Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Retinopati merupakan kelainan pada retina akibat penyebab selain infeksi.


Biasanya, retinopati merupakan menifestasi penyakit sistemik. Penyebab
tersering retinopati adalah penyakit Diabetes Melitus dan Hipertensi. Diabetes
Melitus adalah penyebab utama kebutaan pada orang dewasa berusia antara 20
hingga 74 tahun dan dapat mempengaruhi seluruh struktur jaringan okuli. Telah
diteliti bahwa penderita diabetes memiliki potensi kebutaan sebesar 20-30 kali.
90% kelainan visus pada pasien diabetes disebabkan oleh retinopati. Penanganan
retinopati pun harus sejalan dengan pengobatan penyakit kausalnya.
Penyakit retinopati diabetikum dan retinopati hipertensi dapat dibedakan
dari anamnesis riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik, serta penunjang. Hal yang
paling dikeluhkan oleh pasien adalah penurunan visus.

0
BAB II
PEMBAHASAN

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Mata adalah organ penglihatan yang mendeteksi cahaya. Yang dilakukan


mata yang paling sederhana tak lain hanya mengetahui apakah lingkungan
sekitarnya adalah terang atau gelap. Mata yang lebih kompleks dipergunakan
untuk memberikan pengertian visual. Mata manusia sebagai alat indra
penglihatan dapat dipandang sebagai alat optik yang sangat penting bagi manusia.

Bagian-bagian mata menurut kegunaan fisis sebagai alat optik :

1. Kornea merupakan lapisan terluar yang keras untuk melindungi bagian-


bagian lain dalam mata yang halus dan lunak.
2. Aqueous humor (cairan) yang terdapat di belakang kornea berfungsi untuk
membiaskan cahaya yang masuk ke dalam mata.
3. Lensa terbuat dari bahan bening (optis) yang elastik, merupakan lensa
cembung berfungsi membentuk bayangan.
4. Iris (otot berwarna) membentuk celah lingkaran yang disebut pupil.
5. Pupil berfungsi mengatur banyak cahaya yang masuk ke dalam mata. Lebar
pupil diatur oleh iris, di tempat gelap pupil membuka lebar agar lebih banyak
cahaya yang masuk ke dalam mata.

1
6. Retina (selaput jala) terdapat di permukaan belakang mata yang berfungi
sebagai layar tempat terbentuknya bayangan benda yang dilihat. Bayangan
yang jatuh pada retina bersifat : nyata, diperkecil dan terbalik.
7. Bintik buta merupakan bagian pada retina yang tidak peka terhadap cahaya,
sehingga bayangan jika jatuh di bagian ini tidak jelas/kelihatan, sebaliknya
pada retina terdapat bintik kuning. Permukaan retina terdiri dari berjuta-juta
sel sensitif, ada yang berbentuk sel batang berfungsi membedakan kesan
hitam/putih dan yang berbentuk sel kerucut berfungsi membedakan kesan
berwarna.
8. Otot siliar (otot lensa mata) berfungsi mengatur daya akomodasi mata.

Cahaya yang masuk ke mata difokuskan oleh lensa mata ke permukaan


retina. Oleh sel-sel yang ada di dalam retina, rangsangan cahaya ini dikirimkan ke
otak. Oleh otak diterjemahkan sehingga menjadi kesan melihat. Sinar yang
masuk ke dalam mata akan difokuskan oleh lensa ke retina, kemudian retina
memproduksi gambar yang dikirim oleh nervus optikus ke otak untuk
diinterpretasikan. Hal ini mirip seperti kamera yang membentuk sebuah gambar
sehingga gambar bisa dihasilkan.

ANATOMI RETINA

Retina atau selaput jala adalah lapisan terdalam dari ketiga dinding bola
mata yang merupakan membran tipis, halus, tidak berwarna atau bening serta
tembus pandang dan mirip jala dengan nilai metabolisme oksigen yang tinggi dan
terdiri atas saraf sensorik penglihatan dan serat saraf optik. Ketebalan retina kira-
kira 0,5 mm. Area sirkuler kira-kira 6 mm mengelilingi fovea disebut retina
sentral yang didominasi oleh sel-sel kerucut. Sementara diluar area tersebut
adalah retina perifer yang terbentang sampai ke oraserata, 21 mm dari pusat optic
disc yang di dominasi oleh sel-sel batang.

2
Retina merupakan jaringan saraf mata yang mana berisi dua macam
fotoreseptor, yaitu sel kerucut yang sensitif terhadap warna dan sel batang yang
sensitif terhadap derajat penyinaran dan terhadap intensitas penyinaran yang kecil
(adaptasi gelap). Fotoreseptor ini merupakan antena sistem penglihatan.
Fotoreseptor akan bereaksi terhadap cahaya dan mengubah energi cahaya menjadi
persepsi penglihatan. Pigmen penglihatan didalam fotoreseptor secara kimiawi
aktif mempengaruhi perubahan energi ini. Pigmen penglihatan termasuk dalam
kelas karotenoid dan terikat pada reseptor molekul-molekul protein. Sel kerucut
berisi pigmen yang beregenerasi secara cepat, yaitu iodopsin dan sianopsin. Sel
batang berisi rhodopsin yang regenerasinya lebih lambat (visual purple).
Retina dibagian luarnya berhubungan erat dengan koroid. Koroid
memberi nutrisi pada retina luar atau sel kerucut dan sel batang. Bagian koroid
yang memegang peranan penting dalam metabolisme retina adalah membrane
Bruch dan sel epitel pigmen yang tidak dapat ditembus cahaya. Pada cahaya
terang, kerucut memanjang kearah badan kaca, yaitu kea rah datangnya sinar.
Pada saat bersamaan batang bergerak ke arah epitel pigmen. Dalam keadaan
remang-remang terjadi kebalikan “perilaku motorik retina”, batang memanjang
kearah datangnya sinar, sedangkan kerucut bergerak kearah epitel pigmen.

