. Siswa yang bertanya sebanyak 2 orang ( 5,40 % )


b. Siswa yang menjawab pertanyaan 4 orang ( 10,80 %)
c. Siswa menyanggah sebanyak 3 orang ( 8,10 %)
d. Mengemukakan pendapat sebanyak 4 orang ( 10,80 % )
Persentase aktifitas kelas = 35,10 %

2. Hasil belajar
Dengan asumsi peneliti bahwa minat yang tinggi pada mata pelajaran akan berbanding lurus,
atau mempunyai korelasi terhadap hasil belajar, maka peneliti memberikan tes baik pretes
maupun postes pada siklus I dan siklus II. Pada hari selasa tanggal 17 Januari 2012 sebelum
tindakan dilaksanakan dengan waktu 2 X 45 menit, diadakan pretes dengan jumlah soal PG =
10 adapun bobot soal : PG setiap soal skor = 1 jumlah betul semua atau skor tertinggi adalah =
10. Didapat hasil pretes antara lain sebagai berikut skor nilai rata-rata kelas 51.97 dan
prosentase ketuntasan belajar sebesar 53,97 % yaitu hanya 21 siswa dari 39 yang nilai
pretesnya mencapai sama atau lebih dari 75, hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar seni
musik dengan materi membuat aransemen lagu non tradisional, dilihat dari kemampuan awal
sebelum proses pembelajaran masih rendah, kondisi tersebut dianggap wajar karena materi
tersebut belum disampaikan.

HASIL PRETES I SIKLUS I

Hari / TgL : Selasa , 17 Januari 2012


Prosentase Ketuntasan
• Tuntas 21 siswa = 53, 97 %
• Tidak tuntas 18 siswa = 46, 26 %
• Score rata-rata = 51, 97

Dari pretes di siklus I yang diperoleh hasil 53,97 % mencapai ketuntasan ( KKM ) hal ini
merupakan bahan pertimbangan dalam melakukan upaya peningkatan hasil belajar
menggunakan pembelajaran model PAKEM. Setelah proses pembelajaran berlangsung di siklus I
dalam tiga kali pertemuan selanjutnya diadakan postes dengan soal yang sama dengan soal
yang diberikan pada pretes pertemuan pertama. Postes dilakukan pada hari selasa, 31 Januari
2012 selama 30 menit, hasil yang didapat antara lain:

- 31 siswa dari 39 yang nilai pretesnya mencapai sama atau lebih dari 75
- skor nilai rata – rata kelas : 73,23
- prosentase yang belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal sebanyak 8 orang dari 39 siswa
atau 20,40 % siswa yang belum mencapai KKM.

3. Refleksi
Berdasarkan data hasil yang diperoleh setelah melakukan tindakan disiklus I dengan tiga kali
pertemuan kemudaian disertai pengamatan atau observasi dari guru lain sebagai observer,
menyatakan bahwa pembelajaran seni musik yang disampaikan menggunakan pembelajaran
model PAKEM, memberikan hasil yang cukup memuaskan sesuai dengan target yang
diharapkan. Adapun hasil yang didapat memperlihatkan peningkatan aktivitas terutama pada
siswa yang bertanya, menjawab pertanyaan dan mengemukakan pendapat, meskipun siswa
yang aktif pada pertemuan pertama belum banyak sebesar 24, 50 % tetapi pada pertemuan
kedua aktivitas kelas secara keseluruhan mengalami peningkatan yaitu menjadi 45,90 %.
Sementara hasil kuisioner berkaitan dengan sejauh mana pandangan siswa terhadap
mata pelajaran seni musik, di siklus I memperlihatkan bahwa 66,50 % siswa atau sebanyak 25
siswa dari jumlah 39 memperlihatkan ketertarikan atau minat terhadap seni musik, dengan
alasan bahwa pelajaran seni rupa merupakan pelajaran yang menyenangkan. Alasan ini lebih
banyak dibandingkan dengan siswa yang tertarik terhadap seni musik karena setiap siswa
membutuhkan sarana pengembangan minat dan bakat. Harapan peneliti ketertarikan tersebut
mendapatkan peningkatan juga pada ketertarikan siswa pada seni musik dengan alasan karena
belajar seni musik materinya menanamkan sikap dan penghargaan terhadap hasil karya orang
lain.
Data berikutnya yaitu hasil belajar yang diperoleh dari pretes ke postes memperlihatkan
peningkatan yang cukup signifikan, namun peneliti merasa belum puas melihat data tersebut
karena masih belum dianggap wajar, peningkatan tersebut diperoleh setelah proses
pembelajaran berlangsung. Data tersebut nampak pada tabel berikut :
HASIL POSTES I SIKLUS I

Postes Siklus : I
Hari / Tgl : Selasa , 31 Januari 2012

Prosentasae Ketuntasan :
• Tuntas 31 siswa = 79, 05 %
• Tidak Tuntas 8 siswa = 20, 40 %
• Score rata-rata = 73,23

Prosentase Kriteria Ketuntasan Belajar Siklus I


Pretes Postes Perbedaan

51, 97 % 73, 23 % 21,26 %

Dengan demikian peneliti beranggapan bahwa pada siklus berikutnya ada beberapa hal yang
harus ditingkatkan antara lain :

a. Penyampaian materi dibuat lebih terinci, sitematis lebih jelas dan terarah, dengan menampilkan
banyak contoh-contoh peragaan, alat bantu pelajaran keyboard, pianika, gitar. Dll.
b. Pendekatan pembelajaran model PAKEM harus lebih kolaboratif, dengan mengimplementasikan
secara kolaboratif metode ceramah, demonstrasi, praktik, diskusi dan sebagainya, sehingga
proses pembelajaran lebih bervariatif, kesempatan siswa untuk aktif, kreatif lebih meningkat
secara kelseluruhan.
c. Tes hasil belajar akan diberikan waktu khusus dengan durasi waktu menjadi 60 menit.

A. Siklus II

inat belajar
Minat seni musik melalui pembelajaran PAKEM : Mengembangkan gagasan kreatif membuat
aransemen lagu. Pada tahap refleksi di siklus I, peneliti bersama dengan kolaborator berasumsi
bahwa tindakan pada siklus ke II harus lebih ditingkatkan, dengan alasan bahwa ternyata
terdapat korelasi yang signifikan antara pemberian motivasi diawal pembelajaran dan proses
pembelajaran menggunakan PAKEM pada pelajaran seni musik, yaitu dapat memotivasi
meningkatkan minat belajar pada mata pelajaran tersebut. Mengawali tindakan di siklus II , pada
pertemuan pertama hari selasa 7 Febuari 2012 mengacu pada skenario pembelajaran ( RPP )
yang telah disiapkan. Dengan pokok bahasan membuat aransemen lagu non
tradisional. Membangun motivasi yang dibangun pada pertemuan pertama siklus II ini adalah
dengan pemberian penguatan atas jawaban, pertanyaan, pendapat siswa dalam bentuk
pemberian point nilai untuk tabungan siswa dalam buku nilai. Hasilnya adalah cukup
memuaskan, dan motivasi ini amat efektif dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan minat
belajar siswa, karena nilai yang tinggi merupakan hal yang diharapkan setiap siswa. Hasil akhir
memperlihatkan, dengan pembelajaran model PAKEM dapat meningkatkan minat belajar yang
sekaligus juga meningkatkan nilai belajar siswa terhadap pelajaran “Seni Musik”. Berikut
merupakan aktivitas siswa saat pembelajaran pada pertemuan ke I di siklus II :

