Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Status gizi balita menjadi salah satu indikator untuk menilai kesejahteraan

masyarakat. Kondisi status gizi balita dapat memprediksi bagaimana output SDM di

masa mendatang. Untuk menjadi calon penerus dalam membangun bangsa yang

unggul dibutuhkan status gizi yang baik. Menurut Black, et al. (2013), masalah gizi

yang sering menjadi penyebab kematian balita adalah masalah kurang gizi.

Masalah gizi buruk dan gizi kurang nampaknya belum bisa teratasi dengan baik

dalam skala internasional maupun nasional, tercatat 101 juta anak di dunia dibawah

lima tahun menderita kekurangan gizi, sedangkan di Indonesia hampir tidak

mengalami kemajuan sama sekali dalam menurunkan tingkat kurang gizi anak sejak

tahun 2007 yaitu sebanyak 18,4% anak Indonesia di bawah usia lima tahun

menderita gizi kurang. hasil PSG Indonesia 2017status gizi balita dengan indeks

berdasarkan BB/U yaitu sebanyak 3,8% balita mempunyai status gizi buruk dan

14,0% balita mempunyai status gizi kurang,presentase underweight(gizi buruk+ gizi

kurang ) pada kelompok Balita (17,8%) lebih tinggi dibandingkan baduta(14,8%).

status gizi balita dengan indeks berdasarkan TB/U yaitu sebanyak 9,8% balita

mempunyai status gizi sangat pendek Dan 19,8% balita mempunyai status gizi

pendek,presentase stunting(sangat pendek+pendek) pada kelompok balita (29,6%)

lebih tinggi dibandingkan kelompok baduta (20,1%). status gizi balita dengan indeks

berdasarkan BB/TB sebanyak 2,8% balita mempunyai status gizi sangat kurus dan

6,7% balita mempunyai status gizi kurus,presentase wasting(sangat kurus+kurus)

1
pada kelompok balita (9,5%) lebih rendah dibandingkan kelompok baduta (

12,8%)sumber(Buku saku pemantauan status gizi tahun 2017)

Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia 2016 persentase balita usia 0-59

bulan menurut status gizi dengan indeks BB/U menurut Provinsi tahun 2016, di

Sulawesi Tenggara kejadian gizi buruk 2,0%; gizi kurang 13,8%; gizi baik 83,3%

dan gizi lebih 0,9%. Berdasarkan Profil Kesehatan Sulawesi Tenggara tahun 2016

yaitu sebaran kasus gizi buruk pada balita menurut Kabupaten/Kota Provinsi

Sulawesi tenggara tahun 2016 yaitu Kolaka Timur, Kolaka, Konawe Utara, Muna

Barat, Buton Utara, Konawe Kepulauan, Wakatobi dan Bau-Bau memiliki 1-10

jumlah kasus gizi buruk. Kemudian Buton Selatan memiliki 11-20 kasus gizi buruk,

dan Kolaka Utara, Konawe Selatan, Bombana, Muna, Buton Tengah, Buton,

Kendari dan Konawe memiliki kasus gizi buruk diatas 20 kasus. (Dinkes Provinsi

Sulawesi Tenggara, 2017).

Tingginya angka kejadian gizi kurang tentunya tidak lepas dari faktor-faktor

penyebabnya, baik penyebab langsung maupun tidak langsung. Penyebab langsung

adalah kurangnya kecukupan zat gizi dan penyakit infeksi pada balita. Penyebab

tidak langsung adalah rendahnya pengetahuan ibu tentang gizi, kepercayaan ibu

yang kurang baik terhadap makanan tertentu, tidak tersedianya fasilitas kesehatan,

tidak adanya kebijaksanaan pemerintah terhadap penanggulangan masalah gizi dan

penghasilan keluarga yang rendah (Depkes RI, 1997).

