Anda di halaman 1dari 15

KETRAMPILAN BERFIKIR KRITIS

Oleh
MUHAMMAD SYAHRU AHMAD (19070795028)
AYU WIKA NURTIKASARI (19070795029)

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SAINS
2019
PENDAHULUAN

Berpikir merupakan salah satu aktivitas mental manusia untuk membantu


memecahkan masalah, membuat keputusan, atau memenuhi rasa keingintahuan. Kemampuan
berpikir terbagi dua, yaitu : kemampuan berpikir dasar dan kemampuan berpikir tingkat
tinggi. Kemampuan berpikir dasar hanya menggunakan kemampuan terbatas pada hal-hal
rutin dan bersifat mekanis, misalnya menghafal. Sedangkan, kemampuan tingkat tinggi
digunakan apabila seseorang menerima informasi baru dan menyimpannya untuk kemudian
digunakan kembali untuk keperluan pemecahan masalah berdasarkan situasi.
Secara umum, keterampilan berpikir terdiri atas empat tingkat, yaitu : menghafal,
dasar, kreatif, dan kritis. Tingkat paling rendah adalah keterampilan menghafal yang terdiri
atas keterampilan yang hampir otomatis. Selanjutnya, adalah keterampilan dasar.
Selanjutnya, berfikir kreatif sifatnya orisinil. Kegiatan yang dilakukan di antaranya
menyatukan ide dan menciptakan ide baru.
Berpikir kritis adalah berpikir yang menghubungkan dan mengevaluasi semua aspek
dari suatu masalah. Berpikir kritis termasuk kedalam kemampuan membaca dengan
pemahaman dan mengindentifikasi materi yang dibutuhkan atau tidak dibutuhkan. Dua
tingkatan berfikir terakhir inilah (berpikir kreatif dan berpikir kritis) yang disebut
keterampilan tingkat tinggi.
Menurut Paul & Elder (2005), berpikir kritis merupakan cara bagi seseorang untuk
meningkatkan kualitas dari hasil pemikiran menggunakan teknik sistemasi cara berpikir dan
menghasilkan daya pikir intelektual dalam ide-ide yang digagas.Seseorang yang berpikir
secara kritis akan dapat menjawab permasalahan-permasalahan yang penting dengan baik.
Dia akan berpikir secara jelas dan tepat. Selain itu, dapat menggunakan ide yang abstrak
untuk bisa membuat model penyelesaian masalah secara efektif.
Beberapa kriteria yang dapat kita jadikan standar dalam proses berpikir kritis ini
adalah kejelasan (clarity), tingkat akurasi (accuracy), tingkat kepresisian (precision)
relevansi (relevance), logika berpikir yang digunakan (logic), keluasan sudut pandang
(breadth), kedalaman berpikir (depth), kejujuran (honesty), kelengkapan informasi
(information) dan bagaimana implikasi dari solusi yang kita kemukakan (implication).
A. Pengertian Berfikir Kritis
Proses belajar diperlukan untuk meningkatkan pemahaman terhadap materi yang
dipelajari. Dalam proses belajar terdapat pengaruh perkembangan mental yang digunakan
dalam berpikir atau perkembangan kognitif dan konsep yang digunakan dalam belajar.
Beberapa pengertian mengenai keterampilan berpikir kritis diantaranya:
1. Menurut Beyer (Filsaime, 2008: 56) berpikir kritis adalah sebuah cara berpikir
disiplin yang digunakan seseorang untuk mengevaluasi validitas sesuatu (pernyataan-
penyataan, ide-ide, argumen, dan penelitian)’
2. Menurut Screven dan Paul serta Angelo (Filsaime, 2008: 56) memandang berpikir
kritis sebagai proses disiplin cerdas dari konseptualisasi, penerapan, analisis, sintesis
dan evaluasi aktif dan berketerampilan yang dikumpulkan dari, atau dihasilkan oleh
observasi, pengalaman, refleksi, penalaran, atau komunikasi sebagai sebuah penuntun
menuju kepercayaan dan aksi.
3. Rudinow dan Barry (Filsaime, 2008: 57) berpendapat bahwa berpikir kritis adalah
sebuah proses yang menekankan sebuah basis kepercayaan-kepercayaan yang logis
dan rasional, dan memberikan serangkaian standar dan prosedur untuk menganalisis,
menguji dan mengevaluasi.
4. Menurut Halpern (Rudd et al, 2003 : 128) mendefinisikan critical thingking as ‘...the
use of cognitive skills or strategies that increase the probability of desirable outcome.’
5. Sedangkan menurut Ennis (1996). “Berpikir kritis adalah sebuah proses yang dalam
mengungkapakan tujuan yang dilengkapi alasan yang tegas tentang suatu kepercayaan
dan kegiatan yang telah dilakukan.”
Berpikir kritis tidak sama dengan mengakumulasi informasi. Seorang dengan daya
ingat baik dan memiliki banyak fakta tidak berarti seorang pemikir kritis. Seorang pemikir
kritis mampu menyimpulkan dari apa yang diketahuinya, dan mengetahui cara memanfaatkan
informasi untuk memecahkan masalah, and mencari sumber-sumber informasi yang relevan
untuk dirinya.
Berpikir kritis tidak sama dengan sikap argumentatif atau mengecam orang lain.
Berpikir kritis bersifat netral, objektif, tidak bias. Meskipun berpikir kritis dapatdigunakan
untuk menunjukkan kekeliruan atau alasan-alasan yang buruk, berpikir kritis dapat
memainkan peran penting dalam kerja sama menemukan alasan yang benar maupun
melakukan tugas konstruktif. Pemikir kritis mampu melkukan introspeksi tentang
kemungkinan bias dalam alasan yang dikemukakannya.Berdasarkan pengertian-pengertian
keterampilan berpikir kritis di atas maka dapat dikatakan bahwa keterampilan berpikir kritis
merupakan keterampilan berpikir yang melibatkan proses kognitif dan mengajak siswa untuk
berpikir reflektif terhadap permasalahan.

