Anda di halaman 1dari 43

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN MATEMATIKA UNTUK

MENGASES KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA DALAM


MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA

Disusun oleh :

Saiful Anwar 200311858002

Offering D S2 Pendidikan Matematika 2020

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PROGRAM STUDI PASCASARJANA PENDIDIKAN MATEMATIKA

FEBRUARI 2022
PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN MATEMATIKA UNTUK
MENGASES KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA DALAM
MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Era sekarang merupakan era revolusi industri 4.0, masa dimana
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang dengan sangat pesat.
Salah satu dampak perkembangan teknologi adalah banyak tenaga manusia yang
teralihkan oleh teknologi-teknologi yang semakin canggih. Salah satu dampak
perkembangan teknologi yang pesat adalah semakin mudahnya akses
menemukan informasi. Informasi dapat diases baik melalui internet ataupun
media lainnya, dalam kondisi seperti ini masing-masing dari diri seseorang harus
lebih selektif dalam memilih informasi yang benar dan terpercaya. Sehingga,
dimasa depan generasi muda yang sekarang menempuh pendidikan, akan saling
bersaing tidak hanya dengan sesama manusia tapi juga dengan mesin atau
teknologi. Pembelajaran di abad 21 memiliki persaingan yang ketat sehingga
menuntut siswa untuk memiliki dan mengembangkan empat kemampuan dasar
4C’s antara lain berfikir kreatif, berfikir kritis, kompetensi komunikatif, dan
kompetensi kolaboratif (Armar Ahmad, 2019). Sebagai sarana mewujudkan
kehidupan masa depan yang lebih baik bagi diri seseorang, setidaknya diperlukan
bagaimana seseorang mampu berfikir kritis (Butler et al., 2017). Oleh sebab itu,
didalam diri seseorang diperlukan kemampuan berpikir kritis sejak dini.

Kemampuan berpikir kritis seseorang dapat diukur dari kemampuan seseorang


dalam menyelesaiakan masalah. Berfikir kritis adalah berfikir secara beralasan
dan reflektif dengan menekankan pada pembuatan keputusan tentang apa yang
harus dipercayai atau dilakukan (R. H. Ennis, 1996). Berpikir kritis melibatkan
keahlian berpikir induktif seperti mengenali hubungan, menganalisis masalah
yang bersifat terbuka atau memiliki banyak kemungkinan penyelesaian,
menentukan sebab akibat, membuat kesimpulan dan memperhitungkan data yang
relevan. Sejalan dengan hal tersebut kemampuan berpikir kritis memiliki
indikator-indikator meliputi hal-hal berikut; (1) mampu merumuskan pokok-
pokok permasalahan; (2) mampu mengungkap fakta yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan suatu masalah; (3) mampu memilih argument logis, relevan dan
akurat; (4) mampu mendeteksi bias berdasarkan sudut pandang yang berbeda;
dan (5) mampu menentukan akibat dari suatu pernyataan yang diambil sebagai
suatu keputusan (R. H. Ennis, 1996).

Kurangnya kemampuan berpikir kritis bagi diri seorang siswa, mengakibatkan


kurangnya bekal siswa dalam menghadapi era perkembangan informasi yang
pesat. Kemampuan berpikir kritis sangat diperlukan dalam menjalankan
kehidupan sehari-hari agar kita tidak membuat kesalahan dalam menilai
lingkungan (As’ari, 2014). Oleh sebab itu dalam pembelajaran di sekolah
hendaklah selalu berusaha untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis
siswa dalam berbagai mata pelajaran yang diajarkan. Begitu juga dalam
pembelajaran matematika, hal ini sesuai dengan tujuan dari pembelajaran
matematika yang dikemukakan oleh (Depdiknas, 2013), Pembelajaran
matematika di sekolah diberikan dengan tujuan untuk membuat siswa mampu
berpikir kritis serta mengembangkan dan membiasakan kemampuan yang
dimiliki dalam menyelesaiakan masalah matematika.

Peningkatan keterampilan memecahkan masalah menjadi fokus dalam


pembelajaran matematika (Subanji et al., 2021). Pemecahan masalah berkaitan
dengan proses berfikir (Hidayat et al., 2019). Oleh karena itu, keterampilan
menyelesaiakan masalah dalam pembelajaran matematika tidak lepas dari
kemapuan berfikir kritis siswa. Masalah matematika dapat meningkatkan
kemampuan kognitif, berpikir kreatif dan kritis, mengaplikasikan konsep
matematika, dan memotivasi siswa dalam belajar (Rasiman, 2015).

Keberhasilan siswa dalam memecahkan masalah matematika merupakan salah


satu tujuan penting dari pembelajaran matematika yang digambarkan melalui
asesmen yang valid (Nabie et al., 2013). Asesmen merupakan bagian penting dari
kegaitan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran terdiri atas perencanaan,
pelaksanaan, dan asesmen yang berupa nilai sikap, pengetahuan dan
keterampilan peserta didik (Yunet & Tatagno, 2017). Seorang guru dapat
memperoleh informasi dan umpan balik dari siswa dalam menyelesaiakan
masalah matematika pada kegiatan asesmen.

Instrument merupakan alat untuk mengumpulkan data atau informasi,


sedangkan asesmen merupakan proses pengumpulan informasi yang berkaitan
dengan pembelajaran sebagai bahan dalam pengambilan keputusan oleh guru (S
Arikunto, 2016). Oleh karena itu, penting bagi guru untuk dapat mengambangkan
instrumen asesmen yang benar-benar didesain khusus untuk membantu guru
dalam mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa. Keterampilan yang perlu
dikuasai oleh guru salah satunya ialah dapat mengembangkan instrumen asesmen
(Sri, 2016).

Berkaitan dengan instrumen asemen yang digunakan oleh guru, peneliti


mendapatkan contoh asesmen yang didapat dari artikel yang diterbitkan oleh
P4TK pada tahun 2014 sebagai berikut.
Gambar 1. 1 Instrumen asesmen pengetahuan yang diterbitkan oleh P4TK
Gambar 1. 2 Instrumen asesmen keterampilanyang diterbitkan oleh P4TK
Gambar 1. 3 Instrumen asesmen pengetahuan yang diterbitkan oleh P4TK

Berdasakan Gambar 1.1 sampai 1.3 di atas memiliki kelemahan yaitu tidak
adanya aspek-aspek penilaian kemampuan berfikir kritis siswa dan tahapan
tahapan yang harus dalalui untuk menyelesaiakn masalah. Hal ini tidak dapat
dijadikan sebagai tolak ukur guru dalam mengases kemapuan berfikir kritis
siswa, karena dalam asesmen tersebut indikator-indikator kemampuan berfikir
kritis belum tersampaikan. Segala hal yang terkait dengan pendidikan dan
pembelajaran tidak lepas dari kegiatan pengukuran atau penilaian (Mardapi,
2004).

Penggunaan Asesmen yang tepat dapat meningkatkan kemampuan berpikir


kritis siswa didukung oleh beberapa hasil penelitian terdahulu, yang dilakukan
oleh (Yudha, 2019) yang menyimpulkan Instrumen Asesmen penilaian otentik
sangat baik digunakan untuk mengukur keterampilan birfikir kritis peserta didik
kelas XI SMK Wahidin Kota Cirebon pada materi Geometri. Hasil Penelitian
(Wulandari, 2018) juga menyatakan instrumen asesmen yang telah
dikembangkan tidak hanya dapat mengukur kemampuan berfikir kritis siswa dari
domain kognitifnya saja tapi juga domain efektifnya, hal tersebut dapat
mengetahui tingkat berfikir kritis siswa secara keseluruhan.

Pengembangan asesmen yang tepat dalam menyelesaiakan masalah


matematika sangatlah penting. Hal ini agar dapat mempermudah guru untuk
mengases kemampuan berpikir kritis siswa. Sehingga peneliti perlu
melakukan“Pengembangan instrumen asesmen matematika untuk mengases
kemampuan berpikir kritis siswa dalam menyelesaiakan masalah
matematika”.

1.2 Tujuan Penelitian dan Pengembangan


Tujuan dari penelitian ini menghasilkan instrumen asesmen pembelajaran
matematika yang valid, praktis dan efektif yang dapat mengases kemampuan
berpikir kritis siswa kelas IX dalam memecahkan masalah matematika.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Berpikir kritis
Berpikir kritis merupakan kemampuan untuk berpikir pada level yang
kompleks dan menggunakan analisis dan evaluasi (Gunawan, 2006). Berfikir kritis
adalah interpretasi dan evaluasi yang terampil serta aktif terhadap observasi dan
komunikasi, informasi dan argumentasi (Fisher, 2009). Berfikir kritis adalah berfikir
secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pada pembuatan keputusan tentang
apa yang harus dipercayai atau dilakukan (R. H. Ennis, 1996). (Scriven & Paul,
2007) mendefinisikan berfikir kritis sebagai proses disiplin intelektual yang secara
aktif dan terampil mengkonseptualisasi, menerapkan, menganailis, mensintesis, dan
mengevaluasi informasi yang diperoleh dari hasil pengamatan, pengelaman,
merefleksi, penalaran ataupun komunikasi sebagai panduan untuk keyakinan atau
tindakan.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa berfikir


kritis merupakan kemampuan intelektual untuk menganilisis, menerapkan,
mensintesis serta merefleksi informasi yang digunakan untuk mengambil keputusan
tentang apa yang harus dilakukan. Kemampuan berfikir kritis sangat penting untuk
menganalisis suatu masalah agar mendapatkan solusi terbaik dari permasalahan.