Ibu memegang peranan penting dalam mendukung upaya mengatasi masalah

gizi, terutama dalam hal asupan gizi keluarga, mulai dari penyiapan makanan,

pemilihan bahan makanan, sampai menu makanan. Ibu yang memiliki status gizi

baik akan melahirkan anak yang bergizi baik. Kemampuan keluarga dalam

2
memenuhi kebutuhan pangan baik dalam jumlah maupun mutu gizinya sangat

berpengaruh bagi status gizi anak. Keluarga dengan penghasilan relatif tetap,

prevalensi berat kurang dan prevalensi kependekan lebih rendah dibandingkan

dengan keluarga yang berpenghasilan tidak tetap (Anindita, 2012)

Berbagai penyebab dapat melatarbelakangi masalah gizi pada balita,

rendahnya pengetahuan ibu merupakan faktor penting karena mempengaruhi

kemampuan ibu dalam mengelola sumber pangan yang ada untuk mendapatkan

kecukupan bahan makanan. Pengetahuan tentang kandungan zat gizi, kegunaan

makanan bagi kesehatan keluarga dapat membantu ibu memilih bahan makanan

(Sulfiah, 2013).

Begitu dominannya peranan ibu bagi kesehatan anak balita terutama dalam

pemberian gizi yang cukup pada anak balita, menuntut ibu harus mengetahui dan

memahami akan kcbutuhan gizi pada anak, untuk itu yang harus dimiliki oleh ibu

adalah pengetahuan tentang kebutuhan gizi balita. Pengetahuan ( knowledge)

adalah sesuatu yang hadir dan terwujud dalam jiwa dan pikiran seseorang

dikarenakan adanya reaksi, persentuhan dan hubungan dengan lingkungan dan alam

sekitarnya (Siregar, 2008).

Berbagai hasil penelitian tentang pengetahuan gizi menggambarkan bahwa

tingkat pengetahuan ibu balita tentang gizi masih sangat kurang. Hasil penelitian

Wigati, dan Nasuttohiriyah (2017) di Puskesmas Karangayun 1 menyatakan bahwa

tingkat pengetahuan tentang cara pengolahan bahan makanan yang baik dan benar

dikategorikan kurang sejumlah 55%. Selain itu hasil Penelitian Tantejo, Chriastianto

dan Restuastuti (2013) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan

ibu tentang gizi dengan status gizi balita di wilayah kerja Puskesmas XIII Koto

3
Kampar tahun 2013, dimana pengetahun ibu balita dalam kategori kurang sebesar

26.%, hal tersebut diakibatkan karena adalah tingkat pendidikan ibu yang rendah

serta masyarakat sulit untuk mendapatkan sumber informasi untuk menambah

pengetahuan ibu tentang gizi. Dari uraian diatas maka penulis tertarik untuk meneliti

“ Gambaran status gizi anak balita dan tingkat pengetahuan gizi ibu baliata didesa

mekar jaya kecamatan soropia kabupaten konawe”

B. Rumusan Masalah

Bagaimanakan gambaran status gizi balita dan tingkat pengetahuan ibu balita di

Desa Mekar Jaya Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran status gizi anak balita dan tingkat

pengetahuan gizi ibu balita di desa Mekar Jaya Kecamatan Soropia Kabupaten

Konawe

2. Tujuan Khusus

a. Untuk Mengetahui gambaran status gizi anak balita di desa Mekar Jaya

Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe ?

b. Untuk Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan gizi ibu balita di desa

Mekar Jaya Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe?

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Puskesmas

Sebagai bahan informasi bagi Puskesmas khususnya Puskesmas Soropia

dalam meningkatkan pelayanan khususnya upaya perbaikan status gizi balita di

wilayah kerjanya.

4
2. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe

Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe dalam

upaya penanggulangan masalah gizi kurang pada anak balita terutama faktor

yang mempengaruhinya yakni pengetahun gizi ibu balita.

3. Bagi Insitusi Pendidikan

Sebagai bahan untuk melakukan penelitian selanjutnya yang

berhubungan dengan status gizi balita.

