Anda di halaman 1dari 13

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kompetensi pedagogik guru dan kemampuan berpikir kritis
siswa dalam menyelesaikan permasalahan teorema Pythagoras pada kelas VIII SMP Lab School UPI
Bandung tahun ajaran 2023/2024. Subjek penelitian berjumlah 22 siswa. Pendekatan penelitian ini adalah
kualitatif dengan metode penelitian deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1)
kemampuan berpikir kritis siswa dalam menyelesaikan soal teorema Pythagoras di kelas VIII mempunyai
rata-rata persentase hasil tes sebesar 62% dengan kategori kemampuan berpikir kritis sedang. Kategori
rendah sebanyak 7 orang (32%), kategori sedang sebanyak 9 orang (41%) dan kategori tinggi sebanyak 6
orang (27%). Siswa hanya sampai pada tahap indikator evaluasi yaitu mampu memberikan jawaban
sampai akhir, namun masih terjadi kesalahan dalam menentukan penyelesaiannya. Sedangkan siswa pada
tahap inferensi, eksplanasi dan self-review hanya mampu memberikan alasan dari solusi penyelesaian soal
teorema pythagoras namun pada saat menyimpulkan jawabannya masih kurang tepat. 2) Kompetensi
pedagogik guru dalam proses pembelajaran berpengaruh terhadap tingkat berpikir kritis siswa. Seperti
dalam mengelola kelas, menggunakan media dan metode pembelajaran sesuai kebutuhan siswa,
melakukan evaluasi untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan, dan
memberikan latihan soal yang menantang untuk merangsang kemampuan berpikir kritis siswa. Diketahui
siswa masih terbiasa menggunakan metode yang dicontohkan guru dan belum terbiasa mengerjakan soal-
soal yang tidak rutin. Dengan demikian, guru harus terus konsisten mengembangkan dan menerapkan
kompetensi pedagogiknya secara kreatif, guna menciptakan kemampuan berpikir kritis siswa dalam
menyelesaikan permasalahan teorema Pythagoras.
This research aims to determine teachers' pedagogical competence and students' critical thinking abilities in
solving Pythagorean theorem problems in class VIII SMP Lab School UPI Bandung for the 2023–2024
academic year. The research subjects were 22 students. The approach to this research is qualitative, with
qualitative descriptive research methods. The results of the research show that: 1) students' critical thinking
abilities in solving Pythagorean theorem problems in class VIII have an average test result percentage of
62% in the category of moderate critical thinking abilities. 7 students in the low category (32%), 9 students
in the medium category (41%), and 6 students in the high category (27%). Students only reach the
evaluation stage indicator, namely being able to provide answers until the end, but errors still occur in
determining the solution. Students at the inference, explanation, and self-review stages were only able to
provide reasons for the solution to the Pythagorean theorem problem, but when concluding, the answer
was still not correct. 2) The teacher's pedagogical competence in the learning process influences the level of
students' critical thinking. such as in managing the class, using media and learning methods according to
students' needs, conducting evaluations to determine students' understanding of the material presented,
and providing challenging practice questions to stimulate students' critical thinking abilities. It is known that
students are still used to using the method exemplified by the teacher and are not used to working on non-
routine questions. Thus, teachers must continue to consistently develop and implement their pedagogical
competencies creatively in order to create students' critical thinking abilities in solving Pythagorean theorem
problems.

