Anda di halaman 1dari 7

Hakikat Masalah dalam SPBM

Antara strategi pembelajaran inkuiri (SPI) dan strategi pembelajaran berbasis masalah
(SPBM) memiliki perbedaan. Perbedaan tersebut terletak pada jenis masalah serta tujuan
yang ingin di capai.
Berbeda dengan SPI, masalah dalam SPBM adalah masalah yang bersifat terbuka.
Artinya jawaban dari masalah tersebut belum pasti. Setiap siswa bahkan guru dapat
mengembangkan kemungkinan jawaban. Denagn demikian, SPBM memberikan kesempatan
kepada siswa untuk berekplorasi mengumpulkan dan menganalisis data secar lengkap untuk
memecahkan masalah yang dihadapi. Tujuan yang ingin dicapai oleh SPBM adalah
kemampuan siswa untuk berpikir kritis, analitis, sistematis dan logis untuk menemukan
alternatif pemecahan masalah melalui eksplorasi data secara empiris dalam rangka
menumbuhkan sikap ilmiah.
Hakikat masalah dalam SPBM adalah gap atau kesenjangan antara situasi nyata dan
kondisi yang diharapkan, atau antar kenyataan yang terjadi dengan apa yang diharapkan.
Kesenjangan tersebut bisa dirasakan dari adanya keresahan, keluhan dan kerisauan atau
kecemasan. Oleh karena itu, maka materi pelajaran atau topik tidak terbatas pada materi
pelajaran yang bersumber dari buku saja, akan tetapi juga dapat juga bersumber dari
peristiwa-peristiwa tertentu sesuai denagn kurikulum yang berlaku. Dibawah ini diberikan
kriteria pemilihan bahan pelajaran SPBM.
1. Bahan pelajaran harus mengandung isu-isu yang mengandung konflik (conflict issue) yang
bisa bersumber dari berita, rekaman video, dan yang lainnya.
2. Bahan yang dipilih adalah bahan yang bersifat familiar (akrab) dengan siswa, sehingga setiap
siswa dapat mengikutinya dengan baik.
3. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang berhubungan dengan kepentingan orang banyak
(universal), sehingga terasa manfaatnya.
4. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang mendukung tujuan atau kompetensi yang harus
dimiliki oleh siswa sesuai dengan kurikulum berlaku.
5. Bahan yang dipilih sesuai dengan minat siswa sehingga setiap siswa merasa perlu untuk
mempelajarinya.
C. Pendekatan Belajar Berbasis Masalah
Belajar Berbasis masalah adalah salah satu bentuk pembelajaran ynag berlandaskan
para paradiqma konstruktivisme, yang berorientasi pada proses belajar siswa(studentcenterned-learning). PBL (problem Based Learning) merupakan model pembelajaran yang
sangat popular dalam dunia kedokteran sejak 1970-an. PBL berfokus pada penyajian suatu
permasalahan (nyata atau simulasi) kepada siswa, kemudian siswa dimintai mencari
pemecahannya melalui serangkaian penelitian dan investigasi berdasarkan teori, konsep,
prinsip yang dipeljarinya dari berbagai bidang ilmu (multiple perspective). Permasalahan
menjadi focus, stimulus, dan pemandu proses belajar. Sementara, guru menjadi fasilitator dan
pembimbing. PBL mempuanyai banyak variasi, diantaranya terdapat 5 bentuk belajar
berbasis masalah, yaitu:

1. Permasalahan sebagai pemandu: masalah menjadi acuan kongkret yang harus menjadi
perhatian pemelajar. Bacaan diberikan sejalan dengan masalah. Masalah menjadi kerangka
berfikir pemelajar dalam mengerjakan tugas.
2. Permasalahan sebagai kesatuan dan alat evaluasi: masalah disajikan setelah tugas-tugas
dan penjelasan diberikan. Tujuannya diberikan kesempatan bagi pemelajar untuk menerapkan
pengetahuannya untuk memecahkan masalah.
3. Permasalahan sebagai contoh: masalah dijadikan contoh dan bagian dari bahan belajar.
Masalah digunakan untuk menggambarkan teori, konsep dan prinsip dan dibahas antara
pemelajar dan guru.
4. Permasalahan sebagai fasilitasi proses belajar: masalah dijadikan alat untuk melatih
pemelajar bernalar dan berfikir kritis.
5. Permasalahan sebagai stimulus belajar: masalah merangsang pemelajar untuk
mengembangkan keterampilan mengumpulkan dan menganalisis data yang berkaitan dengan
masalah dan keterampilan metakognitif.
Definisi pendekatan belajar berbasis masalah adalah suatu lingkungan belajar di mana
masalah mengendalikan proses belajar mengajar. Hal ini berarti sebelum pelajar belajar,
mereka diberikan umpan berupa masalah. Masalah diajukan agar pelajar mengetahui bahwa
mereka memecahkan masalah tersebut.
Pendekatan ini juga mencakup keduanya itu yaitu sebagai sebuah kurikulum dan
sebuah proses. Kurikulum pemelajaran berbasis masalah terdiri atas masalah-masalah yang
dirancang dan dipilih dengan teliti, yang menuntut kemahiran pembelajar dalamcritical
knowledge, problem solving proficiency, self-directed learning strategis dan team
participation skills. Dalam prosenya, pendekatan belajar berbasis masalah ini meniru
pendekatan system yang biasa digunakan untuk memecahkan masalah atau menemukan
tantangan-tantangan yang dihadapi dalam hidup dan karir (Borrows dan Kelson). Para ahli
lainnya mengemukakan bahwa, pendekatan berbasis masalah adalah suatu pendekatan untuk
membentk struktur kurikulum yang melibatkan pelajar menghadapi masalah dengan latihan
yang memberikan stimulus untuk belajar (Boud dan Feletti). Pendekatan ini juga merupakan
suatu pengajaran yang menantang pelajar untuk learn to learn, bekerjasama dalam
sebuah group untuk mencari solusi dari masalah-masalah yang nyata didunia ini. Masalahmasalah ini digunakan untuk menarik rasa keingintahuan pelajar dan menginisiasikan pokokpokok perkara. Metode ini mempersiapkan pelajar untuk berfikir kritis dan analitis, serta
untuk menemukan san menggunakan sumber-sumber belajar.
Terdapat sejumlah tujuan dari problem based learning ini. Berdasarkan Barrows,
Tamblyn (1980) dan Engel (1977), problem based learning dapat meningkatkan kedisiplinan
dan kesuksesan dalam hal (1) adaptasi dan partisipasi dalam suatu perubahan, (2) aplikasi
dari pemecahan masalah dalm situasi yang baru atau yang akan dating, (3) pemikiran yang
kreatif dan kritis, (4) adopsi data holistic untuk masalah-masalah dan situasi-situasi, (5)
apresiasi dari beagam cara pandang, (6) kolaborasi tim yang sukses, (7) identifikasi dalam
mempelajari kelemahan dan kekuatan, (8) kemajuan mengarahkan diri sendiri, (9)
kemampuan komunikasi yang efektif, (10) uraian dasar-dasar atau argumentasi pengetahuan,

