Pengaruh Perspektif Sosbud Terhadap Sinkronisasi Kurikulum Diknas Dan JSIT 31 Maret 2019
Pengaruh Perspektif Sosbud Terhadap Sinkronisasi Kurikulum Diknas Dan JSIT 31 Maret 2019
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I Pendahuluan
BAB II Pembahasan
3.1 Simpulan
3.2 Saran
BAB I PENDAHULUAN
Amanat tersebut tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat,
yang berbunyi antara lain mencerdaskan kehidupan bangsa. Rumusan yang didapat oleh para
pendiri republic memiliki keragaman makna sehingga pada setiap periode selalu mengalami
Pada batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 disebutkan bahwa : tiap-tiap
warga negara berhak mendapatkan pengajaran (ayat 1); pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan Undang-Undang (ayat
2). Ayat pertama memberikan petunjuk kepada kita bahwa pemerintah mendapatkan amanat
untuk menjamin hak-hak warganya dalam mendapatkan layanan pendidikan. Sedangkan ayat
dipecahkan. Salah satu masalah tersebut yakni kualitas pendidikan. Masalah tersebut
berkenaan dengan bagaimana meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia agar
kualitatif pendidikan berkenaan dengan masalah kualitas mengajar guru dan kualitas belajar
kurikulum yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang tidak sesuai dengan arah
semangat pembangunan terkini. Oleh karena itu, perlu adanya kebijaksanaan pendidikan yang
permukaan sistem kurikulum terpadu yang diterapkan pada sekolah-sekolah bergenre Islam
Terpadu. Sekolah Islam Terpadu (SIT) dipayungi dalam suatu wadah kordinasi bernama
Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT). Di dalam wadah tersebut, SIT mencoba menerapkan
keterpaduan pendidikan agama dan sains dalam satu tata nilai kurikulum yang khas. Mindset
yang diterapkan pada model kurikulum SIT adalah bagaimana menghasilkan lulusan yang
tidak hanya berwawasan saintifik, melainkan juga memiliki moralitas, spiritualitas, dan
Penerapan penanaman karakter ini sebenarnya sudah tercantum dalam sistem kurikulum yang
sudah pernah diterapkan, hanya saja kini masuk tahapan revitalisasi. Sehingga penguatan
Eksistensi dari dua identitas kurikulum tersebut menimbulkan rasa ingin tahu penulis
bagaimana proses adaptasi dan sinkronisasi antara dua sistem kurikulum tersebut. JSIT tentu
menjadi pihak yang harus menyesuaikan diri dengan pernak pernik kurikulum nasional.
Penyesuaian yang dilakukan tersebut akan dipahami melalui perspektif sosial budaya sebagai
Dari latar belakang yang sudah dipaparkan di atas, penulis merumuskan masalah sebagai
berikut
2. Bagaimana sinkronisasi dan adaptasi dari kurikulum nasional dengan JSIT pada
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua (1997:747), kata pengaruh yakni
“daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang atau benda) yang ikut membentuk watak
kepercayaan dan perbuatan seseorang”. Pengaruh adalah “daya yang ada atau timbul dari
sesuatu (orang atau benda) yang ikut membentuk watak kepercayaan dan perbuatan
adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu, baik orang maupun benda dan sebagainya
yang berkuasa atau yang berkekuatan dan berpengaruh terhadap orang lain
(Poerwardaminta:731).
Dari tinjauan mengenai pengertian pengaruh yang ada di atas, dapat dipahami bahwa
pengaruh adalah suatu hal yang dapat membawa suatu hal yang lain kepada tahapan
perubahan dan penyesuaian dalam konteks yang berlaku. Pengaruh dalam hal ini tidak hanya
menyangkut suatu yang hidup, benda maupun sistem juga dapat menimbulkan penyebaran
konsep pemikiran sehingga mendorong entitas sistem lain untuk ikut berubah atau
menyesuaikan diri.
Manusia memiliki kemampuan sosial berupa kesadaran sosial dan pengelolaan sosial
sednagkan kesadaran sosial merupakan kemampuan merasakan emosi orang lain, memahami
sudut pandang mereka, dan berminat aktif pada kekhawatiran mereka. Sementara itu,
pengelolaan sosial merupakan kemampuan membimbing, mempengaruhi, mengembangkan
orang lain, pengelolaan konflik, membangun ikatan, dan kerja kelompok (Triwiyanto,
2014:8).
