Anda di halaman 1dari 7

Berpikir Kritis

Berpikir merupakan salah satu daya paling utama dan menjadi ciri khas yang

membedakan manusia dari hewan. Menurut Sardiman (1996: 45), berpikir merupakan aktivitas

mental untuk dapat merumuskan pengertian, mensintesis, dan menarik kesimpulan. Ngalim

Purwanto (2007: 43) berpendapat bahwa berpikir adalah satu keaktifan pribadi manusia yang

mengakibatkan penemuan terarah kepada suatu tujuan. Manusia berpikir untuk menemukan

pemahaman/pengertian yang dikehendakinya.Santrock (2011: 357) juga mengemukakan

pendapatnya bahwa berpikir adalah memanipulasi atau mengelola dan mentransformasi

informasi dalam memori.Berpikir sering dilakukan untuk membentuk konsep, bernalar dan

bepikir secara kritis, membuat keputusan, berpikir kreatif, dan memecahkan masalah.

Berpikir merupakan aktivitas yang selalu hampir dilakukan oleh manusia. Dengan

berpikir manusia dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Dalam konteks ilmiah, berpikir

memiliki landasannya berupa rancangan yang sistematis, terstruktur, dan valid yang biasa

disebut dengan berpikir kritis. Berpikir kritis dalam konteks ilmiah dipadankan dengan istilah

metode ilmiah. Metode sendiri berarti “cara” atau “how to know”, yakni sebuah upaya untuk

mengetahui suatu hal dengan langkah-langkah yang sistematis dan teruji secara ilmiah. Dalam

perkembangannya dikenal juga istilah metodologi ilmiah. Metodologi merupakan konsep yang

lebih mendasar dari istilah metode. Dapat dikatakan bahwa pengertian metodologi merupakan

akar konsep dari metode. Metodologi itu sendiri berarti “to know how to know”, yakni sebuah

cara “untuk mengetahui sebuah metode”.

Berpikir kritis tak lain adalah sebuah cara berpikir yang dilandasi dengan metode ilmiah.

Metode ilmiah itu sendiri memiliki tata cara yang harus dijalani agar pengetahuan yang diperoleh

dari hasil berpikir kritis tersebut dapat dipertanggungjawabkan. Metode ilmiah secara umum

meliputi :

1. Heuristik

Heuristik adalah proses pengumpulan sumber yang akan digunakan dalam

rancangan penelitian. Sumber yang diperoleh nantinya juga akan diseleksi secara kritis.

Sumber yang setelah melalui proses berpikir kritis akan menjadi sumber yang valid

sehingga statusnya berubah menjadi data yang akan digunakan menunjang penelitian.
2. Kritik sumber

Kritik sumber tak lain merupakan sebuah proses menyeleksi sumber yang didapat

sebagaimana dijelaskan pada poin pertama. Sumber yang didapat dalam perjalanannya

tentu akan menerima berbagai bias dan prejudice hingga mengaburkan korelasi dan

substansi yang dibutuhkan. Kritik sumber juga menegaskan klasifikasi sumber, apakah

termasuk primer, sekunder, atau tersier.Sumber primer merupakan sumber yang berasal

dari pelaku utama dari peristiwa atau didapat dari orang pertama suatu kejadian.

Sedangkan sekunder berarti sumber yang didapat dari orang kedua atau dengan kata lain

sumber yang didapat dari hanya mendengar keterangan dari orang pertama.

3. Interpretasi

Interpretasi adalah menafsirkan data yang diperoleh dari kritik sumber.Interpretasi

mengandalkan khayalan yang terstruktur dan “terkendali”.Artinya interpretasi tidak bisa

dilakukan serampangan sehingga keluar dari konteks penelitian.Interpretasi harus

dilakukan secara rasional dengan data yang tersedia.

4. Laporan Penelitian

Tahapan ini berupa proses penulisan narasi penelitian yang didapat dari tiga

rangkaian tahapan sebelumnya.

Tahapan penelitian yang kami paparkan di atas merupakan sebuah sarana sistematis

dalam rangka memperoleh pengetahuan.Kegiatan berpikir sistematis dan teratur mengantarkan

kita dalam memasuki dunia keilmuan. Sehingga dapatlah dikatakan bawah sesuatu dapat

dikatakan sebagai pengetahuan bila didapat dari sebuah proses yang tertata.

Dunia penelitian mengarahkan kita untuk memahami bahwa mengenali fakta,

merumuskan masalah, menyusun hipotesis, melakukan analisis, dan menarik kesimpulan

merupakan contoh proses berpikir teratur dan sistematis. Itulah proses berpikir kritis yang

menjadi standard akademik. Hal tersebut adalah ciri sebuah ilmu. Ilmu yang diperoleh dari hasil

berpikir logis, pastilah akan membantu keselamatan hidup. Sebuah kesimpulan penelitian

mencerminkan “pengetahuan” yang dihasilkan dari rasa ingin tahu (curiousity) yang diungkap

dalam kalimat pertanyaan penelitian. Proses berpikir kritis akan hadir terus menerus selama

manusia menyaksikan fakta-fakta kehidupan.


