Berpikir merupakan salah satu daya paling utama dan menjadi ciri khas yang
membedakan manusia dari hewan. Menurut Sardiman (1996: 45), berpikir merupakan aktivitas
mental untuk dapat merumuskan pengertian, mensintesis, dan menarik kesimpulan. Ngalim
Purwanto (2007: 43) berpendapat bahwa berpikir adalah satu keaktifan pribadi manusia yang
mengakibatkan penemuan terarah kepada suatu tujuan. Manusia berpikir untuk menemukan
informasi dalam memori.Berpikir sering dilakukan untuk membentuk konsep, bernalar dan
bepikir secara kritis, membuat keputusan, berpikir kreatif, dan memecahkan masalah.
Berpikir merupakan aktivitas yang selalu hampir dilakukan oleh manusia. Dengan
berpikir manusia dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Dalam konteks ilmiah, berpikir
memiliki landasannya berupa rancangan yang sistematis, terstruktur, dan valid yang biasa
disebut dengan berpikir kritis. Berpikir kritis dalam konteks ilmiah dipadankan dengan istilah
metode ilmiah. Metode sendiri berarti “cara” atau “how to know”, yakni sebuah upaya untuk
mengetahui suatu hal dengan langkah-langkah yang sistematis dan teruji secara ilmiah. Dalam
perkembangannya dikenal juga istilah metodologi ilmiah. Metodologi merupakan konsep yang
lebih mendasar dari istilah metode. Dapat dikatakan bahwa pengertian metodologi merupakan
akar konsep dari metode. Metodologi itu sendiri berarti “to know how to know”, yakni sebuah
Berpikir kritis tak lain adalah sebuah cara berpikir yang dilandasi dengan metode ilmiah.
Metode ilmiah itu sendiri memiliki tata cara yang harus dijalani agar pengetahuan yang diperoleh
dari hasil berpikir kritis tersebut dapat dipertanggungjawabkan. Metode ilmiah secara umum
meliputi :
1. Heuristik
rancangan penelitian. Sumber yang diperoleh nantinya juga akan diseleksi secara kritis.
Sumber yang setelah melalui proses berpikir kritis akan menjadi sumber yang valid
sehingga statusnya berubah menjadi data yang akan digunakan menunjang penelitian.
2. Kritik sumber
Kritik sumber tak lain merupakan sebuah proses menyeleksi sumber yang didapat
sebagaimana dijelaskan pada poin pertama. Sumber yang didapat dalam perjalanannya
tentu akan menerima berbagai bias dan prejudice hingga mengaburkan korelasi dan
substansi yang dibutuhkan. Kritik sumber juga menegaskan klasifikasi sumber, apakah
termasuk primer, sekunder, atau tersier.Sumber primer merupakan sumber yang berasal
dari pelaku utama dari peristiwa atau didapat dari orang pertama suatu kejadian.
Sedangkan sekunder berarti sumber yang didapat dari orang kedua atau dengan kata lain
sumber yang didapat dari hanya mendengar keterangan dari orang pertama.
3. Interpretasi
4. Laporan Penelitian
Tahapan ini berupa proses penulisan narasi penelitian yang didapat dari tiga
Tahapan penelitian yang kami paparkan di atas merupakan sebuah sarana sistematis
kita dalam memasuki dunia keilmuan. Sehingga dapatlah dikatakan bawah sesuatu dapat
dikatakan sebagai pengetahuan bila didapat dari sebuah proses yang tertata.
merupakan contoh proses berpikir teratur dan sistematis. Itulah proses berpikir kritis yang
menjadi standard akademik. Hal tersebut adalah ciri sebuah ilmu. Ilmu yang diperoleh dari hasil
berpikir logis, pastilah akan membantu keselamatan hidup. Sebuah kesimpulan penelitian
mencerminkan “pengetahuan” yang dihasilkan dari rasa ingin tahu (curiousity) yang diungkap
dalam kalimat pertanyaan penelitian. Proses berpikir kritis akan hadir terus menerus selama
menjawab masalah, setidaknya ada tiga pilihan metode secara umum yang dapat digunakan,
yaitu :
1. Metode deduktif, yaitu upaya menjawab masalah dari hal-hal umum dan universal
2. Metode induktif, yaitu upaya menemukan jawaban dari persoalan khusus, kecil, terbatas
3. Gabungan metode deduktif dan induktif, yakni kombinasi secara fleksibel pola berpikir
Dalam konteks pendidikan, metode berpikir kritis mutlak dibutuhkan dalam proses
belajar dan mengajar. Metode berpikir kritis ibarat melakukan investasi besar dalam tuntutan
pendidikan saat ini yang menuju kepada pengembangan intelektualitas. Critical thinking
diperlukan agar manusia dapat bertahan hidup di abas 21 ini. Penerapan metode berpikir kritis
dalam pendidikan juga membantu dalam pembentukan karakter peserta didik.Dengan melakukan
ulasan pikiran, peserta didik dibiasakan untuk menentukan sikap dan pilihan hidup yang sesuai
dan bermanfaat.Sehingga menjadi benteng yang kokoh dalam menghadapi potensi negative yang
dapat menjadi batu sandungan dalam pengembangan dirinya.Karakter peserta didik dapat
dibentuk dengan berpikir kritis.Sehingga penerapannya harus dimulai dari Sekolah Dasar hingga
Perguruan Tinggi.
Tuntutan yang lebih inovatif dalam proses pembelajaran dan harapan agar pengembangan
berpikir kritis diperhatikan dalam proses pembelajaran dan dalam bidang studi atau mata kuliah.