A. Embriologi Dan Histologi Retina


Secara embriologis retina terbentuk dari vesikel optic, suatu kantong
dari otak depan embrionik. Secara histologis, bagian depan oraserrata yaitu
iris dan badan siliar yang berpigmen maupun yang tidak berpigmen menyatu
dengan membrane limitan eksterna retina serta lapisan epitel pigmen retina.
Pada oraserrata, epitel berpigmen berlanjut menjadi epitel pigmen retina, dan
membran dasarnya menjadi membrane Bruch. Epitel badan siliar yang tidak
berpigmen dan pars plana berlanjut di bagian posterior sebagai retina,
membran basalnya menjadi membran limitan interna. Pada puncak nervus
optikus, membrane limitan interna berlanjut menjadi membrane Elsching.
Membran limitan eksterna bergabung dari ujung epitel pigmen retina cul-de-
sac posterior dari ruang sub retina. Retina melekat pada koroid secara

3
langsung menjadi ora serrata, dan secara tidak langsung melalui koroid dan
badan siliar retina melekat pada sclera. Lapisan korneosklera melindungi,
menggerakan dan menahan retina pada posisi yang tepat dan menyebabkan
objek yang dilihat terfokus pada retina bagian tengah.
Secara anatomis,retina berbatasan dengan sel pigmen retina dan
koroid yang terdiri atas 10 lapisan:
1. lapisan epitel pigmen
2. lapisan sel-sel batang dan kerucut
3. membrane limitans eksterna
4. lapisan nucleus luar
5. lapisan pleksiform luar
6. lapisan nucleus dalam
7. lapisan pleksiform dalam
8. lapisan sel-sel ganglion
9. lapisan serabut saraf
10. membrane limitans interna

B. Perdarahan Retina
Pembuluh darah retina merupakan cabang arteri oftalmika yaitu arteri
retina sentral. Arteri retina sentral masuk ke dalam retina melalui papil saraf
optic yang akan memberi nutrisi pada retina bagian dalam. Diameter arteri
lebih kecil (0,1mm), warnanya lebih merah, bentuknya lebih lurus-lurus dan
merupakan end artery. Arteri retina mudah dikenali karena refleksnya yang
jelas dan tidak ada pulsasi. Diameter vena lebih besar, warna lebih tua/merah
gelap, bentuk lebih berkelok-kelok, dengan cahaya yang sempit. Pada vena
retina sentral terlihat adanya pulsasi di papil optic. Perbandingan normal
diameter arteri dan vena adalah 2 : 3. Pada papil, arteri retina sentral
biasanya muncul di sebelah nasal dari vena retina sentral.
Pada lapisan retina dari 1-4 tidak berisi pembuluh darah dan kapiler
sehingga perdarahannya berasal dari kapiler koroid, sedangkan lapisan 5-10
mendapat perdarahan dari arteri retina sentral.

4
Bermacam-macam penyakit berhubungan dengan perubahan-
perubahan yang terjadi dalam retina dan koroid oleh karena itu sangat penting
bagi kita untuk mengetahui system peredaran darah yang terkena agar
penyakit pada segmen posterior dapat dikenali lebih dini. Retina mendapat
nutrisi dari dua system peredaran darah yang berlainan, yakni pembuluh
darah retina dan pembuluh darah koroid atau uvea. Keduanya berasal dari
arteri oftalmikus yang merupakan cabang pertama dari arteri karotis interna.
Koroid diperdarahi oleh system vena vortex, biasanya terdiri dari 4-7
pembuluh darah besar. Pada kondisi yang patologis seperti myopia tinggi,
vena vortex posterior dapat terlihat memperdarahi tepi dari lempeng optic.
Kedua system peredaran darah retina dan koroid berhubungan dengan sinus
kavernosus.
Pengaturan aliran darah melalui koroid sama seperti dalam tubuh pada
umumnya, di bawah pengaruh system saraf otonom. Perangsangan saraf
simpatis akan menurunkan aliran darah koroid dan sebaliknya. Tidak ada
bukti mengenai autoregulasi di dalam koroid. Perubahan tekanan intra okuler
(TIO) tidak diakibatkan oleh perubahan kompensator pada tekanan vaskuler
koroid, dan perubahan TIO mendadak, misalnya jika membuka mata selama
operasi, dapat menyebabkan efusi uvea. Karena tonus otonom mungkin
melindungi mata dari peningkatan tekanan darah sistemik sementara, jika
pengaturan saraf terganggu pada hipertensi sistemik, cairan dapat terdorong
melalui sawar epitel pigmen retina masuk ke dalam retina. Dalam hal ini
tidak ada system saraf yang mengatur peredaran darah retina, sehingga
peredaran darah retina hanya bergantung pada autoregulasi local untuk
menjaga agar lingkungan metabolisme tetap konstan.
Sawar darah retina dibentuk oleh pembuluh darah retina dan epitel
pigmen retina. Fungsi sawar ini tergantung dari sambungan erat, yang
membatasi pergerakan interseluler dari seluruh molekul yang mudah larut
dalam air sehingga mencegah molekul tersebut masuk ke dalam retina.
Makromolekul dan ion-ion secara pasif tidak berdifusi ke dalam retina dari
peredaran darah, namun berhubungan dengan transport aktif tertentu ke

5
dalam retina. Membrane Bruch yang terletak diantara koriokapilaris dan
epitel pigmen retina, bertugas hanya sebagai sawar difusi untuk molekul
besar.