No Aktifitas Siswa Jumlah Prosentase

1. Bertanya 8 20,40 %
2. Menjawab Pertanyaan 8 20,40 %
3. Mengemukakan Pendapat 6 15,30 %
4. Menyangga 1 2,55 %
5 Tidak aktif 16 30,80 %
.
Aktifitas Kelas 39 – 16 = 23 % 100 – 30,80 =
69,20 %

Pada pertemuan ke 3 hari selasa 21 Febuari 2012 dengan materi


ajar : Membuat aransemen lagu non tradisional dengan membangun motivasi yang sengaja
dibangun dalam pembelajaran adalah upayamengungkapkan aktivitas belajar yang diamati oleh
No Aktifitas Siswa Jumlah Prosentase
1. Bertanya 10 27,00 %
2. Menjawab Pertanyaan 10 27,00 %
3. Mengemukakan Pendapat 8 21,60 %
4. Menyangga 4 9,80 %
5. Tidak aktif 7 17,85 %
Aktivitas Kelas 39 – 7 = 32 % 100 – 17,85 = 82,15 %
observer juga nampak ada peningkatan dan antusias belajar terlihat meningkat terutama dalam
mengungkapkan pendapat. Aktivitas siswa dapat dimunculkan dengan hasil data sebagai
berikut :

Pada pertemuan ke tiga sekaligus pertemuan terakhir, perhatian peneliti kembali fokus
kepada sejauh mana minat siswa terhadap mata pelajaran seni musik, sehingga data yang
didapatkan tertutama dari kuisioner. Setelah tindakan pertemuan kedua dilaksanakan, peneliti
memberikan kuisioner yang sama pada siklus I dan hasilnya terjadi perubahan dari siklus I antara
lain : 39 siswa menjawab bahwa mata pelajaran seni musik sangat penting, 37 siswa atau 86,40
% siswa diantaranya mengemukakan alasan berkaitan dengan manfaat dari segi sarana
pengembangan minat dan bakat siswa, sementara masih nampak 35 siswa atau 96,50 % siswa
juga menjawab pertanyaan bahwa seni musik menarik karena kajian materinya menanamkan
sikap dan penghargaan terhadap hasil karya seni orang lain.

asil Belajar

Sesuai dengan rumusan masalah, Meningkatkan minat belajar siswa terhadap pelajaran seni
musik dengan menggunakan pendekatan pembelajaran model PAKEM, model penelitian untuk
menghasilkan data tersebut, adalah tes hasil belajar yang diberikan melalui prosedur pretes dan
postes di siklus II. Pertemuan pertama sebelum tindakan yaitu hari Selasa, 7 Febuari
2012 diadakan pretes, dengan soal pilihan ganda ( soal di lampiran ). Pada pretes II skor nilai
rata-rata sebesar 74,10 sedangkan prosentase ketuntasan belajar mencapai 62,10 % yaitu 31
siswa dari 39 mencapai KKM. Sementara itu setelah tindakan dilakukan diadakan postes II,
adapun hasil yang dicapai 34 siswa dari 39 mencapai sama dengan atau lebih 75 ( KKM )
atau 86,70 % dengan nilai rata – rata85,25 kenaikan dari pretes ke postes sebesar 11,15 %

HASIL PRETES SIKLUS II

Hari / Tgl : 14 Febuary 2012


Prosentase Ketuntasan :
• Siswa tuntas sebanyak 31 orang = 78,55 %
• Siswa tidak tuntas sebanyak 8 orang = 20,40 %
• Score rata-rata = 74,10

HASIL POSTES SIKLUS II

Hari / Tgl : Selasa , 21 Febuary 2012


Prosentase ketuntasan :
• Siswa tuntas sebanyak 34 orang = 86,70 %
• Siswa tidak tuntas sebanyak 5 orang = 12,75
• Score rata-rata = 85,25

Prosentase Kriteria Ketuntasan Belajar Siklus II


Pretes Postes Perbedaan

74,10 % 85,25 % 11,15 %

3. Refleksi
Dari empat kali pertemuan yang terbagi dari dua siklus, diawali perencanaan, tindakan
observasi dan seterusnya, peneliti melihat beberapa hasil dari upaya tindakan yang
memperlihatkan adanya peningkatan, antara lain sebagai berikut :

Porosentase Aktivitas siswa dalam proses pembelajaran


Siklus I Siklus II
No Aktivitas Siswa
P1 P2 P3 P1 P2 P3
1. Bertanya 5,40 % 13,57% 16,20% 21,60% 25,00 % 28,90 %
2. Menjawab 10,20 % 16,20% 16,20% 27,00% 32,40 % 35,10 %
Pertanyaan
3. Mengemukakan 13,50% 15,62% 21,60% 21,60% 24,30 % 24,30 %
4. pendapat.
Menyanggah 0 0 0 0 0 0%
5. Tidak aktif
Aktivitas Kelas 29,10 % 45,39% 54,00 69,20% 81,70 % 91,00%
Peningkatan aktivitas siswa dalam belajar sangat memungkinkan apabila proses
pembelajaran disempurnakan baik dari segi metode, pendekatan ataupun alat bantu
pembelajaran yang digunakan bervariatif sesuai dengan karakter pembelajaran model PAKEM.
Berkait dengan minat belajar seni musik yang merupakan bagian yang paling diharapkan dalam
hasil penelitian ini, memperlihatkan perubahan yang cukup berarti terutama berkait dengan
ketertarikan siswa terhadap seni musik dengan alasan pelajaran seni musik sangat penting, 33
siswa atau 89,10 % siswa diantaranya mengemukakan alasan berkaitan dengan manfaat dari
segi sarana pengembangan minat dan bakat siswa. Sedangkan siswa tertarik terhadap seni
musik dengan alasan seni musik merupakan pelajaran yang menyenangkan, dari 25 siswa 66,50
% menjadi 33 siswa 89,10 %. Sementara itu 30 siswa tertarik mata pelajaran seni rupa kajian
materinya menanamkan sikap dan penghargaan terhadap hasil karya orang lain dari 22 siswa =
59,40 % menjadi 35 siswa = 94,50 %. Perubahan hasil kuisioner di siklus II dari siklus I berkaitan
dengan minat siswa terhadap mata pelajaran seni musik, memperlihatkan bahwa proses
pembelajaran yang diawali dengan pemberian motivasi sangat diperlukan, bahkan selanjutnya
peneliti berasumsi bahwa pembelajaran menggunakan model PAKEM akan menjadi motivasi
yang cukup berarti bagi siswa dalam rangka menumbuhkan dan meningkatkan minat belajar
siswa terhadap pelajaran seni musik. Hasil belajar yang diperoleh melalui proses pembelajaran di
siklus I dan siklus II melalui postes I dan postes II, memperlihatkan peningkatan, seperti nampak
pada tabel berikut :

