Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manusia
dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun psikologis, yang
tentunya bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan. Manusia
mempunyai kebutuhan yang beragam. Kebutuhan dasar manusia menurut
Abraham Maslow dalam Teori Hierarki kebutuhan menyatakan bahwa setiap
manusia memiliki lima kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan fisiologis,
keamanan, cinta, harga diri dan aktualisasi diri (Hidayat, 2009).

Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan yang sangat primer dan mutlak harus
dipenuhi untuk memelihara homeostatis biologis dan kelangsungan kehidupan
bagi tiap manusia. Kebutuhan fisiologis bersifat lebih mendesak untuk
didahulukan daripada kebutuhan-kebutuhan lainnya. Kebutuhan fisiologis
meliputi oksigen, cairan (minuman), nutrisi, eliminasi, istirahat, tidur, terbebas
dari rasa nyeri, pengaturan suhu tubuh, seksual dan lain sebagainya (Asmadi,
2008).

Salah satu kebutuhan fisiologis yaitu kebutuhan cairan dan elektrolit. Cairan dan
elektrolit merupakan kebutuhan dasar yang penting dalam kehidupan manusia.
Cairan dan elektrolit merupakan komponen tubuh yang berperan dalam
memelihara tubuh dan proses homeostatis (Tarwoto & Wartonah, 2011).
Kebutuhan cairan yang memiliki proporsi besar dalam bagian tubuh dengan
hampir 90% dari total berat badan. Sementara itu, sisanya merupakan bagian
padat dari tubuh (Hidayat & Hidayat, AA, 2008). Air menempati proporsi yang
besar dalam tubuh. Komposisi air dalam tubuh, 75% berat badan bayi, 70% berat
badan pria dewasa dan 55% tubuh pria lanjut usia. Kandungan air dalam tubuh

1
Poltekkes Kemenkes Padang
2

wanita 10% lebih sedikit dibandingkan pria karena wanita memiliki simpanan
lemak yang relatif lebih banyak dibandingkan pria (Ambarwati, 2014).

Tubuh manusia membutuhkan keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran


cairan. Cairan dimasukkan melalui mulut atau secara parenteral, dan cairan
meninggalkan tubuh dari saluran pencernaan, paru-paru, kulit dan ginjal. Kasus
pasien dengan ketidakseimbangan cairan dari berbagai umur dapat mengalami
kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan cairan, tetapi manusia yang paling muda
dan yang paling tua memiliki risiko terbesar. Penyakit parah, trauma atau klien
yang cacat juga lebih cenderung untuk mengalami kondisi tidak terpenuhinya
kebutuhn cairan (Potter & Perry Vol 1, 2005).

Gangguan dari kelebihan volume cairan bisa terjadi pada kasus gagal jantung
kongestif, gagal ginjal, sirosis, peningkatan kadar aldosteron dan steroid dalam
serum dan asupan natium berlebihan. Sedangkan kekurangan cairan bisa terjadi
pada kasus diare, muntah atau drainase (rebas) dari fistula atau selang (Ganong,
2008).

Dampak yang ditimbulkan dari ketidakseimbangan cairan yaitu bisa terjadinya


hipovolemia, hipervolemia dan edema. Hipovolemia yaitu terjadinya kondisi
akibat kekurangan volume cairan ekstraseluler dan dapat terjadi karena
kehilangan melalui kulit, ginjal, gastrointestinal, perdarahan sehingga
menimbulkan syok hipovolemia. Hipervolemia yaitu terjadinya penambahan atau
kelebihan volume cairan ekstraseluler dan dapat terjadi pada saat stimulasi kronis
ginjal untuk menahan natrium dan air, fungsi ginjal abnormal dengan penurunan
ekskresi natrium dan air, kelebihan pemberian cairan dan perpindahan cairan
interstisial ke plasma (Tarwoto & Wartonah, 2011).

Salah satu ketidakseimbangan cairan dapat terjadi pada pasien chronic kidney
disease (CKD) atau gagal ginjal kronik yang merupakan suatu perubahan fungsi

Poltekkes Kemenkes Padang


3

ginjal yang progresif dan ireversibel. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit yang
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah)
(Rendy & Margareth,2012). Kerusakan ginjal ini mengakibatkan masalah pada
kemampuan dan kekuatan tubuh yang menyebabkan aktivitas kerja terganggu,
tubuh jadi mudah lelah dan lemas sehingga kualitas hidup pasien menurun
(Brunner & Suddarth, 2006).

Menurut World Health Organization (WHO), data hingga 2011 diperkirakan


tingkat presentase dari 2009 sampai 2011 ada sebanyak 36 juta warga dunia
meninggal akibat CKD. Lebih dari 26 juta orang dewasa di Amerika atau sekitar
17 % dari populasi orang dewasa terkena CKD (Bomback dan Bakris, 2011).
Sedangkan kasus gagal ginjal di Indonesia, setiap tahunnya masih terbilang
tinggi karena masih banyak masyarakat Indonesia tidak menjaga pola makan dan
kesehatan tubuhnya. Survei yang telah dilakukan PERNEFRI (Perhimpunan
Nefrologi Indonesia) pada tahun 2009, prevalensi CKD di Indonesia sekitar 12,5
% berartisekitar 18 juta orang dewasa di Indonesia menderita penyakit CKD
(Neliya, 2012).

