Anda di halaman 1dari 9

Jurnal Peluang, Volume 4, Nomor 1, Oktober 2015, ISSN: 2302-5158

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS


SISWA SMP MELALUI PENDEKATAN PROBLEM POSING

Rifaatul Mahmuzah1)
1
Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Serambi Mekkah
1)
rifaatulmahmuzah@gmail.com

Abstrak:

Kemampuan berpikir kritis merupakan salah satu aspek penting yang sangat
diperlukan siswa dalam proses pembelajaran matematika terutama untuk
membantu siswa menyelesaikan masalah-masalah matematika yang sulit (non-
rutin). Hal ini dikarenakan penggunaan kemampuan berpikir kritis yang tepat akan
sangat membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.
Salah satu pendekatan pembelajaran yang diduga dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kritis matematis adalah pendekatan problem posing. Pendekatan problem
posing yang mengharuskan siswa untuk mengajukan soal serta membuat
penyelesaiannya, diasumsikan akan mampu mengembangkan kemampuan berpikir
siswa terutama kemampuan berpikir kritis matematis. Penelitian ini bertujuan
untuk mengkaji peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang
diajarkan dengan pendekatan problem posing dan siswa yang diajarkan dengan
pembelajaran konvensional. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen
dengan menggunakan desain pre-test post-test control group design. Populasi
dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Negeri 9 Banda Aceh. Sampel
diambil dua kelas yaitu kelas VII3 sebagai kelas eksperimen dan kelas VII4 sebagai
kelas kontrol melalui teknik random sampling. Instrumen yang digunakan untuk
memperoleh data penelitian berupa tes kemampuan berpikir kritis matematis
matematis. Uji statistik yang digunakan untuk mengalisis data peningkatan
kemampuan berpikir kritis matematis adalah uji anava dua jalur. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang
diajarkan dengan pendekatan problem posing lebih baik daripada siswa yang
diajarkan dengan pembelajaran konvensional.
Kata kunci: Pendekatan Problem Posing, Kemampuan Berpikir Kritis Matematis.

Pendahuluan proses kegiatan belajar mengajar sehingga


Salah satu fokus dari tujuan kemampuan pemecahan masalahnya
pembelajaran matematika dalam Kurikulum menjadi lebih berkembang. Terkait dengan
2013 adalah untuk mengembangkan aspek kemampuan pemecahan masalah
kemampuan siswa dalam memahami konsep dalam matematika maka seorang siswa
matematika, menjelaskan keterkaitan antar sangat dituntut untuk memiliki suatu
konsep, serta menggunakan konsep ataupun kemampuan berpikir yang lebih tinggi. Hal
algoritma secara luwes, akurat, efisien dan ini dikarenakan berpikir merupakan suatu
tepat dalam pemecahan masalah. aktivitas mental yang dilakukan seseorang
Berdasarkan tuntutan kurikulum tersebut untuk membantu merumuskan atau
maka dewasa ini proses pembelajaran yang memecahkan masalah dan membuat
dikembangkan di Indonesia sangat menuntut keputusan yang tepat sesuai dengan yang
siswa untuk terlibat secara aktif dalam dinginkannya (Johnson, 2007).