Siklus Pretes Postes Perbedaan


I 51,97 73, 23 21,26
II 74,10 85,25 11,15

Skor nilai rata-rata kelas dapat dilihat


Skor nilai rata – rata Skor nilai rata – rata
Siklus Perbedaan
pretes postes

I 51, 97 73,23 21,26


II 74,10 85,25 11,15

Dari tabel di atas ditemukan nilai rata-rata kelas yang mencapai KKM mata pelajaran
seni rupa pada postes yaitu 75 . Kenaikan hasil belajar yang diperoleh, menguatkan dugaan
bahwa minat belajar berbanding lurus dengan hasil belajar. Begitu juga kegairahan siswa yang
diperlihatkan dengan aktivitas belajar seperti bertanya, menjawab pertanyaan, serta
mengemukakan pendapat, bisa menjadi tolak ukur sejauh mana minat siswa terhadap mata
pelajaran seni musik. Deskripsi data hasil penelitian yang telah diuraikan, diharapkan juga akan
memotivasi guru untuk melaksanakan tindakan kelas, ketika ditemukan masalah-masalah dalam
pembelajaran. Kegairah guru dalam menggali berbagai model, metode, media serta upaya dalam
memecahkan masalah-masalah pembelajaran adalah kegairahan bersama mulai dari kepala
sekolah, guru mata pelajaran, juga siswa dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan.

A. Simpulan
Berbasis dari analisa hasil penelitian yang mengacu pada rumusan masalah yang telah
ditentukan, disertai dengan temuan-temuan dalam proses tindakan dan pembahasan yang telah
diuraikan dalam bab IV tentang proses pembelajaran untuk meningkatkan minat siswa pada mata
pelajaran seni musik, dengan menggunakan pembelajaran model PAKEM, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :

1. Proses pembelajaran pada KD : Mengembangkan Gagasan Kreatif Membuat Aransemen Lagu


dengan menggunakan pembelajaran model PAKEM dapat meningkatkan minat belajar siswa
pada pelajaran seni musik. Perkembangan peningkatan minat belajar siswa dapat dilihat dari
hasil kuisioner yang berkait dengan ketertarikan siswa pada mata pelajaran seni musik karena
seni musik kajian materinya menanamkan sikap dan penghargaan terhadap hasil karya orang
lain dari 22 siswa = 56,10 % menjadi 37 siswa = 94,35 %, prosentase tersebut dihitung dari
jumlah keseluruhan siswa yang merespon pernyataan kuisioner dari jumlah keseluruhan
sebanyak 39 siswa.
2. Proses pembelajaran pada KD : Mengembangkan gagasan kreatif membuat aransemen lagu
dengan pembelajaran model PAKEM mengalami peningkatan. Peningkatan hasil belajar dapat
dilihat dari prosentase ketuntasan belajar yang meningkat 31,25 % yaitu dari hasil rata-ta nilai
siswa postes siklus I score=73,23 menjadi score rata-rata = 85,25 di postes siklus II

B. Saran

Saran-saran yang dapat disampaikan dari hasil penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai
berikut :

1. Proses pembelajaran menggunakan pembelajaran model PAKEM bisa diterapkan pada upaya
menumbuhkan minat belajar siswa pada mata pelajaran lain dalam setiap pembelajaran
meskipun dalam waktu yang relatif singkat.
2. Pemilihan bahan ajar yang akan disampaikan menggunakan pembelajaran model PAKEM perlu
dilakukan oleh guru, dalam rangka pertimbangan efektifitas dalam pembelajaran.
3. Kepiawaian untuk memotivasi siswa dalam setiap pembelajaran hendaknya menjadi kompetensi
yang harus dimiliki guru sebelum, atau selama proses pembelajaran guna menumbuhkan minat
belajar siswa.
4. Variasi model pembelajaran, metode, serta penggunaan media hendaknya menjadi salah satu
motivasi bagi siswa, sehingga aktivitas belajar lebih meningkat.
5. Penelitian tindakan kelas hendaknya menjadi bagian yang rutin dilaksanakan oleh setiap guru
secara berkala, ketika ditemukan masalah-masalah dalam proses pembelajaran di kelas.
6. Kebiasaan untuk mengungkapkan masalah-masalah pembelajaran dalam bentuk laporan tertulis,
serta upaya tindakan sebagai bagian dari penyelesaian masalah pembelajaran secara
sederhana, singkat dan tepat perlu dibiasakan, sebagai acuan serta bahan perbandingan guna
menyelesaikan masalah-masalah pembelajaran selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Supardi Suhardjono, 2011. Strategi Menyusun Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Penerbit
Andi.
Supardi Suhardjono, 2011. Publikasi Ilmiah Non Penelitian, Dalam Pengembangan Keprofesian
Berkelanjutan Bagi Guru. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Dr. Sulipan, M. Pd, 2010. Teknik Mudah Menyusun Karya Tulis Ilmiah. Bandung: Penerbit
Eksismedia.
Moh.Ujer Usman, 1992. Menjadi Guru Profesional. Bandung : Remaja Rosda Karya.
Jamaludin, M. Ed, 2003. Pembelajaran Yang Efektif (Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi
Siswa).Jakarta: CV. Mekar Jaya.
MGMP IPA Jakarta Timur, 2010. Jurnal Pendidikan Edisi I Volume 3 – R 2010. Jakarta: MGMP IPA.
UHAMKA 2009. Peningkatan Profesi Guru Melalui Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan
Menyenangkan ( PAKEM ). Jakarta: Rayon 37 UHAMKA.
Mendiknas, 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ( KTSP ), Jakarta: Pusat Kurikulum
Balitbang Depdiknas
Drs. Wasty Soemanto, M.Pd, 2006. Psikologi Pendidikan (Landasan Kerja Pemimpin
Pendidikan). Jakarta: Rineka Cipta.
Ario Kartono, dkk 2007. Kreasi Seni Budaya Untuk SMA, Jakarta: Ganeca.
Abubakar Baraja 2008. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Studio Press
Dr. Abdul Hadis, M. Pd. 2008, Psikologi Dalam Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Slameto 1988. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Bina Aksara.
Diposkan oleh Denmas Priyadi di 07.59

Proposal metode penelitian

PROPOSAL METODE PENELITIAN KUALITATIF


Proposal ini dibuat sebagai tugas Ujian Akhir Semester VII pada mata kuliah
Metodologi Penelitian Komunikasi Kualitatif
Resepsi Khalayak Ibu-ibu Rumah Tangga desa Candi - Sidoarjo terhadapProgram
Acara Reality Show “Master Cheff” di Indosiar
Oleh:
AANG KUNAIFI
NIM. 08.20220.00015
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO
2013

