Rifaatul Mahmuzah1)
1
Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Serambi Mekkah
1)
rifaatulmahmuzah@gmail.com
Abstrak:
Kemampuan berpikir kritis merupakan salah satu aspek penting yang sangat
diperlukan siswa dalam proses pembelajaran matematika terutama untuk
membantu siswa menyelesaikan masalah-masalah matematika yang sulit (non-
rutin). Hal ini dikarenakan penggunaan kemampuan berpikir kritis yang tepat akan
sangat membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.
Salah satu pendekatan pembelajaran yang diduga dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kritis matematis adalah pendekatan problem posing. Pendekatan problem
posing yang mengharuskan siswa untuk mengajukan soal serta membuat
penyelesaiannya, diasumsikan akan mampu mengembangkan kemampuan berpikir
siswa terutama kemampuan berpikir kritis matematis. Penelitian ini bertujuan
untuk mengkaji peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang
diajarkan dengan pendekatan problem posing dan siswa yang diajarkan dengan
pembelajaran konvensional. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen
dengan menggunakan desain pre-test post-test control group design. Populasi
dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Negeri 9 Banda Aceh. Sampel
diambil dua kelas yaitu kelas VII3 sebagai kelas eksperimen dan kelas VII4 sebagai
kelas kontrol melalui teknik random sampling. Instrumen yang digunakan untuk
memperoleh data penelitian berupa tes kemampuan berpikir kritis matematis
matematis. Uji statistik yang digunakan untuk mengalisis data peningkatan
kemampuan berpikir kritis matematis adalah uji anava dua jalur. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang
diajarkan dengan pendekatan problem posing lebih baik daripada siswa yang
diajarkan dengan pembelajaran konvensional.
Kata kunci: Pendekatan Problem Posing, Kemampuan Berpikir Kritis Matematis.
64
Jurnal Peluang, Volume 4, Nomor 1, Oktober 2015, ISSN: 2302-5158
Krulik dan Rudnick (Fachrurazi, tepat dan terbaik dalam hidupnya. Selain itu,
2011) mengklasifikasikan keterampilan Ennis (1991) juga mengungkapkan bahwa
berpikir ke dalam empat tingkat, yaitu: 1) ada enam unsur dasar berpikir kritis yang
menghafal (recall thinking), 2) dasar (basic harus dikembangkan dalam pembelajaran
thinking), 3) kritis (critical thinking), 4) yaitu; fokus, alasan, kesimpulan, situasi,
kreatif (creative thinking). Selanjutnya, King kejelasan dan pemeriksaan secara
(1997) mengelompokkan keempat tingkatan menyeluruh. .
berpikir tersebut menjadi dua kemampuan Langkah awal dari berpikir kritis
berpikir, yaitu kemampuan berpikir dasar adalah fokus terhadap masalah atau
dan kemampuan berpikir tingkat tinggi. mengidentifikasi masalah dengan baik,
Kemampuan berpikir dasar hanya terbatas mencari tahu apa masalah yang sebenarnya
pada hal-hal rutin dan bersifat mekanis, dan bagaimana membuktikannya. Langkah
misalnya menghafal dan mengulang selanjutnya adalah memformulasi argumen-
informasi yang pernah dipeolehnya. argumen yang menunjang kesimpulan,
Sedangkan kemampuan berpikir tingkat mencari bukti yang menunjang alasan dari
tinggi meliputi kemampuan pemecahan suatu kesimpulan sehingga kesimpulan
masalah, pengambilan keputusan, berpikir dapat diterima atau dengan kata lain alasan
kritis dan berpikir kreatif. Hal ini yang diberikan harus dan sesuai dengan
menunjukkkan bahwa salah satu kesimpulan. Jika alasan yang dikemukakan
kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah sudah tepat, maka harus ditunjukkan
kemampuan berpikir kritis. seberapa kuatkah alasan itu dapat
Baron dan Stemberg (1987) mendukung kesimpulan yang dibuat. Situasi
menyatakan bahwa berpikir kritis juga merupakan hal penting yang harus
merupakan suatu pikiran yang difokuskan diperhatikan dalam berpikir kritis karena
untuk memutuskan apa yang diyakini untuk aktifitas berpikir juga dipengaruhi oleh
dilakukan. Definisi ini merupakan gabungan lingkungan atau situasi yang ada disekitar
dari lima hal dasar dalam berpikir kritis sehingga kesimpulan juga harus disesuaikan
yaitu praktis, reflektif, masuk akal, dengan situasi yang sebenarnya. Selain itu,
keyakinan dan tindakan. Pendapat serupa istilah-istilah yang dipakai dalam suatu
juga diungkapkan Ennis (1991) yang argumen harus jelas sehingga kesimpulan
mendefinisikan bahwa berpikir kritis dapat dibuat dengan tepat dan hal penting
merupakan suatu proses penggunaan terakhir yang harus dilakukan adalah
kemampuan berpikir secara rasional dan memeriksa secara menyeluruh apa yang
reflektif yang bertujuan untuk mengambil sudah ditemukan, dipelajari dan
keputusan tentang apa yang diyakini atau disimpulkan.
