Anda di halaman 1dari 13

BAB II

LANDASAN TEORETIS

A. Kajian Teori
1. Kemampuan Berpikir Kritis
a. Pengertian berpikir kritis
Menurut Ennis (Lestari, I & Linda, Z, 2019) critical thinking is
reasonable and reflective thinking focused on deciding what to believe or do,
yang artinya berpikir kritis adalah suatu proses berpikir reflektif yang
berfokus pada memutuskan apa yang diyakini atau dilakukan.
Emily R. Lai (Lestari, I & Linda, Z, 2019) menyatakan bahwa,
“critical thinking includes the component skills of analyzing arguments,
making inferences using inductive or deductive reasoning, judging or
evaluating, and making decisions or solving problems”. Definisi menurut Lai
tersebut memiliki arti, bahwa berpikir kritis meliputi komponen
keterampilan-keterampilan menganalisis argumen, membuat kesimpulan
menggunakan penalaran yang bersifat induktif atau deduktif, penilaian atau
evaluasi, dan membuat keputusan atau memecahkan masalah.
Menurut Ratna dkk (2017) dalam tulisannya pada suatu Jurnal yang
berjudul Critical Thingking Skill: Konsep dan Indikator Penilaian. Critical
thingking skill adalah kemampuan untuk berpikir secara logis, reflektif,
sistematis dan produktif yang diaplikasikan dalam membuat pertimbangan
dan mengambil keputusan yang baik. Ratna menyebutkan bahwa seseorang
dikatakan mampu berpikir kritis bila seseorang itu mampu berpikir logis,
reflektif, sistematis dan produktif yang dilakukannya dalam membuat
pertimbangan dan mengambil keputusan.
Menurut Sujana., et al (2020) Kemampuan berpikir kritis memberikan
arahan yang tepat dalam melakukan tindakan, berpikir, bekerja, dan
membantu dalam menentukan keterkaitan antara sesuatu dengan yang lainnya
secara akurat. Oleh sebab itu kemampuan berpikir kritis sangat penting sekali

8
9

bagi siswa dalam menyelesaikan soal matematika baik soal jenis


terbuka/divergen maupun masalah dalam bentuk soal cerita.
Lebih lengkapnya Eliana Crespo (Lestari, I & Linda, Z, 2019)
menjelaskan bahwa critical thinking adalah istilah umum yang diberikan
untuk berbagai keterampian kognitif dan intelektual membutuhkan:
• mengidentifikasi, menganalisa, dan meng-evaluasi secara efektif
• menemukan dan mengatasi prasangka
• merumuskan dan menyajikan alasan-alasan yang meyakinkan untuk
mendukung kesimpulan
• membuat pilihan yang cerdas dan beralasan tentang apa yang harus
dipercaya dan yang harus dilakukan.

b. Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Matematis


Setiap seseorang memiliki tingkat kemampuan berpikir yang berbeda-
beda. sehingga terdapat indikator dalam kemampuan berpikir kritis. Para
peneliti pun menyatakan beberapa indikator kemampuan berpikir kritis
dimana beberapa memiliki indikator yang berbeda. Oleh karena itu, berikut
adalah beberapa indikator kemampuan berpikir kritis:
Ennis (Dinandar, 2014) mengemukakan indikator kemampuan
berpikir kritis, sebagai berikut:
1. Memberikan penjelasan sederhana
2. Membangun keterampilan dasar
3. Menyimpulkan
4. Memberikan penjelasan lanjut
5. Mengatur strategi dan taktik
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan indikator kemampuan
berpikir kritis menurut Ennis dengan rincian sebagai berikut.
1. Memberikan penjelasan sederhana
Memberikan penjelasan sederhana dalam hal ini adalah mengidentifikasi
atau merumuskan pertanyaan/permasalahan ke dalam model matematika.
2. Membangun keterampilan dasar
10

Membangun keterampilan dasar dalam hal ini adalah kemampuan


memberikan alasan dengan memilih strategi pemecahan masalah untuk
menghasilkan kesimpulan yang benar, serta menggunakan prosedur
langkah penyelesaian yang tepat.
3. Menyimpulkan
Menyimpulkan dalam hal ini adalah menarik/membuat kesimpulan dari
hasil penyelidikan.