C. Bagian – Bagian Terpenting Pada Retina


a. Pusat Makula (Umbo), umbo menggambarkan pusat dari macula suatu
bagian retina yang menghasilkan ketajaman penglihatan tertinggi.
Fotoreseptor utama dari foveola dan umbo adalah sel kerucut. Jumlah sel
kerucut terbanyak ditemukan dalam umbo yang mempunyai diameter 150-
200µm,dengan kepadatan sekitar 385.000 sel kerucut/mm2.
b. Foveola, rangkaian sel kerucut pada umbo dikelilingi oleh dasar fovea
atau foveola yang memiliki diameter 350µm dan ketebalan 150µm.
Daerah avaskuler ini terdiri dari sel kerucut yang padat yang dihubungkan
oleh membrane limitan eksterna. Kebutuhan metabolic yang tinggi dari
sel kerucut dipenuhi oleh kontak langsung dengan epitel pigmen dan juga
melalui proses pada glia yang nucleusnya terletak lebih dekat dengan
pembuluh darah perifovea. Pada kondisi yang patologis, hilangnya refleks
foveola mungkin menunjukan gangguan glia (kerusakan sel saraf akut,
pembengkakan) baik primer maupun melalui vitreus yang melekat erat
pada membrane limitan interna yang tipis. Hilangnya refleks fovea
mungkin menunjukkan tarikan atau oedem pada sel-sel glia yang
kemudian akan menarik sel kerucut.
c. Fovea, fovea yang avaskuler dikelilingi oleh atap pembuluh darah, suatu
system sikuler dari kapiler pembuluh darah. Pembuluh darah ini terletak
pada permukaan lapisan nukleus dalam. Ketebalan membrane limitan
interna dan kekuatan daya ikat vitreus tidak proposional, sehingga ikatan
terkuat terletak pada fovea. Tidak heran jika pusat fovea paling banyak
terpengaruh pada traumatic macular hole akibat tarikan anterior-posterior.
d. Parafovea, parafovea merupakan struktur menyerupai sabuk dengan lebar
0,5mm dan mengelilingi tepi fovea.

6
e. Perifovea, perifovea mengelilingi parafovea dengan lebar 1,5mm, daerah
ini ditandai dengan beberapa lapisan sel ganglion dan 6 lapis sel bipolar.
f. Makula, umbo, foveola, fovea, parafovea, dan perifovea bersama-sama
membentuk macula atau daerah pusat. Terletak dengan jarak 2,5 diameter
papil di bagian temporal papil. Macula bebas pembuluh darah dengan
sedikit lebih berpigmen disbanding daerah retina lainnya. Bagian sentral
macula sedikit tergaung akibat lapisannya yang kurang dan memberi
refleks macula bila disinari. Daerah ini dapat dibedakan dari daerah
luarnya dengan membandingkan lapisan sel ganglionnya. Pada macula,
sel ganglion terdiri dari beberapa lapis, sedangkan pada daerah luarnya
hanya terdiri dari satu lapisan.

Bagian retina yang paling bermakna adalah macula lutea (bintik


kuning) dan papil optic (papil, bintik buta, skotoma absolute/fisiologis) yang
terdapat disebelah nasal. Macula lutea adalah daerah retina yang memberikan
penglihatan paling tajam, terletak di sebelah temporal papil saraf optikus,
berbentuk lonjong berukuran 1,5mm2 dengan diameter 1500 mikron,
berwarna lebih gelap dibandingkan bagian retina disekitarnya karena
bertambahnya ketabalan retina, adanya pigmen xantofil karotenoid, granula
pigmen melanin (dari sel-sel torak epitel pigmen retina). Di bagian tengah,
macula berpigmen sangat padat dan di tengah-tengah polus posteriornya
terdapat daerah yang berbentuk lonjong dan avaskuler yang disebut fovea
sentralis, yang berupa lekukan bebas batang (kira-kira diameternya 350
mikron). Bagian pusat fovea yang menggaung disebut foveola.
Macula memiliki dua refleks, yaitu refleks cincin atau refleks tepi
terdapat di pinggir dan refleks fovea atau refleks sentral yang lebih kecil
sebesar kepala jarum di tengah-tengah fovea yang dapat terlihat pada fundus
normal yang diperiksa dengan oftalmoskop. Bagian tengah retina ini terletak
tepat pada sumbu penglihatan, hanya berisi kerucut dan sebagian besar dari
6,5juta kerucut retina memadati tempat yang sempit ini.

