Oleh:
Safira Aulia Rahma G4A017041
Pembimbing:
dr.Dudik Haryadi, Sp. An
“Persiapan Pre Operatif Pada Pasien Ny S P6A1 Usia 68 Tahun Dengan Prolapsus
Uteri Grade IV, Sistokel Grade III, Rektokel Grade II, Dan Trombositopenia”
Disusun oleh:
Safira Aulia Rahma G4A017041
Telah disetujui,
Pada tanggal: Juli 2018
Mengetahui,
Dokter Pembimbing
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Umur : 68 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Tamanwinangun RT 06/04 Kebumen
Agama : Islam
Diagnosis : P61 Usia 68 Tahun Dengan Prolapsus Uteri Grade
IV, Sistokel Grade III, Rektokel Grade II,
Hepatomegali Dan Trombositopenia
Pro : TVH, KPA, KPR
DPJP Anestesi : dr. Dudik Haryadi, Sp.An
No. CM : 02057885
Tanggal masuk RSMS : Senin, 2 Juli 2018
Tanggal Operasi : Kamis, 4 Juli 2018
3
kecil, infeksi saluran kemih berulang dan kesulitan buang air besar
disangkal.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Hipertensi (+), Diabetes Melitus (-), Asma (-), penyakit
Jantung (+), penyakit ginjal (-), penyakit hati (+), stroke (-), alergi obat
(-),alergi makanan (-), riwayat operasi (-).
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi (+), Diabetes Melitus (-), Asma (-), penyakit Jantung
(-), penyakit ginjal (-).
e. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga dengan pendidikan
terakhir SMP. Suami pasien meninggal dan pasien memiliki 6 orang
anak, pasien tinggal bersama salah seorang anaknya. Pembiayaan
kesehatan menggunakan umum dengan kelas VIP B.
2. Pemeriksaan Pra Anestesi
a. Tanda vital
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Heart Rate : 84 x/menit, denyut kuat, isi cukup, reguler
Respiratory Rate : 18 x/menit
Suhu : 36,7oC
b. Status Antropometri
Berat Badan : 34 kg
Tinggi Badan : 146 cm
BMI : 15.95 (Underweight)
c. Status Generalis
a. Kepala : Mesochepal
b. Mata : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-, Reflek cahaya +/+,
pupil isokor diameter 3mm/3mm, lensa keruh +/+
c. Hidung : Discharge (-) epistaksis (-), deviasi septum (-)
d. Mulut : Lidah Kotor (-) bibir kering (-), hiperemis (-), pembesaran
tonsil (-), buka mulut 3 jari, mallapati kelas II.
4
e. Gigi : Karies gigi (+), gigi tanggal (+), gigi goyang (-), massa jalan
nafas (-).
f. Telinga : Discharge (-), tidak ada kelainan bentuk
g. Leher : Simestris, trakea di tengah, pembesaran tiroid dan kelenjar
getah bening (-), Thyromental distance (TMD) 7 cm.
h. Thorax: simetris, retraksi (-)
Paru:
Inspeksi : simetris (+), retraksi(-), ketinggalan gerak (-), jejas (-)
Palpasi : vocal fremitus dextra sama dengan vocal fremitus sinistra
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : SD vesikuler +N/+N, RBK -/-, RBH -/-, Wheezing -/-
Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di SIC V LMCS 2 jari ke kiri, tidak kuat
angkat
Perkusi : batas jantung
kanan atas di SIC II LPSD
kanan bawah di SIC IV LPSD
kiri atas di SIC II LPSS
kiri bawah di SIC V LMCS 2 jari ke kiri
Auskultasi :s1>s2, murmur -, gallop -
i. Abdomen
Inspeksi : Cembung, distensi (-)
Auskultasi : Bising Usus (+) normal
Perkusi : Timpani
Palpasi :Supel, nyeri tekan (-)
Hepar : Batas bawah hepar teraba 4 jari dibawah arcus
costae dextra, konsistensi lunak, tepi tumpul
Lien : tidak teraba
j. Ekstremitas : Akral hangat, edema superior (-/-) edema inferior (-/-
), parese (-/-).
k. Integumen: ikterik (-), turgor kulit < 2 detik.
