Anda di halaman 1dari 5

PEMERINTAH KABUPATEN TANA TORAJA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LAKIPADADA


Jl. Pongtiku No. Makale Telp (0423) 22264, Fax. (0423) 22881 Kode Pos 91811
Email : lakipadadarsud@gmail.com

Panduan Praktik Klinis (PPK)


SMF PENYAKIT DALAM
No. Dokumen PPK./.......SMF .......... / RS / Th **
Tanggal Terbit
Revisi

Dibuat Oleh :

Ketua SMF Penyakit


dr. Jerry Koluku, Sp.PD
Dalam

Ketua Komite Medik dr. Yosephin Rempe, M.Kes.,Sp.Rad

Diperiksa Oleh :
Manajemen
Representatif
Ketua Tim
drg. Prawiro Hartanto, M.Si
Akreditasi

Disetujui Oleh :

Direktur dr. Syafari Daniel Mangopo, M.Kes, Sp.B

Distribusi Distribusi Dokumen :


1. Ketua SMF Penyakit Dalam
2. Ketua Komite Medik
3. Kepala Instalasi Rawat Jalan
4. Kepala Instalasi Rawat Inap
5. Kepala Instalasi Gawat Darurat
6. Kepala Ruangan .....................
7. Kepala Ruangan .............................
8. Satuan Pemeriksa Internal (SPI)
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF PENYAKIT DALAM
RSUD LAKIPADADA
TANA TORAJA

TUBERKULOSIS PARU

1. Pengertian (Definisi) Tuberkulosis paru (TB paru) adalah infeksi paru yang menyerang jaringan
parenkim paru, disebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis.

2. Anamnesis Demam biasanya subfebril, batuk (dapat ditemukan batuk darah), sesak
napas, nyeri dada, malaise, berat badan menurun, keringat malam, riwayat
kontak penderita TB.

3. Pemeriksaan Fisik Demam, konjungtiva anemis, berat badan berkurang, auskultasi suara
napas bronkial, dapat ditemukan ronki basah/kasar/nyaring. Bila infiltrat
diliputi penebalan pleura, suara napas jadi vesikuler melemah, bila
terdapat kavitas besar ditemukan perkusi hipersonor, auskultasi suara
amphorik.

4. Pemeriksaan 1. Darah: LED meningkat


Penunjang 2. Sputum positif minimal 2 hari dari 3 spesimen SPS
3. PCR-TB dari sputum
4. Foto toraks PA + lateral (hasil bervariasi) : infiltrat, pembesaran
kelenjar getah bening (KGB) hilus/KGB paratrakeal, milier,
atelektasis, efusi pleura, kalsifikasi, bronkiektasis, kavitas, destroyed
lung.

5. Kriteria Diagnosis 1. BTA positif:


a. BTA sputum positif minimal 2 dari 3 spesimen SPS atau
b. 1 (satu) sediaan BTA sputum positif disertai dengan kelainan
radiologis yang sesuai dengan gambaran TB aktif atau
c. 1 (satu) sediaan BTA sputum positf disertai dengan biakan yang
positif
2. BTA negatif:
a. BTA sputum negatif minimal 2 kali pemeriksaan tetapi radiologis
sesuai dengan TB aktif.
b. BTA sputum negatif sama sekali tetapi pada biakannya positif.

6. Diagnosis Banding Pneumonia, tumor/ keganasan paru, jamur paru, penyakit paru akibat
kerja.

7. Terapi Suportif: istirahat, stop merokok, hindari polusi, tata laksana


komorbiditas, nutrisi, vitamin
Medikamentosa: obat anti tuberkulosis ( OAT )
1. Kategori 1. Pasien baru yaitu pasien yang belum pernah mendapatkan
terapi OAT atau pernah mendapatkan OAT sebelumnya selama <1
bulan, maka regimen terapinya adalah 2HRZE/4HR. Dosis obat dapat
dilihat pada tabel 1. Pada pasien baru yang diketahui resisten

1
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF PENYAKIT DALAM
RSUD LAKIPADADA
TANA TORAJA

TUBERKULOSIS PARU

isoniazid, maka berikan 2HRZE/ 4HRE.


2. Kategori 2. Pasien yang sebelumnya pernah mendapat terapi OAT
a. Kultur dan resistensi OAT atau drug susceptibility test (DST)
b. Jika hasil DST belum ada
Pasien yang gagal terapi (sputum BTA atau kultur tetap positif pada
akhir bulan ke-5 pengobatan) Pasien yang putus berobat (pasien
yang putus berobat selama > 2 bulan berturut-turut) atau kambuh,
berikan 2HRZES/1HRZE/5HRE.
c. Jika hasil DST sudah ada, sesuaikan terapi dengan antibiotik
spesifik patogen.
3. Indikasi kortikosteroid
a. Meningitis TB
b. TB milier
c. TB dengan Pleuritis eksudavita
d. TB dengan Perikarditis konstriktiva
e. Manifestasi klinis insufisiensi adrenal karena TB
Pemeriksaan Terapi
a. Pada pasien yang sebelumnya telah mendapat OAT, periksa hasil
DST pada bulan kedua pengobatan, bila terdapat resistensi ganti
obat sesuai protokol MDR-TB.
b. Cek sputum BTA pada akhir fase intensif (akhir bulan ke-2 terapi
pada pasien baru dan akhir bulan ke-3 pada pasien yang
sebelumnya telah mendapat OAT).
c. Jika masih positif, cek ulang sputum BTA pada akhir bulan ke-3
terapi pada pasien baru dan akhir bulan ke-4 pada pasien yang
sebelumnya telah mendapat OAT.
d. Jika masih positif, pasien dinyatakan gagal terapi. Pada pasien baru
yang belum pernah mendapat OAT stop kategori 1 atau mulai terapi
kategori 2. Cek kultur dan DST pada pasien baru dan DST pasien
yang sebelumnya telah mendapat OAT).
e. Jika hasil kultur dan DST positif ditemukan resistensi, maka pasien
mulai protokol MDR-TB.