7
Untuk mencapai kerucut, sinar hanya perlu menembus jaringan tipis
yang terletak di atasnya yang ketebalannya hanya seperlima ketebalan bagian
retina yang lainnya. Tajam penglihatan bagian-bagian retina tergantung
konsentrasi kerucut.
Papil saraf optic yaitu tempat dimana saraf optikus menembus sclera,
normal berbentuk bulat, berbatas tegas, pinggirnya agak lebih tinggi dari pada
retina sekitarnya, terletak disebelah nasal dengan diameter 1,5mm – 1,75mm.
Di bagian tengahnya terdapat lekukan atau bangunan seperti ,mangkok
berwarna agak pucat (merah muda), besarnya 1/3 diameter papil, yang
disebut ekskavasio fisiologis. Dari bagian ini keluar arteri dan vena sentralis
retina yang kemudian bercabang ke temporal dan ke nasal juga ke atas dan ke
bawah. Yang penting adalah perbandingan antara diameter mangkok dengan
papil yaitu disebut juga cups/disc ratio dengan nilai normal 0,3-0,4. Daerah
papil saraf optic tidak mengandung sel-sel penglihatan yang sensitive
terhadap cahaya, karena ditempat keluarnya saraf optic tidak ada fotoreseptor
lagi.
Pemeriksaan retina yang bisa dilakukan adalah dengan oftalmoskop.
Sebelumnya papil dilebarkan dahulu setelah dilakukan pemeriksaan
tonometri. Obat yang biasa dipakai untuk melebarkan pupil adalah mydriacil.
Pemeriksaan dimulai dengan melihat papil saraf optikus, pembuluh darah
retina, macula dan penampakan retina.
Pada fundus normal, warna retina adalah oranye merah, bisa lebih
muda atau lebih gelap tergantung derajat pigmentasi melanin baik dalam
koroid maupun epitel pigmen retina. Pada keadaan anemis retina tampak
lebih pucat dan pada perdarahan retina akan tampak lebih merah.

8
D. Fisiologi dan Proses Visual pada Retina
Sinar yang masuk ke mata sebelum sampai di retina mengalami
pembiasan lima kali yaitu waktu melalui konjungtiva, kornea, aqueus humor,
lensa, dan vitreous humor. Pembiasan terbesar terjadi di kornea. Bagi mata
normal, bayang-bayang benda akan jatuh pada bintik kuning, yaitu bagian
yang paling peka terhadap sinar.

Ada dua macam sel reseptor pada retina, yaitu sel kerucut (sel konus)
dan sel batang (sel basilus). Sel konus berisi pigmen lembayung dan sel
batang berisi pigmen ungu. Kedua macam pigmen akan terurai bila terkena
sinar, terutama pigmen ungu yang terdapat pada sel batang. Oleh karena itu,
pigmen pada sel basilus berfungsi untuk situasi kurang terang, sedangkan
pigmen dari sel konus berfungsi lebih pada suasana terang yaitu untuk
membedakan warna, makin ke tengah maka jumlah sel batang makin
berkurang sehingga di daerah bintik kuning hanya ada sel konus saja.

9
Pigmen ungu yang terdapat pada sel basilus disebut rodopsin, yaitu
suatu senyawa protein dan vitamin A. Apabila terkena sinar, misalnya sinar
matahari, maka rodopsin akan terurai menjadi protein dan vitamin A.
Pembentukan kembali pigmen terjadi dalam keadaan gelap. Untuk
pembentukan kembali memerlukan waktu yang disebut adaptasi gelap
(disebut juga adaptasi rodopsin). Pada waktu adaptasi, mata sulit untuk
melihat.
Pigmen lembayung dari sel konus merupakan senyawa iodopsin yang
merupakan gabungan antara retinin dan opsin. Ada tiga macam sel konus,
yaitu sel yang peka terhadap warna merah, hijau, dan biru. Dengan ketiga
macam sel konus tersebut mata dapat menangkap spektrum warna.
Kerusakan salah satu sel konus akan menyebabkan buta warna.
Jarak terdekat yang dapat dilihat dengan jelas disebut titik dekat
(punctum proximum). Jarak terjauh saat benda tampak jelas tanpa kontraksi
disebut titik jauh (punctum remotum). Jika kita sangat dekat dengan obyek
maka cahaya yang masuk ke mata tampak seperti kerucut, sedangkan jika kita
sangat jauh dari obyek, maka sudut kerucut cahaya yang masuk sangat kecil
sehingga sinar tampak paralel. Baik sinar dari obyek yang jauh maupun yang
dekat harus direfraksikan (dibiaskan) untuk menghasilkan titik yang tajam
pada retina agar obyek terlihat jelas. Pembiasan cahaya untuk menghasilkan
penglihatan yang jelas disebut pemfokusan.
Cahaya dibiaskan jika melewati konjungtiva kornea. Cahaya dari
obyek yang dekat membutuhkan lebih banyak pembiasan untuk pemfokusan
dibandingkan obyek yang jauh. Mata mamalia mampu mengubah derajat
pembiasan dengan cara mengubah bentuk lensa. Cahaya dari obyek yang
jauh difokuskan oleh lensa tipis panjang, sedangkan cahaya dari obyek yang
dekat difokuskan dengan lensa yang tebal dan pendek. Perubahan bentuk
lensa ini akibat kerja otot siliari. Saat melihat dekat, otot siliari berkontraksi
sehingga memendekkan apertura yang mengelilingi lensa. Sebagai akibatnya
lensa menebal dan pendek. Saat melihat jauh, otot siliari relaksasi sehingga
apertura yang mengelilingi lensa membesar dan tegangan ligamen suspensor