4. Bagi peneliti

Menambah wawasan dan pengetahuan bagi peneliti tentang status gizi

balita serta pengetahuan gizi ibu balita.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Status Gizi

1. Pengertian Status Gizi

Status adalah posisi yang didefinisikan secara social yang diberikan

kepada kelompok atau anggota orang lain. Gizi adalah ikatan kimia yang

diperlukan tubuh untuk melakukan fungsingnya, yaitu menghasilkan energy,

membangun dan memelihara jaringan serta mengatur proses-proses kehidupan.

Status gizi meupakan keadaan tubuh sebagi akibat konsumsi makanan dan

penggunaan zat-zat gizi (Hasdianah, Siyoto dan Peristyowati, 2013)

2. Penilaian Status Gizi

Ada dua cara dalam penilaian status gizi yaitu :

a. Penilaian Secara Langsung

1) . Antropometri

Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia.

Ditinjaau dari sudut pandang gizi,maka antropometri gizi adalah

berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan

komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi (Supariasa,

Bakri dan Fajar, 2012).

Indeks antropometri yang umum digunakan untuk menilai status

gizi adalah :

a) BB/U (Berat Badan Menurut Umur)

Berat Badan adalah salah satu parameter yang memberikan

gambaran massa tubuh. Berberdasarkan karakteristik berat badan

6
ini, maka indeks berat badan menurut umur di gunakan sebagai

salah satu cara pengukuran status gizi (Supariasa, Bakri dan Fajar,

2012).

Indeks antropometri dengan BB/U mempunyai kelebihan

diantaranya lebih mudah dan lebih cepat dimengerti masyarakat

umum, baik untuk mengukur status gizi akut atau kronis, sangat

sensitif terhadap perubahan kecil dan dapat mendeteksi kegemukan

(Supariasa, Bakri dan Fajar, 2012).

Tabel 1
Status gizi dengan indikator BB/U menurut Kemenkes 2011

Kategori Z-Score
Status gizi lebih >2 SD
Status gizi baik - 2 sampai dengan 2 SD
Status gizi kurang -3 sampai dengan <-2 SD
Status gizi buruk <- 3 SD

b) TB/U (Tinggi Badan menurut Umur)

Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan

keadaan pertumbuhan skeletal.Pada keadaan normal, tinggi badan

tumbuh seiring dengan pertambahan umur.Pertumbuhan tinggi badan

tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah

kekurangan gizi dalam waktu yang pendek (Supariasa, Bakri dan

Fajar, 2012).

Keuntungan indeks TB/U adalah baik untuk menilai status

gizi masa lampau, pengukuran panjang badan dapat dibut sendiri,

murah dan mudah dibawa (Supariasa, Bakri dan Fajar, 2012).

7
Tabel 2
Status gizi dengan indikator TB/U menurut Kemenkes 2011

Kategori Z-Score
Tinggi >2 SD
Normal - 2 sampai dengan 2 SD
Pendek -3 sampai dengan <-2 SD
Sangat pendek <- 3 SD

c) BB/TB (Berat Badan Menurut Tinggi badan)

Dalam keadaan normal berat badan akan searah dengan

pertumbuhan tinggi badan kecepatan tertentu, keuntungan dari indeks

BB/TB adalah tidak memerlukan data umur dan dapat membedakan

proporsi badan (gemuk, normal dan kurus) (Supariasa, Bakri dan

Fajar, 2012).

Tabel 3
Status gizi dengan indikator BB/TB menurut Kemenkes 2011
Kategori Z-Score
Gemuk >2 SD
Normal - 2 sampai dengan 2 SD
Kurus -3 sampai dengan <-2 SD
Sangat kurus <- 3 SD

d) IMT/U (Indeks massa Tubuh Menurut Umur)

Indeks massa tubuh (IMT) dapat diketahui melalui

perhitungan menggunakan rumus (Supariasa, Bakri dan Fajar, 2012).