Kritikan tajam dalam kaitannya dengan ini dilakukan oleh Pitalokasari (2012) yang menyoroti
proses pembelajaran kaitannya dengan kualitas lulusan perguruan tinggi. Menurutnya, jika dosen
masih menggunakan metode mengajar konvensional, kurikulum sebagus apa pun tidak bisa
berpikir kritis dikemukakan antara lain oleh Sanusi (1998:222-227) yang melihat dominannya
latihan berpikir taraf rendah khususnya dalam pembahasannya mengenai perspektif Pendidikan
Ilmu Pengetahuan Sosial. Keprihatinan yang lain dikemukakan oleh Wahab (2008:48) yang
Moore & Parker (2009) mengemukakan bahwa mengenai karakteristik berpikir kritis
merupakan salah satu elemen yang memberi ciri bahwa berpikir yang dimaksud adalah berpikir
kritis. Elemen ini terdiri dari menentukan informasi yang tepat, membedakan klaim yang rasional
dan emosional, memisahkan antara fakta dan pendapat, menentukan bukti apakah terbatas atau
bisa diterima, menunjukkan tipuan dan kekurangan dalam argumentasi orang lain, menunjukkan
analisis data atau informasi, menyadari kesalahan logika, menggambarkan hubungan antara
sumber-sumber data yang terpisah, memperhatikan informasi yang bertentangan tidak memadai,
membangun argumen yang meyakinkan yang berakar pada data, memilih data penunjang yang
bukti dan menyarankan pengumpulan informasi tambahan, menyadari tidak jelas atau banyaknya
kemungkinan jawaban suatu masalah, mengusulkan opsi lain dalam pengambilan keputusan,
mempertimbangkan semua pemangku kepentingan atau, menyatakan argumen dan konteks untuk
apa argumen itu, menggunakan bukti secara betul dan tepat untuk menyanggah argumen,
menyusun argumen secara logis dan kohesif, menunjukkan bukti untuk mendukung argumen
yang meyakinkan.
Siti Zubaidah jurnalnya berjudul Berpikir Kritis : Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi
yang Dapat Dikembangkan Melalui Pembelajaran Sains memaparkan bahwab di banyak negara,
berpikir kritis telah menjadi salah satu kompetensi dari tujuan pendidikan, bahkan sebagai
salah satu sasaran yang ingin dicapai. Hal tersebut dilatarbelakangi kajian-kajian yang
menunjukkan bahwa berpikir kritis merupakan keterampilan berpikir tingkat tinggi dan telah
perkembangan kognitif, dan perkembangan sains (Hashemi dkk, 2010). Kemampuan berpikir
pembelajaran sains.
berpikir kritis, yang dikemukakan berikut ini. Wade (1995) mengidentifikasi delapan
karakteristik berpikir kritis, meliputi: (1) kegiatan merumuskan pertanyaan, (2) membatasi
permasalahan,(3) menguji data-data, (4) menganalisis berbagai pendapat dan bias, (5)
Beyer (1995) menjelaskan karakteristik yang berhubungan dengan berpikir kritis berikut.
a. Watak (dispositions)
sangat terbuka, menghargai sebuah kejujuran, respek terhadap berbagai data dan pendapat,
respek terhadap kejelasan dan ketelitian, mencari pandangan-pandangan lain yang berbeda,
dan akan berubah sikap ketika terdapat sebuah pendapat yang dianggapnya baik.
b. Kriteria (criteria)
Berpikir kritis harus mempunyai sebuah kriteria atau patokan. Untuk sampai ke arah
sana maka harus menemukan sesuatu untuk diputuskan atau dipercayai. Meskipun sebuah
argumen dapat disusun dari beberapa sumber pelajaran, namun akan mempunyai kriteria yang
berbeda. Apabila kita akan menerapkan standarisasi maka haruslah berdasarkan kepada
relevansi, keakuratan fakta-fakta, berlandaskan sumber yang kredibel, teliti, tidak bias, bebas
dari logika yang keliru, logika yang konsisten, dan pertimbangan yang matang.
c. Argumen (argument)
Keterampilan berpikir kritis akan meliputi kegiatan pengenalan, penilaian, dan menyusun
argumen.
Kemampuan ini adalah untuk merangkum kesimpulan dari satu atau beberapa
premis. Prosesnya akan meliputi kegiatan menguji hubungan antara beberapa pernyataan
atau data.
Sudut pandang adalah cara memandang atau menafsirkan dunia ini, yang akan
menentukan konstruksi makna. Seseorang yang berpikir dengan kritis akan memandang
Prosedur penerapan berpikir kritis sangat kompleks dan prosedural. Prosedur tersebut
akan meliputi merumuskan permasalahan, menentukan keputusan yang akan diambil, dan
mengidentifikasi perkiraan-perkiraan.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis adalah berpikir
rasional tentang sesuatu, kemudian mengumpulkan informasi sebanyak mungkin tentang sesuatu
tersebut yang meliputi metode-metode pemeriksaan atau penalaran yang akan digunakan untuk
mengambil suatu keputusan atau melakukan suatu tindakan. Sehingga seseorang yang berpikir
kritis memiliki ciri-ciri : (1) mampu berpikir secara rasional dalam menyikapi suatu
permasalahan; (2) mampu membuat keputusan yang tepat dalam menyelsaikan masalah; (3)
dapat melakukan analisis, mengorganisai, dan menggali informasi berdasarkan fakta yang ada;
(4) mempu menarik kesimpulan dalam menyelesaikan masalah dan dapat menyusun argument
Daftar Sumber
Zubaidah, Siti. 2010. Berpikir Kritis : Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi yang Dapat
Pendidikan Bandung.
Sumber Internet
http://eprints.uny.ac.id/23884/4/4.%20BAB%20II.pdf
Soal-soal
4. Apa kaitan antara proses berpikir kritis dengan penguatan karakter positif peserta didik?