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Media massa televisi merupakan suatu sarana yang sangat efektif dalam
mempengaruhi pola pikir manusia. Manusia memperoleh tambahan pengetahuan, informasi
terkini dari belahan bumi lainnnya dengan cepat, serta insipirasi salah satunya adalah akibat
dari peranan televisi. Televisi sebagai suatu media massa mempunyai peranan yang penting
dalam memudahkan masyarakat untuk mendapat informasi yang dibutuhkan.
Media massa adalah alat yang biasanya digunakan dalam penyampaian pesan dari
sumber kepada khalayak (penerima) dengan menggunakan alat-alat komunikasi mekanis
seperti surat kabar, film, radio dan televisi (Cangara, 2003:134). Hingga detik ini media
massa masih menjadi penentu atau pencetus sebuah opini publik yang ada di masyarakat.
Media mampu menjangkau masyarakat luas (khalayak) untuk menikmati sajian pesan / berita
atau program yang di tampilkan.
Televisi, sesuai dengan fungsinya untuk mempengaruhi pemirsanya, diharapkan
mampu memberikan pencerahan dan inspirasi baru bagi semua khalayklnya, salah satunya
adalah khalayak ibu-ibu rumah tangga.
Belakangan ini sering kita jumpai di berbagai stasiun televisi yang menyajikan
tayangan reality show yang menyajikan beragam tema dan tampilan. Dari beberapa program
acara reality show yang kini taynag di stasiun televisi nasional Indonesia, peneliti tertarik
untuk menganalisis tayangan paling menyegarkan dan fenomenal di tahun ini yang
dipersembahkan oleh FremantleMedia dan RCTI, MasterChef Indonesia. Sebuah ajang adu
kemampuan memasak bagi semua kalangan untuk menemukan the first Master Chef
Indonesia. Ada beberapa alasan peneliti memilih program acara tersebut, diantaranya:
a. pada observasi awal yang peneliti lakukan kepada sebagian ibu-ibu rumah
tangga di desa Candi Sidoarjo, yang menjadi narasumber sementara, didapatkan hasil
bahwa sebagian besar pernah dan suka menonton tayangan tersebut dengan beragam
alasan.
b. program acara tersebut menampilkan adu kemampuan memasak bagi semua
kalangan,sehingga seharusnya mampu memberikan inspirasi bagi audiensnya.
c. ditayangkan setiap hari pada pukul 16.30 sore, jam tayang tersebut
memberikan ruang dan waktu yang cukup banyak bagi ibu-ibu untuk
menonton tayangan tersebut.
d. tayangan dengan durasi yang cukup lama (sekitar 60 menit atau 1 jam)
seharusnya membuat pemirsanya puas dengan isi atau content acara tersebut.
Salah satu standar untuk mengukur khalayak media adalah menggunakanreception
analysis, dimana analisis ini mencoba memberikan sebuah makna ataspemahaman teks media
dengan memahami bagaimana karakter teks media dibaca oleh khalayak. Reception
analysis disini meliputi persepsi, pemikiran, preferensi dan interpretasi. Persepsi adalah
pengalaman tentang obyek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan
menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. (Jalaluddin,
2004:51). Pemikiran didefinisikan sebagai perbuatan individu dalam menimbang-nimbang,
menguraikan, menghubung-hubungkan sampai akhirnya mengambil
keputusan. Preferensi yaitu semua ungkapan emosi individu yang menyertai pemikiran
persepsi kita dalam menerima pesan, apakah pemirsa menyukai program berita tersebut atau
tidak. Interpretasi merupakan sebuah istilah untuk menjelaskan bagaimana kita memahami
pengalaman.
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti terdorong untuk mengadakan penelitian
mengenai resepsi khalayak ibu-ibu rumah tangga terhadap program acara reality show
”Master Cheff” di Indosiar.
1.2 Perumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah dia atas, maka dapat dirumuskan
masalahbagaimanakah resepsi khalayak ibu-ibu rumah tangga terhadap program acara relaity
show ”Master Cheff” di Indosiar?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui resepsi khalayak ibu-ibu rumah tangga
terhadap program acara relaity show ”Master Cheff” di Indosiar.
1.4 Luaran Yang Diharapkan
Hasil luaran yang diharapkan dari penelitian ini adalah terwujudnya karya ilmiah
tentang resepsi khalayak ibu-ibu rumah tangga terhadap program acara relaity show ”Master
Cheff” di Indosiar.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Secara Teoritis
Untuk memperluas wawasan dan memperdalam pemahaman mengenai bidang kajian
komunikasi media massa dan riset khalayak
1.5.2 Secara Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi media televisi mengenai
pengembangan/improvisasi tayangan reality show yang membawa pencerahan bagi
audiensnya.
1.5.3 Secara Sosial
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membuka mata masyarakat khususnya kalangan
ibu-ibu rumah tangga mengenai tayangan yang bernilai positif dan bermanfaat bagi
masyrakat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
2.1.1 Reception Analysis Pemirsa Terhadap Peran Media dalam Pendidikan Politik Bagi
Perempuan pada Pemilu 2009 (Studi Reception AnalysisAktivis Perempuan Sidoarjo
Kecamatan Kota Terhadap Program Acara Headline News METRO TV)
Oleh: Mitha, Arytas (2009)
Penelitian ini terfokus pada apa dan bagaimana peranan media massa dalam
pendidikan politik bagi perempuan di Sidoarjo. Hasil dari penelitian ini memperlihatkan
bagaimana peran Program Berita Headline News METRO TV dalam pendidikan politik bagi
perempuan. Peneliti dengan ini menyimpulkan bahwa peran Program BeritaHeadline
News METRO TV adalah sebagai berikut :
1. Program Berita Headline News METRO TV memberikan informasi, pengetahuan, serta
wawasan tentang perkembangan politik yang ada.
2. Program Berita Headline News METRO TV merupakan media sosialisasi politik dan
partisipasi politik perempuan, mengingat pemilih perempuan sangat bervariasi.
3. Para audiens (aktivis perempuan) menganggap bahwa pendidikan politik itu sangat penting
bagi perempuan, mengingat dari beberapa kasus kehidupan, perempuan masih terdapat
kurang kesetaraan dan keadilan gender.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dalam mengurai dan menjelaskan
fenomena dan fakta di lapangan. Lokasi penelitian ini adalah aktivis perempuan di Sidoarjo.
Key Words: Media, Politik, dan Perempuan
( Sumber: Aryas Mitha Iswahyuni, Reception Analysis Pemirsa Terhadap Peran Media dalam Pendidikan
Politik Bagi Perempuan pada Pemilu 2009, Skripsi, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, 2009)
2.1.2 Penerimaan Khalayak Ibu Rumah Tangga terhadap Serial Desperate Housewives di
Televisi).
Oleh Anggraini, Ane Kusuma. (2006)
Drama komedi merupakan jenis komedi situasi yang paling jarang, jumlahnya kurang
lebih hanya 1 persen dari seluruh judul komedi situasi yang pernah ditayangkan. Hal tersebut
dikarenakan tingkat kesulitan dalam memproduksinya. Meskipun drama komedi kalah dalam
kuantitas, namun dari segi kualitas sudah tidak diragukan lagi. Berbagai judul drama komedi
seringkali menjadi sangat populer dengan menempati peringkat atas dan rating yang tinggi dalam
riset AC Nielsen di Amerika.
Penerimaan khalayak ibu rumah tangga dalam memahami dan memaknai drama komedi
Desperate Housewives di televisi, ternyata bervariasi. Penerimaan tersebut meliputi:
1. Partisipan mempersepsi drama komedi Desperate Housewives sebagai tayangan yang menarik
dan belum pernah ditayangkan sebelumnya. Beberapa partisipan mengungkapkan unsur-unsur
drama komedi seperti, tema, karakter, serta setting dalam mendefinisikan tayangan ini.
2. Beberapa partisipan mengungkapkan bahwa drama komedi ini lebih banyak membahas konflik
yang dialami tokoh utama. Secara detil beberapa partisipan menyebutkan konflik percintaan yang
dialami beberapa karakter melanggar batasan norma.
3. Partisipan mengemukakan pendapatnya masing-masing mengenai karakter ibu rumah tangga
dan beberapa memiliki karakter yang paling disuka. Karakter yang ideal dalam hal ini tidaklah
selalu menjadi favorit partisipan.
4. Sosok ibu rumah tangga yang baik menurut beberapa partisipan adalah ibu rumah tangga yang
mampu mengurus rumah dan keluarga. Nilai lebih akan didapat jika ibu rumah tangga tersebut
bekerja atau memiliki kesibukan. Beberapa partisipan merasa bahwa selama ini perlakuan di
masyarakat baik-baik saja, terkait perannya sebagai ibu rumah tangga.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dalam mengurai dan menjelaskan

