Anda di halaman 1dari 13

Nama : Gani Widansyah

Nim : F1032161023
Prodi : Pendidikan Ekonomi
Mata Kuliah : Bahan Ajar Pendidikan Nilai
Kelas : 6A PPAPK

A. Higher Order Thinking Skill (HOTS)


1. Definisi Higher Order Thingking Skill (HOTS)
Higher Order Thinking Skill (HOTS) yang dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai
kemampuan berfikir tingkat tinggi merupakan salah satu pendekatan dalam pembelajaran
dimana siswa diajarkan untuk berfikir kritis, logis, reflektif, metakognitif, dan berpikir kreatif.
Kemampuan berfikir ini akan muncul ketika individu atau siswa dihadapkan pada masalah
yang belum mereka temui sebelumnya. HOTS ini sesuai dengan Standar Isi Permen 22 Tahun
2006 yang menyatakan bahwa mata pelajaran Matematika diberikan kepada semua peserta
didik untuk membekali mereka dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis,
dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama.
Saat ini teori-teori yang berkembang tentang Higher Order Thinking Skill
lebih banyak difokuskan tentang bagaimana keterampilan ini dipelajari dan dikembangkan.
Strategi pengajaran yang tepat serta lingkungan belajar yang dapat memfasilitasi kemampuan
berfikir siswa merupakan faktor yang penting untuk tercapainya pendekatan ini. Seperti
halnya ketekunan siswa, pemantauan diri, dan berfikir terbuka serta sikap fleksibel.
Dalam berfikir tingkat tinggi, diperlukan kemampuan bernalar. Dimanakemampuan
bernalar dan berfikir kritis ini saling berhubungan. Hal ini sejalan dengan pendapat Krulik
dan Rudnick (1995: 2), bahwa penalaran mencakup berpikir dasar (basic thinking), berpikir
kritis (critical thinking), dan berpikir kreatif (creative thinking). Dua tingkat berfikir terakhir
inilah (berfikir kritis dan berfikir kreatif) yang disebut sebagai keterampilan berfikir tingkat
tinggi yang harus dikembangkan dalam pembelajaran matematika dan akan dibahas dalam
tulisan ini.
Beberapa konsep utama yang sesuai dengan pendekatan HOTS adalah mengikuti ketiga
anggapan tentang berpikir dan belajar. Yaitu:
a. Berpikir tidak bisa tidak dihubungkan dari tingkat, mereka saling tergantung satu sama
lain
b. Berfikir atau tidak berpikir dapat belajar tanpa isi pokok, hanya poin teoritis. Dalam
kehidupan nyata, siswa akan mempelajari materi pelajaran berdasarkan pada
pengalaman sekolahnya. Misalnya untuk bisa menguasai konsep kalkulus 2, mereka
harus menguasai kalkulus 1 terlebih dulu. Pengalaman pada sekolah-sekolah terdahulu
akan membantu mereka mempelajari konsep yang lebih tinggi pada tahun berikutnya.
c. HOTS meliputi berbagai cara berpikir, memproses, serta menerapkan pada situasi
gabungan dan variabel kelipatan setelahnya.
Tingkat berpikir bergantung pada hubungan real-word situation (situasi dunia nyata)
dengan variabel kelipatan penawaran ke tantangan berpikir memproses. Keberhasilan berfikir
tingkat tinggi bergantung pada kemampuan individu dalam menerapkan, merombak, dan
memperindah pengetahuan dalam konteks situasi berpikir.
Pengajaran keterampilan berfikir dilandasi dua filosofi. Pertama harus ada materi atau
pelajaran khusus tentang berfikir. Kedua, mengintegrasikan kegiatan berfikir ke dalam setiap
pembelajaran matematika. Dengan demikian, keterampilan berfikir terutama berfikir tingkat
tinggi harus dikembangkan dan menjadi bagian dari pelajaran matematika sehari-