10
bertambah. Sebagai akibatnya ligamen suspensor mendorong lensa sehingga
lensa memanjang dan pipih. Proses pemfokusan obyek pada jarak yang
berbeda-berda disebut daya akomodasi Cara kerja mata manusia pada
dasarnya sama dengan cara kerja kamera, kecuali cara mengubah fokus lensa.
Epitel pigmen retina, yang merupakan factor metabolic mempunyai
akses yang luas untuk nutrient penting seperti vitamin A dan dapat
membuang produk-produk yang tidak dibutuhkan lagi. Permeabilitas protein
yang tinggi dari koriokapilaris menyebabkan tekanan onkotik yang lebih
besar dalam koroid daripada dalam retina. Perbedaan tekanan osmotic
mengakibatkan absorbsi cairan dari ruang ekstraseluler retina ke dalam
koroid, hal ini mungkin merupakan mekanisme untuk menjaga agar retina
tetap melekat pada epitel pigmen retina

B. RETINOPATI

Retinopati merupakan kelainan pada retina akibat penyebab selain infeksi.


Retinopati dapat dihubungkan berbagai mekanisme penyebab, diantaranya
Diabetes Melitus, Hipertensi, Obat-obatan, dan abnormalitas dalam darah
(anemia, leukemia, trombositopenia). Namun, diantara semua mekanisme
penyebab, Diabetes Melitus dan Hipertensi merupakan penyebab tersering
Retinopati di Indonesia.

1. RETINOPATI DIABETIK
a. Epidemiologi
Diabetes Melitus adalah penyebab utama kebutaan pada orang
dewasa berusia antara 20 hingga 74 tahun dan dapat mempengaruhi
seluruh struktur jaringan okuli. Telah diteliti bahwa penderita diabetes
memiliki potensi kebutaan sebesar 20-30 kali daripada orang non-
diabetes yang berusia sama. Diabetes merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang besar, tidak hanya komplikasi oftalmologis yang
diderita, namun juga komplikasi neurologis dan vaskuler, dan akan
terus bertambah seiring dengan usia.

11
Diabetes melitus dapat mengubah hampir seluruh jaringan okuli.
Hal ini mencakup keratokonjungtivitis sika, xantelasma, infeksi
miotik, katarak, glaukoma, neuropaty nervus optikus, okulomotor
palsy. Namun, 90% kelainan visus pada pasien diabetes disebabkan
oleh retinopati.
Walaupun berbagai faktor telah diketahui memiliki hubungan
terhadap perkembangan retinopati diabetik dan kebutaan, prediktor
utama tetap kepada berapa lama pasien memiliki riwayat penyakit
diabetes melitus.
Retinopati diabetik memperlihatkan gejala dalam waktu yang lama.
Hanya tahap lanjut dengan keterlibatan makula atau perdarahan vitreus
menyebabkan pasien merasakan keluhan visus atau buta mendadak.
Karena deteksi dini sangat penting, seluruh pasien diabetes harus
mendapat pemeriksaan oftalmologi setiap tahun. Pasien hamil dengan
diabetes diperiksa setiap trimester.

b. Patofisiologi
Retinopati diabetik dapat dibagi menjadi 2 tipe: Retinopati
Nonproliferatif dan Retinopati Proliferatif. Kelainan pada retinopati
nonproliferatif terletak pada retina bagian sensoris. Sedangkan
retinopati proliferatif mencakup neovaskularisasi dan proses
sekuelnya; perubahan-perubahan ini muncul baik internal hingga
permukaan retina.
Kenyataannya, belum diketahui apa yang mencetuskan
perkembangan retinopati diabetik, walaupun iskemia memiliki
peranan. Beberapa kemungkinan telah diteliti pada darah orang
diabetes, meliputi peningkatan rigiditas dan agregasi eritrosit, aktivitas
platelet, perubahan protein plasma, dan peningkatan afinitas
hemoglobin terhadap oksigen. Baik peningkatan agregasi platelet dan
abnormalitas reitrosit dapat menyebabkan oklusi pembuluh darah
kecil, mengakibatkan iskemia pada retina. Peningkatan afinitas

12
hemoglobin terhadap oksigen berarti semakin sedikit pelepasan
oksigen ke jaringan.
Telah disebutkan sebelumnya, durasi penyakit adalah prediktor
kuat untuk perkembangan retinopati. Anak prepubertas dapat memiliki
retinopati minimal, namun barier darah-retina berubah selama
pubertas, diperkirakan karena pengaruh hormonal, mengarah kepada
retinopati. Kecuali bila makula edema, retinopati nonproliferatif tidak
menunjukkan gejala dan mungkin hanya ditemukan pada pemeriksaan
oftalmoskopi. Pada pasien yang memiliki diabetes setelah pubertas,
retinopati dapat sebagai gejala penyakit tersebut.

Retinopati nonproliferatif,
 menghasilkan peningkatan permeabilitas kapiler,
 mikroaneurisma,
 hemoragi intraretinal,
 eksudat keras (deposit lipid) dan eksudat halus (cotton-wool spot),
 edema makular. Edema makular ( penebalan lapisan retina akibat
kebocoran cairan dari kapiler) menyebabkan visus menghilang
bila tidak mendapat penanganan.
Retinopati proliferatif, secara khas terlihat :
 pembentukan pembuluh darah baru (neovaskularisasi) di daerah
preretina, yang muncul pada permukaan vitreus-retina dan dapat
menyebar ke dalam vitreus, menyebabkan perdarahan vitreus.
 Jaringan fibrotik yang terbentuk di vitreus-retina dapat
menyebabkan pelepasan lapisan retina.
 Neovaskularisasi juga dapat timbul di permukaan segmen
anterior, iris (rubeosis iridis), yang dapat menyebabkan
pertumbuhan membran neovaskular di sudut bilik mata depan,
berakibat glaukoma neovaskular (glaukoma sudut tertutup
sekunder).