64
Jurnal Peluang, Volume 4, Nomor 1, Oktober 2015, ISSN: 2302-5158

Krulik dan Rudnick (Fachrurazi, tepat dan terbaik dalam hidupnya. Selain itu,
2011) mengklasifikasikan keterampilan Ennis (1991) juga mengungkapkan bahwa
berpikir ke dalam empat tingkat, yaitu: 1) ada enam unsur dasar berpikir kritis yang
menghafal (recall thinking), 2) dasar (basic harus dikembangkan dalam pembelajaran
thinking), 3) kritis (critical thinking), 4) yaitu; fokus, alasan, kesimpulan, situasi,
kreatif (creative thinking). Selanjutnya, King kejelasan dan pemeriksaan secara
(1997) mengelompokkan keempat tingkatan menyeluruh. .
berpikir tersebut menjadi dua kemampuan Langkah awal dari berpikir kritis
berpikir, yaitu kemampuan berpikir dasar adalah fokus terhadap masalah atau
dan kemampuan berpikir tingkat tinggi. mengidentifikasi masalah dengan baik,
Kemampuan berpikir dasar hanya terbatas mencari tahu apa masalah yang sebenarnya
pada hal-hal rutin dan bersifat mekanis, dan bagaimana membuktikannya. Langkah
misalnya menghafal dan mengulang selanjutnya adalah memformulasi argumen-
informasi yang pernah dipeolehnya. argumen yang menunjang kesimpulan,
Sedangkan kemampuan berpikir tingkat mencari bukti yang menunjang alasan dari
tinggi meliputi kemampuan pemecahan suatu kesimpulan sehingga kesimpulan
masalah, pengambilan keputusan, berpikir dapat diterima atau dengan kata lain alasan
kritis dan berpikir kreatif. Hal ini yang diberikan harus dan sesuai dengan
menunjukkkan bahwa salah satu kesimpulan. Jika alasan yang dikemukakan
kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah sudah tepat, maka harus ditunjukkan
kemampuan berpikir kritis. seberapa kuatkah alasan itu dapat
Baron dan Stemberg (1987) mendukung kesimpulan yang dibuat. Situasi
menyatakan bahwa berpikir kritis juga merupakan hal penting yang harus
merupakan suatu pikiran yang difokuskan diperhatikan dalam berpikir kritis karena
untuk memutuskan apa yang diyakini untuk aktifitas berpikir juga dipengaruhi oleh
dilakukan. Definisi ini merupakan gabungan lingkungan atau situasi yang ada disekitar
dari lima hal dasar dalam berpikir kritis sehingga kesimpulan juga harus disesuaikan
yaitu praktis, reflektif, masuk akal, dengan situasi yang sebenarnya. Selain itu,
keyakinan dan tindakan. Pendapat serupa istilah-istilah yang dipakai dalam suatu
juga diungkapkan Ennis (1991) yang argumen harus jelas sehingga kesimpulan
mendefinisikan bahwa berpikir kritis dapat dibuat dengan tepat dan hal penting
merupakan suatu proses penggunaan terakhir yang harus dilakukan adalah
kemampuan berpikir secara rasional dan memeriksa secara menyeluruh apa yang
reflektif yang bertujuan untuk mengambil sudah ditemukan, dipelajari dan
keputusan tentang apa yang diyakini atau disimpulkan.
dilakukan. Hal penting tentang berpikir ktitis Kemampuan berpikir kritis
menurut Ennis (2011), yaitu berpikir kritis merupakan komponen penting yang harus
difokuskan ke dalam pengertian tentang dimiliki siswa terutama dalam proses
sesuatu yang dilakukan dengan penuh pembelajaran matematika. Hal ini
kesadaran dan mengarah pada sebuah dimaksudkan supaya siswa mampu
tujuan. Dimana salah satu tujuan utama yang membuat atau merumuskan,
sangat penting adalah untuk membantu mengidentifikasi, menafsirkan dan
seseorang membuat suatu keputusan yang merencanakan pemecahan masalah.Spliter
65
Rifaatul Mahmuzah