(11) kemampuan dalam kepemimpinan, dan (12) pemanfaatan sumber-sumber yang


bervariasi dan relevan.[4]
D. Tahapan- tahapan SPBM
Banyak ahli yang menjelaskan bentuk penerapan SPBM. John Dewey seorang 6
langkah SPBM yang kemudian dia namakan metode pemecahan masalah (problem solving),
yaitu :
a. Merumuskan masalah yaitu langkah siswa menentukan masalah yang akan dipecahkan.
b. Menganalisis masalah, yaitu langkah siswa meninjau masalah secar kritis dari berbagai
sudut pandang.
c. Merumuskan hipotesis yaitu langkah siswa merumuskan berbagai kemungkinan pemecahan
sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.
d. Mengumpulkan data, yaitu langkah siswa mencari dan menggambarkan informasi yang
diperlukan untuk pemecahan masalah.
e. Pengujian hipotesis, yaitu langkah siswa mengambil atau merumuskan kesimpulan sesuai
dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan.
f. Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah yang dapat dilakukan sesuia rumusan hasil
pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.
Sesuai dengan tujuan SPBM adalah untuk menumbuhkan sikap ilmiah, dari beberapa
bentuk SPBM yang dikemukakan para ahli, maka secara umum SPBM bisa dilakukan dengan
langkah-langkah :
1. Menyadari Masalah
Implemanatsi SPBM adalah harus dimulai dengan kesadaran adanya masalah yang harus
di pecakan. Pada tahapan ini guru membimbing siswa pada kesadaran adanya kesenjanagn
atau gap yang dirasakan oleh manusia atau lingkungan sosial. Kemampuan yang harus
dicapai oleh siswa pada tahapan ini adalah siswa dapat menentukan atau menangkap
kesenjangan yang terjadi dari berbagai fenomena yang ada. Mungkin pada tahap ini siswa
dapat menemukan lebih dari satu, akan tetapi guru dapat mendorong siswa agar menentukan
satu atau dua kesenjangan yang pantas untuk dikaji baik melalui kelompok kecil atau bahkan
individual.
2. Merumuskan Masalah
Bahan pelajaran dalam bentuk topik yang dapat dicari dari kesenjangan, slanjutnya
difokuskan pada masalah apa yang pantas untuk dikaji. Rumusan masalah sangat penting,
sebab selanjutnya akan berhubungan dengan kejelasan dan kesamaan persepsi tentang
masalah dan berkaitan dengan data-data apa yang harus dikumpulkan untuk
menyelesaikannya. Kemampuan yang diharapkan dari siswa dalam langkah ini adalah siswa
dapat menentukan prioritas masalah. Siswa dapat memanfaatkan pengetahuanya untuk
mengkaji, memerinci, dan menganalisis masalah sehingga pada akhirnya muncul rumusan
masalah yang jelas, spesifik, dan dapat dipecahkan.
3. Merumuskan Hipotesis

Sebagai proses berpikir ilmiah yang merupakan perpaduan dari berpikir deduktif dan
induktif, maka merumuskan hipotesis merupakan langkah penting yang tidak boleh
ditinggalkan.
4. Mengumpulkan Data
Yaitu sebagai proses berpikir empiris, keberadaan data dalam proses berpikir ilmiah
merupakan hal yang sangat penting. Sebab, menentukan cara menyelesaikan masalah sesuai
dengan hipotesis yang diajukan harus diajukan sesuai dengan data yang ada. Kemampuan
yang diharapkan pada tahap ini adalah kecakapan siswa untuk mengumpulkan dan memilah
data, kemudian memetakan dan menyajikan dalam berbagai tampilan sehingga mudah
dipahami.
5. Menguji hipotesis
Berdasarkan data yang dikumplkan, akhirnya siswa mengumpulkan hipotesis mana yang
diterima dan mana yang ditolak kemampuan yang diharapkan dari siswa dalam tahapan ini
adalah kecakapan menelaah data dan sekaligus membahasnya untuk melihat hubungannya
dengan masalah yang dikaji. Disamping itu, diharapkan siswa dapat mengambil keputusan
dan mengambil kesimpulan.
6. Menentukan pilihan penyelesaian
Merupakan akhir dari proses SPBM. Kemampuan diharapkan dari tahapan ini adalah
kecakapan memilih alternatif penyelesaian yang memungkinkan dapat dilakukan serta dapat
memperhitungkan kemungkinan yang akan terjadi sehubungan dengan alternatif yang
dipilihnya, termasuk memperhitungkan akibat yang akan terjadi pada pilihannya.
E. Keunggulan dan kelemahan SPBM
1. Keunggulan
Sebagai suatu strategi pembelajaran, SPBM memiliki beberapa keunggulan
diantaranya.
1. Pemecahan masalah (problem solving) merupaka teknik yang cukup bagus untuk lebih
memahami isi pelajaran.
2. Pemecahan masalah (problem solving) dapat menantang kemampuan siswa serta dapat
memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa.
3. Pemecahan masalah (roblem solving) dapat meningkatkan aktifitas pembelajaran siswa.
4. Pemecahan masalah (problem solving) dapat membantu siswa bagaiman mentransfer
pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan masalah.
5. Pemecahan masalah (problem solving) dapat membantu siswa untuk mengembangkan
pengetahuan barunya dan bertanggungjawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.
Disamping itu, pemecahan masalah itu juga dapat mendorong untuk melakukan evaluasi
sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya.
6. Melalui pemecahan masalah (problem solving) bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa
setiap mata pelajaran (matematika,ipa, sejarah dan lain sebagainya) pada dasarnya merupakan
cara berfikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari
guru atau dari buku-buku saja.

