Anda di halaman 1dari 14

1

BAB II

LANDASAN TEORETIS

A. Kajian Teori

1. Kemampuan Berpikir Kritis

a. Pengertian Berpikir Kritis

Berpikir kritis adalah proses intelektual mengkonseptualisasi,

menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi dengan

aktif dan terampil terhadap informasi yang diperoleh dari pengamatan,

pengalaman, refleksi, penalaran, atau komunikasi, dimana bertujuan

untuk memandu keyakinan dan memandu tindakan Paul & Scriven

(Santi dkk., 2018:36). Kemampuan berpikir kritis juga dapat

membantu siswa melatih individunya agar dapat mengaktualisasikan

kemampuan dirinya, menurut Liliasari menyatakan bahwa kemampuan

berpikir kritis merupakan modal intelektual yang sangat penting bagi

peserta didik. Liliasari (Santi, dkk, 2018:1).

Berpikir kritis menurut Ennis (Aulia dkk, 2019:70),

mendefinisikan berpikir kritis merupakan proses berpikir yang masuk

akal dan reflektif yang beralasan dan difokuskan pada penetapan apa

yang dipercaya atau yang dilakukan. Dengan menekankan pembuatan

keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan

Sedangkan siswa seringkali dihadapkan dengan soal-soal matematika

yang membuat mereka tidak dapat membedakan dan membandingkan

dalam penyelesaian soal-soal matematika. Sedangkan menurut

11
2

Sumarmo, pentingnya berpikir yang ditekankan kepada siswa

didukung oleh visi pendidikan matematika yang mempunyai dua arah

pengembangan, yaitu dapat memenuhi kebutuhan masa kini dan masa

mendatang (Istianah, 2013: 44).

b. Indikator Berpikir Kritis

Untuk mengetahui sejauh mana siswa dapat berpikir kritis

harus ada yang nama nya variabel untuk mengukur kemampuan

berpikir kritis siswa. Menurut Sumarmo (Prihartini, E, dkk 2016:60).

Memaparkan kemampuan berpikir kritis meliputi kemampuan untuk:

1) Menganalisis dan mengevaluasi argumen dan bukti.

2) Menyusun klasifikasi.

3) Membuat penilaian yang bernilai.

4) Menyusun penjelasan berdasarkan data yang relevan dan tidak

relevan.

5) Mengidentifikasi dan mengevaluasi asumi.

Sedangkan menurut Ennis (Yoseffin& Tri, Nova 2017:77).

Mengidentifikasi kemampuan berpikir kritis menjadi 12 indikator

yang di kelompokannya dalam lima besar aktivitas, yaitu sebagai

berikut:

1) Memberikan penjelasan sederhana (elementary clarification)

a. Memfokuskan pertanyaan

b. Menganalisis argumen

c. Bertanya dan menjawab pertanyaan klasifikasi


3

2) Membangun keterampilan dasar (basic support)

a. Mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak

b. Mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi

3) Menyimpulkan (inference)

a. Membuat Edukasi dan mempertimbangkan hasil edukasi

b. Membuat induksi dan mempertimbangkan hasil induksi

c. Membuat dan mempertimbangkan nilai keputusan

4) Membuat penjelasan lanjut (advanced clarification)

a. Mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan definisi

b. Mengidentifikasi asumsi

5) Mengatur strategi dan taktik (strategy and tactics)

a. Menentukan tindakan

b. Berinteraksi dengan orang lain

Keterampilan berpikir kritis matematika merupakan

keterampilan yang diperlukan seseorang dalam berpikir kritis maka

dari itu peneliti memilih untuk mengukur kemampuan berpikir siswa

dengan indikator yang dikemukakan oleh para ahli, peneliti memilih

dan memodifikasi pendapat dan berdasarkan pendapat para ahli di atas

peneliti menyimpulkan indikator berpikir kritis yaitu:

1) Memberikan penjelasan sederhana (elementary clarification),

dalam menyelesaikan soal matematika siswa harus memberikan

penjelasan atau uraian diketahui dari soal SPLDV


4

2) Mengatur strategi dan taktik (strategy and tactics), dalam

keterampilan siswa dalam memecahkan masalah siswa dapat

memilih langkah yang tepat, menerapkan prosedur (oprasi

hitung), dan urutan penyelesaian runtut sesuai dengan pemecahan

soal SPLDV .

3) Menyimpulkan (inference), dengan penarikan kesimpulan atau

jawaban soal siswa harus didasarkan pada langkah-langkah yang

benar dengan jawaban soal.