Menurut (R. Ennis, 2011) terdapat empat indikator kemampuan berfikir kritis
yang dipaparkan sebagai berikut:
1. Elementary Clarification (memberikan penjelasan sederhana);
2. The Basis for the Decision (menentukan dasar pengambilan keputusan);
3. Inference (menarik kesimpulan);
4. Advances Clarification (memberikan penjelasan lanjut);
5. Supposition and Integration (memperkirakan dan menggabungkan).
Sedangkan menurut (Facione, 2011) terdapat bebrapa indikator berfikir kritis,
baik dari domain kemampuan ataupun disposisi. Inti masing-masing indikator
tersebut dijelaskan pada table 2.1 berikut:
Tabel 2. 1 Inti berpikir kritis menurut Facione (2015)

Kemampuan berpikir kritis Disposisi berpikir kritis


Interpretasi Systematic
Analisis Inquisitive
Evaluasi Judicious
Inferensi Truthseeking
Eksplanasi Confident I reasoning
Regulasi diri Open-minded
Analytical

Peneliti dalam penelitian ini menetapkan menggunakan indikator yang


dikemukakan oleh Ennis, sebab indikator yang dikemukakan oleh Ennis sesuai untuk
menyelesaiakan permasalahan khususnya permasalahan matematika. Indikator yang
dikemukakan oleh Ennis pada penelitian ini disajikan dalam table 2.2 berikut :

Tabel 2. 2 Inti dan indikator kemampuan berpikir kritis yang digunakan dalam penelitian

Kemampuan berpikir kritis Indikator Penjelasan


Elementary Clarification Merumuskan masalah Mengidentifikasi inti atau
(memberikan penjelasan poin dari permasalahan
sederhana)
The Basis for the Decision Melakukan observasi dan Menuliskan hal-hal yang
(menentukan dasar pengambilan menilai laporan hasil observasi diinginkan dengan
keputusan) penggunaan rumus
matematika yang sesuai
Inference (menarik kesimpulan) Membuat induksi dan menilai Membuat kesimpulan dari
induksi hipotesis
Advances Clarification Mendifinisikan dan menilai Melihat adanya hubungan
(memberikan penjelasan lanjut) definisi logis setiap persoalan
Supposition and Integration Memutuskan dan Memilih, memadukan dan
(memperkirakan dan melaksanakan memutuskan strategi
menggabungkan) alternatif untuk menentukan
soluis dati permasalahan.

Era sekarang merupakan era revolusi industri 4.0, dimana pada masa ini
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang dengan sangat pesat
Informasi dapat dengan mudah diakses melalui internet, sehingga kondisi ini
membuat masing-masing dari diri seseorang harus lebih selektif dan berhati-hati
dalam menyaring informasi yang dapat dipercaya. Oleh sebab itu, didalam diri
seseorang diperlukan kemampuan berpikir kritis sejak dini. Kemampuan berpikir
kritis sangat diperlukan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari agar kita tidak
membuat kesalahan dalam menilai lingkungan (As’ari, 2014). Berbagai skill dilatih
dalam keterampilan berfikir kritis, yaitu kemampuan menyimak, membaca dengan
seksama, menemukan dan menentukan asumsi dasar, dan meyakini apa yang
dilakukan dengan adanya sebuah dasar pengetahuan yang baik (Moore & Parker,
1986).

2.2 Penelitian Terdahulu tentang Meningkatkan Kemampuan Berfikir Kritis

Beberapa hasil penelitian terdahulu mengenai cara meningkatkan kemampuan


berpikir kritis siswa, diantaranya sebagai berikut:

1. Penelitian dari (Haryani, 2011),(Koropit et al., 2017), (Munawwarah et al.,


2020) dan (Ikhsan et al., 2017) mendapatkan hasil bahwa pembelajaran
dengan pemecahan masalah dapat meberikan perubahan positif terhadap
kemampuan berfikir kritis siswa.
2. Penelitian dari ( Ritdamaya, D, et al., 2016), ( Emiliannur,E., et al., 2018),
(Sri, 2016). (Wulandari, 2018) menyatakan keefektifan instrumen asesmen
dapat mengukur berpikir kritis siswa untuk setiap indikator kemampuan
berpikir kritis dan perkembangannya.
3. Penelitian (Aretz et al., 2014) menyatakan penggunaan penggunaan
kerangkan asesmen multidimensional merupakan salah satu solusi solusi
untuk menilai kemampuan berfikir kritis siswa.
4. Penelitian (White et al., 2011) menyatakan bahwa dengan banyak siswa yang
mengalami kesulitan dalam mengembangkan kemampuan berfikir kritis,
sehingga penting bagi pendidik disemua tingkatan mengatasi keterampilan
berfikir kritis, maka penggunaan ACTA (Assessment of Critical Thinking
Ability) dapat menjadi salah salah satu cara untuk mengembangkan dan
mengevaluasi kemampuan berfikir kritis seseorang.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa penggunaan
asesmen matematika yang tepat dapat meningkatkan kemampuan berfikir kritis siswa
dalam menyelesaiakn masalah matematika.

2.3 Masalah Matematika


Masalah matematika adalah suatu soal dalam matematika dan tidak ada cara
yang siap langsung dapat digunakan untuk menyelesaikannya (Ferrini-Mundy, 2000).
Dalam konteks matematika masalah biasanya diberikan dalam bentuk soal, tetapi
tidak semua soal matematika dapat dikategorikan sebagai masalah (Rasiman, 2015).
Suatu soal matematika dikatakan sebagai masalah jika soal tersebut kompleks dan
tidak ada cara atau strategi yang siap langsung digunakan sehingga dibutuhkan
pemikiran lebih jauh dari pemecah masalah untuk menyelesaikannya (Rasiman,
2015). Selanjutnya Kantowski dalam (Kolovou et al., 2011) mengatakan bahwa
masalah yang diselesaikan dengan pemecahan masalah didefinisikan sebagai non-
rutin.

Menurut (Polya, 1973) masalah dikelompokkan menjadi dua, yaitu :


1. Masalah untuk menemukan merupakan masalah yang bertujuan untuk
menemukan objek tertentu (teoritis atau praktis, abstrak atau konkret, masalah
serius atau hanya teka-teki) yang tidak diketahui;
2. Masalah untuk membuktikan merupakan masalah yang bertujuan untuk
menunjukkan pernyataan tertentu dan dinyatakan dengan jelas bahwa itu benar
atau untuk menunjukkan bahwa hal itu salah.
Menurut (Charles, 1987), pemecahan masalah adalah suatu situasi dimana : 1)
siswa menghadapi tugas yang perlu ditemukan solusinya; 2) siswa tidak dapat
langsung memiliki prosedur untuk menemukan solusi; 3) siswa melakukan usaha
untuk menemukan solusinya; dan 4) terdapat banyak cara untuk menemukan
solusinya. Terdapat beberapa pendapat mengenai jenis pemecahan masalah
berdasarkan tahap-tahapnya diantaranya dikemukakan oleh (Polya, 1973), Kurlik dan
(Krulik & Rudnick, 1987), dan (Dewey & Zugsmith, 1933) yang diuraikan pada tabel
2.5 berikut.

Tabel 2. 4 Jenis pemecahan masalah


Kurlick dan Rudnick
Polya (1973) Dewey (1933)
(1987)
Memahami masalah Membaca Menghadapi masalah
Memeriksa atau
Tahap dalam Menyusun rencana Bereksplorasi menjabarkan
pemecahan masalah masalah
Mendaftar beberapa
Melaksanakan rencana Memilih strategi
solusi
Melihat kembali Menyelesaikan Membuat solusi
Meninjau kembali Menguji solusi

Ketiga pendapat di atas memiliki inti yang sama, peneliti lebih cenderung
pada pendapat (Polya, 1973). Sebab tahapan polya lebih sesuai untuk menyelesaiakn
permasalahan yang berkaitan dengan masalah matematika. Selain itu beberapa
strategi yang sering digunakan dalam pemecahan masalah diantaranya: mencoba-
coba, membuat diagram, mencobakan pada soal yang lebih sederhana, membuat
tabel, menemukan pola, memecah tujuan, memperhitugkan setiap kemungkinan,
berpikir logis, bergerak dari belakang, membuat model matematika, dan mengabaikan
hal yang tidak mungkin. Secara sistemtis termuat dalam 4 tahap pemecahan masalah
Polya dalam (Fan & Zhu, 2007) sebagai berikut :

a. Memahami masalah (Understanding the problem)


