Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. PENDAHULUAN

Perkembangan masyarakat saat ini, banyak yang mengalami perubahan dalam


segala aspek kehidupan sehari-hari yang menimbulkan berbagai macam tantangan dan
masalah. Tidak semua individu mampu dan siap menghadapi masalah-masalah tersebut.
Hal inilah yang dapat mempengaruhi seseorang mengalami masalah psikologi atau
gangguan kesehatan jiwa. Peristiwa kehidupan penuh tekanan seperti kehilangan orang
yang dicintai, putusnya hubungan sosial, pengangguran, masalah dalam pernikahan, krisis
ekonomi, tekanan di pekerjaan dan diskriminasi meningkatkan risiko menderita gangguan
jiwa. Jenis dan karakteristik gangguan jiwa sangat beragam, salah satunya gangguan jiwa
yang sering kita temukan dan dirawat yaitu skizofrenia (Maramis, 2010).
Kemajuan jaman menuntut perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan untuk
bersikap profesional dalam memeberikan pelayanan. Profesionalisme perawat dapat
diwujudkan dibidang  pelayanan kesehatan di rumah sakit. Salah satu usaha untuk
memberikan  pelayanan yang berkualitas dan professional tersebut adalah pengembangan
model praktek keperawatan professional (MPKP) yang memungkinkan perawat
professional mengatur pemberian asuhan keperawatan termasuk lingkungan untuk
menopang pemberian asuhan tersebut. MPKP sangat bermanfaat bagi  perawat, dokter,
pasien dan profesi lain dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Dengan MPKP,
perawat dapat memahami tugas dan tanggung  jawabnya terhadap pasien sejak masuk
hingga keluar rumah sakit. Implementasi MPKP harus ditunjang dengan sumber daya
manusia, srana dan prasarana yang memadai.
Beberapa tahun yang lalu keperawatan memutuskan bahwa berpikir kritis dalam
pemberian asuhan keperawatan penting untuk disosialisasikan. Berfikir kritis akan
menunjang profesionalitas perawat dalam mmanajemen asuhan keperawatan. Meskipun
ada literatur yang menjelaskan tentang berpikir kritis tetapi spesifikasi berpikir kritis
dalam keperawatan sangat terbatas. Berpikir kritis dalam keperawatan merupakan
komponen dasar dalam mempertanggungjawabkan profesi dan kualitas perawatan.
Pemikir kritis keperawatan menunjukkan kebiasaan mereka dalam berpikir, kepercayaan
diri, kreativitas, fleksibiltas, pemeriksaan penyebab (anamnesa), integritas intelektual,
intuisi, pola piker terbuka, pemeliharaan dan refleksi. Pemikir kritis keperawatan
mempraktekkan keterampilan kognitif meliputi analisa, menerapkan standar, prioritas,
penggalian data, rasional tindakan, prediksi, dan sesuai dengan ilmu pengetahuan.
Berdasarkan rumusan latar belakang diatas penulis membuat suatu makalah tentang
berfikir kritis dalam manajemen kasus keperawatan jiwa

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah konsep berfikir kritis?
2. Bagai manakah konsep manejemen kasus?
3. Bagaimanakah konsep manajemen keperawatan jiwa?
4. Bagaimanakah berfikir kritis dalam manejemen kasus keperawatan jiwa?

C. Tujuan
1. Mengetahui konsep berfikir kritis
2. Mengetahui konsep manejemen kasus
3. Mengetahui konsep manajemen keperawatan jiwa
4. Mengetahui konsep berfikir kritis dalam manejemen kasus keperawatan jiwa
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Berfikir Kritis


1. Definisi
Berpikir adalah aktivitas yang sifatnya mencari ide atau gagasan dengan
menggunakan berbagai ringkasan yang masuk akal. Dalam berpikir, orang
meletakkan hubungan antara bagian-bagian informasi yang ada pada dirinya
sehingga mempunyai arti.
Berpikir diartikan pula menimbang-nimbang dalam ingatan dengan
menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu yang
dilakukan untuk memahami realitas dalam rangka mengambil keputusan,
memecahkan masalah, dan menghasilkan sesuatu yang baru. Dalam arti lain
berpikir dapat menghasilkan suatu kreativitas.
Menurut Bandman dan Bandman (1988), berpikir kritis adalah pengujian
secara rasional terhadap ide-ide, kesimpulan, pendapat, prinsip, pemikiran,
masalah, kepercayaan, dan tindakan. Menurut Strader (1992), berpikir kritis
adalah suatu proses pengujian yang menitikberatkan pendapat tentang kajadian
atau fakta yang mutakhir dan menginterpretasikannya serta mengevaluasi
pendapat-pendapat tersebut untuk mendapatkan suatu kesimpulan tentang adanya
perspektif/ pandangan baru.
Untuk dapat menghasilkan suatu hasil berpikir yang kritis, seseorang harus
melakukan suatu kegiatan (proses) berpikir yang mempunyai tujuan(purposeful
thinking), bukan asal berpikir yang tidak diketahui apa yang ingin dicapai dari
kegiatan tersebut.
Berpikir kritis merupakan suatu tehnik berpikir yang melatih kemampuan
dalam mengevaluasikan atau melakukan penilaian secara cermat tentang tepat
tidaknya atau layak tidaknya suatu gagasan. Berpikir kritis merupakan suatu proses
berpikir (kognitif) yang mencakup penilaian analisa secara rasional tentang semua
informasi, masukan, pendapat, dan ide yang ada, kemudian merumuskan
kesimpulan. Pengertian berpikir kritis menurut para ahli sebagai berikut :Jones di
Negara-negara potter dan perry : kemampuan untuk berpikir kritis melalui
penerapan pengetahuan dan pengalaman, pemecahan dan pengambilan keputusan
merupakan pusat praktek keperawatan nasioanal. Bandman dan bandman :
mendefinisikan berpikir kritis sebagai pemeriksaan rasional ide-ide, kesimpulan,
asumsi, prinsip, argument, kesimpulan, isu-isu, pernyataan, keyakinan dan
tindakan.Paulus dan heaslip : mendefinisikan berpikir kritis sebagai kemampuan
untuk memonitor apa yang kita pikirkan melakukannya dengan berfokus pada titik
kritis dalam proses, memeriksa untuk melihat apakah kita benar-benar tepat
sasaran, dan jika kita akurat dalam penilaian. Johson dan webber:  lebih
memperkenalkan penjelasan bahwa berpikir kritis sebagai istilah telah di gunakan
bertahun-tahun secara bergantian denagn konsep-konsep seperti pengambilan
keputusan, proses keperawatan, pemecahan masalah, efaluasi, analisis kritis,
penilaian, refleksi dan penalaran.
Sikap yang meningkatkan kemampuan berpikir kritis sangat dibutuhkan.
Sikap ini didasarkan pada asumsi bahwa orang yang rasional yakni adalah manusia
yang termotivasi untuk berkembang belajar dan tumbuh. Bebrapa kemampuan
yang harus dilakukan oleh seseorang agar dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kritisnya adalah salah satunya adalah :
 Kemandirian berpikir : berpikir kritis mengharuskan indifidu berpikir untuk diri
mereka sendiri dengan demikian seorang perawat dapat berpikir terbuka dalam
memperimbangkan suatu metode saat melakukan keterampilan teknis dan tidak
sekedar satu cara yang mereka pelajari di sekolah.

2. Karakteristik Berfikir Kritis


a. Konseptualisasi
Konseptualisasi artinya proses intelektual membentuk suatu konsep.
Sedangkan konsep adalah fenomena atau pandangan mental tentang realitas,
pikiran-pikiran tentang kejadian, objek, atribut, dan sejenisnya. Dengan
demikian konseptualisasi merupakan pikiran abstrak yang digeneralisasi
secara otomatis menjadi simbol-simbol dan disimpan dalam otak.
b. Rasional dan beralasan.
Artinya argumen yang diberikan selalu berdasarkan analisis dan
mempunyai dasar kuat dari fakta fenomena nyata.
c. Reflektif
Artinya bahwa seorang pemikir kritis tidak menggunakan asumsi atau
persepsi dalam berpikir atau mengambil keputusan tetapi akan menyediakan
waktu untuk mengumpulkan data dan menganalisisnya berdasarkan disiplin
ilmu, fakta dan kejadian.
d. Bagian dari suatu sikap.
Yaitu pemahaman dari suatu sikap yang harus diambil pemikir kritis
akan selalu menguji apakah sesuatu yang dihadapi itu lebih baik atau lebih
buruk dibanding yang lain.
e. Kemandirian berpikir
Seorang pemikir kritis selalu berpikir dalam dirinya tidak pasif
menerima pemikiran dan keyakinan orang lain menganalisis semua isu,
memutuskan secara benar dan dapat dipercaya.
f. Berpikir adil dan terbuka
Yaitu mencoba untuk berubah dari pemikiran yang salah dan kurang
menguntungkan menjadi benar dan lebih baik.
g. Pengambilan keputusan berdasarkan keyakinan.
Berpikir kritis digunakan untuk mengevaluasi suatu argumentasi dan
kesimpulan, mencipta suatu pemikiran baru dan alternatif solusi tindakan yang
akan diambil.
Wade (1995) mengidentifikasi  delapan kerakteristik berpikir kritis, yakni
meliputi:
1) Kegiatan merumuskan pertanyaan
2) Membatasi permasalahan
3) Menguji data-data
4) Menganalisis berbagai pendapat
5) Menghindari pertimbangan yang sangat emosional
6) Menghindari penyederhanaan berlebihan
7) Mempertimbangkan berbagai interpretasi
8) Mentolerasi ambiguitas