PENDAHULUAN
Pendidikan sebagai salah satu usaha mencerdaskan kehidupan bangsa menempatkan
kemampuan berpikir kritis sebagai kompetensi penting pada perubahan abad 21. Yangmana
dalam proses pembelajarannya, siswa tidak hanya dituntut menghafal materi pembelajaran,
akan tetapi dituntut memiliki kemampuan berpikir kritis yang mampu memecahkan suatu
masalah (problem solving). Sebagaimana dijelaskan (Riskayanti, 2021) bahwa tuntutan
kompetensi pada abad 21 terhadap sistem pendidikan harus menyiapkan peserta didik yang
dapat menghadapi tantangan yang lebih kompleks, baik saat ini maupun di masa yang akan
datang.
Keterampilan abad ke-21 termasuk kemampuan berpikir kritis (critical thinking),
bersama dengan kemampuan kolaborasi, komunikasi, dan kreatifitas dan inovasi
(Sutama et al., 2021)
. Setiap individu harus melakukan analisis dan evaluasi sebelum membuat keputusan,
sehingga keterampilan berpikir kritis diperlukan untuk memecahkan masalah dalam situasi sulit
(Rahardhian, 2022). Menurut Ennis, berpikir kritis berarti berpikir dengan teliti dan membuat
keputusan tentang tindakan dan kepercayaan. Menurut Facione, berpikir kritis adalah
kemampuan untuk menganalisis, menarik kesimpulan, melakukan interpretasi, penjelasan,
pengaturan diri, ingin tahu, matematis, percaya diri, dan mencari kebenaran secara bijaksana
(Suhartini & Martyanti, 2017)
Adapun pengertian Kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan siswa untuk
menganalisis dan mengevaluasi informasi untuk menentukan apakah itu dapat dipercaya
sehingga mereka dapat menarik kesimpulan yang valid. (Susanto, 2013).
Menurut (Ennis & Emeritus., 2019) Berpikir kritis matematis adalah kemampuan siswa
untuk menganalisis dan mengevaluasi informasi untuk memutuskan apakah informasi itu
berguna atau tidak. Pemikiran kritis matematis adalah proses berpikir yang memungkinkan
seseorang untuk membuat keputusan logis tentang apa yang dianggap benar dapat dilakukan
dengan benar. Menurut (Jumaisyaroh & Napitupulu, 2014) kemampuan berpikir kritis
matematis adalah kemampuan untuk berpikir secara logis yang dapat membantu seseorang
dalam membuat, mengevaluasi, dan membuat keputusan tentang keyakinan atau tindakan
mereka dengan menggunakan pengetahuan matematika, penalaran matematika, dan
pembuktian matematika untuk menyelesaikan masalah matematika.
Berpikir kritis terdiri dari enam komponen utama menurut (Ennis, 1993) yaitu : Focus
(fokus), dapat mengidentifikasi masalah utama, mengidentifiksai situasi atau masalah dengan
baik dan dapat menentukan konsep yang akan digunakan dalam menyelesaikan masalah yang
dihadapi. Reason (alasan), untuk mendapatkan alasan yang mendukung dan mencoba mencari
gagasan yang baik dengan alasan yang disampaikan untuk mendukung kesimpulan dan
memutuskan suatu argument. Inference (menarik kesimpulan), orang yang berpikir kritis akan
dapat membuat kesimpulan dengan mempertimbangkan alasan-alasan yang dapat diterima
oleh orang lain. Sehingga dapat membuat kesimpulan yang mempertimbangkan pendapat
orang lain disertai alasan yang logis. Situation (situasi), situasi itu meliputi orang yang terlibat,
dan juga tujuan, sejarah, pengetahuan, emosi, prasangka, keanggotaan kelompok dan
kepentingan mereka, termasuk juga lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Clarity (kejelasan)
merupakan suatu kemampuan untuk memeriksa atau memastikan bahwa pemikiran yang
disampaikan tidak membuat interpretasi ganda atau memuat kejelasan dalam istilah yang
digunakan sehingga tidak terjadi kesalahan saat membuat kesimpulan. Overview (peninjauan)
sebagai bagian dari pengecekan secara keseluruhan untuk memeriksa kebenaran suatu
masalah, meninjau ulang apa yang telah dilakukan dan disimpulkan.
Facione (Fithriyah et al., 2016) memaparkan bahwa terdapat enam indikator
kemampuan berpikir kritis, yaitu: 1) Interpretation, kemampuan dapat memahami dan
mengekspresikan makna/arti dari permasalahan. 2) Analysis, kemampuan dapat
mengidentifikasi dan menyimpulkan hubungan antar pernyataan, pertanyaan, konsep, deskripsi,
atau bentuk lainnya. 3) Evaluation, kemampuan dapat mengakses kredibilitas
pernyataan/representasi serta mampu mengakses secara logika hubungan antar pernyataan,
deskripsi, pertanyaan, maupun konsep. 4) Inference, kemampuan menggabungkan pengetahuan
yang kita miliki dengan yang kita temukan supaya terbentuk pemahaman yang baru sebagai
hasil dari evaluasi dan analisis. 5) Explanation, kemampuan dapat menetapkan dan memberikan
alasan secara logis berdasarkan hasil yang diperoleh. 6) Self-Regulation, kemampuan untuk
memonitoring hasil yang diperoleh dalam menyelesaikan permasalahan, khususnya dalam
menerapkan kemampuan menganalisis dan mengevaluasi.
Matematika merupakan pelajaran yang sangat mendukung untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa dalam memecahkan masalah.
(Jumaisyaroh & Napitupulu, 2014)
menjelaskan bahwa siswa dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, terutama
berpikir kritis matematis, melalui pembelajaran matematika. Mengembangkan kemampuan
berpikir kritis dalam menyelesaikan masalah matematika dapat membantu siswa memperbaiki
kemampuan berpikir mereka. Sehingga siswa menjadi lebih siap dalam menghadapi dinamika
kehidupan pada abad 21 maupun situasi-situasi peradaban berikutnya.
Namun kemampuan berpikir kritis matematis siswa masih rendah. Terlihat dari hasil
yang dikemukakan oleh TIMSS 2015 (Widayati et al., 2018)bahwa peserta didik Indonesia masih
