Anda di halaman 1dari 19

Mata Kuliah : Kegawatdaruratan 1

Nama Dosen : Sir. Johanis Kerangan, S.Kep., Ns., M.Kep.

SYOK HIPOVOLEMIK

KELOMPOK 1:

1. Regina Araujo 15061176


2. Christidhea Rumahmury 15061127
3. Monica Winokan 15061181
4. Elsa Wongkar 15061162
5. Rachelia Pusung 15051155
6. Django Bellita Aryani 15061148
7. Seratrilvia Salama 15061175
8. Ririn Au Joeng 15061153

FAKULTAS KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS KATOLIK DE LA SALLE MANADO

2018
KATA PENGANTAR

Segala Puji Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
hanya berkat serta penyertaannyalah sehingga kami dapat membuat makalah ini
dengan baik. Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah kami yaitu
mata kuliah Kegawatdaruratan system I tentang “Syok Hipovolemik”. Dalam
menyusun makalah ini kami pun memiliki beberapa rintangan dan kendala sebagai
penyusun, namun berkat Tuhan Yang Maha Esa dan kesabaran serta komunikasi
dalam kelompok sehingga makalah ini boleh terselesaikan dengan baik. Kami
mengucapkan terimah kasih kepada dosen dan teman-teman yang sudah boleh
membantu dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat berguna dan
boleh menambah wawasan bagi pembaca. Kritik dan saran yang membangun sangat
kami butuhkan untuk menyempurnakan makalah ini.

Manado, 27 February 2019

Kelompok 1
BAB I

LaporanPendahuluan

1.1 Definisi Hipovolemik


Syok hipovolemik atau syok akibat kehilangan volume cairan sirkulasi
(penurunan volume darah), dapat diakibatkan oleh berbagai kondisi yang secara
bermakna menguras volume darah normal, plasma, atau air. (Tambayong,2000).
Syok hipovolemik adalah suatu kondisi medis atau bedah dimana terjadi
kehilangan cairan dengan cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ,
disebabkan oleh volume sirkulasi yang tidak adekuat dan berakibat pada perfusi
yang tidak adekuat. Syok hipovolemik adalah syok yang terjadi akaibat
berkurangnya volume plasma di intravaskuler (Dewi & Rahayu, 2010).
Syok hipovolemik merupakan syok yang terjadi akaibat berkurangnya
volume plasma di intravaskuler (Hardisman, 2013).
Jadi dapat disimpulkan bahwa syok hipovolemik merupakan syok dengan
kehilangan cairan yang berlebihan sehinggah dapat merusak bebrapa organ dalam
tubuh.

1.2 Klasifikasi
Menurut Nyrarif & Kusuma, 2015 klasifikasi untuk syok hipovolemik dibagi
beberapa tahap yaitu:

Faktor Tahap I Tahap II Tahap III Tahap IV


Kehilangan <750 750-1500 1500-2000 >2000
darah (mL)
Kehilangan <15 15-30 30-40 >40
darah (%)
Nadi <100 >100 >120 >140
Tekanan Normal Normal Menurun Rendah
darah
Tekanan nadi Normal atau Menurun Menurun Rendah
meningkat
Capillary Normal Positif Positif Positif
Refill Delay
Pernapasan 14-20 20-30 30-40 >40
Urine >30 20-30 5-15 Negligible
(ml/jam)
Status mental Sedikit Agak cemas Cemas, Cemas,
cemas bingung letargi
Penggantian Kristaloid Kristaloid Kristaloid, Kristaloid,
cairan darah darah

1.3 Etiologi
Syok hipovolemik merupakan syok yang terjadi akibat berkurangnya volume
plasma di intravascular syok ini dapat terjadi akibat perdarahanhebat
(hemoragik), trauma yang menyebabkan perpindahan cairan (ekstravasasi)
keruang tubuh non fungsional dan dehidrasi berat oleh berbagai sebab seperti
luka bakar dan diare berat. Kasus-kasus syok hipovolemik yang paling sering di
temukan di sebabkan oleh perdarahan. Perdarahan hebat dapat di sebabkan oleh
berbagai trauma hebat pada organ-organ tubuh atau fraktur yang disertai dengan
luka atau pun luka langsung pada pembuluh darah arteri. Menurut Nurarif &
Kusuma (2015) penyebab syok hipovolemik :
1. Perdarahan

- Perdarahan yang terlihat (perdarahan dari luka dan hematemesis dari


tukak lambung )
- Perdarahan tidak terlihat (perdarahan dari saluran cerna seperti
perdarahan pada tukak duo denum, cedera limpa, kehamilan di luar uterus
patah tulang pelvis dan patah tulang besar.