Tirtarahadja dan Sulo (2005:19) mengatakan bahwa adanya dimensi sosial pada diri
manusia tampak jelas pada dorongan untuk bergaul. Dengan adanya dorongan untuk bergaul,
setiap orang ingin bertemu dengan sesamanya. Betapa kuat dorongan tersebut sehingga bila
dipenjarakan, menjadi hukuman yang paling berat dirasakan manusia karena dengan
diasingkan di dalam penjara, artinya diputuskannya dorongan bergaul tersebut dengan mutlak
(Triwiyanto, 2014:8)
saling terkait satu sama lain. Di dalam dimensi ini terdapat proses sosial dan interaksi sosial
antar manusia. Soekanto (2002:6) menjelaskan bahwa proses sosial adalah pengaruh timbal
balik antara pelbagai segi kehidupan bersama. Dinamika proses sosial tersebut terjadi pada
(Triwiyanto, 2014:8)
Sebagai makhluk sosial, manusia memiliki perilaku dalam menjalin hubungan dengan
manusia lainnya. Vembriarto (1990:3) menyatakan bahwa perilaku manusia tersebut hanya
dapat dimengerti dari tujuan, cita-cita, atau nilai-nilai yang dikejar. Perilaku sosial itu
masyarakat. Peranan tersebut menghasilkan kebudayaan, yang sering disebut juga warisan
sosial manusia. Perilaku sosial manusia itu merupakan unsur dalam proses sosial, yaitu proses
yang memiliki bentuk konflik, kerja sama, sosialisasi, dan sebagainya. Kristalisasi dari proses
sosial tersebut karena pengaruh kebudayaan, membentuk struktur sosial, yaitu susunan
interest, peraturan, harapan, dan sebagainya yang mengikat individu-indivudu masyarakat
dan menjadi inti utama bagaimana pendidikan itu berlangsung. Kurikulum saat ini
mengarahkan visi outputnya pada kesiapan lulusan untuk siap menjadi masyarakat yang
bermanfaat dengan kontribusi nyata. Artinya ada semangat untuk menguatkan nilai-nilai
sosial dalam proses pendidikan. Ketika diarahkan untuk terjun ke masyarakat, tentu harus
harus memiliki konten penguatan nilai sosial dan budaya. Peserta didik tidak hanya ditata
bagian internal dirinya, melainkan juga menangani perilaku yang akan menjadi cara
sosial yang berbeda, oleh karena itu kurikulum harus memiliki tujuan, isi, maupun proses
masing memiliki sistem-sosial budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola
hubungan antar anggota masyarakat. Rosni dalam jurnalnya berjudul Landasan Sosial
masalah anggota masyarakat yang belum dewasa dalam kebudayaan. Maksunya manusia belum
mampu menyesuaikan dengan cara kelompoknya. Kedua, Kurikulum dalam setiap masyarakat
merupakan refleksi dari cara orang perfikir, berasa, bercita-cita atau kebiasaan. Karena itu untuk
terdapat dalam semua ilmu pengetahuan yang ada dalam kurikulum, harus disesuaikan
dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat, sehingga hasil belajar yang dicapai oleh
1. Mengajar keterampilan,
2. Mentransmisikan budaya,
4. Membentuk kedisiplinan,
1. Individu lahir tidak berbudaya, baik dalam hal kebiasaan, cita-cita, sikap, pengetahuan,
keterampilan dan sebagainya. Semua itu dapat diperoleh individu melalui interaksi dengan
pengalaman kepada para peserta didik dengan salah satu alat yang disebut kurikulum.
sosiologis adalah yang berkenaan dengan kondisi sosial masyarakat yang sangat beragam,
seperti masyarakat industry, pertanian, nelayan, dan sebagainya. Pendidikan seolah pada
dasarnya bertujuan mendidik anggota masyarakat agar dapat hidup berintegrasi dan
sebagai makhluk berbuadaya. Hal ini membawa implikasi bahwa kurikulum sebagai salah
satu alat untuk mencapai tujuan pendidikan bermuatan kebudayaan yang bersifat umum
kurikulum, terdapat pada diberikannya porsi besar tentang pembelajaran berbasis studi sosial.