3. Model Berfikir Kritis


Perkumpulan Keperawatan mencoba mengembangkan gambaran berpikir
dan mengklasifikasikan menjadi 5 model disebut T.H.I.N.K. yaitu: Total Recall,
Habits, Inquiry, New Ideas and Creativity, Knowing How You Think.
Sebelum mempelajari lebih jauh tentang Model T.H.I.N.K., kita perlu untuk
mempelajari asumsi yang menggarisbawahi pendekatan lima model tersebut.
Asumsi berpikir kritis adalah komponen dasar yang meliputi pikiran, perasaan dan
berkerja bersama dengan keperawatan. Ada beberapa asumsi tentang berpikir
kritis, yaitu sebagai berikut.
Asumsi pertama adalah berpikir, merasa, dan keahlian mengerjakan seluruh
komponen esensial dalam keperawatan dengan bekerja sama dan saling
berhubungan. Berfikir kritis melibatkan pikiran, perasaan, dan bekerja yang
ketiganya merupakan keseluruhan komponen penting bagi perawat profesional
yang berkerja bersama-sama berpikir tanpa bekerja adalah sia-sia, bekerja tanpa
perasaan adalah hal yang sangat tidak mungkin, pengenalan nilai-nilai keterkaitan
antara pikiran, perasaan, dan berkerja merupakan tahap penting dalam memulai
praktik profesional.
Berpikir tanpa mengerjakan adalah suatu kesia-siaan. Mengerjakan sesuatu
tanpa berpikir adalah membahayakan. Dan berpikir atau mengerjakan sesuatu
tanpa perasaan adalah sesuatu yang tidak mungkin. Perasaan, diketahui sebagai
status afektive yang mempengaruhi berpikir dan mengerjakan dan harus
dipertimbangkan saat belajar berpikir dan menyimpulkan sesuatu. Pengakuan atas
3 hal (Thinking, Feeling, and Doing) mengawali langkah praktek professional ke
depan.
Asumsi yang kedua mengakui bahwa berpikir, merasakan, dan mengerjakan
tidak bisa dipisahkan dari kenyataan praktek keperawatan. Hal ini dapat dipelajari
dengan mendiskusikan secara terpisah mengenai ketiga hal tersebut. Meliputi
belajar mengidentifikasi, menilai dan mempercepat kekuatan perkembangan
dalam berpikir, merasa dan mengerjakan sesuai praktek keperawatan.
Berpikir kritis memerlukan pengetahuan, walaupun pikiran, perasaan, dan
bekerja adalah sesuatu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam keadaan nyata pada
praktek keperawatan, tetapi dapat dipisahkan menjadi bagian-bagian untuk proses
pembelajaran.
Asumsi yang ketiga bahwa perawat dan perawat pelajar bukan papan
kosong, mereka dalam dunia keperawatan dengan berbagai macam keahlian
berpikir. Model yang membuat berpikir kritis dalam keperawatan meningkat. Oleh
karena itu bukan merupakan suatu kesungguhan yang asing jika mereka
menggunakan model sama yang digunakan setiap hari. Berpikir kritis dalam
keperawatan bukan sesuatu yang asing, karena sebenarnya terjadi dalam
kehidupan sehari-hari.
Asumsi yang keempat yang mempertinggi berpikir adalah sengaja berbuat
sesuai dengan pikiran dan yang sudah dipelajari. Berpikir kritis dapat dipelajari
melalui bacaan. Para pembaca dapat belajar bagaimana cara meningkatkan
kemampuan berpikirnya.
Asumsi yang kelima bahwa pelajar dan perawat menemukan kesulitan untuk
mengambarkan keahlian mereka berpikir. Sebagian orang jarang bertanya
“bagaimana pelajar dan perawat berpikir”, selalu yang ditanyakan adalah “apa
yang kamu pikirkan”. Berpikir kritis adalah cara berpikir secara sistematis dan
efektif.
Asumsi yang keenam bahwa berpikir kritis dalam keperawatan merupakan
gabungan dari beberapa aktivitas berpikir yang bersatu dalam konteks situasi
dimana berpikir dituangkan. Berpikir kritis dalam keperawatan adalah campuran
dari beberapa aktifitas berpikir yang berhubungan dengan konteks dan situasi
dimana proses berpikir itu terjadi.
a. Total Recall
Total Recall berarti mengingat fakta atau mengingat dimana dan
bagaimana untuk mendapatkan fakta/data ketika diperlukan. Data keperawatan
bisa dikumpulkan dari banyak sumber, yaitu pembelajaran di dalam kelas,
informasi dari buku, segala sesuatu yang perawat peroleh dari klien atau orang
lain, data klien dikumpulkan dari perasaan klien, instrument (darah, urine,
feses, dll), dsb.
Total recall  juga membutuhkan kemampuan untuk mengakses
pengetahuan, dengan adanya pengetahuan akan menjadikan sesuatu dipelajari
dan dipertahankan dalam pikiran. Masing-masing individu mempunyai
pengetahuan yang berbeda-beda dalam pikiran mereka. Ada sekelompok yang
mempunyai pengetahuan sangat luas dan ada yang sebaliknya. Keperawatan
diawali dengan pengetahuan yang minimal tetapi kemudian secara pesat
meluas seiring dengan adanya sekolah-sekolah keperawatan.
Contoh pertanyaan Total Recall:
 Berapa nomor NIRA?
 Dimana alamat NIRA?
 Berapa Hematokrit Tn C 2 jam post operasi?
 Berapa WBC Tn. C dengan tipus?
Yang perlu dipelajari :
 Bagaimana menjawab pertanyaan tersebut dengan tepat dan cepat?
 Bagaimana data tersebut dapat kita ungkapkan setiap saat?
 Berapa banyak data yang bisa kita simpan?
 Bagaimana rumus/kunci menghafal untuk meningkatkan memori?
b. Habit
Habits merupakan pendekatan berpikir ditinjau dari tindakan yang
diulang berkali-kali sehingga menjadi kebiasaan yang alami. Mereka
menerima apa yang mereka kerjakan menghemat waktu dan mudah untuk
dilakukan. Manusia selalu menggambarkan sesuatu yang mereka kerjakan
sebagai kebiasaan seperti “saya mengerjakan sesuatu di luar pikiran”. Hal ini
bukan kebiasaan dalam keperawatan karena tindakan yang dilakukan tidak
menggunakan proses berpikir. Hal ini terjadi jika proses berpikir sudah
berakar dalam diri mereka dalam melihat sesuatu atau kemungkinan yang
terjadi, di bawah sadar.
Habits mengikuti sesuatu yang dikerjakan diluar metode baru setiap
waktu. Contoh : pernahkah kita mengendarai kendaraan dan apakah pernah
kita ingat pepohonan yang pernah kita lewati? Yang kita pikirkan dan
harapkan adalah supaya kita terhindar dari kecelakaan.

