Sifilis
A. Definisi
Sifilis adalah suatu penyakit infeksi pada manusia yang disebabkan oleh bakteri
Treponema pallidum yang transmisinya melalui seksual atau kontak langsung dengan lesi
selama tahap primer ataupun sekunder, pada masa kehamilan melalui tranplacenta.1,2
B. Epidemiologi
WHO memperkirakan bahwa insiden global tahunan sifilis sekitar 12,2 juta kasus,
sebagian besar terjadi di Negara berkembang dimana kasus ini menjadi penyebab prominen
pada penyakit ulkus genital pada pria dan wanita heteroseksual, dari lahir mati, dan
morbiditas dan mortalitas neonatal. Di United State America, semua kasus sifilis baik yang
primer maupun sekunder telah dilaporkan ke CDC sejak tahun 2009, 2% terjadi pada kasus
laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki di antaranya diperkirakan 30% -74%
adalah koinfeksi HIV. Pada kasus pasangan laki-laki yang berhubungan seks dengan wanita
rasio terhadapa infeksi sifilis primer ataupun sekunder diukur dengan sejauh mana adanya
transmisi dari laki-laki suka laki-laki adalah 5,6 pada tahun 2009, sebuah meningkat
dibandingkan dengan 1,2 pada tahun 1996 dan 5,1 pada tahun 2008.1,4
Integrated Behavioral and Biological Survey ( / Survey Terpadu Biologi dan Perilaku
(STBP) tahun 2011 di Indonesia melaporkan prevalensi sifilis pada populasi WPS yang
terinfeksi HIV sebesar 16,7%; sedangkan pada mereka yang tidak terinfeksi HIV 9,47%.
Prevalensi sifilis pada populasi LSL HIV positif 23,8% sedangkan pada mereka yang HIV
negatif 16,67%. Pada kedua populasi tersebut, secara statistik terbukti bahwa prevalensi
sifilis berkorelasi positif dengan prevalensi HIV. STBP 2011 di Indonesia juga melaporkan
prevalensi sifilis masih cukup tinggi. Pada populasi waria, prevalensi sifilis sebesar 25%,
WPSL (wanita penjaja seks langsung) 10%, LSL (lelaki yang berhubungan seks dengan
lelaki) 9%, warga binaan lembaga pemasyarakatan 5%, pria berisiko tinggi 4%, WPSTL
(wanita penjaja seks tidak langsung) 3% dan penasun (pengguna narkoba suntik) 3%. Jika
dibandingkan dengan laporan STBP tahun 2007, prevalensi sifilis pada populasi waria tetap
tinggi. Pada populasi LSL dan penasun, prevalensi sifilis bahkan meningkat 3 kali lipat
(gambar 1).3
Gambar 1. Prevalensi Sifilis pada waria, LSL, dan Penasun di Indonesia3
C. Klasifikasi3
1. Sifilis kongenital
a. Sifilis kongenital dini (muncul sebelum umur 2 tahun)
b. Sifilis kongenital lanjut (muncul setelah umur 2 tahun)
2. Sifilis akuisita (klasifikasi epidemiologis)
a. Sifilis dini (sifilis yang terjadi dalam 1 tahun setelah terinfeksi)
i. Sifilis primer (S I)
ii. Sifilis sekunder (S II)
iii. Sifilis laten dini (early latent syphilis)
b. Sifilis lanjut (sifilis yang terjadi lebih dari 1 tahun setelah infeksi)
i. Sifilis laten lanjut (late latent syphilis)
ii. Sifilis tersier (S III)
D. Gambaran Klinis
Biasanya soliter, tidak nyeri (indolen), bagian tepi lesi meninggi dan keras (indurasi), dasar
bersih, tanpa eksudat, ukuran bervariasi dari beberapa mm sampai 1-2 cm.
Pada laki-laki biasanya chancre berada disekitar glans penis dekat dengan perenium atau
berada dibawah frenulum. Pada pasangan homosexual biasanya pada anus atau rectum,
sedangkan pada wanita chancre tampak pada sifilis sekunder tetapi biasanya pada stage sifilis
primer terdapat pada cervix atau pada labia minora, majora, sekitar urethra orificium dan
clitoris.
