Anda di halaman 1dari 23

Bab 1

LUMPUR PEMBORAN
Lumpur pemboran merupakan faktor yang penting dalam operasi pemboran.
Kecepatan pemboran, efisiensi, keselamatan dan biaya pemboran sangat tergantung
dari lumpur pemboran yang dipakai.

Lumpur pemboran diperkenalkan pertama kali dalam pemboran putar pada


sekitar awal tahun 1900. Pada mulanya orang hanya menggunakan air untuk
mengangkat serbuk bor (cutting) secara kontinyu. Kemudian dengan berkembangnya
teknologi pemboran, lumpur mulai digunakan, dan fungsi lumpur menjadi semakin
komplek dan untuk memperbaiki sifat-sifat lumpur tersebut ditambahkan bahan-
bahan kimia (additive).

1.1. FUNGSI LUMPUR PEMBORAN

Fungsi utama lumpur pemboran adalah :

1. Mengangkat serbuk bor ke permukaan


2. Mengontrol tekanan formasi
3. Mendinginkan serta melumasi pahat dan drillstring
4. Membersihkan dasar lubang bor
5. Membantu dalam evaluasi formasi
6. Melindungi formasi produktif
7. Membantu stabilitas formasi

1.1.1. Mengangkat Serbuk Bor ke Permukaan

Serbuk bor yang dihasilkan pada waktu operasi pemboran harus segera
diangkat ke permukaan agar tidak terjadi penumpukan serbuk bor di dasar lubang.
Kapasitas pengangkatan serbuk bor tergantung dari beberapa faktor, antara lain :
kecepatan aliran di anulus, viskositas plastik, yield point lumpur pemboran dan slip
velocity dari serbuk bor yang dihasilkan.
Secara umum, resultan kecepatan (atau kecepatan pengangkatan) serbuk bor
adalah merupakan perbedaan antara kecepatan di anulus, V r, dan slip velocity, Vs.
Dengan menggunakan power-law model, slip velocity serbuk bor dapat dihitung
dengan persamaan :

175D p (  p   m ) 0,667
Vs  ft / menit .......................................
 0m,333  0e ,333
(1)
dimana ;
Dp = diameter partikel, in
p = densitas partikel, lb/gal
m = densitas lumpur, lb/gal
e = viskositas lumpur efektif (lihat pada sub-bab rheologi)

Dalam satuan metrik persamaan (1) dapat dinyatakan :

15,2 Dp (  p   m ) 0,667
Vs  m / det .........................................
 0m,333  0e ,333
(2)

dimana densitas dinyatakan dalam satuan kg/liter


Kecepatan di anulus, Vr secara sederhana dinyatakan sebagai volume laju
aliran dibagi dengan luas anulus. Kecepatan pengangkatan, V dapat dihitung :

V = Vr - Vs ....................................................
(3)

Lumpur pemboran juga harus mampu menahan serbuk bor dalam suspensi
ketika sirkulasi dihentikan, sehingga dapat mencegah terakumulasinya serbuk bor di
dasar lubang bor yang dapat menyebabkan pipa terjepit (pipe sticking).

1.1.2. Mengontrol Tekanan Formasi

Untuk keselamatan pemboran, tekanan formasi yang tinggi juga harus


diimbangi dengan tekanan hidrostatik lumpur yang tinggi, sehingga tekanan
hidrostatik lumpur lebih besar dari tekanan formasi. Secara efektif perbedaan anatara
tekanan hidrostatik lumpur dengan tekanan formasi (overbalance pressure) harus
sama dengan nol, tetapi dalam praktek harganya sekitar 100 - 200 psi. Untuk
mengontrol tekanan formasi tersebut dilakukan dengan mengatur berat (densitas)
lumpur.

1.1.3. Mendinginkan serta melumasi pahat dan drillstring

Perputaran pahat dan drillstring terhadap formasi akan menghasilkan panas,


sehingga dapat mempercepat keausan pahat dan drillstring. Selain panas yang
ditimbulkan akibat gesekan juga panas yang berasal dari formasi itu sendiri, dimana
semakin dalam formasi yang dibor, temperatur juga semakin tinggi. Dengan adanya
lumpur pemboran, maka panas tersebut dapat ditransfer keluar dari lubang bor.
Lumpur pemboran dapat membantu mendinginkan drillstring dengan menyerap panas
dan melepaskannya, melalui proses konveksi dan radiasi, pada udara di sekitar mud
pit. Lumpur pemboran juga dapat melumasi pahat dan drillstring dengan menurunkan
friksi drillstring dan pahat dengan formasi yang ditembus. Untuk mendapatkan
pelumasan yang lebih baik pada umumnya dapat ditambahkan sedikit minyak
kedalam lumpur.

1.1.4. Membersihkan Dasar Lubang Bor

Secara umum, pembersihan dasar lubang bor dilakukan dengan menggunakan


fluida yang encer pada shear rate tinggi saat melewati nozzle pada pahat. Ini berarti
bahwa fluida yang kental kemungkinan besar dapat digunakan untuk membersihkan
lubang bor, jika fluida tersebut mempunyai sifat shear thinning yang baik. Dan pada
umumnya, fluida dengan kandungan padatan (solid content) yang rendah merupakan
fluida yang paling baik untuk membersihkan dasar lubang bor.

1.1.5. Membantu Dalam Evaluasi Formasi

Sifat fisik dan kimia lumpur pemboran berpengaruh terhadap program well
logging. Pada saat tertentu diperlukan informasi tentang kandungan hidrokarbon,
batas air-minyak, dan lainnya untuk korelasi, maka dilakukan well logging, yaitu
memasukkan sonde/alat kedalam sumur, misalnya log listrik, maka diperlukan media
penghantar, dalam hal ini lumpur merupakan penghantar listrik. Sebagai contoh,
lumpur dengan kadar garam yang tinggi akan menghambat pengukuran spontaneous
potensial (SP) karena konsentrasi garam dari lumpur dan formasi hampir sama.
Disamping itu, oil mud akan menghambat resistivitas karena minyak akan bertindak
sebagai insulator dan dapat mencegah terjadinya aliran listrik. Oleh karena itu,
pemilihan lumpur pemboran harus sesuai dengan program evaluasi formasi.

1.1.6. Melindungi Formasi Produktif

Perlindungan formasi produktif sangat penting. Oleh karena itu, pengendapan


mud cake pada dinding lubang bor dapat mengijinkan operasi pemboran terus
berjalan dan tidak menyebabkan kerusakan formasi produktif. Kerusakan formasi
produktif biasanya akan menurunkan permeabilitas disekitar lubang bor.