fenomena dan fakta di lapangan. Lokasi penelitian ini adalah ibu-ibu rumah tangga Surabaya.
Key Words: Televisi, Ibu Rumah Tangga
( Sumber: Ane Kusuma Anggraini, Penerimaan Khalayak Ibu Rumah Tangga terhadap Serial Desperate
Housewives di Televisi, Skripsi, FISIP Universitas Airlangga, Surabaya, 2006)
Orisinalitas Penelitian
Tabel Perbandingan
Penelitian terdahulu dengan Penelitian sekarang
No Nama Judul Thn. Metode Hasil

1. Reception Analysis Pemirsa 2009 Deskriptif- Mengetahui peranan media dalam


Aryas Mitha
Terhadap Peran Media dalam Kualitatif pendidikan politik perempuan
Iswahyuni Pendidikan Politik Bagi
Perempuan pada Pemilu
2009
2. Ane Kusuma Penerimaan Khalayak Ibu 2006 Deskriptif- Mengetahui penerimaan ibu-ibu
Rumah Tangga terhadap Kualitatif rumah tangga terhadap tayangan
Anggraini Serial Desperate Housewives produksi Amerika bertema
di Televisi, kehidupan rumah tangga
Dari dua judul penelitian tersebut, peneliti membuat penelitian dengan fokus atau tema yang
serupa yakni mengenai penerimaan perempuan terhadap tayangan acara televisi, dan dengan
metode dan pendekatan yang sama yakni menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif
dengan metode reception analysis (analisa penerimaan pemirsa televisi pada program acara
di televisi). Namun, ada pembeda di antara dua penelitian terdahulu tersebut dengan
penelitian yang akan dilakukan sekarang ini yakni pada jenis tayanganna. Jika pada
penelitian Aryas menitikberatkan pada tayangan news atau berita, dan pada penelitian Ane
adfalah serial televisi, maka pada penelitian ini memilih tayangan atau program acara
berjenis reality show untuk dikaji lebih mendalam.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Teori Komunikasi Massa (Televisi)
Komunikasi Massa menurut para ahli adalah komunikasi melalui media massa.
Sedangkan komunikasi Joseph A. Devito dalam bukunya,Communicology : An Introduction
to the study of communication.Menyatakan bahwa komunikasi massa :
First, mass communication is communication addressed to the masses, to an extremiley large
audience. This does not mean that the audience includes all people or that is large and
generally rather poorly difined.
Second, mass communication is communication is perhaps most easily and most logically
defined by it form : Televison, radio, news, paper, magazine, film, books and tapes.
Pertama, komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan pada massa, kepada khalayak
yang luar biasa banyaknya. Ini tidak berarti khalayak meliput seluruh penduduk atau semua
orang yang membaca atau semua orang yang menonton televisi, agaknya ini berarti bahwa
khalayak itu besar pada umumnya agar sukar di definisikan.
Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar yang
audio atau visual komunikasi. Barangkali akan lebih mudah dan lebih logis bila di definisikan
menurut bentuknya : televise, radio, majalah, film, buku dan pita.
(dalam buku Theories Of Human Communication Littlejohn, 1999)
2.2.2 Media Massa Televisi
Komunikasi massa media televisi ialah proses komunikasi antara komunikator
dengan komunikan (massa) melalui sebuah sarana, yaitu televisi. Komunikasi massa media
televisi bersifat periodik. Dalam komunikasi massa media tersebut, lembaga penyelenggara
komunikasi bukan secara perorangan, melainkan melibatkan banyak orang dengan organisasi
yang komplek serta pembiayaan yang besar karena media televisi bersifat “transitory” (hanya
meneruskan) maka pesan-pesan yang disampaikan melalui komunikasi massa media tersebut,
tidak hanya dapat di dengar tetapi juga dapat dilihat dalam gambar yang bergerak
(audiovisual) (JB. Wahyudi, Komunikasi Jurnalistik, 1991).
Televisi mempunyai sebuah sifat yang istimewa, televisi merupakan gabungan dari
dengan dan gambar atau yang lebih dikenal dengan audio danvisual. Sebagai media massa,
televise memiliki ciri-ciri berlangsung satu arah, komunikatornya melembaga, pesannya
bersifat umum dan menimbulkan keserempakan (Pareno, 2002:102). Dengan kekuatannya
yang audio visual, ia mampu mempengaruhi kehidupan manusia, baik dari segi politik, sosial
dan budaya (Russel, Verril dan Lane, 1988:173 dalam Komunikasi   Politik:  Komunikator,
Pesan dan Media, Dan Nimmo, 1999.).
“sejak diperkenalkan sebagai media nasional pada awal 50-an, TV telah berubah menjadi
sebuah institusi. Untuk memahami tentang televise, ia haruslah di pandang sebagai sebuah
fenomena social. Lebih dari sebuah media untuk periklanan dan hiburan, televise memiliki
kemampuan untuk merubah cara kita berinteraksi dengan orang lain sejalan dengan
bagaimana kita melihat dunia yang berada di sekeliling kita”
Karena itulah televisi sangat bermanfaat sebagai upaya pembentukan sikap perilaku dan
sekaligus perubahan pola berfikir, termasuk dalam hal penanaman suatu pemahaman tertentu.
Fungsi televisi sama dengan fungsi media massa lainnya. Pada intinya televisi memiliki tiga
fungsi utama yaitu :
1. Fungsi Penerangan/informasi, sebagai sarana yang efektif dalam menginformasikan segala
berita kepada khalayak
2. Fungsi Pendidikan, disadari ataupun tidak televisi mempunyai pengaruh yang tidak kecil dalam
memberikan pengetahuan tambahan kepada khalayak luas mengenai berbagai hal
3. Fungsi Hiburan, tentunya suatu media yang mudah dan murah dalam dalam upaya kita
mendapatkan hiburan karena isi dari televisi tidak seluruhnya berita
2.2.3 Program Berita Televisi
Setiap harinya, televisi menyajikan berbagai jenis program yangjumlahnya
sangat banyak dan jenisnya beragam. Pada dasarnya apa saja dapat dijadikan sebagai
program, yang penting adalah disukai oleh audiens, tidak bertentangan dengan norma
kesusilaan, hukum, dan peraturan yang berlaku.
a. Program Informasi Berita
1) Berita keras (hard news) atau straight news, yaitu segala informasi yang penting dan menarik
yang harus segera disiarkan oleh media penyiaran karena sifatnya harus segera diketahui oleh
khalayak.
2) Berita lunak (soft news) adalah segala informasi yang penting dan menarik yang disampaikan
secara mendalam (indepth) namun tidak bersifat harus segera ditayangkan.
b. Program hiburan (entertainment)