Terdapat limfadenopati inguinal medial unilateral/bilateral, tidak terdapat gejala konstitusi
Adanya ulkus disertai pembesaran kelenjar getah bening disebut kompleks primer
Bila tidak diobati, ulkus akan menetap selama 3 bulan kemudian sembuh spontan dalam 3-8
minggu.
Pada ulkus dapat ditemukan gerakan T. pallidum.
Tes serologis untuk sifilis: non reaktif, namun makin lama lesi terjadi kemungkinan tes
menjadi reaktif ( > 4 minggu)
A B
Gambar 4.A Chancre pada batang penis, menunjukkan dasar yang bersih dan batas yang
tegasi pada batang penis.1 B. primary syphilis meatal chancre.4
Gambar 5. Chancre indurate primer yang tidak terawatt selama 2 hari pada labium4
Gambar 6. Chancre pada area perianal, fecal biasanya ikut terlihat pada area ini1
2. Sifilis sekunder
Sifilis sekunder ditandai dengan lesi mukokutaneus, sindrom flulike, dan adenopati
generalisata. Penyebarannya tanpa adanya gejala ke semua organ dan terjadi saat chancre
sembuh, dan penyakit ini kemudian menghilang pada sekitar 75% kasus. Dan 25% sisanya
timbul 6-8 minggu sejak sifilis stadium I (2-3 minggu sejak chancre muncul). Lama S II
dapat sampai 6 bulan. S II dapat disertai sindrom flulike umumnya tidak berat, berupa
anoreksia, penurunan berat badan, malese, nyeri kepala, demam yang tidak tinggi, atralgia.
Pada S II dapat juga memberikan kelainan kulit mukosa, kelenjar getah bening, mata,
hepatomegali, tulang dan saraf karena menyebar dari ulkus dan kelenjar getah bening ke
dalam aliran darah dan keseluruh tubuh.1,2
Lesi pada S II yang membasah (eksudatif) sangat menular. Kondiloma lata dan plaque
muqueuses ialah bentuk yang sangat menular. Gejala untuk membedakan antara stadium II
dan penyakit kulit lain adalah lesi kulit pada S II umumnya tidak gatal, warnanya kemerahan,
distribusi lesi simetris, disertai limafenitis generalisata dan pada lesi dini disertai kelainan
kulit pada tangan dan kaki.1,4,5
1. Lesi pada kulit
a. Roseola (Macular Syphilide)
Merupakan makula eritem yang pertama kali timbul, berbintik-bintik, warna merah
tembaga, bentuknya bulat atau lonjong. Lokasinya generalisata dan simetrik, telapak
tangan dan kaki ikut kena, tidal gatal. Menghilang dalam beberapa hari-minggu-bulan.
Dapat residif, jumlahnya menjadi lebih sedikit, lebih bertahan lama, dapat anular dan
bergelombol. Jika hilang umumnya dapat tanpa bekas, kadang meninggalkan bercak
hipopigmentasi disebut leukoderma sifilitikum.4
A B
Gambar 7. A. distribusi simetris, warna merah tembaga, dan tidak gatal merupakan khas
dari sifilis sekunder. B. Plantar ruam pada sifilis sekunder.
b. Papul
Bentuk paling sering terlihat di S II. Bentuk bulat, lentikulaer, generalisata dengan
skuama dipinggir (koloret) disebut papulo-skuamosa. Skuama dapat pula menutupi
permukaan papul sehingga mirip psoriasis sehingga disebut psoriasiformis. Jika papul itu
menghilang dapat meninggalkan bercak hipopigmentasi disebut leukoderma koli atau
dinamakan collar of venus. Pada S II lanjut, papul bersifat setempat, tersusun
rsinar/sirsinar/polisiklik/korimbiformis. Dinamakan korona venerik bila terdapat pada dahi
dan tersusun arsinar/sirsinar seperti mahkota. Dapat pula ditemui pada sudut mulut, ketiak,
dibawah mamae dan alat genital.4
Gambar 8. A. Papul. Infeksi berulang pada pasien dengan tes serologi positif dan pernah
dirawat dengan kasus sifilis primer. B. Condyloma Lata, penampakan yang lembab, dan
flatopped plak pada scrotum
c. Pustul
Jarang didapat. Papul yang menjadi vesikel dan segera menjadi pustul. Timbul
pada kulit berwarna dan daya tahan tubuh yang menurun. Sering disertai demam yang
intermiten dan penderita tampak sakit, lamanya dapat berminggu-minggu. Disebut sifilis
variseliformis karena menyerupai varisela.4
Pada S II dini dapat mengakibatkan kerontokan rambut yang merupakan tanda dari sifilis
sekunder. Rambut rontok sedikit-sedikit yang meneybabkan kebotakan kecil, tersebar, tidak
beraturan dan tipis, dapat juga mengenai alis mata bagian lateral dan janggut. Alopecia sifilis
dapat disertai alopesia yang lebih umum dan menyebar yang berkaitan dengan infeksi umum
dan anemia.
