Anda di halaman 1dari 26

10

BAB II
KERANGKA TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR
DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Kerangka Teoritis


Kerangka teoritis memuat deskripsi teoritis tentang objek (variabel) yang akan
diteliti. Adapun deskripsi teoritis dalam penelitian “ Pengaruh Model
Pembelajaran Inquiry Dengan Media Prezi Terhadap Kemampuan berpikir kritis
dan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Laju Reaksi ” adalah sebagai berikut:

2.1.1. Belajar dan Pembelajaran


Slameto (2003) menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses usaha
yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu proses tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. Bukti bahwa seseorang telah belajar ialah dari tidak tahu menjadi
tahu dan tidak mengerti menjadi mengerti. Hamalik (1994), berpendapat bahwa
belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku berkat pelatihan dan
pengalaman. Belajar merupakan suatu proses dan bukan semata-mata hasil yang
hendak dicapai, berlangsung melalui serangkaian pengalaman sehingga terjadi
modifikasi tingkah laku seseorang atau terjadi penguatan pada tingkah laku yang
dimiliki sebelumnya.
Pembelajaran merupakan interaksi antara peserta didik dengan lingkungan
sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik. Suyatno (2009)
menyatakan pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik
dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dimyati (2006) menjabarkan
bahwa pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain
instruksional untuk membuat siswa belajar secara aktif yang menekankan pada
penyediaan sumber belajar. Pada proses pembelajaran terdapat bantuan yang
diberikan pendidik agar terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan,
penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada
peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu
peserta didik agar dapat belajar dengan baik.
11

Djamarah (2006) menyatakan bahwa sebagai suatu sistem, pembelajaran


mengandung sejumlah komponen, yaitu (1) tujuan; (2) bahan pelajaran; (3)
kegiatan belajar mengajar; (4) metode; (5) alat dan sumber; dan (6) evaluasi.
Lidgrend (dalam Suyatno, 2009) menyebutkan ada tiga aspek dalam
pembelajaran,, yaitu (1) siswa; (2) proses belajar; dan (3) situasi belajar.
Berdasarkan komponen dan aspek dalam pembelajaran, maka penting bagi guru
memperhatikan metode dan situasi belajar siswa sehingga tercipta kegiatan belajar
yang dapat meningkatkan keaktifan, motivasi belajar dan prestasi belajar siswa.

2.1.2. Kemampuan Berpikir Kritis (Critical Thinking)


Salah seorang dari penulis Watson-Glaser Critical Thinking Appraisal
bernama Edward Glaser menyatakan bahwa uji kemampuan berpikir kritis paling
banyak dipakai di seluruh dunia. Menurut (Halpern, 1999; Garrat, 2000),
keterampilan berpikir kritis adalah kemampuan yang dapat diajarkan sehingga
keterampilan ini dapat dipelajari. Glaser (dalam Fisher, 2009) mendefinisikan
berpikir kritis sebagai suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah-
masalah dan hal-hal yang berada dalam jangkauan pengalaman seseorang dan atau
pengetahuan tentang metode-metode pemeriksaan dan penalaran yang logis serta
semacam suatu keterampilan untuk menerapkan metode-metode tersebut. Angela
(1999); Screven (1996) memandang berpikir kritis sebagai proses disiplin cerdas
dari konseptualisasi, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi aktif dan
berketerampilan yang dikumpulkan dari, atau dihasilkan dari hasil observasi,
pengalaman, refleksi, penalaran atau komunikasi sebagai suatu penuntun menuju
kepercayaan dan aksi (dalam Filsaime, 2008).
Menurut Ennis (1962) dan Kadir (2007), berpikir kritis adalah cara
berpikir reflektif yang masuk akal atau berdasarkan nalar yang difokuskan untuk
menentukan apa yang harus diyakini dan dilakukan. Berpikir kritis menurut
Bloom (1956) (dalam Filsaime, 2008), memiliki arti sama dengan tingkat berpikir
yang lebih tinggi, terutama “evaluasi”. Menurut Churches (2008) pada taksonomi
Bloom yang termasuk pada tingkat berpikir tinggi adalah menggunakan
12

(applying), menganalisis (analysing), evaluasi (evaluating) dan mencipta


(creating).
Berpikir kritis harus melalui beberapa tahapan untuk sampai kepada
sebuah kesimpulan atau penilaian. Penekanan kepada proses dan tahapan berpikir
dilontarkan pula oleh Scriven, berpikir kritis yaitu proses intelektual yang aktif
dan penuh dengan keterampilan dalam membuat pengertian atau konsep,
mengaplikasikan, menganalisis, membuat sistesis, dan mengevaluasi. Semua
kegiatan tersebut berdasarkan hasil observasi, pengalaman, pemikiran,
pertimbangan, dan komunikasi, yang akan membimbing dalam menentukan sikap
dan tindakan (Walker, 1999).
Pernyataan tersebut ditegaskan kembali oleh Angelo (1995), bahwa
berpikir kritis harus memenuhi karakteristik kegiatan berpikir yang meliputi:
analisis, sintesis, pengenalan masalah dan pemecahannya, kesimpulan, dan
penilaian. Berpikir yang ditampilkan dalam berpikir kritis sangat tertib dan
sistematis. Ketertiban berpikir dalam berpikir kritis diungkapkan MCC General
Education Iniatives. Menurutnya, berpikir kritis ialah sebuah proses yang
menekankan kepada sikap penentuan keputusan yang sementara, memberdayakan
logika yang berdasarkan inkuiri dan pemecahan masalah yang menjadi dasar
dalam menilai sebuah perbuatan atau pengambilan keputusan. Berpikir kritis
merupakan salah satu proses berpikir tingkat tinggi yang dapat digunakan dalam
pembentukan sistem konseptual siswa. Pada saat berpikir, manusia pada
hakekatnya sedang belajar menggunakan kemampuan berpikirnya secara
intelektual. Saat berpikir terlintas beberapa alternatif solusi dan
mempertimbangkan solusi yang dianggap tepat dalam menyelesaikan masalah.
Selanjutnya, manusia akan memilih solusi yang dianggap paling baik dan tepat.
Hal tersebut senada dengan pendapat Ennis dalam Fisher (2009) bahwa berpikir
kritis adalah berpikir beralasan dan reflektif yang bertujuan membuat keputusan
yang masuk akal.
Menurut Moon (2008), berpikir kritis berarti memiliki kemampuan
bertanya secara jelas dan beralasan, membuktikan sesuatu disertai bukti, berusaha
memahami masalah dengan baik, menggunakan sumber yang terpercaya dan
13