Tabel 1. Dosis dan Efek Samping OAT


Dosis berkala 3 kali
Dosis harian
seminggu
Nama Obat Dosis dan Dosis dan Efek samping
range Maksimum range Maksimum
(mg/kgBB) (kg/kgBB)

2
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF PENYAKIT DALAM
RSUD LAKIPADADA
TANA TORAJA

TUBERKULOSIS PARU

Isoniasid (H) 5 (4-6) 300 mg 10 (8-12) 900 Neuropati perifer


Rifampisin (R) 10 (8-12) 600 mg 10 (8-12) 600
Pirazinamide (Z) 25 (20-30) - 35 (30-40 - Sindrom flu,
hepatotoksik
Streptomisin (S) 15 (15-20) - 15 (12-18) 1000 Nefrotoksik,
gangguan
NVIII kranial
Etambutol (E) 15 (15-20) - 30 (25-35) - Neuritis optika,
nefrotoksik, skin
rash/dermatitis

PENGOBATAN TB PADA KEADAAN KHUSUS


Multi Drug-Resistant TB (MDR-TB) dan Extensively Drug-Resistant TB (XDR-TB)
MDR-TB adalah resisten terhadap 2 jenis OAT lini pertama yang paling efektif yaitu Isoniazid dan
Rifampisin. XDR-TB adalah resisten terhadap Isoniazid, Rifampisin dan OAT lini kedua. Faktor
risiko MDR: tidak patuh berobat, hasil monitoring sputum BTA tetap positif pada akhir bulan ke-2
dan ke-3 setelah terapi, riwayat perburukan dengan terapi OAT, terpajan pada lingkungan atau
instansi yang prevalansi tinggi MDR, gagal terapi sebelumnya, kondisi komorbid seperti malabsorbsi,
atau rapid-transit diare, memiliki diabetes mellitus tipe 2.
Prinsip terapi MDR TB:
a. Terapi dengan setidaknya 4 obat yang masih efektif berdasarkan hasil kultur International
Standars for Tuberculosis Care (ISTC)
b. Pengobatan paling sedikit selama 18 bulan (ISTC)
c. Monitoring kultur / sputum BTA setiap bulan, sampai terjadi konversi
d. Bila sudah terjadi konversi, monitoring kultur /sputum BTA dilakukan tiap 2-3 bulan
e. Terapi dilanjutkan selama 18 bulan setelah konversi. Tetapi agen injeksi dilanjutakan 4-6 bulan
setelah konversi.
Pemilihan terapi MDR TB:
a. Pemilihan obat berdasarkan hirarki seperti yang tercantum pada tabel 2.
b. Pilihlah obat yang paling efektif (berdasarkan hasil DST) pada kelompok 1 terlebih dahulu, baru
kemudian kelompok 2, 3, dan 4.
Tabel 2. Kelompok Obat untuk Terapi MDR TB
Kelompok Obat (singkatan) Dosis
Kelompok 1 : Pyrzinamide (Z) 25 mg/kg/hari (maksimal 2 gram/hari) (po)
Agen lini pertama Etambutol (E) 15-25 mg/kg/hari (po)
peroral Rifabutin (Rfb) 5 mg/kg/dosis (maksimal 300 mg) (po)
Kelompok 2 : Kanamycin (Km) 15 mg/kg/hari, 5-7 hari/minggu (maksimal 1
Agen injeksi gram)  15 mg/kg/hari, 2-3 kali/minggu setelah
periode awal (iv atau im)

3
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF PENYAKIT DALAM
RSUD LAKIPADADA
TANA TORAJA

TUBERKULOSIS PARU

Amikacin (Am) 15 mg/kg/hari, 5-7 hari/minggu (maksimal 1


gram)  15 mg/kg/hari, 2-3 kali/minggu setelah
periode awal (iv atau im)
Capreomycin (Cm) 15 mg/kg/hari, 5-7 hari/minggu (maksimal 1
gram)  15 mg/kg/hari, 2-3 kali/minggu setelah
periode awal (iv atau im)
Streptomycin 15 mg/kg/hari, 5-7 hari/minggu (maksimal 1
gram)  15 mg/kg/hari, 2-3 kali/minggu setelah
periode awal (iv atau im)
Kelompok 3 : Levofloxacin (Lfx) 500-1000 mg/hari (po atau iv)
Flouroquinolone Moxifloxacin (Mfx) 1x400 mg (po atau iv)
Ofloxacin (Ofx) 2x400 mg (po)

9. Komplikasi 1. Komplikasi paru: atelektasis, hemoptisis, fibrosis, bronkiektasis,


pneumotoraks, gagal napas.
2. TB ekstra paru: pleuritis, efusi pleura, perikarditis, peritonitis, TB
kelenjar limfe.
3. Kor Pulmonal

10. Prognosis Dengan terapi INH dan rifampisin selama 6 bulan dan pyrazinamide
selama 2 bulan, sekitar 96-99% sembuh (bagi pasien HIV negatif). Angka
kambuh <5%.

11. Kepustakaan Alwi I, Salim S, Hidayat R, Kurniawan J, Tahapary DL, Editor. Panduan
Praktik Klinis: Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. PB
PAPDI, September 2015

Anda mungkin juga menyukai