2. Model Pembelajaran Kooperatif


Sekitar tahun 1960-an, belajar kompetitif dan individualistis telah
mendominasi pendidikan di Amerika Serikat. Siswa biasanya datang ke sekolah
dengan harapan untuk berkompetisi dan tekanan dari orang tua untuk menjadi
yang terbaik (Trianto, 2014). Dalam pembelajaran kompetitif dan individualistis
terjadi persaingan secara tidak sehat dan akan terjadi diskriminasi terhadap siswa
yang memiliki kognitif rendah. Maka pembelajaran tersebut tidak diterapkan dan
berevolusi menjadi sebuah pembelajaran berbasis kerja sama. Diantaranya yaitu
dengan pembelajaran kooperatif (cooperative learning), merupakan sistem
pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa dalam tugas-tugas yang
terstruktur. Pembelajaran kooperatif dikenal dengan pembelajaran secara
berkelompok (Tukiran, 2013).
Pembelajaran kooperatif menurut Kelough (Nurdyansyah dan Eni F,
2016), model pembelajaran kooperatif merupakan suatu strategi pembelajaran
secara berkelompok, siswa belajar bersama dan saling membantu dalam
menyelesaikan tugas dengan penekanan pada saling support di antara anggota
kelompok, karena keberhasilan belajar siswa tergantung pada keberhasilan
kelompoknya.
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil
belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman, dan
pengembangan keterampilan sosial. Untuk mencapai hasil belajar itu model
pembelajaran kooperatif menuntut kerja sama dan interdependensi peserta didik
dalam struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur reward-nya. Struktur tugas
11

berhubungan dengan bagaimana tugas diorganisir. Struktur tujuan dan reward


mengacu pada derajat kerja sama atau kompetisi yang dibutuhkan untuk mencapai
tujuan maupun reward (Agus Suprijono, 2016).
Berdasarkan pemaparan pendapat dari beberapa ahli di atas bahwa
pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran berkelompok yang
terdiri dari interaksi siswa yang memiliki ketergantungan positif pada proses
belajar. Siswa yang terlibat dalam pembelajaran ini bersifat heterogen, artinya
kualifikasi siswa yang mengikuti pembelajaran ini berbeda-beda baik dari
kemampuan, jenis kelamin, ras maupun suku. Tujuan dibentuknya kelompok
yaitu untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat terlibat secara
aktif dalam proses pembelajaran. Hal ini sesuai dengan kurikulum yang berlaku
saat ini yaitu kurikulum 2013 yang bersifat student center.

3. Unsur – Unsur Utama Pembelajaran Kooperatif


Roger dan David Johnson (Nurdyansyah dan Eni F, 2016) mengatakan
bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif.
Untuk mencapai hasil yang maksimal, ada lima unsur dasar dalam model
pembelajaran kooperatif yang harus diterapkan, yaitu sebagai berikut:
1) Prinsip Ketergantungan Positif (Positive Interdependence), prinsip ini
meyakini bahwa keberhasilan dalam menyelesaikan tugas tergantung pada
usaha yang dilakukan oleh kelompok tersebut. Oleh karena itu, semua
anggota kelompok akan merasakan saling ketergantungan.
2) Tanggung Jawab Perseorangan (Individual Accountability) keberhasilan
kelompok sangat tergantung dari masing-masing anggota kelompoknya. Oleh
karena itu, setiap anggota kelompok mempunyai tugas dan tanggung jawab
dalam kelompok tersebut.
3) Interaksi Tatap Muka (Face To Face Promotive Interaction) dalam interaksi
tatap muka siswa dalam kelompok berkesempatan untuk saling berdiskusi,
saling memberi dan menerima informasi dari anggota kelompok lain.
Kegiatan interaksi ini akan membentuk sinergi yang menguntungkan bagi
semua anggota kelompok.
12