mampu mempertimbangkan berbagai informasi yang berbeda untuk diolah,


dianalisis dan disimpulkan. Kemampuan berpikir kritis tersebut harus dibangun
dengan melatih siswa dalam menentukan posisi dan setiap keputusannya benar-
benar datang dari dirinya sendiri bukan atas dasar pengaruh orang lain.
Keterampilan berpikir kritis dapat dikembangkan pada siswa melalui hasil latihan
secara berkelanjutan. Setiap siswa memiliki cara pandang sendiri dalam
memahami dan menyelesaikan permasalahan. Cara pandang yang didasari oleh
berbagai alasan yang masuk akal penting dilakukan dalam mengemukakan
argumen. Ketika berargumen dengan menggunakan penalarannya, berarti siswa
sedang melakukan tindakan berpikir kritis.
Santrok (2007) mengemukakan cara-cara guru mengembangkan
kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran, yaitu: (1) Seorang guru
tidak hanya menanyakan apa yang terjadi tetapi juga menanyakan bagaimana dan
mengapa suatu peristiwa bisa terjadi sehingga siswa belajar menganalisis
permasalahan dan mengasah ketajaman berpikirnya; (2) Siswa dilatih mengkaji
dugaan fakta untuk mengetahui apakah ada bukti yang mendukungnya sehingga
siswa dapat belajar berargumentasi berdasarkan bukti-bukti yang dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya; (3) Melatih keberanian mengemukakan
gagasan dalam berdebat secara rasional dan mengutamakan etika penggunaan
bahasa yang santun; (4) Siswa belajar mengemukakan jawaban dari berbagai
sudut pandang hingga menyadari alternatif jawaban dan penjelasan yang lebih
baik; (5) Membandingkan berbagai jawaban untuk suatu pertanyaan dan menilai
mana yang benar-benar jawaban terbaik; (6) Mengevaluasi berbagai pendapat
yang dikemukakan siswa dan menyimpulkan pernyataan-pernyataan yang
dianggap benar; dan (7) Melatih kemampuan siswa dalam bertanya di luar yang
sudah diketahui untuk menciptakan ide baru atau informasi baru.
Proses pembelajaran berpikir kritis dimulai dengan suatu pernyataan apa
yang akan dipelajari, menampilkan temuan tidak terbatas dan pertimbangan
kemungkinan-kemungkinan, dan kesimpulan pola-pola pengertian yang
didasarkan pada kejadian. Alasan-alasan, penyimpangan dan prasangka baik para
pengajar maupun para ahli membandingkan dan membentuk lembaga penilaian
14

(Liwoso dalam Suyanti, 2010). Schafersman (dalam Liliasari, 2009) menyatakan


keterampilan berpikir kritis merupakan kemampuan berpikir bagi seseorang dalam
membuat keputusan yang dapat dipercaya dan bertanggung jawab yang
mempengaruhi hidup seseorang. Keterampilan berpikir kritis juga merupakan
inkuiri kritis sehingga seorang yang berpikir kritis akan menyelidiki masalah,
mengajukan pertanyaan, mengajukan jawaban baru yang menantang status quo,
menemukan informasi baru, dan menentang dogma dan dokrin.
Siswa sangat mudah melupakan materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Bassham (dalam Liliasari, 2009) melaporkan bahwa dalam pembelajaran
kebanyakan sekolah cenderung menekankan keterampilan berpikir tingkat rendah.
Siswa diharapkan menyerap informasi secara pasif dan kemudian mengingatnya
pada saat mengikuti tes. Dengan pembelajaran seperti ini siswa tidak memperoleh
pengalaman mengembangkan keterampilan berpikir kritis, di mana keterampilan
ini sangat diperlukan untuk menghadapi kehidupan dan untuk berhasil dalam
kehidupan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sadia (2008) yang menyatakan bahwa
tujuan khusus pembelajar berpikir kritis dalam pendidikan sains adalah untuk
meningkatkan kemampuan berpikir siswa dan sekaligus menyiapkan mereka agar
sukses dalam menjalani kehidupannya.
Keterampilan berpikir kritis siswa berpengaruh terhadap kualitas
pemahaman konsep siswa. Salah satu indikator kemampuan intelektual siswa
adalah kemampuan untuk memahami konsep (Sudjana, 2006). Pemahaman terdiri
dari tiga dimensi, yaitu (1) mengingat dan mengulang fakta, konsep, prinsip, dan
prosedur, (2) mengidentifikasi dan memilih fakta, konsep, prinsip, dan prosedur,;
dan (3) menerapkan fakta, konsep, prinsip, dan prosedur. Dengan demikian
pemahaman meliputi ranah knowledge, comprehension, dan application, sehingga
mencakup semua aspek pada ranah kognitif. Namun, upaya pembangkitan
pemahaman konsep secara keseluruhan belum maksimal dilaksanakan pada
pembelajaran di kelas. Sebagian pembelajaran lebih cenderung pada upaya
mengingat dan mengulang fakta. Akibatnya, pengetahuan yang diperoleh sangat
mudah lenyap dari memori siswa. Pemanfaatan sumber-sumber belajar juga
belum bervariasi sehingga tidak banyak memberikan fenomena dan permasalahan
15

baru. Kondisi ini, bermuara pada rendahnya pemahaman konsep siswa terhadap
materi yang dikaji.
Facione (2006) mengidentifikasi 6 keterampilan berpikir kritis, yakni :
interpretasi, analisis, evaluasi, inferensi, penjelasan, dan regulasi diri. Henri
(dalam Tawil dan Liliasari, 2013) mengidentifikasi keterampilan berpikir kritis
dalam 5 (lima) dimensi, yakni klarifikasi dasar, klarifikasi mendalam, inferensi,
penilaian, strategi dan taktik. Dalam proses pembelajaran sains, adapun aspek
kemampuan critical thinking menurut Tsui (2002) yang dibelajarkan kepada siswa
ada 9 aspek yaitu: attributing, comparing and contrasing, grouping dan
classifying, sequencing, prioritizing, analyzing, detecting bias, evaluating, dan
making conclutions.
Pada dasarnya keterampilan berpikir kritis (abilities) Ennis (dalam Costa,
1985) dikembangkan menjadi indikator-indikator keterampilan berpikir kritis
yang terdiri dari lima kelompok besar, yaitu: (1) memberikan penjelasan
sederhana, meliputi memfokuskan pertanyaan, menganalisis pertanyaan, bertanya
dan menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan atau tantangan; (2)
membangun keterampilan dasar, meliputi mempertimbangkan apakah sumber
dapat dipercaya/tidak, mengamati dan mempertimbangkan suatu penjelasan atau
tantangan; (3) menyimpulkan, meliputi mendeduksi dan mempertimbangkan hasil
deduksi, menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi dan membuat dan
menentukan nilai pertimbangan; (4) memberikan penjelasan lanjut, meliputi
mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan suatu definisi dan
mengidentifikasi asumsi; (5) mengatur strategi dan taktik, meliputi menentukan
suatu tindakan dan berinteraksi dengan orang lain; dan (6) keterampilan berpikir
kritis merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Menurut Tawil dan Liliasari (2013), mengidentifikasi 7 indikator
keterampilan berpikir kritis, yaitu: (1) menjawab pertanyaan; (2) menggunakan
prosedur yang telah ditetapkan; (3) mengidentifikasi atau merumuskan criteria
untuk memutuskan jawaban yang mungkin; (4) mencari persamaan dan
perbedaan; (5) mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi:
16