1.1.7. Membantu Stabilitas Formasi

Pada lubang bor sering dijumpai adanya problem stabilitas yang disebabkan
oleh fenomena geologi, seperti zona rekahan, formasi lepas, hidrasi clay, dan
tekanan tinggi. Lumpur pemboran harus mampu mengontrol problem-problem
tersebut, sehingga lubang bor tetap terbuka dan proses pemboran dapat terus
dilanjutkan. Perencanaan sistem lumpur untuk menjaga stabilitas lubang bor sering
digunakan sebagai basis untuk pemilihan jenis dan sifat lumpur.
1.2. KOMPOSISI LUMPUR PEMBORAN

Secara umum lumpur pemboran terdiri dari tiga komponen atau fasa
pembentuk sebagai berikut :

1. Fasa cair (air atau minyak)


2. Fasa padat ( reactive solids dan inert solids)
3. Bahan kimia (additive)

Tabel 1-1 menunjukkan komposisi lumpur pemboran.

Tabel 1-1
Komposisi Lumpur Pemboran

Solids
Liquids Water Based Oil Based
Fresh water Low gravity - S.G. = 2.5 Low gravity
Salt water ë Non reactive solids : sand, ë Amine-treated clays, asphalt,
Oil chert, limestone, some gilsonite - S.G. = 1.1
Mixtures of these fluids shales High gravity
ë Reactive solids : clays Barite
High gravity Iron ore
Barite - S.G. = 4.2
Iron ore - S.G. = 4.7 - 5.1

1.2.1. Fasa cair

Fasa cair lumpur pemboran pada umumnya dapat berupa air, minyak, atau
campuran air dan minyak. Air dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu air tawar dan
air asin. Air asin juga dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu air asin tidak jenuh
dan air asin jenuh. Sekitar 75% lumpur pemboran menggunakan air, karena mudah
didapat, murah, mudah dikontrol jika terdapat padatan-padatan (solid content) dan
merupakan fluida yang paling baik sebagai media penilaian formasi. Istilah oil-base
muds digunakan jika kandungan minyaknya lebih besar dari 95%. Sedangkan
emulsion muds mempunyai komposisi minyak 50 -70% (sebagai fasa kontinyu) dan
air 30 - 50% (sebagai fasa diskontinyu).

1.2.2.Fasa padat (solids)

Fasa padat dibagi dalam dua kelompok, yaitu padatan dengan berat jenis
rendah dan padatan dengan berat jenis tinggi. Padatan berat jenis rendah dibagi
menjadi dua, yaitu Non-reactive solid (inert solid) dan Reactive solid.

1.2.2.1. Reactive Solid


Reactive solid adalah clay, merupakan padatan yang dapat bereaksi dengan air,
membentuk koloid. Clay dapat didefinisikan sebagai berikut :

ò Padatan dengan diameter kurang dari 2 


ò Partikel yang bermuatan listrik dan mampu menyerap air
ò Material yang dapat mengembang (swelling) jika menyerap air

Clay (atau low-gravity reactive solid) ditambahkan ke dalam air agar diperoleh
sifat-sifat fisik seperti viskositas dan yield point yang diperlukan untuk mengangkat
serbuk bor atau untuk menjaga agar serbuk bor tidak mengendap pada saat tidak ada
sirkulasi (lihat persamaan 1 dan 2). Mekanisme pembentukan viskositas dan yield
point yang tinggi pengembangannya sangat komplek dan belum seluruhnya dapat
difahami. Hal ini dihubungkan dengan struktur internal partikel-partikel clay dan
gaya-gaya elektrostatik yang mempertahankannya jika clay terdispersi dalam air.

Pada dasarnya ada dua jenis clay yang digunakan dalam pembuatan water-
base mud, yaitu :
a) Bentonitic clay (gel) ; adalah merupakan anggota dari kelompok clay
montmorillonite (smectite), dan hanya dapat digunakan dengan air tawar,
karena baik viskositas maupun yield point tidak dapat terbentuk pada air asin.
Bentonit yang ada di pasaran bukan merupakan sodium montmorillonite
murni, tetapi mempunyai kandungan sodium montmorillonite sekitar 60 -70%.
Sodium montmorillonte adalah merupakan material yang berbentuk plat-plat
seperti lembaran-lembaran buku. Plat-plat tersebut sangat tipis dengan ukuran
partikel kurang dari 0.1 . Bentonit menyerap air tawar pada permukaan
partikel-partikelnya, sehingga dapat menaikkan volumenya sampai 10 kali atau
lebih, yang disebut “swelling” atau “hidrasi”. Besarnya swelling yang terjadi
dapat dilihat dengan meningkatnya kekentalan atau viskositas lumpur, yang
tergantung dari luas permukaan dan total jumlah air yang diserap oleh clay.
b) Attapulgite (salt gel) ; adalah merupakan anggota dari kelompok clay
palygorskite, dan hanya dapat mengasilkan viskositas dan yield point yang tinggi
baik pada air tawar maupun air asin. Salt water clay (attapulgite), akan terjadi
swelling jika dimasukkan dalam air asin.

Baik bentonite maupun attapulgite akan memberikan kenaikan viskositas pada


lumpur. Gambar 1-1 menunjukkan secara skematis diagram partikel clay sodium
montmorillonite
Gambar 1-1. Skema diagram partikel clay sodium montmorillonite29

1.2.2.2. Karakteristik Clay

API mendifinisikan clay sebagai “material alami, berukuran sangat halus yang
plastisitasnya mengembang jika dalam kondisi basah”. Clay terbentuk dari hasil
pelapukan kimiawi batuan beku dan metamorf. Sumber pembentukan utama clay
yang digunakan secara komersil adalah debu volkanik. Perlapisan debu yang
terbentuk berselang-seling dengan batuan sedimen, dan dapat ditambang dengan
mudah. Wyoming bentonite yang sangat terkenal adalah merupakan lapisan debu
hasil pelapukan batuan beku dan metamrof.

Karakteristik mineral clay adalah adanya struktur atom yang membentuk


perlapisan. Ada tiga jenis perlapisan atom clay yang menghasilkan karakteristik
khusus, yaitu :
a) Perlapisan tetrahedral ; terbentuk dari sebuah lembaran berbentuk seperti sarang
lebah (tetrahedal), dengan pusat atom silikon yang dikelilingi oleh empat atom
oksigen. Tetrahedral diikat satu sama lain membentuk lembaran dengan cara
membagi ketiga atom oksigen dengan tetrahedral sekelilingnya.
b) Perlapisan oktahedral ; lembaran-lembaran ini terdiri dari ikatan oktahedral, yang
masing-masing membentuk suatu gugus atom aluminium atau magnesium
yang dikelilingi oleh enam atom oksigen. Ikatan tersebut dibentuk oleh atom-
atom oksigen antara dua atau tiga oktahedral sekitarnya.
c) Perlapisan yang dapat digantikan ; perlapisan atom atau ikatan molekul-molekul
ini merupakan struktur lemah, yang dapat digantikan dengan atom-atom atau
molekul-molekul lainnya. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap sifat fisik clay.