dilakukan. Hal penting tentang berpikir ktitis Kemampuan berpikir kritis
menurut Ennis (2011), yaitu berpikir kritis merupakan komponen penting yang harus
difokuskan ke dalam pengertian tentang dimiliki siswa terutama dalam proses
sesuatu yang dilakukan dengan penuh pembelajaran matematika. Hal ini
kesadaran dan mengarah pada sebuah dimaksudkan supaya siswa mampu
tujuan. Dimana salah satu tujuan utama yang membuat atau merumuskan,
sangat penting adalah untuk membantu mengidentifikasi, menafsirkan dan
seseorang membuat suatu keputusan yang merencanakan pemecahan masalah.Spliter
65
Rifaatul Mahmuzah
menekankan siswa untuk menghafal rumus pengajuan masalah atau pengajuan soal,
daripada memahami konsep (Kompas, dimana dalam proses pembelajarannya siswa
2013). diminta untuk merumuskan soal serta
Rendahnya kemampuan berpikir kritis membuat penyelesaiannya. Sementara Silver
matematis siswa dalam pembelajaran (1994) mendefinisikan problem posing
matematika perlu mendapat perhatian serius sebagai pembuatan soal baru oleh siswa
dari semua kalangan terutama guru berdasarkan soal yang telah diselesaikan.
matematika. Banyak faktor yang Menurut Silver (1994), pendekatan problem
menyebabkan rendahnya kemampuan posing merupakan suatu aktifitas dengan dua
berpikir siswa dalam proses pembelajaran. pengertian yang berbeda, yaitu (1) proses
Salah satunya adalah pembelajaran yang mengembangkan masalah/soal matematika
berpusat pada guru (konvensional) seperti yang baru oleh siswa berdasarkan situasi
yang sering diterapkan disekolah-sekolah yang ada dan (2) proses memformulasikan
selama ini, dimana peran guru lebih kembali masalah/soal matematika dengan
dominan sehinga siswa cenderung pasif bahasa sendiri berdasarkan situasi yang
(Ismaimuza, 2010). Kegiatan dalam diberikan. Selanjutnya Silver dan Cai (1996)
pembelajaran konvensional biasanya diawali mengemukakan bahwa problem posing
dengan guru menjelaskan konsep secara dapat diaplikasikan pada tiga bentuk
informatif, memberikan contoh soal dan aktivitas kognitif yang berbeda yaitu
diakhiri dengan pemberian latihan soal-soal. presolution posing, dimana seorang siswa
Akibatnya siswa lebih diarahkan pada proses membuat soal dari situasi yang disediakan,
menghafal dari pada memahami konsep within-solution posing, yaitu seorang siswa
sehingga kemampuan berpikir siswa seperti merumuskan ulang soal seperti yang telah
kemampuan berpikir kritis menjadi kurang diselesaikan, dan post solution posing, yaitu
berkembang menjadi kurang berkembang seorang siswa memodifikasi tujuan atau
(Somakin, 2011). Oleh karena itu, kondisi soal yang sudah diselesaikan untuk
diperlukan suatu pendekatan pembelajaran membuat soal baru.
yang tepat sehingga dapat mengubah proses Abu-Elwan (2000) mengklasi-
pembelajaran dari situasi guru mengajar fikasikan kondisi problem posing menjadi
menjadi situasi siswa belajar atau siswa tiga tipe yaitu kondisi bebas, semi struktur,
terlibat aktif dalam proses pembelajaran. dan terstruktur. Kondisi bebas dalam
Salah satu inovasi yang diduga dapat problem posing memberi kebebasan
mewujudkan proses pembelajaran seperti sepenuhnya kepada siswa untuk membentuk
yang tersebut adalah pembelajaran soal sebab siswa tidak diberi kondisi yang
matematika dengan pendekatan problem harus dipenuhi. Pada kondisi semi struktur
posing. siswa diberikan kondisi terbuka kemudian
Problem posing yang oleh sebagian siswa diminta mengajukan soal dengan cara
ahli diartikan sebagai pengajuan masalah, mengaitkan informasi itu dengan
adalah salah suatu bentuk pendekatan dalam pengetahuan yang sudah dimilikinya.
pembelajaran yang menekankan siswa untuk Sedangkan pada kondisi terstruktur siswa
merumuskan soal dan menyelesaikannya diberi soal atau selesaian soal tersebut,
berdasarkan situasi yang diberikan. English kemudian berdasarkan hal tersebut siswa
(1997) mengartikan problem posing sebagai diminta untuk mengajukan soal baru.