(1991) menyatakan bahwa siswa yang Materi matematika dan keterampilan


berpikir kritis adalah siswa yang mampu berpikir kritis merupakan dua hal yang yang
mengidentifikasi masalah, mengevaluasi dan saling berkaitan erat, Hal ini dikarenakan
mengkonstruksi argumen serta mampu materi matematika dapat dipahami melalui
memecahkan masalah tersebut dengan tepat. kemampuan berpikir kritis dan berpikir kritis
Pendapat yang serupa juga diungkapkan dilatih melalui belajar matematika. Oleh
oleh Facione (1992) yang menyatakan karena itu, kemampuan berpikir kritis dalam
bahwa berpikir kritis yang meliputi pembelajaran matematika atau kemampuan
kemampuan menganalisis, menarik berpikir kritis matematis adalah kemampuan
kesimpulan, melakukan interpretasi, yang seharusnya dimiliki oleh setiap siswa
penjelasan, pengaturan diri, ingin tahu, untuk memecahkan masalah matematika tak
sistematis, bijaksana mencari kebenaran, terkecuali siswa sekolah Menengah Pertama
dan percaya diri terhadap proses berpikir (SMP). Akan tetapi, kenyataan yang terjadi
yang dilakukan sangat dibutuhkan seseorang di lapangan justru sebaliknya. Peningkatan
dalam usaha memecahkan masalah. kemampuan berpikir matematis tingkat
Glazer (Lambertus, 2009) menyatakan tinggi siswa SMP masih belum sesuai
bahwa berpikir kritis dalam matematika dengan yang diharapkan. Hal ini terlihat dari
merupakan kemampuan kognitif dan rendahnya prestasi siswa Indonesia di dunia
disposisi untuk menggabungkan Internasional.
pengetahuan, penalaran, serta strategi Hasil studi TIMMS dan PISA yang
kognitif dalam menggeneralisasi, diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan
membuktikan dan mengevaluasi situasi dan Kebudayaan menunjukkan bahwa
matematik yang tidak dikenali dengan cara kemampuan siswa SMP khususnya dalam
reflektif. Pendapat yang hampir serupa juga bidang matematika masih dibawah standar
diungkapkan oleh Krulik dan Rudnick internasional. Skor rata-rata yang diperoleh
(Fachrurazi, 2011).yang menyatakan bahwa siswa Indonesia baik pada TIMSS maupun
yang termasuk berpikir kritis dalam PISA masih jauh dibawah rata-rata
matematika adalah berpikir yang menguji, internasional. Bahkan hasil terbaru studi
mempertanyakan, menghubungkan, PISA 2012 menempatkan Indonesia di
mengevaluasi setiap aspek yang ada dalam peringkat ke-64 dari 65 negara peserta atau
suatu masalah ataupun situasi tertentu. berada satu tingkat di atas Peru yang berada
Seseorang yang berpikir kritis akan selalu di peringkat terakhir dengan skor rata-rata
peka terhadap informasi atau situasi yang yang diperoleh adalah 375, sedangkan skor
sedang dihadapinya, dan cenderung bereaksi rata-rata internasional 500 (OECD, 2013).
terhadap situasi atau informasi tersebut. Menurut Guru Besar Institut Teknologi
Oleh sebab itu, kemampuan berpikir kritis Bandung Iwan Pranoto, salah satu penyebab
dalam pembelajaran matematika dapat rendahnya prestasi siswa dalam bidang
dikembangkan dengan cara menghadapkan matematika adalah karena kemampuan
siswa pada masalah yang kontradiktif dan siswa dalam menyelesaikan soal yang
baru sehingga ia mengkonstruksi menuntut kemampuan berpikir dan bernalar
pikirannnya sendiri untuk mencari yang tinggi masih sangat rendah dan hal ini
kebenaran dan alasan yang jelas (Sabandar, dikarenakan proses pembelajaran yang
2007). selama ini diterapkan di sekolah lebih
66
Jurnal Peluang, Volume 4, Nomor 1, Oktober 2015, ISSN: 2302-5158