Karakteristik dan cara penyusunan perlapisan tersebut menunjukkan jenis


mineral clay. Suatu jenis struktur mineral clay pyrophyllite ditunjukkan pada
Gambar 1-2. Pada struktur tersebut, dua perlapisan tetrahedral mengapit satu
perlapisan oktahedral dengan menggunakan atom oksigen yang tidak bercabang pada
sudut oktahedral. Perlapisan tersebut berbentuk “sandwich” yang terikat sangat kuat
dan membentuk suatu lembaran sangat tipis yang mudah patah (brittle thin sheet).
Perlapisan “sandwich” tetrahedral dan oktahedral tersebut bergabung dalam berbagai
jenis clay dengan perlapisan-perlapisan yang dapat digantikan (exchangeble layers).
Ikatan yang dapat digantikan tersebut sangat lemah, dan dapat terdiri dari atom-atom
potassium, sodium, calcium atau magnesium atau air atau molekul-molekul organik.
Hasilnya adalah clay sangat mudah berubah pada perlapisan yang dapat digantikan,
sehingga sangat berpengaruh terhadap karakteristik clay.

Dari berbagai jenis clay, perlapisan yang dapat digantikan ikatannya relatif
kuat, dan memerlukan periode waktu yang lama untuk menggantikan secara kimiawi.
Pada kelompok clay yang lain, seperti bentonite dan attapulgite, perlapisan yang
dapat digantikan dapat diambil atau ditambahkan pada struktur secara sederhana
dengan menempatkan clay dalam suatu larutan. Ukuran yang menunjukkan tingkat
perubahan penggantian disebut cation exchange capacity (CEC). Berat clay tertentu
yang terdispersi dalam larutan magnesium chloride, menggantikan sebanyak mungkin
exchangable layer dengan magnesium. Kemudian dipindahkan kedalam larutan
potassium atau calcium chloride, dan banyaknya potassium atau calcium yang
diserap oleh clay diukur. Jumlah kation yang diserap tersebut dinyatakan dalam
milliequivalent per 100 gram bentonite kering adalah merupakan cation exchange
capacity (CEC). Besarnya nilai CEC untuk bentonite adalah 70 - 130 dan untuk
attapulgite 5 - 99. Karena CEC berkaitan dengan kemudahan masuknya molekul air
ke dalam struktur clay, maka CEC dapat digunakan sebagai dasar penentuan kualitas
clay.

1.2.2.3. Hidrasi Clay

Clay dengan nilai CEC tinggi mampu menggantikan sejumlah besar air dalam
exchanable layer, dan juga menyerap air pada permukaan luar dari masing-masing
plat clay. Hal ini menunjukkan pengaruh clay yang dapat menghasilkan viskositas
dan yield point yang tinggi.

Penyerapan air dalam exchangeable layer menyebabkan terjadinya


pengembangan struktur clay, karena molekul air akan mendorong perlapisan terpisah
sampai empat atau lima lapisan molekul air dalam ruang yang semula hanya terdiri
dari satu lapisan atom sodium atau kalsium. Untuk sodium bentonite, jarak antar
perlapisan (basal spacing) dapat bertambah besar dari 9,8 Angstrom sebelum hidrasi
sampai 40 Angstram setelah hidrasi (1 Angstrom = 10 -7mm). Sedangkan untuk
calcium bentonite peningkatan basal spacing adalah 12,1 A menjadi 17 A.

Masing-masing plat clay juga dapat menyerap air pada permukaan luar,
dimana hal ini dipertahankan dengan menggunakan gaya tarik elektrostatik dari
ikatan atom yang terputus.

Secara keseluruhan proses hidrasi clay menunjukkan perpindahan clay dari


bubuk kering menjadi lumpur dengan kenaikan volume sampai ratusan persen.
Keefektifan proses ini diukur dengan menggunakan “clay yield” yang oleh API
didefinisikan sebagai jumlah barrel lumpur dengan viskositas 15 CP yang dapat
diperoleh dari 1 ton (2000 lb) clay kering.

Secara umum besarnya clay yield tergantung dari :


a) kemurnian clay
b) kandungan atom pada exchangable layer
c) salinitas air yang digunakan.

Menurut Chaney, P.E. et al., menyatakan bahwa material koloid berdasarkan


afinitasnya jika tersuspensi dalam air dapat dibagi menjadi dua, yaitu : koloid
suspensoid (hydrophobic) dan koloid emulsoid (hydrophilic).7
Koloid hydrophobic mempunyai afinitas yang sangat kecil terhadap air, dan hanya
membentuk suspensi stabil jika muatan partikel cukup tinggi untuk mencegah
koagulasi. Koloid hydrophobic ini tidak dapat mengembang di dalam air. Sebaliknya
koloid hydrophilic mempunyai afinitas yang sangat kuat terhadap air. Setiap partikel
emulsoid menghidrat atau membungkus dirinya suatu protektif film dari molekul-
molekul air, dan kelihatan membengkak, sebagai partikel-partikel koloid.

Koloid clay-bentonitic termasuk koloid hydrophilic, dan menimbulkan banyak


problem disebabkan karena adanya reaksi diantara koloid-koloid clay tersebut. Clay-
bentonitic dan shale (serpih) mempunyai struktur micaccous, yaitu :masing-masing
partikel clay merupakan lembaran-lembaran yang tipis, bertumpuk pada mica,
sehingga menyerupai perlapisan. Pada satu dari permukaan plat tersebut melekat
kation seperti Na+, H+, Ca+, dsb. Permukaan sebaliknya, karena struktur internal,
adalah negatif. Oleh karena itu, gaya tarik listriknya antara kedua permukaan
disekitar partikel tersebut sangat lemah. Gaya ikat yang lemah tersebut
menyebabkan air dapat masuk dan menyebar diantara plat-plat. Proses ini
menyebabkan terjadinya pengembangan clay, dan “planar water” merupakan bagian
yang luas dari total air yang ditahan oleh koloid clay.

“Planar water” ini ditahan oleh sisa gaya listrik partikel-partikel yang sangat
lemah. Gaya ini bertambah dengan bertambahnya ionisasi partikel-partikel clay, maka
tingkat pengembangan (swelling) dan jumlah air yang tertahan oleh clay bervariasi
sesuai dengan hadirnya alkali atau logam alkali tanah. Tingkat ionisasi berkurang
sesuai dengan urutan : Li, Na, K, NH4, Mg, Ca, Sr, Ba, H.

Dengan demikian, tingkat hidrasi dan stabilitas clay relatif berkurang sesuai
dengan urutan tersebut. Hal ini berarti bahwa untuk konsentrasi clay tertentu, clay
yang mengandung ion sodium(Na) akan lebih mengembang dalam air dibandingkan
dengan clay dengan sodium yang digantikan oleh Calsium (Ca) atau Magnesium
(Mg).

Clay yang didominasi ion positif, seperti : sodium bentonite, calcium


bentonie, dsb. Clay lumpur pemboran yang terbaik adalah sodium bentonite yang
relatif murni, karena clay ini dapat menahan air lebih banyak dan lebih stabil dan
lebih terdispersi dibanding dengan clay alkali tanah, seperti calcium bentonite.