menginterpretasi kenyataan; (6) menganalisis pendapat melihat persamaan dan


perbedaan; (7) mengidentifikasi suatu pendapat atau asumsi.
Bailin, dkk (1999) dalam penelitiannya telah membantu para pendidik
untuk melihat komponen-komponen yang terlibat dalam pembelajaran untuk
meningkatkan keterampilan berpikir kritis, yaitu (1) melibatkan peserta didik
untuk mengerjakan tugas-tugas yang mengharuskan untuk memberikan keputusan
secara bersalasan, (2) membantu mereka menggunakan sumber belajar untuk
menyelesaikan tugas tersebut; dan (3) menciptakan lingkungan yang mendorong
dan mendukung mereka untuk berupaya terlibat dalam diskusi kritis.
Dalam hal berpikir kritis, siswa dituntut menggunakan strategi kognitif
tertentu yang tepat untuk menguji keandalan gagasan pemecahan masalah dan
mengatasi kesalahan atau kekurangan (Syah, 2005). Terdapat dua alasan untuk
membiasakan pembelajaran yang dapat menumbuhkembangkan berpikir kritis,
yaitu berpikir kritis dapat memperbaiki efektivitas kemampuan berpikir manusia
dan berpikir kritis dapat cepat mengembangkan berpikir urutan tertinggi. Banyak
cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis,
diantaranya melalui diskusi. Shim & Killey (2012), menyimpulkan bahwa untuk
membantu peserta didik meningkatkan kemampuan berpikir kritis mereka, tugas
yang diberikan oleh pendidik kepada peserta didik hendaknya bukan dilihat dari
jenisnya, tetapi dari tuntutannya, misalnya tugas yang meminta peserta didik
untuk menerapkan konsep secara kontekstual.
Meskipun terdapat beragam definisi mengenai berfikir kritis, namun
hampir semua menekankan pada kemampuan dan kecenderungan untuk
mengumpulkan, mengevaluasai dan menggunakan informasi setiap orang agar
mampu berfikir secaraa efektif. Setiap orang memiliki pola berpikir yang berbeda,
akan tetapi apabila setiap orang mampu berpikir secara kritis, masalah yang
mereka hadapi tentu akan semakin sederhana dan mudah dicari solusinya.

2.1.3. Hasil Belajar


Hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh individu setelah
proses belajar berlangsung, yang dapat memberikan perubahan tingkah laku baik
17

pengetahuan, pemahaman, sikap dan keterampilan siswa sehingga menjadi lebih


baik dari sebelumnya. Sebagaimana yang dikemukakan Sudjana (2005) yang
menyatakan bahwa hasil belajar ialah perubahan tingkah laku yang mencakup
bidang kognitif, afektif, dan psikomotor yang dimiliki siswa setelah menerima
pengalaman belajarnya.
Kingsley (dalam Sudjana, 2005) menyatakan bahwa ada tiga macam hasil
belajar, yakni (i) keterampilan dan kebiasaan, (ii) pengetahuan dan pengertian,
(iii) sikap dan cita-cita, yang masing-masing dapat golongan dapat diisi dengan
bahan yang diterapkan dalam kurikulum sekolah. Bloom berpendapat bahwa
tujuan pendidikan yang hendak dicapai digolongkan menjadi tiga bidang, yakni
bidang kognitif, bidang afektif, bidang psikomotor. Penilaian hasil yang berkaitan
dengan ranah kognitif disebut prestasi belajar.
Menurut Suharsimi (2002), menyatakan bahwa hasil belajar merupakan
suatu hasil yang diperoleh siswa dalam mengikuti proses pembelajaran yang
dilakukan oleh siswa, hasil belajar ini biasanya dinyatakan dalam angka atau
huruf dengan kata-kata baik, sedang dan kurang. Hasil pengukuran belajar inilah
yang akhirnya akan mengetahui seberapa jauh tujuan pendidikan dan pengajaran
yang telah dicapai. Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor
yakni faktor dari dalam diri siswa beruapa kemampuan yang dimilikinya dan
faktor dari luar diri siswa yakni lingkungan yang paling dominan berupa kualitas
pembelajaran (Sudjana, 2005).

2.1.4. Model Inquiry


Inkuiri merupakan model pembelajaran yang membimbing siswa untuk
memperoleh dan mendapatkan informasi serta mencari jawaban atau memecahkan
masalah terhadap pertanyaan yang dirumuskan. Dalam model pembelajaran
inkuiri siswa terlibat secara mental dan fisik untuk memecahkan suatu
permasalahan yang diberikan guru. Kardi (2003: 3) mendefinisikan inkuiri adalah
model pembelajaran yang dirancang untuk membimbing siswa bagaimana
meneliti masalah dan pertanyaan berdasarkan fakta. Model inkuiri menekankan
pada proses mencari dan menemukan, peran siswa dalam model ini adalah
18

mencari dan menemukan sendiri pemecahan masalah dalam suatu materi pelajaran
sedangkan guru sebagai fasilitator dan pembimbing siswa untuk belajar.
Secara umum inkuiri merupakan proses yang bervariasi dan meliputi
kegiatan-kegiatan mengobservasi, merumuskan pertanyaan yang relevan,
mengevaluasi buku dan sumber informasi lain secara kritis, merencanakan
penyelidikan atau investigasi, mereview apa yang telah diketahui, melaksanakan
percobaan atau eksperimen dengan menggunakan alat untuk memperoleh data,
menganalisis dan menginterpretasi data, serta membuat prediksi dan
mengkomunikasikan hasilnya, Ibrahim (2007: 2). Cleaf dalam Putrayasa (2009: 2)
menyatakan bahwa inkuiri adalah salah satu strategi yang digunakan dalam kelas
yang berorientasi proses, inkuiri merupakan sebuah strategi pengajaran yang
berpusat pada siswa, yang mendorong siswa untuk menyelidiki masalah dan
menemukan informasi.
Sagala (2006: 197) menyatakan ada lima tahapan yang ditempuh dalam
melaksanakan model inkuiri yaitu: (1) perumusan masalah yang dipecahkan
siswa, (2) menetapkan jawaban sementara (hipotesis), (3) siswa mencari
informasi, data fakta yang diperlukan untuk menjawab permasalahan, (4) menarik
kesimpulan jawaban atau generalisasi, dan (5) mengaplikasikan kesimpulan atau
generalisasi dalam situasi baru.
Dari beberapa pendapat di atas penulis menyimpulkan bahwa model
inkuiri adalah model pembelajaran yang menekankan kepada siswa untuk lebih
aktif dalam pembelajaran, dimana siswa dapat menemukan atau meneliti masalah
berdasarkan fakta untuk memperoleh data, sedangkan guru hanya sebagai
fasilitator dan pembimbing siswa dalam belajar.
Langkah-Langkah Model Inkuiri
Sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran menggunakan model
pembelajaran inkuiri, siswa hendaknya memperhatikan langkah-langkah kegiatan
pembelajaran dengan menggunakan model inkuiri agar pembelajaran dapat
berjalan dengan maksimal dan sesuai dengan apa yang diharapkan.
Menurut Sanjaya (2006 : 201) mengemukakan secara umum bahwa proses
pembelajaran yang menggunakan model inkuiri dapat mengikuti langkah-langkah
19