Berpikir kritis dilakukan dalam rangka memecahkan suatu permasalahan. Dalam upaya

menjawab masalah, setidaknya ada tiga pilihan metode secara umum yang dapat digunakan,

yaitu :

1. Metode deduktif, yaitu upaya menjawab masalah dari hal-hal umum dan universal

menuju ke hal ihwal yang khusus.

2. Metode induktif, yaitu upaya menemukan jawaban dari persoalan khusus, kecil, terbatas

menuju ke hal bersifat umum.

3. Gabungan metode deduktif dan induktif, yakni kombinasi secara fleksibel pola berpikir

umum dan khusus.

Dalam konteks pendidikan, metode berpikir kritis mutlak dibutuhkan dalam proses

belajar dan mengajar. Metode berpikir kritis ibarat melakukan investasi besar dalam tuntutan

pendidikan saat ini yang menuju kepada pengembangan intelektualitas. Critical thinking

diperlukan agar manusia dapat bertahan hidup di abas 21 ini. Penerapan metode berpikir kritis

dalam pendidikan juga membantu dalam pembentukan karakter peserta didik.Dengan melakukan

ulasan pikiran, peserta didik dibiasakan untuk menentukan sikap dan pilihan hidup yang sesuai

dan bermanfaat.Sehingga menjadi benteng yang kokoh dalam menghadapi potensi negative yang

dapat menjadi batu sandungan dalam pengembangan dirinya.Karakter peserta didik dapat

dibentuk dengan berpikir kritis.Sehingga penerapannya harus dimulai dari Sekolah Dasar hingga

Perguruan Tinggi.

Tuntutan yang lebih inovatif dalam proses pembelajaran dan harapan agar pengembangan

berpikir kritis diperhatikan dalam proses pembelajaran dan dalam bidang studi atau mata kuliah.

Kritikan tajam dalam kaitannya dengan ini dilakukan oleh Pitalokasari (2012) yang menyoroti

proses pembelajaran kaitannya dengan kualitas lulusan perguruan tinggi. Menurutnya, jika dosen

masih menggunakan metode mengajar konvensional, kurikulum sebagus apa pun tidak bisa

membentuk lulusan yang berkualitas. Keprihatinan dalam kaitannya dengan pengembangan

berpikir kritis dikemukakan antara lain oleh Sanusi (1998:222-227) yang melihat dominannya

latihan berpikir taraf rendah khususnya dalam pembahasannya mengenai perspektif Pendidikan

Ilmu Pengetahuan Sosial. Keprihatinan yang lain dikemukakan oleh Wahab (2008:48) yang

mengatakan bahwa guru terkadang


hanya menggunakan cara berpikir konvergen sedang berpikir divergen sangat kurang, padahal

berpikir seperti ini sangat penting bagi siswa.

Moore & Parker (2009) mengemukakan bahwa mengenai karakteristik berpikir kritis

merupakan salah satu elemen yang memberi ciri bahwa berpikir yang dimaksud adalah berpikir

kritis. Elemen ini terdiri dari menentukan informasi yang tepat, membedakan klaim yang rasional

dan emosional, memisahkan antara fakta dan pendapat, menentukan bukti apakah terbatas atau

bisa diterima, menunjukkan tipuan dan kekurangan dalam argumentasi orang lain, menunjukkan

analisis data atau informasi, menyadari kesalahan logika, menggambarkan hubungan antara

sumber-sumber data yang terpisah, memperhatikan informasi yang bertentangan tidak memadai,

membangun argumen yang meyakinkan yang berakar pada data, memilih data penunjang yang

paling kuat, menghindarkan kesimpulan yang berlebihan, mengidentifikasi celah-celah dalam

bukti dan menyarankan pengumpulan informasi tambahan, menyadari tidak jelas atau banyaknya

kemungkinan jawaban suatu masalah, mengusulkan opsi lain dalam pengambilan keputusan,

mempertimbangkan semua pemangku kepentingan atau, menyatakan argumen dan konteks untuk

apa argumen itu, menggunakan bukti secara betul dan tepat untuk menyanggah argumen,

menyusun argumen secara logis dan kohesif, menunjukkan bukti untuk mendukung argumen

yang meyakinkan.

Siti Zubaidah jurnalnya berjudul Berpikir Kritis : Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi

yang Dapat Dikembangkan Melalui Pembelajaran Sains memaparkan bahwab di banyak negara,

berpikir kritis telah menjadi salah satu kompetensi dari tujuan pendidikan, bahkan sebagai

salah satu sasaran yang ingin dicapai. Hal tersebut dilatarbelakangi kajian-kajian yang

menunjukkan bahwa berpikir kritis merupakan keterampilan berpikir tingkat tinggi dan telah

diketahui berperan dalam perkembangan moral, perkembangan sosial, perkembangan mental,

perkembangan kognitif, dan perkembangan sains (Hashemi dkk, 2010). Kemampuan berpikir

kritis tersebut seyogyanya dikembangkan sejak dini melalui pembelajaran terutama

pembelajaran sains.

