Anda di halaman 1dari 17

1.

1 LATAR BELAKANG
Dalam dunia teknik, banyak alat yang digunakan terbebani secara
mendadak, hal ini akan menyebabkan efek kerusakan yang berbeda dibandingkan
benda yang dibebani secara perlahan, maka dari itu diadakan uji tes impak
terhadap suatu benda untuk mengetahui efek kerusakan pada benda scara
mendadak.
1.2 TUJUAN
1. Memahami ketangguhan material.
2. Mengetahui peralatan dan cara menggunakan alat uji impak.
3. Mengetahui pengaruh temperature terhadap ketangguhan material.
4. Mengetahui fenomena perpatahan.

2.1 TEORI DASAR

Uji impak merupakan pengujian untuk mengetahui ketangguhan material.


Pengujian dilakukan dengan cara memberi beban kejut pada material uji. Hasil
uji impak juga dilakukan untuk mengetahui keuletan suatu material. Secara
umum, material logam menunjukan perpatahan ulet pada temperature tinggi dan
berubah menjadi getas pada temperature rendah. Perpatahan daari material juga
tergantung pada kondisi permukaannya. Perpatahan lebih sulit terjadi pada
permukaannya yang halus dan rata. Sebaliknya, adanya goresan atau perubahan
permukaan secara mendadak akan mempermudah terjadinya patahan. Hal ini
disebabkan karena adanya stress concentration, dimana nilai nominal stress akan
bertambah besar pada bagian benda yang mengecil.

2.2.1 METODE PENGUJIAN


Metode pengujian yang sering di gunakan adalah metode Charpy. Bagian
utama peralatan yang dibutuhkan adalah sebuah pendulum dan dudukan material
uji. Material uji(specimen) yang sudah disiapkan dipasang pada dudukan,
kemudian dengan gaya gravitasi pendulum diayunkan dari ketinggian tertentu
sehingga menumbuk material uji hingga patah. Besarnya energy yang diperlukan
untuk mematahkan dapat diukur dari selisih ketinggian pendulum sebelum dan
sesudah tumbukan. Alat ini berkerja dengan prinsip kekekalan energy mekanik,.
Energi yang dimiliki oleh alat uji Charpy yang digunakan adalah 295 J.
Pengukuran impak energy dipermudah dengan memberikan sekala penunjuk
pada mesin, dimana jarum penunjuk digerakan oleh pendulum. Pada kebanyakn
mesi, skala yang ditunjukan pada umumnya sudah dalam besaran energy (Joule
atau ft-lbf), sehingga tidak memerlukan lagi perhitungan. Sesduah tumbukan
terjadi ketinggian dan sudut pendulum tidak akan sama dengan awal, karena
energy pendulum sudah terserap oleh material, hal ini akan menyebabkan
perbedaan energy potensial pendulum, dan perbedaan energy ini merupakan
impact energy yang diserap oleh benda.
Agar pengujian seragam, maka posisi awal dari pendulum diseragamkan
dengan menggunakan pengait. Hal ini juga meningkatkan keamanan mesin
karena pendulum tidak bisa jatuh kecuali keadaan sudah aman.

Alat Uji Impak

Selain impak energy, alat ini juga bisa menunjukan impak strength, yang
merupakan energy yang diperlukan untuk mematahkan specimen per satuan luas
penampang specimen. Satuan impak strength adalah J/m2 atau ft-lb/in2.
Spesimen impak memiliki ukuran yang standar, yaitu panjang 55mm
dengan penampang berupa bujur sangkar berukuran 10x10mm. Dudukan untuk
specimen berjarak 40mm. Takikan dibuat pada tengah-tengah specimen, pada
salah satu sisi memanjangnya. Takikan bisa berupa V, U, atau keyhole. Takikan
V adalah yang paling umum digunakan pada pengujian untuk baja. Pembuatan
takikan V dilakukan dengan menggunakan milling atau broaching. Takikan
keyhole dibuat dengan melakukan drilling yang dilanjutkan dengan pemotongan
dengan gergaji atau cara lainnya. Takikan U serupa dengan takikan keyhole,
hanya lebar pemotongan sama dengan diameter lubang hasil drilling.
Bentuk dan ukuran takikan dapat dilihat pada ASTM E-23. Gambar dibawah ini
menunjukan jenis-jenis takikan

Untuk mempermudah pembuatan specimen, takikan dibuat dengan


melakukan pemotongan dengan gergaji sedalam 2 mm. Takikan ini menyerupai
takikan U, namun tidak memiliki radius akhir, melainkan memiliki penampang
berupa persegi panjang yang akan ditunjukan pada gambar berikut:
Besarnya energy dan kekuatan impak selain dapat dibaca dari skala yang
terdapat pada mesin, dapat juga dihitung dengan menggunakan rumus.