Studi sosial memiliki konten yang memberikan pondasi kepada peseta didik untuk
menguatkan aspek kultural dan sosial. Melalui konten studi sosial tersebut, peserta didik
diharapkan mampu mewujudkan perilaku yang bertanggung jawab selaku individual dan
sebagai bagian dari masyarakat. Selain itu, studi sosial dalam kurikulum juga membantu
peserta didik mengembangkan kepekaan terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat,
memiliki sikap mental positif untuk perbaikan segala ketimpangan, dan terampil mengatasi
setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya maupun masyarakat
(Alma, 2010:19).
Perspektif sosial budaya dalam pendidikan juga tercermin bagaimana kombinasi
antara porsi pengetahuan dan pembinaan mentalitas diberikan bobot yang sama. Peserta didik
diharapkan tidak hanya kuat dalam wawasan umum, melainkan juga memiliki kemampuan
untuk menerapkannya dalam dunia nyata dalam konteks sosial budaya masyarakat. Peserta
didik dibentuk pribadinya, didewasakan jiwanya, dan dikuatkan pola komunikasinya agar
tidak canggung ketika berhadapan dengan masyarakat. Pada dasarnya, manusia memang
makhluk sosial, ia dapat menjadi anggota beberapa kelompok sekaligus dan tidak bisa
membentuk watak, serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kurikulum pada semua
jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan
Hamalik (2013:11) menyebutkan tiga peranan kurikulum yang sangat penting, yaitu
peranan konservatif, peranan kritis, dan peranan kreatif. Peranan konservatif menunjukkan
bahwa salah satu tanggung jawab kurikulum adalah mentransmisikan dan menafsirkan
warisan sosial pada generasi muda. Selain itu, kurikulum juga turut berpartisipasi dalam
control sosial dan memberikan penekanan pada unsur berpikir kritis. Peranan kreatif
meletakkan kurikulum berperan dalam melakukan kegiatan kreatif dan konstruktif, dalam arti
menciptakan sesuatu untuk dibutuhkan di masa yang akan datang (Triwiyanto, 2014:132)
pada pendidikan karakter, terutama pada tingkat dasar yang akan menjadi fondasi pada
tingkat berikutnya. melalui pengembangan kurikulum 2013 yang berbasis karakter dan
berbasis kompetensi kita berharap bangsa ini menjadi bangsa yang memiliki nilai jual yang
bisa ditawarkan kepada bangsa lain didunia. Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 butir 19, kurikulum adalah seperangkat rencana
dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
Kurikulum 2013 merupakan sebuah kurikulum yang mengutamakan pemahaman, skill, dan
pendidikan berkarakter, siswa dituntut untuk paham atas materi, aktif dalam berdiskusi dan
presentasi serta memiliki sopan santun disiplin yang tinggi. Kurikulum ini menggantikan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang diterapkan sejak 2006 lalu. Dalam Kurikulum
2013 mata pelajaran wajib diikuti oleh seluruh peserta didik di satu satuan pendidikan pada
kurikulum yaitu kompetensi dinyatakan dalam bentuk Kompetensi Inti (KI) satuan
pendidikan dan kelas, dirinci lebih lanjut dalam Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran. (2).
Kompetensi Inti (KI) merupakan gambaran secara kategorial mengenai kompetensi dalam
aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan (kognitif dan psikomotor) yang harus dipelajari
peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran. (3). Kompetensi Dasar
(KD) merupakan kompetensi yang dipelajari peserta didik untuk suatu tema untuk SD/MI,
dan untuk mata pelajaran di kelas tertentu untuk SMP/MTS, SMA/MA, SMK/MAK. (4).
Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar dijenjang pendidikan menengah diutamakan pada
ranah sikap sedangkan pada jenjang pendidikan menengah berimbang antara sikap dan
kemampuan intelektual (kemampuan kognitif tinggi). (5). Kompetensi Inti menjadi unsur
memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antar mata pelajaran dan jenjang
pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal) diikat oleh kompetensi inti. (7). Silabus
dikembangkan sebagai rancangan belajar untuk satu tema (SD). Dalam silabus tercantum
seluruh KD untuk tema atau mata 2 pelajaran di kelas tersebut. (8). Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran dikembangkan dari setiap KD yang untuk mata pelajaran dan kelas tersebut.