4) Partisipasi dan Komunikasi (Interpersonal Skill), komunikasi antar anggota


kelompok atau keterampilan sosial merupakan prinsip kegiatan peserta didik
untuk saling mengenal dan mempercayai, saling berkomunikasi secara akurat
dan tidak ambisius, saling menerima dan saling mendukung, dan
menyelesaikan konflik secara konstruktif. Kontribusi terhadap keberhasilan
dalam pembelajaran kooperatif memerlukan keterampilan interpersonal
dalam kelompok kecil. Oleh karena itu, diperlukan keterampilan-
keterampilan seperti kepemimpinan, pengambilan keputusan, membangun
kepercayaan, berkomunikasi, dan mengelola konflik harus diajarkan dengan
tepat sebagai keterampilan akademis.
5) Evaluasi Proses Kelompok (Group Processing) evaluasi proses kelompok
merupakan kegiatan penilaian atau mengevaluasi proses kerja kelompok dan
hasil kerja sama mereka, agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih
efektif.

4. Model Pembelajaran Group investigation


a. Pengertian Group investigation
Pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dikembangkan
oleh Shlomo Sharan dan Yael Sharan dari Universitas Tel Aviv. Secara
umum perencanaan pengorganisasian kelas dengan menggunakan teknik
kooperatif Group Investigation adalah kelompok dibentuk oleh siswa itu
sendiri dengan beranggotakan 2-6 orang, tiap kelompok bebas memilih
subtopik dari keseluruhan unit materi (pokok bahasan) yang akan
diajarkan, kemudian membuat atau menghasilkan laporan kelompok.
Selanjutnya, setiap kelompok mempresentasikan atau memamerkan
laporannya kepada seluruh kelas, untuk berbagi dan saling tukar informasi
temuan mereka (Nurdyansyah dan Eni F, 2016)
Menurut Rusman (Prasetyo , 2017), Group Investigation adalah
salah satu metode pembelajaran kooperatif berbasis penemuan dimana
setiap kelompok beranggotakan 4-6 orang dengan komposisi kelompok
heterogen. Berkaitan dengan itu, Doymus dan Simsek (Dalam Ratih dkk,
13

2012) menjelaskan bahwa pembelajaran GI sangat cocok untuk pelajaran


sains yang bertujuan untuk melibatkan siswa dalam penyelidikan ilmiah
dan mendorong siswa untuk berkontribusi pada pembelajaran di dalam
kelas. Melalui kerjasama kelompok dan penyelidikan, metode GI
mendorong siswa dapat memperoleh suatu penemuan

b. Tahap Pelaksanaan Model Group Investigation


Sharan (Yayan, 2014) mengemukakan ada enam langkah tahapan
dalam model investigasi kelompok atau group investigation dapat dilihat
pada tabel berikut ini:
Tabel 2.1 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Group Investigation

Fase Kegiatan Siswa Kegiatan guru


Fase – 1 a. Para siswa meneliti Guru membantu dalam
Mengidentifikasikan beberapa sumber, pengumpulan informasi
Topik dan Mengatur mengusulkan sejumlah dan memfasilitasi
Murid ke dalam topik, dan pengaturan
Kelompok mengkategorikan
saran-saran.
b. Para siswa bergabung
dengan kelompoknya
untuk mempelajari
topik yang telah
mereka pilih.
c. Komposisi kelompok
didasarkan pada
ketertarikan siswa dan
harus bersifat
heterogen.
Fase – 2 Para siswa merencanakan Guru bersama-sama
Merencanakan Tugas bersama mengenai: Apa siswa membimbing
14