Dari keterangan mesin, diketahui W=193.39 N dengan energy awal (Ao)


sebesar 295 J. Kekuatan impak (Ap) dirumuskan sebagai berikut:
Ap = M(cos β – cos α)
Dimana M adalah momen pendulum (Nm), α sudut awal pendulum, β sudut
akhir ayunan pendulum setelah mematahkan spesimen, karena
M=Wxl
Maka untuk memperoleh nilai M, perlu diketahui besarnya l (lengan ayun
pendulum, m), yang bias dihitung dengan rumus periode untuk pendulum, yaitu:

l
T  2
g
Dimana T adalahperiode satu ayunandari pendulum (detik) dan g adalag
percepatan gravitasi. Untuk mengetahui besarnya sudut awal (α) diperoleh
melalui persamaan sebagai berikut ini :
Ao = M (1- cos α )
Dengan Ao sebesar 295 J. Setelah diperoleh besarnya Ap, maka kekuatan impak
(Is) dapat dihitung dengan rumus:
Ap
Is 
A
2.2.2 TEMPERATUR TRANSISI
Karena kekuatan impak tergantung pada temperatur material, maka
pengujian impak umumnya dilakukan pada temperature yang bervariasi. Secara
umum, transisi dari ulet keg etas biasanya terjadi antar suhu kamar sampai -46 C,
namun pengujian dapat dilakukan pada temperature yang dibutuhkan.
Pendinginan dilakukan dengan merendam specimen dalam campuran alcohol
dan CO2 padat. Pendinginan cara ini bisa menjangkau sampai -59 C. Untuk
pengujian pada temperature tinggi, dilakukan pemanasan dalam dapur atau
dengan menggunakan media pemanas, miksalnya oli. Perlu diperhatikan bahwa
pada saat melakukan pengujian, diusahakan temperature specimen tidak
mengalami perubahan yang terlalu besar, yang bisa dimimalkan dengan
pemindahan dan pengujian yang cepat, yang ditetapkan harus diuji dalam 5 detik
setelah specimen dikeluarkan gari media pendingin/pemanas. Grafik kekuatan
impak tehadap temperature bisa dibuat setelah dilakukan pengujian pada
berbagai temperature. Dari grafik ini, bisa ditetapkan temperature kerja material
yang diuji. Bisa perubahan keuletan terjadi secara mencolok.

2.2.3 POLA PATAHAN


Bidang perpatahan specimen yang telah diuji dapat digunakan untuk
mengetahui apakah material tersebut getas atau ulet. Pola patahan getas ditandai
dengan permukaannya yang mengkilat, berbutir, dan memilik sedikit deformasi.
Pola patahan ulet memiliki permukaan yang berserat, buram, dan menunjukan
deformasi yang cukup besar. Pada patahan yang bersifat campuran, maka pola
patahan ulet akan tamapk pada bagian luar yang mengelilingi bagian dalam yang
bersifat getas. Dapat pula dilakukan pengukuran luasan daerah ulet dan getas
untuk memperoleh perbandingan pola patahan yang bisa dibandingkan dengan
pola patahan standar, yang terdapat dalam ASTM E-23.
Deformasi yang tejadi pada patahan dapat dilihat pada sisi dari
patahan, dimana material yang ulet akan menunjukan pengecilan penampang
yang lebih besar daripada material yang getas. Selain pengecilan penampang,
tingkat keuletan dapat dianalisa bedasarkan besarnya tonjolan patahan yang
terdapat pada kedua belah potongan specimen pada sisi yang berlawanan
dengan sisi takikan. Material yang sangat getas tidak akan menunjukan adanya
pengecilan diameter dan tidak memiliki tonjolan patahan. Untuk menganalisa
pola patahn secara lebih mendalam, dapat dilakukan dengan menggunakan
mikroskop.