sebagai berikut :
1. Orientasi.Langkah orientasi adalah langkah untuk membina suasana
atau iklim pembelajaran yang responsif sehingga dapat merangsang dan mengajak
untuk berpikir memecahkan masalah. 2. Merumuskan masalah Merumuskan
masalah merupakan langkah membawa siswa pada suatu persoalan yang
mengandung teka teki. 3. Mengajukan hipotesis. Hipotesis adalah jawaban
sementara dari suatu permasalahan yang sedang di kaji. Sebagai jawaban
sementara, hipotesis perlu di uji kebenarannya. 4. Mengumpulkan data
Mengumpulkan data adalah aktifitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk
menguji hipotesis yang diajukan. Kegiatan mengumpulkan data meliputi
percodaan atau eksperimen. 5. Menguji hipotesis. Menguji hipotesis adalah proses
menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi
yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. 6. Merumuskan kesimpulan.
Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh
berdasarkan hasil pengujian hipotesis.
Kelebihan dan Kekurangan Model Inkuiri
Setiap model pembelajaran mempunyai kelebihan dan kekurangnnya
masing-masing. Dengan adanya kelebihan dan kekurangan tersebut dapat menjadi
acuan guru untuk menyampaikan materi pembelajaran. Adapun kelebihan dan
kelemahan model pembelajaran inkuiri adalah sebagai berikut:
Menurut Sanjaya (2006: 208) bahwa model inkuiri memiliki beberapa
kelebihan dan kekurangan, diantaranya : Kelebihan 1. Model inkuiri merupakan
model pembelajaran yang menekankan kepada pengembangan aspek kognitif,
afektif, dan psikomotor, secara seimbang sehingga pembelajaran akan lebih
bermakna. 2. Model inkuiri memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai
dengan gaya belajar meraka. 3. Model inkuiri merupakan model yang dianggap
sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap belajar
adalah proses perubahan tingkah laku. 4. Keuntungan lain adalah model
pembelajaran ini dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan di
atas rata-rata. Artinya, siswa yang memiliki kemampuan belajar yang bagus tidak
akan terlambat oleh siswa yang lemah dalam belajar.
20

Kekurangan :
1. Jika model inkuiri digunakan sebagai model pembelajaran, maka akan
sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa.
2. Model ini sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena
terbentur dengan kebiasaan siswa dalam belajar.
3. Dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu yang panjang
sehingga sering guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah
ditentukan.
4. Semua kriteria keberhasilan ditentukan oleh kemampuan siswa
menguasai materi pelajaran, maka model inkuiri akan sulit
diimplemintasikan oleh setiap guru.

2.1.5. Media Pembelajaran


Media merupakan alat komunikasi dari sumber informasi. Kata media
yang berasal dari bahasa Latin mengarah kepada segala sesuatu yang membawa
informasi dari suatu sumber kepada penerimanya. Schramm (1977) (dalam
Hamalik 1994) mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah teknologi
pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran.
Sementara itu Brigg (1977) (dalam Hamalik 1994) berpendapat bahwa
media pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi
pembelajaran seperti: buku, film, video dan sebagainya. Sedangkan, National
Education Associaton (1969) mengungkapkan bahwa media pembelajaran adalah
sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang-dengar, termasuk
teknologi perangkat keras. Dari ketiga pendapat di atas disimpulkan bahwa media
pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, dapat
merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan peserta didik sehingga dapat
mendorong terciptanya proses belajar pada diri peserta didik.
Kemp (1994) mengklasifikasikan media ke dalam beberapa kategori media
seperti: (1) Real Things termasuk di dalamnya pembicara tamu, objek dan model
yang merupakan simulasi dari objek sebenarnya; (2) Two Dimensional Display
Materials, seperti kertas hasil print atau fotokopi, papan tulis dan flipchart,
21

diagram, chart, gambar, foto, lembar kerja, CD-ROM, dan foto CD; (3) Audio
recordings, seperti audiocassette recording dan audi CD recording; (4) Projected
Still Pictures, termasuk di dalamnya overhead transparancies, computer-
generated images, slides, dan filmstrips; (5) Projected Moving Pictures, seperti
film dan videotape; (6) Combinations of media, yang merupakan gabungan dari
beberapa media; (7) Interactive Technologies, termasuk Computer-Based
Instruction (CBI) dan aplikasi multimedia.
Pada tahap orientasi pembelajaran penggunaan media sangat membantu
keefektifitasan proses pembelajaran dan penyampaian pesan isi pembelajaran
pada saat ini. Disamping membangkitkan motivasi dan minat siswa, media
pembelajaran juga dapat membantu siswa meningkatkan pemahaman, penyajian
data dengan menarik dan terpercaya, memudahkan penafsiran data, dan
pemadatan informasi. Menurut Sadiman (2003), fungsi atau kegunaan media
antara lain: (1) membuat konkrit konsep yang abstrak; (2) membawa objek yang
berbahaya atau sukar di dapat ke dalam lingkungan belajar; (3) menampilkan
objek yang terlalu besar; (4) menampilkan objek yang tidak dapat diamati dengan
mata telanjang; (5) mangamati gerakan yang terlalu cepat; (6) memungkinkan
siswa berinteraksi langsung dengan lingkungannya; (7) memungkinkan kesegaran
pengamatan dan persepsi bagi pengamatan belajar siswa; (8) membangkitkan
motivasi belajar; (9) menyajikan informasi belajar secara konsisten dan dapat
diulangi maupun disimpan menurut kebutuhan; (10) menyajikan pesan atau
informasi belajar secara serempak, membatasi batasan waktu maupun ruang; dan
(11) mengontrol arah maupun kecepatan belajar siswa.
Dalam memilih media yang paling tepat, (Dick & Carey, 2005) juga
mengemukakan beberapa faktor penting dalam pemilihan media pembelajaran,
yaitu ; (1) ketersediaan media di lingkungan pembelajaran; (2) kesanggupan ahli
memproduksi materi pembelajaran untuk digunakan dengan media yang dipilih;
(3) fleksibilitas, waktu dan kecocokan materi dengan media; dan (4) faktor biaya.
Disamping kesesuaian dengan perilaku belajarnya, faktor lain yang harus
dipertimbangkan dalam pemilihan media yaitu faktor yang menyangkut
keluwesan, kepraktisan dan ketahanan media yang bersangkutan untuk waktu
22

yang lama. Selain itu faktor efektivitas harus tetap diperhatikan sebab faktor
efektivitas ini berpengaruh terhadap biaya pemakaian dalam jangka waktu yang
panjang. Dengan demikian media memilki fungsi yang jelas yaitu memperjelas,
memudahkan dan membuat menarik pesan kurikulum yang akan disampaiakan
oleh guru kepada peserta didik sehingga dapat memotivasi belajar dan
mengefisiensikan proses belajar.

