Pengaruh Perspektif Sosbud Terhadap Sinkronisasi Kurikulum Diknas Dan JSIT
Pengaruh Perspektif Sosbud Terhadap Sinkronisasi Kurikulum Diknas Dan JSIT
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I Pendahuluan
BAB II Pembahasan
3.1 Simpulan
3.2 Saran
BAB I PENDAHULUAN
tersebut tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat, yang
berbunyi antara lain mencerdaskan kehidupan bangsa. Rumusan yang didapat oleh para pendiri
republic memiliki keragaman makna sehingga pada setiap periode selalu mengalami transformasi
dan pengembangan
Pada batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 disebutkan bahwa : tiap-tiap
warga negara berhak mendapatkan pengajaran (ayat 1); pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan Undang-Undang (ayat 2).
Ayat pertama memberikan petunjuk kepada kita bahwa pemerintah mendapatkan amanat untuk
menjamin hak-hak warganya dalam mendapatkan layanan pendidikan. Sedangkan ayat kedua
pengajaran nasional.
dipecahkan. Salah satu masalah tersebut yakni kualitas pendidikan. Masalah tersebut berkenaan
dengan bagaimana meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia agar bangsa Indonesia
berkenaan dengan masalah kualitas mengajar guru dan kualitas belajar siswa yang sama-sama
harus ditingkatkan.
Persoalan yang berkaitan dengan kualitas pendidikan mengarah pada produk kurikulum
yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang tidak sesuai dengan arah semangat
pembangunan terkini. Oleh karena itu, perlu adanya kebijaksanaan pendidikan yang
sistem kurikulum terpadu yang diterapkan pada sekolah-sekolah bergenre Islam Terpadu.
Sekolah Islam Terpadu (SIT) dipayungi dalam suatu wadah kordinasi bernama Jaringan Sekolah
Islam Terpadu (JSIT). Di dalam wadah tersebut, SIT mencoba menerapkan keterpaduan
pendidikan agama dan sains dalam satu tata nilai kurikulum yang khas. Mindset yang diterapkan
pada model kurikulum SIT adalah bagaimana menghasilkan lulusan yang tidak hanya
berwawasan saintifik, melainkan juga memiliki moralitas, spiritualitas, dan pemahaman agama
yang baik.
penanaman karakter ini sebenarnya sudah tercantum dalam sistem kurikulum yang sudah pernah
diterapkan, hanya saja kini masuk tahapan revitalisasi. Sehingga penguatan karakter menjadi
Eksistensi dari dua identitas kurikulum tersebut menimbulkan rasa ingin tahu penulis
bagaimana proses adaptasi dan sinkronisasi antara dua sistem kurikulum tersebut. JSIT tentu
menjadi pihak yang harus menyesuaikan diri dengan pernak pernik kurikulum nasional.
Penyesuaian yang dilakukan tersebut akan dipahami melalui perspektif sosial budaya sebagai
Dari latar belakang yang sudah dipaparkan di atas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut
2. Bagaimana sinkronisasi dan adaptasi dari kurikulum nasional dengan JSIT pada tataran
implementasi kurikulum.?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua (1997:747), kata pengaruh yakni
“daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang atau benda) yang ikut membentuk watak
kepercayaan dan perbuatan seseorang”. Pengaruh adalah “daya yang ada atau timbul dari sesuatu
(orang atau benda) yang ikut membentuk watak kepercayaan dan perbuatan seseorang”
ada atau timbul dari sesuatu, baik orang maupun benda dan sebagainya yang berkuasa atau yang
Dari tinjauan mengenai pengertian pengaruh yang ada di atas, dapat dipahami bahwa
pengaruh adalah suatu hal yang dapat membawa suatu hal yang lain kepada tahapan perubahan
dan penyesuaian dalam konteks yang berlaku. Pengaruh dalam hal ini tidak hanya menyangkut
suatu yang hidup, benda maupun sistem juga dapat menimbulkan penyebaran konsep pemikiran
sehingga mendorong entitas sistem lain untuk ikut berubah atau menyesuaikan diri.
Manusia memiliki kemampuan sosial berupa kesadaran sosial dan pengelolaan sosial
sednagkan kesadaran sosial merupakan kemampuan merasakan emosi orang lain, memahami
sudut pandang mereka, dan berminat aktif pada kekhawatiran mereka. Sementara itu,
orang lain, pengelolaan konflik, membangun ikatan, dan kerja kelompok (Triwiyanto, 2014:8).