2.2.4 FAKTOR – FAKTOR KEKUATAN IMPAK


Kekuatan impak dipengaruhi oleh geometrid an kondisi permukaanserta
temperature material. Selain itu, sifat metalurgi dari material juga memiliki
pengaruh yang besar,diantaranya adalah komposisi, pengerjaan, perlakuan
panas, dan pengelasan. Kadar karbon juga menunjukan pengaruh yang besar,
yaitu:
1. Menentukan besarnya temperature transisi.
2. Mempengaruhi besarnya kekuatan impak
3. Menentukan gradiasi perubahan kekuatan impak pada temepratur transisi
Selain karbon, unsur paduan lainnya juga meiliki pengaruh masing –
masing, ada yang memperbaiki(seperti mangan dan nikel) da nada yang
memiliki pengaruh negative(seperti fosfor dan silicon dalam jumlah besar).
Pengerjaan dingin, sperti diketahui, menyebabkan logam memiliki
kekuatan yang tidak homogen. Hal ini terutama pada proses rolling dingin,
dimana kekuatan pada arah pengerolan lebih besar daripada arah melintang.
Hal yang sama berlaku untuk kekuatan impak, dimana orientasi spesimen
dan penempatan takikan memiliki pengaruh yang besar. Kekuatan tertinggi
diperoleh dengan spesimen mengikuti arah pengerjaan dan takikan dibuat
padapermukaan bahan baku. Pengujian material yang telah mengalami rolling
harus disertai dengan keterangan mengenai hal ini, atau hasil yang diperoleh
bias menunjukan variasi yang tinggi dan sulit dianalisa.
Perlakuan panas menentukan besar kekuatan impak karena
mempengaruhi fase logam dan bentuk serta ukuran butisan. Secara umum,
logam dengan butiran kecil memiliki kekuaran impak yang lebih besar. Untuk
baja, martensite yang telah ditemper memiliki kekuatan terbesar dengan
temperatur transisi yang terendah
2.2.5 METODE PENGUJIAN LAINNYA
Selain dengan metode Charpy, pengujian terhadap kekuatan impak dapat
dilakukan dengan menggunakan metode Izod, metode Drop Weight Testing
(DWT), dan metode Drop Weight Tear Testing (DWTT). Metode Izod serupa
dengan metode Charpy, yaitu menggunakan pendulum untuk mematahkan
spesimen berbentuk batangan. Perbedaan terletak pada pemegnangan spesimen.
Pada Charpy, spesimen diletakan diantara dua dudukan dan dipukul pada
tengah – tengahnya, sedangkan untuk metode Izod, spesimen dipegang pada
salah satu ujungnya dan ujung yang menggantunglah dipukul oleh pendulum.
Keunggulan metode ini adalah pada satu spesimen bias di buat beberapa
takikan, dan pengujian dilakukan secara beruntun. Kelemahannya adalah waktu
yang diperlukan untuk menjepit spesimen terlalu lama, sehingga tidak bias
menguji spesimen pada temeperatur rendah. Metode DWT dan DWTT
menggunakan beban tertentu yang dijatuhkan pada spesimen dari ketinggian
tertentu sehingga spesimen retak atau patah. Pada DWT, spesimen hanya
dibutuhkan sampai retak, dimana yang dicari adalah besarnya temperature nil-
ductility transition (NDT), yang adalah temperature tertinggi dimana spesimen
dikatakan retak, spesimen untuk pengujian DWT memiliki ukuran yang relative
besar dimana yang terkecil berukuran 16x51x127 mm. perisapan spesimen
berupa pengelasan ada salah satu sisinya. Beban kemudian dijatuhkan pada sisi
yang berlawanan dengan pengelasan. Hal ini akan menyebabkan muncul
retakan pada permukaan pengelasa yang akan menjalar ke material uji.
Spesimen dikatakan retak apabila retakan menyebar sampai ke salah satu atau
kedua tepi permukaan spesimen yang telah dilas. Metode DWTT serupa dengan
DWT , hanya memerlukan spesimen dengan ukuran yang lebih besar (3x12in),
menggunakan takikan yang dibentuk dengan press, dan spesimen diperlukan
sampai patah. Takikan yang digunakan berupa V dengan sudut 45o ,dengan
kedalamn 0.020 inci. Hasil pengujian diperoleh dengan melakukan analisa
patahan untuk menentukan besarnya perbandingan daerah patah getas dan patah
ulet.
Metode DWT dan DWTT meruapakan penyempurnaan dari pengujian
Charpy Karena pengujian Charpy tidak bisa menunjukkan temperatur transisi
yang seragam antara spesimen dengan benda yang berukuran sebenarnya. DWT
dan DWTT, meskipun tidak sepenuhnya sempurna menunjukkan hasil yang
lebih seragam.