yang akan Dipelajari yang kita pelajari? dalam perencanaan tugas


Bagaimana kita
mempelajarinya? Siapa
melakukan apa?
(Pembagian Tugas)
Untuk tujuan atau
kepentingan apa apa kita
menginvestigasi topik
ini?
Fase – 3 a. Para siswa Memantau jalannya
Melaksanakan mengumpulkan Investigasi
Investigasi informasi,
menganalisis data, dan
membuat kesimpulan.
b. Tiap anggota
kelompok
berkontribusi untuk
usaha-usaha yang
dilakukan
kelompoknya.
c. Para siswa saling
bertukar, berdiskusi,
mengklarifikasi, dan
mensintesis semua
gagasan.
Fase – 4 a. Anggota kelompok Guru dan siswa bersama-
Menyiapkan Laporan menentukan pesan- sama dalam menyiapkan
Akhir pesan esensial dari laporan akhir
proyek mereka.
b. Anggota kelompok
merencanakan apa
15

yang akan mereka


laporkan, dan
bagaimana mereka
akan membuat
presentasi mereka.
c. Wakil-wakil kelompok
membentuk sebuah
panitia acara untuk
mengkoordinasikan
rencana-rencana
presentasi.
Fase – 5 a. Presentasi yang dibuat Guru mengkoordinasikan
Mempresentasikan untuk seluruh kelas presentasi kelompok
Laporan Akhir dalam berbagai macam
bentuk.
b. Bagian presentasi
tersebut harus dapat
melibatkan
pendengarnya secara
aktif.
c. Para pendengar
tersebut mengevaluasi
kejelasan dan
penampilan presentasi
berdasarkan kriteria
yang telah ditentukan
sebelumnya oleh
seluruh anggota kelas.
Fase – 6 a. Para siswa saling Guru berkolaborasi
Evaluasi memberikan umpan dengan murid dalam
balik mengenai topik mengevaluasi masing-
16

tersebut, mengenai masing kelompok


tugas yang telah terhadap pembelajaran
mereka kerjakan, siswa secara keseluruhan
mengenai keefektifan
pengalaman-
pengalaman mereka.
b. Guru dan murid
berkolaborasi dalam
mengevaluasi
pembelajaran siswa.
c. Penilaian atas
pembelajaran harus
mengevaluasi
pemikiran paling
tinggi

5. Trigonometri
Menurut Rohmat Kurnia (2013) trigonometri bisa diartikan sebagai studi
tentang segitiga pada permukaan benda berbentuk bola, dan sisi busur yang
memiliki lingkaran besar. Trigonometri juga berguna untuk navigasi.
Singkatnya, pengertian trigonometri adalah cabang ilmu matematika yang
berkaitan tentang sudut segitiga. Istilah trigonometri sendiri berasal dari kata
dalam bahasa Yunani yaitu trigonon artinya tiga sudut, dan metro yang artinya
mengukur. Istilah dasar pada trigonometri yang perlu di ketahui seperti sinus,
cossinus, tangen, cotangen, secan, cosecan.

B. Penelitian yang Relevan


Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah:
17

1. Penelitian yang dilakukan oleh Nenden Suciyati Sartika (2013). Pada


Penelitiannya yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Pemahaman
dan Penalaran Matematis Siswa MTs Melalui Pembelajaran Kolaboratif
Tipe Group investigation”. Hasil Penelitiannya Menyatakan
Kemampuan pemahaman matematis siswa MTs yang mendapatkan
pembelajaran dengan model pembelajaran kolaboratif tipe group
investigation lebih baik daripada siswa yang mendapatkan
pembelajaran konvensional.
2. Penelitian yang dilakukan oelah Swasti Maharani (2017) Pada
Jurnalnya yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Group
Investigation terhadap Prestasi Belajar Trigonometri Mahasiswa”. Hasil
penelitiannya menyatakan ada pengaruh model pembelajaran group
investigation terhadap prestasi belajar trigonometri mahasiswa. Prestasi
belajar trigonometri mahasiswa dengan model group investigation lebih
baik daripada prestasi belajar mahasiswa dengan metode ceramah/
konvensional.

C. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir pada penelitian ini disajikan dalam bentuk diagram
pada gambar 2.1 berikut.