Dari indikator tersebut cukup untuk membantu meningkatkan

kemampuan berpikir kritis siswa MTs dengan materi SPLDV yang

dapat membuat mereka berpikir untuk menyelesaikan soal esay atau

uraian dan dapat membuktikan penyelesaian soal matematika materi

SPLDV .

Dari indikator diatas itu pun cocok dengan model yang akan

diterapkan oleh peneliti yaitu Model Problem Based Learning (PBL)

dimana siswa dapat mengembangkan potensi dirinya bekerjasama

dalam memahami materi SPLDV dan menyelesaikan pembuktian

terhadap soal-soal matematika SPLDV .

Dengan demikian siswa pun berinteraksi dan bekerjasama

dengan orang lain atau teman sebayanya untuk bersama-sama

mempelajari materi SPLDV dengan kolaboratif kelompok kecil.


5

2. Model Problem Based Learning (PBL)

a. Pengertian Model Problem Based Learning (PBL)

Model Problem Based Learning (PBL), atau disebut dengan

Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM).menurut Duch (Shoimin, A,

2014:130). Adalah model pengajaran yang bercirikan adanya

permasalahan nyata sebagai konteks untuk para peserta didik belajar

berpikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah serta

memperoleh pengetahuan. Sedangkan menurut Finkle dan Torp

Shoimin, A, 2014:130). Menyatakan bahwa PBM merupakan

pengembangan kurikulum dan sistem pengajaran yang

mengembangkan secara simultan strategi pemecahan masalah dan

dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan dengan menepatkan para

peserta didik dalam peran aktif sebagai pemecah permasalahan sehari-

hari yang tidak terstruktur dengan baik.Bedasarkan pengertian para

ahli peneliti menyimpulkan bahwa Problem Based Learning (PBL)

adalah pembelajaran dengan adanya suatu permasalahan yang harus

diselesaiakan secara kritis dan terampil dalam menyelesaikan

masalah.

Menurut (Shoimin, A 2014:130). Problem Based Learning

(PBL) atau Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM). Sedangkan

Menurut Arends (Devi, D, S, 2012:12) PBL merupakan model

pembelajaran yang menyuguhkan berbagai situasi bermasalah yang

autentik dan bermakna kepada peserta didik untuk mengembangkan


6

keterampilan berpikir kritis dan keterampilan menyelesaikan

masalah.Berdasarkan pengertian diatas berarti Model pembelajaran

Problem Based Learning (PBL) dalam pembelajaran ini siswa

diberikan suatu permasalahan untuk menyelesaikan satu persoalan

atau permasalahan dan dapat mengembangkan kemampuan berpikir

kritis.

b. Karakteristik Problem Based Learning (PBL)

Berdasarkan teori yang dikembangkan Barrow, Min Liu (Shoimin,

A, 2014:130). menjelaskan karakteristik dari PBM, yaitu:

1).Learning is student-centered

Proses pembelajaran dalam PBL lebih menitik beratkan kepada

siswa sebagai orang belajar. Oleh karena itu, PBL didukung

juga oleh teori konstuktivisme dimana siswa di dorong untuk

dapat mengembangkan pengetahuan sendiri.

2). Authentic problem from the organizing focus for learning

Masalah yang disajikan kepada siswa adalah masalah yang

otentik sehingga siswa mampu dengan mudah memahami

masalah tersebut serta dapat menerapkannya dalam kehidupan

profesionalnya nanti.

3). New information is acquired through self-directed learning

Dalam proses pemecahan masalah mungkin saja siswa belum

mengetahui dan memahami semua pengetahuan prasyaratnya


7

sehingga siswa berusaha untuk mencari sendriri melalui

sumbernya, baik dari buku atau informasi lainnya.

4). Learning occurs in small groups

Agar terjadi interaksi ilmiah dan tukar pemikiran dalam usaha

membangun pengetahuan secara kolaboratif, PBM

dilaksanakan dalam kelompok kecil.Kelompok yang dibuat

menuntut pembagian tugas yang jelas dan penetapan tujuan

yang jelas.

5). Teachers act facilitatiors

Pada pelaksanaan PBM, guru hanya berperan sebagai

fasilitator. Meskipun begitu guru harus selalu memantau

perkembangan aktivitas siswa dan mendorong mereka agar

mencapai target yang hendak dicapai.

c. Langkah-langkah Model Problem Based Learning (PBL)

Menurut (Shoimin, A 2014:131). Menjelaskan lima langkah dalam

pembelajaran Problem Based Learning (PBL), sebagai berikut :

1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang

dibutuhkan. Memotivasi siswa dalam aktivitas pemecahan masalah

yang dipilih.

2. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan

tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut

(menetapkan topik, tugas, jadwal, dll).


8

3. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang

sesuai, eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan

masalah, pengumpulan data, hipotesis, dan pemecahan masalah.

4. Guru membantu siswa dalam merencanakan serta menyiapkan

karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi

tugas dengan temannya.

5. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi

terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka

gunakan.

Adapun langkah-langkah model Problem Based Learning

(PBL) Menurut Arends (Devi, D, S 2012:17-18). Dengan tabel

yaitu :

Tabel 2.1
Langkah-langkah Model Problem Based Learning (PBL)
fase Kegiatan
Fase 1 : Memberikan orientasi Guru membahas tujuan pelajaran,
tentang permasalahan kepada mendeskripsikan berbagai
peserta didik kebutuhan logistik penting, dan
memotivasi peserta didik untuk
terlibat dalam kegiatan mengatasi
masalah.
Fase 2 : mengorganisasikan Guru membantu peserta didik
peserta didik untuk meneliti untuk mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas-tugas
belajar yang terkait dengan
permasalahannya.
9

Fase 3 : membantu investigasi Guru mendorong peserta didik


mandiri dan kelompok untuk mendapatkan informasi
yang tepat, melaksanakan
eksperimen, dan mencari
penjelasan dan solusi.
Fase 4 : mengembangkan dan Guru membantu peserta didik
mempresentasikan hasil karya dalam merencanakan dan
dan memamerkan menyiapkan hasil karya yang
tepat, seperti laporan, rekaman
video, dan model-model, dan
membantu mereka untuk
menyampaikan kepada orang lain.
Fase 5 : menganalisis dan Guru membantu peserta didik
mengevaluasi proses mengatasi untuk melakukan refleksi terhadap
masalah penyelidikannya dan proses-proses
yang mereka gunakan.
Arends (Devi, D, S 2012:17-18).

d. Kelebihan Model Problem Based Learning (PBL) (PBL)

Menurut (Shoimin, A 2014:132). Kelebihan model Problem

Based Learning (PBL) ini adalah sebagai berikut:

1) Siswa didorong untuk memiliki kemampuan memecahkan

masalah dalam situasi nyata.

2) Siswa memiliki kemampuan membangun pengetahuannya

sendiri melalui aktivitas belajar.

3) Pembelajaran berfokus pada masalah sehingga materi yang tidak

ada hubungannya tidak perlu dipelajari oleh siswa. Hal ini


10

mengurangi beban siswa dengan menghafal atau menyimpan

informasi.

4) Terjadi aktivitas ilmiah pada siswa melalui kerja kelompok.

5) Siswa terbiasa menggunakan sumber-sumber pengetahuannya,

baik dari perpustakaan, internet, wawancara, dan observasi.

6) Siswa memiliki kemampuan menilai kemajuan belajarnya

sendiri.

7) Siswa memiliki kemampuan untuk melakukan komunikasi

ilmiah dalam kegiatan diskusi atau persentasi hasil pekerjaan

mereka.

8) Kesulitan belajar siswa secara individual dapat diatasi melalui

kerja kelompok dalam bentuk peer teaching.

e. Kekurangan Problem Based Learning (PBL)

Menurut (Shoimin, A 2014:132). Kekurangan model

Problem Based Learning (PBL) ini adalah sebagai berikut:

1) PBM tidak dapat diterapkan untuk setiap materi pelajaran ada

bagian guru berperan aktif dalam menyajikan materi. PBM lebih

cocok untuk pembelajaran yang menuntut kemampuan tertentu

yang kaitannya dengan pemecahan masalah.

2) Dalam suatu kelas yang memiliki tingkat keragaman siswa yang

tinggi akan terjadi kesulitan dalam pembagian tugas.


11

B. Penelitian Relevan

Berdasarkan kajian pustaka yang dilakukan, terdapat penelitian yang

relevan dengan penelitian ini.

1. Peneliatia yang dilakukan oleh Mahasiswa Rini Sri, P, dkk (2019). Dari

STKIP PGRI Sumber Padang yang berjudul “Pengaruh Penerapan Model

Problem Based Learning (PBL) Terhadap Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematika Siswa”. Berdasarkan analisis data secara

keseluruhan, model PBL dapat membuat kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa lebih baik. Terlebih lagi untuk siswa yang termasuk

kedalam kategori KAM tinggi. Ini terlihat dari ukuran pemusatan dimana

rata-rata untuk siswa pada kategori sedang 52,86 dengan simpangan baku

11,31 sehingga disimpulkan bahwa model dapat memberikan pengruh

terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa.