3. ALAT DAN BAHAN


1. Mesin uji impak Cesare Galdabini-Galarante tipe OH-30
2. Stopwatch
3. Gergaji tangan
4. Dapur listrik
5. Jangka sorong
6. Kikir
7. Ragum
8. Penjepit
9. Alkohol (70%)
10. Es Batu
11. Termometer
12. Wadah palstik (300ml)
13. Spesimen: besi verkan (penampang 10x10 mm)

4. PROSEDUR PERCOBAAN
1. Membuat 3 spesimen dari bahan yang telah disediakan. Melakuakn dengan
menggunakan gergaji tangan, ragum dan jangka sorong. Bentuk spesimen
sehingga sesuai dengan ukuran.
2. Meratakan hasil pemotongan dengan menggunakan kikir.
3. Memasukkan spesimen yang pertama ke dalam dapur listik dan dipanaskan
hinga 200o
4. Memasukan es batu ke dalam wadah lalu menuangkan alcohol secukupnya
sampai esbatu terendam seluruhnya.
5. Memasukan spesimen kedua kedalam wadah berisi es dan alcohol. Masukan
pula thermometer, dengan memastikan ujung thermometer menyentuh
spesimen.
6. Menghitung periode pendulum untuk melakukan 50 ayunan. Untuk
melakukan hal ini naikkan ayunan ±3o. Mencatat hasil
7. Bila thermometer telah menunjukan bahwa specimen kedua adalah 0 oC,
keluarkan specimen dari wadah dan menempatkan pada dudukan di mesin
impak. Posisikan sehingga takikan menghadap berlawana dari jatuhnya
pendulum dan takikan segaris dengan bagian pendulum yang memukul
specimen.
8. Menaikan pendulum sehingga terpasang pada pengait.
9. Memposisikan jarum penunjuk skala pada 295 J.
10. Memposisikan lengan pengereman sehingga mendekati mesin (posisi rem
tidak aktif). Memastikan tidak ada orang atau benda yang mungkin terpukul
oleh pendulum.
11. Melepaskan pengait dengan mendorong lengan pengait sehingga pendulum
jatuh dan mematahkan specimen.
12. Setelah pendulum berayun satu ayunan, mendorong lengan pengereman
menjauh dari mesin (posisi rem aktif) teruskan hingga pendulum berhenti.
13. Mencatat angka yang di tunjukan oleh jarum (impak energy dan impak
strength). Mengambil specimen, patahkan bila masih utuh dan berilah tanda.
14. Melakukan hal yang sama untuk specimen suhu tinggi dan suhu kamar. Untuk
specimen yang di pansakan, mengambil spesimen dengan menggunakan
penjepit.
15. Melakukan analisa terhadap pola patahan tiap specimen.
16. Mengembalikan alat – alat yang digunakan ke tempatnya semula.

5. PENGOLAHAN DATA

SPESIMEN NO. I II III

MATERIAL Besi ferkan Besi ferkan Besi ferkan

UKURAN SPESIMEN 10 x 10 x 55 10 x 10 x 55 10 x 10 x 55

TEMPERATUR 27OC -1OC 200OC

A (mm) 55 55 55

B (mm) 10 10 10

C (mm) 10 10 10

D (mm) 2 2 2

E (mm) 1 1 1

SUDUT AWAL 153.2 153.2 153.2

SUDUT AKHIR 89.13 125.32 110.15

T 50 AYUNAN (detik) 1.8 1.8 1.8

IMPAK ENERGI (joule) 141.5 49 85.5

IMPAK STRENGTH 176 61 106


(joule/cm2)
1.Pada suhu kamar, temperature 27° C

𝑙
𝑇 = 2𝜋√𝑔

𝑡 90
dimana 𝑇 = 𝑛 = 50𝑎𝑦𝑢𝑛𝑎𝑛 = 1.8

𝑙
maka 1.8 = 2𝜋√9.81

L=0.806m

 momen pendulum

M=W.l

M = 193.39 N . 0,806 m

M = 155.87 Nm

 Sudut awal pendulum

𝐴𝑜 = 𝑀(1 − 𝑐𝑜𝑠𝛼), 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑛𝑎 𝐴𝑜 = 295 𝐽