hari. Dengan pendekatan ini, keterampilan berfikir dapat dikembangkan dengan cara
membantu siswa menjadiproblem solver yang lebih baik. Untuk itu, guru harus menyediakan
masalah (soal) yang memungkinkan siswa menggunakan keterampilan berfikir tingkat
tingginya.
2. Karakteristik HOTS
Secara umum, keterampilan berfikir terdiri atas empat tingkat, yaitu: menghafal
(recall thinking), dasar (basic thinking), kritis (critical thinking) dan kreatif (creative thinking)
(Krulik & Rudnick, 1999).
Menghafal adalah tingkat berfikir paling rendah. Keterampilan ini hampir otomatis
atau refleksif sifatnya. Contoh dari keterampilan ini adalah menghafal 3 x 4 = 12 dan 5 + 4 =
9. Mengingat alamat atau nomor HP seseorang termasuk dalam keterampilan tingkat
ini. Siswa, terutama pada kelas-kelas awal, seringkali dipaksa untuk menghafal fakta-fakta
ini.
Tingkat berfikir selanjutnya disebut sebagai keterampilan dasar. Keterampilan ini
meliputi memahami konsep-konsep seperti penjumlahan dan pengurangan, termasuk
aplikasinya dalam soal-soal. Contoh dari konsep perkalian adalah mencari harga total 12
kilogram beras bila harga perkilonya adalah Rp 6.350,00.
Berfikir kritis adalah berfikir yang memeriksa, menghubungkan, dan mengevaluasi
semua aspek situasi atau masalah. Termasuk di dalamnya mengumpulkan, mengorganisir,
mengingat, dan menganalisa informasi. Berfikir kritis termasuk kemampuan membaca
dengan pemahaman dan mengidentifikasi materi yang dibutuhkan dan tidak dibutuhkan.
Kemampuan menarik kesimpulan yang benar dari data yang diberikan dan mampu
menentukan ketidak-konsistenan dan pertentangan dalam sekelompok data merupakan bagian
dari keterampilan berfikir kritis. Dengan kata lain, berfikir kritis adalah analitis dan refleksif.
Beberapa kemampuan yang dikaitkan dengan konsep berpikir kritis, adalah
kemampuan-kemampuan untuk memahami masalah, menyeleksi informasi yang penting
untuk menyelesaikan masalah, memahami asumsi-asumsi, merumuskan dan menyeleksi
hipotesis yang relevan, serta menarik kesimpulan yang valid dan menentukan kevalidan dari
kesimpulan-kesimpulan (Dressel dan Mayhew) (Watson dan Glaser, 1980:1). Dari pendapat
para ahli seperti telah diutarakan di atas, dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis merupakan
bagian dari penalaran.
Bonnie dan Potts (2003) berpendapat bahwa terdapat beberapa kemampuan yang
terpisah yang berkaitan dengan kemampuan yang menyeluruh untuk berpikir kritis, yaitu:
menemukan analogi-analogi dan macam hubungan yang lain antara potongan-potongan
informasi, menentukan kerelevanan dan kevalidan informasi yang dapat digunakan untuk
pembentukan dan penyelesaian masalah, serta menemukan dan mengevaluasi penyelesaian
atau cara-cara lain dalam menyelesaikan masalah. Meskipun semua pendapat di atas berbeda,
namun pada hakekatnya memiliki kesamaan pada aspek mengumpulkan, mengevaluasi, dan
menggunakan informasi secara efektif.
Dengan demikian agar para siswa tidak salah pada waktu membuat keputusan dalam
kehidupannya, mereka perlu memiliki kemampuan berpikir kritis yang baik. Menurut Ruber
(Romlah, 2002: 9) dalam berpikir kritis siswa dituntut menggunakan strategi kognitif tertentu
yang tepat untuk menguji keandalan gagasan, pemecahan masalah, dan mengatasi masalah
serta kekurangannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Tapilouw (Romlah, 2002:9), bahwa