2.1.6. Media Komputer dalam Pembelajaran Kimia


Pada saat ini inovasi pembelajaran dengan menggunakan komputer
berkembang pesat terutama setelah terssedianya “superhighway” dan “internet”.
Perkembangan teknologi saat ini melahirkan komputer dengan kegiatan interaktif.
Bentuk dari perkembangan teknologi dan informasi dalam pemanfaatan system
dalam dunia pendidikan adalah e-learning. Menurut Darit E. Hartley, e-learning
adalah suatu jenis belajar mengajar yang memungkinkan tersampainya bahan ajar
ke siswa dengan menggunakan media internet, intranet, atau media jaringan
system lain. Computer Based Training (CBT) adalah salah satu bentuk dari bahan
ajar e-learning. CBT terdiri dari dua jenis, yaitu Web Based Training (WBT) yaitu
bentuk e-learning yang membutuhkan web browser dan jaringan internet dalam
mengaksesnya (online) dan Browser Based Training (BBT), sebuah bentuk e-
learning yang membutuhkan web browser tetapi tidak memerlukan jaringan
internet dalam mengaksesnya (offline).
Media komputer merupakan media yang menarik bahkan aktraktif dan
interaktif. Hal yang perlu dipertimbangkan agar isi pesan dalam suatu program
dapat dipahami peserta didik antara lain: (1) memberikan informasi tentang ide
yang ada dibalik program; dan (2) menciptakan situasi diskusi menyangkut
pengalaman tiap peserta didik yang diterima dari program televise dan isi pesan
(Munir, 2008).

2.1.7. Media Pembelajaran Prezi


Pemanfaatan media dalam pembelajaran, digunakan sebagai alat bantu
untuk menjelaskan materi-materi yang bersifat abstrak, teoritis dan diperlukan
visualisasi. Hal ini dikarenakan, penggunaan media pembelajaran dapat
23

memvisualisasikan materi lebih menarik dan menjadi lebih mudah dimengerti


oleh siswa. Ada beberapa aplikasi yang bisa kita andalkan untuk media
pembelajaran yang berfungsi sebagai alat presentasi. Salah satu aplikasi baru yang
memiliki tampilan fresh, unik, menarik, dan memiliki kecanggihan dalam
memperbesar serta memperkecil tampilan adalah zooming presentation yang
digunakan oleh aplikasi Prezi.
Harvey dan Barringer (2014:8) mengatakan bahwa :
In, a nutshell, Prezi is a „Flash‟-based presentation software that allows
users to create dynamic presentations that look different to a traditional
PowerPoint slideshow. Different because you can do exciting things like zoom in
and out across a large area, create motion paths, embed images and video and do
things that previously weren‟t possible for us non-design experts. It is a much
more visual way to pass on your presentation message, wrapped up in an intuitive
and easy to use piece of software, used online or on your desktop.
Artinya adalah, Singkatnya, Prezi adalah software presentasi berbasis
'Flash' yang memungkinkan pengguna untuk membuat presentasi dinamis yang
terlihat berbeda dengan slide tradisional PowerPoint. Berbeda karena anda dapat
melakukan hal-hal menarik seperti zoom in dan out di area yang luas, membuat
alur gerak, menambah gambar dan video dan melakukan hal-hal yang sebelumnya
tidak mungkin bagi kita ahli non-desain. Ini adalah cara yang lebih visual untuk
menyampaikan pesan presentasi anda, terbungkus dalam sebuah intuitif dan
software yang mudah digunakan, digunakan secara online atau di komputer anda.
Prinsip-Prinsip Media Prezi
Harvey dan Barringer (2014:15) mengatakan bahwa Prezi memiliki prinsip, yaitu:
1. Gambar berkualitas baik
Kualitas gambar yang buruk akan membuat gambar menjadi blur di Prezi. Png,
jpeg, gif dan format pdf semua didukung di Prezi tetapi tergantung pada kualitas
gambar.
2. Jangan terlalu banyak panning, berputar dan zoom Fitur utama Prezi ini
panning, berputar dan zoom dan banyak orang merasa mereka harus
menggunakannya di setiap kesempatan. Hal ini dapat membuat penonton merasa
24

sakit, bingung dan tidak ingat apa yang telah anda tunjukkan kepada mereka
3. Gambar besar yang relevan
Hal ini sering membuat kita stres ketika merencanakan Prezi, terutama jika kita
kurang kreatif. Ketika kita berbicara tentang gambar besar, itu berarti visual,
penglihatan atau tema yang akan memberikan kenyamanan pada pesan kita dan
membantu membaginya.
4. Direncanakan dengan baik dan terstruktur
Prezi memiliki kanvas kosong besar yang memberikan kekreativitasan dan
kebebasan. Anda perlu merencanakannya dengan hati-hati dan menambahkan
struktur untuk membuat Prezi lebih jelas dan mudah diingat yang mana
mendukung pesan anda.
5. Pesan yang jelas
Buatlah jelas dan ringkas ketika anda memutuskan apa yang akan anda masukan
dalam presentasi anda. Seluruh tujuan presentasi anda adalah untuk
menyampaikan pesan kepada audiens anda, dan Prezi anda seharusnya
memperkuat bukannya melemahkannya.
6. Tidak kacau
Hanya karena anda bisa menaruh banyak hal di kanvas Prezi, tidak berarti anda
harus menaruhnya. Selektif dengan apa yang anda sertakan dan akan membuat
lebih mudah untuk diikuti dan diingat.

Kelebihan Media Prezi


Ketika anda dapat menguasai Prezi, anda akan menemukan fitur favorit anda
sendiri, tapi di sini ada tiga alat-alat yang membuat Prezi sebagai salah satu alat
presentasi yang terbaik bagi kita. Menurut Harvey dan Barringer (2014:102) ialah:
1. Ini memungkinkan anda untuk membuat presentasi yang organic Anda tidak
dibatasi dengan cara apapun dalam struktur yang anda gunakan, seperti
memindahkan dari surat kabar ke sebuah papan tulis.
2. Kalian dapat berpindah kapanpun
Anda membuat prezi anda secara alami, kemudian membuat alur presentasi anda
akan melalui alur yang sudah anda buat. Tetapi ketika anda menyajikannya, anda
25

dapat dengan mudah menyimpang dari alur yang sudah anda buat di setiap bagian
dari presentasi, kemudian melanjutkannya dari mana anda tinggalkan tadi.
3. Memberikan rasa perjalanan, kegembiraan, dan bakat.Kemampuan untuk
memiliki “gambar besar” yang mana terstruktur dalam presentasi, animasi yang
bagus untuk bergerak melalui itu, dan transisi yang mulus ke video, animasi atau
suara, memungkinkan anda untuk membangun
kegembiraan, intrik dan kecanggihan.