Cardipulmonary Resuscitation (CPR) adalah suatu kebiasaan yang sangat


penting dalam keperawatan. Ketika seseorang menjelang ajal, sebuah solusi
yang cepat yang dibutuhkan disini adalah melakukan pijat jantung (CPR),
memberikan injeksi, mempertahankan suhu tubuh, memasang kateter, dan
aktivitas lainnya. Hal tersebut merupakan suatu kebiasaan yang alami terjadi
dan dilakukan oleh perawat.
Yang perlu dipelajari :
 Bagaimana sesuatu menjadi sesuatu kebiasaan?
 Mengapa suatu aktivitas berguna?
 Cara apa yang terbaik untuk mengembangkan kebiasaan?
c. Inquiry/Penyelidikan/menanyakan keterangan
Inquiry merupakan latihan mempelajari suatu masalah secara mendalam
dan mengajukan pertanyaan yang mendekati kenyataan. Jika kita berada di
tingkat pertanyaan ini dalam situasi social, kita akan disebut “Mendesak”. Hal
ini meliputi penggalian data dan pertanyaan, khususnya pendapat dalam situasi
tertentu. Ini berarti tidak menilai dari raut wajah, mencari factor-faktor yang
menyebabkan, keragu-raguan pada kesan pertama, dan mengecek segalanya,
tidak ada masalah bagaimana memperlihatkan ketidaksesuaian.
Inquiry merupakan kebutuhan primer dalam berpikir yang digunakan
untuk menyimpulkan sesuatu. Kesimpulan tidak dapat diambil jika tanpa
inquiry, tetapi kesimpulan akan lebih akurat jika menggunakan inquiry.
Inquiry bisa diwujudkan melalui :
 Melihat sesuatu (menerima informasi)
 Mendapatkan kesimpulan awal
 Mengakui keterbatasan pengetahuan yang dimiliki
 Mengumpulkan data atau informasi mendekati masalah utama
 Membandingkan informasi baru dengan yang sudah diketahui
 Menggunakan pertanyaan netral
 Menemukan satu atau lebih kesimpulan
 Memvalidasi kesimpulan utama dan alternative untuk mendapatkan
informasi lebih banyak lagi.

Contoh :
Pukul 4 pagi, perawat melihat lampu kamar Tn. X masih menyala. Kemudian
perawat mendekati pasien dan menanyakan “Selamat pagi Tn.X, saya melihat
lampu kamar anda masih menyala, apa yang anda lakukan? ada yang bisa saya
bantu?” Tn. X tersenyum dan menjawab “saya baik-baik saja.” Perawat
mengobservasi dan menemukan tissue di lantai dan melihat bahwa mata Tn.X
merah dan bengkak.
Dari kasus tersebut bisa kita dapatkan kesimpulan sementara (sedikitnya 4
kesimpulan), yaitu :
 Klien baik-baik saja, memang normal klien bangun pada jam tersebut dan
mata klien merah mungkin karena klien menggosok matanya akibat alergi
 Klien baik-baik saja tetapi tidak bisa tidur siang sebentar karena rasa
bosan. Sehingga mata terlihat merah dan bengkak
 Klien tidak dalam keadaan baik tetapi tidak ingin berbicara kepada
siapapun tentang masalahnya
 Klien dalam keadaan tidak baik tetapi tidak tahu bagaimana untuk minta
bantuan kepada orang lain
Disini peran perawat adalah memvalidasi : “Anda bicara kalau anda
baik-baik saja, tetapi saya melihat mata anda merah dan bengkak” Kemudian
bandingkan dengan informasi yang diperoleh teman kita.
Yang perlu dipelajari :
Apakah kita mendapat jawaban yang sebenarnya dari pertanyaan kita? Kapan
kita membandingkan jawaban yang kita peroleh dengan jawaban teman kita
apakah ada perbedaan?
d. New Ideas and Creativity (N)
Ide baru dan kreativitas terdiri dari model berpikir unik dan bervariasi
yang khusus bagi individu. Kekhususan dalam berpikir ini akan selalu dibawa
individu selama hidupnya dan biasanya membentuk kembali norma. Seperti
Inquiry, model ini membawa kita sesuai ide dari literature. Berpikir kreatif
merupakan kebalikan dan akhir dari Habits Model (kebiasaan). Dari kalimat
“melakukan sesuatu seperti biasanya” menjadi “Mari mencoba cara baru”.
Berpikir kreatif tidak untuk menjadi pengecut, tetapi salah satu kadang-kadang
akan terlihat bodoh dan tidak sesuai dengan ketentuan yang ada. Pemikir
kreatif menghargai kesalahan yang mereka lakukan untuk mempelajari nilai.
Ide baru dan kreativitas sangat penting dalam keperawatan karena
merupakan dasar dalam merawat pelanggan atau klien. Banyak hal yang harus
dipelajari perawat untuk menjadi cocok, terpadu, dan bekerja menyesuaikan
keunikan klien. Perawat mempunyai standart pendekatan untuk menghemat
waktu perawatan dan secara keseluruhan bekerja dengan baik, tetapi cara kerja
perawat berbeda satu sama lain. Contoh : Yudi yang tinggal di rumah
perawatan menghabiskan sisa harinya di atas kursi roda, keluar-masuk ke
ruangan yang sama tiap harinya. Dia tidak pernah berkata kepada seorangpun
meskipun perawat mengulangi kata-kata yang sama dan sudah memahami cara
berkomunikasi.
Ketika dalam komunikasi kita berpikir, kebanyakan orang berpikiran
bahwa berbicara kepada orang lain merupakan cara standar untuk
membesarkan hati melalui komunikasi. Jadi hal tersebut yang sebagian
perawat lakukan, kecuali Ella (contoh). Suatu hari Ella berlutut di depan kursi
roda Yudi dan merangkulnya. Memandang Yudi dan dengan senyum yang
lebar mengajaknya bernyanyi. Apa yang terjadi? Yudi menyanyi. Tidak hanya
menyanyi tetapi juga mempunyai suara seperti penyanyi bangsa Irlandia.
Sekarang apa yang dapat kita pikirkan dari cerita tersebut? Kebanyakan
perawat memahami komunikasi terapeutik yang mereka pelajari dari buku.
Pendekatan verbal untuk komunikasi terapeutik bisa dilakukan dengan
kebanyakan klien. Ella, meskipun mengembangkan komunikasi dengan cara
sentuhan dan menyanyi hal tersebut kreativitas yang dimiliki yang tidak
disebutkan dalam literature.
Yang perlu dipelajari :
 Bagaimana perasaan anda jika mempunyai ide baru atau kreativitas baru?
 Berapa lama dalam sehari anda berkreativitas?
 Berapa lama dalam seminggu?
 Apa yang membuat berbahaya dari bertindak kreatif?
e. Knowing How You Think/Mengetahui apa yang kamu fikirkan? (K)
Knowing How You Think merupakan yang terakhir tetapi bukannya
yang paling tidak dihiraukan dari model T.H.I.N.K. yang berarti berpikir
tentang apa yang kita pikirkan. Berpikir tentang berpikir disebut
“metacognition”. Meta berarti “diantara atau pertengahan” dan cognition
berarti “Proses mengetahui”. Jika kita berada di antara proses mengetahui, kita
akan dapat mengetahui bagaimana kita berpikir.
Yang perlu dipelajari :
 Apakah hal ini sulit dilakukan? (untuk semua orang)
 Mengapa hal ini sulit untuk dikerjakan?
 Satu alasan mengapa hal ini sulit dilakukan adalah karena ada kosakata
special dari akhir analisis yang perlu menggambarkan BAGAIMANA
berpikir

.
4. Metode Berfikir Kritis
Freely mengidentifikasi 7 metode critical thinking
a. Debate : metode yang digunakan untuk mencari, membantu, dan merupakan
keputusan yang beralasan bagi seseorang atau kelompok dimana dalam proses
terjadi perdebatan atau argumentasi
b. Individual decision : Individu dapat berdebat dengan dirinya sendiri dalam
proses mengambil keputusan
c. Group discussion : sekelompok orang memperbincangkan suatu masalah dan
masing-masing mengemukakan pendapatnya.
d. Persuasi : komunikasi yang berhubungan dengan mempengaruhi perbuatan,
keyajinan, sikap, dan nilai-nilai orang lain melalui berbagai alas an, argument,
atau bujukan. Debat dan iklan adalah dua bentuk persuasi
e. Propaganda : komunikasi dengan menggunakan berbagai media yang sengaja
dipersiapkan untuk mempengaruhi massa pendengar
f. Coercion : mengancam atau menggunakan kekuatan dalam berkomunikasi
untuk memaksakan suatu kehendak
g. Kombinasi beberapa metode
5. Elemen Berfikir Kritis
Berbagai elemen yang digunakan dalam penelitian dan komponen,
pemecahan masalah, keperawatan serta kriteria yang digunakan dengan komponen
keterampilan dan sikap berpikir kritis.
Elemen berpikir kritis antara lain:

a. Menentukan tujuan
b. Menyususn pertanyaan atau membuat kerangka masalah
c. Menujukan bukti
d. Menganalisis konsep
e. Asumsi
Perspektif yang digunakan selanjutnya keterlibatan dan kesesuaian
Kriteria elemen terdiri dari kejelasan, ketepatan, ketelitan dan keterkaitan.
6. Aspek-aspek Berfikir Kritis
Kegiatan berpikir kritis dapat dilakukan dengan melihat penampilan dari
beberapa perilaku selama proses berpikir kritis itu berlangsung. Perilaku berpikir
kritis seseorang dapat dilihat dari beberapa aspek:
a. Relevance
Relevansi ( keterkaitan ) dari pernyataan yang dikemukan.
b. Importance
Penting tidaknya isu atau pokok-pokok pikiran yang dikemukaan.
c. Novelty
Kebaruan dari isi pikiran, baik dalam membawa ide-ide atau informasi baru
maupun dalam sikap menerima adanya ide-ide orang lain.
d. Outside material
Menggunakan pengalamanya sendiri atau bahan-bahan yang diterimanya dari
perkuliahan
e. Ambiguity clarified
Mencari penjelasan atau informasi lebih lanjut jika dirasakan ada ketidak
jelasan
f. Linking ideas
Senantiasa menghubungkan fakta, ide atau pandangan serta mencari data baru
dari informasi yang berhasil dikumpulkan.
g. Justification
Memberi bukti-bukti, contoh, atau justifikasi terhadap suatu solusi atau
kesimpulan yang diambilnya. Termasuk didalamnya senantiasa memberikan
penjelasan mengenai keuntungan dan kerungian dari suatu situasi atau solusi.
7. Fungsi Berfikir Kritis dalam Keperawatan
Berikut ini merupakan fungsi atau manfaat berpikir kritis dalam
keperawatan adalah sebagai berikut :
a. Penggunaan proses berpikir kritis dalam aktifitas keperawatan sehari-hari.
b. Membedakan sejumlah penggunaan dan isu-isu dalam keperawatan.
c. Mengidentifikasi dan merumuskan masalah keperawatan.
d. Menganalisis pengertian hubungan dari masing-masing indikasi, penyebab dan
tujuan, serta tingkat hubungan.
e. Menganalisis argumen dan isu-isu dalam kesimpulan dan tindakan yang
dilakukan.
f. Menguji asumsi-asumsi yang berkembang dalam keperawatan.
g. Melaporkan data dan petunjuk-petunjuk yang akurat dalam keperawatan.
h. Membuat dan mengecek dasar analisis dan validasi data keperawatan.
i. Merumuskan dan menjelaskan keyakinan tentang aktifitas keperawatan.
j. Memberikan alasan-alasan yang relevan terhadap keyakinan dan kesimpulan
yang dilakukan.
k. Merumuskan dan menjelaskan nilai-nilai keputusan dalam keperawatan.
l. Mencari alasan-alasan kriteria, prinsip-prinsip dan aktifitas nilai-nilai
keputusan.
m. Mengevaluasi penampilan kinerja perawat dan kesimpulan asuhan
keperawatan.
8. Pemecahan Masalah dalam Berfikir Kritis
Pemecahan masalah termasuk dalam langkah proses pengambilan
keputusan, yang difokuskan untuk mencoba memecahkan masalah secepatnya.
Masalah dapat digambarkan sebagai kesenjangan diantara “apa yang ada dan apa
yang seharusnya ada”. Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan yang
efektif diprediksi bahwa individu harus memiliki kemampuan berfikir kritis dan
mengembangkan dirinya dengan adanya bimbingan dan role model di lingkungan
kerjanya.
Langkah-Langkah Pemecahan Masalah
a. Mengetahui hakekat dari masalah dengan mendefinisikan masalah yang
dihadapi.
b. Mengumpulkan fakta-fakta dan data yang relevan.
c. Mengolah fakta dan data.
d. Menentukan beberapa alternatif pemecahan masalah.
e. Memilih cara pemecahan dari alternatif yang dipilih.
f. Memutuskan tindakan yang akan diambil.
g. Evaluasi.
9. Karakter Berfikir Kritis
Berpikir kritis adalah kunci menuju berkembangnya kreativitas. Ini dapat
diartikan bahwa awal munculnya kreativitas adalah karena secara kritis kita
melihat fenomena-fenomena yang kita lihat dengar dan rasakan maka akan
tampak permasalahan yang kemudian akan menuntut kita untuk berpikir kreatif.
Karakteristik yang berhubungan dengan berpikir kritis, dijelaskan Beyer (1995:
12-15) secara lengkap dalam buku Critical Thinking, yaitu:
a. Watak
Seseorang yang mempunyai keterampilan berpikir kritis mempunyai sikap
skeptis, sangat terbuka, menghargai sebuah kejujuran, respek terhadap
berbagai data dan pendapat, respek terhadap kejelasan dan ketelitian, mencari
pandangan-pandangan lain yang berbeda, dan akan berubah sikap ketika
terdapat sebuah pendapat yang dianggapnya baik.
b. Kriteria
Dalam berpikir kritis harus mempunyai sebuah kriteria. Untuk sampai ke arah
sana maka harus menemukan sesuatu untuk diputuskan atau dipercayai.
Meskipun sebuah argumen dapat disusun dari beberapa sumber pelajaran,
namun akan mempunyai kriteria yang berbeda. Apabila kita akan menerapkan
standarisasi harus berdasarkan kepada relevansi, keakuratan fakta-fakta,
berlandaskan sumber yang kredibel, teliti, bebas dari logika yang keliru,
logika yang konsisten, dan pertimbangan yang matang.
c. Argumen
Argumen merupakan suatu pernyataan atau proposisi yang dilandasi atau
berdasarkan data-data. Keterampilan berpikir kritis akan meliputi hal-hal
sepertikegiatan pengenalan, dan penilaian, serta menyusun argumen.
d. Pertimbangan atau pemikiran
Yaitu kemampuan untuk merangkum kesimpulan dari satu atau beberapa
premis. Prosesnya akan meliputi kegiatan menguji hubungan antara beberapa
pernyataan atau data.
e. Sudut pandang
Sudut pandang adalah cara memandang atau menafsirkan dunia ini, yang akan
menentukan konstruksi makna. Seseorang yang berpikir dengan kritis akan
memandang sebuah fenomena dari berbagai sudut pandang yang berbeda.
f. Prosedur penerapan criteria
Prosedur penerapan berpikir kritis sangat kompleks dan prosedural. Prosedur
tersebut akan meliputi merumuskan permasalahan, menentukan keputusan
yang akan diambil.
g. Langkah-langkah dalam berpikir kritis
1) Mengenali masalah (defining and clarifying problem) meliputi
mengidentifikasi isu-isu atau permasalahan pokok, membandingkan
kesamaan dan perbedaan-perbedaan, memilih informasi yang relevan,
merumuskan masalah.
2) Menilai informasi yang relevan yang meliputi menyeleksi fakta maupun
opini, mengecek konsistensi, mengidentifikasi asumsi, mengenali
kemungkinan emosi maupun salah penafsiran kalimat, mengenali
kemungkina perbedaan orientasi nilai dan ideologi.
3) Pemecahan masalah atau penarikan kesimpulan yang meliputi mengenali
data-data yang diperlukan dan meramalkan konsekuensi yang mungkin
terjadi dari keputusan/pemecahan masalah/kesimpulan yang diambil.
10. Makna Berfikir Kritis
Ketika seorang perawat yang dihadapkan dengan klien yang berbeda
budaya, maka perawat professional tetap memberikan asuhan keperawatan yang
tinggi, demi terpenuhinya kebutuhan dasar klien tersebut. Perawat professional
akan berfikir kritis dalam menangani hal tersebut. Tuntutan kebutuhan masyarakat
akan pelayanan kesehatan pada abad ke-21, termasuk tuntutan terhadap asuhan
keperawatan yang berkualitas akan semakin besar. Dengan adanya globalisasi,
dimana perpindahan penduduk antar Negara (imigrasi) dimungkinkan,
menyebabkan adaya pergeseran terhadap tuntutan asuhan keperawatan.
Leininger beranggapan bahwa sangatlah penting memperhatikan
keanekaragaman budaya dan nilai-nilai dalam penerapan asuhan keperawatan
kepada klien. Bila hal tersebut diabaikan oleh perawat, akan mengakibatkan
terjadinya cultural shock. Cultural shock akan dialami oleh klien pada suatu
kondisi dimana perawat tidak mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya
dan kepercayaan. Hal ini dapat menyebabkan munculnya rasa ketidaknyamanan,
ketidakberdayaan dan beberapa mengalami disorientasi.
Salah satu contoh yang sering ditemukan adalah ketika klien sedang
mengalami nyeri. Pada beberapa daerah atau Negara diperbolehkan seseorang
untuk mengungkapkan rasa nyerinya dengan berteriak atau menangis. Tetapi
karena perawat memiliki kebiasaan bila merasa nyeri hanya dengan meringis
pelan, bila berteriak atau menangis akan dianggap tidak sopan, maka ketika ia
mendapati klien tersebut menangis atau berteriak, maka perawat akan memintanya
untuk bersuara pelan-pelan, atau memintanya berdoa atau malah memarahi pasien
karena dianggap telah mengganggu pasien lainnya. Kebutaan budaya yang dialami
oleh perawat ini akan berakibat pada penurunan kualitas pelayanan keperawatan
yang diberikan.
Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada
proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan
kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan
pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan
untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya
kepada manusia (Leininger, 2002). Untuk memahami perbedaan budaya yang ada
maka perawat perlu berpikir secara kritis. Dalam berpikir kritis seorang perawat
harus bisa menyeleksi kebudayaan mana yang sesuai dengan kesehatan atau yang
tidak menyimpang dari kesehatan. Jika perawat dapat memahami perbedaan
budaya maka akan bisa meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dari perawat.
Budaya shock adalah kecemasan dan perasaan (dari kejutan, disorientasi,
ketidakpastian, kebingungan, dll) merasa ketika orang harus beroperasi dalam
budaya yang berbeda dan tidak dikenal seperti satu mungkin terjadi di negara
asing. Ini tumbuh dari kesulitan dalam asimilasi budaya baru, menyebabkan
kesulitan dalam mengetahui apa yang sesuai dan apa yang tidak. Hal ini sering
digabungkan dengan atau bahkan tidak suka untuk jijik (moral atau estetika)
dengan aspek-aspek tertentu dari kebudayaan baru atau berbeda.
Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat esensial
untuk kehidupan, pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan
lainnya. Berpikir kritis telah lama menjadi tujuan pokok dalam pendidikan sejak
1942. Menurut Halpen (1996), berpikir kritis adalah memberdayakan
keterampilan atau strategi kognitif dalam menentukan tujuan. Proses tersebut
dilalui setelah menentukan tujuan, mempertimbangkan, dan mengacu langsung
kepada sasaran-merupakan bentuk berpikir yang perlu dikembangkan dalam
rangka memecahkan masalah, merumuskan kesimpulan, mengumpulkan berbagai
kemungkinan, dan membuat keputusan ketika menggunakan semua keterampilan
tersebut secara efektif dalam konteks dan tipe yang tepat.
Berpikir kritis juga merupakan kegiatan mengevaluasi-mempertimbangkan
kesimpulan yang akan diambil manakala menentukan beberapa faktor pendukung
untuk membuat keputusan. Berpikir kritis juga biasa disebut directed thinking,
sebab berpikir langsung kepada fokus yang akan dituju. Pendapat senada
dikemukakan Anggelo (1995: 6), berpikir kritis adalah mengaplikasikan rasional,
kegiatan berpikir yang tinggi, yang meliputi kegiatan menganalisis, mensintesis,
mengenal permasalahan dan pemecahannya, menyimpulkan, dan mengevaluasi
Penekanan kepada proses dan tahapan berpikir dilontarkan pula oleh Scriven,
berpikir kritis yaitu proses intelektual yang aktif dan penuh dengan keterampilan
dalam membuat pengertian atau konsep, mengaplikasikan, menganalisis, membuat
sistesis, dan mengevaluasi. Semua kegiatan tersebut berdasarkan hasil observasi,
pengalaman, pemikiran, pertimbangan, dan komunikasi, yang akan membimbing
dalam menentukan sikap dan tindakan (Walker, 2001: 1). Pernyataan tersebut
ditegaskan kembali oleh Angelo (1995: 6), bahwa berpikir kritis harus memenuhi
karakteristik kegiatan berpikir yang meliputi : analisis, sintesis, pengenalan
masalah dan pemecahannya, kesimpulan, dan penilaian.
Matindas Juga mengungkapkan bahwa banyak orang yang tidak terlalu
membedakan antara berpikir kritis dan berpikir logis padahal ada perbedaan besar
antara keduanya yakni bahwa berpikir kritis dilakukan untuk membuat keputusan
sedangkan berpikir logis hanya dibutuhkan untuk membuat kesimpulan.
Pemikiran kritis menyangkut pula pemikiran logis yang diteruskan dengan
pengambilan keputusan. Dari pendapat-pendapat di atas dapat dikatakan bahwa
berpikir kritis itu melipuri dua langkah besar yakni melakukan proses berpikir
nalar (reasoning) yang diikuti dengan pengambilan keputusan/ pemecahan
masalah (deciding/problem solving). Dengan demikian dapat pula diartikan bahwa
tanpa kemampuan yang memadai dalam hal berpikir nalar (deduktif, induktif dan
reflektif), seseorang tidak dapat melakukan proses berpikir kritis secara benar.
Dalam penerapan pembelajaran berpikir kritis di pendidikan keperawatan,
dapat digunakan tiga model, yaitu : feeling, model, vision model, dan examine
model yaitu sebagai berikut :
1) Feeling Model
Model ini menekankan pada rasa, kesan, dan data atau fakta yang
ditemukan. Pemikir kritis mencoba mengedepankan perasaan dalam
melakukan pengamatan, kepekaan dalam melakukan aktifitas keperawatan,
dan perhatian. Misalnya terhadap aktifitas dalam pemeriksaan tanda vital,
perawat merasakan gejala, petunjuk, dan perhatian kepada pernyataan serta
pikiran klien.
2) Vision Model
Model ini digunakan untuk membangkitkan pola pikir, mengorganisasi
dan menerjemahkan perasaan untuk merumuskan hipotesis, analisis,
dugaan, dan ide tentang permasalahan perawatan kesehatan klien. Berpikir
kritis ini digunakan untuk mencari prinsip-prinsip pengertian dan peran
sebagai pedoman yang tepat untuk merespon ekspresi.
3. Examine Model
Model ini digunakan untuk merefleksi ide, pengertian, dan visi. Perawat
menguji ide dengan bantuan kriteria yang relevan. Model ini digunakan
untuk mencari peran yang tepat untuk analisis, mencari, menguji, melihat,
konfirmasi, kolaborasi, menjelaskan, dan menentukan sesuatu yang
berkaitan dengan ide.
Ada empat bentuk alasan berpikir kritis yaitu : deduktif, induktif, aktivitas
informal, aktivitas tiap hari, dan praktek. Untuk menjelaskan lebih
mendalam tentang defenisi tersebut, alasan berpikir kritis adalah untuk
menganalisis penggunaan bahasa, perumusan masalah, penjelasan dan
ketegasan asumsi, kuatnya bukti-bukti, menilai kesimpulan, membedakan
antara baik dan buruknya argumen serta mencari kebenaran fakta dan nilai
dari hasil yang diyakini benar serta tindakan yang dilakukan.