“berpikir kritis merupakan berpikir disiplin yang dikendalikan oleh kesadaran. Cara berpikir
ini merupakan cara berpikir yang terarah, terencana, mengikuti alur logis sesuai dengan fakta
yang diketahui”.
Tingkatan yang terakhir adalah berfikir kreatif yang sifatnya orisinil dan
reflektif. Hasil dari keterampilan berfikir ini adalah sesuatu yang kompleks. Kegiatan yang
dilakukan di antaranya menyatukan ide, menciptakan ide baru, dan menentukan
efektifitasnya. Berfikir kreatif meliputi juga kemampuan menarik kesimpulan yang biasanya
menelorkan hasil akhir yang baru.
3. Pertanyaan Inovatif dalam HOTS
Beberapa pertanyaan Inovatif yang dapat digunakan seorang guru untuk menumbuhkan
pola piker kritis siswa antara lain: Adakah Cara lain? (What’s another way?), Bagaimana
jika…? (What if …?), Manakah yang salah? (What’s wrong?), dan Apakah yang akan
dilakukan? (What would you do?) (Krulik & Rudnick, 1999).
Contoh pertanyaan inovatif “Adakah cara lain?”:
- Sebuah perusahaan furniture akan membuat dua jenis bangku berkaki- tiga dan berkaki-
empat. Kedua jenis bangku ini menggunakan jenis kaki yang sama. Pada suatu kesempatan
perusahaan ini mendapat pesanan 340 kaki untuk 100 buah bangku. Berapakah masing-
masing jenis bangku yang akan diproduksi?
Dengan memisalkan: x = banyak bangku berkaki-tiga
y = banyak bangku berkaki-empat
x + y = 100
3x + 4y = 340
Maka dengan berbagai cara akan diperoleh 60 bangku berkaki-tiga dan 40 bangku
berkaki-empat. Selanjutnya guru dapat pertanyaan kemungkinan cara lain untuk
mendapatkan jawaban yang sama. Karena tidak ada perubahan pada soal, pertanyaan
ini akan memotivasi siswa untuk mencari cara lain atau jawaban lain. Karena itu pula,
kegiatan ini menjadi cara yang baik untuk berlatih berfikir kritis.
Tidak seperti contoh kegiatan pertama, kegiatan berikut dilakukan setelah kondisi pada
soal diubah. Perubahan ini membuat siswa memeriksa kembali soal dan melihat apakah
pengaruh perubahan ini terhadap proses penyelesaian dan juga jawabannya. Dengan jalan ini
siswa akan menganalisa apa yang terjadi sehingga akan meningkatkan berfikir kritis
mereka. Berikut contohnya:
-
5
17
3
11
10
25
9
15
31
Yani mengambil empat kartu bilangan bernilai 31, 5, 9 dan 10. Berapakah total nilai
kartu-kartu bilangan tersebut?
Dengan proses penjumlahan sederhana diperoleh jawaban 55. Sekarang ajukan
pertanyaan: Bagaimana jika…?
Bagaimana Jika…? 1
Bagaimana jika Yani mengambil empat kartu dengan total nilai 55? Kartu bilangan
manakah yang diambilnya?
Banyak jawaban terhadap pertanyaan ini. Artinya, terdapat banyak jawaban benar. Soal
terakhir ini lebih memerlukan analisa, bukan sekedar latihan penjumlahan.
Bagaimana jika …? 2
Bagaimana jika kartu bilangan 10 dibuang? Jika Yani mengambil empat kartu dengan
total nilai 55, Kartu-kartu manakah yang diambilnya?
Soal ini membuat siswa menganalisa lebih jauh. Setelah mencoba beberapa kombinasi
siswa akan menyadari bahwa jumlah tersebut tidak mungkin diperoleh. Mengapa? Apa
penjelasan matematisnya? Jumlah dua bilangan genap selalu akan genap, sehingga tidak
mungkin diperoleh 55.
Dengan mengajukan pertanyaan Bagaimana jika …? Masalah rutin dapat diubah menjadi
suatu kegiatan yang menarik untuk member kesempatan untuk menggunakan berfikir
kritisnya.
http://yuliannaitasari.blogspot.com/2012/12/higher-orde-thinking-skill-hots.html
4. Model-Model Pembelajaran HOTS (High Order Thinking Skill)