𝐵𝐵 (𝑘𝑔)
IMT =
𝑇𝐵 (𝑚)𝑥𝑇𝐵 (𝑚)

8
Tabel 4
Status gizi dengan indikator IMT/U menurut Kemenkes 2011
Kategori Z-Score
Obesitas >2 SD
Gemuk >1SD sampai 2 SD
Normal - 2 sampai dengan 1 SD
Kurus -3 sampai dengan <-2 SD
Sangat kurus <- 3 SD

2) Biofisik

Pemeriksaan status gizi secara biofisik adalah metode

pemantauan gizi dangan melihat kemampuan fungsi dan melihat

perubahan struktur jaringan (Supariasa, Bakri dan Fajar, 2012).

3) Klinis

Pemeriksaan klinis adalah pemeriksaan yang sangat penting

untuk melihat status gizi masyarakat.Metode ini di dasarkan atas

perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidak

cukupan zat gizi.Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit,

mata, rambut, dan mukosa oral atau pada organ – organ yang dekat

dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid (Supariasa, Bakri dan

Fajar, 2012).

4) Biokimia

Pemeriksaan biokimia merupakan pemeriksaan spesimen yang

diuji secara laboraloris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan

tubuh seperti darah, tinja, urin dan juga beberapa jaringan tubuh seperti

hati dan otot (Supariasa, Bakri dan Fajar, 2012).

9
b. Penilaian Secara Tidak Langsung

1) Survei Konsumsi Makan

Survei konsumsi makan adalah metode penentuan status gizi

secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang

dikonsumsi (Supariasa, Bakri dan Fajar, 2012).

2) Statistik Vital

Statistik vital adalah metode penentuan status gizi dengan cara

menganalisis data beberapa data statistik kesehatan seperti angka

kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat

penyebab tertentu dan data yang lainnya yang berhubungan dengan gizi

(Supariasa, Bakri dan Fajar, 2012).

3) Faktor Ekologi

Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk

mengetahui penyebab malnutrisi disuatu masyarakat sebagai dasar

untuk melakukan program intervensi gizi (Supariasa, Bakri dan Fajar,

2012).

3. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Status Gizi

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status gizi balita terbagi menjadi

(Supariasa, 2002) :

a. Faktor langsung

1) Keadaan infeksi

Scrimshaw, et.al (1989 dalam Supariasa, 2002) menyatakan

bahwa ada hubungan yang erat antara infeksi (bakteri, virus dan parasit)

dengan kejadian malnutrisi. Ditekankan bahwa terjadi interaksi yang

10
sinergis antara malnutrisi dengan penyakit infeksi. Mekanisme

patologisnya dapat bermacam-macam, baik secara sendiri-sendiri

maupun bersamaan, yaitu penurunan asupan zat gizi akibat kurangnya

nafsu makan, menurunnya absorbsi dan kebiasaan mengurangi makan

pada saat sakit, peningkatan kehilangan cairan/zat gizi akibat penyakit

diare, mual/muntah dan perdarahan terus menerus serta meningkatnya

kebutuhan baik dari peningkatan kebutuhan akibat sakit dan parasit yang

terdapat dalam tubuh.

2) Konsumsi makan

Pengukuran konsumsi makan sangat penting untuk mengetahui

kenyataan apa yang dimakan oleh masyarakat dan hal ini dapat berguna

untuk mengukur status gizi dan menemukan faktor diet yang dapat

menyebabkan malnutrisi.

b. Faktor tidak langsung

1) Pengaruh budaya

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengaruh budaya antara

lain sikap terhadap makanan, penyebab penyakit, kelahiran anak, dan

produksi pangan. Dalam hal sikap terhadap makanan, masih terdapat

pantangan, tahayul, tabu dalam masyarakat yang menyebabkan konsumsi

makanan menjadi rendah. Konsumsi makanan yang rendah juga

disebabkan oleh adanya penyakit, terutama penyakit infeksi saluran

pencernaan. Jarak kelahiran anak yang terlalu dekat dan jumlah anak

yang terlalu banyak akan mempengaruhi asupan gizi dalam keluarga.

Konsumsi zat gizi keluarga yang rendah, juga dipengaruhi oleh produksi

11
pangan. Rendahnya produksi pangan disebabkan karena para petani

masih menggunakan teknologi yang bersifat tradisional.