Berpikir Kritis Penting Bagi Siswa

Berpikir Kritis dapat


dikembangkan melalui
pembelajaran matematika
SMAN 1 Panggarangan belum kelas X SMAN 1 Panggarangan
mengakomodasi siswa untuk masih tergolong dalam kategori
mengembangkan kemampuan berpikir sangat rendah
kritis 18

Menerapkan GI dalam pembelajaran matematika dikelas


X SMAN 1 Panggarangan

Model pembelajaran GI Pada model pembelajaran GI


mempunyai karakteristik untuk terdapat tahapan Investigation:
meningkatkan kemampuan analisis dan sintesis
berpikir kritis siswa:
membangun strategi,
menentukan masalah, dan
menciptakan lingkungan yang Penelitian yang relevan:
mendukung “Peningkatan Kemampuan
Pemahaman dan Penalaran
Matematis Siswa MTs Melalui
Pembelajaran Kolaboratif Tipe
Group investigation”.

Kemampuan berpikir kritis siswa kelas X SMA N 1 Panggarangan

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir Penelitian

Trianto Ibnu Badar Al-Tabany,.(2014). Mendesain Model Pembelajaran


Inovatif,Progresif dan Kontekstual. Jakarta: Prenadamedia Group.

Tukiran Taniredja, Efi Miftah Faridli, dan Sri Harmianto,.(2013). Model-model


Pembelajaran Inovatif dan Efektif. Bandung: Alfabeta.
19

Nurdyansyah dan Eni Fariyatul Fahyuni,.(2016) Inovasi Model Pembelajaran.


Sidoarjo: Nizamia Learning Center

Agus Suprijono,.(2016). Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Prasetyo Widyanto,.(2017) “Penerapan Metode Pembelajaran Group Investigation


Berbantuan Media Flanelgraf untuk Meningkatkan Minat dan Hasil
Belajar Siswa pada Mata Pelajaran IPA”, Jurnal Pendidikan Dasar
Nusantara, Vol. 3 No. 1, h. 119.

Ratih Puspita Dewi, Retno Sri Iswari, dan R. Susanti,.(2012). “Penerapan Model
Group Investigation Terhadap Hasil Belajar Materi Bahan Kimia Di
SMP”, Unnes Science Education Journal, Vol. 1 No. 2, h. 70.

Zakiah L,. & Lestari I. (2019). Berpikir Kritis Dalam Konteks Pembelajaran.
Bogor: Erzatama Karya Abadi

Hidayah, Ratna dkk.(2017). Critical Thingking Skill: Konsep dan Indikator


Penilaian. Jurnal Taman Cendekia Vol. 01 No. 02

Kurnia Rohmat (2013). Kamus matematika : istilah, rumus, perhitungan.


Bandung : Nuansa Cendekia

Yayan Mardiyah,.(2014). Pengaruh Penggunaan Metode Investigasi Kelompok


Terhadap Hasil Belajar Peserta Didik, Jurnal Gea Vol 14, No. 1,h. 85.

Sartika, Nenden .(2013). “Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran


Matematis Siswa MTS Melalui Pembelajaran Kolaboratif Tipe Group
investigation” http://repository.upi.edu/1754/

Swasti Maharani,. (2017). Pengaruh Model Pembelajaran Group Investigation


terhadap Prestasi Belajar Trigonometri Mahasiswa.”Jurnal Math Educator
Nusantara (JMEN) Wahana publikasi karya tulis ilmiah di bidang
pendidikan matematika ISSN : 2459-97345 Volume 03 Nomor 01 h. 01 –
57

Wiyana Pertiwi, (2018). Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Peserta


Didik SMK Pada Materi Matriks. Jurnal Pendidikan tambusai, 2(2), 821-
831. https://doi.org/10.31004/jptam.v2i4.29
20

Irma Andriani dan Suparman, (2018). Deskripsi Bahan Ajar Matematika Berbasis
PMRI untuk Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP
Kelas VII. Makalah dalam seminar nasional pendidikan matematika
ahmad dahlan. ISSN:2407-7496

Sujana, A., Meika, I., Tiaraswati. (2020). Penerapan Model Pembelajaran


Advance Organizer Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
Siswa. Math Educa Journal . 4(1)(2020):95-102

Anda mungkin juga menyukai