Implementasi Kurikulum 2013 menurut Permendikbud No. 22 Tahun 2016 tentang


Standar Proses menggunakan 3 (tiga) model pembelajaran yang diharapkan dapat membentuk
perilaku saintifik, sosial serta mengembangkan rasa keingintahuan. Ketiga model tersebut
adalah:

1. Model Pembelajaran Melalui Penyingkapan/Penemuan (Discovery/Inquiry Learning),


2. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-based Learning/PBL),
3. Model Pembelajaran Berbasis Projek (Project-based Learning/PJBL)

Selain 3 model yang tercantum dalam Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016, guru juga
diperbolehkan mengembangkan pembelajaran di kelas dengan menggunakan model
pembelajaran yang lain, seperti Cooperative Learning yang mempunyai berbagai metode
seperti: Jigsaw, Numbered Head Together (NHT), Make a Match, Think-Pair-Share (TPS),
Example notExample, Picture and Picture, dan lainnya.

1. Model Discovery/Inquiry Learning


Model pembelajaran penyingkapan/penemuan (Discovery/inquiry Learning) adalah
memahami konsep, arti, dan hubungan melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada
suatu kesimpulan. Discovery terjadi bila individu terlibat terutama dalam penggunaan proses
mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip.
Discovery dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan dan
inferensi. Proses tersebut disebut cognitive process sedangkan discovery itu sendiri adalah the
mental process of assimilating concepts and principles in the mind (Robert B. Sund dalam
Malik, 2001:219).
Langkah kerja (sintak) model pembelajaran penyingkapan/penemuan adalah sebagai
berikut:
a. Sintak model Discovery Learning

1) Pemberian rangsangan (Stimulation);


2) Pernyataan/Identifikasi masalah (Problem Statement);
3) Pengumpulan data (Data Collection);
4) Pengolahan data (Data Processing);
5) Pembuktian (Verification), dan
6) Menarik simpulan/generalisasi (Generalization).
Langkah-langkah Model Discovery/Inquiry Learning
2. Model Pembelajaran Problem-based Learning (PBL)

Model pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran yang menggunakan


berbagai kemampuan berpikir dari peserta didik secara individu maupun kelompok serta
lingkungan nyata untuk mengatasi permasalahan sehingga bermakna, relevan,dan kontekstual
(Tan Onn Seng, 2000).
Tujuan PBL adalah untuk meningkatkan kemampuan dalam menerapkan konsep- konsep
pada permasalahan baru/nyata, pengintegrasian konsep Higher Order Thinking Skills
(HOT’s), keinginan dalam belajar, mengarahkan belajar diri sendiri dan keterampilan
(Norman and Schmidt).
Karakteristik yang tercakup dalam PBL menurut Tan (dalam Amir, 2009) antara lain:
1. Masalah digunakan sebagai awal pembelajaran;
2. Biasanya masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata yang disajikan secara
mengambang (ill-structured);
3. Masalah biasanya menuntut perspektif majemuk (multiple-perspective);
4. Masalah membuat pembelajar tertantang untuk mendapatkan pembelajaran di ranah
pembelajaran yang baru;
5. Sangat mengutamakan belajar mandiri;
6. Memanfaatkan sumber pengetahuan yang bervariasi, tidak dari satu sumber saja, dan
7. Pembelajarannya kolaboratif, komunikatif dan kooperatif. Karakteristik ini menuntut
peserta didik untuk dapat menggunakan kemampuan berpikir tingkat tinggi, terutama
kemampuan pemecahan masalah.

Pada PBL guru berperan sebagai guide on the side daripada sage on the stage. Hal ini
menegaskan pentingnya bantuan belajar pada tahap awal pembelajaran. Peserta didik
mengidentifikasi apa yang mereka ketahui maupun yang belum berdasarkan informasi dari
buku teks atau sumber informasi lainnya. Sintak model Problem-based Learning menurut
Arends (2012) sebagai berikut:
a. Orientasi peserta didik pada masalah
b. Mengorganisasikan peserta didik untuk belajar
c. Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok
d. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
e. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Berdasarkan sintaks tersebut, langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah yang bisa


dirancang oleh guru adalah sebagai berikut:
Kelebihan model ini menurut Akinoglu & Tandogan [2] antara lain:
a. Pembelajaran berpusat pada peserta didik;
b. Mengembangkan pengendalian diri peserta didik;
c. Memungkinkan peserta didik mempelajari peristiwa secara multidimensi dan mendalam;
d. Mengembangkan keterampilan pemecahan masalah;
e. Mendorong peserta didik mempelajari materi dan konsep baru ketika memecahkan masalah;
f. Mengembangkan kemampuan sosial dan keterampilan berkomunikasi yang memungkinkan
mereka belajar dan bekerja dalam tim;
g. Mengembangkan keterampilan berpikir ilmiah tingkat tinggi/kritis;
h. Mengintegrasikan teori dan praktek yang memungkinkan peserta didik menggabungkan
pengetahuan lama dengan pengetahuan baru;
i. Memotivasi pembelajaran;
j. Peserta didik memeroleh keterampilan mengelola waktu;
k. Pembelajaran membantu cara peserta didik untuk belajar sepanjang hayat.

3. Model Pembelajaran Project-Based Learning

Model Project-based Learning adalah model pembelajaran yang melibatkan keaktifan


peserta didik dalam memecahkan masalah, dilakukan secara berkelompok/mandiri melalui
tahapan ilmiah dengan batasan waktu tertentu yang dituangkan dalam sebuah produk untuk
selanjutnya dipresentasikan kepada orang lain.