Pada tahap ini siswa dituntut untuk benar-benar memahami masalah seperti
mengetahui informasi yang diberikan, masalah yang ditanyakan, memahami kondisi
yang ada cukup atau belum cukup untuk menyelesaikan masalah, mengidentifikasi
informasi yang berlebihan atau bertentangan, memberikan gambaran masalah dari
gambar (jika terdapat gambar pada masalah yang diberikan), menunjukkan bagian
yang tidak diketahui, dan menggunakan simbol atau notasi yang sesuai.
Terdapat beberapa pertanyaan yang dapat diajukan pada tahap ini, adalah: (1)
apa saja informasi yang terdapat pada masalah tersebut ?; (2) apa yang ditanyakan /
apa yang belum diketahui dari masalah tersebut ?; (3) bagaimana kondisi masalah
tersebut?; (4) apakah masalah tersebut dapat diselesaikan ?. Dengan memberikan
pertanyaan-pertanyaan tersebut diharapkan dapat membantu siswa dalam memahami
masalah.

b. Membuat rencana (Devising a plan)

Pada tahap ini siswa dituntut untuk dapat menemukan hubungan antara
informasi yang diberikan dengan apa yang tidak diketahui/ dicari. Kedua hal tersebut
diperlukan untuk menemukan ide / strategi yang akan digunakan dalam pemecahan
masalah. Pertanyaan-pertanyaan yang dapat diajukan untuk membantu siswa
menemukan ide / strategi pemecahan masalah adalah : (1) konsep apa saja yang
terdapat dalam masalah tersebut ?; (2) dapatkah kalian menyusun kembali masalah
tersebut ?; (3) adakah masalah lain yang dapat kalian temukan terkait masalah yang
diberikan?; (4) dapatkah kalian menyelesaikan masalah terkait tersebut?; (5) langkah-
langkah / strategi apa yang kalian gunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut?;
(6) apakah dengan strategi tersebut kalian telah menggunakan semua data yang
diberikan?; (7) apakah langkah-langkah/ strategi tersebut dapat digunakan pada
semua kondisi masalah?.

c. Melaksanakan rencana (Carrying Out the plan)

Pada tahap ini siswa dituntut untuk melaksanakan ide/ strategi yang telah
dipilih pada tahap sebelumnya. Untuk dapat melaksanakan rencana dengan baik siswa
dituntut untuk tetap fokus pada apa yang akan mereka selesaikan dan rencana yang
telah disusun. Pertanyaan yang dapat diajukan untuk membantu siswa dalam
melaksanakan strategi yang dipilihnya adalah : (1) apakah rencana yang telah kalian
susun sebelumnya telah terlaksana semua?; (2) periksalah kembali langkah-langkah/
strategi yang telah digunakan!.
d. Melihat kembali (Looking Back)

Pada tahap ini siswa harus memastikan bahwa hasil yang didapat benar. Oelh
karena itu pada tahap ini diperlukan verifikasi hasil yang didapat karaena dalam
proses pemecahan masalah tidak menutup kemungkinan terjadi kesalahan. Pertanyaan
yang dapat diajukan untuk membantu siswa mengetahui kesalahan-kesalahan yang
dilakukan, sehingga hasil yang diperoleh memag benar dan siswa benar-benar yakin
terhadap jawabannya adalah : (1) dapatkah kalian memeriksa kembali hasil yang telah
kalian peroleh?; (2) yakinkah kalian terhadap argumen yang telah kalian berikan?; (3)
apakah kalian telah menggunakan semua data/ informasi yang diberikan?; (4)
sudahkah hasil yang telah kalian peroleh sesuai dengan yang diminta pada masalah?
Tunjukkan buktinya!; (5) dapatkah kalian mendapatkan hasil menggunakan cara yang
lain?; (6) cara apa yang dapat kalian gunakan ? jelaskan!; (7) apakah diperoleh hasil
yang berbeda?; (8) adakah kemungkinan jawaban lain?; (9) bagian mana yang
membuat kalian yakin dengan hasil yang telah kalian temukan?; (10) dapatkah kalian
menggunakan strategi / langkah-langkah yang telah digunakan pada masalah lain?.

Tujuan dari pengajuan pertanyaan pada tahap-tahap pemecahan masalah


adalah untuk membantu siswa / pemecah masalah memecahkan sendiri masalah yang
diberikan serta untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah
(Polya, 1973:3). Jika pertanyaan diberikan secara berkala, maka pemecah masalah
dengan sendirinya akan mananyakan hal yang sama pada dirinya sendiri jika
dihadapkan kembali pada masalah tanpa pemberian pertanyaan.

Menurut (Charles, 1987) terdapat empat teknik dalam mengevaluasi


kemampuan pemecahan masalah siswa, diantaranya: (1) mengobservasi dan
menanyai siswa (Observing and questioning students); (2) menggunakan data
asesmen dari siswa (using assessment data from students); (3) menggunakan teknik
penskoran (using scoring techniques); dan (4) menggunakan tes pilihan ganda dan tes
lengkap (using multiple-choice and completion test).
2.4 Asesmen
Asesmen merupakan suatu metode sitematis untuk memperoleh informasi dari
tes dan sumber lain, yang digunakan untuk menarik kesimpulan tentang karakteristik
orang, benda atau program (Aera, 1999). Menurut (KBBI, 2007) asesmen adalah
pengumpulan informasi untuk menggambil suatu keputusan. Asesmen digolongkan
menjadi dua bentuk, asesmen untuk pembelajaran dan asesmen dari pembelajaran
(Willey & Gardner, 2009). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan asesmen
adalah suatu metode pengumpulan informasi untuk pembelajaran dan dari
pembelajaran yang digunakan untuk menarik sebuah kesimpulan atau keputusan.

Menurut (Heritage et al., 2009) tujuan penting adanya asesmen ada dua yaitu:
(1) memberikan informasi level pencapaian siswa; (2) menginformasikan apa yang
harus dilakukan oleh guru di kelas untuk melihat kemajuan hasil belajar siswa.
Penerapan asesmen yang baik dapat menunjukkan adanya perubahan seperti yang
dijelaskan oleh (Willey & Gardner, 2009); (1) siswa menjadi lebih percaya diri,
bersedia, dan mampu berbicara tentang pembelajaran yang telah mereka lalui; (2)
guru dapat menyesuaikan kebutuhan dan mengembangkan pemahaman yang lebih
canggih dari pembelajaran berdasarkan bukti ontentik. Oleh sebab itu penting adanya
asesmen dalam proses pembelajaran, kegunaan bagi guru dapat memberikan
informasi pencapaian siswa dan apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan dari
hasil belajar. Sedangkan bagi siswa dapat membuat siswa lebih percaya diri, dan
mampu berbicara tentang pembelajaran serta dapat mengembangkan pemahaman
yang lebih luas dengan adanya bukti ontentik.

2.5 Penyelesaian Masalah Matematika dalam Instrumen Asesmen Matematika


yang dapat mengases kemampuan berfikir kritis siswa
Instrumen asesmen merupakan segala sesuatu yang digunakan oleh guru
dalam mengases kinerja siswa. Guru pada satuan pendidikan wajib menyusun
instrumen asesmen yang baik. Instrumen asesmen diperlukan dalam mengases kinerja
siswa. Instrumen asesmen yang dikembangkan dalam penelitian ini terdiri atas kisis-
kisi soal, soal tes, rubrik penskoran, lembar penskoran, angket disposisi berpikir
kritis, dan angket penggunaan instrumen. Instrumen yang akan dikembangkan yaitu
instrumen asesmen berbasis tes pemecahan masalah matematika.

Instrumen asesmen wajib disusun oleh guru di setiap satuan pendidikan.


Sesuai dengan salah satu tujuan kurikulum 2013 dalam penyusunan asesmen dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Oleh karena itu, instrumen dirancang dapat
mengases masing-masing indikator berpikir kritis siswa yaitu interpretasi, analisis,
evaluasi, inferensi, eksplanasi, dan regulasi diri. Instrumen asesmen yang disusun
adalah instrumen asesmen berbasis tes pemecahan masalah dengan tahapan Polya
yaitu memahami masalah, menysusn rencana, melaksanakan rencana, dan melihat
kembali.