2.4 Kurikulum Sekolah Islam Terpadu (SIT)
Sekolah Islam Terpadu (SIT), seperti dikutip dari Jaringan Sekolah Islam Terpadu
(JSIT)yaitu sekolah yang mengimplementasikan konsep pendidikan Islam berlandaskan
AlQur’an dan As Sunnah. Konsep operasional SIT merupakan akumulasi dari proses
pembudayaan, pewarisan dan pengembangan ajaran agama Islam, budaya dan peradaban
Islam dari generasi ke generasi.
Istilah “ Terpadu” dalam SIT dimaksudkan sebagai penguat (tauhid) dari Islam itu
sendiri. Maksudnya adalah, Islam yang utuh menyeluruh, dalam segala aspek kehidupan.
Bukan hanya berupa pemahaman formal dalam lingkungan sekolah tapi mencontohkannya
dalam aspek kehidupan sehari-hari. Dalam kurikulum dasar, SDIT tetap berkiblat pada
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang merupakan acuan dari Departemen
Pendidikan Nasional (Depdiknas). Namun sekolah melakukan pengembangan sesuai dengan
nilai-nilai Islam yang menjadi dasar pendidikan
Dengan cukup padatnya pelajaran dan mengajarkan keterpaduan nilai Islam dalam
kehidupan sehari-hari, maka konsep SDIT memang full day school. Anak-anak berada di
sekolah dalam waktu yang panjang hingga sore hari. Mereka tak hanya belajar dalam kelas,
tapi juga melaksanakan solat wajib dan sunnah secara berjamaah. Saat belajar mengaji, ada
guru khusus yang mengajarkannya. Bukan sekedar membaca tapi benar-benar diajarkan
secara detail cara membaca yang benar sesuai tajwid dan tahsinnya.
Anak-anak juga dilatih untuk menghafal Al-Quran. Nantinya ada buku laporan
khusus soal seberapa banyak hafalan anak, dan menjadi nilai penting dalam sisi akademik.
Orangtua pun harus terlibat aktif dalam menyiapkan anak, membimbing serta mendampingi
anak dalam menjalani tiap aktivitas sekolah. Hal ini karena sistem sekolah terpadu artinya
sekolah dan orangtua juga bekerja sama dan terpadu dalam hal mendidik anak.
Dalam aplikasinya sekolah Islam Terpadu diartikan sebagai sekolah yang menerapkan
pendekatan penyelenggaraan dengan memadukan pendidikan umum dan pendidikan agama
menjadi suatu jalinan kurikulum. Sekolah islam terpadu juga menekankan keterpaduan dalam
metode pembelajaran sehingga dapat mengoptimalkan ranah kognitif, afektif dan konatif atau
Psikomotorik. Sekolah Islam Terpadu juga memadukan pendidikan aqliyah, ruhiyah dan
jasadiyah. Dalam penyelenggaraannya memadukan keterlibatan dan partisipasi aktif
lingkungan belajar yaitu sekolah, rumah dan masyarakat.
Dengan sejumlah pengertian di atas dapatlah ditarik suatu pengertian umum yang
komprehensif bahwa sekolah Islam Terpadu adalah sekolah Islam yang diselenggarakan
dengan memadukan secara integrative nilai dan ajaran Islam dalam bangunan kurikulum
dengan pendekatan pembelajaran yang efektif dan pelibatan yang optimal dan koperatif
antara guru dan orang tua, serta masyarakat untuk membina karakter dan kompetisi murid.
2. Penilaian
Sebagai kegiatan menilai suatu objek, ada beberapa prinsip-prinsip umum dalam
melakukan penilaian, yaitu:
a. Clearly specifying what is to be assessed has priority in the assessment.
b. An assessment procedure should be selected because of its relevance to the characretistics
or performance to be measured.
c. Comprehensive assessment reiquires a variety of procedures.
d. Proper use of assessment procedures requires an awareness of their limitations.
e. Assessment is a means to an end, not an end in itself.