13
c. Gejala, tanda dan Diagnosis
a. Retinopati nonproliferatif :
Gejala visus jarang timbul pada masa awal penyakit. Pada
derajat akhir, perubahan kistik dari edema makular dan iskemia
makular dari oklusi kapiler dapat berkembang. Vaskularisasi retina,
termasuk kapiler, normalnya membentuk barier untuk metabolit.
Barier darah-retina ini rusak pada penyakit diabetes, menyebabkan
kebocoran molekul yang lebih besar, yang bermanifestasi sebagai
eksudat keras dan udem retina.
Tanda awal yang timbul yaitu dilatasi vena dan titik merah
kecil (mikroaneurisma kapiler) terlihat di kutub posterior.
Tanda yang lebih lanjut yaitu titik dan bintik perdarahan
retinal, eksudat keras, dan cotton-wool eksudat (eksudat halus).
Bintik Cotton-Wool merupakan daerah mikroinfark yang
mengarah kepada opasifikasi retina; tidak berbatas tegas, putih, dan
pembuluh darah yang tidak jelas. Sedangkan eksudat keras
memiliki ciri tersendiri, kuning, dan pada umunya terletak lebih
dalam daripada pembuluh darah retina dan merupakan manifestasi
dari udema kronik. Edema makular terlihat pada pemeriksaan slit-
lamp sebagai lapisan elevasi dan terlihat kabur di retina.

b. Retinopati proliferatif :
Gejala meliputi visus menurun dan titik hitam atau kilatan
cahaya di lapangan pandang penderita. Vitreus dapat perdarahan
atau retina dapat terlepas, mengakibatkan visus menghilang secara
mendadak.
Retinopati proliferatif didiagnosis saat kapiler preretina
terlihat baik di nervus optik atau permukaan retina, perdarahan
retina terjadi hingga ke vitreus bila kapiler tersebut terganggu,
pelepasan dan kontraktur cairan vitreus dapat terjadi.

14
d. Diagnosis Diferensial
Diagnosis diferensial harus menyingkirkan penyakit pembuluh
darah retina lainnya (dapat didasarkan atas penyebab penyakit).

e. Penatalaksanaan
Kontrol diabetes dan tekanan darah sangat penting dalam menunda
perjalanan retinopati. Nonproliferatif retinopati ditatalaksana dengan
laser jika terjadi edema makular. Injeksi kortikosteroid intravitreal atau
periokuli dikenal dapat menangani edema makular yang berat dan
memperbaiki visus.

f. Prognosis
Prognosis buruk pada retinopati proliferatif jika telah terjadi
iskemia retina berat, neovaskularisasi luas, atau pembentukan jaringan
fibrotik preretina yang luas. Tanpa perdarahan vitreus dan pelepasan
retina, visus dapat membaik kembali, dan intervensi terapeutik
dlakukan untuk mencegah kehilangan yang lebih parah.

15
2. RETINOPATI HIPERTENSIF
Menurut Joint National Committee 7, tekanan darah diklasifikasikan menjadi
 Normal : <120/80 mmHg
 Prehipertensi : 120-139/80-89 mmHg
 Hipertensi
o Derajat 1 : 140-159 mmHg (sistole) atau 90-99 mmHg
(diastole)
o Derajat 2 : ≥ 160 mmHg (sistole) ≥ 100 mmHg (diastole)

a. Patogenesis
Peningkatan tekanan darah akut dapat menyebabkan vasokonstriksi
ireversibel pembuluh darah retina; pada arteriosklerosis dinding
pembuluh darah arteriol akan terjadi penebalan.
Hipertensi yang lama dan berat dapat mengarah kepada perubahan
pembuluh darah yang eksudatif, akibat kerusakan endotel dan nekrosis.
Gabungan hipertensi dan diabetes meningkatkan resiko kehilangan
penglihatan.
Salah satu tanda awal dan tanda klasik retinopati hipertensif adalah
penyempitan arteriol. Peningkatan tonus dinding vaskuler secara akut
diinisiasi oleh mekanisme autoregulasi menyebabkan penurunan
kaliber pembuluh darah (fase vasokonstriksi). Pembuluh darah dengan
daerah sklerosis miskin tonus otot dan cenderung untuk dilatasi akibat
peningkatan tekanan intrlumen.
Perdarahan di dalam lapisan superfisial retina bagian dalam
menampilkan bentuk lidah api karena alurnya mengikuti akson lapisan
serabut saraf. Perdarahan retina yang lebih dalam memiliki penampilan
titik atau bintik, yang bervariasi tergantung susunan serabut saraf di
sekitarnya. Eksudat keras, titik cotton-wool, dan edema retina
merupakan manifestasi tambahan dari fase eksudat retinopati
hipertensif dan menunjukkan derajat yang lebih berat lagi.