2.1.8. Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction)


Dalam terjemahan bahasa Indonesia, Direct Intruction adalah
pembelajaran langsung. Model Pengajaran Langsung (Direct Intruction)
merupakan suatu pendekatan mengajar yang dapat membantu siswa dalam
mempelajari keterampilan dasar dan memperoleh informasi yang dapat diajarkan
selangkah demi selangkah (Kardi dan Nur, 2000). Proses belajar mengajar model
Direct Intruction dapat berbentuk ceramah, demonstrasi, pelatihan atau praktek
dan kerja kelompok. Dalam menggunakan Direct Intruction, seorang guru juga
dapat mengaitkan dengan diskusi kelas dan belajar kooperatif. Sebagaimana
dikemukakan oleh Kardi, bahwa seorang guru dapat menggunakan Direct
Intruction untuk mengajarkan materi atau keterampilan baru dengan diskusi
kelompok. Hal tersebut bertujuan untuk melatih siswa berpikir, menerapkan
keterampilan yang baru diperolehnya, serta membangun pemahamannya sendiri
tentang materi pembelajaran (Sofiyah, 2010).
Hunter dalam Arends (2007) menyebutkan model pembelajaran Direct
Intruction (DI) adalah model yang relatif mudah dikuasai dalam waktu relative
pendek. Metode ini merupakan suatu keharusan dalam repetoar semua guru.
Model pembelajaran DI didasarkan pada tiga teori belajar yaitu: behaviorisme,
teori belajar sosial, dan penelitian tentang efektifitas guru. Sani (2013)
mengemukakan pembelajaran langsung pada umumnya deduktif, dimana
disajikan aturan-aturan umum, kemudian diberikan contoh yang relevan.
Kelemahan strategi ini adalah tidak dapat digunakan untuk mengembangkan
26

kemampuan, proses, dan sikap yang diperlukan untuk berfikir kritis, serta
kemampuan bekerja berkelompok.
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa Direct Instruction adalah model
pengajaran yang dilakukan guru secara langsung dalam mengajarkan keterampilan
dasar dan didemonstrasikan langsung kepada siswa dengan tahapan yang
terstruktur. Model pengajaran langsung diharapkan dapat menjadi penunjangnya
proses kegiatan belajar mengajar untuk guru dan siswa, sehingga tujuan
pembelajaran yang diharapkan tercapai dengan baik dan hasil belajar yang
diperoleh dapat meningkat dengan baik pula (Sofiyah, 2010).
Model pengajaran langsung memiliki ciri-ciri yaitu: (1) adanya tujuan
pembelajaran dan pengaruh model pada siswa termasuk prosedur penilaian hasil
belajar; (2) sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran; (3)
sistem pengelolaan dan lingkungan belajar model yang diperlukan agar kegiatan
pembelajaran tertentu dapat berlangsung dengan berhasil. Menurut Joyce dan
Marsha (dalam Kardi dan Nur, 2000), model pembelajaran DI memiliki lima fase
yang sangat penting. Kelima fase tersebut adalah fase orientasi, fase presentasi
atau demonstrasi, fase latihan terstruktur, fase latihan terbimbing dan fase latihan
mandiri, yang membutuhkan peran berbeda dari pengajar.
Adapun lima fase yang harus diketahui guru dalam menggunakan
pembelajaran langsung yaitu: (1) guru memulai pembelajaran dengan menjelaskan
tujuan pembelajaran khusus serta menginformasikan latar belakang dan
pentingnya materi pembelajaran; (2) guru menginformasikan pengetahuan secara
bertahap atau mendemonstrasikan secara benar; (3) guru membimbing pelatihan
awal dengan cara meminta siswa melakukan kegiatan yang sama dengan kegiatan
yang telah dilakukan guru dengan panduan LKS; (4) guru mengamati kegiatan
siswa untuk mengetahui kebenaran pekerjaannya sambil member umpan balik;
dan (5) guru memberikan kegiatan pemantapan agar siswa berlatih sendiri
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, misalnya dalam bentuk tugas
(Makhrus, 2007). Menurut Kardi dan Nur (2000), secara sistematis dapat dilihat
pada Tabel 2.2.
27

Pada fase persiapan, guru memotivasi siswa agar siswa menerima


presentasi materi pelajaran yang dilakukan melalui demonstrasi tentang
keterampilan tertentu. Pembelajaran diakhiri dengan pemberian umpan balik
terhadap keberhasilan siswa. Pada fase pelatihan dan pemberian umpan balik
tersebut, guru perlu selalu mencoba memberikan kesempatan pada siswa untuk
menerapkan pengetahuan atau keterampilan yang dipelajari ke dalam situasi
kehidupan nyata.
Tabel 2.2. Fase model Pengajaran Langsung (Direct Instruction)

Fase Peran Guru


Fase 1 Menjelaskan tujuan pembelajaran, informasi
Menyampaikan tujuan dan latar belakang pelajaran, pentingnya pelajaran,
mempersiapkan siswa mempersiapkan siswa untuk belajar
Fase 2 Demonstrasi dan penyajian informasi dengan
Presentasi dan demonstrasi benar, tahap demi tahap.
Fase 3 Merencanakan dan memberi bimbingan
Membimbing pelatihan pelatihan awal.
Fase 4 Mengecek apakah siswa telah berhasil
Mengecek pemahaman dan melakukan tugas dengan baik, memberi umpan
memberikan umpan balik balik.
Fase 5 Mempersiapkan kesempatan melakukan
Memberikan kesempatan pelatihan lanjutan, dengan perhatian khusus pada
untuk pelatihan lanjutan dan penerapan kepada situasi lebih kompleks.
penerapan

Sofiyah (2000) menjelaskan bahwa pada model pengajaran langsung


memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya yaitu: (1) dengan model
pembelajaran langsung, guru mengendalikan isi materi dan urutan; (2) informasi
yang diterima oleh siswa dapat mempertahankan focus mengenai apa yang harus
dicapai oleh siswa; (3) dapat diterapkan secara efektif dalam kelas yang besar
maupun kecil; (4) dapat digunakan untuk menekankan poin-poin penting atau
kesulitan-kesulitan yang mungkin dihadapi oleh siswa sehingga hal tersebut dapat
diungkapkan; (5) dapat menjadi cara yang efektif untuk mengajarkan informasi
dan pengetahuan factual yang terstruktur; dan (6) merupakan cara yang paling
efektif untuk mengajarkan konsep dan keterampilan-keterampilan yang eksplisit
kepada siswa yang berprestasi rendah.
Selain kelebihan, model pengajaran langsung juga memilki kekurangan,
yaitu: (1) model pembelajaran langsung bersandar pada kemampuan siswa untuk
28

mengasimilasikan informasi melalui kegiatan mendengarkan, mengamati dan


mencatat. Karena tidak semua siswa memiliki keterampilan dalam hal tersebut,
guru masih harus mengajarkannya kepada siswa; (2) dalam model pembelajaran
langsung, sulit untuk mengatasi perbedaan dalam hal kemampuan, pengetahuan
awal, tingkat pembelajaran dan pemahaman, gaya belajar, atau ketertarikan siswa;
(3) karena siswa hanya memilki sedikit kesempatan untuk terlibat secara aktif,
sulit bagi siswa untuk mengembangkan keterampilan sosial dan interpersonal
mereka; dan (4) karena guru memainkan peran pusat dalam model ini, kesuksesan
model pembelajaran ini bergantung pada image guru. Jika guru tidak tampak siap,
berpengetahuan, percaya diri, antusias, dan terstruktur, siswa dapat menjadi
bosan, teralihkan perhatiannya, dan pembelajaran mereka akan terhambat.