Siti Zubaidah melanjutkan, terdapat berbagai rujukan yang mengemukakan indikator

berpikir kritis, yang dikemukakan berikut ini. Wade (1995) mengidentifikasi delapan

karakteristik berpikir kritis, meliputi: (1) kegiatan merumuskan pertanyaan, (2) membatasi

permasalahan,(3) menguji data-data, (4) menganalisis berbagai pendapat dan bias, (5)

menghindari pertimbangan yang sangat emosional, (6) menghindari penyederhanaan


berlebihan, (7) mempertimbangkan berbagai interpretasi, dan (8) mentoleransi ambiguitas.

Beyer (1995) menjelaskan karakteristik yang berhubungan dengan berpikir kritis berikut.

a. Watak (dispositions)

Seseorang yang mempunyai keterampilan berpikir kritis mempunyai sikap skeptis,

sangat terbuka, menghargai sebuah kejujuran, respek terhadap berbagai data dan pendapat,

respek terhadap kejelasan dan ketelitian, mencari pandangan-pandangan lain yang berbeda,

dan akan berubah sikap ketika terdapat sebuah pendapat yang dianggapnya baik.

b. Kriteria (criteria)

Berpikir kritis harus mempunyai sebuah kriteria atau patokan. Untuk sampai ke arah

sana maka harus menemukan sesuatu untuk diputuskan atau dipercayai. Meskipun sebuah

argumen dapat disusun dari beberapa sumber pelajaran, namun akan mempunyai kriteria yang

berbeda. Apabila kita akan menerapkan standarisasi maka haruslah berdasarkan kepada

relevansi, keakuratan fakta-fakta, berlandaskan sumber yang kredibel, teliti, tidak bias, bebas

dari logika yang keliru, logika yang konsisten, dan pertimbangan yang matang.

c. Argumen (argument)

Argumen adalah pernyataan atau proposisi yang dilandasi oleh data-data.

Keterampilan berpikir kritis akan meliputi kegiatan pengenalan, penilaian, dan menyusun

argumen.

d. Pertimbangan atau pemikiran (reasoning)

Kemampuan ini adalah untuk merangkum kesimpulan dari satu atau beberapa

premis. Prosesnya akan meliputi kegiatan menguji hubungan antara beberapa pernyataan

atau data.

e. Sudut pandang (point of view)

Sudut pandang adalah cara memandang atau menafsirkan dunia ini, yang akan

menentukan konstruksi makna. Seseorang yang berpikir dengan kritis akan memandang

sebuah fenomena dari berbagai sudut pandang yang berbeda.

f. Prosedur penerapan kriteria (procedures for applying criteria)

Prosedur penerapan berpikir kritis sangat kompleks dan prosedural. Prosedur tersebut

akan meliputi merumuskan permasalahan, menentukan keputusan yang akan diambil, dan

mengidentifikasi perkiraan-perkiraan.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis adalah berpikir

rasional tentang sesuatu, kemudian mengumpulkan informasi sebanyak mungkin tentang sesuatu

tersebut yang meliputi metode-metode pemeriksaan atau penalaran yang akan digunakan untuk

mengambil suatu keputusan atau melakukan suatu tindakan. Sehingga seseorang yang berpikir

kritis memiliki ciri-ciri : (1) mampu berpikir secara rasional dalam menyikapi suatu

permasalahan; (2) mampu membuat keputusan yang tepat dalam menyelsaikan masalah; (3)

dapat melakukan analisis, mengorganisai, dan menggali informasi berdasarkan fakta yang ada;

(4) mempu menarik kesimpulan dalam menyelesaikan masalah dan dapat menyusun argument

dengan benar dan sistematik

Daftar Sumber

Endraswara, Suwardi. 2006. Filsafat Ilmu.CAPS : Yogyakarta.

Zubaidah, Siti. 2010. Berpikir Kritis : Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi yang Dapat

Dikembangkan Melalui Pembelajaran Sains (Jurnal).

Nusarastriya, Yosaphat Haris (dkk). Pengembangan Berpikir Kritis Dalam Pembelajaran

Pendidikan Kewarganegaraan Menggunakan Project Citizen (Jurnal). Pascasarjana Universitas

Pendidikan Bandung.

Sumber Internet

http://eprints.uny.ac.id/23884/4/4.%20BAB%20II.pdf
Soal-soal

1. Bagaimana penerapan konsep berpikir kritis dalam penelitian?

2. Apa kaitan antara berpikir kritis dengan metode ilmiah?

3. Bagaimana penerapan metode berpikir kritis dalam konteks pendidikan?

4. Apa kaitan antara proses berpikir kritis dengan penguatan karakter positif peserta didik?

5. Apa saja tahapan-tahapan dalam menerapkan tata cara berpikir ilmiah?

6. Mengapa berpikir kritis sepadan dengan istilah “berpikir secara ilmiah”?

Anda mungkin juga menyukai