B. Konsep Manajemen Kasus


1. Pengertian
Model manajemen kasus merupakan generasi kedua dari model  primary
nursing. Dalam model ini asuhan keperawatan dilaksanakan berdasarkan
pandangan, bahwa untuk penyelesaian kasus keperawatan secara tuntas
berdasarkan berbagai sumber daya yang ada.
Metode manajemen kasus keperawatan adalah bentuk pemberian asuhan
keperawatan dan manajemen sumber-sumber terkait yang memungkinkan adanya
manajemen yang strategis dari cost dan quality oleh seorang perawat untuk suatu
episode penyakit hingga perawatan lanjut.
Pengembangan metode ini didasarkan pada bukti-bukti bahwa manajemen
kasus dapat mengurangi pelayanan yang terpisah-pisah dan duplikasi. Di sisi lain,
metode kasus keperawatan ini akan memberikan kesempatan untuk komunikasi di
antara perawat, dokter, dan tim kesehatan lain, efisien dalam manajemen
perawatan melalui monitoring, koordinasi dan intervensi.
Dalam manajemen kasus keperawatan, seorang perawat akan bertugas
sebagai case manager untuk seorang (mungkin lebih) pasien, sejak masuk ke
rumah sakit hingga pasien tersebut selesai dari masa perawatan dan pengobatan.
Sebagai case manager, perawat memiliki tanggung jawab dan kebebasan untuk
perencanaan, pelaksanaan, koordinasi, dan evaluasi. Untuk mencapai tujuan yang
diharapkan, dalam memberikan asuhan keperawatan dengan metode manajemen
kasus, case manager senantiasa mempertimbangkan dua rangkaian dari
qualitycost-access dan consumers- providers-funders.
2. Tujuan Model Manajemen Kasus
a. Menetapkan pencapaian tujuan asuhan keperawatan yang diharapkan sesuai
dengan standar.
b. Memfasilitasi ketergantungan pasien sesingkat mungkin
c. Menggunakan sumber daya seefisien mungkin.
d. Efisiensi biaya
e. Memfasilitasi secara berkesinambungan asuhan keperawatan melalui
kolaborasi dengan tim lainnya.
f. Pengembangan profesionalisme dan kepuasan kerja.
g. Memfasilitasi alih ilmu pengetahuan
3. Fungsi Manajemen Kasus
Terdapat beberapa fungsi dasar manajemen kasus
a. Identifikasi klien dan orientasi (Client Identification and Orientation)
Dalam hal ini manajer kasus terlibat identifikasi secara langsung dan
menyeleksi orang-orang yang menjadi tujuan pelayanan yang ingin dicapai,
kualitas hidup, atau berapa biaya untuk suatu perawatan dan pelayanan yang
dapat dipengaruhi dengan positif oleh manajemen kasus.