2.2.4 Pemirsa (khalayak)
Setiap proses komunikasi selalu ditujukan kepada pihak tertentu sebagaipenerima
pesan yang disampaikan oleh komunikator. Menurut (Nasution, 1993:20) dalam sosiologi
komunikasi massa, penerima adalah mereka yang menjadi khalayak dari media massa yang
bersangkutan, dimana khalayak tersebut di atas bersifat luas, heterogen dan anonim.
2.2.5 Ibu Rumah Tangga sebagai Khalayak Televisi
Havighurst (dalam Haditono 1991) mengemukakan bahwa perjalanan hidup
seseorang ditandai oleh adanya misi yang harus dapat dipenuhi. Misi ini dalam batas-batas
tertentu bersifat khas untuk masa-masa hidup seseorang yang selanjutnya disebut sebagai
misi perkembangan yaitu misi yang harus dilakukan oleh seseorang dalam masa-masa hidup
tertentu sesuai dengan norma-norma dalam masyarakat serta norma-norma kebudayaannya.
Salah satu misi perkembangan yang harus dilalui oleh seseorang dalam masa dewasa adalah
menemukan teman hidup dan mulai membentuk keluarga dalam ikatan pernikahan.
Pernikahan di Indonesia sarat akan nilai-nilai yang telah lama ada dikondisikan dalam
budaya patriarkhi. Kondisi agama, budaya dan lingkungan sekitar membuat perempuan
“wajib” memasuki wilayah pernikahan.43 Perempuan yang telah menikah (ibu rumah
tangga) memiliki beragam peran yang erat kaitannya dengan kebudayaan di mana ia berada
dan kedudukannya dalam keluarga dan masyarakat. Pada umumnya perbedaan
perempuan dan laki-laki dalam berbagai hal. Bukan hanya di Indonesia, tetapi juga di negara-
negara lain di dunia, perempuan seringkali menghadapi permasalan umum yang
sulit dijelaskan. Permasalahan yang dihadapi oleh perempuan umumnya berkaitan dengan
peran perempuan.
Pergerakan perempuan mulai bermunculan untuk menyatakan ketidaksetujuan
terhadap penindasan, diskriminasi dan eksploitasi yang dialami perempuan dalam
kehidupannya. Pandangan ini dinamakan sebagai feminisme, yang merasa bahwa system dan
struktur sosial yang timpang dan tidak adil perlu direkonstruksi kembali sehingga terbentuk
kesetaraan dan keadilan dalam kehidupan masyarakat. Gerakan ini mencapai puncaknya pada
tahun 1960an hingga 1970an.
Di Indonesia, pergerakan semacam ini ditandai dengan munculnya Ibu Kartini yang
memperjuangkan hak-hak perempuan agar setara dengan laki-laki dalam pendidikan dan
berbagai hal lainnya. Sebelumnya, perempuan dipingit di rumah, dipersiapkan melayani
suami dan mengasuh anak. Kehidupan perempuan seperti dipenjara, berpindah dari sel
tempat ia dilahirkan ke sel lain setelah menikah sehingga menimbulkan merasa jenuh dengan
kehidupannya.
Betty Friedan mengungkapkan bahwa perempuan mengalami permasalahan yang
sulit diungkapkan, tetapi dirasakan oleh perempuan pada umumnya. Hal ini merupakan suatu
krisis yang disimpulkan sebagai berikut :
1. Perempuan mempertanyakan “kewanitaannya”, peran sebagai seorang perempuan.
2. Perempuan tidak puas dengan perannya di “penjara” maupun di “sangkar emas”.
3. Perempuan menginginkan pengakuan.
Adanya pergerakan tersebut membuat perempuan, khususnya yang telah menikah
yaitu ibu rumah tangga, dapat menempuh pendidikan setinggi-tingginya dan bekerja di dalam
maupun di luar rumah sesuai dengan kemampuannya. Hal ini menarik kesadaran mereka
untuk mengaktualisasikan diri dengan bekerja atau aktif dalam kegiatan social
kemasyarakatan. Sehingga, peran ibu rumah tangga pun berubah, dari yang hanya berkutat di
sektor domestik saat ini juga berperan dalam masyarakat.
Ibu rumah tangga dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Ibu rumah tangga biasa, tidak memiliki kesibukan selain kegiatan rumah tangga.
2. Ibu rumah tangga yang bekerja paruh waktu dan/atau aktif dalam kegiatan lain
(sosial).
3. Ibu rumah tangga yang bekerja full-time dan/atau aktif dalam kegiatan lain (sosial).
Ibu rumah tangga masih merupakan khalayak potensial terbesar bagi televisi.
Sebelumnya khalayak ini dibidik karena posisinya sebagai penentu pembelian produk yang
diiklankan televisi dan lebih banyak di rumah mengerjakan pekerjaan domestik sambil
‘menonton’ televisi (Nielsen Media Research, Media Index 2004).50 Saat ini ibu rumah
tangga yang aktif di luar rumah juga dianggap berpotensi. Kebutuhan mereka akan hiburan
dan informasi sepulang beraktivitas menjadi potensi tersendiri bagi televisi.
Konteks sosial khalayak berperan penting dalam proses penerimaan. Dalam hal ini
perempuan dalam kondisi sosial yang mengabdi pada suami dan keluarga merasa bahwa
dengan membaca novel maka mereka memiliki ruang tersendiri. Mereka membaca novel
roman sebagai pengakuan atas hak-hak dan harga diri mereka, sehingga mendapatkan
kepercayaan diri agar lebih berani dalam menghadapi tuntutan suami (keluarga) dan
mengemukakan keinginannya atas posisi yang seimbang dalam perkawinan maupun
keluarga. ( Sumber: Ane Kusuma Anggraini, Penerimaan Khalayak Ibu Rumah Tangga terhadap Serial
Desperate Housewives di Televisi, Skripsi, FISIP Universitas Airlangga, Surabaya, 2006)
2.2.6 Teori Reception Analysis
Analisis Penerimaan dan Negosiasi Makna
Teori Reception Analysis mengatakan bahwa teks dan penerima adalah elemen yang
saling melengkapi dalam satu areal penelitian. Menurut Klaus Bruhn Jensen
(2003:135) reception analysis bisa diasumsikan tidak akan ada efek tanpa
adanya makna (there can be no effect without meaning).
(Sumber: /jiunkpe/s1/ikom/2009/jiunkpe-ns-s1-2009-51405078-11785-sariwangi-chapter3.pdf)
Analisis penerimaan menggunakan kombinasi pendekatan humanistik sebagai
teorinya dan ilmu sosial sebagai metodologinya. Pendekatan humanistik memandang
komunikasi massa sebagai proses kultural produksi dan penyampaian pesan dalam sebuah
konteks sosial. Sedangkan ilmu sosial menjelaskan penggunaan pertanyaan empiris tertentu
sebagai proses interaksi pesan media massa dengan khalayaknya.
In two words, reception analysis assumes that here can be no “effect” without “meaning”
John Fiske dan Michael de Certeu (1989 : 74) mengungkapkan bahwa
dalamReception Analysis, khalayak dilihat sebagai produsen aktif yang memberikan makna,
bukan sebagai konsumen media. Pemaknaan teks media, dalam penelitian ini yaitu televisi,