Secara singkat instrumen asesmen yang dikembangkan dalam penelitian ini


dijabarkan pada Tabel 2.3 berikut :

Tabel 2. 5 Instrumen Penilaian dan penjelasannya


Domain penelitian Aspek yang dinilai Instrumen yang dikembangkan
Kognitif Kemampuan berpikir kritis  Tes 1
 Tes 2
 Tes 3
 Rubrik penskoran tes 1
 Rubrik penskoran tes 2
 Rubrik penskoran tes 3
 Lembar penskoran tes 1
 Lembar penskoran tes 2
 Lembar penskoran tes 3
 Pedoman, rubrik dan pedoman
penskoran wawancara
Afektif Disposisi berpikir kritis Angket disposisi berpikir kritis

Dimodifikasi dari Parta, 2009


Selain instrumen asesmen di atas untuk membantu peneliti dalam mengambil
data keefektifan produk yang telah dikembangkan peneliti menyusun instrumen
penelitian berupa angket respons pengguna instrumen.
2.6 Tinjauan Materi Fungsi Kuadrat
Berdasarkan kompetensi dasar yang tercantum dalam kurikulum 2013, fungsi
kuadrat merupakan materi kelas IX pada semester 1 dengan rincian pada table 2.3
berikut:

Tabel 2.6 Kompetensi inti dan kompetensi dasar Fungsi Kuadtar

KOMPETENSI INTI 3 KOMPETENSI INTI 4


(PENGETAHUAN) (KETERAMPILAN)
3. Memahami pengetahuan (faktual, 4. Mencoba, mengolah, dan menyaji dalam ranah
konseptual, dan prosedural) berdasarkan konkret (menggunakan, mengurai, merangkai,
rasa ingin tahunya tentang ilmu memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak
pengetahuan, teknologi, seni, budaya (menulis, membaca, menghitung, menggambar,
terkait fenomena dan kejadian tampak dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di
mata. sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut
pandang/teori
3.4 Menjelaskan hubungan antara 4.4 Menyajikan dan menyelesaikan
koefisien dan diskriminan fungsi masalah kontekstual dengan
kuadrat dengan grafiknya menggunakan sifat-sifat fungsi
kuadrat

Kompetensi dasar di atas menyebutkan siswa harus mampu menyajikan dan


menyelesaiakan masalah kontekstual dengan menggunakan sifat-sifat fungsi kuadrat.
kompetensi lanjutan yang harus dimiliki oleh siswa adalah menyelesaiakan masalah
kontekstual dengan menggunakan sifat-sifat fungsi kuadrat. Kompetensi dasar
tersebut menuntut siswa menuntut siswa untuk mengevaluasi, menganalisis dan
mengaplikasikan konsep untuk menyelesaiakn masalah kontekstual. Oleh sebab itu,
untuk memenuhi kopetensi dasar tersebut peneliti menyajikan soal-soal fungsi
kuadrat yang berbasis masalah kepada siswa untuk mengases kemampuan-
kemampuan di atas.

2.7 Spesifikasi Produk yang Dikembangkan


Spesifikasi produk yang dihasilkan dalam pengembangan ini adalah instrumen
asesmen yang dapat mengases kemampuan berfikir kritis siswa kelas IX dalam
memecahkan masalah matematika pada meteri fungsi kuadrat. Peneliti menggunakan
materi fungsi kuadrat karena materi tersebut membutuhkan kemampuan berfikir kritis
siswa pada penyelesaian soal atau permasalahan kehidupan sehari-hari.

Instrument asesmen pada penelitian ini yaitu berupa kisi-kisi soal, soal tes,
rubrik penskoran, lembar penskoran dan angket disposisi berfikir kritis. Soal tes yang
dihasilkan yaitu berisi 3 soal yang menuntut siswa berfikir kritis. Tes berfikir kritis
dalam penelitian ini dilakukan sebanyak dua kali untuk melihat perbedaan skor siswa.
Instrument yang dikembangkan memenuhi kriteria valid, praktis dan efektif.
Kevalidan dapat dilihat berdasarkan skor kevalidan yang diberikan oleh validator
sebelum instrument digunakan untuk mengases kemampuan berfikir kritis siswa.
Sedangkan kepraktisan instrument dapat dilihat berdasarkan angket respon pengguna
yang diisi oleh guru.

Instrument asesmen dikatakan valid apabila mencapai kategori kevalidan yang


telah ditetapkan oleh peneliti, yaitu mendapat skor ≥3 . Instrument asesmen dikatakan
praktis apabila mudah digunakan oleh guru. Kategori mudah tidaknya instrumen
asesmen digunakan apabila mendapat skor ≥3 melalui angket respon pengguna yang
diisi oleh guru. Instrument asesmen dikatakan efektif apabila berperan tepat guna
dalam penggunaannya dan instrumen diaktakan efektif bila sebanyak 66% subjek
penelitian menunjukkan kriteria peningkatan yang sedang atau tinggi dan
peningkatan rata-rata klasika tergolong dalam kriteria sedang atau tinggi yaitu lebih
dari 33%.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Model Penelitian


Model penelitian pengembangan yang digunakan oleh peneliti untuk
mengembangkan instrumen asesmen adalah model penelitian pengembangan
(Plomp, 2013) karena menurut peneliti model pengembangan ini lebih mutakhir.
Tahapan penelitian menurut (Plomp, 2013) adalah: (1) penelitian pendahuluan
(preliminary research); (2) tahap pembuatan prototip (prototyping phase); (3)
tahap asesmen (assesment phase).
3.2 Prosedur Pengembangan
Pengembangan instrumen penilaian dilakukan dalam tiga tahapan sesuai
dengan model (Plomp, 2013), kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada setiap tahap
disajikan pada Gambar 3.1 berikut.
•Menganalisis kebutuhan dan konteks
•Meninjau literatur Pleminary
•Mengembangkan kerangka konseptual atau teoritis Research

•Menganalisis kebutuhan dan konteks


•Meninjau literatur
•Mengembangkan kerangka konseptual atau teoritis

Merancang instrumen

Prototipe i, i= 1, 2, 3,…

Validasi Prototyping
Iya Tidak Phase

Prototipe i+j,
Valid Revisi
j= 0,1, 2, 3,…

Uji Coba ke j Analisis


Tidak

Revisi Praktis
iya

Prototipe i+j

Uji coba ke j Analisis


Assesment
Phase Tidak Iya

Praktis dan
Revisi Prototipe
efektif?
Keterangan :
: Proses kegiatan
: Hasil kegiatan
: Urutan kegiatan
: Siklus jika diperlukan

Gambar 3.1 Bagan Alur Penelitian


1. Penelitian awal (Preliminary Research)
Kegiatan Preliminary Research meliputi: (a) menganalisis kebutuhan dan
konteks; (b) meninjau literatur; (c) mengembangkan kerangka konseptual da
teoritis untuk penelitian.
a. Menganalisis kebutuhan dan konteks
Menganalisis kebutuhan dan konteks memeiliki tujuan untuk
mengidentifikasi kebutuhan apa saja yang dibutuhkan dalam mengatasi masalah
dalam kegiatan pembelajaran, serta konteks apa saja yang terkait dengan
kebutuhan tersebut. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini yaitu analisis
asesmen serta analisis kelemahan instrumen asesmen yang dilaksanakan di
lapangan. Sedangkan kegiatan analisis konteks yaitu meninjau materi.
Analisis asesmen dilaksanakan dengan meninjau proses kegiatan asesmen
yang digunakan guru dalam mengases kinerja siswa. Hasil dari analisis tersebut
diketahui bahwa asesmen yang digunakan oleh guru belum mampu mengases
kinerja siswa dengan baik. Hal tersebut disebabkan karena tidak mendukungnya
instrumen asesmen yang digunakan dalam mengases kinerja siswa. Sedangkan
untuk kelemahan yang ada dalam instrumen asesmen diantaranya: (1) instrumen
asesmen yang digunakan tidak jelas; (2) tidak adanya rubrik pensekoran yang
dapat mengases kinerja siswa; (3) tidak adanya lembar pensekoran; (4) instrumen
yang digunakan belum mampu mengases kinerja siswa baik dari segi kognitif
maupun efektif.
Tinjauan yang dilakukan oleh peneliti didukung oleh hasil wawancara tidak
terstruktur kepada guru mata pelajaran serta meneliti hasil tes awal siswa.
Wawancara tersebut menghasilkan instrumen yang digunakan oleh guru dibuat
guru mata pelajaran masing-masing. Selain itu peneliti juga menemukan latihan
soal dan tes yang digunakan tidak dapat mengases kemampuan berfikir kritis
siswa. Oleh sebab itu, peneliti menyimpulkan bahwa kegiatan asesmen dan
instrumen yang digunakan dalam pembelajaran belum mampu memfasilitasi guru
dalam mengases kemampuan berfikir kritis siswa.
Menurut analisis masalah yang diuraikan di atas maka diperlukan solusi
untuk mengatasi masalah buruknya asesmen instrumen yang digunkan. Oleh
sebab itu, diperlukan instrumen asesmen yang dpaat memfasilitasi guru dalam
mengases kemampuan berfikir kritis siswa.
b. Meninjau literatur
Kegiatan yang dilakukan dalam meninjau literature adalah mengkaji teori
mengenai instrumen yang sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan untuk
mengases kemampuan berfikir kritis siswa. Sehingga untuk mengatasi hal tersebut
dapat digunakan tes berbasis pemecahan masalah untuk mengases kemampuan
berfikir kritis siswa serta angket disposisi berfikir kritis siswa. Masalah
matematika dapat meningkatkan kemampuan kognitif, berpikir kreatif dan kritis,
mengaplikasikan konsep matematika, dan memotivasi siswa dalam belajar
(Rasiman, 2015).
Berdasarkan uraian di atas peneliti memilih pemecahan masalah sebagai
acuan yang dapat digunakan oleh guru untuk melibatkan siswa dalam berfikir
kritis. Selain itu peneliti juga meninjau materi yang digunakan dalam
pengembangan. Berdasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdapat
masalah pada materi grafik fungsi kuadrat, yaitu pemahaman siswa terhadap
konsep grafik. Berdasarkan alasan tersebut peneliti memutuskan untuk memilih
materi penyajian grafik fungsi kuadrat untuk menilai berpikir kritis siswa.
c. Mengembangkan kerangka konseptual dan teoritis.
Kegiatan mengembangkan kerangka konseptual dan teoritis yaitu merancang
kerangka konseptual dan teoritis untuk mengembangkan produk berdasarkan pada
penelitian awal dan tinjauan literature. Kegiatan merancang kerangka konseptual
dan teoritis dialkukan dengan membuat rancangan instrumen asesmen yang
disesuaikan dengan pembelajaran berbasis masalah dan berfikir kritis.
Instrumen penilaian yang disusun terdiri atas: (1) tes 1 kemampuan berpikir
kritis dan rubrik penskoran; (2) tes 2 kemampuan berpikir kritis dan rubrik
penskoran; (3) tes 3 kemampuan berpikir kritis dan rubrik penskoran; (4) lembar
penskoran; dan ( 5) angket diposisi berpikir kritis. Tes dirancang dengan
memberikan 1 soal pemecahan masalah untuk setiap tes. Langkah
penyelesaiannya melalui kegiatan memahami masalah, menyusun rencana,
melaksanakan rencana, dan melihat kembali. Dengan kegiatan-kegiatan tersebut
diharapkan kemampuan berpikir kritis siswa dapat terases dengan baik.
2. Tahap pembuatan prototipe (Prototyping Phase)
a. Pembuatan prototip
Kegiatan yang dilakukan pada tahap pembuatan prototipe diantaranya, (a)
menyusun instrumen asesmen ; (b) menyusun instrumen penelitian; (c)
menentukan instrumen pembanding
a) Menyusun instrumen asesmen
Instrumen penilaian yang disusun terdiri atas: 1) tes 1 kemampuan berpikir
kritis dan rubrik penskoran; 2) tes 2 kemampuan berpikir kritis dan rubrik
penskoran; 3) tes 3 kemampuan berpikir kritis dan rubrik penskoran; 4) lembar
penskoran; dan 5) angket diposisi berpikir kritis.
Kegiatan pertama yang dilakukan dalam menyususn isntrumen asesmen
kemampuan berfikir kritis adalah menentukan materi, Kompetensi Dasar, dan
Indikator soal terlebih dahulu. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
fungsi kuadrat. Materi tersebut difokuskan lagi oleh peneliti pada kompetensi
dasar 3.4 Menjelaskan hubungan antara koefisien dan diskriminan fungsi kuadrat
dengan grafiknya dan 4.4 Menyajikan dan menyelesaikan masalah kontekstual
dengan menggunakan sifat-sifat fungsi kuadrat.
Berdasarkan kompetensi dasar tesebut peneliti menyusun indikator soal yang
disesuaikan dengan indikator kemampuan berfikir kritis yaitu merumuskan
masalah, melakukan observasi dan menilai laporan hasil observasi, membuat
induksi dan menilai induksi, mendifinisikan dan menilai definisi, dan
memutuskan serta melaksanakan. Intrumen asesmen ini dirancang untuk tiga kali
pertemuan dengan tiga kali tes.
Kegiatan kedua yang dilakukan adalah menyusun angket disposisi berfikir
kritis. Angket disposisi ini disesuaikan dengan meteri yang digunakan dalam
penelitian ini, yaitu fungsi kuadrat. Pilihan jawaban angket yang digukan dalam
penelitian ini menggunakan empat jawaban yakni “tidak sama sekali”, “kadang-
kadang”, “sering”, dan “selalu”.
Pedoman pensekoran angket disposisi dalam penelitian ini yaitu: (1) setiap
jawaban “sering” pada nomor ganjil mendapat 5 poin; (2) setiap jawaban “tidak
sama sekali” pada nomor genap mendapatkan 5 poin; (3) apabila perolehan skor
siswa ≥ 70, maka dikatakan disposisi berfikir kritis siswa positif; (4) apabila
perolehan skor siswa 50< skor <70, maka dikatakan disposisi berfikir kritis siswa
netral; (5) apabila perolehan skor siswa ≤ 50, maka dikatakan disposisi berfikir
kritis siswa negative.
b) Menyusun instrumen penelitian
Menurut (Nieven 1999) dalam (Plomp, 2013) kriteria umum produk yang
dihasilkan berkualitas jika memenuhi kriteria valid, praktis dan efektif. Untuk
memenuhi kriteria valid, praktis dan efektif maka harus dilakukan uji validitas
dan uji coba lapangan untuk memperoleh data kevalidan, kepraktisan dan
keefektifan. Sehingga diperlukan instrumen pengumpulan data untuk memperoleh
data tersebut. Untuk menguji kevalidan instrumen asesmen, peneliti menyusun
lembar validasi instrumen asesmen. Untuk menguji kepraktisan dan keefektifan
peneliti menyusun angket penggunaan instrumen.selain angket penggunaan
instrumen, uji keefektifan juga dapat dilihat dari hasil tes kemampuan berfikir
kritis siswa.
1. Lembar validasi instrumen asesmen
Lembar validasi yang digunakan untuk menilai validitas instrumen asesmen
memuat pernyataan terkait kebahasaan, kelengkapan, keterukuran indikator
berfikir kritis, dll. Lembar validasi yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk
checklist dengan skala 1-4, dengan rincian skala 1: tidak setuju, skala 2: kurang
setuju, skala 3: setuju dan skala 4: sangat setuju. Selain itu juga diberikan kolom
komentar dan saran yang dpat diisi oleh validator. Lembar validasi diberikan
kepada dua validator bersama dengan draf instrumen asesmen yang telah disusun.
2. Angket Respons Pengguna Instrumen
Angket respon penggunaan instrumen digunakan sebagai respon pengguna
terhadapt kemudahan dalam penggunaan instrumen, ketertarikan menggunakan
kembali, dan kesetujuan praktisi terhadap instrumen asesmen. Angket
penggunaan instrumen ini berbentuk checklist dengan skala 1-4, dengan rincian
skala 1: tidak setuju, skala 2: kurang setuju, skala 3: setuju dan skala 4: sangat
setuju. Angket ini diberikan kepada praktisis atau guru selaku pengguna
instrumen asesmen setelah penggunaan instrumen.
3. Tes kemampuan berpikir kritis ( tes 1, tes 2, dan tes 3)
Tes kemampuan berfikir kritis disusun 3 macam yaitu tes 1, tes 2 dan tes 3
dengan tingkat kesulitan yang setara. Ketiga tes tersebut disusun dengan bentuk
satu soal essay yang berbasis pemecahan masalah. Masing-masing tes diberikan
kepada siswa diakhir pembelajaran, sehingga dari hasil masing-masing tes akan
diperoleh perbedaan hasil tes untuk setiap indikator kemampuan berfikir kritis
iswa. Selanjutnya perbedaan tersbut digunakan sebagai pedoman untuk
menentukan keefektifan instrumen asesmen yang dihasilkan.

4. Pedoman wawancara
Pertanyaan pada pedoman wawancara ini berisi pertanyaan untuk
mendapatkan skor indikator evaluasi, eksplanasi, dan regulasi diri. Alsan
diadakan wawancara adalah karena indikator tersebut tidak dapat dilihat langsung
dari hasil tes. Wawancara dilaksanakan keesokan harinya setelah siswa
mengerjakan tes.
5. Rubrik penskoran
Tujuan penyusunan rubrik adalah agar penilaian hasil tes 1,2 dan 3 jelas,
sehingga pengukuran peningkatan masing-masing indikator berfikir kritis dapat
diketahui dengan jelas pula. Rubric pensekoran menggunakan skor 0,1,2,3, dan 4
pada masingmasing indikator. Sedangkan untuk penilaian indikator evaluasi dan
inferensi menggunkan skala 0-100.
6. Angket Disposisi Berpikir Kritis
Angket ini disusun untuk melihat kecondongan siswa dalam berfikir kritis
dalm tes 1, 2, dan 3 dapat terlihat dengan jelas. Disposisi berfikir kritis dibagi
menjadi tiga kategori yaitu disposisi positif, disposisi ragu-ragu dan disposisi
negatif. Angket ini menggunakan empat skala dengan skala tidak setuju, kadang-
kadang, sering dan selalu.
Berdasarkan pemaparan di atas maka berikut rangkuman dari instrumen penelitian
yang disusun disajikan pada Tabel 3.2 berikut ini.
Tabel 3. 1Instrumen yang disusun untuk menguji kevalidan, kepraktisan dan keefektifan instrumen
asesmen