2. Kehilangan plasma

- Luka bakar luas


- Pankreatitis
- Deskuamasi kulit
- Sindrom dumping

3. Kehilangan cairan ekstra selular

- Muntah (vomitus )
- Dehidrasi
- Diare
- Terapi diuretik yang sangat agresif
- Diabetes insipdus
- Insufisiensi adrenal

1.4 Manifestasi Klinis


Gejala umum dari syok hipovolemik menurut Sudoyo & Aru (2006) yaitu :
1. Peningkatan kerja saraf simpatis
2. Hiperventilasi
3. Pembuluh vena yang kolaps
4. Pelepasan hormone stress,
5. Ekspansi besar guna pengisian volume pembuluh darah dengan
menggunakan cairan intersisial, intraseluler dan menurunkan produksi urin.

Penurunan kesadaran merupakan gejala yang sangat penting pada pasien yang
mengalami syok hipovolemik. Tanda dan gejala syok hipovolemik berdasar pada
jumlah kehilangan volume darah , yaitu :

1. Hipovolemik Ringan (≤20% dari volume darah)


Menimbulkan takikardia ringan dengan sedikit gejala yang tampak, terutam
pada penderita muda yang sedang berbaring.
2. Hipovolemik Sedang (20%-40% dari volume darah)
Pasien menunjukkan tanda lebih cemas dan takikardi lebih jelas, meski
tekanan darah bias ditemukan normal pada posisi berbaring, namun dapat
ditemukan dengan jelas hipotensi ortostatik dan takikardia.
3. Hipovolemik Berat (>40% dari volume darah)
Tekanan darah menurun drastis dan tidak stabil walau posisi berbaring,
pasien menderita takikardia hebat, oliguria, agitasi atau bingung.

Transisi dari syok hipovolemik dari ringan ke berat dapat terjadi secara
bertahap bahkan terjadi sangat cepat, terutama pada pasien usia lanjut dan yang
memiliki penyakit berat dimana kematian mengancam.

1.5 Komplikasi
1. Kegagalan multi organ akibat penurunan alilran darah dan hipoksia jaringan
yang berkepanjangan
2. Sindrom distress pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan alveolus
kapiler karena hipoksia.
3. DIC (Koagulasi intravascular diseminata) akibat hipoksia dan kematian
jaringan yang luas sehingga terjadi pengaktifan berlebihan jenjang koagulasi.
4. Gagal jantung & gagal ginjal
5. Kerusakan otak irreversible
6. Dehidrasi kronis
(Crowin dan Elizabeth,2009)

1.6 Patofisiologi dan Pathway


Patofisiologi pada syok hipovolemik sangat tergantung dari penyakit primer
yang menyebabkannya. Namun secara umum, prinsipnya sama. Jika terjadi
penurunan tekanan darah yang cepat akibat kehilangan cairan, kebocoran atau
sebab lain, maka tubuh akan mengadakan respon fisiologis untuk
mempertahankan sirkulasi dan perfusi yang adekuat ke seluruh tubuh. Secara
umum, tubuh melakukan kontrol terhadap tekanan darah melalui suatu sistem
respon neurohumoral yang melibatkan beberapa reseptor di tubuh.
(Hardisman,2013) Reseptor tersebut diantaranya adalah
1. Baroreseptor (Reseptor Tekanan) : Reseptor ini peka terhadap rangsang yaitu
perubahan tekanan di dalam pembuluh darah. Reseptor ini masih peka
terhadap penurunan hingga 60 mmHg. Reseptor ini terletak di sinus
karotikus, arkus aorta, atrium kiri dan kanan, ventrikel kiri dan kanan serta
arteri dan vena pulmonalis. Jika terjadi penurunan tekanan darah maka
terjadi 2 mekanisme oleh baroreseptor yaitu :
1) Perangsangan terhadap fungsi jantung untuk meningkatkan kemampuan
sirkulasi, heart rate dan kekuatan pompa dinaikkan.
2) Perangsangan fungsi pembuluh darah untuk meningkatkan resistensi
perifer (vasokonstriksi) untuk meningkatkan tekanan darah.