Tirtarahadja dan Sulo (2005:19) mengatakan bahwa adanya dimensi sosial pada diri
manusia tampak jelas pada dorongan untuk bergaul. Dengan adanya dorongan untuk bergaul,
setiap orang ingin bertemu dengan sesamanya. Betapa kuat dorongan tersebut sehingga bila
dipenjarakan, menjadi hukuman yang paling berat dirasakan manusia karena dengan diasingkan
di dalam penjara, artinya diputuskannya dorongan bergaul tersebut dengan mutlak (Triwiyanto,
2014:8)
Dimensi manusia sebagai makhluk sosial memperlihatkan bahwa keberadaannya saling
terkait satu sama lain. Di dalam dimensi ini terdapat proses sosial dan interaksi sosial antar
manusia. Soekanto (2002:6) menjelaskan bahwa proses sosial adalah pengaruh timbal balik
antara pelbagai segi kehidupan bersama. Dinamika proses sosial tersebut terjadi pada kelompok-
kelompok sosial, kebudayaan, lembaga sosial, serta stratifikasi dan kekuasaan (Triwiyanto,
2014:8)
Sebagai makhluk sosial, manusia memiliki perilaku dalam menjalin hubungan dengan
manusia lainnya. Vembriarto (1990:3) menyatakan bahwa perilaku manusia tersebut hanya dapat
dimengerti dari tujuan, cita-cita, atau nilai-nilai yang dikejar. Perilaku sosial itu membangun
Peranan tersebut menghasilkan kebudayaan, yang sering disebut juga warisan sosial manusia.
Perilaku sosial manusia itu merupakan unsur dalam proses sosial, yaitu proses yang memiliki
bentuk konflik, kerja sama, sosialisasi, dan sebagainya. Kristalisasi dari proses sosial tersebut
karena pengaruh kebudayaan, membentuk struktur sosial, yaitu susunan interest, peraturan,
harapan, dan sebagainya yang mengikat individu-indivudu masyarakat untuk bertindak sebagai
Kurikulum adalah suatu rancangan pendidikan. Ia merupakan ruh dalam pendidikan dan
menjadi inti utama bagaimana pendidikan itu berlangsung. Kurikulum saat ini mengarahkan visi
outputnya pada kesiapan lulusan untuk siap menjadi masyarakat yang bermanfaat dengan
kontribusi nyata. Artinya ada semangat untuk menguatkan nilai-nilai sosial dalam proses
pendidikan. Ketika diarahkan untuk terjun ke masyarakat, tentu harus memahami niali
kebudayaan masyarakat. Dengan demikian, implementasi pendidikan kita harus memiliki konten
penguatan nilai sosial dan budaya. Peserta didik tidak hanya ditata bagian internal dirinya,
melainkan juga menangani perilaku yang akan menjadi cara komunikasi mereka di masyarakat.
Karena peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan formal atau informalnya
Kehidupan masyarakat tentu memiliki beragam karakteristik kebudayaan dan nilai sosial
yang berbeda, oleh karena itu kurikulum harus memiliki tujuan, isi, maupun proses pendidikan
harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang
masyarakat. Rosni dalam jurnalnya berjudul Landasan Sosial Budaya dan Perkembangan Ilmu
sosial budaya dalam pengembangan kurikulum : pertama, pertama,Setiap orang dalam masyarakat
selalu berhadapan dengan masalah anggota masyarakat yang belum dewasa dalam kebudayaan.
Maksunya manusia belum mampu menyesuaikan dengan cara kelompoknya. Kedua, Kurikulum
dalam setiap masyarakat merupakan refleksi dari cara orang perfikir, berasa, bercita-cita atau
kebiasaan. Karena itu untuk membina struktur dan fungsi kurikulum, perlu memahami kebudayaan. 3
Rosni menambahkan, penerapan teori, prinsip, hukum, dan konsep-konsep yang terdapat
dalam semua ilmu pengetahuan yang ada dalam kurikulum, harus disesuaikan dengan kondisi
sosial budaya masyarakat setempat, sehingga hasil belajar yang dicapai oleh siswa lebih
masyarakat dan perkembangan masyarakat. Disinilah tuntutan masyarakat adalah salah satu
1. Mengajar keterampilan,
2. Mentransmisikan budaya,
4. Membentuk kedisiplinan,
antara lain:
1. Individu lahir tidak berbudaya, baik dalam hal kebiasaan, cita-cita, sikap, pengetahuan,
keterampilan dan sebagainya. Semua itu dapat diperoleh individu melalui interaksi dengan
lingkungan, budaya, keluarga, masyarakat sekitar, dan sekolah/lembaga pendidikan. Oleh karena
kepada para peserta didik dengan salah satu alat yang disebut kurikulum.
2. Kurikulum pada dasarnya mengakomodasi aspek-aspek sosial dan budaya. Aspek sosiologis
adalah yang berkenaan dengan kondisi sosial masyarakat yang sangat beragam, seperti
masyarakat industry, pertanian, nelayan, dan sebagainya. Pendidikan seolah pada dasarnya
bertujuan mendidik anggota masyarakat agar dapat hidup berintegrasi dan beradaptasi dengan
anggota masyarakat lainnya serta meningkatkan kualitas hidupnya sebagai makhluk berbuadaya.