5
l. Pemeriksaan Vertebrae
Tidak didapatkan kelainan
d. Status lokalis
Inspeksi : fluksus (+), fluor (-), vulva dan vagina tidak ada kelainan,
tampak massa berasal dari vagina pada vulva, discharge (-)
Pemeriksaan Dalam : fluksus (+), fluor (+), vulva ddan vagina tidak ada
kelainan, teraba massa dari dinding anterior vagina turun sampai diluar
introitus vagina, teraba portio turun sampai caruncula hymenalis, portio
: licin, erosi (-)
e. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Darah Lengkap Tanggal 03/07/2018
Hb : 10.5 g/dL (L)
Leukosit : 10010 U/L (L)
Ht : 34 % (L)
Eritrosit : 3,9 juta/µL
Trombosit : 79.000 µL
Albumin : 2.67 g/dL (L)
GDS : 90 mg/dl
Natrium : 139 mmol/L (H)
Kalium : 2,8 mmol/L
Klorida : 112 mmol/L (H)
Laboratorium Kimia Klinik Tanggal 02/07/2018
SGOT : 23 U/L
SGPT : 23 U/L
Ureum : 27,2 mg/dL
Kreatinin : 0,68 mg/dL
PT : 11,2 detik
APTT : 49,0 detik (H)
6
Hasil Ro Thorax
Hasil EKG
7
3. Terapi pra Anestesi
- IVFD RL 20 tpm
- Transfusi PRC 1 kolf
4. Kesimpulan
a) Assesment
- Prolaps Uteri Grade IV, Sistokel Grade III, Rektokel Grade
III,Hepatomegali, Trombositopenia
- ASA II
b) Rencana operasi: Pro TVH + KPA + KPR
c) Rencana anestesi: General Anestesi - LMA
C. Laporan Anestesi
1. Persiapan Anestesi
o Informed consent
o Puasa minimal 6 jam sebelum operasi
2. Durante Operasi
a. Tanggal operasi : 04/07/2018
b. Jam mulai anestesi : 11.00 WIB
c. Jam selesai anestesi : 12.50 WIB
d. Kondisi prainduksi
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4V5M6
Tekanan darah : 150/90 mmHg
Heart rate : 92x/menit, denyut kuat, isi cukup, reguler
RR : 18 x/menit, pola napas thoracoabdominal
Suhu : 36,80C
e. Teknik anestesia
Anestesi : General Anestesi
Premedikasi : Ondansentron
Preemptive analgesia : fentanyl 50 µg
Sedasi : 1) Induksi: intravena propovol 100 mg
2) Rumatan: inhalasi sevofluran
Pelumpuh otot :-
8
Airway : 1) Face mask no 3
2) LMA no 3
3) Goedel no 3
f. Monitoring
1. Tekanan darah, SpO2, dan HR
Tabel 2.1. Monitoring Durante Operasi
Waktu TD (mmHg) SpO2 HR
11.00 150/90 100% 90
11.15 110/80 100% 71
11.30 120/60 100% 74
11.45 120/60 100% 77
12.00 100/50 100% 81
12.15 120/70 100% 75
12.30 120/80 100% 73
12.45 120/80 100% 78
13.00 120/70 100% 74
9
Stress Operasi (SO) = 6cc/kgBB (operasi sedang)
Jam I = ½ PP + M + SO
Jam II = ¼ PP + M + SO
EBV = (Wanita) 65 x BB
10
T: 36.6 C
Assessment :
Prolaps Uteri Grade IV, Sistokel Grade III, Rektokel Grade III
Planning :
IVFD RL 20 tpm.
Cefixime 2x200 mg
Asam Mefenamat 3x500 mg
Asam Tranexamat 3x500 mg
Vit C 3x1
Ketoprofen tab 3 x 50 mg / hari selama 3 hari
Pethidin 50 mg im
Awasi KU/Kes, Tanda vital, TD, Nadi, RR
Apabila pasien sadar, boleh makan
Lain-lain sesuai instruksi operator
11
II. PEMBAHASAN
A. Prolaps Uteri
Prolapsus uteri adalah suatu kondisi turunnya uterus keluar melalui
vagina, hal tersebut dikarenakan dukungan yang tidak adekuat dari
ligamentum kardinal dan uterosakral serta struktur penyangga pelvis
mengalami kerusakan dan kadang-kadang organ pelvis yang lain juga
ikut turun (Winkjosastro, 2009).
Penyebab prolapsus organ panggul belum diketahui secara pasti,
namun para peneliti menyetujui bahwa etiologi prolapsus organ panggul
adalah multifaktorial dan berkembang secara bertahap dalam rentang
waktu tahun. Terdapat berbagai macam faktor risiko yang mempengaruhi
terjadinya prolapsus dan dikelompokkan menjadi faktor obstetri dan
faktor non-obstetri.
Histerektomi tepat dilakukan pada prolapsus uteri tingkat lanjut
(derajat III dan IV) dengan gejala pada saluran pencernaan dan pada
wanita yang telah menopause. Setelah uterus diangkat, puncak vagina
digantungkan pada ligamentum rotundum kanan dan kiri atas pada
ligamentum infundibulo pelvikum, kemudian operasi akan dilanjutkan
dengan kolporafi anterior dan kolpoperineorafi untuk mengurangi atau
menghilangkan gejala saluran pencernaan seperti, sembelit,
inkontinensia flatus, urgensi tinja, kesulitan dalam mengosongkan
rektum atau gejala yang berhubungan dengan gangguan buang air besar
dan untuk mencegah prolaps vagina di kemudian hari. Histerektomi
vagina merupakan tindakan bedah mayor sedang (Berek dan Novak,
2012).
Operasi mayor adalah operasi yang bertujuan untuk menyelamatkan
nyawa, mengangkat atau memperbaiki bagian tubuh, memperbaiki
fungsi tubuh dan meningkatkan kesehatan, contohnya kolesistektomi,
nefrektomi, kolostomi, histerektomi, mastektomi, amputasi dan operasi
akibat trauma (Brunner & Sudarth, 2014).
12
B. Trombositopenia
1. Trombosit
Trombosit adalah sel darah yang terlibat dalam proses hemostasis, yang
dihasilkan dari megakariosit. Jumlah trombosit darah normal dalam
populasi umum adalah 150.000-450.000/ μL, tetapi 5% populasi
normal memiliki hitung trombosit di luar rentang nilai normal.
Regulator utama produksi trombosit adalah hormon trombopoietin
(TPO), yang terutama disintesis di hepar. Trombosit berada dalam
sirkulasi dengan rerata masa hidup 7-10 hari. Sekitar satu per tiga
jumlah trombosit tinggal di dalam limpa, dan akan meningkat secara
proporsional sesuai ukuran limpa (Longo, 2010).
2. Hemostasis
Hemostasis adalah mekanisme tubuh untuk menghentikan
perdarahan karena trauma dan mencegah perdarahan spontan.
Mekanisme ini terjadi jika terdapat luka yang mengenai pembuluh darah
sehingga terjadi perdarahan, maka pembuluh darah akan mengalami
vasokonstriksi. Dengan adanya perlukaan pembuluh darah, endotel
terlepas maka jaringan subendotel terbuka sehingga trombosit melekat
ke kolagen di jaringan subendotel. Perlekatan trombosit ke jaringan
subendotel disebut adhesi trombosit. Pada adhesi trombosit factor von
Willebrand berperan sebagai jembatan antara trombosit dengan kolagen
di jaringan subendotel. Trombosit yang melekat ke subendotel akan
mengeluarkan isi granula seperti adenosine diphosphate (ADP) dan
serotonin yang akan merangsang trombosit lain untuk saling melekat atau
beragregasi membentuk gumpalan yang akan menyumbat luka pada
dinding vaskuler. Trombosit yang beragregasi juga mengeluarkan isi
granula seperti ADP dan serotonin. Pengeluaran isi granula disebut
reaksi pelepasan (release reaction). Sumbat trombosit tersebut bersifat
semi permeable, jadi tidak dapat dilewati eritrosit tetapi dapat dilewati
cairan. Perlukaan vaskuler juga menyebabkan sistem koagulasi
diaktifkan sehingga akhirnya terbentuk fibrin. Fibrin akan mengubah
sumbat trombosit yang semi permeable menjadi non permeable sehingga
13
cairan juga tidak dapat melewati. Dengan demikian yang berperan dalam
hemostasis adalah vaskuler (dinding pembuluh darah), trombosit dan
sistem koagulasi (Hoffman, 2006).
14
masuknya TF ke sirkulasi yang akan mengaktifkan faktor VII. Pada
aktivasi koagulasi baik melalui intrinsik maupun ekstrinsik, akan
dihasilkan thrombin dari protrombin. Selanjutnya thrombin akan
mengubah fibrinogen menjadi fibrin. Trombin juga mengaktifkan F XIII
menjadi F XIII aktif yang menstabilkan fibrin dengan pembentukan
ikatan silang (cross link). Jadi hasil dari proses koagulasi adalah
terbentuknya fibrin yang membuat sumbat trombosit menjadi non
permeable. Hemostasis dapat dibedakan atas hemostasis primer dan
hemostasis sekunder. Yang berperan dalam hemostasis primer adalah
trombosit dan vaskuler sedang hemostasis sekunder diperankan oleh
sistem koagulasi (Hoffman, 2006).
3. Trombositopenia
Dalam evaluasi trombositopenia, langkah awal yang penting adalah
melihat kembali apusan darah tepi untuk menyingkirkan
pseudotrombositopenia, terutama pada pasien tanpa penyebab
trombositopenia yang jelas. apusan darah untuk menghitung jumlah
trombosit hendaknya dari darah yang ditampung dalam sodium citrate
(tabung dengan tutup biru), heparin (tabung dengan tutup hijau), atau
idealnya dari darah segar tanpa antikoagulan (Papadakis, 2013).
Anamnesis dan pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan darah
rutin/lengkap, dan penilaian ulang apusan darah tepi merupakan
komponen penting dalam evaluasi awal pasien trombositopenia. Apakah
pasien sedang menjalani terapi tertentu. Pada kelainan-kelainan bawaan
yang jarang, berkurangnya produksi trombosit umumnya disebabkan
oleh kelainan sumsum tulang yang juga mempengaruhi produksi sel
darah merah dan/ atau sel darah putih. Mielodisplasia dapat
bermanifestasi sebagai trombositopenia saja, oleh karena itu, sumsum
tulang harus diperiksa pada pasien-pasien usia di atas 60 tahun dengan
trombositopenia saja. Berikut ini adalah algoritma penanganan pasien
dengan trombositopenia :
15
Jumlah trombosit 5000-10.000/μL dibutuhkan untuk mempertahankan
integritas vaskuler mikrosirkulasi. Apabila jumlah trombosit turun
bermakna, petekie akan muncul lebih dahulu pada area-area bertekanan
vena lebih tinggi, di pergelangan kaki dan kaki. Purpura basah, lepuhan
darah di mukosa oral, dianggap tanda peningkatan risiko perdarahan
yang mengancam nyawa pasien trombositopenia. Memar luas terlihat
pada pasien dengan kelainan jumlah maupun fungsi trombosit. Jumlah
hitung trombosit yang direkomendasikan untuk mencegah perdarahan
spontan atau untuk menghasilkan hemostasis yang cukup sepanjang
prosedur invasif dapat dilihat pada tabel berikut :
16
4. Patofisiologi Trombositopenia
Klasifikasi patofisiologi trombositopenia dibagi menjadi 2 yaitu
peningkatan destruksi dan penurunan produksi :
a) Penurunan Produksi
- Keganasan hematologi
- Anemia aplastik
- Obat-obatan : kemoterapi, alkohol
- Anemia Aplastik
- Myelodisplasia
- HIV
- Defisiensi Vit D
- Trombositopenia Herediter
- Metastasis kanker pada sumsum tulang
b) Peningkatan Destruksi
- Imun (ITP, HIT, Drug-induced antibody, post transfusion
purpura,connective tissue diseases)
- Nonimun (DIC, Sepsis, Cardiac valves, TTP-HUS, Kasabach Merrit
syndrome)
- Splenic Sequestration (Hypersplenism)
5. Penanganan Anestesi pada Trombositopenia
Dalam menangani trombositopenia, penyebab trombositopenia harus
terlebih dahulu diketahui agar dapat dilakukan intervensi terapi. Selain
itu, transfusi platelet dapat diberikan bila pasien mengalami ancaman
perdarahan, yang berdarah ke dalam rongga tertutup misalnya kranium
atau memerlukan bedah darurat. Penanganan trombositopenia jangka
panjang memerlukan manuver terapeutik lain dalam rangka
memperbaiki produksi platelet atau menurunkan kerusakan platelet
(Oprea 2012).
Untuk pembedahan minor, jumlah platelet sebaiknya lebih dari 20,000
– 30,000/mm3. Untuk pembedahan mayor, jumlah platelet sebaiknya
ditingkatkan hingga 50,000/mm3. Meski demikian, untuk prosedur bedah
saraf, jumlah platelet sebaiknya dinaikkan hingga 100,000/mm3. Setiap
17
unit donor tunggal platelet afaresis atau 6 unit donor platelet acak
meningkatkan jumlah platelet sekitar 50,000/mm3 (Oprea 2012).
18
Penyakit yang sedang diderita pasien dan penyakit penyerta yang
dapat menjadi penyulit anestesi misalnya: penyakit kardiovaskular,
penyakit metabolik, penyakit resipratorik, dan lain lain.
d. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit yang pernah diderita pasien yang dapat
memengaruhi anestesi misalnya: asma, diabetes
e. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit keluarga terutama yang bersifat herediter
f. Riwayat obat-obatan
Meliputi alergi obat, intoleransi obat dan obat yang sedang digunakan
yang dapat menimbulkan interaksi dengan obat obat anestesi seperti
kortikosteroid, antihipertensi, antidiabetik, antibiotik, dan obat
antialergi
g. Riwayat kemungkinan adanya kehamilan
Pada pasien yang hamil pemilihan cara dan obat anestesi harus dengan
hati hati karena dapat berpengaruh pada kehamilan dan janin
h. Riwayat anestesi atau operasi sebelumnya
Apakah pasien pernah mdianestesi sebelumnya dan mengalami
masalah denga cara atau obat anestesi sebelumnya. Selain itu ditanya
juga tentang tanggal, jenis pembedahan dan jenis anestesi yang
digunakna
i. Riwayat kebiasaan
Kebiasaan yang dapat memengaruhi anestesi di antaranya adalah
rokok, alkohol dan obat obatan yang dikonsumsi. Pasien yang
memiliki kebiasaan rokok berat dapat menimbulkan pengaruh dalam
anestesi seperti merangsang batuk, sekret pada jalan napas, memicu
atelektasis, dan penumonipasca bedah. Oleh karena itu, sebelum
dilakukan anestesi dan pembedahan rokok harus dihentikan minimal
24 jam sebelumnya. Selain itu, kebiasaan mengonsumsi alkohol pada
umumnya juga akan menimbulkan resistensi terhadap obat obat
anestesi terutaa golongan barbiturat sehingga jumlah obat yang
diberikan harus diesesuaikan
19
j. Konsumsi makan terakhir
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan secara umum adalah pemeriksaan
antropometri berupa tinggi badan dan berat badan, kesadaran, keadaan
umum, tanda tanda anemia, ikterus, sianosis, dehidrasi, edema, dan tanda
vital berupa tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi napas, suhu
tubuh.setelah dilakukan pemeriksaan secara umum, maka dilakukan
pemeriksaan 5B yaitu: Breath, Blood, Bowel, Bladder, dan Bone.
a. Breath (jalan napas, pola napas, suara napas, anatomi dan fungsi paru)
Perhatikan jalan napas terutama bagian atas dan rencanakan
penatalaksanaan selama anestesi. Evaluasi apakah jalan napas
tersumat, apakah ada penyulit dalam intubasi seperti panjang leher,
gangguan membuka mulut (minimal 4 cm), kekauan otot leher,
masalah gigi (gigi tanggal, gigi goyang gigi palsu), atau lidah relatif
besar. Hal tersebut dapat menjadi penyulit dalam melakukan
laringoskopi intubasi.
Leher yang pendek atau panjang akan mempersulit intubasi, untuk
mengetahui apakah panjang leher cukup untuk melakukan intubasi
dilakukan pengukuran jarak mentohyoid, yaitu jarak antara mental
dengan os hyoid di belakang Adam’s apple. Jarak ideal dari
mentohyoid adalah 4-7 cm.
Untuk memeriksa kemampuan mambuka mulut biasanya digunakan
pemeriksaan Mallampati, yaitu dengan mulut terbuka maksimal dan
lidah dijulurkan. Pemeriksaan mallampati ini dibagi menjadi beberapa
derajat, antara lain:
Derajat I : Uvula terlihat semua
Derajat II : Uvula terlihat sebagian
Derajat III : uvula tidak terlihat tetapi palatum mole terlihat
Derajat IV : hanya terlihat palatum durum
Selain melakukan pemeriksan jalan napas, periksa pula sistem
pernapasan denga cara memerhatikan frekuensi napas, suara napas,
apakah ada suara napas tambahan seperti ronki atau wheezing,
20
perhatikan gerakan dada saat bernapas simetris atau apakah pasien
merasa sesak dan nyeri saat bernapas (Roizen, 2005).
b. Blood (tekanan darah, suara jantung, kelainan anatomis dan fungsi
jantung)
Pada pemeriksaan ini pasien diperiksa apakah memiliki masalah
dengan jantung dan pembuluh darah, khususnya penyakit katup
jantung, hipertensi dan gagal jantung baik kiri dan kanan.
Pemeriksaan dilakukan dengan melihat adanya penngkatan tekanan
vena,, edema pada ekstremitas bawah maupun pembesaran hepar.
Dengarkan pula suara jantung apakah ada tambahan suara abnormal
atau tidak (roizen, 2005).
c. Brain (GCS, kelainan saraf pusat atau perifer)
Periksa apakah pasien ada gangguan kesadaran atau tidak, adakah
gangguan pada sarf perifer atau pusat. Hal ini penting untuk
pengelolaan anestesi baik sebelum, selama dan sesudah enstesi dan
bedah (Roizen, 2005).
d. Bowel (makan minum terakhir, bising usus, gangguan peristaltik,
gangguan lambung dan kehamilan)
Pada abdomen banyak yang harus diperhatikan. Makan dan minum
terakhir harus diperhatikan oleh karena efek obat anestesi yang dapat
menimbulkan muntah yang dapat menyebabkan aspirasi muntahan ke
dalam paru. Selain itu pembesaran hepar pada abdomen juga harus
diperhatikan. Pembesaran hepar karena konsumsi alkohol atau
penyakit lain akan mempengaruhi obat anestesi (Roizen, 2005).
e. Bladder (produksi urine)
Dalam pemeriksaan ini yang dinilai adalah apakah ada gangguan pada
fungsi ginjal atau tidak, misalnya gagal ginjal akut. Secar umum urine
dapat menggambarkan fungsi ginjal dan salurannya, keadaan
hemodinamik penderita, hidrasi dan hormonal. Pemeriksaan pada
urine dilakukan denan memeriksa (Roizen, 2005):
a. Produksi urine
21
Urine yang dihasilkan harus dinilai jumlahnya dalam batas
normal atau tidak.
Normal : 0,5 – ml/kgBB/jam
Anuri : 20 ml/24 jam
Oliguri : 25 ml/jam atau 400 ml/ 24 jam
Poliuri : 2500 ml/24 jam
b. Serum kreatinin
c. BUN
d. Sedimen urine
f. Bone (kelainan postur tubuh, kelainan neuromuskuler, patah tulang)
Kelainan postur tubuh dapat mempengaruhi fungsi tubuh dan menjadi
penyulit saat anestesi. Bentuk tuang belakang yang abnormal dapat
memengaruhi anatomi tubuh, misalnya trakea menjadi tertarik ke
lateral sehingga mempersulit dilakukannya intubasi. Selain itu patah
tulang pada bagian leher terutama C2 juga dapat menyebabkan
tetraplegi dan kelumpuhan otot diafragma. Patah tulang terbuka
maupun tertutup dapat menyebabkan syok hipovolemik karena
perdarahan (Roizen, 2005).
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang disesuaikan dengan riwayat penyakit dan gejala
yang dibutuhkan, karena pemeriksaan penunjang tanpa indikasi tidak
menimbulkan banyak manfaat dan perubahan interaksi perioperatif.
Meskipun demikian, banyak dokter yang melakukan pemeriksaan
hematokrit atau hemoglobin, urinalisis, pengukuran elektrolit serum, studi
koagulasi, elektrokardiogram, dan rontgen dada untuk semua pasien,
mungkin dalam harapan yang salah untuk mencegah komplikasi pada
prosedur anestesi (Morgan & Mikhail, 2013).
22
IV. KESIMPULAN
1. Pasien Ny S P6A1 Usia 68 Tahun Dengan Prolapsus Uteri Grade IV, Sistokel
Grade III, Rektokel Grade II, Dan Trombositopenia akan dilakukan tindakan
operasi TVH + KPA + KPR yang merupakan tindakan operasi mayor sedang.
2. Jumlah trombosit darah normal dalam populasi umum adalah 150.000-
450.000/ μL, jika kadarnya kurang dari 150.000/ μL maka disebut sebagai
keadaan trombositopenia, sedangkan jumlah trombosit minimal yang
diperlukan sebelum dilakukan anestesi pada prosedur bedah mayor elektif
adalah >80.000-100.000/ μL
3. Keadaan trombositopenia pada pasien disebabkan karena penurunan produksi
yang disebabkan karena usia, adanya kondisi hepatomegali, dan konsumsi
irbesartan yang memiliki efek samping depresi sumsum tulang sehingga
produksi trombosit berkurang.
4. Setelah dilakukan transfusi dengan PRC 1 kolf keadaan masih didapatkan
trombositopenia yang merupakan kontraindikasi untuk dilakukannya regional
anestesi, maka teknik anestesi menggunakan general anestesi.
23
DAFTAR PUSTAKA
24