1.2.2.4. Non-reactive Solid

Non-reactive solid (inert solid) merupakan zat padat yang tidak bereaksi. Non-
reactive solid dengan berat jenis rendah terdiri dari : pasir, chert, limestone, dolomite,
berbagai macam shale, dan campuran dari berbagai macam mineral. Padatan-padatan
ini dapat berasal dari formasi yang dibor dan terbawa oleh lumpur, dan biasanya
mempunyai ukuran lebih besar dari 15 mikron, dan bersifat abrasif, sehingga dapat
merusak peralatan sirkulasi lumpur, seperti liner pompa, oleh karena itu padatan
tersebut harus segera dibuang. Menurut Klasifikasi API, pasir adalah setiap padatan
yang berukuran lebih besar dari 74 mikron; meskipun demikian setiap padatan yang
berukuran lebih kecil dari pasir juga dapat merusak peralatan. Non-reactive solids
dapat digunakan untuk menaikkan densitas lumpur, seperti barite (BaSO 4), galena,
dan bijih besi.

1.2.2.5. Pengaruh Variasi pH terhadap Koloid Clay

Reaksi kimia dipengaruhi oleh lingkungan, dan pada prinsipnya reaksi kimia
ini dipengaruhi oleh karakteristik pH lumpur.

Harga pH didefinisikan sebagai minus log kandungan ion hidrogen, H +. Hal ini
ditunjukkan sebagai berikut :29

pH = -log H+

Selanjutnya yang penting adalah bahwa konsentrasi ion hidrogen dan konsentrasi ion
hidroksil merupakan suatu konstanta. Hal ini dapat ditunjukkan sebagai berikut :

H+ x OH- = 1 x 10-14

dimana ion hidrogen merepresentasikan komponen asam; sedangkan ion hidroksil


merepresentasikan komponen basa atau alkalin. Maka, setiap pengurangan kosentrasi
hidrogen akan menaikkan pH. Larutan netral, adalah air murni atau air suling,
mempunyai konsentrasi ion hidrogen dan ion hidroksil yang sama, yaitu :

H+ = OH- = 1 x 10-7

Larutan ini mempunyai pH = 7. Kombinasi lainnya adalah :

H+ OH- pH
100 10-14 0
10-4 10-10 4
10-7 10-7 7
10-9 105 9
10-11 10-3 11
10-14 100 14

Dengan demikian, maka pH = 14 menunjukkan konsentrasi masksimum ion hidroksil


dan konsentrasi minimum ion hidrogen.
Harga pH lumpur pemboran water-base dinaikkan untuk alasan-alasan sebagai
berikut :

ò Mengontrol korosi
ò Aktivasi pengencer organik
ò Stabilisasi temperatur
ò Menaikkan batas toleransi untuk high solid content
ò Mengurangi kontaminasi

Hadirnya gas hidrogen sulfida, pH diatas 10 dapat mencegah korosi yang disebabkan
oleh gas hidrogen sulfida tersebut. Jika dengan hadirnya karbon dioksida,
mempertahankan pH tetap tinggi sukar dilakukan, karena adanya interaksi antara ion
hidroksil dan ion karbon dioksida, sebagai berikut :

CO2 + OH- ® HCO3-

Pembentukan asam karbonat tersebut akan menurunkan pH dengan cepat. Maka,


perlu menjaga pH tetap tinggi dengan hadirnya karbon dioksida. Adanya problem
tersebut, yaitu hadirnya karbon dioksida dan hidrogen sulfida, biasanya digunakan
lumpur oil-base. Jika lumpur water-base terkontaminasi gas hidrogen sulfida dan
karbon dioksida, maka harus segera digunakan amine sebagai coating agent. Jika pH
lumpur berkurang dapat ditambahkan caustic soda.

Lumpur water-base lebih stabil pada temperatur tinggi dan pH tinggi (diatas
11.0). Batas toleransi yang lebih tinggi untuk padatan dapat dihubungkan dengan
kenyataan bahwa kelarutan dari beberapa kontaminan akan berkurang dengan
kenaikan pH. Sebagai contoh, lumpur 16.0 lb/gal mempunyai toleransi padatan
maksimum 36% volume pada pH 9.5. Untuk lumpur yang sama toleransi padatan
adalah 40% pada pH 12.0. Penambahan sejumlah caustic soda untuk menjaga pH
diatas 11.0 karena ion hidroksil meninggalkan padatan dan bergabung dengan
kontaminan. Dengan demikian, maka untuk menjaga pH tetap tinggi diperlukan biaya
yang cukup tinggi.

Molekul bentonit terdiri dari tiga lapisan, yaitu : suatu perlapisan alumina
dengan satu perlapisan silika diatas dan dibawahnya. Hal ini ditunjukkan pada
Gambar 1-2. Plat clay bermuatan negatif dan berasosiasi dengan kation. Jika kation
tersebut adalah sodium, maka clay tersebut disebut sebagai sodium montmorillonite,
tetapi jika kation tersebut kalsium, maka disebut calsium montmorillonite.

Ketebalan film air yang terarsorbsi dikontrol oleh jenis dan banyaknya kation.
Kation divalent, seperti Ca++ dan Mg++ menaikkan gaya tarik antara plat-plat tersebut,
sehingga jumlah air yang terarsobsi berkurang. Kation monovalent, seperti Na +
memberikan gaya tarik yang lebih kecil, sehingga lebih banyak air yang masuk
diantara plat-plat tersebut. Hubungan ini ditunjukkan pada Gambar 1-2. Dari gambar
tersebut terlihat bahwa calsium montmorillonite pengembangannnya hanya
seperempat dari sodium montmorillonite. Hal ini berarti bahwa untuk konsentrasi
clay tertentu dalam air tawar, sodium clay (Magcogel) menghasilkan viskositas yang
lebih besar dibandingkan dengan calsium clay.42

pH suatu larutan didefinisikan sebagai naik-turunnya angka dari konsentrasi


ion hidrogen. Variasi pH, atau konsentrasi ion hidrogen dari suspensi clay
berhubungan dengan perubahan sifat fisik suspensi tersebut. pH suspension hidrogen
bentonite murni, karena diperoleh secara elektrolisis, maka range pH-nya adalah 2
sampai 3. Jika sodium hydroxide ditambahkan kedalam suspensi, maka pH akan
bertambah, dan ion hidrogen akan digantikan oleh ion sodium, sehingga range pH-
nya antara 9 sampai 10. Disini ion hidrogen digantikan seluruhnya oleh sodium, dan
sekarang bukan lagi hidrogen bentonite tetapi sudah berubah menjadi sodium
bentonite.