Kriteria Instrumen yang disusun Data yang diuji


Valid Lembar validasi instrumen  Kevalidan tes 1, 2 dan 3
asesmen  Kevalidan angket disposisi berpikir
kritis
 Kevalidan rubrik penskoran dari
hasil tes
 Kevalidan rubrik penskoran dari
hasil wawancara
 Kevalidan Lembar penskoran
 Kevalidan Angket respons pengguna
instrumen
Praktis  Angket respons pengguna Kepraktisan instrumen asesmen
instrumen
Efektif  Tes kemampuan berpikir  Hasil tes kemampuan berpikir
kritis kritis
 Angket disposisi berpikir  Hasil pengisian angket disposisi
kritis berpikir kritis.
 Pedoman wawancara
 Rubrik penskoran
Supaya memperoleh data yang valid maka instrumen pengumpulan data juga
harus valid. Oleh sebab itu, peneliti perlu mamvalidasi instrumen pengumpulan data
tersebut kepada dua validator. Sehigga dalam melakukan validasi terhadap intrumen
penelitian, peneliti menyusun lembar validasi untuk instrumen tersebut.
Lembar validasi tersebut diberikan bersamaan dengan draf instrumen penelitian
kepada dua validator. Lembar validasi intrumen ini berisi : (1) petunjuk pengisisan;
(2) keterangan skala nilai; (3) tabel penilaian yang berisi kolom pertanyaan asepk
yang dinilai dan kolom nilai; (4) kolom komentar, daran dan perbaikan. Penilaian
pada setiap pertanyaan berbentuk checklist dengan skor antara 1-4 yang menunjukkan
kesesuaian antara instrumen penelitian dengan pernyataan pada lembar validasi. Skor
1: tidak setuju, skor 2: krang setuju, skor 3: setuju, skor 4: sangat setuju.
Setiap validasi yang dilakukan akan terdapat saran dan komentar dari validator
terkait instrumen yang disusun. Sehingga peneliti melakukan revisis terhadap
instrumen tersebut berdasar pada saran dan komentar validator. Setelah melakukan
revisi, didapat hasil validasi terhadap instrumen yang disusun. Skor yang diberikan
oleh validator kemudian dianalisis menggunakan teknik analisis rata-rata. Selanjutnya
skor akhir dirujuk pada interval kriteria kevalidan instrumen penelitian yang disajikan
pada Tabel 3.3 berikut ini.
Tabel 3. 2 Kriteri Kevalidan Instrumen penelitian
Interval Kriteria kevalidan Keterangan
Va≥3 Valid Tidak perlu revisi
2 ≤V a< 3 Cukup valid Revisi sebagian
V a <2 Tidak valid Revisi total

c) Menentukan Instrumen Pembanding


Intrumen pembanding digunakan sebagai tolak ukur intrumen yang akan
dikembangkan. Intrumen pembanding yang digunakan adalah intrumen yang telah
malalui uji kelayakan penggunaan dan telah digunakan oleh guru dalam
pembelajaran. Sehingga intrumen yang dikembangkan harus memiliki nilai lebih
dalam hal keefktifan dan kepraktisan penggunaannya dalam pembelajaran dari pada
intrumen pembanding. Selain itu intrumen yang dikembangkan harus dapat mengases
kemampuan berfikir kritis siswa lebih baik dari pada instrumen pembanding yang
dipilih.

3. Tahap Asesmen ( Assessment Phase)

Kegiatan pada tahap asesmen adalah uji lapangan. Uji lapangan memiliki tujuan
untuk menguji kepraktisan dan keefektifan instrumen asesmen. Uji kepraktiasan
terdiri dari uji kepraktisan instrumen asesmen yang meliputi aspek kemudahan dan
ketertarikan responden terhadap produk yang dihasilkan.

Uji kepraktisan ini dilaksanakan melalui pemberian angket respon pengguna


setelah menggunakan instrumen asesmen. Uji kepraktisan juga dapat dilihat melalui
angket disposisi berfikir kritis yang dilihat dari saran dan komentar siswa. Pada tahap
uji coba ini terdapat fase iterasi yaitu apabila hasil uji coba belum memenuhi kriteria
yang tinggi maka peneliti akan melakukan revisi berdasarkan saran dan komentar
yang diberikan oleh pengguna instrumen dan siswa. Apabila hasil yang revisi belum
memenuhi kriteria maka akan dilakukan revisi lagi dan begitu seterusnya hingga
instrumen asesmen memenuhi kriteria kepraktisan yang tinggi.

Sedangkan uji keefekyifan dilaksanakan dengan pemberian soal tes kemampuan


berfikir kritis. Instrumen asesmen efektis jika dapat mengukur masing-masing
indikator berfikir kritis yang dilihat dari perbedaan hasil tes 1,2 dan 3. Apabila hasil
uji belum efektif maka dilakukan uji coba lapangan yang kedua, dan begitu
seterusnya hingga mendapat hasil keefektifan instrumen asesmen.
3.3 Lokasi dan Subyek Penelitian
Subjek uji coba dalam penelitian pengembangan ini adalah seluruh siswa kelas IX
SMP Modern Al rifa ie sebanyak 30 siswa serta guru matematika kelas tersebut.
3.4 Instrumen Pengumpulan Data dan Jenis Data
Berikut disajikan pada Tabel 3.4 instrumen yang digunakan dalam penelitian
beserta sumber data dan jenis data yang dikumpulkan.
Tabel 3. 3 Instrumen Pengumpul Data Beserta Sumber Data dan Jenis Data
Instrumen Jenis data yang dikumpulkan
Sumber data
penelitian Kuantitatif Kualitatif
Angket disposisi Subyek uji coba Skor respons siswa Saran dan komentar
berpikir kritis siswa
Angket respons Praktisi Skor respons praktisi Saran dan komentar
pengguna instrumen praktisi
Tes 1 kemampuan Subyek uji coba Nilai tes 1 -
berpikir kritis
Rubrik penskoran tes Subyek uji coba Nilai tes 1 -
1 kemampuan
berpikir kritis
Tes 2 kemampuan Subyek uji coba Nilai tes 2 -
berpikir kritis
Rubrik penskoran tes Subyek uji coba Nilai tes 2 -
2 kemampuan
berpikir kritis
Tes 3 kemampuan Subyek uji coba Nilai tes 3 -
berpikir kritis
Rubrik penskoran tes Subyek uji coba Nilai tes 3 -
3 kemampuan
berpikir kritis
Pedoman wawancara Subyek uji coba Nilai tes 1, 2, dan 3 Hasil wawancara tes
1,2, dan 3
3.5 Teknik Analisis Data
Terdapat tiga macam analisis data yang dilakukan, yaitu analisis data kevalidan,
analisis data kepraktisan, dan analisis data keefektifan instrumen asesmen.
1. Analisis Data Kevalidan Instrumen Asesmen
Data kevalidan instrumen asesmen dikumpulkan menggunakan lembar validasi
instrumen asesmen. Hasil pengisian dua validator pada lembar validasi instrumen
asesmen dianalisis menggunakan teknik analisis nilai rata-rata yang terdidri dari
beberapa langkah sebagai berikut.
a. Melakukan rekapitulasi data penilaian kevalidan dari dua validator ke dalam
tabel yang sesuai
b. Menentukan skor rata-rata setiap idnikator dari dua validator dengan rumus
n

∑ V ij
j=1
I i=
n
(Suharsimi Arikunto, 1989)

Keterangan:
n

∑ V ij= jumlah skor validator ke− j tehadapindikator ke−i


j=1

n=banya validator n
c. Menentukan rata-rata skor untuk setiap aspek dengan rumus
m

∑ lij
i=1
A j=
m
(Suharsimi Arikunto, 1989)
Keterangan:
A j=rata−ratanilai untuk aspek ke− j
m

∑ lij=rata−rataindikator aspek ke− j


i=1

m=banyak indikator dalam aspek ke− j


d. Menentukan nilai rata-rata kevalidan V a atau nilai rerata total dari rerata nilai
n

∑ Aj
V a = j=1
n
(Suharsimi Arikunto, 1989)
Keterangan:
V a =nilai rata−rata total untuk semua aspek
n

∑ A j= jumlah rata−ratanilai aspek ke− j


j=1

n=banyak aspek
e. Menyimpulkan kevalidan instrumen asesmen dengan merujuk V a dari instrumen
asesmen pada interval penentuan tingkat kevalidan instrumen asesmen yang
diadaptasi dari (Parta, 2009) seperti pada Tabel 3. 5 berikut.
Tabel 3. 4Kriteria Tingkat Kevalidan Instrumen Asesmen
Interval Kriteria kevalidan Keterangan
Va≥3 Valid Tidak perlu revisi
2 ≤V a< 3 Cukup valid Revisi sebagian
V a <2 Tidak valid Revisi total
Keterangan: V a adalah nilai penentuan tingkat kevalidan instrumen asesmen
Kriteria kevalidan instrumen asesmen yang ditentukan dalam penelitian ini
adalah apabila instrumen asesmen yang dihasilkan memenuhi kriteria valid, yaitu
dengan V a ≥ 3 . Untuk nilai kevalidan klasikal diperoleh dari skor kevalidan instrumen
asesmen. Jika V a kurang dari tiga yang berarti cukup valid atau tidak valid, maka
instrumen asesmen perlu direvisi atau revisi total.
2. Analisis Data Uji Kepraktisan
a. Angket respons pengguna instrumen

Data kepraktisan dari angket respons pengguna instrumen dianalisis dengan


menggunakan teknik analisis nilai rata-rata dengan langkah-langkah sebagai berikut.
1. Melakukan rekapitulasi data penilaian kepraktisan instrumen asesmen dari
praktisi.
2. Menentukan skor kepraktisan dengan rumus
n