lemah dalam kecakapan kognitif tingkat tinggi seperti menalar, menganalisa, mengevaluasi
sehingga kemampuan berpikir kritis peserta didik masih tergolong rendah. Faktor intrinsik dan
ekstrinsik dalam proses pembelajaran dan pembelajaran siswa dapat berkontribusi pada
kemampuan berpikir kritis siswa yang rendah. Salah satu faktor ini adalah bahwa proses
pembelajaran matematika masih berpusat pada guru dan siswa lebih cenderung pasif
(Mahmuzah, 2015). Siswa cenderung diarahkan pada proses menghafal daripada memahami
konsep dari suatu materi, akibatnya kemampuan berpikir kritis matematis siswa tidak
mengalami perkembangan dengan baik (Hasanah & Aini, 2021) .
Sebagaimana dalam penelitian (Nuryanti et al., 2018) memberikan gambaran tentang
kondisi kemampuan berpikir kritis siswa SMP kelas VIII masih rendah, disebabkan karena siswa
belum terbiasa disajikan pembelajaran aktif yang memaksimalkan potensi berpikir siswa.
Sehingga diharapkan guru bisa lebih inovatif dalam membuat perangkat pembelajaran yang
mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa menjadi habit. Selain itu, guru harus
melibatkan siswa dalam situasi pembelajaran yang memungkinkan mereka untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kritis mereka dengan menggunakan berbagai model pembelajaran aktif.
Penelitian (Andriawan et al., 2018) juga menjelaskan bahwa kemampuan berpikir kritis
matematis siswa kelas VIII di SMP Negeri 1 Ngamprah pada materi Pythagoras masih rendah
dan perlu adanya upaya untuk meningkatkan serta mengembangkan kemampuan berpikir kritis.
Hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa penyebabnya bisa karena kurangnya pemahaman
siswa tentang konsep dasar materi Pythagoras dan metode yang diterapkan oleh guru kurang
memuat siswa untuk dapat berpikir kritis, serta kurangnya latihan dalam menyelesaikan soal-
soal atau tes kemampuan berpikir kritis.
Berdasarkan penelitian yang disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa kompetensi
guru mempengaruhi berpikir kritis siswa. Terdapat empat kompetensi yang harus dimiliki guru,
yaitu kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi profesional dan sosial
(Kumala et al., 2018) . Sebagai salah satu dari empat kompetensi yang sangat penting, guru
harus memiliki kompetensi pedagogik (Supriyono, 2017). Secara etimologis, "pedagogik" berarti
membimbing anak. Secara lebih luas, kompetensi pedagogik adalah kemampuan guru untuk
mengelola pembelajaran (Antonius, 2015). Menurut beberapa definisi, kompetensi pedagogik
guru adalah sekumpulan kemampuan dan keterampilan yang berkaitan dengan interaksi belajar
mengajar antara guru dan siswa di kelas. Kemampuan dan keterampilan ini termasuk
memahami siswa, merencanakan dan melaksanakan pembelajaran, menilai hasil belajar, dan
membantu siswa memaksimalkan potensi mereka.
Dari latar belakang diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
kompetensi pedagogik guru dan kemampuan berpiikir kritis siswa dalam menyelesasikan
masalah pada terorema pythagoras di SMP Lab School UPI Bandung. Pemilihan materi teorema
pythagoras dikarenakan materi tersebut merupakan salah satu materi yang dianggap sulit oleh
siswa dan terdapat banyak konsep teorema pythagoras yang dapat digunakan dalam kehidupan
sehari-hari. Sehingga judul penelitian ini adalah “Analisis Kompetensi Pedagogik Guru dan
Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa dalam menyelesaikan Masalah Teorema
Pythagoras.”
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yang
bertujuan untuk menggambarkan kompetensi pedagogik guru dan kemampuan berpikir kritis
siswa dalam menyelesaikan masalah teorema Pythagoras. Subjek penelitian terdiri dari 22 siswa
karena 2 siswa sakit dari 24 siswa di kelas VIII di SMP Lab School UPI Bandung, Kecamatan
Sukasari, Kota Bandung, Jawa Barat. Penelitiam dilaksanakan pada semester ganjil tahun
pelajaran 2023/2024. Penelitian ini dimulai dengan melakukan observasi terhadap proses
pembelajaran matematika pada materi teorema Pythagoras, selanjutnya siswa diberikan soal
Tes Kemampuan Berpikir Kritis dalam menyelesaikan masalah teorema Pythagoras dan
dilakukan wawancara terhadap hasil pengerjaan siswa untuk mengetahui lebih mendalam hasil
pengerjaan siswa, serta dilakukan wawancara pada guru untuk mengetahui proses
pembelajaran yang diterapkan guru pada saat pembelajaran tentang materi teorema
pythagoras.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrument tes berupa soal uraian
yang terdiri dari dua soal tes kemampuan berpikir kritis siswa dalam menyelesaikan masalah
teorema pythagoras dan pedoman wawancara yang digunakan untuk mengkonfirmasi dan
mencari informasi lebih dalam terhadap hasil penyelesaian siswa mengenai tes kemampuan
berpikir kritis siswa dalam menyelesaikan masalah teorema Pythagoras, serta pedoman
wawancara yang digunakan untuk mengetahui proses pembelajara yang diterapkan di kelas
pada materi teorem Pythagoras. Instrumen tes kemampuan berpikir kritis siswa dalam
menyelesaikan masalah teorema Pythagoras pada penelitian ini mencakup 6 indikator berpikir
kritis menurut Facione pada table 2.
Data hasil penyelesaian siswa akan dikategorikan berdasarkan tingkatan kemampuan
berpikir kritis rendah, sedang dan tinggi yang dianalisis melalui perhitungan persentase untuk
mendeskripsikan hasil penyelesaian siswa. Penentuan pengkategorisasian tingkat kemampuan
berpikir siswa menggunakan acuan (Masrurotullaily et al., 2013)sebagai berikut:

Tabel 1. Kategori Kemampuan Berpikir Kritis Siswa


Nilai Tingkat Kemampuan
75< x ≤100 Tinggi
60< x ≤75 Sedang
x ≤ 60 Rendah

Adapun persentase jawaban tes kemampuan berpikir kritis siswa dalam menyelesaikan masalah
teorem Pythagoras menggunakan rumus berikut (Maysarah, 2018) :
Persentase kemampuan berpikir kritis ¿
∑ X × 100 %
n
∑ X = Jumlah skor perolehan kemampuan berpikir kritis siswa
n = Skor maksimal
Hasil pengkategorian tingkat berpikir kritis kemudian dianalisis berdasarkan indicator
berpikir kritis menurut Facione (Fithriyah et al., 2016)yang tertuang dalam table 2.
Tabel 2. Indikator Kemampuan Berpikir Kritis menurut Facione
Indikator Sub Skill
Interpretation Dapat mengkategorisasi dan menjelaskan
makna dari permasalahan yang diberikan.
Analysis Dapat menjelaskan apa yang harus dilakukan
dalam menyelesaikan soal.
Evaluation Dapat menilai kredibilitas dari pernyataan.
Inference Dapat menarik kesimpulan dari apa yang
ditanyakan secara logis.
Explanation Dapat memberikan alasan tentang kesimpulan
yang diambil.
Self-Regulation Dapat mereview ulang jawaban yang
diberikan/dituliskan
Penentuan subjek dalam skala kecil ini dimaksudkan untuk dapat menggali informasi lebih
mendalam dan terfokus yang akan dilanjutkan melalui wawancara. Wawancara dilakukan pada enam
siswa masing-masing dua siswa dengan kategori kemampuan berpikir kritis rendah, sedang dan tinggi.
Terakhir dilakukan wawancara pada guru untuk mengetahui lebih mendalam proses pembelajaran yang
telah diterapkan di kelas pada materi teorema Pythagoras.
HASIL PENELITIAN
Penelitian telah dilaksanakan dengan melakukan pengumpulan data melalui observasi, penggunaan
tes kemampuan berpikir kritis siswa dalam menyelesaikan masalah teorema Pythagoras, dan wawancara
terhadap hasil pengerjaan siswa serta wawancara pada guru terkait proses pembelajaran di kelas.
Berdasarkan hasil observasi peneliti mengetahui dalam proses pembelajaran di kelas VIII, guru
memaparkan materi teorema Pythagoras dan dilanjutkan dengan memberikan pertanyaan mengenai
permasalahan dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan teorema Pythagoras. Dalam kegiatan
belajar terlihat siswa saling berdiskusi untuk memecahkan masalah dan terdapat siswa yang aktif
menjawab ketika guru menyajikan permasalahan. Terlihat guru juga menyajikan permasalahan yang
kemudian dituangkan ke dalam bentuk ilustrasi gambar. Guru juga memberikan kesempatan pada siswa
yang ingin bertanya jika terdapat hal yang belum dipahami terkait materi teorema Pythagoras. Diakhir
pelajaran guru juga memberikan Latihan soal untuk dikerjakan secara individu dan dikumpulkan pada saat
pembelajaran selesai.
Selain itu, penelitian dilakukan dengan memberikan tes kemampuan berpikir kritis siswa dalam
menyelesaikan masalah teorema pythagoras. Skor nilai yang didapatkan siswa dituangkan dalam tabel 3.
Tabel 3. Skor Tes dan Tingkat Kemampuan Berpikir Kritis Siswa dalam Menyelesaikan Masalah Teorema
Pythagoras
No Nama Nilai TK No. Nama Nilai TK
.
1 AHM 96 Sedang 1 KKF 30 Rendah
2 AZD 44 Sedang 2 KAR 78 Tinggi
3 ACP 94 Tinggi 3 MFR 96 Tinggi
4 AUT 92 Tinggi 4 MAB 67 Sedang
5 DJG - - 5 MAF 65 Sedang
6 DDK 82 Tinggi 6 MAR 12 Rendah
7 FRA 15 Rendah 7 NT 30 Rendah
8 FNA 80 Tinggi 8 NJ 70 Sedang
9 IP 20 Rendah 9 QSN 30 Rendah
10 ID 72 Sedang 10 RRJ 30 Rendah
11 JIP - - 11 RAM 62 Sedang
12 JBC 62 Sedang 12 TF 65 Sedang
Hasil penyebaran soal tes kepada siswa Kelas VIII ditemukan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa
berada pada kategori sedang. Hal ini dibuktikan dari hasil perolehan rata-rata tes kemampuan berpikir
kritis sebesar 62%. Dari hasil rata-rata tersebut terbagi menjadi 3 kategori yaitu 7 siswa berkemampuan
rendah (32%), 9 siswa berkemampuan sedang (41 %) dan 6 siswa berkemampuan tinggi (27%). Seperti
yang tertuang dalam grafik 1. berikut:

Kemampuan Berpikir Kritis Siswa dalam


Menyelesaikan Masalah Teorema Pithagoras
10
8
6
4
2
0
32% 41% 27%

Berpikir Kritis Tinggi Berpikir Kritis Sedang Berpikir Kritis Rendah


Grafik 1. Persentase Kemampuan Berpikir Kritis Siswa dalam Menyelesaikan Masalah Teorema
Pythagoras