oleh khalayak berkaitan dengan kondisi sosial dan kulturalnya, serta pengalaman individu
tiap khalayak. Mereka menguraisandikan teks media dengan cara-cara yang selaras dengan
kondisi sosial dan budayanya serta cara-cara yang mereka jalani secara pribadi. Berkembang
pada awal hingga pertengahan 1980-an metode ini berpijak pada pandangan bahwa khalayak
bersifat aktif dan adanya gagasan “penolakan” terhadap isi teks atau teks media. Seperti yang
diungkap Fiske:
A text is the site of struggles for meaning that reproduce the conflicts of interest between the
producers and consumers of the cultural commodity. A program is produced by the industry,
a text by its reader.
(Teks adalah tempat pertarungan makna yang menghasilkan konflik kepentingan di antara
produsen dan konsumen dari komoditas kebudayaan. Program di produksi oleh industri, teks
diproduksi oleh pembaca).
(sumber: http://www Reception analysis.shef.ac.uk/1999)
Paradigma khalayak aktif televisi dalam tradisi cultural studies dapat disimpulkan
sebagai berikut :
• Khalayak dikonsepsi sebagai produsen makna yang bersifat aktif dan berpengetahuan
luas, bukan produk dari teks yang terstruktur.
• Makna terikat oleh cara teks distrukturkan dan oleh konteks domestik serta konteks
budaya dalam menonton
• Khalayak televisi perlu dipahami, bahwa mereka menonton televisi dalam konteks
konstruksi makna dan rutinitas sehari-hari.
• Khalayak dapat dengan mudah membedakan antara fiksi dengan realitas: mereka benar-
benar aktif dalam memainkan batasan-batasannya.
• Proses konstruksi makna dan kegiatan menonton televisi sebagai dalam rutinitas sehari-
hari, bergeser dari kebudayaan satu ke kebudayaan lain dan berubah dari konteks kelas dan
gender di dalam komunitas budaya yang sama.
Stuart Hall mengkonsepsi proses encoding televisi sebagai peneguhan momen –
momen produksi, sirkulasi, distribusi, reproduksi, yang saling berhubungan namun berbeda.
Tiap momen memiliki praktik spesifik, tetapi hal tersebut tidak menjamin momen berikutnya.
Artinya, produksi makna tidak menjamin konsumsi makna sesuai dengan keinginan pengode.
Pesan-pesan televisi dikonstruksi sebagai sistem tanda dengan komponen yang beraneka
ragam yang dapat mengandung berbagai makna dan dapat diinterpretasi dengan cara yang
berbeda-beda.
Khalayak dalam hal ini dikonsepsikan sebagai individu yang memiliki kondisi sosial
dan budaya yang beragam dan pemaknaan atas suatu pesan dapat berbeda-beda, sesuai
dengan kondisi khalayak tersebut. Khalayak yang berbagi kode budaya dengan
pengode/produsen pesan, maka akan mendekode pesan dalam kerangka yang sama. Lain
halnya jika khalayak berada dalam kondisi sosial dan budaya yang berbeda (misal: kelas, ras,
gender), maka khalayak akan memiliki alternatif dalam mendekode pesan. Model encoding-
decoding Hall memberikan tiga posisi khalayak dalam menerima pesan, antara lain :
• Dominan-hegemonik → khalayak menerima ‘makna yang dikehendaki’ (preferred
meaning)
• Negosiasi → mengakui adanya legitimasi kode hegemonik secara abstrak namun
khalayak membuat aturannya sendiri dan beradaptasi sesuai dengan situasi sosial tertentu.
• Oposisional → khalayak memahami encoding (pesan), namun menolaknya dan men-
decode (memaknai pesan) dengan cara sebaliknya.
(sumber: Ane Kusuma Anggraini, Penerimaan Khalayak Ibu Rumah Tangga terhadap Serial Desperate
Housewives di Televisi, Skripsi, FISIPUniversitas Airlangga, Surabaya, 2006)
Salah satu cara untuk mengukur khalayak media adalah dengan
menggunakan reception analysis, dimana analisis ini berusaha memberikan sebuah makna
atas pemahaman atas teks. Media (elektronik, cetak, maupun internet) dengan memahami
bagaimana karakter teks media dibaca oleh khalayak. Konsep terpenting dalam reception
analysis adalah bahwa teks media bukanlah makna yang melekat pada teks media tersebut,
tetapi makna diciptakan alam interaksinya antara khalayak dan teks, dengan kata lain ”makna
diciptakan karena menonton atau membaca dan memproses teks media”. (Hadi, 2008:2).
Pendekatan reception analysis berfokus pada penerimaan pesan-pesan media oleh
anggota khalayak dan interpretasi-interpretasi yang dimiliki oleh khalayak mengenai isi
media. Dengan cara ini, peneliti dapat mengungkapkan sampai sejauh mana interpretasi
khalayak terhadap isi media.
Reception analysis merupakan kritik terhadap analisis isi kuantitatif dan penelitian
khlayak mengenai output, penggunaan dan efek media yang sangat di pengaruhi oleh
perpektif ilmu. Pendekatan-pendekatan yang bersifat kuantitaif ini, dipandang kurang sensitif
dalam menginterprestasikan data, sehingga penilaian yang akurat mengenai sifat dan
tingkatan pengaruh media tidak tercapai.
BAB III
KONSEPTUALISASI PENELITIAN
Hampir sama dengan penelitian-penelitian dengan menggunakan analisis khalayak
(resepsi/penerimaan) lainnya, konseptualisasi penelitian berawal dari suatu acara yang
kemudian bagaimana acara tersebut diterima oleh khalayak yang kemudian akan
diinterpretasikan olehnya melalui empat hal yang menjadi dasar dariReception analysis disini
meliputi persepsi, pemikiran, preferensi dan interpretasi.Persepsi adalah pengalaman tentang
obyek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi
dan menafsirkan pesan. (Jalaluddin, 2004:51). Pemikiran didefinisikan sebagai perbuatan
individu dalam menimbang-nimbang, menguraikan, menghubung-hubungkan sampai
akhirnya mengambil keputusan. Preferensi yaitu semua ungkapan emosi individu yang
menyertai pemikiran persepsi kita dalam menerima pesan, apakah pemirsa menyukai
program berita tersebut atau tidak. Interpretasi merupakan sebuah istilah untuk menjelaskan
bagaimana kita memahami pengalaman.
Kemudian dari pemahaman sehingga lahirlah suatu pemaknaan atau interpretasi dari
khalayak akan timbul suatu penilaian atas teks atau pesan yang diterimanya. Penilaian atau
penerimaan positif atau negatifkah, sangat bergantung pada bagaimana khalayak
menginterpretasikan pesan yang ada. Keduanya, penerimaan positif maupun negatif, adalah
merupakan intisari dari analisis ini. Konseptualisasi di atas dapatlah kita jabarkan atau kita
desain dengan baganisasi/tabelisasi sebagai berikut:

BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dimana penelitian ini menggunakan
data deskripstif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat
diamati (Bogdan dan Taylor, 1975:5). Penelitian kualitatif daris sisi definisi lainnya
dikemukankan bahwa hal itu merupakan penelitian yang memanfaatkan wawancara terbuka
untuk menelaah dan memahami sikap, pandangan, perasaan dan perilaku individu atau
sekelompok orang.
Dari definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif adalah
penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek
penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain dengan cara deskripsi
dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode ilmiah.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan tipe eksplorasi dan
menggunakan metode analisis penerimaan atau reception analysis yang bertujuan untuk
mengetahui resepsi khalayak ibu-ibu rumah tangga terhadap program acara reality show
”Master Cheff” di Indosiar. Dalam reception analysis perlu diperhatikan bahwa televisi
mengirimkan pesan melalui kode-kode yang disampaikan melalui audio visual dan pemirsa
dapat menerima dan menganalisa pesan-pesan tersebut. Reception analysis meliputi persepsi,
pemikiran, preferensi dan interprestasi. Persepsi adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa
atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan
pesan. Pemikiran didefinisikan sebagai perbuatan individu dalam menimbang-nimbang,
menguaraikan, menghubung-hubungkan sampai akhirnya mengambil keputusan. Preferensi
yaitu semua ungkapan emosi individu yang menyertai pemikiran persepsi ketika menerima
pesan, apakah pendengar menyukai siaran penyiar tersebut di radio atau tidak. Interprestasi
merupakan sebuah istilah untuk menjelaskan bagaimana kita memahami pengalaman.
4.2 Setting Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada ibu-ibu rumah tangga di desa Candi, kecamatan Candi-
Sidoarjo yang menjadi pemirsa program acara reality show ”Master Cheff” di Indosiar. Ada
beberapa alasan dipilihnya lokasi tersebut adalah berdasarkan pengamatan sementara peneliti
bahwa di daerah tersebut sangat banyak ibu-ibu rumah tangga menyaksikan acara tersebut,
sehingga dapat disimpulkan bahwa antusiasme ibu-ibu rumah tangga sebagi khalayak begitu
besar.
4.3 Populasi dan Teknik Pemilihan Informan/Narasumber
Dalam penelitian kali ini yang menjadi populasi adalah seluruh ibu-ibu rumah tangga
di Candi Sidoarjo. Namun, tidak semua populasi akan dijadikan sampel untuk menggali data.
Ada beberapa alasan mengapa hal tersebut dilakukan, diantaranya:
1. metode pengambilan informan yang digunakan dalam penelitian ini
adalahpurposive sampel (sampel bersyarat) yang mana informan tersebut kita tentukan yang
disesuaikan dengan tema penlitian.
2. tentunya penelitian ini mengkhususkan pada beberapa karakteristik
informan/narasumbernya yakni individu yang tercatat sebagai penonton acara reality show
Master Chef Indosiar
3. jumlah dari informan juga dibatasi sebanya 10 orang. Hal ini sesuai dengan teori
yang disampaikan oleh beberapa tokoh penelitian komunikasi bahwa informan dalam sebuah
penelitian berjenis kualitatif adalah 10 sampai 15 orang saja.
4.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam suatu penelitian ditentukan jenis penelitiannya.
Metode pengumpulan data dengan observasi, FGD, wawancara mendalam, dan sudi kasus
(Wimmer, 2000: 110; Sendjaya, 1997: 32 dalam Teknik Praktis Riset Komunikasi,
Kriyantono 2008: 93) adalah teknik yang lazim dpergunakan oleh seorang peneliti kualitatif.
Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara mendalam (teknik
pengumpulan   data   yang   didasarkan   pada   percakapan   secara   intensif   dengan   suatu   tujuan
tertentu)  dengan  informan  untuk  menggali  informasi­informasi  penting  dan  tajam seputar
tema penlitian yang dipandu dengan sebuah guide interview sebagai bahan dasar wawancara,
akan   tetapi   dalam   aktualisasinya   dapat   berkembang   sejalan   dengan   wawancara   yang
berlangsung. Karena salah satu keuntungan dalam wawancara medalam adalah kita lebih
mudah merekam hasil wawancara sehingga memudahkan kita menganalisisny, sekaligus
dalam wawancara mendalam kita dalpat melakukan observasi langsung sebagai pembantu
dan pelengkap pengumpulan data
4.5 Teknik Analisis Data
Data yang didapat dari hasil diskusi (catatan dan rekaman) kemudian ditranskrip
berurutan sesuai dengan ringkasan diskusi agar tidak ada data yang terlewatkan. Analisis data
hasil diskusi harus memperhatikan lima faktor sebagai berikut :
1. Menentukan istilah yang digunakan beserta maknanya, kemudian mengelompokkan
konsep yang mirip.
2. Menentukan konteks kalimat dengan melihat stimuli/pemicunya dan kemudian
diinterpretasi sesuai konteks tersebut.
3. Memperhatikan alur diskusi dan mencatat perubahan serta posisi partisipan setelah
berinteraksi dengan partisipan lain.
4. Lebih memperhatikan respon yang spesifik dan sesuai pengalaman daripada respon yang
kurang jelas dan terlalu teoritis.
5. Jeli dalam mencari ide yang tersirat sepanjang diskusi.
Data yang dilaporkan haruslah deskriptif dan menyajikan pemaknaan data tersebut.
Hal ini berbeda dengan hanya membuat ringkasan data. Kemudian menurut Krueger dalam
Focus groups: A Practical Guide for Applied Research, data dilaporkan dalam tiga tingkatan:
1. Raw data, yaitu data mentah yang sesuai pernyataan partisipan dalam diskusi dan
dikategorisasi sesuai tingkatan tema.
2. Descriptive statements, yaitu rangkuman komentar partisipan yang disusun sesuai
tingkatan tema.
3. Interpretation, yaitu penafsiran yang dibuat dengan proses deskriptif dengan memberikan
pemaknaan pada data. Saat pemberian makna secara deskriptif, maka harus merefleksikan
bias peneliti itu sendiri.
Pada dasarnya analisis data merupakan penyusunan data sesuai dengan tema dan
kategori untuk mendapatkan jawaban atas perumusan masalah. Oleh karena itu, data yang
dihasilkan haruslah seactual dan sedalam mungkin, jika dimungkinkan menggali data
sebanyak-banyaknya untuk mempertajam dalam proses penganalisisan. Hal tersebut
merupakan cirri khas dari penelitian kualitatif bahwa realita dan data sebagai fakta di
lapangan tidaklah stagnan, akan tetapi dinamis sesuai dengan perkembangan di lapangan.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku
Bungin, Burhan. 2001 .Metodelogi Penelitian Sosial: Format­format kuantitatif dan kualitatif. Surabaya:
Airlangga University Press.
Cangara, Hafied. 2003. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Effendy, Onong Uchajana. 2007. Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Kriyantono, Rahmat. 2008. Teknik Praktis Riset Komunikasif, Cetakan ketiga. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Kuswandi, Wawan. 1996. Komunikasi Massa- Sebuah Analisis Isi Media Televisi. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Littlejohn, Stephen W. 1999. Theories Of Human Communication. London: Wadsworth Publishing
Company. Seventh Edition.
Moleong, Lexy. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mulyana, Deddy. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda karya. Cetakan Kedua.
Nurudin. 2003. Komunikasi Massa. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Nurudin. 2008. Sistem Komunikasi Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Pawito. 2007. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: LkiS Pelangi Aksara
Rahmat, Jalaluddin. 2004. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Diposkan oleh Aang Kunaifi di 01.48

Anda mungkin juga menyukai