Gambar 1-2. Hidrasi Calsium dan Sodium Montmorillonite42

Jika struktur dasar clay tidak mengandung sodium, sebagai kation yang
diserap, seperti ditunjukkan pada Gambar 1-3. Beberapa kation lainnya yang dapat
diserap, adalah aluminium, kalsium, barium, potassium, hidrogen, dan magnesium.
Kation-kation tersebut dapat diserap, karena mereka dapat digantikan dengan
merubah lingkungan clay-clay tersebut .
Gambar 1-3. Skema diagram yang menunjukkan montmorillonite sebagai plat-plat
yang meyerap (mengabsorbsi) sodium29

Clay dengan penyerapan kation yang berbeda-beda kelihatannya sama, tetapi


sebenarnya berbeda, dan cara membedakannya adalah hanya dengan menggunakan
uji standar yang baku. Oleh karena itu, bentonit harus memenuhi Spesifikasi API
seperti ditunjukkan pada Tabel 1-2.

Tabel 1-2
Spesifikasi API untuk bentonit29

Requirement (API Standard 13A, March 1965)


Yield Point, lb/100 sqft 3 x plastic viscosity maximum
Filtrate 13.5 ml maximum
Wet screen analyisis
Residue on U.S. sieve no. 200 2.5% maximum
Moisture 10% maximum as shipped from point
of manufacture
Yield 91.8 bbl of 15-cp mud/ton of dry
bentonite

Clay yield pada Tabel 1-2 didefinisikan sebagai jumlah barrel 15-cp lumpur
yang dapat diperoleh dengan menggunakan satu ton (2.000 lb) clay kering. Dalam
kasus ini viskositas 15-cp ditentukan dari pembacaan 600 rpm dibagi 2 yang diambil
dari rotating viscometer standar. Dengan catatan bahwa spesifikasi bentonit
memerlukan yield clay 91.8 bbl/ton. Uji laboratorium standar untuk mensimulasikan
satuan lapangan dengan menggunakan 22.5 gram bentonit dalam 350 cc air suling,
yang dapat dinyatakan sebagai 22.5 lb clay/bbl air (ppb).

Uji plastic viscosity adalah suatu spesifikasi kehalusan; yield point adalah
merupakan ukuran aktivitas clay, yang dihasilkan dari muatan permukaan. Bentonit
harus mempunyai karakteristik filtration control yang baik. Spesifikasi ini harus diuji
dengan menggunakan air suling (destilled water), karena bentonit sangat reaktif, dan
kualitas hidrasi sangat dipengaruhi oleh perubahan komposisi air. Yield bentonit
berkurang dengan naiknya kandungan garam, sodium chloride (NaCl).

Yield bentonit juga berkurang dengan hadirnya kation-kation yang lain dalam
air, seperti kalsium, magnesium, dan potassium. Kalsium sering digunakan dalam
lumpur untuk mencegah pengembangan formasi clay. Lumpur jenis ini
diklasifikasikan sebagai sistem lumpur lime, gyp, dan calsium chloride.
1.2. SIFAT FISIK LUMPUR

Ada tiga sifat fisik lumpur terpenting yang dikontrol pada setiap operasi
pemboran sumur migas maupun panasbumi. Ketiga sifat fisik lumpur tersebut
adalah :29,31

1. Densitas
2. Rheologi (sifat aliran)
3. Filtration loss

1.2.1. Densitas

Pengontrolan densitas lumpur pada hakekatnya adalah untuk mencegah


blowout, dan kadang-kadang juga digunakan untuk menjaga stabilitas lubang bor.
Berat lumpur maksimum yang diperlukan pada pemboran sumur migas maupun
geothermal adalah ditentukan berdasarkan gradien tekanan (psi/ft kedalaman) fluida
formasi.

Lumpur yang terlalu berat dapat menyebabkan terjadinya lost circulation,


sedangkan lumpur yang terlalu ringan dapat menyebabkan masuknya fluida formasi
kedalam lubang bor (kick) dan jika tidak segera diatasi akan dapat menyebabkan
terjadinya semburan liar (blowout). Dalam operasi pemboran, tekanan formasi harus
dikontrol dengan tekanan hidrostatik lumpur. Tekanan hidrostatik lumpur bertambah
dengan kenaikan densitas fluida.

Tekanan hidrostatik dapat dihitung dengan persamaan :

Ph = 0.052 x  x TVD

dimana ;
Ph = Tekanan hidrostatik, psi.
 = densitas, lb/gal
TVD = true vertical depth (kedalaman vertikal), ft.

Sistem lumpur dapat bertambah beratnya dari formasi yang dibor jika peralatan
pengontrol padatan tidak dapat berfungsi dengan baik. Padatan ini biasanya dapat
menyebabkan naiknya berat lumpur tanpa disengaja, sehingga menyebabkan
problem pemboran. Beberapa produk telah terbukti berhasil baik digunakan untuk
mengontrol densitas lumpur seperti ditunjukkan pada Tabel 1-3.

Tabel 1-3
Material-material pemberat

Specific Densitas umpur


Nama produk Nama kimia Gravity Maksimum
rata-rata (lb/gal)
Barite Barium sulfate 4.25 20 - 22
Galena Lead sulfide 6.6 28 - 32
Calcium carbonate Calcium carbonate 2.7 12
Bar-Gain Ilmenite 4.5 21 - 23
Densimix Hematite (itabrite ore) 5.1 24 - 26

1.2.2. Rheologi (Sifat Aliran)

Pengontrolan rheologi diperlukan untuk mengangkat serbuk bor (cutting) pada


saat pemboran berlangsung. Dalam terminologi lapangan minyak, istilah “sifat
aliran” (flow properties) dan “viskositas” adalah merupakan ungkapan umum yang
digunakan untuk menggambarkan perilaku lumpur pemboran dalam keadaan
bergerak.

Sifat aliran (rheologi) lumpur yang terpenting adalah :


1. Plastic viscosity
2. Yield point
3. Gel strength

Plastic Viscosity

Viskositas adalah sifat fisik yang mengontrol besarnya shear stress akibat
adanya pergeseran antar lapisan fluida. Oleh karena itu, viskositas adalah merupakan
ukuran gesekan antara perlapisan-perlapisan fluida yang dapat menggambarkan
kekentalan dari suatu fluida.

Karena viskositas dipengaruhi oleh kecepatan dan pola aliran fluida, baik
laminar maupun turbulen, maka besarnya viskositas absolut atau efektif sukar diukur.
Dalam teknik pemboran hanya perubahan-perubahan kecepatan di anulus yang
diperhatikan, seperti perubahan arah mempengaruhi pengangkatan serbuk bor dan
kehilangan tekanan di anulus, yang pada gilirannya akan mempengaruhi tekanan
hidrostatik lumpur.

Dalam lumpur pemboran, persen volume padatan untuk suatu berat lumpur
tertentu tergantung dari specific gravity padatan. Padatan pada persen volume
tertentu, viskositas sangat berkebalikan dengan ukuran rata-rata partikel padatan
dalam lumpur yang berhubungan dengan bentuk partikel, viskositas lumpur akan
menjadi rendah jika partikelnya berbentuk bulat. Gaya tarik antara partikel-partikel
padatan ditunjukkan oleh clay. Clay juga menarik air (hydrate), atau dapat
ditreatment untuk menarik minyak. Gaya tarik terbesar dapat diperoleh dari berbagai
macam polimer yang merupakan pembangun viskositas.