B. Ciri- Ciri Berfikir Kritis


1. Mampu membuat simpulan dan solusi yang akurat, jelas, dan relevan terhadap kondisi
yang ada.
2. Berpikir terbuka dengan sistematis dan mempunyai asumsi, implikasi, dan
konsekuensi yang logis.
3. Berkomunikasi secara efektif dalam menyelesaikan suatu masalah yang kompleks.
Berpikir kritis merupakan cara untuk membuat pribadi yang terarah, disiplin,
terkontrol, dan korektif terhadap diri sendiri. Hal ini tentu saja membutuhkan
kemampuan komunikasi efektif dan metode penyelesaian masalah serta komitmen
untuk mengubah paradigma egosentris dan sosiosentris kita.Saat kita mulai untuk
berpikir kritis, ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan disini, yaitu:
a. Mulailah dengan berpikir apa dan kenapa, lalu carilah arah yang tepat untuk
jawaban dari pertanyaan tersebut.
b. Tujuan pertanyaan akan apa dan kenapa.
c. Informasi yang spesifik untuk menjawab pertanyaan diatas.
d. Kriteria standar yang ditetapkan untuk memenuhi jawaban atas pertanyaan.
e. Kejelasan dari solusi permasalahan/pertanyaan.
f. Konsekuensi yang mungkin terjadi dari pilihan yang kita inginkan.
g. Mengevaluasi kembali hasil pemikiran kita untuk mendapatkan hasil yang
maksimal.
Beberapa kriteria yang dapat kita jadikan standar dalam proses berpikir kritis ini
adalah kejelasan (clarity), tingkat akurasi (accuracy), tingkat kepresisian (precision) relevansi
(relevance), logika berpikir yang digunakan (logic), keluasan sudut pandang (breadth),
kedalaman berpikir (depth), kejujuran (honesty), kelengkapan informasi (information) dan
bagaimana implikasi dari solusi yang kita kemukakan (implication).
Kriteria-kriteria di atas tentunya harus menggunakan elemen-elemen penyusun
kerangka berpikir suatu gagasan atau ide. Sebuah gagasan/ide harus menjawab beberapa hal
sebagai berikut. Tujuan dari sebuah gagasan/ide.
a. Pertanyaan dari suatu masalah terhadap gagasan/ide.
b. Sudut pandang dari gagasan/ide.
c. Informasi yang muncul dari gagasan/ide.
d. Interpretasi dan kesimpulan yang mungkin muncul.
e. Konsep pemikiran dari gagasan/ide tersebut.
f. Implikasi dan konsekuensi.
g. Asumsi yang digunakan dalam memunculkan gagasan/ide tersebut.
Dasar-dasar ini yang pada prinsipnya perlu dikembangkan untuk melatih kemampuan
berpikir kritis kita. Jadi, berpikir kritis adalah bagaimana menyeimbangkan aspek-aspek
pemikiran yang ada di atas menjadi sesuatu yang sistemik dan mempunyai dasar atau nilai
ilmiah yang kuat. Selain itu, kita juga perlu memperhitungkan aspek alamiah yang terdapat
dalam diri manusia karena hasil pemikiran kita tidak lepas dari hal-hal yang kita pikirkan.
Sebagaimana fitrahnya, manusia adalah subjek dalam kehidupan ini. Artinya manusia
akan cenderung berpikir untuk dirinya sendiri atau disebut sebagai egosentris. Dalam proses
berpikir, egosentris menjadi hal utama yang harus kita hindari. Apalagi bila kita berada dalam
sebuah tim yang membutuhkan kerjasama yang baik. Egosentris akan membuat pemikiran
kita menjadi tertutup sehingga sulit mendapatkan inovasi-inovasi baru yang dapat hadir. Pada
akhirnya, sikap egosentris ini akan membawa manusia ke dalam komunitas individualistis
yang tidak peka terhadap lingkungan sekitar. Bukan menjadi solusi, tetapi hanya menjadi
penambah masalah. Semakin sering kita berlatih berpikir kritis secara ilmiah, maka kita akan
semakin berkembang menjadi tidak hanya sebagai pemikir kritis yang ulung, namun juga
sebagai pemecah masalah yang ada di lingkungan.

C. Karakteristik dan Indikator Berfikir Kritis


Wade (1995) mengidentifikasi delapan karakteristik berpikir kritis, yakni meliputi:
1. kegiatan merumuskan pertanyaan,
2. membatasi permasalahan,
3. menguji data-data,
4. menganalisis berbagai pendapat dan bias,
5. menghindari pertimbangan yang sangat emosional,
6. menghindari penyederhanaan berlebihan,
7. mempertimbangkan berbagai interpretasi, dan
8. mentoleransi ambiguitas.
Karakteristik lain yang berhubungan dengan berpikir kritis, dijelaskan Beyer (1995: 12-15)
secara lengkap dalam buku Critical Thinking, yaitu:
1. Watak
Seseorang yang mempunyai keterampilan berpikir kritis mempunyai sikap skeptis,
sangat terbuka, menghargai sebuah kejujuran, respek terhadap berbagai data dan
pendapat, respek terhadap kejelasan dan ketelitian, mencari pandangan-pandangan
lain yang berbeda, dan akan berubah sikap ketika terdapat sebuah pendapat yang
dianggapnya baik.
2. Kriteria
Dalam berpikir kritis harus mempunyai sebuah kriteria atau patokan. Untuk sampai ke
arah sana maka harus menemukan sesuatu untuk diputuskan atau dipercayai.
Meskipun sebuah argumen dapat disusun dari beberapa sumber pelajaran, namun
akan mempunyai kriteria yang berbeda. Apabila kita akan menerapkan standarisasi
maka haruslah berdasarkan kepada relevansi, keakuratan fakta-fakta, berlandaskan
sumber yang kredibel, teliti, tidak bias, bebas dari logika yang keliru, logika yang
konsisten, dan pertimbangan yang matang.
3. Argumen
Argumen adalah pernyataan atau proposisi yang dilandasi oleh data-data.
Keterampilan berpikir kritis akan meliputi kegiatan pengenalan, penilaian, dan
menyusun argumen.
4. Pertimbangan atau pemikiran
Yaitu kemampuan untuk merangkum kesimpulan dari satu atau beberapa premis.
Prosesnya akan meliputi kegiatan menguji hubungan antara beberapa pernyataan atau
data.
5. Sudut Pandang (Point of view)
Sudut pandang adalah cara memandang atau menafsirkan dunia ini, yang akan
menentukan konstruksi makna. Seseorang yang berpikir dengan kritis akan
memandang sebuah fenomena dari berbagai sudut pandang yang berbeda.
6. Prosedur Penerapan Kriteria (procedures for applying criteria)
Prosedur penerapan berpikir kritis sangat kompleks dan prosedural. Prosedur tersebut
akan meliputi merumuskan permasalahan, menentukan keputusan yang akan diambil,
dan mengidentifikasi perkiraan-perkiraan.
Prosedur penerapan berpikir kritis sangat kompleks dan prosedural. Prosedur tersebut akan
meliputi merumuskan permasalahan, menentukan keputusan yang akan diambil, dan
mengidentifikasi perkiraan-perkiraan. Pada dasarnya keterampilan berpikir kritis (abilities)
Ennis (Costa, 1985 : 54) dikembangkan menjadi indikator-indikator keterampilan berpikir
kritis yang terdiri dari lima kelompok besar yaitu:
1. Memberikan penjelasan sederhana (elementary clarification).
2. Membangun keterampilandasar (basic support).
3. Menyimpulkan (interference).
4. Memberikan penjelasan lebih lanjut (advanced clarification).
5. Mengatur strategi dan taktik (strategy and tactics).
Dari masing-masing kelompok keterampilan berpikir kritis di atas, diuraikan lagi menjadi
sub-keterampilan berpikir kritis dan masing-masing indikatornya dituliskan dalam tabel
berikut:

Aspek Keterampilan Berpikir Kritis menurut Ennis


Keterampilan Sub Keterampilan
Aspek
Berpikir Kritis Berpikir Kritis

1. Memberikan 1. Memfokuskan a. Mengidentifikasi atau memformulasikan


Penjelasan dasar pertanyaan suatu pertanyaan. 
b. Mengidentifikasi atau memformulasikan
kriteria jawaban yang mungkin. 
c. Menjaga pikiran terhadap situasi yang
sedang dihadapi.

2. Menganalisis argumen a. Mengidentifikasi kesimpulan.


b. Mengidentifikasi alasan yang dinyatakan.
c. Mengidentifikasi alasan yang tidak
dinyatakan.
d. Mencari persamaan dan perbedaan.
e. Mengidentifikasi dan menangani
ketidakrelevanan.
f. Mencari struktur dari sebuah
pendapat/argumen.
g. Meringkas

3. Bertanya dan a. Mengapa? 


menjawab pertanyaan b. Apa yang menjadi alasan utama? 
klarifikasi dan c. Apa yang kamu maksud dengan?
pertanyaan yang
d. Apa yang menjadi contoh? 
menantang
e. Apa yang bukan contoh? 
f. Bagaiamana mengaplikasikan kasus
tersebut?
g. Apa yang menjadikan perbedaannya? 
Keterampilan Sub Keterampilan
Aspek
Berpikir Kritis Berpikir Kritis

h. Apa faktanya? 
i. Apakah ini yang kamu katakan?
j. Apalagi yang akan kamu katakan tentang
itu?

2. Membangun 4. Mempertimbangkan a. Keahlian 


Keterampilandasar apakah sumber dapat b. Mengurangi konflik interest 
dipercaya atau tidak? c. Kesepakatan antar sumber 
d. Reputasi 
e. Menggunakan prosedur yang ada 
f. Mengetahui resiko 
g. Keterampilan memberikan alasan 
h. Kebiasaan berhati-hati

5. Mengobservasi dan a. Mengurangi praduga/menyangka 


mempertimbangkan b. Mempersingkat waktu antara observasi
hasil observasi dengan laporan 
c. Laporan dilakukan oleh pengamat sendiri 
d. Mencatat hal-hal yang sangat diperlukan 
e. Penguatan 
f. Kemungkinan dalam penguatan 
g. Kondisi akses yang baik 
h. Kompeten dalam menggunakan teknologi 
i. Kepuasan pengamat atas kredibilitas
kriteria

3. Menyimpulkan 6. Mendeduksi dan a. Kelas logika 


mempertimbangkan b. Mengkondisikan logika 
deduksi c. Menginterpretasikan pernyataan

7. Menginduksi dan a. Menggeneralisasi 


mempertimbangkan b. Berhipotesis
hasil induksi

8. Membuat dan a. Latar belakang fakta 


mengkaji nilai-nilai b. Konsekuensi 
hasil pertimbangan c. Mengaplikasikan konsep ( prinsip-prinsip,
hukum dan asas) 
d. Mempertimbangkan alternatif 
e. Menyeimbangkan, menimbang dan
memutuskan

4. Membuat 9. Mendefinisikan istilah Ada 3 dimensi:


penjelasan lebih dan
lanjut mempertimbangkan
Keterampilan Sub Keterampilan
Aspek
Berpikir Kritis Berpikir Kritis

definisi a. Bentuk : sinonim, klarifikasi, rentang,


ekspresi yang sama, operasional,
contoh dan noncontoh 
b. Strategi definisi 
c. Konten (isi)

10.Mengidentifikasi a. Alasan yang tidak dinyatakan


asumsi b. Asumsi yang diperlukan: rekonstruksi
argumen   

5. Strategi dan 11. Memutuskan suatu a. Mendefisikan masalah 


taktik tindakan b. Memilih kriteria yang mungkin sebagai
solusi permasalahan 
c. Merumuskan alternatif-alternatif untuk
solusi 
d. Memutuskan hal-hal yang akan dilakukan 
e. Merivew 
f. Memonitor implementasi

12.Berinteraksi dengan a. Memberi label 


orang lain b. Strategi logis 
c. Srtrategi retorik 
d. Mempresentasikan suatu posisi, baik lisan
atau tulisan

Mengacu pada karakteristik seperti di atas, maka tentu saja proses pendidikan
mengharapkan agar seluruh siswa dapat berkembang menjadi manusia yang mampu berfikir
secara kritis. Oleh karena itu, maka pendidik pada semua jenjang pendidikan seharusnya
dapat memberikan perhatian penuh pada proses perkembangan ketrampilan berfikir siswa.
Agar dapat membimbing siswa berlatih berfikir kritis, maka guru sendiri harus mengetahui
dan memahami indikator-indikator keterampilan berpikir kritis.
D. Indikator Berfikir Kritis
Indikator Keterampilan Deskriptor Keterampilan
Berfikir Kritis Berfikir Kritis
1. Merumuskan masalah  Memformulasikan pertanyaan yang
mengarah investigasi jawaban
2. Memberikan argumen  Argumen sesuai dengan kebutuhan
 Menunjukkan persamaan dan
perbedaan
 Argumen yang diajukan orisinil dan
utuh
3. Melakukan deduksi  Mendeduksi secara logis
 Menginterpretasi secara tepat
4. Melakukan induksi  Menganalisis data
 Membuat generalisasi
 Menarik kesimpulan
5. Melakukan evaluasi  Mengevaluasi berdasakan fakta
 Memberikan alternatif lain
6. Mengambil keputusan dan  Menentukan jalan keluar
menentukan tindakan  Memilih kemungkinan yang akan
dilaksanakan

E. Tahapan Berfikir Kritis


1. Keterampilan Menganalisis
Keterampilan menganalisis merupakan suatu keterampilan menguraikan
sebuah struktur ke dalam komponen-komponen agar mengetahui pengorganisasian
struktur tersebut . Dalam keterampilan tersebut tujuan pokoknya adalah memahami
sebuah konsep global dengan cara menguraikan atau merinci globalitas tersebut ke
dalam bagian-bagian yang lebih kecil dan terperinci. Pertanyaan analisis,
menghendaki agar pembaca mengindentifikasi langkah-langkah logis yang digunakan
dalam proses berpikir hingga sampai pada sudut kesimpulan (Harjasujana, 1987: 44).
Kata-kata operasional yang mengindikasikan keterampilan berpikir analitis,
diantaranya: menguraikan, membuat diagram, mengidentifikasi, menggambarkan,
menghubungkan, memerinci, dan sebagainya.
2. Keterampilan Mensintesis
Keterampilan mensintesis merupakan keterampilan yang berlawanan dengan
keteramplian menganallsis. Keterampilan mensintesis adalah keterampilan
menggabungkan bagian-bagian menjadi sebuah bentukan atau susunan yang baru.
Pertanyaan sintesis menuntut pembaca untuk menyatupadukan semua informasi yang
diperoleh dari materi bacaannya, sehingga dapat menciptakan ide-ide baru yang tidak
dinyatakan secara eksplisit di dalam bacaannya. Pertanyaan sintesis ini memberi
kesempatan untuk berpikir bebas terkontrol (Harjasujana, 1987: 44).
3. Keterampilan Mengenal dan Memecahkan Masalah
Keterampilan ini merupakan keterampilan aplikatif konsep kepada beberapa
pengertian baru. Keterampilan ini menuntut pembaca untuk memahami bacaan
dengan kritis sehinga setelah kegiatan membaca selesai siswa mampu menangkap
beberapa pikiran pokok bacaan, sehingga mampu mempola sebuah konsep. Tujuan
keterampilan ini bertujuan agar pembaca mampu memahami dan menerapkan konsep-
konsep ke dalam permasalahan atau ruang lingkup baru (Walker, 2001:15).
4. Keterampilan Menyimpulkan
Keterampilan menyimpulkan ialah kegiatan akal pikiran manusia berdasarkan
pengertian/pengetahuan (kebenaran) yang dimilikinya, dapat beranjak mencapai
pengertian/pengetahuan (kebenaran) yang baru yang lain (Salam, 1988: 68).
Berdasarkan pendapat tersebut dapat dipahami bahwa keterampilan ini menuntut
pembaca untuk mampu menguraikan dan memahami berbagai aspek secara bertahap
agar sampai kepada suatu formula baru yaitu sebuah simpulan. Proses pemikiran
manusia itu sendiri, dapat menempuh dua cara, yaitu : deduksi dan induksi. Jadi,
kesimpulan merupakan sebuah proses berpikir yang memberdayakan pengetahuannya
sedemikian rupa untuk menghasilkan sebuah pemikiran atau pengetahuan yang baru.
5. Keterampilan Mengevaluasi atau Menilai
Keterampilan ini menuntut pemikiran yang matang dalam menentukan nilai
sesuatu dengan berbagai kriteria yang ada. Keterampilan menilai menghendaki
pembaca agar memberikan penilaian tentang nilai yang diukur dengan menggunakan
standar tertentu (Harjasujana, 1987: 44).
Dalam taksonomi belajar, menurut Bloom, keterampilan mengevaluasi
merupakan tahap berpikir kognitif yang paling tinggi. Pada tahap ini siswa ituntut
agar ia mampu mensinergikan aspek-aspek kognitif lainnya dalam menilai sebuah
fakta atau konsep.
Pengukuran indikator-indikator yang dikemukan oleh beberapa ahli di atas dapat
dilakukan dengan menggunakan universal intellectual standars. Pernyataan ini diperkuat oleh
pendapat Paul (2000: 1) dan Scriven (2000: 1) yang menyatakan, bahwa pengukuran
keterampilan berpikir kritis dapat dilakukan dengan menjawab pertanyaan: “Sejauh manakah
siswa mampu menerapkan standar intelektual dalam kegiatan berpikirnya”. Universal
inlellectual standars adalah standardisasi yang harus diaplikasikan dalam berpikir yang
digunakan untuk mengecek kualitas pemikiran dalam merumuskan permasalahan, isu-isu,
atau situasi-situasi tertentu. Berpikir kritis harus selalu mengacu dan berdasar kepada standar
tersebut (Eider dan Paul, 2001: 1). Berikut ini akan dijelaskan aspek-aspek tersebut.
a. Clarity (Kejelasan)
Kejelasan merujuk kepada pertanyaan: “Dapatkah permasalahan yang rumit dirinci
sampai tuntas?”; “Dapatkah dijelaskan permasalahan itu dengan cara yang lain?”;
“Berikanlah ilustrasi dan contoh-contoh!”. Kejelasan merupakan pondasi
standardisasi. Jika pernyataan tidak jelas, kita tidak dapat membedakan apakah
sesuatu itu akurat atau relevan. Apabila terdapat pernyataan yang demikian, maka kita
tidak akan dapat berbicara apapun, sebab kita tidak memahami pernyataan tersebut.
Contoh, pertanyaan berikut tidak jelas: “Apa yang harus dikerjakan pendidik dalam
sistem pendidikan di Indonesia?” Agar pertanyaan itu menjadi jelas, maka kita harus
memahami betul apa yang dipikirkan dalam masalah itu. Agar menjadi jelas,
pertanyaan itu harus diubah menjadi, “Apa yang harus dikerjakan oleh pendidik untuk
memastikan bahwa siswanya benar-benar telah mempelajari berbagai keterampilan
dan kemampuan untuk membantu berbagai hal agar mereka berhasil dalam
pekerjaannya dan mampu membuat keputusan dalam kehidupan sehari-hari?”.
b. Accuracy (keakuratan, ketelitian, kesaksamaan)
Ketelitian atau kesaksamaan sebuah pernyataan dapat ditelusuri melalui pertanyaan:
“Apakah pernyataan itu kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan?”; “Bagaimana
cara mengecek kebenarannya?”; “Bagaimana menemukan kebenaran tersebut?”
Pernyataan dapat saja jelas, tetapi tidak akurat, seperti dalam penyataan berikut, “Pada
umumnya anjing berbobot lebih dari 300 pon”.
c. Precision (ketepatan)
Ketepatan mengacu kepada perincian data-data pendukung yang sangat mendetail.
Pertanyaan ini dapat dijadikan panduan untuk mengecek ketepatan sebuah pernyataan.
“Apakah pernyataan yang diungkapkan sudah sangat terurai?”; “Apakah pernyataan
itu telah cukup spesifik?”. Sebuah pernyataan dapat saja mempunyai kejelasan dan