2. Selain itu penelitian yang dilakukan Mahasiswa Universitas Islam Negeri

yang bernama Dian Handayani (2017). Yang berjudul “Pengaruh Model

Problem Based Learning (PBL) Terhadap Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematis Siswa di Kelas VIII MTs.S AL-Washliyah Tahun

2016/2017”. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat

pengaruh model Problem Based Learning (PBL) terhadap kemampuan

pemecahan masalah siswa pada materi lingkaran di Kelas VIII MTs.S AL-

Washliyah pada tahun Ajaran 2016/2017.

3. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Mahasiswa FTIK Institut

Agama Islam Negeri Ambon, dan Universitas PGRI Yogyakarta, yang


12

bernama Eko Wahyunanto Prihono, dan Fitriatun Khasanah (2020). Yang

berjudul “Pengaruh Model Problem Based Learning (PBL) Terhadap

Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas VIII SMP”. Hasil

perhitungan hipotesis uji-t diperoleh nilai signifikan sebesar 2,1540>

1,9989 atau thitung > ttabel, maka dapat disimpulkan model Problem Based

Learning (PBL) berpengaruh baik apabila dibandingkan model

pembelajaran konvensional terhadap kemampuan berpikir kritis matematis

siswa.

C. Kerangka Berpikir

Pemilihan model pembelajaran menjadi salah satu komponen penting

dalam pendidikan dengan pemilihan model pembelajaran yang tepat dapat

membuat pembelajaran di kelas lebih aktif dan kreatif. Salah satu suksesnya

pembelajaran di kelas dengan adanya guru memberikan model pembelajaran

yang baik akan menentukan hasil belajar siswa terhadap konsep belajar yang

baik. Adapun pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir

kritis siswa perlu penerapan model yang sesuai dengan kemampuan berpikir

kritis siswa salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan

kemampuan berpikir kritis siswa yaitu Model Problem Based Learning (PBL)

yang dapat membantu meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.

Jadi sangatlah teapat dengan model Problem Based Learning (PBL)

ini dengan materi SPLDV , karena dengan materi SPLDV ini dan

menggunakan model Problem Based Learning (PBL) dapat menyelesaikan

permasalahan-permasalahan pembelajaran dan mengkongkritkan materi yang


13

bersifat abstrak. Selain itu siswa dapat menyelesaikan satu problem atau

masalah yang dapat membuat mereka meningkatkan kemampuan berpikir

kritisnya, disini guru hanya sebagai fasilitator dan motivator dalam

pembelajaran. Model Problem Based Learning (PBL) dalam pembelajaran ini

siswa diberikan suatu masalah dan bekerjasama dengan temannya untuk

menyelesaikan satu persoalan atau permasalahan secara kelompok maupun

individu tetapi mereka ditekankan menyelesaikan masalah dengan

carabertukar pikiran dalam usaha membangun pengetahuan secara

kolaboratif, PBL ini dilaksanakan dalam kelompok kecil.

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan dugaan atau jawaban sementara terhadap

permasalahan yang diajukan.Adapun hipotesis yang utama adalah membuka

kemungkinan untuk menguji kebenaran teori, maka karena itu segala

pernyataan berdasarkan suatu teori dalam bentuk yang dapat diuji validitasnya

disebut hipotesis.Berdasarkan uraian diatas, hipotesis dalam penelitian ini

adalah : “terdapat pengaruh positif model pembelajaran Problem Based

Learning (PBL) terhadap kemampuan berpikir kritis pada siswa kelas VIII

MTs.S Daar El-Ulum kecamatan Saketi kabupaten Pandeglang”.

Adapun hipotesis statistiknya adalah sebagai berikut:

H O : µ1 ≤ µ2

H 1 : µ1 ≥ µ2

Keterangan :

HO = Tidak terdapat pengarnh penerapan model Problem Based


14

Learning terhadap kemampuan berpikir kritis siswa

H 1= Terdapat pengarnh penerapan model Problem Based Learning (PBL)


terhadap
kemampuan berpikir kritis siswa

µ1 = Rata-rata data gain kemampuan berpikir kritis siswa dengan model


Problem Based Learning (PBL)

µ2 = Rata-rata dan gain kemamuan berpikir kritis siswa dengan model


konvensioanal

Anda mungkin juga menyukai