b. Asesmen klien (Client Assessment)


Fungsi ini mengacu pada pengumpulan informasi dan perumusan suatu
asesmen dari kebutuhan-kebutuhan komprehensif klien, situasi kehidupan, dan
sumber-sumber. Dalam hal ini termasuk jua melakukan penggalian atas
potensi klien, baik kekuatan dan kelemahannya, mana yang memerlukan
pelayanan dan mana yang tidak.
1) Menyadari kebutuhan komprehensif kliennya, termasuk kekuatan dan
kelemahannya  
2) Memahami hasil kontak dan pengkajian awal, walaupun belum tentu harus
terlibat secara langsung
3) Selalu dekat dengan tenaga pelayanan langsung untuk meyakinkan  bahwa
informasi mereka menyeluruh (komprehensif) dan terkini (aktual)
4) Selalu kontak secara teratur dengan klien sehingga dapat memahami
perubahan kemampuan dan kebutuhannya.
c. Rencana Intervensi/Pelayanan.
Pekerja sosial sebagai manajer kasus mengidentifikasi pelayanan-
pelayanan atau sumber yang bervariasi yang dapat dijangkau untuk membantu
penanganan masalah klien.
1) Memiliki daftar lengkap tentang lembaga/organisasi pelayanan di dalam
masyarakat serta memahami pelayanan yang diberikan masing-masing
lembaga/organisasi, termasuk kebijakan dan prosedurnya  
2) Memberikan informasi yang dimilikinya kepada perencanaan kasus
tentang sumber-sumber yang tersedia
3) Menginterprestasikan tujuan dan fungsi rencana kasus kepada pemberi
pelayanan
d. Koordinasi hubungan dan pelayanan
Seorang manajemen kasus harus menghubungkan klien dengan sumber-
sumber yang sesuai. Selain itu juga harus menekankan adanya koordinasi
diantara sumber-sumber yang digunakan oleh klien dengan menjadi sebuah
saluran serta poin utama dari komunikasi yang teriintegrasi.
e. Tindak lanjut dan Monitoring pelaksanaan pelayanan
Seorang manajer kasus membuat peraturan dan kontak tindak lanjut
yang terus menerus dengan klien dan penyedia pelayanan untuk menyaknkan
baha pelayanan yang diperlukan memang benar-benar diterima/diperoleh
dengan baik, serta digunakan oleh klien secara tepat. Apabila ditemukan
adanya penyimpangan atau ketidaksesuaian, manajer kasus harus segera
mengambil tindakan perbaikan atau memodifikasi rencana pelayanan. Manajer
kasus juga menyelesaikan laporan termasuk didalamnya dokumen klien,
kemajuan yang dicapai dalam perkembangan kasus klien, pelaksanaan
pelayanan serta kesesuaian terhadap rencana yang telah disusun.
f. Mendukung klien
Selama masa pelayanan yang diberikan oleh berbagai jenis penyedia
pelayanan atau sumber, manajer kasus membantu klien dan keluarganya  pada
saat mereka menghadapi masalah yang tidak diharapkan dalam mendapatkan
pelayanan. Kegiatan ini termasuk mengatasi konflik pribadi, konseling,
penyediaan informasi, memberikan dukungan emosional, dan apabila sesuai,
melakukan pembelaan atas nama klien untuk menjamin  bahwa mereka
menerima pelayanan sesuai dengan haknya. Jangkauan fungsi manajemen
kasus tergantung kontekstualnya, seperti misalnya :
1) Karakteristik populasi sasaran, maksudnya adalah seorang manajer kasus
harus mengetahui benar permasalahan, siapa saja yang terlibat di dalam
masalah ini, bagaimana sifat-sifatnya, besaran masalah serta  berbagai
alternatif penanganan.
2) Kendala lingkungan. Lingkungan yang melingkupi suatu kasus dapat
berbeda-beda antara satu kasus dengan kasus yang lain. Misalnya konteks
individu, kelompok kecil, komunitas tertentu dan masyarakat secara luas.
Masing-masing lingkungan seringkali memiliki kendala sendiri-sendiri.
Hal ini perlu dipahami benar oleh seorang manajer kasus.
3) Jenis lembaga yang mempekerjakan manajer kasus. Maksudnya adalah
lembaga apa atau siapa yang mempekerjakan manajer kasus (jenis, sifat
dan sebagainya) membawa implikasi bagi pelaksanaan peran manajer
kasus.
4) Beban kasus. Jenis dan sifat kasus yang ditangani masing-masing klien
juga sangat bervariasi, sehingga akan sangat mempengaruhi pelaksanaan
pelayanan manajemen kasus.
5) Hakekat sistem pelayanan. Maksudnya adalah apa saja pelayanan yang
tersedia oleh suatu sumber, jenis, tujuan pelayanan, sistem dan cara
penjangkauannya.
4. Langkah Kegiatan Manajemen Kasus
a. Orientasi dan identifikasi klien Manajemen kasus merupakan suatu
pendekatan dalam pemberian pelayanan yang ditujukan untuk menjamin agar
klien yang mempunyai masalah ganda dan kompleks dapat memperoleh
semua pelayanan yang dibutuhkannya secara tepat. Kasus di sini adalah orang
dalam situasi meminta atau mencari  pertolongan. Dalam masalah
penyalahgunaan NAPZA, orang yang mencari  pertolongan dapat para
penyalahguna NAPZA langsung, keluarga atau orang lain. Dalam manajemen
kasus ini, pekerja sosial melaksanakan peranan sebagai manajer kasus (case
manager). Manajemen kasus merupakan suatu  pendekatan dalam pemberian
pelayanan yang ditujukan untuk menjamin agar klien yang mempunyai
masalah ganda dan kompleks dapat memperoleh semua pelayanan yang
dibutuhkannya secara tepat. Kasus di sini adalah orang dalam situasi meminta
atau mencari pertolongan. Dalam manajemen kasus ini,  pekerja sosial
melaksanakan peranan sebagai manajer kasus (case manager). ntifikasi dan
menyeleksi kepada individu untuk mendapatkan hasil pelayanan , yang dapat
berdampak positif pada kualitas hidup melalui managemen kasus
b. Assessment informasi dan memahami situasi klien Fungsi ini merujuk pada
pengumpulan informasi dan memformulasikan suatu asesment kebutuhan
klien, situasi kehidupan dan sumber-sumber yang ada serta penggalian potensi
klien
5. Kerangka Kerja Manajemen Kasus
a. Pasien masuk melalui “agency kesehatan”, manager mempunyai kewenangan
dan tanggung jawab dalam perencanaan sampai dengan evaluasi pada episode
tertentu tanpa membedakan pasien itu berasal dari unit mana.
b. Dalam manajemen kasus menggunakan dua cara, yaitu:
1) Case Management Plan (CMP). Merupakan perencanaan bersama dari
masing-masing profesi kesehatan.  
2) Critical Path Diagram (CPD). Merupakan penjabaran dari CMP dan ada
target waktunya.
c. Manager mengevaluasi perkembangan pasien setiap hari, yang mengacu  pada
tujuan asuhan keperawatan yang telah ditetapkan. Bentuk spesifik dari
manajemen kasus ini tergantung dari karakteristik tatanan asuhan
keperawatan.
6. Kekurangan dan Kelebihan Manajemen Kasus
a. Kekurangan
1) Kemampuan tenga perawat pelaksana dan siswa perawat yang terbatas
sehingga tidak mampu memberikan asuhan secara menyeluruh  
2) Membutuhkan banyak tenaga.
3) Beban kerja tinggi terutama jika jumlah klien banyak sehingga tugas rutin
yang sederhana terlewatkan.
4) Pendelegasian perawatan klien hanya sebagian selama perawat  penaggung
jawab klien bertugas
b. Kelebihan
1) Kebutuhan pasien terpenuhi.  
2) Pasien merasa puas.
3) Masalah pasien dapat dipahami oleh perawat.
4) Kepuasan tugas secara keseluruhan dapat dicapai.