ketelitian, tetapi tidak tepat, misalnya “Aming sangat berat” (kita tidak mengetahui
berapa berat Aming, apakah satu pon atau 500 pon!)
d. Relevance (relevansi, keterkaitan)
Relevansi bermakna bahwa pernyataan atau jawaban yang dikemukakan berhubungan
dengan pertanyaan yang diajukan. Penelusuran keterkaitan dapat diungkap dengan
mengajukan pertanyaan berikut: “Bagaimana menghubungkan pernyataan atau respon
dengan pertanyaan?”; “Bagaimana hal yang diungkapkan itu menunjang
permasalahan?”. Permasalahan dapat saja jelas, teliti, dan tepat, tetapi tidak relevan
dengan permasalahan. Contohnya: siswa sering berpikir, usaha apa yang harus
dilakukan dalam belajar untuk meningkatkan kemampuannya. Bagaimana pun usaha
tidak dapat mengukur kualitas belajar siswa dan kapan hal tersebut terjadi, usaha tidak
relevan dengan ketepatan mereka dalam meningkatkan kemampuannya.
e. Depth (kedalaman)
Makna kedalaman diartikan sebagai jawaban yang dirumuskan tertuju kepada
pertanyaan dengan kompleks, Apakah permasalahan dalam pertanyaan diuraikan
sedemikian rupa? Apakah telah dihubungkan dengan faktor-faktor yang signifikan
terhadap pemecahan masalah? Sebuah pernyatan dapat saja memenuhi persyaratan
kejelasan, ketelitian, ketepatan, relevansi, tetapi jawaban sangat dangkal (kebalikan
dari dalam). Misalnya terdapat ungkapan, “Katakan tidak”. Ungkapan tersebut biasa
digunakan para remaja dalam rangka penolakan terhadap obat-obatan terlarang
(narkoba). Pernyataan tersebut cukup jelas, akurat, tepat, relevan, tetapi sangat
dangkal, sebab ungkapan tersebut dapat ditafsirkan dengan bermacam-macam.
f. Breadth (keluasaan)
Keluasan sebuah pernyataan dapat ditelusuri dengan pertanyaan berikut ini. Apakah
pernyataan itu telah ditinjau dari berbagai sudut pandang?; Apakah memerlukan
tinjauan atau teori lain dalam merespon pernyataan yang dirumuskan?; Menurut
pandangan..; Seperti apakah pernyataan tersebut menurut… Pernyataan yang
diungkapkan dapat memenuhi persyaratan kejelasan, ketelitian, ketepatan, relevansi,
kedalaman, tetapi tidak cukup luas. Seperti halnya kita mengajukan sebuah pendapat
atau argumen menurut pandangan seseorang tetapi hanya menyinggung salah satu saja
dalam pertanyaan yang diajukan.
g. Logic (logika)
Logika bertemali dengan hal-hal berikut: Apakah pengertian telah disusun dengan
konsep yang benar?; Apakah pernyataan yang diungkapkan mempunyai tindak
lanjutnya? Bagaimana tindak lanjutnya? Sebelum apa yang dikatakan dan sesudahnya,
bagaimana kedua hal tersebut benar adanya? Ketika kita berpikir, kita akan dibawa
kepada bermacam-macam pemikiran satu sama lain. Ketika kita berpikir dengan
berbagai kombinasi, satu sama lain saling menunjang dan mendukung perumusan
pernyataan dengan benar, maka kita berpikir logis. Ketika berpikir dengan berbagai
kombinasi dan satu sama lain tidak saling mendukung atau bertolak belakang, maka
hal tersebut tidak logis.