Hal ini membawa implikasi bahwa kurikulum sebagai salah satu alat untuk mencapai tujuan
Perspektif sosial budaya dalam pendidikan kita, khususnya berkenaan dengan kurikulum,
terdapat pada diberikannya porsi besar tentang pembelajaran berbasis studi sosial. Studi sosial
memiliki konten yang memberikan pondasi kepada peseta didik untuk menguatkan aspek
kultural dan sosial. Melalui konten studi sosial tersebut, peserta didik diharapkan mampu
mewujudkan perilaku yang bertanggung jawab selaku individual dan sebagai bagian dari
masyarakat. Selain itu, studi sosial dalam kurikulum juga membantu peserta didik
mengembangkan kepekaan terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap
mental positif untuk perbaikan segala ketimpangan, dan terampil mengatasi setiap masalah yang
terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya maupun masyarakat (Alma, 2010:19).
Perspektif sosial budaya dalam pendidikan juga tercermin bagaimana kombinasi antara
porsi pengetahuan dan pembinaan mentalitas diberikan bobot yang sama. Peserta didik
diharapkan tidak hanya kuat dalam wawasan umum, melainkan juga memiliki kemampuan untuk
menerapkannya dalam dunia nyata dalam konteks sosial budaya masyarakat. Peserta didik
dibentuk pribadinya, didewasakan jiwanya, dan dikuatkan pola komunikasinya agar tidak
canggung ketika berhadapan dengan masyarakat. Pada dasarnya, manusia memang makhluk
sosial, ia dapat menjadi anggota beberapa kelompok sekaligus dan tidak bisa dipisahkan dari
membentuk watak, serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab
(Triwiyanto, 2014:114-115)
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
itu pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu kepada standard nasional pendidikan
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kurikulum pada semua jenjang dan jenis
pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi
Hamalik (2013:11) menyebutkan tiga peranan kurikulum yang sangat penting, yaitu
peranan konservatif, peranan kritis, dan peranan kreatif. Peranan konservatif menunjukkan
bahwa salah satu tanggung jawab kurikulum adalah mentransmisikan dan menafsirkan warisan
sosial pada generasi muda. Selain itu, kurikulum juga turut berpartisipasi dalam control sosial
dan memberikan penekanan pada unsur berpikir kritis. Peranan kreatif meletakkan kurikulum
berperan dalam melakukan kegiatan kreatif dan konstruktif, dalam arti menciptakan sesuatu
Menurut Mulyasa (2014, h. 6) kurikulum 2013 adalah kurikulum yang menekankan pada
pendidikan karakter, terutama pada tingkat dasar yang akan menjadi fondasi pada tingkat
berikutnya. melalui pengembangan kurikulum 2013 yang berbasis karakter dan berbasis
kompetensi kita berharap bangsa ini menjadi bangsa yang memiliki nilai jual yang bisa
ditawarkan kepada bangsa lain didunia. Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 butir 19, kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
Kurikulum 2013 merupakan sebuah kurikulum yang mengutamakan pemahaman, skill, dan
pendidikan berkarakter, siswa dituntut untuk paham atas materi, aktif dalam berdiskusi dan
presentasi serta memiliki sopan santun disiplin yang tinggi. Kurikulum ini menggantikan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang diterapkan sejak 2006 lalu. Dalam Kurikulum 2013
mata pelajaran wajib diikuti oleh seluruh peserta didik di satu satuan pendidikan pada setiap
Dalam kurikulum 2013 memiliki karakteristik diantaranya: (1). Isi atau konten kurikulum
yaitu kompetensi dinyatakan dalam bentuk Kompetensi Inti (KI) satuan pendidikan dan kelas,
dirinci lebih lanjut dalam Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran. (2). Kompetensi Inti (KI)
merupakan gambaran secara kategorial mengenai kompetensi dalam aspek sikap, pengetahuan,
dan keterampilan (kognitif dan psikomotor) yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu
jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran. (3). Kompetensi Dasar (KD) merupakan kompetensi
yang dipelajari peserta didik untuk suatu tema untuk SD/MI, dan untuk mata pelajaran di kelas
tertentu untuk SMP/MTS, SMA/MA, SMK/MAK. (4). Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar
dijenjang pendidikan menengah diutamakan pada ranah sikap sedangkan pada jenjang
pendidikan menengah berimbang antara sikap dan kemampuan intelektual (kemampuan kognitif
tinggi). (5). Kompetensi Inti menjadi unsur organisatoris (organizing elements) Kompetensi
Dasar yaitu semua KD dan proses pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi
dalam Kompetensi Inti. (6). Kompetensi Dasar yang dikembangkan didasarkan pada prinsip
akumulatif saling memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antar mata pelajaran dan
jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal) diikat oleh kompetensi inti. (7). Silabus
dikembangkan sebagai rancangan belajar untuk satu tema (SD). Dalam silabus tercantum seluruh
KD untuk tema atau mata 2 pelajaran di kelas tersebut. (8). Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
dikembangkan dari setiap KD yang untuk mata pelajaran dan kelas tersebut.
Imron, Ali. Kebijaksanaan Pendidikan Di Indonesia : Proses, Produk, dan
http://digilib.unila.ac.id/311/11/BAB%20II.pdf
https://www.kemdikbud.go.id/kemdikbud/dokumen/Paparan/Paparan%20Wamendik.pdf
http://repository.unpas.ac.id/12751/7/14.%20Bab%20II.pdf