menekankan siswa untuk menghafal rumus pengajuan masalah atau pengajuan soal,
daripada memahami konsep (Kompas, dimana dalam proses pembelajarannya siswa
2013). diminta untuk merumuskan soal serta
Rendahnya kemampuan berpikir kritis membuat penyelesaiannya. Sementara Silver
matematis siswa dalam pembelajaran (1994) mendefinisikan problem posing
matematika perlu mendapat perhatian serius sebagai pembuatan soal baru oleh siswa
dari semua kalangan terutama guru berdasarkan soal yang telah diselesaikan.
matematika. Banyak faktor yang Menurut Silver (1994), pendekatan problem
menyebabkan rendahnya kemampuan posing merupakan suatu aktifitas dengan dua
berpikir siswa dalam proses pembelajaran. pengertian yang berbeda, yaitu (1) proses
Salah satunya adalah pembelajaran yang mengembangkan masalah/soal matematika
berpusat pada guru (konvensional) seperti yang baru oleh siswa berdasarkan situasi
yang sering diterapkan disekolah-sekolah yang ada dan (2) proses memformulasikan
selama ini, dimana peran guru lebih kembali masalah/soal matematika dengan
dominan sehinga siswa cenderung pasif bahasa sendiri berdasarkan situasi yang
(Ismaimuza, 2010). Kegiatan dalam diberikan. Selanjutnya Silver dan Cai (1996)
pembelajaran konvensional biasanya diawali mengemukakan bahwa problem posing
dengan guru menjelaskan konsep secara dapat diaplikasikan pada tiga bentuk
informatif, memberikan contoh soal dan aktivitas kognitif yang berbeda yaitu
diakhiri dengan pemberian latihan soal-soal. presolution posing, dimana seorang siswa
Akibatnya siswa lebih diarahkan pada proses membuat soal dari situasi yang disediakan,
menghafal dari pada memahami konsep within-solution posing, yaitu seorang siswa
sehingga kemampuan berpikir siswa seperti merumuskan ulang soal seperti yang telah
kemampuan berpikir kritis menjadi kurang diselesaikan, dan post solution posing, yaitu
berkembang menjadi kurang berkembang seorang siswa memodifikasi tujuan atau
(Somakin, 2011). Oleh karena itu, kondisi soal yang sudah diselesaikan untuk
diperlukan suatu pendekatan pembelajaran membuat soal baru.
yang tepat sehingga dapat mengubah proses Abu-Elwan (2000) mengklasi-
pembelajaran dari situasi guru mengajar fikasikan kondisi problem posing menjadi
menjadi situasi siswa belajar atau siswa tiga tipe yaitu kondisi bebas, semi struktur,
terlibat aktif dalam proses pembelajaran. dan terstruktur. Kondisi bebas dalam
Salah satu inovasi yang diduga dapat problem posing memberi kebebasan
mewujudkan proses pembelajaran seperti sepenuhnya kepada siswa untuk membentuk
yang tersebut adalah pembelajaran soal sebab siswa tidak diberi kondisi yang
matematika dengan pendekatan problem harus dipenuhi. Pada kondisi semi struktur
posing. siswa diberikan kondisi terbuka kemudian
Problem posing yang oleh sebagian siswa diminta mengajukan soal dengan cara
ahli diartikan sebagai pengajuan masalah, mengaitkan informasi itu dengan
adalah salah suatu bentuk pendekatan dalam pengetahuan yang sudah dimilikinya.
pembelajaran yang menekankan siswa untuk Sedangkan pada kondisi terstruktur siswa
merumuskan soal dan menyelesaikannya diberi soal atau selesaian soal tersebut,
berdasarkan situasi yang diberikan. English kemudian berdasarkan hal tersebut siswa
(1997) mengartikan problem posing sebagai diminta untuk mengajukan soal baru.
67
Rifaatul Mahmuzah