67
Rifaatul Mahmuzah
Kondisi problem posing yang diterapkan pada kelas kontrol. Penelitian ini melibatkan
pada penelitian ini yaitu kondisi bebas dan tiga variabel yaitu variabel bebas, variabel
semi tersruktur. terikat dan variabel kontrol. Variabel bebas
Penggunaan problem posing dalam dalam penelitian ini adalah pembelajaran
kurikulum matematika sangat dianjurkan dengan pendekatan problem posing dan
oleh beberapa ahli seperti Silver (1994), pembelajaran konvensional, sedangkan
English (1997) serta Brown dan Walter variabel terikat adalah kemampuan berpikir
(2005) yang mengatakan bahwa problem kritis matematis. Sementara yang menjadi
posing merupakan salah satu pendekatan variabel kontrol adalah level siswa (tinggi,
pembelajaran yang penting dalam kurikulum sedang dan rendah).
matematika. Pendapat serupa juga Desain eksperimen yang digunakan
diungkapkan Silver, E. A and Cai, J (1996) dalam penelitian ini adalah desain pretest-
yang mengemukakan bahwa problem posing postest control group design (Arikunto,
merupakan inti penting dalam disiplin ilmu 2000). Desain penelitian dapat digambarkan
matematika dan dalam hakikat berpikir sebagai berikut:
matematis. Hal ini dikarenakan di dalam Kelompok eksperimen
problem posing terdapat inti dari aktivitas A: O1 X O2
matematika, termasuk aktivitas dimana Kelompok kontrol
siswa membangun masalahnya sendiri dan A: O1 O2
menyelesaikannya. Siswa akan memperoleh Keterangan:
pemahaman yang lebih baik jika mereka A : Sampel yang dipilih secara acak
memiliki beberapa pengalaman dalam kelas
mengenal, mengalami dan membentuk soal- O1 : Tes awal kemampuan berpikir kritis
soal mereka sendiri (NCTM, 1989). dan disposisi matematis
Berdasarkan uraian di atas, maka O2 : Tes akhir kemampuan berpikir kritis
secara umum dapat dikatakan bahwa dan disposisi matematis
pendekatan problem posing diduga dapat X : pembelajaran dengan pendekatan
meningkatkan kemampuan berpikir kritis problem posing.
matematis. Asumsi tersebut medorong Populasi dalam penelitian ini adalah
penulis untuk melakukan penelitian yang siswa kelas VII SMP Negeri 9 Banda Aceh,
berjudul “Peningkatan Kemampuan Berpikir sedangkan sampel yang dipilih terdiri dari
Kritis Matematis Siswa SMP melalui dua kelas yaitu kelas VII3 sebagai kelas
Pendekatan Problem Posing”. eksperimen dengan dan kelas VII4 sebagai
kelas kontrol.
Metode Penelitian Data yang dikumpulkan pada
Penelitian ini merupakan penelitian penelitian ini berupa data kemampuan
eksperimen karena peneliti bermaksud berpikir kritis matematis. Data diperoleh
memberikan perlakuan terhadap sampel dari hasil tes kemampuan berpikir kritis
penelitian untuk selanjutnya ingin diketahui matematis yang diberikan sebelum dan
pengaruh dari perlakuan tersebut. Perlakuan sesudah pembelajaran berlangsung baik
yang diberikan adalah pembelajaran dengan pada kelas eksperimen maupun kelas
pendekatan problem posing pada kelas kontrol. Hal ini bertujuan untuk melihat
eksperimen dan pembelajaran konvensional sebarapa besar peningkatan (N-gain)
68
Jurnal Peluang, Volume 4, Nomor 1, Oktober 2015, ISSN: 2302-5158
Hasil perhitungan anava dua jalur kecil dari taraf signifikansi yang telah
yang terdapat pada tabel 1 menunjukkan ditetapkan yaitu 0,05 sehingga berdasarkan
bahwa pembelajaran dan level siswa kriteria pengujian maka H0 ditolak. Artinya
memberikan pengaruh yang signifikan peningkatan kemampuan berpikir kritis
terhadap peningkatan kemampuan berpikir matematis siswa yang memperoleh
kritis matematis siswa. Hal ini terlihat dari pembelajaran dengan pendekatan problem
nilai sig. yang diperoleh untuk pembelajaran posing lebih baik daripada siswa yang
dan level siswa yaitu 0,00 dan nilai ini lebih memperoleh pembelajaran konvensional
69
Rifaatul Mahmuzah
72