2) Faktor sosial ekonomi

Faktor sposial ekonomi dibedakan berdasarkan :

a) Data sosial

Data sosial ini meliputi keadaan penduduk di suatu

masyarakat, keadaan keluarga, pendidikan, perumahan, penyimpanan

makanan, air dan kakus

b) Data ekonomi

Data ekonomi meliputi pekerjaan, pendapatan keluarga,

kekayaan yang terlihat seperti tanah, jumlah ternak, perahu, mesin

jahit, kendaraan dan sebagainya serta harga makanan yang

tergantung pada pasar dn variasi musin.

c) Produksi pangan

Data yang relevan untuk produksi pangan adalah penyediaan

makanan keluarga, sistem pertanian, tanah, peternakan dan perikanan

serta keuangan.

d) Pelayanan kesehatan dan pendidikan

Pelayanan kesehatan meliputi ketercukupan jumlah pusat-

pusat pelayanan kesehatan yang terdiri dari kecukupan jumlah rumah

sakit, jumlah tenaga kesehatan, jumlah staf dan lain-lain. Fasilitas

pendidikan meliputi jumlah anak sekolah, remaja dan organisasi

karang tarunanya serta media masa seperti radio, televisi dan lainlain.

12
B. Tinjauan tentang Pengetahun Gizi

1. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan melalui

panca indra yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) (Notoatmodjo, 2003)

Pengetahuan gizi adalah sesuatu yang diketahui tentang makanan dalam

hubungannya dengan kesehatan optimal. Pengetahuan gizi meliputi pengetahuan

tentang pemilihan dan konsumsi sehari-hari dengan baik dan memberikan semua

zat gizi yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Pemilihan dan konsumsi

bahan makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi baik atau

status gizi optimal terjadi apabila tubuh memperoleh cukup zat gizi yang

dibutuhkan tubuh. Status gizi kurang terjadi apabila tubuh mengalami

kekurangan satu atau lebih zat gizi essential. Sedangkan status gizi lebih terjadi

apabila tubuh memperoleh zat gizi dalam jumlah yang berlebihan, sehingga

menimbulkan efek yang membahayakan (Almatsir, 2004).

2. Tingkatan Pengetahuan

a. Tahu ( Know )

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Disebut juga dengan istilah recall (mengingat

kembali) terhadap suatu yang spesifik terhadap suatu bahan yang dipelajari

atau rangsangan yang telah diterima (Notoatmodjo, 2003)

13
b. Memahami
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara

benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi

tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi

tersebut harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,

meramalkan dan sebagainya terhadap obyek yang dipelajari (Notoatmodjo,

2003)

c. Aplikasi
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau konsulidasi riil (sebenarnya). Aplikasi

ini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip

dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain (Notoatmodjo, 2003)

d. Analisa
Analisa adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

obyek kedalam komponen, tetapi masih di dalam struktur organisasi

tersebut, dan masih ada kaitan satu sama lain. Kemampuan analisa ini dapat

dilihat dari penggunaan kata karena dapat menggambarkan, membedakan

dan mengelompokkan (Notoatmodjo, 2003)

e. Sintesis
Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk melaksanakan

atau menghubungkan bagian suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan

kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari

formulasi yang ada (Notoatmodjo, 2003)

f. Evaluasi
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek penilaian ini

14
berdasarkan suatu keriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan

kriteria yang telah ada sebelumnya (Notoatmodjo, 2003)

3. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan

a. Faktor Internal

1) Umur

Semakin cukup umur tingkat kemampuan dan kekuatan

seseorang akan lebih matang dalam berfikir maupun bekerja. Dari segi

kepercayaan masyarakat, seseorang yang lebih dewasa akan dipercaya

dari orang yang belum cukup umur ( Nursalam dan Pariani, 2001).