𝐴𝑜
− 1 = −𝑐𝑜𝑠𝛼
𝑀

295
− 1 = −𝑐𝑜𝑠𝛼
155.87
𝛼 = 153.2°

 Sudut akhir pendulum

𝐴𝑝 = 𝑀(𝑐𝑜𝑠𝛽 − 𝑐𝑜𝑠𝛼)
𝐴𝑝
+ 𝑐𝑜𝑠𝛼 = 𝑐𝑜𝑠𝛽
𝑀

141.5
+ 𝑐𝑜𝑠153.2° = 𝑐𝑜𝑠𝛽
155.87

𝛽 = 89.13°

Secara teoritis:
∆𝐻 = 𝑙(𝑐𝑜𝑠𝛽 − 𝑐𝑜𝑠𝛼)

∆𝐻 = 0.806(𝑐𝑜𝑠89.13° − 𝑐𝑜𝑠153.2°)

∆𝐻 = 0.732

 Impak energi

𝐼𝑒 = 𝑊. ∆𝐻

𝐼𝑒 = 193.39 . 0.732

𝐼𝑒 = 141.56 𝐽

 Impak strength
𝐼𝑒
𝐼𝑠 = , 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐴 = 8𝑚𝑚𝑥10𝑚𝑚 = 0.8𝑐𝑚2
𝐴

141.56
𝐼𝑠 = 0.8

𝐼𝑠 = 176.95 𝐽

2.Pada temperatur 200° C

𝑙
𝑇 = 2𝜋√𝑔

𝑡 90
dimana 𝑇 = 𝑛 = 50𝑎𝑦𝑢𝑛𝑎𝑛 = 1.8

𝑙
maka 1.8 = 2𝜋√9.81

L=0.806m

 momen pendulum

M=W.l

M = 193.39 N . 0,806 m

M = 155.87 Nm
 Sudut awala Pendulum

𝐴𝑜 = 𝑀(1 − 𝑐𝑜𝑠𝛼), 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑛𝑎 𝐴𝑜 = 295 𝐽


𝐴𝑜
− 1 = −𝑐𝑜𝑠𝛼
𝑀

295
− 1 = −𝑐𝑜𝑠𝛼
155.87
𝛼 = 153.2°

 Sudut akhir Pendulum

𝐴𝑝 = 𝑀(𝑐𝑜𝑠𝛽 − 𝑐𝑜𝑠𝛼)
𝐴𝑝
+ 𝑐𝑜𝑠𝛼 = 𝑐𝑜𝑠𝛽
𝑀

85.5
+ 𝑐𝑜𝑠153.2° = 𝑐𝑜𝑠𝛽
155.87

𝛽 = 110.15°

Secara teoritis

∆𝐻 = 𝑙(𝑐𝑜𝑠𝛽 − 𝑐𝑜𝑠𝛼)

∆𝐻 = 0.806(𝑐𝑜𝑠110.15° − 𝑐𝑜𝑠153.2°)

∆𝐻 = 0.442

 Impak energi

𝐼𝑒 = 𝑊. ∆𝐻

𝐼𝑒 = 193.39 . 0.442

𝐼𝑒 = 85.478 𝐽

 Impak strength
𝐼𝑒
𝐼𝑠 = , 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐴 = 8𝑚𝑚𝑥10𝑚𝑚 = 0.8𝑐𝑚2
𝐴

85.478
𝐼𝑠 = 0.8
𝐼𝑠 = 106.85 𝐽

3. Pada temperature 0° C

𝑙
𝑇 = 2𝜋√𝑔

𝑡 90
dimana 𝑇 = 𝑛 = 50𝑎𝑦𝑢𝑛𝑎𝑛 = 1.8

𝑙
maka 1.8 = 2𝜋√9.81

L=0.806m

 momen pendulum

M=W.l

M = 193.39 N . 0,806 m

M = 155.87 Nm

 Sudut awal pendulum

𝐴𝑜 = 𝑀(1 − 𝑐𝑜𝑠𝛼), 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑛𝑎 𝐴𝑜 = 295 𝐽