Baroreseptor
Sistem Kardiovaskular
2. Kemoreseptor (Reseptor Kimia) : Reseptor ini bekerjasama dengan
baroreseptor untuk mengatur sirkulasi. Kemoreseptor dirangsang oleh
perubahan pH darah. Jika mencapai kondisi asidosis, kemoreseptor
memberikan rangsangan untuk mempercepat sirkulasi dan laju pernafasan.
Dan sebaliknya apabila terjadi alkalosis, responnya adalah memperlambat
sirkulasi dan pernafasan.

Kemoreseptor

Sistem Kardiovaskular

3. Cerebral Ischemic Receptor : Reseptor di otak ini mulai bekerja ketika aliran
darah di otak turun <40 mmHg. Akan terjadi respon massive sympathetic
discharge untuk merangsang sistem sirkulasi jauh lebih kuat.
4. Humaral Response : Saat kondisi hipovolemik, sistem hormonal tubuh
mengeluarkan hormon stres untuk membantu memacu sirkulasi. Hormon
tersebut diantaranya adrenalin, glukagon dan kortisol. Hormon-hormon
tersebut juga membantu terjadinya respon kardiologis yaitu takikardi,
vasokonstriksi namun terdapat efek hiperglikemia. Pada kondisi tubuh yang
stress, hormon ADH juga dikeluarkan sehingga restriksi cairan makin kuat.
Produksi urin turun.
5. Sistem Kompensasi Ginjal (Retensi Air dan Garam) : RAA System ini sangat
membantu dalam kondisi syok. Jika terjadi hipoperfusi ke ginjal maka akan
terjadi pengeluaran hormon renin oleh aparatus juxtaglomerolus untuk
mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I. Angiotensin I kemudian
diubah menjadi Angiotensin II oleh ACE (angiotensin converting enzyme).
Angiotensin II memiliki fungsi yaitu vasokonstriktor kuat, kemudian juga
merangsang aldosteron untuk meningkatkan absorpsi Natrium di Tubulus
Ginjal.
Jalur Renin Angiotensin
Aldosteron

6. Autoperfusi : Saat terjadi syok, dapat terjadi mekanisme autoperfusi untuk


memindahkan cairan intraselular ke dalam vaskular. Pada keadaan
hipovolemik, maka tekanan hidrostatik intravaskular menurun sehingga
memungkinkan untuk terjadi perpindahan dari intrasel ke vaskular sampai
terjadi kesetimbangan atar keduanya. Hal ini ditunjukkan dengan klinis yaitu
turgor yang menurun.

Skema Proses Refleks


Kardiovaskular Saat Terjadi
Hipotensi

Keseluruhan proses ini bekerja secara stimulan, dan hampir bersamaan


sehingga menciptakan suatu respon yang adekuat untuk mengatasi kondisi
hipovolemik. Akibat dari semua proses ini adalah vasokonstriksi yang luas,
sebagai akibatnya maka tekanan diastolik akan meningkat pada fase awal
sehingga tekanan nadi menyempit. Proses kompensasi ini juga menyebabkan
kondisi metabolisme anaerob, terjadi asidosis metabolik. Proses hipovolemia
akan menyebabkan pertukaran O2 dan CO2melambat. Maka lama-kelamaan
akan terjadi metabolisme anaerobik. Hal inilah yang menjadi cikal bakal
kegagalan sirkulasi pada syok hipovolemia.
Akibat dari hipoksia dan berkurangnya nutrisi ke jaringan maka
metabolisme lama-lama menjadi anaerob dan tidak efektif. Metabolisme
anaerobik hanyak menghasilkan 2 ATP dari setiap molekul glukosa.
Sedangkan pada metabolisme aerob menghasilkan ATP sebanyak 36
molekul. Akibat dari metabolisme anaerobik adalah penumpukan asam laktat
yang bisa menyebabkan kondisi asidosis. Lama-kelamaan metabolisme ini
tidak mampi menyediakan energi yang cukup untuk mempertahankan
homeostasis seluler. Terjadi kerusakan pompa ionik, permeabilitas kapiler
juga terganggu, sehingga terjadi influx dan eflux elektrolit yang tidak
seimbang, dan pada akhirnya terjadi kematian sel. Jika kematian sel meluas,
maka terjadi banyak kerusakan jaringan, kemudian terjadi multiple organ
failure atau kegagalan organ multipel dan kejang yang irreversibel.

Penurunan Volume Energi Untuk


Skema Terjadinya
Fase Dekompensasi
Darah Kompensasi Habis
Syok Hipovolemik
Fase Kompensasi Mulai Timbul
ATP yang dihasilkan
(Vasokonstriksi Kematian Sel -->
sedikit
Takikardi, Takipnu) Jaringan --> Organ

Multi Organ Failure


Metabolisme Penumpukan Asam
--> Irreversible
Anaerob Meningkat Laktat --> Asidosis
Shock

Berdasarkan skema diatas, terjadinya syok hipovolemik terjadi dalam 3 fase


yaitu fase kompensasi, dekompensasi dan fase syok ireversibel. Masing-
masing kondisi ini memiliki tampilan klinis yang berbeda. Berikut akan
dijelaskan perbedaan antar fase tersebut:

1. Fase Kompensasi : Pada fase ini metabolisme masih dapat dipertahankan.


Mekanisme sirkulasi dapat dilindungi dengan meningkatkan aktivitas
simpatik. Sistem sirkulasi ini mulai menempatkan organ-organ vital
sebagai prioritas untuk mendapatkan perfusi yang baik. Tekanan darah
sistolik normal, sedangkan diastolik meningkat karena mulai timbul
tekanan perifer.
2. Fase Dekompensasi : Pada fase ini metabolisme anaerob sudah mulai
terjadi dan semakin meningkat. Akibatnya sistem kompensasi yang terjadi
sudah tidak lagi efektif untuk meningkatkan kerja jantung. Produksi asam
laktat meningkat, produksi asam karbonat intraseluler juga meningkat
sehingga terjadi asidosis metabolik. Membran sel terganggu, akhirnya
terjadi kematian sel. Terjadi juga pelepasan mediator inflamasi seperti
TNF. Akhirnya sistem vaskular mulai tidak dapat mempertahankan
vasokonstriksi. Sehingga terjadi vasodilatasi yang menyebabkan tekanan
darah turun dibawah nilai normal dan jarak sistol-diastol menyempit.
3. Fase Syok Irreversibel :Saat energi habis, kematian sel mulai meluas,
kemudian cadangan energi di hati juga lama-kelamaan habis. Kerusakan
pun meluas hingga ke level organ,. Pada fase ini, walaupun sirkulasi
sudah diperbaiki, defisit energi yang terlambat diperbaiki sudah
menyebabkan kerusakan organ yang ekstensif. Akhirnya terjadi gagal
sirkulasi, nadi tidak teraba, dan gagal organ multipel.

1.7 Pemeriksaan Penunjang


Menurut Sjamsuhidayat, 2005 beberapa tindakan yang dilakukan pada
pemeriksaan syok hipovolemik:

1. Nitrogen Urea Darah (BUN): mungkin meningkat karena dehidrasi,


penurunan perfusi ginjal, atau penurunan fungsi ginjal.
2. Hematokrit: peningkatan pada dehidrasi, penurunan perdarahan. Ingatlah
bahwa hematokrit akan tetap normal segera setelah hemoragi akut tetapi
setelah periode beberapa jam akan ada perpindahan cairan CIS ke plasma dan
hematokrit akan turun.
3. Elektrolit serum: bervariasi, tergantung pada jenis kehilangan cairan.
4. Gas Darah Arteri: pada mulanya terdapat alkalosis respiratori sebagai akibat
takipnea yang kemudian berlanjut menjadi asidosis metabolik, terdapat
hipokapnia dan hipoksemia.
5. Pemeriksaan Fungsi Ginjal : penting untuk menilai apakah terjadi kerusakan
faal ginjal. Dapat bermakna ketika ureum dan kreatinin meningkat masif.

1.8 Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


1. Pastikan jalan napas dan sirkulasi dipertahankan (beri bantuan ventilator
tambahan sesuai kebutuhan).
2. Perbaiki volume darah sirkulasi dengan penggantian cairan dan darah cepat
sesuai ketentuan untuk mengoptimalkan preload jantung, memperbaiki
hipotensi, dan mempertahankan perfusi jaringan, melalui IV (RL, NaCL),
3. Pasang kateter urine tidak menetap (catat keluaran urine setiap 15-30 menit,
volume urine menuujukkan keadekuatan perfusi ginjal)
4. Pertahankan surveilans keperawatan (TD, denyut jantung, pernapasan, suhu
kulit, warna, cup EKG, hematokrit, Hb, untuk mengkaji respon, gambaran
koagulasi, elektrolit, keluaran urine urin terhadap tindakan).
5. Tinggikan kaki sedikit untuk memperbaiki sirkulasi serebral dan mendorong
aliran darah vena kembali kejantung. Beri obat khusus yang telah di
resepkan (misal: dopamine untuk meningkatkan kerjajantung).
6. Dukung mekanisme defensive tubuh dengan cara, tenangkan dan nyamankan
pasien, hilangkan nyeri, pertahankan suhu tubuh (jangan terlalu tinggi dan
jangan terlalu rendah).
(Dewi dan Rahayu, 2010)
BAB II
Model Asuhan Keperawatan Syok Hipovolemik

2.1 Pengkajian
1. Pengkajian Primer
Pengkajian syok hipovolemik menurut Smeltzer dkk., (2002) yaitu:
1) Airway : Penilaian kepatenan jalan napas, meliputi pemeriksaan mengenai
adanya obstruksi jalan napas, adanya benda asing. Pada klien yang dapat
berbicara dapat dianggap jalan napas bersih. Dilakukan pula pengkajian
adanya suara napas tambahan seperti snoring.
2) Breathing : Penilaian frekuensi napas, apakah ada penggunaan otot bantu
pernapasan, retraksi dinding dada, adanya sesak napas. Palpasi
pengembangan paru, auskultasi suara napas, kaji adanya suara napas
tambahan seperti ronchi, wheezing, dan kaji adanya trauma pada dada.
3) Circulation : Pada pengkajian sirkulasi dilakukan pengkajian tentang
volume darah dan cardiac output serta adanya perdarahan. Pengkajian
juga meliputi status hemodinamik, warna kulit, nadi.
4) Disability : Nilai tingkat kesadaran, serta ukuran dan reaksi pupil. Gejala-
gejala syok seperti kelemahan, penglihatan kabur, dan kebingungan.
Nyeri dada, perut, atau punggung mungkin menunjukkan gangguan pada
pembuluh darah.
5) Exposure : Pada pengkajian ini yang dilakukan yaitu menentukan apakah
pasien mengalami cidera tertentu.
2. Pengkajian Sekunder
Menurut Horne (2000), pengkajian pada klien syok hipovolemik meliputi:
1) Penampilan umum (GCS)
2) Riwayat penyakit/pengkajian SAMPLE
(Sign and Symptom, Allergies, Medications, Past Illness, Last Meal, Event
leading to injury or illness)
3) Pengkajian nyeri (PQRST)
4) Tanda dan gejala : Tanda dan gejala meliputi pusing, kelemahan,
keletihan, sinkope, anoreksia, mual, muntah, haus, kekacauan mental,
konstipasi, oliguria.
5) Pengkajian fisik : Pada pengkajian fisik dapat dilakukan dengan inspeksi
dan didapatkan hasil takipnea dan hiperventilasi, pada pemeriksaan secara
palpasi didapatkan hasil kulit dingin, berkeringat, dan saat diauskultasi
didapatkan takikardia dan nadi lemah halus. Selain itu, secara umum hasil
pengkajian akan didapati penurunan tekanan darah, peningkatan frekuensi
jantung, turgor kulit menjadi buruk, lidah kering dan kasar, mata cekung,
vena leher kempes, peningkatan suhu, dan penurunan berat badan akut.
Pasien syok hipovolemik akan tampak pucat, hipotensi terlentang, dan
oliguria.
6) Pengkajian perubahan pada hipovolimea

Hipovolemia Ringan Hipovolimea Sedang Hipovolimea Berat


Anoreksia Hipotensi ortostatik Hipotensi berbaring
Keletihan Takikardia Nadi cepat dan lemah
Kelemahan Penurunan CVP Oliguria
Penurunan haluaran Kacau mental, stupor,
urine koma

7) Pengukuran Hemodinamik : Penurunan CVP, penurunan tekanan arteri


pulmoner (TAP), penurunan curah jantung, penurunan tekanan arteri
rerata, peningkatan tahanan vaskuler sistemik.
8) Riwayat dan Faktor-Faktor Resiko
 Kehilangan GI abnormal : Muntah,diare, drainase intestinal
 Kehilangan kulit abnormal : Diaforesis berlebihan terhadap demam
atau latihan; luka bakar, fibrosis sistik.
 Kehilangan ginjal abnormal : Terapi diuretik, diabetes insipidus,
diuresis osmotik, insufisiensi adrenal (misal diabetes melitus tak
terkontrol).
 Spasium ke tiga atau perpindahan cairan plasma ke intertsisial:
Peritonitis, obstruksi usus, luka bakar, asites.
 Perubahan masukan : koma, kekurangan cairan.
2.2 Diagnosa Keperawatan
Menurut NANDA (2017) diagnosa keperawatan yang sering muncul pada
kasus syok hipovolemik adalah sebagai berikut:
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah aktif
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan dalam preload
3. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
dan edema paru
4. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan penurunan perfusi ginjal
5. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive
6. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kesadaran
7. Kecemasan berhubungan dengan ancaman biologis, psikologis, dan / atau
integritas sosial
8. Perfusi jaringan berhubungan dengan menurunya curah jantung hipoksemia
jaringan, asidosis dan kemungkinan thrombus atau emboli
9. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan Gangguan proses difusi O2 dan
CO2
10. Resiko cedera berhubungan dengan penurunan kesadaran

2.3 Intervensi Keperawatan


1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah aktif
Fluid Manajement:
1) Monitor intake dan output klien serta balance cairan
2) Monitor status hidrasi klien (kelembaban membran mukosa, nadi, dan
tekanan darah)
3) Monitor vital sign
4) Monitor status nutrisi klien
5) Kolaborasi dengan dokter pemberian cairan melalui intravena
6) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk memenuhi status nutrisi dan cairan
klien
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan dalam preload
Vital Sign Monitoring:
1) Monitor TTV klien tiap jam
2) Monitor adanya sianosis perifer
3) Berikan oksigen sesuai kebutuhan klien
4) Berikan posisi semi fowler untuk membantu pernapasan
Cardiac Care:
1) Evaluasi adanya nyeri dada
2) Monitor balanca cairan
3) Monitor irama jantung (EKG)
4) Pertahankan tirah baring selama fase akut
3. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
dan edema paru
Airway Management:
1) Buka jalan napas klien dengan triple airway manuever
2) Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi
3) Kaji klien untuk perlunya pemasangan alat bantu jalan napas
4) Lakukan fisioterapi dada jika diperlukan
5) Keluarkan sekret klien dengan batuk ataupun suction
6) Auskultasi suara napas dan catat jika ada suara napas tambahan
7) Atur intake cairan untuk mengoptimalkan keseimbangan
8) Monitor respirasi dan status oksigen klien
4. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan penurunan perfusi ginjal
Urinary Elimination Management:
1) Ajarkan pasien tentang tanda dan gejala infeksi saluran kemih
2) Catat haluaran urine klien
3) Monitor intake dan output klien
5. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
Infection Control:
1) Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
2) Batasi pengunjung bila perlu
3) Instruksikan pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan
setelah berkunjung meninggalkan pasien
4) Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
5) Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
6) Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan
petunjuk umum
7) Berikan terapi antibiotik jika perlu
6. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kesadaran
Exercise Therapy Ambulation (0221)
1) Kaji kemampuan klien dalam melakukan mobilisasi
2) Ajarkan klien untuk merubah posisinya dan berikan bantuan jika
diperlukan
3) Latih klien dalam memenuhi aktivitas sehari-hari secara mandiri sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki klien
4) Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai
dengan kebutuhan klien
7. Kecemasan berhubungan dengan ancaman biologis, psikologis, dan / atau
integritas social
Anxiety Reduction:
1) Gunakan pendekatan yang menenangkan
2) Berikan informasi mengenai semua tindakan yang dilakukan
3) Monitor tingkat kecemasan klien
4) Anjurkan klien untuk melakukan teknik relaksasi
5) Kolaborasikan dengan dokter pemberian analgesik
8. Perfusi jaringan berhubungan dengan menurunya curah jantung hipoksemia
jaringan, asidosis dan kemungkinan thrombus atau emboli.
Peripheral sensation management:
1) Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas, dingin,
tajam, tumpul.
2) Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada laserasi
3) Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung.
4) Monitor adanya trombo phlebitis
5) Diskusikan mengenai penyebab perubahan sensasi
6) Kolaborasi pemberian analgetik
9. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan Gangguan proses difusi O2 dan
CO2
Airway management:
1) Buka jalan napas, gunakan teknik chin lift/jaw thrust bila perlu
2) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
3) Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan napas buatan

Respiratory monitoring:
1) Monitor rata-rata kedalaman, irama dan usaha respirasi
2) Auskultasi suara napas, catat area penurunan atau tidak adanya ventilasi
atau suara tambahan
3) Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya
10. Resiko cedera berhubungan dengan penurunan kesadaran
1) Sediakan lingkungan yang nyaman untuk klien
2) Identifikasi kebutuhan keamanan pasien sesuai dengan kondisi fisik dan
fungsi kognitif klien dan riwayat penyakit
3) Memasang side rail tempat tidur
4) Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
5) Membatasi pengunjung
6) Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien
7) Mengontrol lingkungan dari kebisingan
8) Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan
9) Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung adanya
perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit
BAB III
Penutup

3.1 Kesimpulan
Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dimana terjadi
kehilangan cairan dengan cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ.
Disebabkan oleh volume sirkulasi yang tidak adekuat dan berakibat pada perfusi
yang tidak adekuat. Syok hipovolemik merupakan akibat kehilangan darah yang
cepat (syok hemoragic). Gejala yang disebabkan syokhipovolemik yaitu
Peningkatan kerja saraf simpatis, hiperventilasi, pembuluh vena yang kolaps,
pelepasan hormone stress, ekspansi besarguna pengisian volume pembuluh darah
dengan menggunakan cairan intersisial, intraseluler dan menurunkan produksi
urin.

3.2 Saran
Dengan mempelajari materi ini mahasiswa keperawatan yang nantinya
menjadi seorang perawat professional agar dapat lebih peka terhadap tanda dan
gejala ketika kita menemukan pasien yang mengalami syok sehingga dapat
melakukan tindakan-tindakan emergency untuk melakukan pertolongan segera
kepada pasien yang mengalami syok.
Daftar Pustaka

Tambayong Jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: Egc.

Dewi, E., & Rahayu, S. (2010). Kegawatdaruratan Syok Hipovolemik. Solo: Fik Ums.
Nurarif & Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnose Medis
Dan Nanda Nic-Noc. Jogjakarta :Mediaction
Hardisman, 2013. Memahami Patofisiologi Dan Aspek Klinis Syok Hipovolemik:
Update Dan Penyegar. Jurnal Kesehatan Andalas.
Sudoyo, A. W. Dkk. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Nanda International. (2017). Diagnosa Keperawatan : Definisi Dan Klasifikasi 2015-
2017. Jakarta: Egc.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC

Sjamsuhidayat, Jong WD. Buku Ajar IlmuBedah. Jakarta: EGC; 2005. 119-24.

Anda mungkin juga menyukai