F. Ketrampilan Berfikir Kritis

 Interpretasi – kategorisasi, dekode, mengklarifikasi makna


 Analisis – memeriksa gagasan, mengidentifikasi argumen, menganalisis
argumen
 Evaluasi – menilai klaim (pernyataan), menilai argumen
 Inferensi – mempertanyakan klaim, memikirkan alternatif (misalnya,
differential diagnosis), menarik kesimpulan, memecahkan masalah,
mengambil keputusan
 Penjelasan – menyatakan masalah, menyatakan hasil, mengemukakan
kebenaran prosedur, mengemukakan argumen
 Regulasi diri – meneliti diri, mengoreksi diri
 Memahami hubungan-hubungan logis antar gagasan
 Mengidentifikasi, mengkontruksi, dan mengevaluasi argumen
 Mendeteksi inkonsistensi dan kesalahan umum dalam pemberian alasan
 Memecahkan masalah secara sistematis.
 Mengidentifikasi relevansi dan kepentingan gagasan
 Merefleksikan kebenaran keyakinan dan nilai-nilai diri sendiri
DAFTAR PUSTAKA

Hassoubah, Izhab Zaleha. 2004. Developing Creatif and Critical Thinking Skill (Cara
Berpikir Kreatif dan Kritis).Nuansa: Bandung.
Molan, Benyamin. 2012. Logika : Ilmu dan Seni Berpikir Kritis. Jakarta: Indeks.
De Bono, Edward. 1992. Teaching Thinking (Mengajar Berpikir). Erlangga

Anda mungkin juga menyukai