2) IQ (Intelegency Quotient)

Menurut Terman, Intelegency adalah kemampuan untuk berfikir

abstrak. Untuk mengukur Intelegency seseorang dapat diketahui melalui

IQ ( Intelegency Quotient) yaitu skor yang diperoleh dari sebuah alat tes

kecerdasan. Individu yang memiliki intelegency rendah maka akan

diikuti oleh tingkat kreativitas yang rendah pula.( Sunaryo, 2004).

3) Keyakinan ( Agama ).

Agama sebagai suatu keyakinan hidup yang masuk kedalam

konstruksi kepribadian seseorang yang sangat berpengaruh dalam cara

berfikir, bersikap, berkreasi dan berperilaku individu.( Sunaryo, 2004).

b. Faktor Eksternal

1) Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap

perkembangan orang lain menuju kearah suatu cita-cita tertentu.

Kegiatan pendidikan formal maupun informal berfokus pada proses

15
belajar-mengajar, dengan tujuan agar terjadi perubahan perilaku yaitu

dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dan

dari tidak dapat menjadi dapat. Maka makin tinggi pendidikan seseorang

makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula

pengetahuan yang dimiliki.( Sunaryo, 2004).

2) Informasi

Pengetahuan dapat dipengaruhi oleh adanya informasi dari

sumber media sebagai sarana komunikasi yang dibaca atau dilihat, baik

dari media cetak maupun elektronik seperti televisi, radio, surat kabar,

majalah dan lain-lain.( Azwar,2003)

3) Sosial Budaya

Sistem sosial budaya yang ada di masyarakat dapat

mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi ( Nursalam dan

Pariani, 2001).

c. Pengukuran Tingkat Pengetahuan

Menurut Arikunto (2006), pengetahuan dibagi dalam tiga kategori, yaitu :

1) Baik : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 76% - 100% dari

seluruh pernyataan.

2) Cukup : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 56% - 75% dari

seluruh pernyataan.

3) Kurang : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 40% - 55% dari

seluruh pernyataan.

16
C. Kerangka Teori dan Kerangka Konsep
1. Kerangka Teori
Adapun kerangka teroi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

Status Gizi Balita

Konsumsi Makanan Status Infeksi

PolaAsuh, Kebersihan dan Pelayanan


Ketersediaan dan
sanitasi Kesehatan dan
Pola Konsumsi RT Kesling

Daya Beli, Akses Pangan, Akses Informasi dan Akses Pelayanan

Kemiskinan, Ketahanan Pangan dan Gizi, Pendidikan

Pembangunan Ekonomi, Politik, Sosial, Budaya

Gambar 1. Kerangka Teori Penelitian


Sumber : Unicef (1990)

17
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang sifatnya deskriptif dengan

pendekatan survey.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan November 2018 di Desa Mekar

Jaya Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua balita di Desa Mekar Jaya

Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe, yang masih berusia balita sampai

dengan bulan November 2018 dan tercatat di Puskesmas Soropia yaitu

sebanyak 192 balita.

2. Sampel

a. Sampel dan Responden

Sampel dalam penelitian ini adalah balita sedangkan ibu balita ada

responden.

b. Besar Sampel
Sampel untuk penelitian ini adalah sebagian dari jumlah populasi

balita di desa Mekar Jaya Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe, dihitung

dengan menggunakan rumus slovin yang berjumlah

𝑁
𝑛=
1 + 𝑁𝑒 2

18
Keterangan :

n = jumlah sampel

N = Jumlah Populasi (192 balita)

e = batas toleransi kesalahan 10%

192
𝑛=
1 + 192. 0.12

192
𝑛=
2.92

n = 65.7 = 66 balita

c. Teknik sampling

Pengambilan sampel dalam penelitian ini diambil secara simple

random sampling yaitu teknik pengambilan sampel dengan cara acak,

sehingga setiap populasi berpeluang menjadi sampel, dengan cara :

1) List semua jumlah balita

2) Buat lottere semua nama-nama balita

3) Lot nama-nama tersebut sampai dengan jumlah sampel yang diinginkan

yakni 66.

D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

1. Data Primer

a. Karakteristik ibu (nama, umur, pendidikan dan pekerjaan serta jumlah

anggota keluarga) dikumpulkan dengan wawancara menggunakan kuesioner

b. Pengetahuan ibu dikumpulkan dengan wawancara menggunakan kuesioner

c. Status gizi dikumpulkan dengan cara menanyakan umur, mengukur BB dan

PB/TB balita

19
2. Data Sekunder

Profil Desa Mekar Jaya Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe diambil

melalui pendekatan dokumentasi yaitu mencatat semua data-data yang

dibutuhkan yang ada di kantor desa Mata Mekar Jaya.

E. Pengolahan dan Penyajian Data

1. Pengolahan data

a. Data tentang karakteristik sampel (umur ibu, pendidikan, pekerjaan, dan

jumlah anggota keluarga) diolah secara deskriptif.

b. Data tentang pengetahuan ibu balita diolah dengan cara menjumlah semua

skor kemudian dibagi dengan total skor dikali dengan 100%, hasilnya

kemudian diketegorikan.

c. Data tentang status gizi diolah dengan menggunakan software who-antro,

yang terdiri dari indikator BB/U, PB/TB/U dan BB/TB

2. Penyajian Data

Data di sajikan dalam bentuk tabel di sertai dengan narasi.

F. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Pengetahuan adalah segala yang diketahui tentang pemberian makanan pada

balita, kebutuahan gizi pada balita serta cara pengolahan makanan yang baik

untuk balita. Cara penilaian dilakukan dengan skoring dalam satuan persen

(interval), yang dikategorikan sebagai berikut (Arikunto, 2010) :

Baik : ≥ 76%

Cukup : 60 – 75%

Kurang : < 60%

20
2. Kondisi fisik balita yang ditentukan dengan melakukan pengukuran

antropometri Berat Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan Menurut Umur

(TB/U) dan Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB) kemudian di

interprestasikan dengan standar WHO - NCHS dengan menggunakan indikator

BB/U, TB/U dan BB/TB.

a. Indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U)

Gizi buruk : < -3 SD

Gizi kurang : -3 SD - ≤ 2 SD

Gizi Baik : - 2 SD – 2 SD

Gizi Lebih : > 2 SD

b. Indeks Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)

Sangat Pendek : < -3 SD

Pendek : -3 SD - ≤ 2 SD

Normal : - 2 SD – 2 SD

Tinggi : > 2 SD

c. Indeks Tinggi Badan menurut Berat Badan (BB/TB)

Sangat kurus : < -3 SD

Kurus : -3 SD - ≤ 2 SD

Normal : - 2 SD – 2 SD

Genuk : > 2 SD

21
DAFTAR PUSTAKA

amelinda calida rahma, sitti rahayu nadhiroh. (2016). Perbedaan Sosial Ekonomi Dan
Pengetahuan Gizi Ibu Balita Gizi Kurang Dan Gizi Normal. Media Gizi Indonesia,
11, 55–60. Retrieved from http://e-
journal.unair.ac.id/index.php/MGI/article/view/4391
anik sholikah, eunike raffy rustiana. (2017). Faktor - Faktor yang Berhubungan dengan
Status Gizi Balita di Pedesaan dan Perkotaan. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 2(1),
9–18.
Anindita, P. (2012). Putri Anindita Alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP ©
2012 Page 1, 1, 1–10.
Buku Saku Nasional PSG 2017.
sari fatimah, ikeu nurhidayah, windhy rakhmawati. (2008). Faktor-Faktor yang
Berkontribusi terhadap Status Gizi, 10(Xviii), 37–51.
Kemenkes RI. 2016. Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia 2016. Jakarta.
Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan.
Dinkes Provinsi Sulawesi Tenggara. 2017. Profil Kesehatan Sulawesi Tenggara Tahun
2016. Kota Kendari.

Shely rosita dewi. (2013). Hubungan Antara Pengetahuan Gizi, Sikap Terhadap Gizi
dan Pola Konsumsi Buku saku pemantauan status Gizi Tahun 2017

22
23

Anda mungkin juga menyukai