2.1.9. Laju Reaksi


A. Pengertian Laju Reaksi
Laju reaksi dinyatakan sebagai laju berkurangnya pereaksi atau laju
bertambahnya produk. Satuan konsentrasi yang digunakan adalah molaritas (M)
atau mol per liter (mol. L-1). Satuan waktu yang digunakan biasanya detik (dt).
Sehingga laju reaksi mempunyai satuan mol per liter per detik (mol. L-1. dt-1 atau
M.dt-1). Bila laju reaksi diungkapkan sebagai berkurangnya pereaksi A atau B dan
bertambahnya produk C atau D tiap satuan waktu, maka persamaan lajunya
adalah:
𝟏 ∆[𝑨] 𝟏 ∆[𝑩] 𝟏 ∆[𝑪] 𝟏 ∆[𝑫]
v =-𝒂 = -𝒃 = +𝒄 = +𝒅
∆𝒕 ∆𝒕 ∆𝒕 ∆𝒕

B. Persamaan Laju Reaksi


Tujuan dari mempelajari laju reaksi adalah untuk dapat memprediksi laju
suatu reaksi. Hal tersebut dapat dilakukan dengan hitungan matematis melalui
hukum laju. Sebagai contoh, pada reaksi:

aA + bB → cC + dD

Dimana A dan B adalah pereaksi, C dan D adalah produk dan a,b,c,d


adalah koefisien penyetaraan reaksi, maka hukum lajunya dapat dituliskan sebagai
berikut:
29

Laju reaksi = k [A]m [B]n............................(3)


dengan,
k = tetapan laju, dipengaruhi suhu dan katalis (jika ada)
m = orde (tingkat) reaksi terhadap pereaksi A
n = orde (tingkat) reaksi terhadap pereaksi B
[A] = konsentrasi awal A (mol dm-3)
[B] = konsentrasi awal B (mol dm-3)

C. Orde Reaksi
Orde reaksi atau tingkat reaksi terhadap suatu komponen merupakan
pangkat dari konsentrasi komponen tersebut dalam hukum laju. Secara garis
besar, beberapa macam orde reaksi diuraikan sebagai berikut:
1. Orde nol
Reaksi dikatakan berorde nol terhadap salah satu pereaksinya apabila
perubahan konsentrasi pereaksi tersebut tidak mempengaruhi laju reaksi.
Bila kita tulis laju reaksinya:
∆[A]
v =- = k[A]0 = k
∆t

2. Orde Satu
Suatu reaksi dikatakan berorde satu terhadap salah satu pereaksinya jika
laju reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi pereaksi itu. Bila kita tinjau reaksi
orde satu berikut: A = produk, maka persamaan lajunya:
∆[A]
v =- = k[A]
∆t

3. Orde Dua
Suatu reaksi dikatakan berorde dua terhadap salah satu pereaksi jika laju
reaksi merupakan pangkat dua dari konsentrasi pereaksi itu. Misalnya, A =
produk, maka persamaan lajunya:
∆[A]
v=- = k[A]2
∆t

D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi


1. Luas Permukaan Sentuhan
30

Semakin luas permukaan mengakibatkan semakin banyak permukaan yang


bersentuhan dengan pereaksi, sehingga pada saat yang sama semakin banyak
partikel-partikel yang bereaksi.
2. Konsentrasi
Sebagaimana sudah diketahui bahwa laju reaksi dipengaruhi oleh
konsentrasi awal dari pereaksi. Pengaruh konsentrasi awal terhadap laju reaksi
adalah khas untuk setiap reaksi. Pada reaksi orde 0 (nol) konsentrasi tidak
berpengaruh langsung terhadap laju reaksi. Laju reaksi pada orde pertama (orde 1)
berbanding lurus dengan konsentrasi awal pereaksi, sehingga jika konsentrasi naik
dua kali akan mengakibatkan laju reaksi menjadi dua kali lebih cepat. Pada reaksi
orde kedua (orde 2), laju reaksi berbanding dengan kuadrat konsentrasi awal
pereaksi, sehingga jika konsentrasi naik dua kali mengakibatkan laju reaksi
menjadi empat kali lebih cepat.
3. Suhu
Laju reaksi ditentukan oleh jumlah tumbukan efektif. Jika suhu dinaikkan,
maka kalor yang diberikan akan menambah energi kinetik partikel pereaksi.
Sehingga makin cepat pergerakan partikel akan menyebabkan makin besar
frekuensi terjadinya tumbukan efektif antar pereaksi sehingga makin cepat laju
reaksi.
4. Katalis
Katalis adalah zat yang dapat meningkatkan laju reaksi tanpa dirinya
mengalami perubahan kimia secara permanen. Katalis dapat bekerja dengan
membentuk senyawa antara atau mengabsorpsi zat yang direaksikan. Suatu reaksi
yang menggunakan katalis disebut reaksi katalis dan prosesnya disebut katalisme.
Katalis suatu reaksi biasanya dituliskan di atas tanda panah.

E. Teori Tumbukan
Menurut teori ini, reaksi berlangsung sebagai hasil tumbukan antar partikel
pereaksi. Akan tetapi, tidaklah setiap tumbukan menghasilkan reaksi, melainkan
hanya tumbukan antar partikel yang memiliki energi cukup yang dapat
melampaui energi aktivasi. Tumbukan yang menghasilkan energi yang cukup
untuk menghasilkan reaksi disebut energi efektif.
31

1. Teori tumbukan dan konsentrasi awal pereaksi


Semakin besar konsentrasi pereaksi, semakin besar jumlah partikel pereaksi
sehingga semakin banyak peluang terjadinya tumbukan. Hal ini menyebabkan
semakin besar peluang untuk terjadinya tumbukan efektif antar partikel. Semakin
banyak tumbukan efektif berarti laju reaksi semakin cepat.
2. Teori tumbukan dan luas permukaan
Semakin luas permukaan, semakin banyak peluang terjadinya tumbukan
antar pereaksi.Semakin banyak tumbukan yang terjadi mengakibatkan semakin
besar peluang terjadinya tumbukan yang menghasilkan reaksi (tumbukan efektif).
Akibatnya laju reaksi semakin cepat.
3. Teori tumbukan dan suhu
Pada suhu tinggi, partikel-partikel yang terdapat dalam suatu zat akan
bergerak (bergetar) lebih cepat daripada suhu rendah. Oleh karena itu, apabila
terjadi kenaikan suhu, partikel-partikel akan bergerak lebih cepat, sehingga
enenrgi kinetik partikel meningkat. Semakin tinggi energi kinetik partikel yang
bergerak, jika saling bertabrakan akan menghasilkan energy yang tinggi pula,
sehingga makin besar peluang terjadinya tumbukan yang dapat menghasilkan
reaksi.
4. Energi aktivasi dan katalis
Energi minimal yang diperlukan untuk berlangsungnya suatu reaksi disebut
energi pengaktifan atau energi aktivasi. Jika energi aktivasi suatu reaksi rendah,
reaksi tersebut akan lebih mudah terjadi. Semakin rendah energi aktivasi, semakin
mudah reaksi berlangsung.