Kondisi problem posing yang diterapkan pada kelas kontrol. Penelitian ini melibatkan
pada penelitian ini yaitu kondisi bebas dan tiga variabel yaitu variabel bebas, variabel
semi tersruktur. terikat dan variabel kontrol. Variabel bebas
Penggunaan problem posing dalam dalam penelitian ini adalah pembelajaran
kurikulum matematika sangat dianjurkan dengan pendekatan problem posing dan
oleh beberapa ahli seperti Silver (1994), pembelajaran konvensional, sedangkan
English (1997) serta Brown dan Walter variabel terikat adalah kemampuan berpikir
(2005) yang mengatakan bahwa problem kritis matematis. Sementara yang menjadi
posing merupakan salah satu pendekatan variabel kontrol adalah level siswa (tinggi,
pembelajaran yang penting dalam kurikulum sedang dan rendah).
matematika. Pendapat serupa juga Desain eksperimen yang digunakan
diungkapkan Silver, E. A and Cai, J (1996) dalam penelitian ini adalah desain pretest-
yang mengemukakan bahwa problem posing postest control group design (Arikunto,
merupakan inti penting dalam disiplin ilmu 2000). Desain penelitian dapat digambarkan
matematika dan dalam hakikat berpikir sebagai berikut:
matematis. Hal ini dikarenakan di dalam Kelompok eksperimen
problem posing terdapat inti dari aktivitas A: O1 X O2
matematika, termasuk aktivitas dimana Kelompok kontrol
siswa membangun masalahnya sendiri dan A: O1 O2
menyelesaikannya. Siswa akan memperoleh Keterangan:
pemahaman yang lebih baik jika mereka A : Sampel yang dipilih secara acak
memiliki beberapa pengalaman dalam kelas
mengenal, mengalami dan membentuk soal- O1 : Tes awal kemampuan berpikir kritis
soal mereka sendiri (NCTM, 1989). dan disposisi matematis
Berdasarkan uraian di atas, maka O2 : Tes akhir kemampuan berpikir kritis
secara umum dapat dikatakan bahwa dan disposisi matematis
pendekatan problem posing diduga dapat X : pembelajaran dengan pendekatan
meningkatkan kemampuan berpikir kritis problem posing.
matematis. Asumsi tersebut medorong Populasi dalam penelitian ini adalah
penulis untuk melakukan penelitian yang siswa kelas VII SMP Negeri 9 Banda Aceh,
berjudul “Peningkatan Kemampuan Berpikir sedangkan sampel yang dipilih terdiri dari
Kritis Matematis Siswa SMP melalui dua kelas yaitu kelas VII3 sebagai kelas
Pendekatan Problem Posing”. eksperimen dengan dan kelas VII4 sebagai
kelas kontrol.
Metode Penelitian Data yang dikumpulkan pada
Penelitian ini merupakan penelitian penelitian ini berupa data kemampuan
eksperimen karena peneliti bermaksud berpikir kritis matematis. Data diperoleh
memberikan perlakuan terhadap sampel dari hasil tes kemampuan berpikir kritis
penelitian untuk selanjutnya ingin diketahui matematis yang diberikan sebelum dan
pengaruh dari perlakuan tersebut. Perlakuan sesudah pembelajaran berlangsung baik
yang diberikan adalah pembelajaran dengan pada kelas eksperimen maupun kelas
pendekatan problem posing pada kelas kontrol. Hal ini bertujuan untuk melihat
eksperimen dan pembelajaran konvensional sebarapa besar peningkatan (N-gain)
68
Jurnal Peluang, Volume 4, Nomor 1, Oktober 2015, ISSN: 2302-5158

kemampuan berpikir kritis matematis siswa 2. Peningkatan kemampuan berpikir kritis


pada kedua kelas. Data yang telah matematis siswa yang memperoleh
dikumpulkan diolah menggunakan uji pembelajaran dengan pendekatan
statistik anava dua jalur dengan bantuan problem posing lebih baik daripada
software SPSS versi 16. siswa yang memperoleh pembelajaran
konvensional ditinjau berdasarkan level
Hasil Penelitian siswa.
Berdasarkan hasil pengujian 3. Terdapat interaksi antara pembelajaran
normalitas dan homogenitas, diketahui (problem posing dan konvensional)
bahwa data N-gain kemampuan berpikir dengan level siswa (tinggi, sedang,
kritis kedua kelas berdistribusi normal dan rendah) terhadap peningkatan
variansinya juga homogen sehingga statistik kemampuan berpikir kritis matematis
yang digunakan untuk menguji hipotesis siswa.
penelitian adalah uji parametrik yaitu uji Dengan menggunakan taraf
anava dua jalur. Selanjutnya akan dilakukan signifikansi α = 0,05 maka kriteria
pengujian terhadap hipotesis penelitian pengujiannya adalah sebagai berikut:
berikut yaitu: 1. Terima H0 jika nilai sig. ≥ α
1. Peningkatan kemampuan berpikir kritis 2. Tolak H0 jika nilai sig. < α
matematis siswa yang memperoleh
pembelajaran dengan pendekatan Berikut disajikan hasil pengujian anava dua
problem posing lebih baik daripada jalur untuk hipotesis (1), (2) dan (3):
siswa yang memperoleh pembelajaran
konvensional.
Tabel 1 Analisis Varian Data N-Gain Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
Type III Sum of
Df Mean Square F Sig.
Source Squares
Pembelajaran .887 1 .887 157.200 .000
Level .596 2 .298 52.854 .000
pembelajaran * level .023 2 .012 2.075 .136
Error .305 54 .006
Total 12.328 60
Corrected Total 1.811 59