7. Pemeccahan masalah (problem solving) dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa.
8. Pemecahan masalah(problem solving) dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk
berfikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan
pengetahuan baru.
9. Pemecahan masalah (problem solving) dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk
mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
10. Pemecahan masalah (problem solving) dapat mengembangkan minat siswa untuk secara
terus menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah bkhir.
2. Kelemahan
Disamping keunggulan, SPBM juga memiliki kelemahan, diantaranya:
1. Mana kala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah
yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba.
2. Keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem solving membutuhkan cukup waktu
untuk persiapan.
3. Tanpa pemahaman maka mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang
dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.[5]
F. Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Problem-Based Intruction (PBI) memusatkan pada masalah kehidupannya yang
bermakna bagi siswa, peran guru menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan
memfasilitasi penyelidikan dan dialog.
Beberapa tahapan yang perlu guru lalui dalam pembelajaran berbasis masalah adalah :
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang dibutuhkan. Memotivasi
siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah tersebut ( menetapkan topik,tugas jadwal, dan lain-lain).
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan
eksperimen untukmendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah,pengumpulan data,
hipotesis, pemcahan masalah.
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti
laporan dan membantu mereka berbagi tugas denagn temannya.
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka
dan proses-proses yang mereka gunakan.
G. Tujuan dan langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah
Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) bertujuan membantu siswa
mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan pemecahan masalah, belajar
peranan orang dewasa yang otentik dan menjadi pelajar yang mandiri.
1. Ciri-ciri utama pembelajaran berbasis masalah meliputi :
Menurut Arends, berbagai pengembangan pengajaran berdasarkan masalah telah
memberikan model pengajaran itu memiliki karakteristik sebagai berikut:
a) Pengajuan pertanyaan atau masalah. Bukannya mengorganisasikan di sekitar prinsip-prinsip
atau keterampilan akademik tertentu, pembelajaran berbasis masalah mengorganisasikan

pengajaran disekitar pertanyaan dan masalah yang dua-duanya secara sosial penting dan
secara pribadi bermakna untuk siswa.
b) Berfokus pada keterkaitan antar disiplin. Meskipun pembelajaran berbasis masalah ungkin
berpusat pada mata pelajaran tertentu (IPA, matematika , ilmu-ilmu sosial), masalah yang
akan diselidiki telah dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya, siswa meninjau
masalah itu dari banyak mata pelajaran.
c) Penyelidikan autentik. Pembelajaran berbasis masalah mengharuskan siswa melakukan
penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka
harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, dan membuat
ramalan, mengumpul dan menganalisa informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan),
membuat inferensi, dan merumuskan kesimpulan. Sudah barang tentu, metode penyelidikan
yang digunakan, bergantung kepada masalah yang sedang dipelajari.
d) Menghasilkan produk dan memamerkannya. Pembelajaran berbasis masalah menuntut siswa
untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artifak dan peragaan yang
menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan.
e) Kolaborasi. Pembelajaran berbasis masalah dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu
dengan yang lainnya, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerja
sama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks
dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan
keterampilan sosial dan keterampilan berpikir.
H. Manfaat Pembelajaran Berbasis Masalah
Pembelajaran berbasis masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan
informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Pembelajaran berbasis masalah dikembangkan
untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan
keterampilan intelektual;belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan meeka dalam
pengalaman nyata atau simulasi dan menjadi pebelajar yang otonom dan mandiri.
Menurut sudjana, manfaat khusus yang diperoleh dari metode dewey adalah metode
pemecahan masalah. Tugas guru adalah membantu para siswa merumuskan tugas-tugas, dan
bukan menyajikan tugas-tugas pelajaran. Objek pelajaran tidak dipelajari dari buku, tetapi
masalah yang ada disekitarnya.
I. Langkah-langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Menurut Boud dan Felleti pembelajaran berbasis masalah (problem based learning)
adalah suatu pendekatan untuk membelajarkan siswa untuk mengembangkan keterampilan
berpikir dan keterampilan memecahkan masalah, belajar peranan orang dewasa yang otentik
serta menjadi pelajar yang mandiri. Pembelajaran berbasis masalah tidak di rancang untuk
membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa, akan tetapi
pembelajaran berbasis masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan
kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektualnya, belajar berbagai
peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi dan
menjadi pembelajaran yan mandiri.
1. Pelaksanaan pembelajaran berbasis masalah