2.1.10. Hasil Penelitian yang Relevan


Berdasarkan hasil penelitian yang mengkaji tentang keterampilan berpikir
kritis dengan berbagai model pembelajaran yang digunakan dalam meningkatkan
keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar peserta didik, penelitian yang terkait
diantaranya adalah penelitian yang dilakukan Zebua (2010) menemukan bahwa
penggunaan model pembelajaran berbasis masalah menggunakan media eXe
Learning lebih tinggi 21 % dari hasil belajar siswa tanpa menggunakan media eXe
32

Learning dapat meningkatkan hasil belajar kimia siswa dengan rata-rata gain
sebesar 0,58 dan mempengaruhi aktifitas siswa secara signifikan sebesar 57,4%.
Rahma (2012), meneliti tentang pengembangan perangkat pembelajaran
model inkuiri berpendekatan SETS materi kelarutan dan hasil kali kelarutan yang
menunjukkan dengan peningkatan skor rata-rata pre test dan post test di tiap
indikator berpikir kritis yaitu 29,45 menjadi 77,08. Skor rata-rata indikator
kemampuan berpikir kritis pada kegiatan diskusi praktikum sebesar 81,10.
Selanjutnya penelitian berpikir kritis juga dilakukan oleh Fathan, dkk., (2013)
menyatakan bahwa penggunaan multimedia interaktif pada pembelajaran
kesetimbangan kimia dapat meningkatkan hasil belajar siswa dengan rata-rata N-
Gain sebesear 54,27%. Peningkatan hasil belajar ini menunjukkan peningkatan
penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis siswa. Konsep yang paling
dikuasai oleh siswa setelah belajar dengan menggunkan courseware MMI
“Chemical Equilibrium” adalah prinsip Le Chatelier dan faktor-fakor yang
mempengaruhi pergeseran kesetimbangan dengan rata-rata N-Gain 58,64% dan
konsep yang kurang dikuasai siswa adalah kesetimbangan kimia dalam bidang
industri dengan rata-rata N-Gain 46,32%. Indikator keterampilan berpikir kritis
yang paling dikuasai siswa adalah membuat induksi dan mempertimbangkan
induksi dengan rata-rata N-Gain 74,28%, sedangkan yang kurang dikuasai adalah
mengidentifikasi asumsi dengan rata-rata N-gain 45,97%.
Sama halnya Nurohman (2014), juga meneliti tentang keterampilan
berpikir kritis dengan menerapkan pemecahan masalah fisika menggunakan
Model Think Talk Write Berbasis Strategi Pembelajaran Peningkatan
Kemampuan Berpikir (SPPKB) yang menunjukkan terjadi peningkatan
kemampuan berpikir kritis dalam pemecahan masalah siswa yang awalnya
memiliki persentase skor tes 64,9% di kegiatan prasiklus meningkat menjadi 72%
di akhir siklus I dan meningkat kembali menjadi 80,2% di akhir siklus II. Hasil
angket juga menunjukkan peningkatan kemampuan berpikir kritis dari persentase
74,2% di kegiatan prasiklus, menjadi 77% di akhir siklus I dan meningkat kembali
menjadi 79,9% di akhir siklus II.
33

Penelitian terbaru tentang berpikir kritis dilakukan Ilaah dan Bertha


(2015), menerapkan model pembelajaran inkuiri pada materi laju reaksi
menunjukkan hampir semua siswa memiliki kriteria keterampilan berpikir kritis
tinggi. Hal ini dibuktikan sebanyak 94,87% siswa memiliki keterampilan
mengajukan pertanyaan, menganalisis asumsi, dan menguji fakta dengan kriteria
tinggi serta 100% siswa memiliki keterampilan mempertimbangkan interpretasi
dengan kriteria tinggi.

2.2. Kerangka Berpikir


Dari kajian teori di atas, dapat disusun kerangka pemikiran guna
memperoleh jawaban sementara dari permasalahan yang timbul. Rendahnya
kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran
dapat ditingkatkan dengan memperbaiki model atau strategi dalam pembelajaran
dan media yang digunakan.
Dalam proses pembelajaran, setiap guru harus memiliki kemampuan dalam
menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna. Salah satu
alternatif yang ditawarkan adalah dengan penerapan model Inquiry dengan media
Prezi, yang merupakan model pembelajaran berupa kelompok belajar yang saling
bekerjasama untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode
ilmiah, melibatkan siswa untuk membantu mengembangkan kemampuan berpikir
kritis dalam memahami materi laju reaksi. Jika kita hubungkan dengan
pembelajaran kimia, maka kimia sangat memerlukan media yang dapat
menjelaskan materi yang bersifat abstrak agar menjadi lebih nyata di hadapan
siswa, serta dapat menolong siswa untuk lebih mudah memahami materi yang
diberikan. Dengan adanya media yang mampu mengkonkritkan keabstrakan
konsep kimia akan lebih mengefektifkan interaksi antara guru dan siswa dalam
proses pembelajaran. Untuk tujuan tersebut media pembelajaran kimia prezi
merupakan salah satu solusi yang dapat digunakan guru dalam pembelajaran
kimia.
Pokok bahasan laju reaksi terdiri dari sub pokok bahasan: pengertian laju
reaksi, persamaan laju reaksi, penentuan orde raksi, faktor-faktor yang
34

mempengaruhi laju reaksi, dan teori tumbukan. Pada pada pokok bahasan laju
reaksi terdapat konsep-konsep yang mememerlukan pemahaman, analisis maupun
penyelidikan (materi faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi) sehingga
siswa diharapkan dapat menggunakan pola berpikir tingkat tinggi terutama pola
berpikir kritis yang terstruktur dan sistematis melalui tahap Inquiry.
Dalam pembelajaran di kelas, siswa dituntut untuk melakukan dan
mengembangkan komunikasi antar siswa dimana siswa yang kurang mampu dapat
belajar secara mandiri dengan menggantungkan dirinya pada siswa yang lebih
mampu dan menumbuhkan kemampuan berpikir kritis mereka dalam belajar. Dan
sebaliknya guru harus dapat menciptakan suasana kelas yang dapat menimbulkan
komunikasi antar siswa dan kemampuan berpikir kritis siswa sehingga proses
belajar mengajar berjalan dengan baik dan akan menyebabkan interaksi di kelas
yang dapat meningkatkan komunikasi dan kemampuan berpikir kritis siswa
sehingga meningkatkan prestasi belajar peserta didik.
Dengan adanya inquiry, kemampuan berpikir siswa betul-betul
dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis,
sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji dan mengembangkan
kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan. Dengan adanya aktifitas
berpikir kritis dan inovatif dari siswa, diyakini dapat menjadi faktor penentu
keberhasilan belajar siswa. Berdasarkan pemikiran tersebut dapat diduga bahwa
ada interaksi antara inquiry dengan media prezi, dapat mempengaruhi
kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa pada materi laju reaksi.

2.3. Hipotesis
Berdasarkan kajian teoritis, penelitian yang relevan dan kerangka berpikir,
maka hipotesis dalam rancangan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Terdapat perbedaan pengaruh model Inquiry dengan media Prezi dan
model Direct Instruction (DI) terhadap hasil belajar siswa.
35

2. Terdapat perbedaan pengaruh tingkat kemampuan berpikir kritis tinggi


dan rendah siswa yang dibelajarkan dengan model Inquiry dengan media
Prezi dan model Direct Instruction (DI) terhadap hasil belajar siswa.
3. Terdapat interaksi antara kedua model pembelajaran dengan kemampuan
berpikir kritis siswa terhadap hasil belajar siswa.
4. Terdapat hubungan antara kemampuan berpikir kritis dengan hasil
belajar siswa.

Anda mungkin juga menyukai