C. Konsep Keperawatan Jiwa


1. Pengertian
Keperawatan jiwa adalah area khusus dalam praktek keperawatan yang
menggunakan ilmu tingkah laku manusia sebagai dasar dan menggunakan diri
sendiri secara teraupetik dalam meningkatkan, mempertahankan, memulihkan
kesehatan mental klien dan kesehatan mental masyarakat dimana klien berada
(American Nurses Associations).
Kesehatan Jiwa bukan hanya suatu keadaan tdk ganguan jiwa, melainkan
mengandung berbagai karakteristik yg adalah perawatan langsung, komunikasi
dan management, bersifat positif yg menggambarkan keselarasan dan
keseimbangan kejiwaan yg mencerminkan kedewasaan kepribadian yg
bersangkutan (WHO). Kondisi yg memungkinkan perkembangan fisik, intelektual
emosional secara optimal dari seseorang dan perkebangan ini selaras dgn orang
lain.
Keperawatan jiwa adalah pelayanan keperawatan profesional didasarkan
pada ilmu perilaku, ilmu keperawatan jiwa pada manusia sepanjang siklus
kehidupan dengan respons psiko-sosial yang maladaptif yang disebabkan oleh
gangguan bio-psiko-sosial, dengan menggunakan diri sendiri dan terapi
keperawatan jiwa ( komunikasi terapeutik dan terapi modalitas keperawatan
kesehatan jiwa ) melalui pendekatan proses keperawatan untuk meningkatkan,
mencegah, mempertahankan dan memulihkan masalah kesehatan jiwa klien
(individu, keluarga, kelompok komunitas )
Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berusaha untuk
meningkatkan dan mempertahankan perilaku sehingga klien dapat berfungsi utuh
sebagai manusia

2. Prinsip Keperawatan Jiwa


a. Manusia
Fungsi seseorang sebagai makhluk holistik yaitu bertindak, berinteraksi
dan bereaksi dengan lingkungan secara keseluruhan. Setiap individu
mempunyai kebutuhan dasar yang sama dan penting. Setiap individu
mempunyai harga diri dan martabat. Tujuan individu adalah untuk tumbuh,
sehat, mandiri dan tercapai aktualisasi diri. Setiap individu mempunyai
kemampuan untuk berubah dan keinginan untuk mengejar tujuan personal.
Setiap individu mempunyai kapasitas koping yang bervariasi. Setiap individu
mempunyai hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputuasan. Semua
perilaku individu bermakna dimana perilaku tersebut meliputi persepsi,
pikiran, perasaan dan tindakan.
b. Lingkungan
Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari
dalam dirinya dan lingkungan luar, baik keluarga, kelompok, komunitas.
Dalam berhubungan dengan lingkungan, manusia harus mengembangkan
strategi koping yang efektif agar dapat beradaptasi. Hubungan interpersonal
yang dikembangkan dapat menghasilkan perubahan diri individu.
c. Kesehatan
Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang
menunjukkan salah satu segi kualitas hidup manusia, oleh karena itu, setiap
individu mempunyai hak untuk memperoleh kesehatan yang sama melalui
perawatan yang adekuat
d. Keperawatan
Dalam keperawatan jiwa, perawat memandang manusia secara holistik
dan menggunakan diri sendiri secara terapeutik. Metodologi dalam
keperawatan jiwa adalah menggunakan diri sendiri secara terapeutik dan
interaksinya interpersonal dengan menyadari diri sendiri, lingkungan, dan
interaksinya dengan lingkungan. Kesadaran ini merupakan dasar untuk
perubahan. Klien bertambah sadar akan diri dan situasinya, sehingga lebih
akurat mengidentifikasi kebutuhan dan masalah serta memilih cara yang sehat
untuk mengatasinya. Perawat memberi stimulus yang konstruktif sehingga
akhirnya klien belajar cara penanganan masalah yang merupakan modal dasar
dalam menghadapi berbagai masalah
Perawat memerlukan metode ilmiah dalam melakukan proses terapeutik
tersebut, yaitu proses keperawatan. Penggunaan proses keperawatan
membantu perawat dalam melakukan praktik keperawatan, menyelesaikan
masalah keperawatan klien, atau memenuhi kebutuhan klien secara ilmiah,
logis, sistematis, dan terorganisasi. Pada dasarnya, proses keperawatan
merupakan salah satu teknik penyelesaian masalah (Problem solving). Proses
keperawatan bertujuan untuk memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan
kebutuhan dan masalah klien sehingga mutu pelayanan keperawatan menjadi
optimal. Kebutuhan dan masalah klien dapat diidentifikasi, diprioritaskan
untuk dipenuhi, serta diselesaikan. Dengan menggunakan proses keperawatan,
perawat dapat terhindar dari tindakan keperawatan yang bersifat rutin, intuisis,
dan tidak unik bagi individu klien. Proses keperawatan mempunyai ciri
dinamis, siklik, saling bergantung, luwes, dan terbuka. Setiap tahap dapat
diperbaharui jika keadaan klien klien berubah.
Tahap demi tahap merupakan siklus dan saling bergantung. Diagnosis
keperawatan tidak mungkin dapat dirumuskan jika data pengkajian belum ada.
Proses keperawatan merupakan sarana / wahana kerja sama perawat dan klien.
Umumnya, pada tahap awal peran perawat lebih besar dari peran klien, namun
pada proses sampai akhir diharapkan sebaliknya peran klien lebih besar
daripada perawat sehingga kemandirian klien dapat tercapai. Kemandirian
klien merawat diri dapat pula digunakan sebagai kriteria kebutuhan terpenuhi
dan / atau masalah teratasi

3. Manfaat Proses Keperawatan Jiwa


a. Bagi perawat
 Peningkatan otonomi, percaya diri dalam memberikan asuhan
keperawatan.
 Tersedia pola pikir/ kerja yang logis, ilmiah, sistematis, dan terorganisasi.
 Pendokumentasian dalam proses keperawatan memperlihatkan bahwa
perawat bertanggung jawab dan bertanggung gugat.
 Peningkatan kepuasan kerja.
 Sarana/wahana desimasi IPTEK keperawatan.
 Pengembangan karier, melalui pola pikir penelitian.
b. Bagi pasien
 Asuhan yang diterima bermutu dan dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
 Partisipasi meningkat dalam menuju perawatan mandiri (independen care).
 Terhindar dari malpraktik.
Keperawatan Jiwa merupakan suatu bidang spesialisasi praktik
keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia sebagai ilmunya dan
penggunaan diri sendiri secara terapeutik sebagai kiatnya. Praktik keperawatan
jiwa terjadi dalam konteks sosial dan lingkungan. Perawat jiwa menggunakan
pengetahuan dari ilmu-ilmu psikososial, biofisik, teori-teori kepribadian dan
perilaku manusia untuk menurunkan suatu kerangka kerja teoritik yang
menjadi landasan praktik keperawatan.

4. Peran Perawat Kesehatan Jiwa


a. Pengkajian yg mempertimbangkan budaya
b. Merancang dan mengimplementasikan rencana tindakan
c. Berperan serta dlm pengelolaan kasus
d. Meningkatkan dan memelihara kesehatan mental, mengatasi pengaruh
penyakit mental – penyuluhan dan konseling
e. Mengelola dan mengkoordinasikan sistem pelayanan yang mengintegrasikan
kebutuhan pasien, keluarga staf dan pembuat kebijakan
f. Memberikan pedoman pelayana kesehatan.

5. Asuhan yang Kompeten Bagi Perawat Jiwa


a. Pengkajian biopsikososial yang peka terhadap budaya.
b. Merancang dan implementasi rencana tindakan untuk klien dan keluarga.
c. Peran serta dalam pengelolaan kasus: mengorganisasikan, mengkaji, negosiasi,
koordinasi pelayanan bagi individu dan keluarga.
d. Memberikan pedoman pelayanan bagi individu, keluarga, kelompok, untuk
menggunakan sumber yang tersedia di komunitas kesehatan mental, termasuk
pelayanan terkait, teknologi dan sistem sosial yang paling tepat.
e. Meningkatkan dan memelihara kesehatanmental serta mengatasi pengaruh
penyakit mental melalui penyuluhan dan konseling.
f. Memberikan askep pada penyakit fisik yang mengalami masalah psikologis
dan penyakit jiwa dengan masalah fisik.
g. Mengelola dan mengkoordinasi sistem pelayanan yang mengintegrasikan
kebutuhan klien, keluarga, staf, dan pembuat kebijakan.