a) Tugas perencanaan. Pembelajaran berbasis masalah memerlukan banyak perencanaan seperti


halnya model-model pembelajaran yang berpusat pada siswa lainnya.
b) Penetapan tujuan. Pertama mendeskripsikan bagaimana pembelajaran berbasis masalah
direncanakan untuk membantu tercapainya tujuan-tujuan tertentu misalnya keterampilan
menyelidiki, memahami peran orang dewasa dan membantu siswa menjadi pebelajar yang
mandiri.
c) Merancang situasi masalah. Dalam pembelajaran berbasis masalah guru memberikan
kebebasan siswa untuk memilih masalah yang akan diselidiki, karena cara ini meningkatkan
motivasi siswa. Masalah sebaiknya otentik, mengandung teka-teki dan tidak terdefinisikan
secara ketat, memungkinkan kerja sama, bermakna dan konsisten dengan tujuan kurikulum.
d) Organisasi sumber daya dan rencana logistik. Dalam pembelajaran berbasis masalah guru
mengorganisasikan sumber daya dan merencanakan keperluan untuk keperluan penyelidikan
siswa karena dalam model pembelajaran ini dimungkinkan siswa bekerja dengan beragam
material dan peralatan, pelaksanaan dapat dilakukan didalam maupun di luar kelas.
2. Tugas interaktif
a) Orientasi siswa pada masalah. Siswa perlu memeahami bahwa pemeblajaran berbasis
masalah adalah kegiatan penyeidikan terhadap masalah-masalah yang penting dan untuk
menjadi pelajar yang mandiri. Oleh karena itu cara yang baik dalam menyajikan masalah
adalah dengan menggunakan kejadian-kejadian yang mencengangkan dan menimbulkan
misteri sehingga merangsang untuk memecahkan masalah tersebut.
b) Mengorganisasikan siswa untuk belajar. Dalam pembelajarn berbasis masalah siswa
memerlukan bantuan guru untuk merencanakan penyelidikan dan tugas-tugas pelaporan.
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok belajar kooperatif juga berlaku untuk
mengorganisasikan siswa kedalam kelompok pembelajaran berbasis masalah.
c) Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok. (1) guru membantu siswa dalam
pegumpulan informasi dari berbagai sumber, siswa diberi pertanyaan dan membuat siswa
memikirkan masalah dan jenis informasi yang dibutuhkan untuk pemecahan masalah
sehingga siswa diajarkan menjadi penyelidik yang katif dan dapat menggunakan metode yang
sesuai untuk memecahkan masalah tersebut. (2) guru mendorong pertukaran ide secara bebas
dan penerimaan sepenuhnya ide-ide tersebut. (3) puncak kegiatan pembelajaran berbasis
masalah adalah penciptaan dan peragaan seperti poster, videotape dan lain sebagainya.
3. Analisis dalam evaluasi proses pemecahan masalah.
Tugas guru pada tahp akhir pembelajaran berbasis masalah adalah membantu siswa
menganalisis dan mengevaluasi proses berpikir mereka sendiri dan keterampilan
penyelidikan yang mereka gunakan.[6]

Anda mungkin juga menyukai