Paronikia sifilis dengan onikia sekunder kadang-kadang terlihat di tahap kedua. Tidak
memiliki karakteristik khusus.
Diagnosis banding2,6
Sifilis Primer
Chancroid
Granuloma inguinale
Herpes genitalis
Sifilis sekunder:
Pitiriasis rosea
Tinea versikolor
Psoriasis
Skabies
Drug eruption
Eksantema virus
3. Sifilis Laten
Sifilis laten merupakan stadium sifilis tanpa manifestasi klinis, dapat berlangsung
bertahun-tahun atau seumur hidup.1
Sifilis laten dini dapat didiagnosis jika, dalam tahun sebelum penemuan serologikal
reaktif seseorang memiliki salah satu dari berikut ini :
1. Terdokumentasi seroconversion atau empat kali lipat atau peningkatan titer lebih
besar dari tes nontreponemal;
2. Gejala yang tidak jelas dari primer atau sekunder sipilis;
3. Seorang mitra seks yang memiliki riwayat sifilis primer, sifilis laten sekunder atau
awal
4. Uji nontreponemal dan treponemal yang reaktif dari seseorang yang hanya mungkin
terpapar dalam 12 bulan sebelumnya.
b. Laten Lanjut
Diagnosis hanya berdasarkan pada tes serologis. Dan didiagnosis apabila pada tes serologi
tidak didapatkan subkategori pada fase laten dini. Pada laten dini titer tinggi, namun setelah
diberi pengobatan akan rendah atau non reaktif, sedangkan laten lanjut selalu dengan titer
rendah dan sedikit perubahan setelah diberikan pengobatan.1
Setelah periode laten hingga 20 tahun, manifestasi sifilis lanjut dapat terjadi.
Skrinning sifilis pada darah yang akan didonorkan dan wanita hamil memberikan kontribusi
dalam pencegahan penularan sifilis lanjut.4 Yang paling sering terjadi pada sifilis lanjut
adalah: latensi, simtomatik neurosifilis, sifilis benigna lanjut dan sifilis kardiovaskuler.
Kelainan yang khas berupa gumma yang muncul sekitar 3-10 tahun setelah terinfeksi yang
terdiri dari granulomas atau gummata. Granuloma muncul seperti plak pada kulit atau nodul
yang bentuk dan pinggirannya irregular dan merupakan single lesi pada lengan, wajah, dan
punggung. Kulit diatasnya mula-mula tidak menunjukan tanda radang akut dan dapat
digerakan. Setelah beberapa bulan mulai melunak, mulai dari tengah, kulit menjadi erimatous
dan livid serta melekat terhadap guma tersebut. Kemudian terjadi perforasi dan keluarlah
cairan seropurulen, kadang sanguinolen, pada beberapa kasus disertai jaringan nekrotik.
Tempat perforasi akan meluas menjadi ulkus. Pada tulang sering menyerang tibia, tengkorak,
bahu, femur, fibula, humerus. Gejala nyeri biasanya pada malam hari.1,4
E. Diagnostik Sifilis
1. Pemeriksaan langsung : bahan pemeriksaan dari ulkus (Reitz serum)
2. Pemeriksaan tidak langsung: tes serologis untuk sifilis (TSS) /Serologic Test for Syphilis (STS)
Tes Treponema : TPI (T. pallidum Immobilization), FTA-ABS (Fluorescent Antibody
Absoption Test), TPHA (Treponema Pallidum Haemagglutination Assay)
Tes non Treponema : VDRL (Venereal Diseases Research Laboratory), RPR (Rapid
Plasma Reagin)
VDRL: sensitivitas tinggi skrining