Hasil perhitungan anava dua jalur kecil dari taraf signifikansi yang telah
yang terdapat pada tabel 1 menunjukkan ditetapkan yaitu 0,05 sehingga berdasarkan
bahwa pembelajaran dan level siswa kriteria pengujian maka H0 ditolak. Artinya
memberikan pengaruh yang signifikan peningkatan kemampuan berpikir kritis
terhadap peningkatan kemampuan berpikir matematis siswa yang memperoleh
kritis matematis siswa. Hal ini terlihat dari pembelajaran dengan pendekatan problem
nilai sig. yang diperoleh untuk pembelajaran posing lebih baik daripada siswa yang
dan level siswa yaitu 0,00 dan nilai ini lebih memperoleh pembelajaran konvensional
69
Rifaatul Mahmuzah

baik ditinjau secara keseluruhan maupun pendekatan pembelajaran terhadap


berdasarkan level siswa. Hasil ini peningkatan kemampuan berpikir kritis
memperkuat dan melengkapi temuan matematis.
Herawati (2010) yang menyimpulkan bahwa
pendekatan problem posing lebih baik dalam Penutup
meningkatkan kemampuan matematis Berdasarkan hasil penelitian dan
dibandingkan dengan pembelajaran pembahasan, diperoleh kesimpulan sebagai
konvensional baik secara keseluruhan berikut:
maupun berdasarkan kemampuan awal 1. Peningkatan kemampuan berpikir kritis
matematis siswa (level siswa). Adanya matematis siswa yang memperoleh
perbedaan peningkatan kemampuan berpikir pembelajaran dengan pendekatan
kritis matematis antara siswa yang diajarkan problem posing secara signifikan lebih
dengan pendekatan problem posing dan baik daripada siswa yang memperoleh
siswa yang diajarkan dengan pembelajaran pembelajaran konvensional baik secara
konvensional mungkin dikarenakan keseluruhan maupun berdasarkan level
karakteristik yang berbeda dari kedua siswa.
pendekatan pembelajaran tersebut. Siswa 2. Tidak terdapat interaksi antara
yang belajar dengan pendekatan problem pendekatan pembelajaran dengan level
posing mempunyai aktivitas dan kreativitas siswa terhadap peningkatan
yang lebih baik dibandingkan dengan siswa kemampuan berpikir kritis matematis
yang belajar dengan pembelajaran siswa.
konvensional sehingga kemampuan
matematisnya pun menjadi lebih meningkat. Berdasarkan temuan dalam penelitian
Sementara itu, hasil analisis data ini, maka saran yang dapat diberikan yaitu
yang lainnya menunjukkan bahwa nilai pembelajaran dengan pendekatan problem
signifikansi interaksi antara pendekatan posing hendaknya dapat dijadikan sebagai
pembelajaran dengan level siswa salah satu alternatif model pembelajaran di
(pembelajaran*level) terhadap peningkatan SMP terutama untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kritis matematis lebih kemampuan berpikir kritis matematis siswa,
dari 0,05 yaitu 0,136 sehingga H0 diterima. serta untuk ke depan diharapkan
Artinya tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dengan pendekatan problem
pembelajaran dengan level siswa terhadap posing juga diterapkan secara individu
peningkatan kemampuan berpikir kritis sehingga akan lebih melatih kemandirian
matematis siswa, atau dengan kata lain siswa dalam belajar matematika. Selain itu,
faktor kemampuan awal (level siswa) dan mengingat pentingnya memiliki kemampuan
pendekatan pembelajaran secara bersama- berpikir kritis dalam proses pembelajaran
sama tidak memberikan pengaruh yang matematika maka kemampuan tersebut
signifikan terhadap peningkatan kemampuan harus ditanam dan dikembangkan pada
berpikir kritis matematis siswa. Hasil ini siswa sejak dini. Oleh karena itu, untuk
sejalan dengan hasil penelitian Somakin melengkapi hasil penelitian ini
(2011) yang menyimpulkan bahwa tidak direkomendasikan untuk penelitian
terdapat interaksi antara kemampuan awal selanjutnya supaya mencoba melakukan
matematis siswa (level siswa) dengan penelitian tentang penerapan pendekatan
70
Jurnal Peluang, Volume 4, Nomor 1, Oktober 2015, ISSN: 2302-5158