∑ Ii
P= i=1
n
(Arikunto, 1989)
Keterangan:
n

∑ I i= jumlah nilai setiap indikator


i=1

n=banyak indikator
3. Menyimpulkan tingkat kepraktisan instrumen asesmen dengan merujuk pada
P pada interval penentuan tingkat kepraktisan instrumen asesmen yang
diadaptasi dari Parta (2009) pada Tabel 3. 6 berikut.
Tabel 3. 5 Kriteria Tingkat Kepraktisan Instrumen Asesmen
Interval Kriteria kepraktisan Keterangan
P ≥3 Tinggi Tidak perlu revisi
2 ≤ P<3 Sedang Revisi sebagian
P<2 Rendah Revisi total
Keterangan: P adalah nilai penentuan tingkat kepraktisan instrumen asesmen
Kriteria kepraktisan instrumen asesmen dikatakan tinggi apabila mendapat
respons positif dari praktisi yaitu data pengisian angket respon pengguna
menunjukkan nilai lebih dari atau sama dengan 3. Apabila angket respon pengguna
memiliki nilai kurang dari 3 maka respons pengguna dinyatakan negatif sehingga
instrumen asesmen perlu direvisi dengan memperhatikan saran dan komentar dari
pengguna instrumen. Meskipun hasil uji kepraktisan menunjukkan respons positif ,
peneliti tetap melakukan sedikit revisi berdasarkan analisis hasil pekerjaan subyek uji
coba dan temuan kesalahan pada saat uji coba kepraktisan.
3. Analisis Data Uji Keefektifan
Analisis data uji keefektifan bertujuan untuk mengetahui keefektifan instrumen
asesmen yang dikembangkan yaitu dapat mengases berpikir kritis siswa. Data uji
keefektifan diperoleh dari analisis data pada hasil tes 1, 2 dan 3 kemampuan berpikir
kritis dan angket disposisi berpikir kritis. Langkah –langkah yang dilakukan dalam
analisis data adalah sebagai berikut.
a. Tes Kemampuan Berpikir Kritis 1, 2 dan 3
1. Menghitung skor total pada masing-masing indikator yang diperoleh masing-
masing subyek uji coba pada Tes 1
n
X ij =∑ I ijk
k=1
(Suharsimi Arikunto, 1989)
Keterangan:
X ij =skor total subjek ke−i pada indikator ke− j
I ijk =skor subjek ke−iindikator ke− j soal ke−k
n=banyak soal
2. Menentukan nilai yang diperoleh masing-masing subyek uji coba pada tes 1
dengan rumus
X i 1 + X i 2 + X i 3 + X i 4 + X i 5+ X i 6
N 1 i= x 100
30
(Suharsimi Arikunto, 1989)
Keterangan:
N 1 i=subjek ke−i padates ke−1
X i 1=skor subjek ke−i pada indikator ke−1
X i 2=skor subjek ke−i pada indikator ke−2
X i 3 =skor subjek ke−i padaindikator ke−3
X i 4=skor subjek ke−i pada indikator ke−4
X i 5 =skor subjek ke−i padaindikator ke−5
X i 6 =skor subjek ke−i padaindikator ke−6
3. Menghitung skor total pada masing-masing indikator yang diperoleh masing-
masing subyek uji coba pada tes 2
n
X ij =∑ I ijk
k=1

(Suharsimi Arikunto, 1989)


Keterangan:
X ij =skor total subjek ke−i pada indikator ke− j
I ijk=skor subjek ke−iindikator ke− j soal ke−k
n=banyak soal
4. Menentukan nilai yang diperoleh masing-masing subyek uji coba pada tes 2
dengan rumus
Xi1+ Xi2+ Xi3+ Xi4+ Xi5+ Xi6
N 2 i= x 100
30
(Suharsimi Arikunto, 1989)
Keterangan:
N 2 i=subjek ke−i padates ke−2
X i 1=skor subjek ke−i pada indikator ke−1
X i 2=skor subjek ke−i pada indikator ke−2
X i 3 =skor subjek ke−i padaindikator ke−3
X i 4=skor subjek ke−i pada indikator ke−4
X i 5 =skor subjek ke−i padaindikator ke−5
X i 6 =skor subjek ke−i padaindikator ke−6
5. Menghitung skor total pada masing-masing indikator yang diperoleh masing-
masing subyek uji coba pada tes 3
n
X ij =∑ I ijk
k=1

(Suharsimi Arikunto, 1989)


Keterangan:
X ij =skor total subjek ke−i pada indikator ke− j
I ijk=skor subjek ke−iindikator ke− j soal ke−k
n=banyak soal
6. Menentukan nilai yang diperoleh masing-masing subyek uji coba pada tes 3
dengan rumus
X i 1 + X i 2 + X i 3 + X i 4+ X i 5 + X i 6
N 3 i= x 100
30
(Suharsimi Arikunto, 1989)
Keterangan:
N 3 i=subjek ke−i pada tes ke−3
X i 1=skor subjek ke−i pada indikator ke−1
X i 2=skor subjek ke−i pada indikator ke−2
X i 3 =skor subjek ke−i padaindikator ke−3
X i 4=skor subjek ke−i pada indikator ke−4
X i 5 =skor subjek ke−i padaindikator ke−5
X i 6 =skor subjek ke−i padaindikator ke−6
7. Menentukan persentase tingkat peningkatan (E) tes 1 dan 2 dengan rumus
N 2 i−N 1 i
E12 = x 100 %
N 1i
(Suharsimi Arikunto, 1989)
Menentukan persentase tingkat peningkatan (E) tes 2 dan 3 dengan rumus
N 3 i−N 2 i
E23 = x 100 %
N 2i
(Suharsimi Arikunto, 1989)
Kemudian nilai E dirujuk pada interval kriteria peningkatan seperti pada
Tabel 3. 7 berikut ini.
Tabel 3. 6 Kriteria Peningkatan Nilai Tes Berpikir Kritis
Interval Kriteria peningkatan
0% < E ≤ 33% Rendah
33 % ≤ E ≤ 66 % Sedang
E > 66 % Tinggi
Kriteria efektif pada instrumen ditetapkan kriteria banyaknya subjek
uji coba yang mengalami peningkatan sedang atau tinggi lebih dari 66 %
subjek uji coba. Hal ini berdasar kepada alasan berfikir kritis merupakan hal
yang tidak mudah, sehingga dengan peningkatan lebih dari 66 % sudah dapat
memberikan kontribusi pada peningkatan kemampuan berfikir kritis siswa.
Selain itu untuk menentukan keefektifan secara klasikal digunakan
persentase peningkatan pada rata-rata nilai kelas. Peneliti menentukan rata-
rata kelas tes 1 dengan rumus
n

∑ N 1i
i=1
N 1=
n
(Suharsimi Arikunto, 1989)
Keterangan:
n

∑ N 1i= jumlah nilai subjek uji coba


i=1

n=banyak subjek uji coba


Sedangkan untuk tes 2 dengan rumus
n

∑ N2i
N 2= i=1
n
(Suharsimi Arikunto, 1989)
Keterangan:
n

∑ N 2i = jumlah nilai subjek uji coba


i=1

n=banyak subjek uji coba


Dan untuk tes 3 dengan rumus
n

∑ N3i
i=1
N 3=
n
(Suharsimi Arikunto, 1989)
Keterangan:
n

∑ N 3i = jumlah nilai subjek uji coba


i=1

n=banyak subjek uji coba.


Kemudian peneliti menghitung persentase peningkatan rata-rata tes 1 ke tes 2
dengan rumus
N 2 −N 1
F 1= x 100 %
N1
(Suharsimi Arikunto, 1989)
Selanjutnya menghitung persentase peningkatan rata-rata tes 2 ke tes 3 dengan
rumus
N 3 −N 2
F 2= x 100 %
N2
(Suharsimi Arikunto, 1989)
Kemudian nilai F dirujuk pada interval seperti pada Tabel 3.7. instrumen
asesmen dikatakan efektif apabila F tergolong kategori peningkatan yang
tinggi, yaitu lebih dari 66 %.
b. Angket disposisi berpikir kritis
1. Menghitung skor total ( D1) yang diperoleh masing-masing subyek uji coba
pada Tes 1, pemberian skor dengan aturan memberikan skor 5 untuk jawaban
“sering” dan “selalu” pada nomor ganjil dan memberikan skor 5 untuk
jawaban “tidak sama sekali” dan “kadang-kadang” pada nomor genap.
2. Menentukan kriteri disposisi berpikir kritis untuk masing-masing subyek uji
coba pada tes 1. Kriteria disposisi berpikir kritis siswa merujuk pada Tabel 3.8
berikut.
Tabel 3. 7 Kriteria Disposisi berpikir kritis siswa
Keterangan terhadap disposisi
Rentang skor
berpikir kritis
D ≥ 70 Positif
50 ¿ D ¿ 70 Ragu-ragu
D ≤ 50 Negatif