Kemudian dilakukan wawancara pada masing-masing siswa dengan kategori kemampuan berpikir
kritis rendah, sedang dan tinggi. Adapun hasil wawancara terhadap siswa yaitu siswa masih kesulitan
dalam menyelesaikan soal karena belum pernah mendapatkan soal yang serupa. Terdapat siswa yang
menyatakan bisa menyelesaikan soal karena guru pernah memberikan contoh soal yang dihubungkan
dengan kehidupan sehari-hari sehingga menggunakan cara yang sama, namun belum yakin dengan
jawabnnya karena soalnya lebih sulit dari soal yang biasa diberikan oleh guru. Sedangkan siswa lainnya
menjelaskan bisa menyelesaikan soal dengan cara mengilustrasikan informasi yang terdapat di soal
kedalam bentuk gambar, seperti langkah-langkah yang biasa dicontohkan guru.
Hasil wawancara terhadap guru mengenai proses pembelajaran di kelas yaitu guru menyampaikan
bahwa sebelum menyampaikan materi teorema Pythagoras guru memberikan permasalahan yang
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, tujuannya untuk merangsang proses berpikir siswa. Dalam
proses penyampaian materi guru menjelaskan bahwa hanya menggunakan media papan tulis dan spidol
untuk memberikan pemahaman konsep teorema pythagoras namun menuangkan konsep tersebut ke
dalam bentuk ilustrasi gambar segitiga siku-siku. Guru juga juga menyampaikan sering memberikan
kesempatan pada siswa untuk bertanya jika ada hal yang belum dipahami, dan memberikan kesempatan
siswa untuk saling berdiskusi baik dalam proses memahami materi maupun menyelesaikan soal latihan
secara berkelompok. Hal ini dilakukan agar siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda bisa saling
bertukar pendapat maupun saling berbagi pemahaman dengan temannya, karena dikhawatirkan masih
terdapat siswa yang malu bertanya pada guru. Diakhir pelajaran guru menyampaikan biasanya
memberikan latihan soal yang dikerjakan secara individu untuk mengetahui sejauhmana tingkat
pemahaman siswa terhadap materi teorema Pythagoras, sehingga bisa dijadikan bahan evaluasi untuk
kegiatan pembelajaran selanjutnya.

PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa dalam
menyelesaikan masalah teorema Pythagoras berada pada kategori sedang. Gambaran umum skor hasil
jawaban disajikan pada Tabel 3. Hal tersebut terjadi karena terdapat beberapa indikator kemampuan
berpikir kritis yang belum dicapai oleh siswa. Indikator tersebut Inference, Explanation, dan Self-
Regulation.
Pada tahap Inference siswa belum bisa menggabungkan pengetahuan yang dimiliki dengan yang
yang ditemukan supaya terbentuk pemahaman yang baru sebagai hasil dari evaluasi dan analisis yang
tertuang pada gambar 1.

Gambar 1. Hasil Jawaban siswa 1


Hasil pengerjaan siswa menunjukkan sudah menggunakan rumus teorema Pythagoras namun cara
yang digunakan tidak tepat sehingga jawaban yang diberikan salah.
Terdapat juga siswa yang menyampaikan bahwa masih kesulitan dalam menentukan langkah-
langkah penyelesaian meskipun sudah mengilustrasikan informasi yang terdapat dalam soal dalam bentuk
gambar seperti yang biasa dicontohkan guru yang tertuang pada gambar 2.

Gambar 2. Hasil Jawaban siswa 2


Dari hasil observasi memang diketahui bahwa guru memberikan pemahaman tentang materi
teorema pythagoras dengan menggambarkan bentuk dan pola bidang segitiga sebagai Ilustrasi gambar
menggunakan media papan tulis. Penggunaan media juga mampu membantu siswa menggambarkan
permasalahn meskipun masih terdapat kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal. Dengan demikian
media mempengaruhi siswa dalam mengilustrasikan informasi yang dipelajari sehingga guru perlu
memperhatikan penggunaan media pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa. Sejalan dengan
pendapat (Widiantari et al., 2016)mengemukakan bahwa pelajaran akan menjadi lebih menarik, lebih
konkrit, lebih mudah dipahami, dan hasil belajar akan menjadi lebih bermakna jika menggunakan media
pembelajaran yang lebih variatif. Terlebih penggunaan teknologi sebagai salah satu media yang menjadi
kebutuhan diabad 21 dengan berbagai aplikasi yang bisa mendukung proses berpikir siswa. Berdasarkan
observasi dan wawancara diketahui bahwa guru belum menggunakan media berbasis teknologi dalam
proses pembelajaran. (Sahidin et al., 2022)menyatakan pengetahuan teknologi penting bagi guru
matematika untuk mengembangkan pembelajaran berorientasi HOTS yang membutuhkan teknologi
untuk mendukung pembelajaran. Guru perlu untuk memiliki kemampuan menggunakan teknologi
sebagai media pendukung dalam proses pembelajaran yang bisa membantu kemampuan berpikir kritis
siswa.

Pada tahap Explanation, siswa tidak dapat menetapkan dan memberikan alasan secara
logis. Pada tahap ini, hasil jawaban siswa sudah mampu menyelesaikan dengan langkah yang
tepat namun masih belum bisa menyelesaikan sampai hasil akhir karena kesimpulan yang
diberikan tidak tepat seperti yang tertuang pada gambar 3.

Gambar 3. Hasil Jawaban Siswa 3


Hasil jawaban tersebut, siswa sudah bisa mengerjakan jawaban dengan tahapan yang
benar namun dalam menentukan jarak layang-layang ke permukaan tanah tidak menambahkan
dengan tinggi tangan anak yang memegang tali layangan ke permukaan tanah. Sehingga
kesimpulan yang diberikan masih salah. Hal ini disampaikan juga pada saat wawancara bahwa
siswa sudah bisa menyelesaikan soal dengan menggunakan cara yang biasa dicontohkan guru,
namun masih kesulitan dalam menyimpulkan hasil jawaban karena soal tes yang diberikan
peneliti tidak seperti latihan soal yang dicontohkan guru seperti yang tertuang dalam gambar.
Berdasarkan hasil observasi diketahui guru biasa memberikan latihan soal yang
berkaitan dengan kegiatan sehari-hari, namun soal berbentuk soal rutin yang tidak jauh berbeda
dari sebelumnya. Sehingga ketika siswa dihadapkan pada permasalahan yang lebih kompleks
maka merasa kesulitan dalam menyelesaikannya. Hal ini sejalan dengan (Andriawan et al., 2018)
menyatakan kurangnya latihan dalam menyelesaikan soal-soal berkemampuan tingkat tinggi
akan mempengaruhi kemampuan berpikir kritis. (Nuryanti et al., 2018) juga menyampaikan
Guru harus melibatkan siswa dalam lingkungan pembelajaran yang dapat membantu mereka
meningkatkan kemampuan berpikir kritis mereka. Untuk mencapai tujuan ini, guru juga harus
memberikan siswa latihan non rutin yang dapat membantu mereka meningkatkan kemampuan
berpikir kritis mereka.
Pada tahap Self-Regulation, siswa belum mampu mereview hasil yang diperoleh dalam
menyelesaikan permasalahan dengan baik, khususnya dalam menerapkan kemampuan menganalisis dan
mengevaluasi. Hasil pengerjaan siswa menunjukkan sudah memenuhi langkah-langkah penyelesaian
menggunakan teorema pythagoras namun masih terdapat kesalahan dalam menghitung hasil kuadrat
sehingga hasil jawaban siswa salah. Dari hasil wawancara siswa juga menyatakan sudah menjawab soal
sesuai dengan pemahaman yang dipelajari, namun tidak mengetahui apakah jawabnnya salah atau benar.
Seperti yang dituangkan dalam gambar 4.

Gambar 4. Hasil Jawaban Siswa 4


Hasil jawaban pada gambar 4. Siswa melakukan kesalahan hitung hasil dari 502 sehinggga
menyebabkan kesalahan hingga akhir jawaban. Berdasarkan wawancara siswa juga menyatakan tidak
melakukan pengecekan ulang terhadap jawaban karena menurutnya sudah mengerjakan sesuai dengan
langkah-langkah mengerjakan soal pada materi teorema pythagoras. Hal tersebut diketahui bahwa siswa
belum mampu mereview ulang jawaban sehingga hasil jawaban dan kesimpulan yang diberikan salah.
Berdasarkan temuan di atas, diketahui bahwa proses pembelajaran materi teorema pythagoras di
kelas melibatkan kemampuan guru. Ini mencakup pengelolaan kelas, penggunaan media pembelajaran
yang mendukung pemikiran kritis siswa, pendekatan pembelajaran yang membuat siswa lebih mudah
memahami materi dan konsep, dan kegiatan evaluasi yang dilakukan di akhir kelas untuk mengukur
seberapa baik siswa memahami materi. Dalam proses pembelajaran, telah terbukti bahwa kompetensi
guru dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Oleh karena itu, kompetensi guru dalam
pembelajaran matematika harus ditingkatkan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.
Terdapat empat kompetensi yang harus dimiliki guru, yaitu kompetensi kepribadian, kompetensi
pedagogik, kompetensi profesional dan sosial (Kumala et al., 2018) . Satu dari empat kompetensi yang
mempunyai pengaruh penting dan wajib dikuasai guru adalah kompetensi pedagogik (Supriyono, 2017) .
Sebagaimana (Nuzulaeni & Susanto, 2022) menjelaskan bahwa terdapat korelasi positif dan signifikan
antara kompetensi pedagogik dan kemampuan berpikir kritis. Dengan demikian kemampuan berpikir
kritis akan berjalan dengan baik apabila didukung dengan penguasaan kompetensi guru yang baik pula.
Kompetensi pedagogik mencakup kemampuan tenaga pendidik dalam untuk mengidentifikasi
perilaku dan karakter siswa, memahami siswa dalam menerapkan kurikulum, melaksanakan
pembelajaran di kelas, dan mengevaluasi pembelajaran untuk mewujudkan berbagai potensi yang dimiliki
siswa, terlebih pada kemampuan berpikir kritis (Suci et al., 2019)
.
Penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini dilakukan oleh (Nurliana et al., 2020)yang
menyimpulkan bahwa guru dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam proses
pembelajaran dengan menggunakan berbagai media teknologi informasi dan komunikasi yang sesuai
dengan kebutuhan dalam pembelajaran. Salah satu metode ini memungkinkan siswa untuk berpartisipasi
secara aktif dalam penggunaan teknologi sehingga mempermudah siswa dalam menemukan informasi
dari permasalahan dan menemukan solusi dengan proses berpikir kritis.
Hasil penelitian (Tanjung & Nababan, 2018)menunjukkan bahwa model pembelajaran berbasis
masalah dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis. Model ini membantu siswa menjadi
lebih terbiasa menyelesaikan masalah yang membutuhkan pemikiran kritis. Peningkatan berpikir kritis
terjadi karena siswa sudah mulai terbiasa diberikan masalah yang menuntut siswa berpikir kritis dalam
menyelesaikannya. Sehinngga pembiasaan berpikir kritis secara bertahap memiliki kecenderungan
membuat anak memandang berbagai hal dengan rasa ingin tahu sehingga ada pemberian makna. Selain
itu, siswa juga pada dasarnya memiliki kemampuan berpikir kritis. Ditambah dengan penggunaan model
pembelajaran yang tepat di setiap perangkat pembelajaran, siswa akan lebih mudah menemukan dan
memahami ide melalui pemecahan masalah dan pemikiran aktif, daripada hanya mengingat dan
melakukan kegiatan membangun pengetahuan.
Dengan demikian, perlu diperhatikan bahwa guru harus memiliki kompetensi pedagogik untuk
mengelola pembelajaran agar tujuan pembelajaran dapat terpenuhi secara optimal, dan kegiatan
transformasi pengetahuan akan lebih efektif dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam belajar.
yangmana guru harus mampu memahami wawasan dan karakter siswa, bagaimana membuat bahan ajar,
menyusun kegiatan belajar, memanfaatkan teknologi dalam kegiatan belajar, dan mengevaluasi hasil
belajar.
Berdasarkan analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan guru untuk mengajar siswa di
kelas VIII SMP Lab. School UPI Bandung mempengaruhi kemampuan siswa untuk berpikir kritis dalam
menyelesaikan masalah teorema Pythagoras

SIMPULAN
Bedasarkan ulasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa kompetensi pedagogic guru
mempengaruhi kemampuan berpikir kritis siswa dalam menyelesaikan masalah teorema Pythagoras di
kelas VIII SMP Lab. School UPI Bandung. Persentase hasil rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa
sebesar 62% termasuk kategori sedang. Yangmana terdapat hubungan yang positif antara kompetensi
pedagogik guru terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Sehingga sangat diharapkan bahwa
guru terus mengembangkan dan menerapkan keterampilan pedagogis agar siswa dapat menggunakan
kemampuan berpikir kritis mereka dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, sekolah diharapkan dapat
memberikan dukungan dan peluang kepada guru untuk menciptakan proses pembelajaran yang inovatif
melalui pelatihan dan workshop, yang akan membantu guru memperbaiki kompetensi pedagogic mereka
untuk mencapai tujuan pendidikan dan menghasilkan siswa dengan pemikiran kritis yang lebih
berkembang. Salah satu rekomendasi pertama dari penelitian ini adalah bahwa guru harus
mempertimbangkan variasi karakter siswa selama proses pembelajaran. Siswa memiliki karakter yang
bervariasi, dengan beberapa memahami materi dengan baik, yang lain dengan tingkat pemahaman yang
lebih rendah. Kedua bagi siswa itu sendiri. Hendaknya siswa berlatih kemampuan berpikir kritisnya
dengan selalu memperhatikan penjelasan guru, bertanya selama proses pembelajaran, serta berperan
aktif selama pembelajaran berlangsung karena hal tersebut sangat penting mempertajam pengetahuan
serta aktivitas proses belajar berlangsung dan dapat melatih kemampuan berpikir kritis.
UCAPAN TERIMA KASIH
Diucapkan terima kasih kepada Prof. Tatang Herman dan Prof. Yaya S. Kusumah yang selama ini
telah memberikan arahan dan bimbingannya sehingga peneliti bisa menyelesaikan penelitian
ini dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Andriawan, A., Setiawati, A. S., Sari, I. P., & Chotimah, S. (2018). Analisis kemampuan berpikir
kritis matematis siswa smp pada materi pythagoras. 1(4), 559–568.
https://doi.org/https://doi.org/10.22460/jpmi.v1i4.p559-568
Antonius. (2015). Buku Pendoman Guru. Bandung : Yrama Widya.
Ennis, R. H. (1993). Critical thinking assessment. Theory Into Practice, 32(3), 179–186.
https://doi.org/10.1080/00405849309543594
Ennis, R. H., & Emeritus. (2019). The Nature of Critical Thinking: An Outline of Critical Thinking
Dispositions and Abilities. Arguing, Reasoning, and Thinking Well, 62–81.
https://doi.org/10.4324/9781351242493-4
Fithriyah, I., C, S., & Sisworo. (2016). Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas IX-D SMPN 17
Malang. Prosiding Konferensi Nasional Penelitian Matematika Dan Pembelajarannya, 2016:
Prosiding Konferensi Nasional Penelitian Matematika dan Pembelajarannya, 580–590.
Hasanah, E. N., & Aini, I. N. (2021). Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP pada Materi
Sistem Persamaan Linear Satu Variabel (Splsv). Maju, 8(1), 313–318.
Jumaisyaroh, T., & Napitupulu, E. E. (2014). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis dan
Kemandirian Belajar Siswa SMP melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. 5(September).
https://doi.org/https://doi.org/10.15294/kreano.v5i2
Kumala, V. M., Susanto, R., & Susilo, J. (2018). Hubungan Pengetahuan Pedagogik dengan
Kompetensi Pedagogik serta Perbedaannya di Sekolah Negeri dan Sekolah Swasta. Prosiding
SNIPMD, 1(1), 170–181.
Mahmuzah, R. (2015). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP Melalui
Pendekatan Problem Posing. Peluang, 4(1). https://doi.org/10.35194/jp.v6i2.123
Masrurotullaily, Hobri, & Suharto. (2013). ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH
MATEMATIKA KEUANGAN BERDASARKAN MODEL POLYA SISWA SMK NEGERI 6 JEMBER
Masrurotullaily 30 , Hobri 31 , Suharto 32. 4(2).
https://doi.org/https://doi.org/10.19184/kdma.v4i2.1045
Maysarah, S. (2018). Peningkatan Hasil Belajar Matematika Siswa Melalui Strategi Pakem Di Kelas Viii
MTs Nurul Amaliyah Tanjung Morawa. Jurnal Tarbiyah, 25(1).
https://doi.org/10.30829/tar.v25i1.166
Nurliana, E., Hapsari, A. D., Nurrohmayani, R., & Aryanis, D. F. (2020). Peranan Kompetensi
Pedagogik Guru Dalam Meningkatkan kemampuan Berpikir Kritis Siswa. Seminar Nasional Ilmu
Pendidikan Dan Multi Disiplin 3, 217–222.
https://prosiding.esaunggul.ac.id/index.php/snip/article/view/30
Nuryanti, L., Zubaidah, S., & Diantoro, M. (2018). Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP.
Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, Dan Pengembangan, 3(2).
Nuzulaeni, I., & Susanto, R. (2022). Dampak Kompetensi Pedagogik terhadap Kemampuan Berpikir
Kritis pada Siswa Kelas V SD. Jurnal Pedagogi Dan Pembelajaran, 5(1), 20–26.
https://doi.org/10.23887/jp2.v5i1.42481
Rahardhian, A. (2022). Kajian Kemampuan Berpikir Kritis (Critical Thinking Skill) Dari Sudut Pandang
Filsafat. Jurnal Filsafat Indonesia, 5(2), 87–94. https://doi.org/10.23887/jfi.v5i2.42092
Riskayanti, Y. (2021). Peningkatan Keterampilan Berpikir Kritis, Komunikasi, Kolaborasi Dan
Kreativitas Melalui Model Pembelajaran Project Based Learning Di Sma Negeri 1 Seteluk.
SECONDARY: Jurnal Inovasi Pendidikan Menengah, 1(2), 19–26.
https://doi.org/10.51878/secondary.v1i2.117
Sahidin, L., Kadir, Salim, & Prajono, R. (2022). Eksplorasi TPACK dalam Mendukung Keterampilan
Berpikir Tingkat Tinggi (Exploration of TPACK in Supporting High Order Thinking Skills). Jurnal
Pendidikan Matematika, 13(2), 212–227.
https://doi.org/https://doi.org/10.36709/jpm.v13i2.15
Suci, D. W., Firman, F., & Neviyarni, N. (2019). Peningkatan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Melalui
Pendekatan Realistik di Sekolah Dasar. Jurnal Basicedu, 3(4), 2042–2049.
https://doi.org/10.31004/basicedu.v3i4.229
Suhartini, S., & Martyanti, A. (2017). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis pada Pembelajaran
Geometri Berbasis Etnomatematika. Jurnal Gantang, 2(2), 105–111.
https://doi.org/10.31629/jg.v2i2.198
Supriyono, A. (2017). Pengaruh Kompetensi Pedagogik, Profesional, Dan Motivasi Kerja Terhadap
Kinerja Guru Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan, 18(2), 1–12.
https://doi.org/10.33830/jp.v18i2.269.2017
Susanto, A. (2013). Teori Belajar Pembelajaran di sekolah Dasar. Jakarta: Prenadamedia Group.
Sutama, Narimo, S., Prayitno, H. J., Anif, S., & Sari, D. P. (2021). Mathematical collaborative learning
in 21 stcentury based on national science olympiad in junior high school. Journal of Physics:
Conference Series, 1836(1). https://doi.org/10.1088/1742-6596/1836/1/012046
Tanjung, & Nababan, S. A. (2018). Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika Berorientasi
Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis
Siswa Sma Se-Kuala Nagan Raya Aceh. Genta Mulia, 9(2), 56–70.
http://download.garuda.kemdikbud.go.id/article.php?
article=1276948&val=16952&title=PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN
MATEMATIKA BERORIENTASI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH PBM UNTUK
MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMA SE-KUALA NAGAN RA
Widayati, Suyono, & Rahayu, W. (2018). PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PENEMUAN
TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS DAN SELF CONCEPTDENGAN
MENGONTROL KEMAMPUAN AWAL PESERTA DIDIK KELAS VII SMP. Jurnal Penelitian Dan
Pembelajaran Matematika, 11(1), 95.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.30870/jppm.v11i1.2988
Widiantari, N. K. M. P., Drs. I Made Suarjana, M. P., & Dra. Nyoman Kusmariyatni, S. P. (2016).
ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS IV DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA.
MIMBAR PGSD Undiksha, 4(1). https://doi.org/10.23887/jjpgsd.v4i1.7348

Anda mungkin juga menyukai