Penilaian sebagai bagian dari evaluasi memiliki prinsip di dalam proses
kerjanya. Prinsip-prinsip itu adalah: 1) kejelasan bagian yang akan di nilai, 2)
pemilihan prosedur penilaiankarena berkaitan dengan karakteristik yang akan dinilai, 3)
penilaian secara komprehensif membutuhkan prosedur yang berbeda-beda, 4) ketepatan
penggunaan prosedur penilaian 5) penilaian merupakan sarana mencapai tujuan, bukan tujuan
itu sendiri.Dari uraian di atas tentang definisi penilaian dapat disimpulkan bahwa
penilaian merupakan kegiatan yang dilakukan sistematis dan terencana sebagai usaha
mengumpulkan data dan kemudian menganalisanya untuk dibuat penomoran, kelas dan
perankingan. Hasil analisis bukan berupa angka sebagaimana pengertian pengukuran,
akan tetapi interpretasi berupa kualitatif seperti lulus tidak lulus, baik atau buruk dan
seterusnya.Adapun hasil wawancara yang diperoleh dari guru kelas yaitu Bunda Fifi
Yuhelmi “Proses evaluasi semuadicangkup seperti kognitif, afektif maupun psikomotorik.
Setiap senin kita mengadakan evaluasi ibadah seperti halnya mentoring atau bisa
disebut juga liqo. “Kalaupun untuk penilaian psikomotoriknya adalah sikap.Adapun aspek
penilaian yang diambil yaitu:
a.Kepribadian
b.Kelakuan
c.Kerajinan
d.Kebersihan
e.Pengetahuan
f.Kedisiplinan
3. Pendidikan karakter
JSIT sudah menetapkan bahwa Karakteristik JSIT Indonesia diantaranya adalah: (1)
Menjadikan Islam sebagai landasan filosofis dan operasional sekolah, (2) Mengintegrasikan
ilmu dan nilai kauniyah dan qauliyah dalam bangunan kurikulum, (3) Menerapkan dan
mengembangkan metode pembelajaran efektif untuk mencapai optimalisasi proses belajar
mengajar, (4) Mengedepankan qudwah hasanah dalam membentuk karakter peserta didik, (5)
Menumbuhkan bi’ah sholihah dalam iklim dan lingkungan sekolah.
Sekretaris Jenderal JSIT Indonesia, Suhartono mengatakan, ada tiga konsep
pendidikan karakter. Tanpa itu Pendidikan karakter tidak akan terterapkan dengan baik.
Pertama, yaitu keteladanan. Guru haruslah menjadi teladan, lalu bersinergi dengan orang tua,
atau juga tokoh masyarakat. Kedua, pembiasaan. Anak-anak harus dibiasakan terus menerus
melakukan kegiatan berkarakter. Dan ketiga, adalah pembudayaan.
Proses pendidikan karakter di JSIT yakni diajarkan lalu pembiasaan, lalu dilatih untuk
konsisten. Setelah menjadi kebiasaan maka akan menjadi karakter. Setelah menjadi karakter
maka akan menjadi budaya. Masalahnya, ketika sekolah sudah melakukan keteladanan dan
pembiasaan, proses itu tidak sama dengan apa yang dilakukan oleh orang tua di rumah.
Sehingga pembelajaran dan pembiasaan itu tidak mampu diterapkan.
Dengan demikian, sekolah harus melakukan beberapa cara, diantaranya mengundang
orang tua menunjukkan metode pengajaran guru. Lalu dengan itu, orang tua melakukan hal
yang sama. Agar apa yang dilakukan seiring dengan sekolah.
Kemudian selain itu, undang pula orang tua dalam program kelas “parenting”. Di situ
orang tua disampaikan bagaimana sekolah mengajar anak-anak mereka.
Selanjutnta adalah melakukan “home visit” (mengunjungi langsung rumah murid).
Guru menyampaikan sejauh mana perkembangan anaknya. Apa kelebihan yang diapresiasi,
dan apa kelemahan yang harus diselesaikan secara Bersama. Salah satu bukti dari penerapan
berbagai cara itu adalah, SDIT di bawah JSIT meraih peringkat ketiga untuk Indeks
Integritas UN.
3.1 Simpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
https://www.kemdikbud.go.id/kemdikbud/dokumen/Paparan/Paparan%20Wamendik.pdf
(diakses pada 24 Maret 2019 pukul 13.50)
https://jsit-indonesia.com/ikuti-lomba-guru-sit-kreatif-berbasis-pembelajaran-terpadu/
(Diakses pada 31 Maret 2019 pada 13.00)
https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2017/07/penguatan-pendidikan-karakter-jadi-pintu-
masuk-pembenahan-pendidikan-nasional (Diakses pada 31 Maret 2019 pukul 14.00)