Persamaan-persamaan telah dikembangkan untuk mengukur harga-harga


plastic viscosity, yield point dan gel strength untuk menghitung kehilangan tekanan
dalam drill pipe dan annulus, dan untuk memperkirakan slip velocity cutting.

Viskositas fluida pemboran merupakan fungsi dari beberapa faktor, yaitu :


ò Viskositas fasa cair
ò Volume padatan dalam lumpur
ò Volume fluida yang terdispersi (emulsi)
ò Jumlah partikel per satuan volume lumpur
ò Bentuk partikel padatan
ò Gaya tarik (atau gaya tolak) antara partikel-partikel padatan, dan antara fasa padat
dengan fasa fluida.

Fasa fluida lumpur pemboran adalah air, minyak dan udara. Viskositas air bervariasi
terhadap temperatur, dan konsentrasi berbagai bahan yang terlarut di dalam air,
berbagai viskositas minyak yang digunakan dalam lumpur pemboran, dan viskositas
minyak bervariasi terhadap temperatur dan tekanan.

Viskositas menunjukkan kekentalan lumpur dalam aliran, dan gel strength


menunjukkan kekentalan lumpur dalam kondisi diam pada periode waktu tertentu.
Secara ilmiah, viskositas adalah suatu konstanta antara shear stress dan shear rate
untuk fluida Newtonian dalam aliran laminar. Maka, karena konstan, shear rate tidak
mempunyai pengaruh terhadap viskositas. Hal ini berlaku untuk fluida Newtonian,
seperti air, tetapi tidak berlaku untuk lumpur pemboran. Untuk fluida pemboran
perbandingan antara shear stress dan shear rate berkurang dengan naiknya shear rate.
Hal ini berarti bahwa viskositas telah berubah.

Metoda-metoda pegukuran viskositas lumpur adalah sebagai berikut :

ë Marsh funnel. Merupakan metoda pertama yang digunakan untuk menentukan


viskositas. Pengukuran dilakukan dengan membandingkan waktu yang
diperlukan untuk satu quart lumpur keluar dari funnel terhadap waktu yang
diperlukan untuk satu quart air. Satu quart air keluar dari funnel dalam waktu
26.5 detik. Waktu relatif yang diperlukan oleh satu quart lumpur menunjukkan
viskositas lumpur.

ë Rotating Viscometer. Ada beberapa model rotating viscometer. Model lapangan


biasanya merupakan tipe untuk temperatur normal, yang dioperasikan hanya pada
dua kecepatan, yaitu 300 dan 600 rpm. Kecepatan 300 rpm merepresentasikan
shear rate 511 detik-1, dan kecepatan 600 rpm merepresentasikan shear rate 1.022
detik-1. Selain itu ada juga model rotating viscometer dengan enam-kecepatan,
yang dirancang untuk kecepatanan 3, 6, 100, 200, 300 dan 600 rpm. Disamping
normal-temperature rotating viscometer, ada juga jenis high-temperature rotating
viscometer yang digunakan di laboratorium. Model high-temperature dapat
digunakan untuk menguji lumpur pada temperatur tinggi. Banyak penelitian yang
dilakukan oleh Annis dengan menggunakan high-temperature rotating
viscometer. Model high-temperature ini merupakan metoda yang cepat untuk
menguji sifat-sifat lumpur pada kondisi lapangan. Temperatur maksimum 5000F
dan tekanan maksimum 3.000 psi dapat dikondisikan pada viscometer ini.
Rotating viscometer adalah merupakan peralatan lapangan yang pada
umumnya digunakan untuk menentukan kekentalan lumpur efektif. Meskipun
demikian, data yang diperoleh dari rotating viscometer harus dirubah menjadi angka
yang dapat digunakan pada basis kuantitatif. Untuk itu, diperlukan persamaan-
persamaan yang menggambarkan pola aliran fluida atau plot shear stress vs shear
rate.

Gambar 1-4 menunjukkan diagram shear stress, t, vs shear rate,gs, untuk


fluida Newtonian. Konsep ini mudah dimengerti, karena  adalah merupakan slope
garis lurus yang melalui titik asal. Gambar 1-5 menunjukkan diagram shear stress vs
shear rate untuk lumpur pemboran.

Dua kecepatan rotating viscometer menunjukkan ukuran shear stress dalam


lb/100 sqft pada shear rate 511 detik-1 (300 rpm) dan 1.022 detik-1 (600 rpm). Slope
garis lurus diantara dua harga shear rate disebut plastic viscosity. Perpotongan garis
lurus ini dengan sumbu ordinat yang ditunjukkan dengan garis putus-putus disebut
yield point. Hubungan plastic viscosity dan yield point pada cara ini dikenal sebagai
aliran fluida Bingham plastic.

Perilaku dari kebanyakan lumpur sebenarnya shear rate berkisar dibawah 511
detik-1 ditunjukkan oleh kurva garis penuh. Maka, asumsi perilaku Bingham plastic
hanya valid jika lumpur dalam aliran laminar pada shear rate diatas 511 detik -1. Gaya
yang diperlukan untuk mulai mengalir disebut gel strength.

Penggunaan utama plastic viscosity, yang diukur dalam centipoises, adalah


untuk menunjukkan pengaruh kandungan padatan terhadap kekentalan lumpur. Plastic
viscosity diperoleh dengan mengurangkan dial reading 600 rpm dengan 300 rpm pada
viscometer. Besarnya plastic viscosity dipengaruhi oleh kandungan padatan, ukuran
padatan, dan temperatur.

Besarnya plastic viscoisty dipengaruhi oleh kadar padatan, ukuran padatan dan
temperatur. Sukar mengatakan bahwa lumpur pada berat tertentu harus mempunyai
viskositas tertentu juga, karena faktor ukuran padatan juga berpengaruh. Gambar 1-6
menujukkan kurva viskositas vs konsentrasi padatan, dan bagaimana kadar padatan
berpengaruh terhadap viskositas lumpur.

Karena kadar padatan berpengaruh terhadap kekentalan lumpur, maka


pengukuran kadar padatan dan plastic viscosity harus dilakukan dengan teliti.
Kenaikan viskositas yang mendadak berarti menunjukkan adanya kenaikan kadar
padatan. Jika hal ini tidak terdeteksi, maka dapat menimbulkan problem pemboran.
Plastic viscosity merupakan parameter yang harus sering diukur, karena lebih mudah
dan cepat dilakukan dibandingkan dengan pengukuran kadar padatan.