3. Menghitung skor total ( D 2 ¿yang diperoleh masing-masing subyek uji coba


pada Tes 2, pemberian skor dengan aturan memberikan skor 5 untuk jawaban
“sering” dan “selalu” pada nomor ganjil dan memberikan skor 5 untuk
jawaban “tidak sama sekali” dan “kadang-kadang” pada nomor genap.
4. Menentukan kriteri disposisi berpikir kritis untuk masing-masing subyek uji
coba pada tes 2. Kriteria disposisi berpikir kritis siswa merujuk pada Tabel 3.8
di atas.
5. Menghitung skor total ( D3) yang diperoleh masing-masing subyek uji coba
pada Tes 3, pemberian skor dengan aturan memberikan skor 5 untuk jawaban
“sering” dan “selalu” pada nomor ganjil dan memberikan skor 5 untuk
jawaban “tidak sama sekali” dan “kadang-kadang” pada nomor genap.
6. Menentukan kriteri disposisi berpikir kritis untuk masing-masing subyek uji
coba pada tes 1. Kriteria disposisi berpikir kritis siswa merujuk pada Tabel 3.8
di atas.
7. Menentukan persentase tingkat peningkatan (R) tes 1 dan 2 dengan rumus
D 2−D 1
R12 = x 100 %
D1
(Suharsimi Arikunto, 1989)
Menentukan persentase tingkat peningkatan (R) tes 2 dan 3 dengan rumus
D3−D2
R23 = x 100 %
D2
(Suharsimi Arikunto, 1989)
Kemudian nilai R dirujuk pada interval kriteria peningkatan seperti
pada Tabel 3. 9 berikut ini.
Tabel 3. 8 Kriteria Peningkatan Nilai angket disposisi berpikir kritis
Interval Kriteria peningkatan
0% < R ≤ 33% Rendah
33 % ≤ R≤ 66 % Sedang
R > 66 % Tinggi

Kriteria efektif pada instrumen ditetapkan kriteria banyaknya subjek


uji coba yang mengalami peningkatan sedang atau tinggi lebih dari 66 %
subjek uji coba. Hal ini berdasar kepada alasan berfikir kritis merupakan hal
yang tidak mudah, sehingga dengan peningkatan lebih dari 66 % sudah dapat
memberikan kontribusi pada peningkatan disposisi berfikir kritis siswa.
Daftar Rujukan
Aera, A. P. A. (1999). Standards for educational and psychological testing. New
York: American Educational Research Association.
Aretz, A., Bolen, M., & Devereux, K. (2014). Critical Thinking Assessment of
College Students. Journal of College Reading and Learning, 28, 12–23.
https://doi.org/10.1080/10790195.1997.10850050
Arikunto, S. (2016). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi 2). Jakarta: PT Bumi
Aksara. Manaj. Penelit.
Arikunto, Suharsimi. (1989). Prosedur Penelitian Suatu Pengantar. Jakarta: Bina
Aksara.
As’ari, A. R. (2014). Ideas For Developing Critical Thinking. International Seminar
on Addressing Higher Order Thinking: Critical Thinking Issues in Primary
Education, March 2015, 1–13. https://doi.org/10.13140/2.1.4534.9921
Barat, S., Kinerja, A., & Kritis, D. B. (2018). Efektivitas asesmen kinerja untuk
meningkatkan disposisi berpikir kritis fisika siswa sma. 3(1), 85–89.
Butler, H. A., Pentoney, C., & Bong, M. P. (2017). Predicting real-world outcomes:
Critical thinking ability is a better predictor of life decisions than intelligence.
Thinking Skills and Creativity, 25(June), 38–46.
https://doi.org/10.1016/j.tsc.2017.06.005
Charles, R. (1987). How To Evaluate Progress in Problem Solving. ERIC.
Depdiknas. 2013. Kurikulum 2013. Depdiknas. Jakarta.
Dewey, K. W., & Zugsmith, R. (1933). An Experimental Study of Tissue Reactions
About Porcelain Roots1. Journal of Dental Research, 13(6), 459–472.
Ennis, R. (2011). Critical thinking: Reflection and perspective Part II. Inquiry:
Critical Thinking across the Disciplines, 26(2), 5–19.
Ennis, R. H. (1996). Critical thinking dispositions: Their nature and assessability.
Informal Logic, 18(2).
Facione, P. A. (2011). Critical thinking: What it is and why it counts. Insight
Assessment, 2007(1), 1–23.
Fan, L., & Zhu, Y. (2007). Representation of problem-solving procedures: A
comparative look at China, Singapore, and US mathematics textbooks.
Educational Studies in Mathematics, 66(1), 61–75.
Ferrini-Mundy, J. (2000). Principles and standards for school mathematics: A guide
for mathematicians. Notices of the American Mathematical Society, 47(8).
Fisher, A. (2009). Berpikir kritis sebuah pengantar. Jakarta: Erlangga, 4.
Gunawan, A. W. (2006). Genius learning strategy. Jakarta: Pustaka Utama.
Haryani, D. (2011). Pembelajaran matematika dengan pemecahan masalah untuk
menumbuhkembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. Prosiding Seminar
Nasional Penelitian, Pendidikan Dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA,
Universitas Negeri Yogyakarta, 14(1), 20–29.
Heritage, M., Kim, J., Vendlinski, T., & Herman, J. (2009). From evidence to action:
A seamless process in formative assessment? Educational Measurement: Issues
and Practice, 28(3), 24–31.
Hidayat, A., Sa’dijah, C., & Sulandra, I. M. (2019). Proses Berpikir Siswa Field
Dependent dalam Menyelesaikan Masalah Geometri Berdasarkan Tahapan
Polya. Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, Dan Pengembangan, 4(7), 923.
https://doi.org/10.17977/jptpp.v4i7.12634
Ikhsan, M., Munzir, S., & Fitria, L. (2017). Kemampuan berpikir kritis dan
metakognisi siswa dalam menyelesaikan masalah matematika melalui
pendekatan problem solving. AKSIOMA: Jurnal Program Studi Pendidikan
Matematika, 6(2), 234.
Kolovou, A., van den Heuvel-Panhuizen, M., Bakker, A., & Elia, I. (2011). An ICT
environment to assess and support students’ mathematical problem-solving
performance in non-routine puzzle-like word problems. Mathematical Problem
Solving in Primary School, 77–92.
Koropit, R., Wurarah, M., & Worang, R. L. (2017). Terhadap Kemampuan Berpikir
Kritis Siswa SMA. Jurnal Sains, Matematika & Edukasi (JSME), 5(2), 116–120.
Krulik, S., & Rudnick, J. A. (1987). Problem solving: A handbook for teachers.
ERIC.
Mardapi, D. (2004). Penyusunan tes hasil belajar. Yogyakarta: Program
Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta.
Moore, B. N., & Parker, R. (1986). Critical thinking: Evaluating claims and
arguments in everyday life.
Munawwarah, M., Laili, N., & Tohir, M. (2020). Keterampilan berpikir kritis
mahasiswa dalam memecahkan masalah matematika berdasarkan keterampilan
abad 21. Alifmatika: Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran Matematika, 2(1),
37–58.
Nabie, M. J., Akayuure, P., & Sofo, S. (2013). Integrating problem solving and
investigations in Mathematics: Ghanaian teachers’ assessment practices.
International Journal of Humanities and Social Science, 3(15), 46–56.
Parta, I. N. (2009). Pengembangan model pembelajaran inquiry untuk penghalusan
pengetahuan matematika mahasiswa calon guru melalui pengajuan pertanyaan.
Surabaya: PPs UNESA.
Plomp, T. (2013). Educational design research: An introduction. Educational Design
Research, 11–50.
Polya, G. M. (1973). Transcription. In The ribonucleic acids (pp. 7–36). Springer.
Pusat Bahasa Depdiknas. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga).
Jakarta: Balai Pustaka.
Rasiman. (2015). Leveling of Students ’ Critical Ability in Solving Mathematics.
International Journal of Education and Research, 3(4), 307–318.
Ritdamaya, D., & Suhandi, A. (2016). Konstruksi Instrumen Tes Keterampilan
Berpikir Kritis Terkait Materi Suhu dan Kalor. Jurnal Penelitian &
Pengembangan Pendidikan Fisika, 02(2), 87–96.
https://doi.org/10.21009/1.02212
Scriven, M., & Paul, R. (2007). Defining critical thinking. The critical thinking
community: Foundation for critical thinking. Retrieved Maret, 25, 2019.
Sri, A. &. (2016). Pengembangan Instrumen Asesmen Berpikir. Jurnal Pendidikan:
Teori, Penelitian, Dan Pengembangan, 1(8), 1598–1606.
Subanji, S., Sa’dijah, C., Syuhriyah, K., & Anwar, L. (2021). Students’ thinking
process in solving two variables linear equation system problem based on
systemic and intuitive cognitive style. AIP Conference Proceedings,
2330(March). https://doi.org/10.1063/5.0043732
White, B. B., Stains, M., Escriu-sune, M., Medaglia, E., & Rostamnjad, L. (2011). A
Novel Instrument for Assessing. Journal of College Science Teaching, 40, 102–
107.
Willey, K., & Gardner, A. P. (2009). Assessment for learning: using minor
assessment to promote major learning. ATN Assessment Conference.
Wulandari, D. (2018). Pengembangan instrumen asesmen untuk mengakses berpikir
kritis siswa kelas XI dalam memecahkan masalah matematika. Universitas
Negeri Malang.
Yudha, R. P. (2019). PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN OTENTIK
TES KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS PADA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA. Mathline: Jurnal Matematika Dan Pendidikan Matematika,
4(1), 9–20.
Yunet, A., & Tatagno, P. (2017). Penerapan Asesmen Autentik Dalam. Jurnal
Pendidikan: Teori, Penelitian, Dan Pengembangan, 2(6), 736–742.

Anda mungkin juga menyukai