Karakteristik PJBL antara lain:


a. Penyelesaian tugas dilakukan secara mandiri dimulai dari tahap perencanaan, penyusunan,
hingga pemaparan produk
b. Peserta didik bertanggung jawab penuh terhadap proyek yang akan dihasilkan
c. Proyek melibatkan peran teman sebaya, guru, orang tua, bahkan masyarakat
d. Melatih kemampuan berpikir kreatif
e. Situasi kelas sangat toleran dengan kekurangan dan perkembangan gagasan

Tabel: Langkah kerja (sintaks) project-based learning adalah:


Penerapan project-based learning sebagai berikut:
a. Topik/ materi yang dipelajari peserta didik merupakan topik yang bersifat kontekstual dan
mudah didesain menjadi sebuah proyek/ karya yang menarik
b. Peserta didik tidak digiring untuk menghasilkan satu proyek saja, (satu peserta didik
menghasilkan satu proyek)
c. Proyek tidak harus selesai dalam 1 pertemuan (diselesaikan 3-4 pertemuan)
d. Proyek merupakan bentuk pemecahan masalah sehingga dari pembuatan proyek bermuara
pada peningkatan hasil belajar
e. Bahan, alat, dan media yang dibutuhkan untuk membuat proyek diusahakan tersedia di
lingkungan sekitar dan diarahkan memanfaatkan bahan bekas/ sampah yang tidak terpakai
agar menjadi bernilai guna
f. Penilaian autentik menekankan kemampuan merancang, menerapkan, menemukan dan
menyampaikan produknya kepada orang lain
https://www.rijal09.com/2018/11/model-model-pembelajaran-hots-higher-order-thinking-
skill.html?m=1
5. Kemampuan Berfikir Hots Kurikulum 2013
Higher Order Thinking Skills (HOTS) adalah kemampuan kognitif (berpikir) tingkat
tinggi yang dalam taksonomi tujuan pendidikan ranah kognitif terdiri atas kemampuan analisis,
evaluasi, dan mencipta. Setiap jenjang HOTS memiliki kemampuan yang berbeda
sebagaimana yang tercantum dalam tabel berikut:
http://pinterdw.blogspot.com/2016/11/kemampuan-berfikir-hots-kurikulum-2013.html
B. Lower Order Thinking Skills (LOTS)
Kemampuan berpikir pada level tinggi dibangun dengan menguatkan terlebih dahulu dasar-dasar
berpikir yang dikelompokkan oleh Bloom sebagai kemampuan berpikir tingkat rendah (Lower
Order Thinking Skills-LOTS).
Mengingat (Remember) = Menyajikan fakta dari ingatan (mengenai fakta penting/recognizing;
memanggil/recalling/retrieving).
“Perbedaan HOTS dan LOTS peserta didik terletak pada cara berpikir peserta didik itu sendiri.
Peserta didik yang sudah mencapai HOTS sudah mampu mencapai tingkat C4, C5, dan C6,
sedangkan untuk LOTS lebih pada C1, C2, dan C3 berdasarkan taksonomi bloom yang baru”.
(Devi Adrian Nugraha M.Pd, 2014).
Taksonomi Bloom adalah Penggolongan (klasifikasi) tujuan pendidikan.Taksonomi ini pertama
kali disusun oleh Benjamin S. Bloom pada tahun 1956. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi
menjadi beberapa domain (ranah, kawasan) dan setiap domain tersebut dibagi kembali ke dalam
pembagian yang lebih rinci berdasarkan hirarkinya.
C. Skill Abad 21

 Foundational Literacies adalah kumpulan ilmu yang digunakan untuk dapat


menyelesaikan pekerjaan sehari-hari, seperti kemampuan untuk baca tulis (literacy),
kemampuan untuk mengolah angka (numeric), pengetahuan ilmuah (sciene literacy),
pengetahuan dibidang teknologi informasi (information communication
technology literacy), pemahaman terhadap budaya (cultural and civic literacy).
 Competencies adalah kumpulan ilmu yang lebih kompleks, seperti pemikiran kritis dan
penyelesaian masalah (critical thinking / problem solving), kreativitas (creativity),
komunikasi (communication) dan kolaborasi (collaboration).
 Character Qualities adalah kumpulan ilmu yang berhubungan dengan kehidupan sosial
dan lingkungan, seperti sifat keingin tahuan (curiosity), memiliki inisiatif (initiative),
ketabahan dan ketekunan (persistence), beradaptasi (adaptability), kepemimpinan
(leadership) dan keprihatinan dengan kehidupan sosial (social and cultural awareness).

https://www.finansialku.com/16-skill-yang-harus-dimiliki-jika-ingin-menjadi-orang-sukses-di-
abad-21/

Anda mungkin juga menyukai