Yield point adalah merupakan suatu pseudo number, seperti ditunjukkan pada
Gambar 1-5, yang diperoleh dengan ekstrapolasi garis lurus antara pembacaan dial
300 dan 600 rpm pada viscometer. Yield point ditentukan secara kuantitatif dengan
pengurangan pembacaan 300 rpm dan plastic viscosity.
Untuk tujuan lapangan, yield point digunakan sebagai indikator gaya tarik antar
padatan, atau jika tidak ada gaya tarik, sebagai indikator penyimpangan lumpur dari
perilaku Newtonian. Dalam praktek lapangan, yield point lebih sering digunakan
sebagai indikator kekentalan lumpur dibanding dengan plastic viscosity. Pada lumpur
tanpa pemberat yield point dijaga pada level yang cukup untuk pembersihan dasar
lubang. Pada lumpur yang diperberat yield point diperlukan untuk menahan barite.

Gel strength adalah merupakan suatu harga yang menunjukkan kemampuan


lumpur untuk menahan padatan-padatan. Satuan yield point dan gel strength adalah
lb/100 sqft. Jika yield point atau gel strength terlalu besar, dapat diturunkan dengan
mengurangi kadar padatan atau dengan menggunakan pengencer (thinner).

Gambar 1-4. Diagram shear stress vs shear rate untuk fluida Newtonian
Gambar 1-5. Diagram shear stress vs shear rate untuk fluida non-Newtonian

Gambar 1-6. Viskositas vs kadar padatan

1.2.3. Filtration Loss

Filtration loss adalah kehilangan sebagaian dari fasa cair (filtrat) lumpur
masuk kedalam formasi permeabel. Pengukurannya dilakukan dengan standar filter
press, dimana lumpur ditempatkan pada selider yang dasarnya dipasang kertas saring,
dan bagian atas tabung diberikan tekanan udara/gas. Selanjutnya volume filtrat
lumpur dan tebal mud cake dicatat. API filtration rate (statik) adalah volume (cc)
filtrat/30menit pada tekanan 100 psig. Ketebalan mud cake biasanya diukur dalam
satuan 1/32 inch.
Filtration loss yang terlalu besar berpengaruh jelek terhadap formasi maupun
lumpurnya sendiri, karena dapat menyebabkan terjadinya formation damage
(pengurangan permeabilitas efektif terhadap minyak/gas) dan lumpur akan kehilangan
banyak cairan. Mud cake sebaiknya tipis agar tidak memperkecil lubang bor
(pressure loss akannaik, pressure surges/swabbing akan membesar).

1.3. JENIS-JENIS LUMPUR PEMBORAN

Zaba and Doherty (1970) mengklasifikasikan lumpur bor terutama


berdasarkan fasa fluidanya : air (water-base), minyak (oil-base) dan gas, sebagai
berikut :

(1). Fresh water muds (lumpur air tawar)


(a). Spud
(b). Natural atau Native (alamiah)
(c). Bentonite - treated
(d). Phosphate - treated
(e). Organic coloid - treated
(f). Red atau alkaline - tannate treated
(g). Calcium muds
ò Lime - treated
ò Gypsum - treated
ò Calcium - treated

(2). Salt water muds (air asin)


(a). Unsaturated salt water
(b). Saturated salt water
(c). Sodium silicate

(3). Oil in water emulsion


(a). Fresh water (air tawar)
(b). Salt water (air asin)

(4). Oil base dan Oil base emulsion muds

(5). Gaseuos drilling fluids


(a). Udara atau gas alam
(b). Areated muds.

3.3.1. Fresh Water Muds


Fresh water muds adalah lumpur yang fasa cairnya berupa air tawar dengan
kadar gram yang kecil (kurang dari 10000 ppm = 1% berat garam).

(a). Spud Mud

Spud mud digunakan untuk membor formasi bagian atas yang selanjutnya
dipasang conductor casing. Fungsi utamanya adalah mengangkat cutting dan
membuka lubang bor di permukaan (formasi atas). Volume yang diperlukan
biasanya sedikit dan dapat dibuat dari air dan bentonit (yield 100 bbl/ton) atau
clay air tawar yang lain (yield 35 - 50 bbl/ton). Tambahan bentonit atau clay
perlu dilakukan untuk menaikkan viskositas dan gel strength jika membor zona-
zona loss. Kadang-kadang diperlukan loss circulation material dan densitasnya
harus kecil.

(b). Natural Mud

Natural mud dibentuk dari pecahan-pecahan cutting dalam fasa air. Sifatnya
bervariasi, tergantung dari formasi yang dibor. Umumnya jenis lumpur ini
digunakan untuk pemboran yang cepat, seperti pemboran pada surface casing
(permukaan). Dengan bertambahnya kedalaman pemboran sifat-sifat lumpur
yang lebih baik diperlukan dan natural mud ini ditreatment dengan aditif
koloidal. Berat lumpur ini bervariasi antara 9.1 - 10.2 ppg, dan viskositasnya 35 -
45 detik MF.

(c) Bentonite Treated Mud

Meliputi sebagian besar dari tipe-tipe lumpur air tawar. Bentonit adalah material
yang paling umum digunakan untuk membuat koloid anorganik untuk
mengurangi flitrat loss dan mengurangi tebal mud cake> Bentonit juga dapat
menaikkan viskositas dan gel yang dikontrol dengan thinner.

(d). Phosphate Treated Mud

Mengandung polyphosphate untuk mengontrol viskositas dan gel strength.


Penambahan zat ini akan berakibat terdispersinya fraksi-fraksi clay koloid padat,
sehingga densitas lumpur cukpu besar, tetapi viskositas dan gel strength-nya
rendah. Phosphat dapat mengurangi filtrat loss dan tebal mud cake. Tannin sering
ditambahkan bersama-sama dengan polyphosphate untuk mengontrol lumpur.
Polyphosphate tidak stabil pada temperatur tinggi (sumur dalam maupun sumur
geothermal) dan akan kehilangan efeknya sebagai thinner. Polyphosphat rusak
pada temperatur antara 160 - 1800F, karena berubah menjadi orthophosphate
yang justru menyebabkan terjadinya flokulasi. Phosphate treated mud juga sukar
dikontrol densitasnya pada temperatur tinggi. Polyphosphate dapat menggumpal
jika terkontaminasi NaCl, calsium sulfate, maupun semen dalam jumlah yang
banyak.

(e). Organic Colloid Treated Mud


Terdiri dari penambahan pregelatized strach atau carboxymethyl cellulose (CMC)
pada lumpur. Karena organik koloid tidak terlalu sensitif terhadap flokulasi
seperti clay, maka pengontrolan filtrat loss dapat dilakukan dengan organic
colloid ini, baik untuk mengurangi filtration loss pada fresh water mud. Pada
umumnya penurunan filtrat loss lebih banyak dilakukan penambahan koloid
organik dibanding dengan anorganik.

(f). Red Mud

Warna merah lumpur tersebut diperoleh dari treatment dengan caustic soda dan
quebracho (warna merah tua). Istilah ini tetap digunakan meskipun pada saat ini
koloid-koloid yang digunakan mungkin menyebabkan warna abu-abu kehitaman.
Umumnya istilah ini digunakan untuk lignin tertentu dan humic thinner selain
untuk tannin diatas. Salah satu jenis lain dari lumpur ini adalah alkaline tannate
treatment dengan penambahan polyphosphate untuk lumpur dengan pH dibawah
10. Perbandingan alkaline, organic, dan polyphospahte diatur sesuai dengan
keperluan. Alkaline tannate treated mud pH-nya bervariasi antara 8 - 13.
Alkaline tannate dengan pH kurang dari 10 sangat sensitif terhadap flokulasi,
karena kontaminasi garam. Dengan naiknya pH, maka flokulasi lebih sukar
terjadi. Untuk pH lebih dari 11.5 pregelatized strach dapat digunakan tanpa
resiko bahaya fermentasi.

(g). Calcium Treated Mud

Lumpur ini mengandung larutan kalsium (disengaja). Kalsium dapat ditambahkan


dalam bentuk slaked lime (kapur mati), semen, CaSO4 atau CaCl, tetapi dapat
juga karena pemboran menembus semen, anhidrite dan gypsum.

ò Lime Treated Mud

Lumpur ini ditreated dengan caustic soda atau organic thinner, hydrate
lime dan untuk mendapatkan filtrat loss yang rendah ditambahkan suatu
koloid organik. Treatment ini menghasilkan lumpur dengan pH 11.8 atau
lebih. Lumpur ini menghasilkan viskositas dan gel strength yang rendah,
memberikan suspensi yang baik bagi material-material pemberat, mudah
dikontrol pada densitas sampai 20 ppg, mempunyai toleransi yang baik
terhadap konsentrasi garam (penyebab flokulasi) yang relatif besar.
Keuntungan lumpur ini terutama adalah kemampuannya untuk membawa
konsentrasi padatan clay dalam jumlah besar pada viskositas rendah
dibanding dengan jenis-jenis lumpur lainnya. Meskipun lumpur ini
memadat pada temperatur tinggi, tetapi lumpur ini cocok digunakan pada
pemboran dalam dan untuk mendapatkan densitas yang tinggi. Uji
laboratorium dapat dilakukan untuk menentukan tendensi pemadatan, dan
dengan penambahan aditif tertentu, pemadatan dapat dihalangai untuk
sementara waktu, sehingga memberikan kesempatan pemboran terus
berlangsung. Lumpur lime treated mud yang bertendensi memadat tidak
boleh tertinggal dalam casing, tubing dan annulus pada saat well
completion berlangsung. Dari hasil penelitian lumpur lime treated ini
dihasilkan variasi-variasi lumpur yang sukar memadat, sehingga lumpur
ini dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu : “lime mud” dan “low lime
mud”, yang dibedakan oleh jumlah excess lime-nya. “Lime mud”
umumnya mengandung konsentrasi caustic soda dengan lime yang tinggi,
dengan excess lime bervariasi antara 5 - 8 lb/bbl, sedangkan “low lime
mud” mengandung caustic soda dan lime lebih sedikit, dengan excess lime
2 - 4 lb/bbl.

ò Gypsum Treated Mud

Lumpur ini berguna untuk membor formasi anhydrite dan gypsum,


terutama jika formasinya interbedded (selang-seling) dengan garam dan
shale. Treatmentnya adalah dengan mencampur base mud (lumpur dasar)
dengan plaster (CaSO4 di pasaran) sebelum formasi anhydrite dan gypsum
dibor. Dengan penambahan plater tersebut pada rate yang terkontrol, maka
viskositas dan gel strength yang berhubungan dengan kontaminan tersebut
dapat diatasi. Setelah clay dalam lumpur bereaksi dengan ion Ca, maka
tidak akan terjadi pengentalan lebih lanjut dalam pemboran formasi
gypsum atau garam. Gypsum treated mud dapat dikontrol flitrat loss-nya
dengan organic colloid dan karena pH-nya rendah, maka harus
ditambahkan bahan preservatif (pengawet) untuk mencegah fermentasi.
Preservasi ini boleh dihentikan penambahannya jika garam yang dibor
cukup untuk memberikan saturated water mud.

Suatu modifikasi dari gypsum treated mud adalah dengan penggunaan


chrome lignosulfonate deflocculant yang memberikan kontrol terhadap
karakteristik plat-plat gel pada lumpur tersebut. Lumpur gypsum chrome
lignosulfonate ini mempunyai sifat yang sama dengan lime treated mud,
karena lumpur ini juga digunakan pada zona-zona yang sama seperti
penggunaan lime treated mud.

Penggunaan non-ionic surfactant dalam gypsum chrome lignosulfonate


mud menghasilkan pengontrolan yang lebih baik terhadap filtrat loss dan
rheologi-nya, selain toleransinya yang tinggi terhadap kontaminasi garam.

ò Casium Treated Mud

Selain hydrate lime dan gypsum telah digunakan, tetapi tidak meluas.
Maka juga digunakan aditif-aditif yang memberikan suplai kation
multivalent untuk base exchange clay (pertukaran ion-ion pada clay)
seperti Ba(OH)2.

3.3.2. Salt Water Muds


Lumpur ini digunakan terutama untuk membor garam masif (salt dome) atau
salt stringer (lapisan formasi garam) dan kadang-kadang jika ada aliran air garam
yang menembus lubang bor. Lumpur ini filtrat loss-nya besar dan mud cake-nya tebal
jika tidak ditambahkan organic colloid. pH lumpur dibawah 8, maka perlu preservatif
untuk menahan fermentasi strach. Jika salt water mud mempunyai pH yang tinggi,
maka fermentasi terhalang oleh basa. Suspensi ini dapat diperbaiki dengan
menggunakan attapulgite sebagai pengganti bentonite.

(a). Unsaturated Salt Water Mud

Air laut sering digunakan untuk lumpur yang tidak jenuh salinitas
(kegaraman)nya. Salinitas lumpur ini ditandai oleh :

ë Filtrate loss besar kecuali di-treatment dengan organic colloid.


ë Gel strength medium sampai tinggi kecuali di-treatment dengan thiner.
ë Suspensi yang tinggi kecuali di-treatment dengan attapulgite atau organic
colloid.

Lumpur ini berbusa (foaming) dan dapat diredusir dengan :

ë Menambah soluble surface active agent


ë Menambah aditif untuk menurunkan gel strenngth.

Lumpur yang terkena kontaminasi garam juga di-treatment seperti halnya pada
sea water mud ini.

(b). Saturated Salt Water Mud

Fasa cair lumpur ini dijenuhkan dengan NaCl. Garam-garam yang lain juga dapat
berada pada lumpur tersebut dalam jumlah yang berlainan. Saturated salt water
mud dapat digunakan untuk membor formasi garam, dimana rongga-rongga yang
terjadi karena pelarutan garam dapat menyebabkan hilangnya lumpur, dan hal ini
dapat dicegah dengan penjenuhan garam pada lumpur tersebut.

Anda mungkin juga menyukai