16
b. Gejala, tanda dan diagnosis
Tidak ada gejala yang timbul sebelum penyakit ini berkembang
lebih lanjut. Pada derajat awal, funduskopi memperlihatkan
vasokonstriksi arteriol, dengan pengecilan kaliber arteriol (2:3
terhadap vena). Jika serangan akut cukup berat, perdarahan superfisial
flame-shape dan iskemia retina (cotton-wool spot) mulai berkembang.
Eksudat keras berwarna kuning akibat deposit lipid di retina lapisan
dalam dan bocor keluar pembuluh darah dapat timbul, dan membentuk
lesi bintang di makula. Pada hipertensi berat, diskus optikus
mengalami kongesti dan edem. Hipertensi kronis menyebabkan
penyempitan arteri permanen, Gunn’s crossing sign (arteriovenosa,
dan arteriosklerosis dengan perubahan pembuluh darah yang sifatnya
sedang (copper wiring) hingga hiperplasia dinding pembluh darah
(silver wiring).

17
Derajat perubahan vaskuler akibat hipertensi (Klasifikasi menurut
Keith-Wagener-Barker):
a. Derajat I : Konstriksi arteriol
b. Derajat II : Konstriksi vaskuler berat dan tanda Gunn’s
crossing arteriovenosa
c. Derajat III : Perdarahan retina, eksudat keras, cotton-wool
spot, edema retina
d. Derajat IV : Derajat III ditambah Papilledema

WHO membedakan antara retinopati hipertensi (Derajat I & II) dan


retinopati hipertensi maligna (Derajat III & IV).

Derajat perubahan vaskuler akibat arteriosklerosis :


a. Derajat I : Pelebaran arteriol
b. Derajat II : Tanda Arteriovenous Crossing
c. Derajat III : Arteri Copper-wire (warna seperti tembaga)
d. Derajat IV : Arteri Silver-wire (warna seperti perak)

18
c. Diagnosis Diferensial
Pemeriksaan oftalmologi harus dilakukan untuk membedakan
kelainan pembuluh darah retina lainnya, juga adanya latar belakang
penyakit sistemik . Retinopati diabetik memiliki ciri khas perubahan
parenkim dan pembuluh darah.

d. Penatalaksaan
e.
Retinopati hipertensif ditangani dengan mengontrol tekanan darah.
Tekanan darah harus diturunkan di bawah 140/90 mmHg. Perubahan
fundus akibat arteriosklerosis tidak dapat diperbaiki.
f. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain :
 Oklusi arteri sentral / cabang
 Oklusi vena sentral / cabang
 Makroaneurisma
 Membran epiretinal
 Neovaskularisasi retina
 Perdarahan vitreus
 Edema makular kistoid

3. RETINOPATI TOKSIK
a. Klorokuin dan Hidroklorokuin
Toksisitas terhadap retina tergantung kepada besar dosis. Resiko
terbesar untuk mendapatkan overdosis adalah pada orang obesitas.
Aminoquinolone diserap oleh jaringan berinti sel, dan karena jaringan
adiposa tidak memiliki inti sel, pasien obesitas dapat menjadi
overdosis.
Makulopati toksik merupakan manfestasi awal. Bila obat ini
menyebabkan kelainan pada kulit, palpebra, kornea, atau rambut,

19
merupakan indikator adanya retinopati obat. Skotoma parasentral
merupakan kelainan akibat kercunan klorokuin.
Bila muncul kecurigaan terhadap retinopati toksik, obat ini harus
dihentikan, Namun, proses makulopati tidak berhenti begitu saja.

Gambar : retinopati chloroquin

b. Isoretinoin
Efek samping okuli berhubungan dengan dosis dan mungkin terjadi
efek samping tersering yang berhubungan dengan obat ini. Pasien
mengeluh matnya kering, dan penglihatan kabur.
Namun, ada beberapa pasien yang mengeluh tidak jelas melihat
pada malam hari setelah minum obat ini selama 1-2 tahun. Disfungsi
retina diduga akibat adanya persaingan reseptor antara asam retinoid
dengan retinol (vitamin A).

c. Sildenafil
Sildenafil sitrat merupakan obat disfungsi ereksi, salah satu obat
terlaris di dunia. Efek samping yang berhubungan dengan obat
sildenafil antara lain adanya warna biru pada lapangan pandangan,
hipersensitivitas terhadap cahaya, dan visus kabur. Kelainan ini dapat
timbul selama beberapa jam tergantung besaran dosis.

d. Vigabatrin
Vigabatrin merupakan obat yang digunakan untuk mengobati
epilepsi refraktori. Efek samping utama adalah konstriksi lapangan
pandang baik simtomatik maupun asimtomatik. Mekanisme penyebab

20
defek visual berhubungan dengan asam amino butirat gamma di sel
amakrin retina.
e. Tamoxifen
Obat antiestrigen ini biasa digunakan untuk ca. mammae, ca.
ovarium, ca. pankreas, dan melanoma maligna. Gejala retina timbul
bila mengkonsumsi lebih dari 180 mg perhari. Pada saat akut, dapat
timbul pandangan hilang, edema retina, perdarahan retina, dan
pembengkakan saraf optik.

f. Phenotiazine
Obat ini digunakan untuk depresi, involusi, senil, psikosis organik,
dan skizofrenia. Setiap phenotiazine berpotensi menyebabkan efek
samping pada retina. Efek samping yang sering terjadi antara lain
visus menurun, akibat gangguan antikolinergi.

4. RETINOPATI AKIBAT KELAINAN DARAH


a. Anemia
Perdarahan retina merupakan manifestasi umum pada pasien
anemia, khususnya bila disertai dengan trombositopenia.
b. Polisitemia
Polisitemia vera merupakan penyakit kronis dengan kelainan
myeloproliferatif, yang ditandai dengan peningkatan jumlah eritrosit di
dalam tubuh dan biasanyadisertai dengan leukositosis, trombositosis,
dan splenomegali. Sumsum tulang menjadi hiperseluler menghambat
maturasi myeloid, eritroid, dan megakariosit. Polisitemia vera biasanya
timbul pada dewasa tua (60-80 tahun). Gejala dapat dihubungakan

21
akibat peningkatan volume darah total dan peningkatan viskositas
darah.
Penyebab sekunder meliputi penurunan transpor oksigen ke
jaringan. Dalam kelainan ini, jaringan mengalami hipoksia,
menyebabkan produksi eritropoietin ginjal, yang memicu peningkatan
jumlah produksi eritrosit di sumsum tulang.
Gejala okuli biasanya memperlihatkan sindrom hiperviskositas,
dilatasi vena retina, dan perdarahan intraretina.

c. Leukemia
Manifestasi fundus okuli meliputi perdarahan intraretina,
mikroaneurisma, eksudat keras, edema retina, stasis vena, papiledema,
infiltrasi diskuk optik, neovaskularisasi retina dan diskus optik,
inflamasi vitreus, infiltrat retina dan koroid, dan ablasio retina.
d. Disfungsi Platelet
Pada TTP, manifestasi meliputi perdarahan retina, ablasio retina
serosa, edema diskus optik, neovaskularisasi diskus optik, perdarahan
vitreus, atrofi optik. Sedangkan pada DIC, manifestasi meliputi ablasio
retina serosa, perdarahan retina dan koroid, dan perdarahan vitreus.

5. RETINOPATI AKIBAT TRAUMA NON-OKULI


Mekanisme Patofisiologi kerusakan retina setelah trauma diyakini atas
3 bentuk : kerusakan endotel pembuluh darah retina akibat peningkatan
tekanan intraluminal; emboli yang berasal dari air,produk darah, atau
lemak; gaya mekanik dari permukaan vitreoretina dapat merusak retina.
a. Retinopati Purtscher’s
Retinopati purtschers adalah angiopati hemoragik yang bercirikan
perdarahan retina, eksudat, dan penurunan visus berhubungan dengan
trauma non-okuli. Umumnya, retinopati purtschers berkembang
sebagai sekuele dari trauma kompresi dada. Onset terjadinya biasanya
2 hari setelah trauma. Pasien mengeluh visus menurun, bisa dari 2/200

22
hingga hitung jari. Pemeriksaan fundus terlihat bercak-bercak putih
pada retina atau titik cotton-wool di sekitar diskus optik, begitu juga
dengan perdarahan retina. Temuan lainnya dapat berupa ablasio
makula serosa, dilatasi pembuluh darah, dan edema diskus optik.
Gambaran ini juga bisa timbul pada beberapa kasus non-trauma seperti
pankreatitis akut, lupus eritematosus, dan partus.

b. Retinopati embolisasi lipid


Retinopati embolisasi lipid merupakan gejala sekunder dari
sindrom emboli lipid dan tampak sebagai titik cotton-wool dan
perdarahan intraretinal. Biasanya, manifestasi sindrome ini timbul 24-
49 jam setelah trauma, namun 5 % diketahui pada fraktur tulang
panjang. Beberapa menifestasi meliputi ruam petechi, insufisiensi
respiratorik, lesi retina, dan perubahan status mental. Patogenesis
terjadinya temuan fundus belum sepenuhnya diketahui, Perubahan
homeostasis lipid mungkin terlibat.
c. Retinopati Valsalva
Retinopati valsalva muncul akibat manuver valsalva. Beberapa
tindakan yang mencetus kan manuver ini antara lain mengangkat
beban berat, batuk, muntah, atau aktivitas lainnya. Pasien hanya
mengeluh penurunan visus. Pemeriksaan fundus ditemukan
kemerahan, berbentuk kubah di bawah lapisan membran interna
limitan. Perdarahan dapat menyebabkan penurunan visus bila darah
menyebar ke membran interna limitan di daerah makula atau fovea.
Perdarahan vitreus juga dapat berkibat penurunan visus. Dengan
peningkatan tekanan vena intraokuli, manuver valsalva menyebabkan

23
ruptur kapiler superfisial retina. Perdarahan preretina dapat sembuh
spontan selama beberapa hari hingga minggu.
DAFTAR PUSTAKA

1. Batterbury, Mark, Brad Bowling. Ophthalmology, an illustrated colour


text. Elsevier :London. 2005.
2. Crick, Ronald Pitts; Peng Tee Khaw. A Textbook Of Clinical
OPHTHALMOLOGY, 3rd edition, A Practical Guide to Disorders of the
Eyes and Their Management. World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd.
:Singapore. 2003.
3. Duane, Thomas D. Duane’s Clinical Ophthalmology 2003 CD ROM.
Lippincot t Wiliams &Wilkins Publishers Inc : United States. 2004.
4. Ilyas, Sidarta, dkk. Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan
Mahasiswa Kedokteran, edisi ke 2. Sagung Seto : Jakarta. 2002.
5. Lang, Gehard K. Ophthalmology, a short textbook. Thieme : Stuttgard.
2000.
6. Olver, Jane, Lorraine Cassidy. Ophthalmology at a glance. Blackwell
Publishing Company : Massachusets. 2005.
7. Riordan-Eva P, Whitcer. Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology,
17th edition, chapter 19. http://www.accessmedicine.com . 2007.

24

Anda mungkin juga menyukai