problem posing pada pembelajaran Matematis Siswa SD [Versi


matematika di jenjang SD. elektronik). Edisi khsus (1), 76-89.
Facione, P. A. (1992). Critical Thinking:
Daftar Pustaka What It Is and Why It Counts. Diakses
Abu-Elwan, R. (2000). Effectiveness of pada tanggal 25 November 2012 dari
Problem Posing Strategies on http://www.student.uwa.edu.au.
Prospective Mathematics Teachers’ Herawati, O.D.P, Siroj, R & Basir D.
Problem Solving Performance. (2010). Pengaruh Pembelajaran
Diakses pada tanggal 5 April 2013, Problem Posing Terhadap
dari Kemampuan Pemahaman Konsep
http://math.unipa.it/~grim/AAbuElwa Matematika Siswa Kelas XI IPA
n1-6.PDF. SMA Negeri 6 Palembang [versi
Arikunto, S. (2000). Manajemen Penelitian. elektronik]. Jurnal Pendidikan
Jakarta: Rineka Cipta. Matematika, 4(1), 70-80
Baron, J. B & Sternberg, R. J. (1987). Johnson, E. (2007). Contextual Teaching
Teaching Thinking Skills : Theory and and Learning; Menjadikan Kegiatan
Practice. New York: W. H. Freeman Belajar Mengajar Mengasyikkan dan
and Company. Bermakna. Bandung: MLC.
Brown, S. & Walter, R. (2005). The Art of King, FJ. Et al. (1997. ) Higher Order
Problem Posing. Mahwah, NJ: Thinking Skill. Diakses pada tanggal
Lawrence Erlbaum Associates 11 Juli 2013 dari
Publishers. http://www.cala.fsu.edu/files/higher_o
English, L. D. (1997). Promoting a Problem rder_thinking_skills.pdf.
Posing Classroom. Teaching Children Kompas, (5 Desember 2013). Posisi
Mathematics Journal, 4(3), 172-179. Indonesia Nyaris Jadi Juru Kunci,
Diakses pada tanggal 20 Mei 2013 Kemampuan Matematika dan Sains di
dari www. eric.ed.gov Urutan Ke-64 dari 65 Negara
Ennis, R.H. (1991). Critical Thinking: A Lambertus. (2009). Pentingnya Melatih
Streamlined Conception [versi Keterampilan Berpikir Kritis dalam
elektronik]. Teaching Philasophy, Pembelajaran Matematika di SD
14(1), 5-23. [Versi elektronik]. Forum
Ennis, R.H. (2011). The Nature of Critical Kependidikan, 28 (2), 136-142.
Thinking: An Outline of Critical NCTM, (1989). Curriculum and Evaluation
Thinking Dispositions and Abilities. Standards for School Mathematics.
Diakses pada tanggal 25 November Reston, VA: NCTM.
2012 dari OECD. (2013). Indonesia Students
http://faculty.education.illinois.edu/rh performance (PISA 2012). Diakses
ennis/documents/TheNatureofCritical pada tanggal 23 Desember 2013 dari
Thinking_51711_000.pdf. http://gpseducation.oecd.org.
Fachrurazi. (2011). Penerapan
Pembelajaran Berbasis Masalah Sabandar, J. (2007). Berpikir Reflektif.
untuk Meningkatkan Kemampuan Makalah Disajikan pada Seminar
Berpikir Kritis dan Komunikasi Nasional Sehari: permasalahan
71
Rifaatul Mahmuzah

Matematika dan Pendidikan 539. Diakses pada tanggal 20 Mei


Matematika Terkini, 8 Desember 2013 dari www.jstor.org
2007, Bandung Somakin. (2011). Peningkatan Kemampuan
Silver, E.A. (1994). On Mathematical Berpikir Kritis Matematis Siswa
Problem Posing, For the Learning of Sekolah Menengah Pertama dengan
Mathematics, 14(1), 19-28. Diakses Penggunaan Pendidikan Matematika
pada tanggal 23 Desember 2013 dari Realistik [versi elektronik]. Forum
www.jstor.org MIPA, 14(1), 42-48
Silver, E.A. & Cai, J. (1996). An Analysis of Splitter, L. J. 1991. Critical Thinking :
Arithmetic Problem Posing by Middle What, Why, When, and How.
School Student. Journal for Research Educational Philosophy and Teory.
in Mathematics Education. 27: 521- 23(1): 89-109.

72

Anda mungkin juga menyukai