𝐴𝑜
− 1 = −𝑐𝑜𝑠𝛼
𝑀

295
− 1 = −𝑐𝑜𝑠𝛼
155.87
𝛼 = 153.2°

 Sudut akhir pendulum

𝐴𝑝 = 𝑀(𝑐𝑜𝑠𝛽 − 𝑐𝑜𝑠𝛼)
𝐴𝑝
+ 𝑐𝑜𝑠𝛼 = 𝑐𝑜𝑠𝛽
𝑀

49
+ 𝑐𝑜𝑠153.2° = 𝑐𝑜𝑠𝛽
155.87

𝛽 = 125.32°
Secara teoritis:

∆𝐻 = 𝑙(𝑐𝑜𝑠𝛽 − 𝑐𝑜𝑠𝛼)

∆𝐻 = 0.806(𝑐𝑜𝑠125.32° − 𝑐𝑜𝑠153.2°)

∆𝐻 = 0.253

 Impak energi

𝐼𝑒 = 𝑊. ∆𝐻

𝐼𝑒 = 193.39 . 0.253

𝐼𝑒 = 49 𝐽

 Impak strength
𝐼𝑒
𝐼𝑠 = , 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐴 = 8𝑚𝑚𝑥10𝑚𝑚 = 0.8𝑐𝑚2
𝐴

49
𝐼𝑠 = 0.8

𝐼𝑠 = 61.25 𝐽
6. KESIMPULAN

Dari uji test impak yang kami lakukan, terlihat bahwa suhu dapat mempengaruhi
property mekanis ketangguhan dari suatu benda, dimana pada suhu rendah dan tinggi
menyerap energy impak yang lebih rendah dibandingkan pada suhu kamar, serta pola
kerusakan yang dialami tiap benda-benda pada suhu tertenu juga berbeda satu sama
lainnya.

7. ANALISA DATA

 Data yang didapat dari hasil percobaan ketika dibandingkan dengan perhitungan
teoritis hamper memiliki kesamaan pada nilai impak energy dan impak strength,
apabila terjadi sedikit deviasi dikarenakan adanya kesalahan pembulatan
hitungan.
 Terjadi perubahan nilai impak energy dan impak strength pada suhu-suhu
tertentu. Pada table bisa dilihat untuk nilai impak energy dan impak strength
pada benda yang bersuhu rendah dan tinggi lebih rendah dibandingkan nilai
impak strength dan impak energy pada suhu ruangan.

8. JAWABAN PERTANYAAN

1. Pada kondisi dingin material akan mengeras dan menghasilkan sifat yang
getas (brittle) sedangkan pada kondisi panas material akan melunak dan
menghasilkan sifat yang ulet (ductile).
2. Pengaruhnya adalah, saat temperature rendah, material berubah menjadi
brittle atau getas, sehingga hanya diperlukan sedikit energy untuk
menghancurkan benda tersebut, ketika suhu tinggi, material berubah menjadi
ulet, dan saat benda dikenai pendulum, akan terjadi shear akibat impak. Shear
ini menyebabkan energy impak sedikit lebih besar daripada energy impak saat
benda bersifat brittle karena sifat benda yang ulet tersebut.
3. Aplikasi uji impak adalah untuk mengetajui nilai property mekanis dari
sebuah material sehingga konsumen bisa mengetahui ketangguhan dari suatu
material saat membelinya dan merekapun bisa mengaplikasikannya sesuai
dengan kebutuhannya. Penerapan ilmu ini misalnya pada saat proses forging,
dimana pada pada proses ini property mekanis material bisa berubah-ubah
karena suhu dan kemudian dipukul secara tiba-tiba.
4. Kegunaan takikan adalah untuk mempermudah terjadinya perpatahan pada
material ketika diberi gaya impak akibat adanya stress concentration.

9. DAFTAR PUSTAKA

http://www.scribd.com/doc/30371097/Laporan-Praktikum-Uji-Impak

http://www.docstoc.com/docs/79936299/pengujian-impak

Askeland, Donald.R. The Science and Engineering of Materials. Cengage learning.


pp. 228

Callister, W.D. Materials Science and Engineering an Introduction. John


Willey&Sons. pp. 250-255

Anda mungkin juga menyukai