Berdasakan Riset Dasar Kesehatan (RISKESDAS) pada tahun, 2013


menunjukkan prevalensi penyakit CKD berdasarka diagnosis dokter meningkat
seiring dengan bertambahnya umur. Meningkat pada kelompok umur 35-44
tahun (0,3%), diikuti umur 45-54 tahun (0,4%), umur 55-74 tahun (0,5%) dan
tertinggi pada kelompok umur ≥75 tahun (0,6%). Prevalensi pada laki-laki
(0,3%) lebih tinggi dari perempuan (0,2%). Prevalensi CKD berdasarkan
diagnosis dokter di Indonesia sebesar (0,2%). Prevalensi tertinggi di Sulawesi
Tengah sebesar (0,5%), dan terendah Riau, Sumatera Selatan, Bangka Belitung,
Kepulauan Riau, DKI Jakarta, NTB, Kalimantan Timur masing-masing (0,1%).
Pada Sumatera Barat sendiri didapatkan (0,2%) menderita penyakit CKD.
Prevalensi tertinggi di daerah Tanah Datar dan Kota Solok masing-masing

Poltekkes Kemenkes RI Padang


4

(0,4%), diikuti Pesisir Selatan, Sijunjung dan Kota Padang masing-masing


(0,3%), yang mencakup pasien mengalami pengobatan, terapi pengganti ginjal,
dyalisis peritoneal dan hemodialisa pada tahun 2013. Berdasarkan profil RSUP
Dr. M.Djamil Padang tahun 2014, penyakit CKD pada tahun 2014 menduduki
posisi ketiga setelah Congestive Heart Failure dari 10 penyakit terbanyak di
rawat inap yairu sekitar 482 kasus (11.79%).

Penelitian yang dilakukan oleh Syaiful H. Qalbina dkk melalui penelitian Cross
Sectional Study pada tahun 2013 yang dilakukan di ruangan Hemodialisa RSUP
M. Djamil Padang, didapatkan hasil sebanyak 59 orang penderita yang
mengalami CKD, dari hasil penelitian umur penderita berkisar 22-75 tahun
dengan rata-rata 52,39 ± 10,39 tahun dan terbanyak umur 50-59 tahun yaitu
sebesar 50,86% (Qalbina, 2013).

Peran perawat pada kasus gangguan pemenuhan kebutuhan cairan pada pasien
CKD yaitu melakukan asuhan keperawatan dari pengkajian keperawatan,
merumuskan diagnosa, menyusun perencanaan, melakukan implementasi, dan
melakukan evaluasi keperawatan. Pengkajian keperawatan cairan pada pasien
gagal ginjal meliputi riwayat keperawatan, pemeriksaan fisik, dan diagnostik
yang relevan (Atoilah & Engkus, 2013). Pengkajian keperawatan dapat dilakukan
dengan metode wawancara yang berkaitan dengan keluhan pasien antara lain
berat badan bertambah, pemasukan dan pengeluaran cairan dan makanan.
Metode lain adalah dengan melakukan pemeriksaan fisik. Data yang didapat
berupa keadaan turgor kulit, edema, kelelahan, tekanan darah, distensi vena
jugularis, keadaan mukosa mulut, muntah-muntah dan bising usus (Tarwoto &
Wartonah, 2011).

Masalah keperawatan yang mungkin muncul diantaranya kelebihan volume


cairan, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, kurang pengetahuan
tentang kondisi dan penanganan, intoleransi aktivitas (NANDA Internasional,

Poltekkes Kemenkes Padang


5

2015). Menurut Benner dalam Potter dan Perry (2005), intervensi keperawatan
untuk meningkatkan dan mempertahankan tercakup dalam domain keperawatan:
pemberian dan pemantauan intervensi serta program yang terapeutik. Hal ini
meliputi tindakan keperawatan, seperti perilaku peningkatan kesehatan,
memonitor berat badan harian, penilaian kulit dan membran mukosa, memonitor
penonjolan vena jugular, memonitor dan melaporkan hasil laboratorium,
pengukuran asupan dan keluaran dan pembatasan cairan (Vaughans, 2013).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Suryarinilsih pada tahun 2010
di Ruangan Hemodialisa RSUP Dr. M. Djamil Padang, didapatkan hasil
wawancara dengan perawat ruangan mengatakan rata-rata setiap bulannya lebih
dari 50% pasien mengalami kenaikan berat badan diatas 4%. Menurut perawat
edukasi telah diberikan pada pasien tentang kebutuhan cairan yang dibutuhkan
tubuh, akan tetapi masih banyak pasien yang tidak melakukan apa yang telah di
informasikan kepadanya (Suryarinilsih, 2010).

Berdasarkan survei awal yang telah dilakukan pada tanggal 9 Maret 2017 di
Interne Pria RSUP Dr. M. Djamil Padang, didapatkan data jumlah pasien CKD
sebanyak 11 orang. Pasien dirawat di wing A ada 8 orang dan di wing B 3 orang.
Pasien CKD yang dirawat di ruangan interne pria, terdapat satu orang pasien
dengan keluhan awal masuk mengeluh bengkak pada kedua tangan dan kakinya.
Masalah keperawatan yang muncul yaitu kelebihan volume cairan. Peneliti
melihat di ruangan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien
yang mengalami kelebihan volume cairan pada pasien CKD ditemukan perawat
hanya memberikan obat diuretik, memonitor warna urine sedangkan jumlah urine
tidak terukur dengan baik dikarenakan yang membuang urine hanya keluarga
pasien tanpa dimonitor oleh perawat. Hasil pengamatan peneliti diruangan, dalam
memperhatikan intake output pasien perawat hanya menanyakan kepada pasien
dan keluarga sehingga tidak terdokumentasi dengan baik dan efikasi pasien
masih kurang terhadap intake cairan. Perawat memiliki peran yang penting

Poltekkes Kemenkes RI Padang


6

sebagai pemberian pelayanan kesehatan dalam melakukan asuhan keperawatan


pada klien secara menyeluruh baik biologis, psikologis, sosial, budaya dan
spiritual dengan menerapkan aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan


penelitian studi kasus dengan asuhan keperawatan gangguan pemenuhan
kebutuhan cairan pada pasien dengan kasus CKD di Ruang Interne Pria IRNA
Penyakit Dalam RSUP. Dr. M. Djamil Padang tahun 2017.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah yang akan diangkat oleh
peneliti adalah “Bagaimana gambaran asuhan keperawatan gangguan pemenuhan
kebutuhan cairan pada pasien dengan kasus CKD di Ruang Interne Pria IRNA
Penyakit Dalam RSUP. Dr. M. Djamil Padang tahun 2017.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian adalah mampu mendeskripsikan asuhan
keperawatan gangguan pemenuhan kebutuhan cairan pada pasien dengan
kasus CKD di Ruang Interne Pria IRNA Penyakit Dalam di RSUP Dr. M.
Djamil Padang Tahun 2017

2. Tujuan Khusus
a. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian gangguan pemenuhan
kebutuhan cairan pada pasien dengan kasus CKD di Ruang Interne Pria
IRNA Penyakit Dalam di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2017
b. Mampu mendeskripsikan diagnosa keperawatan gangguan pemenuhan
kebutuhan cairan pada pasien dengan kasus CKD di Ruang Interne Pria
IRNA Penyakit Dalam di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2017

Poltekkes Kemenkes Padang


7

c. Mampu mendeskripsikan rencana keperawatan gangguan pemenuhan


kebutuhan cairan pada pasien dengan kasus CKD di Ruang Interne Pria
IRNA Penyakit Dalam di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2017
d. Mampu mendeskripsikan pelaksanaan tindakan keperawatan gangguan
pemenuhan kebutuhan kelebihan volume cairan pada pasien dengan kasus
CKD di Ruang Interne Pria IRNA Penyakit Dalam di RSUP Dr. M.
Djamil Padang Tahun 2017
e. Mampu mendeskripsikan hasil evaluasi gangguan pemenuhan kebutuhan
cairan pada pasien dengan kasus CKD di Ruang Interne Pria IRNA
Penyakit Dalam di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2017

D. Manfaat Peneliti
1. Aplikatif
a. Peneliti
Kegiatan penelitian ini dapat bermanfaat bagi peneliti untuk menambah
wawasan dan pengalaman nyata dalam memberikan asuhan keperawatan
gangguan pemenuhan kebutuhan cairan pada pasien CKD.

b. RSUP. Dr. M. Djamil Padang


Sebagai informasi atau perbandingan bagi direktur RSUP Dr. M. Djamil
padang dan petugas kesehatan dalam meningkatkan pelayanan
keperawatan, terutama dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada
pasien dengan masalah gangguan pemenuhan kebutuhan cairan dengan
proses keperawatan.

2. Pengembangan Keilmuan
a. Bagi Institusi Poltekkes Kemenkes Padang
Diharapkan bisa digunakan sebagai bahan perbandingan oleh mahasiswa
prodi D-III keperawatan padang untuk peneliti selanjutnya.

Poltekkes Kemenkes RI Padang


8

b. Peneliti selanjutnya
Hasil penelitian diharapkan dapat dikembangkan lebih lanjut untuk
penelitian selanjutnya.

Poltekkes Kemenkes Padang

Anda mungkin juga menyukai