D. Konsep Berfikir Kritis dalam Manajemen Kasus Keperawatan Jiwa


Saat perawat bertemu klien, perawat akan selalu menggunakan pemikiran.
Misalnya, menggunakan pemikiran untuk mengumpulkan data dan membuat
kesimpulan. Setelah membuat kesimpulan perawat akan menerapkan problem solving
dengan melakukan sesuatu pemecahan masalah guna memenuhi kebutuhan dasar
klein. Penerapan berpikik kritis dalam proses keperawatan diintregrasikan dalam
tahap-tahap proses keperawatan dan digunakan untuk pengkajian rumusan diagnosis,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi keperawatan. Ada 4 hal pokok penerapan
berfikir kritis dalam keperawatan jiwa, yaitu:
1. Penggunaan bahasa dalam keperawatan
Berfikir kritis adalah kemampuan menggunakan bahasa secara reflektif. perawat
menggunakan bahasa verbal dan nonverbal dalam mengekspresikan idea, fikiran,
info, fakta, perasaan, keyakinan dan sikapnya terhadap klien, sesama perawat,
profesi. Secara nonverbal saat melakukan pedokumentasian keperawatan.
2. Argumentasi dalam keperawatan
Sehari-hari perawat dihadapkan pada situasi harus berargumentasi untuk
menemukan, menjelaskan kebenaran, mengklarifikasi isu, memberikan
penjelasan, mempertahankan terhadap suatu tuntutan/tuduhan. Badman and
Badman (1988) argumentasi terkait dengan konsep berfikir dalam keperawatan
berhubungan dengan situasi perdebatan, upaya untuk mempengaruhi individu
ataupun kelompok.

3. Pengambilan keputusan dalam keperawatan


Sehari-hari perawat harus mengambil keputusan yang tepat.

4. Penerapan proses keperawatan


a. Berfikir Kritis dalam Tahap Pengkajian dan Diagnosis
Berpikir kritis pada tahap pengkajian adalah proses pemahaman tentang
informasi apa yang dikumpulkan, metode pengumpulan data yang akan
dilakukan, berpikir tentang kesesuaian informasi, dan membuat suatu
kesimpulan tentang respons klien terhadap kondisi sakitnya.
Perumusan masalah keperawatan merupakan kesimpulan dari hasil
pengkajian dan mengandung dua kategori mendasar, yaitu kekuatan dan
perhatian terhadap masalah kesehatan klien. Perhatian terhadap masalah
meliputi kemampuan perawat untuk mengatasi masalah secara mandiri, an
perlunya keterlibatan profesi lain dan bekerja sama secara interdisiplin, serta
perlu/tidaknya perawatan klien yang harus dirujuk ke tenaga kesehatan lain.
Dengan demikian, berpikir kritis pada tahap pengkajian meliputi kegiatan
mengumpulkan data dan validasi.
Perumusan diagnosis keperawatan merupakan tahap pengambilan
keputusan yang paling kritis, karena harus menentukan masalah dan
argumentasi secara rasional. Oleh karena itu, perlu dilatih sehingga lebih tajam
dalam mengidentifikasi masalah.
b. Berpikir Kritis dalam Tahap Perencanaan
Berpikir dalam perencanaan brarti menggunakan pengetahuan untuk
mengembangkan hasil untuk diharapkan. Selain itu juga memerlukan
keterampilan guna mensintesis ilmu yang dimiliki untuk memilih tindakan
yang tepat. Perencanaan asuhan keperawatan biasanya ditulis berisikan di
mana dan bagaimana menolong klien berdasarkan responsnya terhadap
kondisi penyakit. Bekerja dengan klien untuk memecahkan masalah yang
dihadapinya adalah hal yang paling prioritas, begitu juga mengembangkan
tujuan perawatan dan bekerja sama dalam pencapaian tujuannya.

c. Berpikir Kritis dalam Tahap Implementasi


Berfikir kristis pada tahap implementasi tindakan keperawatan adalah
keterampilan dalam menguji hipotesis, karena tindakan keperawatn adalah
tindakan nyata yang menentukan tingkat keberhasilan untuk mencapai tujuan.
Bekerja melalui aktivitas khusus, yaitu asuhan keperawatan untuk membantu
mencapai tujuan dalam perencanaan keperawatan, akan selalu menggunakan
pikiran tentang apa yang harus dilakukan, kapan, di mana, mengapa, dan
bagaimana intervensi keperawatan itu dilakukan
d. Berpikir Kritis dalam Tahap Evaluasi
Berpikir kritis dalam tahap evaluasi adalah mengkaji efektivitas
tindakan di mana perawat harus dapat mengambil keputusan tentang
pemenuhan kebutuhan dasar klien, dan memutuskan apakah tindakan
keperawatan perlu diulang. Berpikir dan kumpulkan informasi tentang respons
klien setelah beberapa tindakan keperawatan dilakukan. Bekerja sama dengan
klien dalam rangka evaluasi tindakan keperawatan adalah sangat penting.
Berpikir kritis dalam tahap evaluasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan
model konsep total recall.
E. Cara Berpikir Kritis dalam Manajemen Kasus Keperawatan Jiwa
1. Mengenali Masalah ( Defining and clarifying problem)
a. Mengidentifikasi isu-isu atau permasalahan pokok.
b. Membandingkan kesamaan dan perbedaan-perbedaan.
c. Memilih informasi yang relevan.
b. Merumuskan /memformulasikan masalah.
2. Menilai informasi yang relevan
a. Menyeleksi fakta, opini, hasil nalar/judgment.
b. Mengecek konsistensi.
c. Mengidentifikasi asumsi.
b. Mengenali kemungkinan faktor stereotip.
c. Mengenali kemungkinan emosi, propaganda, salah penafsiran kalimat.
d. Mengenali kemungkinan perbedaan informasi orientasi nilai dan ideologi.

3. Pemecahan Masalah / Penarikan kesimpulan


a. Mengenali data-data yang diperlukan dan cukup tidaknya data.
b. Meramalkan konsekuensi yang mungkin terjadi dari keputusan/pemecahan
masalah/kesimpulan yang diambil.
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Berpikir kritis merupakan proses berfikir dalam menyelesaikan masalah melalui
pertimbangan dengan merumuskan kesimpulan dan berbagai kemungkinan, sehingga
keputusan yang diambil bersifat efektif. Untuk berpikir kritis dalam keperawatan
melalui beberapa model dan penerapan, seperti penggunaan bahasa keperawatan,
penerapan proses keperawatan  serta pengkajian yang tepat.
Manajemen kasus keperawatan adalah bentuk pemberian asuhan keperawatan
dan manajemen sumber-sumber terkait yang memungkinkan adanya manajemen yang
strategis dari cost dan quality oleh seorang perawat untuk suatu episode penyakit
hingga perawatan lanjut Adapun tujuan dari model manajemen kasus salah satunya
yaitu menetapkan pencapaian tujuan asuhan keperawatan yang diharapkan sesuai
dengan standar dan memfasilitasi. Selain itu, fungsi dasar manajemen kasus meliputi
identifikasi klien dan orientasi (Client Identification and Orientation), pengkajian
klien (Client Assessment) dan rencana intervensi/pelayanan, koordinasi hubungan dan
pelayanan, tindak lanjut dan monitoring pelaksanaan pelayanan dan yang terakhir
mendukung klien
Berpikir kritis dalam keperawatan jiwa adalah suatu komponen penting dalam
mempertanggungjawabkan profesionalisme dan kualitas pelayan asuhan keperawatan
jiwa.   Berpikir kritis merupakan pengujian rasional terhadap ide, pengaruh, asumsi,
prisip, argumen, kesimpulan, isu, pertanyaan, keyakinan, dan aktivitas.

B. Saran
Demikian ulasan dari makalah ini untuk memperjelas dalam pembahasan
Berpikir Kritis Dalam Bidang Keperawatan jiwa.  penulis berharapa dalam setiap
melakukan proses keperawatan didasari oleh proses berfikir kritis sehingga klien
memperoleh pelayanan yang tepat. Penulis menyadari makalah ini jauh dari sempurna
sehingga penulis mengharapkan banyak kritik dan saran dari semua kalangan.
DAFTAR PUSTAKA

Deswani. 2009. Proses Keperawatan dan Berpikir Kritis. Jakarta: Salemba Medika.

Direja, A.H.S. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.

Keliat, B.A. (2010). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC.

Kaplan, HI, dan Saddock, BJ. (2010). Kaplan-Sadock Sinopsis Psikiatri. Ilmu Pengetahuan


Prilaku Psikiatri Klinis. Tangerang : Bina Rupa Aksara.

Kelliat, Budi Anna dan Akemat. (2009). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.
Jakarta: EGC

Nursalam. (2014). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.

Rubenfeld, M, Gaie. (2010). Berpikir Kritis untuk Perawat: Strategis Berbasis Kompetensi.
Jakarta:EGC

Stuart. (2013). Principles and Practice of Psychiatric Nursing (10th Edition). St Louis
Missouri: Mosby Year Book.

Yosep, I. (2013). Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai