LUMPUR PEMBORAN
Lumpur pemboran merupakan faktor yang penting dalam operasi pemboran.
Kecepatan pemboran, efisiensi, keselamatan dan biaya pemboran sangat tergantung
dari lumpur pemboran yang dipakai.
Serbuk bor yang dihasilkan pada waktu operasi pemboran harus segera
diangkat ke permukaan agar tidak terjadi penumpukan serbuk bor di dasar lubang.
Kapasitas pengangkatan serbuk bor tergantung dari beberapa faktor, antara lain :
kecepatan aliran di anulus, viskositas plastik, yield point lumpur pemboran dan slip
velocity dari serbuk bor yang dihasilkan.
Secara umum, resultan kecepatan (atau kecepatan pengangkatan) serbuk bor
adalah merupakan perbedaan antara kecepatan di anulus, V r, dan slip velocity, Vs.
Dengan menggunakan power-law model, slip velocity serbuk bor dapat dihitung
dengan persamaan :
175D p ( p m ) 0,667
Vs ft / menit .......................................
0m,333 0e ,333
(1)
dimana ;
Dp = diameter partikel, in
p = densitas partikel, lb/gal
m = densitas lumpur, lb/gal
e = viskositas lumpur efektif (lihat pada sub-bab rheologi)
15,2 Dp ( p m ) 0,667
Vs m / det .........................................
0m,333 0e ,333
(2)
V = Vr - Vs ....................................................
(3)
Lumpur pemboran juga harus mampu menahan serbuk bor dalam suspensi
ketika sirkulasi dihentikan, sehingga dapat mencegah terakumulasinya serbuk bor di
dasar lubang bor yang dapat menyebabkan pipa terjepit (pipe sticking).
Sifat fisik dan kimia lumpur pemboran berpengaruh terhadap program well
logging. Pada saat tertentu diperlukan informasi tentang kandungan hidrokarbon,
batas air-minyak, dan lainnya untuk korelasi, maka dilakukan well logging, yaitu
memasukkan sonde/alat kedalam sumur, misalnya log listrik, maka diperlukan media
penghantar, dalam hal ini lumpur merupakan penghantar listrik. Sebagai contoh,
lumpur dengan kadar garam yang tinggi akan menghambat pengukuran spontaneous
potensial (SP) karena konsentrasi garam dari lumpur dan formasi hampir sama.
Disamping itu, oil mud akan menghambat resistivitas karena minyak akan bertindak
sebagai insulator dan dapat mencegah terjadinya aliran listrik. Oleh karena itu,
pemilihan lumpur pemboran harus sesuai dengan program evaluasi formasi.
Pada lubang bor sering dijumpai adanya problem stabilitas yang disebabkan
oleh fenomena geologi, seperti zona rekahan, formasi lepas, hidrasi clay, dan
tekanan tinggi. Lumpur pemboran harus mampu mengontrol problem-problem
tersebut, sehingga lubang bor tetap terbuka dan proses pemboran dapat terus
dilanjutkan. Perencanaan sistem lumpur untuk menjaga stabilitas lubang bor sering
digunakan sebagai basis untuk pemilihan jenis dan sifat lumpur.
1.2. KOMPOSISI LUMPUR PEMBORAN
Secara umum lumpur pemboran terdiri dari tiga komponen atau fasa
pembentuk sebagai berikut :
Tabel 1-1
Komposisi Lumpur Pemboran
Solids
Liquids Water Based Oil Based
Fresh water Low gravity - S.G. = 2.5 Low gravity
Salt water ë Non reactive solids : sand, ë Amine-treated clays, asphalt,
Oil chert, limestone, some gilsonite - S.G. = 1.1
Mixtures of these fluids shales High gravity
ë Reactive solids : clays Barite
High gravity Iron ore
Barite - S.G. = 4.2
Iron ore - S.G. = 4.7 - 5.1
Fasa cair lumpur pemboran pada umumnya dapat berupa air, minyak, atau
campuran air dan minyak. Air dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu air tawar dan
air asin. Air asin juga dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu air asin tidak jenuh
dan air asin jenuh. Sekitar 75% lumpur pemboran menggunakan air, karena mudah
didapat, murah, mudah dikontrol jika terdapat padatan-padatan (solid content) dan
merupakan fluida yang paling baik sebagai media penilaian formasi. Istilah oil-base
muds digunakan jika kandungan minyaknya lebih besar dari 95%. Sedangkan
emulsion muds mempunyai komposisi minyak 50 -70% (sebagai fasa kontinyu) dan
air 30 - 50% (sebagai fasa diskontinyu).
Fasa padat dibagi dalam dua kelompok, yaitu padatan dengan berat jenis
rendah dan padatan dengan berat jenis tinggi. Padatan berat jenis rendah dibagi
menjadi dua, yaitu Non-reactive solid (inert solid) dan Reactive solid.
Clay (atau low-gravity reactive solid) ditambahkan ke dalam air agar diperoleh
sifat-sifat fisik seperti viskositas dan yield point yang diperlukan untuk mengangkat
serbuk bor atau untuk menjaga agar serbuk bor tidak mengendap pada saat tidak ada
sirkulasi (lihat persamaan 1 dan 2). Mekanisme pembentukan viskositas dan yield
point yang tinggi pengembangannya sangat komplek dan belum seluruhnya dapat
difahami. Hal ini dihubungkan dengan struktur internal partikel-partikel clay dan
gaya-gaya elektrostatik yang mempertahankannya jika clay terdispersi dalam air.
Pada dasarnya ada dua jenis clay yang digunakan dalam pembuatan water-
base mud, yaitu :
a) Bentonitic clay (gel) ; adalah merupakan anggota dari kelompok clay
montmorillonite (smectite), dan hanya dapat digunakan dengan air tawar,
karena baik viskositas maupun yield point tidak dapat terbentuk pada air asin.
Bentonit yang ada di pasaran bukan merupakan sodium montmorillonite
murni, tetapi mempunyai kandungan sodium montmorillonite sekitar 60 -70%.
Sodium montmorillonte adalah merupakan material yang berbentuk plat-plat
seperti lembaran-lembaran buku. Plat-plat tersebut sangat tipis dengan ukuran
partikel kurang dari 0.1 . Bentonit menyerap air tawar pada permukaan
partikel-partikelnya, sehingga dapat menaikkan volumenya sampai 10 kali atau
lebih, yang disebut “swelling” atau “hidrasi”. Besarnya swelling yang terjadi
dapat dilihat dengan meningkatnya kekentalan atau viskositas lumpur, yang
tergantung dari luas permukaan dan total jumlah air yang diserap oleh clay.
b) Attapulgite (salt gel) ; adalah merupakan anggota dari kelompok clay
palygorskite, dan hanya dapat mengasilkan viskositas dan yield point yang tinggi
baik pada air tawar maupun air asin. Salt water clay (attapulgite), akan terjadi
swelling jika dimasukkan dalam air asin.
API mendifinisikan clay sebagai “material alami, berukuran sangat halus yang
plastisitasnya mengembang jika dalam kondisi basah”. Clay terbentuk dari hasil
pelapukan kimiawi batuan beku dan metamorf. Sumber pembentukan utama clay
yang digunakan secara komersil adalah debu volkanik. Perlapisan debu yang
terbentuk berselang-seling dengan batuan sedimen, dan dapat ditambang dengan
mudah. Wyoming bentonite yang sangat terkenal adalah merupakan lapisan debu
hasil pelapukan batuan beku dan metamrof.
Dari berbagai jenis clay, perlapisan yang dapat digantikan ikatannya relatif
kuat, dan memerlukan periode waktu yang lama untuk menggantikan secara kimiawi.
Pada kelompok clay yang lain, seperti bentonite dan attapulgite, perlapisan yang
dapat digantikan dapat diambil atau ditambahkan pada struktur secara sederhana
dengan menempatkan clay dalam suatu larutan. Ukuran yang menunjukkan tingkat
perubahan penggantian disebut cation exchange capacity (CEC). Berat clay tertentu
yang terdispersi dalam larutan magnesium chloride, menggantikan sebanyak mungkin
exchangable layer dengan magnesium. Kemudian dipindahkan kedalam larutan
potassium atau calcium chloride, dan banyaknya potassium atau calcium yang
diserap oleh clay diukur. Jumlah kation yang diserap tersebut dinyatakan dalam
milliequivalent per 100 gram bentonite kering adalah merupakan cation exchange
capacity (CEC). Besarnya nilai CEC untuk bentonite adalah 70 - 130 dan untuk
attapulgite 5 - 99. Karena CEC berkaitan dengan kemudahan masuknya molekul air
ke dalam struktur clay, maka CEC dapat digunakan sebagai dasar penentuan kualitas
clay.
Clay dengan nilai CEC tinggi mampu menggantikan sejumlah besar air dalam
exchanable layer, dan juga menyerap air pada permukaan luar dari masing-masing
plat clay. Hal ini menunjukkan pengaruh clay yang dapat menghasilkan viskositas
dan yield point yang tinggi.
Masing-masing plat clay juga dapat menyerap air pada permukaan luar,
dimana hal ini dipertahankan dengan menggunakan gaya tarik elektrostatik dari
ikatan atom yang terputus.
“Planar water” ini ditahan oleh sisa gaya listrik partikel-partikel yang sangat
lemah. Gaya ini bertambah dengan bertambahnya ionisasi partikel-partikel clay, maka
tingkat pengembangan (swelling) dan jumlah air yang tertahan oleh clay bervariasi
sesuai dengan hadirnya alkali atau logam alkali tanah. Tingkat ionisasi berkurang
sesuai dengan urutan : Li, Na, K, NH4, Mg, Ca, Sr, Ba, H.
Dengan demikian, tingkat hidrasi dan stabilitas clay relatif berkurang sesuai
dengan urutan tersebut. Hal ini berarti bahwa untuk konsentrasi clay tertentu, clay
yang mengandung ion sodium(Na) akan lebih mengembang dalam air dibandingkan
dengan clay dengan sodium yang digantikan oleh Calsium (Ca) atau Magnesium
(Mg).
Non-reactive solid (inert solid) merupakan zat padat yang tidak bereaksi. Non-
reactive solid dengan berat jenis rendah terdiri dari : pasir, chert, limestone, dolomite,
berbagai macam shale, dan campuran dari berbagai macam mineral. Padatan-padatan
ini dapat berasal dari formasi yang dibor dan terbawa oleh lumpur, dan biasanya
mempunyai ukuran lebih besar dari 15 mikron, dan bersifat abrasif, sehingga dapat
merusak peralatan sirkulasi lumpur, seperti liner pompa, oleh karena itu padatan
tersebut harus segera dibuang. Menurut Klasifikasi API, pasir adalah setiap padatan
yang berukuran lebih besar dari 74 mikron; meskipun demikian setiap padatan yang
berukuran lebih kecil dari pasir juga dapat merusak peralatan. Non-reactive solids
dapat digunakan untuk menaikkan densitas lumpur, seperti barite (BaSO 4), galena,
dan bijih besi.
Reaksi kimia dipengaruhi oleh lingkungan, dan pada prinsipnya reaksi kimia
ini dipengaruhi oleh karakteristik pH lumpur.
Harga pH didefinisikan sebagai minus log kandungan ion hidrogen, H +. Hal ini
ditunjukkan sebagai berikut :29
pH = -log H+
Selanjutnya yang penting adalah bahwa konsentrasi ion hidrogen dan konsentrasi ion
hidroksil merupakan suatu konstanta. Hal ini dapat ditunjukkan sebagai berikut :
H+ x OH- = 1 x 10-14
H+ = OH- = 1 x 10-7
H+ OH- pH
100 10-14 0
10-4 10-10 4
10-7 10-7 7
10-9 105 9
10-11 10-3 11
10-14 100 14
ò Mengontrol korosi
ò Aktivasi pengencer organik
ò Stabilisasi temperatur
ò Menaikkan batas toleransi untuk high solid content
ò Mengurangi kontaminasi
Hadirnya gas hidrogen sulfida, pH diatas 10 dapat mencegah korosi yang disebabkan
oleh gas hidrogen sulfida tersebut. Jika dengan hadirnya karbon dioksida,
mempertahankan pH tetap tinggi sukar dilakukan, karena adanya interaksi antara ion
hidroksil dan ion karbon dioksida, sebagai berikut :
Lumpur water-base lebih stabil pada temperatur tinggi dan pH tinggi (diatas
11.0). Batas toleransi yang lebih tinggi untuk padatan dapat dihubungkan dengan
kenyataan bahwa kelarutan dari beberapa kontaminan akan berkurang dengan
kenaikan pH. Sebagai contoh, lumpur 16.0 lb/gal mempunyai toleransi padatan
maksimum 36% volume pada pH 9.5. Untuk lumpur yang sama toleransi padatan
adalah 40% pada pH 12.0. Penambahan sejumlah caustic soda untuk menjaga pH
diatas 11.0 karena ion hidroksil meninggalkan padatan dan bergabung dengan
kontaminan. Dengan demikian, maka untuk menjaga pH tetap tinggi diperlukan biaya
yang cukup tinggi.
Molekul bentonit terdiri dari tiga lapisan, yaitu : suatu perlapisan alumina
dengan satu perlapisan silika diatas dan dibawahnya. Hal ini ditunjukkan pada
Gambar 1-2. Plat clay bermuatan negatif dan berasosiasi dengan kation. Jika kation
tersebut adalah sodium, maka clay tersebut disebut sebagai sodium montmorillonite,
tetapi jika kation tersebut kalsium, maka disebut calsium montmorillonite.
Ketebalan film air yang terarsorbsi dikontrol oleh jenis dan banyaknya kation.
Kation divalent, seperti Ca++ dan Mg++ menaikkan gaya tarik antara plat-plat tersebut,
sehingga jumlah air yang terarsobsi berkurang. Kation monovalent, seperti Na +
memberikan gaya tarik yang lebih kecil, sehingga lebih banyak air yang masuk
diantara plat-plat tersebut. Hubungan ini ditunjukkan pada Gambar 1-2. Dari gambar
tersebut terlihat bahwa calsium montmorillonite pengembangannnya hanya
seperempat dari sodium montmorillonite. Hal ini berarti bahwa untuk konsentrasi
clay tertentu dalam air tawar, sodium clay (Magcogel) menghasilkan viskositas yang
lebih besar dibandingkan dengan calsium clay.42
Jika struktur dasar clay tidak mengandung sodium, sebagai kation yang
diserap, seperti ditunjukkan pada Gambar 1-3. Beberapa kation lainnya yang dapat
diserap, adalah aluminium, kalsium, barium, potassium, hidrogen, dan magnesium.
Kation-kation tersebut dapat diserap, karena mereka dapat digantikan dengan
merubah lingkungan clay-clay tersebut .
Gambar 1-3. Skema diagram yang menunjukkan montmorillonite sebagai plat-plat
yang meyerap (mengabsorbsi) sodium29
Tabel 1-2
Spesifikasi API untuk bentonit29
Clay yield pada Tabel 1-2 didefinisikan sebagai jumlah barrel 15-cp lumpur
yang dapat diperoleh dengan menggunakan satu ton (2.000 lb) clay kering. Dalam
kasus ini viskositas 15-cp ditentukan dari pembacaan 600 rpm dibagi 2 yang diambil
dari rotating viscometer standar. Dengan catatan bahwa spesifikasi bentonit
memerlukan yield clay 91.8 bbl/ton. Uji laboratorium standar untuk mensimulasikan
satuan lapangan dengan menggunakan 22.5 gram bentonit dalam 350 cc air suling,
yang dapat dinyatakan sebagai 22.5 lb clay/bbl air (ppb).
Uji plastic viscosity adalah suatu spesifikasi kehalusan; yield point adalah
merupakan ukuran aktivitas clay, yang dihasilkan dari muatan permukaan. Bentonit
harus mempunyai karakteristik filtration control yang baik. Spesifikasi ini harus diuji
dengan menggunakan air suling (destilled water), karena bentonit sangat reaktif, dan
kualitas hidrasi sangat dipengaruhi oleh perubahan komposisi air. Yield bentonit
berkurang dengan naiknya kandungan garam, sodium chloride (NaCl).
Yield bentonit juga berkurang dengan hadirnya kation-kation yang lain dalam
air, seperti kalsium, magnesium, dan potassium. Kalsium sering digunakan dalam
lumpur untuk mencegah pengembangan formasi clay. Lumpur jenis ini
diklasifikasikan sebagai sistem lumpur lime, gyp, dan calsium chloride.
1.2. SIFAT FISIK LUMPUR
Ada tiga sifat fisik lumpur terpenting yang dikontrol pada setiap operasi
pemboran sumur migas maupun panasbumi. Ketiga sifat fisik lumpur tersebut
adalah :29,31
1. Densitas
2. Rheologi (sifat aliran)
3. Filtration loss
1.2.1. Densitas
Ph = 0.052 x x TVD
dimana ;
Ph = Tekanan hidrostatik, psi.
= densitas, lb/gal
TVD = true vertical depth (kedalaman vertikal), ft.
Sistem lumpur dapat bertambah beratnya dari formasi yang dibor jika peralatan
pengontrol padatan tidak dapat berfungsi dengan baik. Padatan ini biasanya dapat
menyebabkan naiknya berat lumpur tanpa disengaja, sehingga menyebabkan
problem pemboran. Beberapa produk telah terbukti berhasil baik digunakan untuk
mengontrol densitas lumpur seperti ditunjukkan pada Tabel 1-3.
Tabel 1-3
Material-material pemberat
Plastic Viscosity
Viskositas adalah sifat fisik yang mengontrol besarnya shear stress akibat
adanya pergeseran antar lapisan fluida. Oleh karena itu, viskositas adalah merupakan
ukuran gesekan antara perlapisan-perlapisan fluida yang dapat menggambarkan
kekentalan dari suatu fluida.
Karena viskositas dipengaruhi oleh kecepatan dan pola aliran fluida, baik
laminar maupun turbulen, maka besarnya viskositas absolut atau efektif sukar diukur.
Dalam teknik pemboran hanya perubahan-perubahan kecepatan di anulus yang
diperhatikan, seperti perubahan arah mempengaruhi pengangkatan serbuk bor dan
kehilangan tekanan di anulus, yang pada gilirannya akan mempengaruhi tekanan
hidrostatik lumpur.
Dalam lumpur pemboran, persen volume padatan untuk suatu berat lumpur
tertentu tergantung dari specific gravity padatan. Padatan pada persen volume
tertentu, viskositas sangat berkebalikan dengan ukuran rata-rata partikel padatan
dalam lumpur yang berhubungan dengan bentuk partikel, viskositas lumpur akan
menjadi rendah jika partikelnya berbentuk bulat. Gaya tarik antara partikel-partikel
padatan ditunjukkan oleh clay. Clay juga menarik air (hydrate), atau dapat
ditreatment untuk menarik minyak. Gaya tarik terbesar dapat diperoleh dari berbagai
macam polimer yang merupakan pembangun viskositas.
Fasa fluida lumpur pemboran adalah air, minyak dan udara. Viskositas air bervariasi
terhadap temperatur, dan konsentrasi berbagai bahan yang terlarut di dalam air,
berbagai viskositas minyak yang digunakan dalam lumpur pemboran, dan viskositas
minyak bervariasi terhadap temperatur dan tekanan.
Perilaku dari kebanyakan lumpur sebenarnya shear rate berkisar dibawah 511
detik-1 ditunjukkan oleh kurva garis penuh. Maka, asumsi perilaku Bingham plastic
hanya valid jika lumpur dalam aliran laminar pada shear rate diatas 511 detik -1. Gaya
yang diperlukan untuk mulai mengalir disebut gel strength.
Besarnya plastic viscoisty dipengaruhi oleh kadar padatan, ukuran padatan dan
temperatur. Sukar mengatakan bahwa lumpur pada berat tertentu harus mempunyai
viskositas tertentu juga, karena faktor ukuran padatan juga berpengaruh. Gambar 1-6
menujukkan kurva viskositas vs konsentrasi padatan, dan bagaimana kadar padatan
berpengaruh terhadap viskositas lumpur.
Yield point adalah merupakan suatu pseudo number, seperti ditunjukkan pada
Gambar 1-5, yang diperoleh dengan ekstrapolasi garis lurus antara pembacaan dial
300 dan 600 rpm pada viscometer. Yield point ditentukan secara kuantitatif dengan
pengurangan pembacaan 300 rpm dan plastic viscosity.
Untuk tujuan lapangan, yield point digunakan sebagai indikator gaya tarik antar
padatan, atau jika tidak ada gaya tarik, sebagai indikator penyimpangan lumpur dari
perilaku Newtonian. Dalam praktek lapangan, yield point lebih sering digunakan
sebagai indikator kekentalan lumpur dibanding dengan plastic viscosity. Pada lumpur
tanpa pemberat yield point dijaga pada level yang cukup untuk pembersihan dasar
lubang. Pada lumpur yang diperberat yield point diperlukan untuk menahan barite.
Gambar 1-4. Diagram shear stress vs shear rate untuk fluida Newtonian
Gambar 1-5. Diagram shear stress vs shear rate untuk fluida non-Newtonian
Filtration loss adalah kehilangan sebagaian dari fasa cair (filtrat) lumpur
masuk kedalam formasi permeabel. Pengukurannya dilakukan dengan standar filter
press, dimana lumpur ditempatkan pada selider yang dasarnya dipasang kertas saring,
dan bagian atas tabung diberikan tekanan udara/gas. Selanjutnya volume filtrat
lumpur dan tebal mud cake dicatat. API filtration rate (statik) adalah volume (cc)
filtrat/30menit pada tekanan 100 psig. Ketebalan mud cake biasanya diukur dalam
satuan 1/32 inch.
Filtration loss yang terlalu besar berpengaruh jelek terhadap formasi maupun
lumpurnya sendiri, karena dapat menyebabkan terjadinya formation damage
(pengurangan permeabilitas efektif terhadap minyak/gas) dan lumpur akan kehilangan
banyak cairan. Mud cake sebaiknya tipis agar tidak memperkecil lubang bor
(pressure loss akannaik, pressure surges/swabbing akan membesar).
Spud mud digunakan untuk membor formasi bagian atas yang selanjutnya
dipasang conductor casing. Fungsi utamanya adalah mengangkat cutting dan
membuka lubang bor di permukaan (formasi atas). Volume yang diperlukan
biasanya sedikit dan dapat dibuat dari air dan bentonit (yield 100 bbl/ton) atau
clay air tawar yang lain (yield 35 - 50 bbl/ton). Tambahan bentonit atau clay
perlu dilakukan untuk menaikkan viskositas dan gel strength jika membor zona-
zona loss. Kadang-kadang diperlukan loss circulation material dan densitasnya
harus kecil.
Natural mud dibentuk dari pecahan-pecahan cutting dalam fasa air. Sifatnya
bervariasi, tergantung dari formasi yang dibor. Umumnya jenis lumpur ini
digunakan untuk pemboran yang cepat, seperti pemboran pada surface casing
(permukaan). Dengan bertambahnya kedalaman pemboran sifat-sifat lumpur
yang lebih baik diperlukan dan natural mud ini ditreatment dengan aditif
koloidal. Berat lumpur ini bervariasi antara 9.1 - 10.2 ppg, dan viskositasnya 35 -
45 detik MF.
Meliputi sebagian besar dari tipe-tipe lumpur air tawar. Bentonit adalah material
yang paling umum digunakan untuk membuat koloid anorganik untuk
mengurangi flitrat loss dan mengurangi tebal mud cake> Bentonit juga dapat
menaikkan viskositas dan gel yang dikontrol dengan thinner.
Warna merah lumpur tersebut diperoleh dari treatment dengan caustic soda dan
quebracho (warna merah tua). Istilah ini tetap digunakan meskipun pada saat ini
koloid-koloid yang digunakan mungkin menyebabkan warna abu-abu kehitaman.
Umumnya istilah ini digunakan untuk lignin tertentu dan humic thinner selain
untuk tannin diatas. Salah satu jenis lain dari lumpur ini adalah alkaline tannate
treatment dengan penambahan polyphosphate untuk lumpur dengan pH dibawah
10. Perbandingan alkaline, organic, dan polyphospahte diatur sesuai dengan
keperluan. Alkaline tannate treated mud pH-nya bervariasi antara 8 - 13.
Alkaline tannate dengan pH kurang dari 10 sangat sensitif terhadap flokulasi,
karena kontaminasi garam. Dengan naiknya pH, maka flokulasi lebih sukar
terjadi. Untuk pH lebih dari 11.5 pregelatized strach dapat digunakan tanpa
resiko bahaya fermentasi.
Lumpur ini ditreated dengan caustic soda atau organic thinner, hydrate
lime dan untuk mendapatkan filtrat loss yang rendah ditambahkan suatu
koloid organik. Treatment ini menghasilkan lumpur dengan pH 11.8 atau
lebih. Lumpur ini menghasilkan viskositas dan gel strength yang rendah,
memberikan suspensi yang baik bagi material-material pemberat, mudah
dikontrol pada densitas sampai 20 ppg, mempunyai toleransi yang baik
terhadap konsentrasi garam (penyebab flokulasi) yang relatif besar.
Keuntungan lumpur ini terutama adalah kemampuannya untuk membawa
konsentrasi padatan clay dalam jumlah besar pada viskositas rendah
dibanding dengan jenis-jenis lumpur lainnya. Meskipun lumpur ini
memadat pada temperatur tinggi, tetapi lumpur ini cocok digunakan pada
pemboran dalam dan untuk mendapatkan densitas yang tinggi. Uji
laboratorium dapat dilakukan untuk menentukan tendensi pemadatan, dan
dengan penambahan aditif tertentu, pemadatan dapat dihalangai untuk
sementara waktu, sehingga memberikan kesempatan pemboran terus
berlangsung. Lumpur lime treated mud yang bertendensi memadat tidak
boleh tertinggal dalam casing, tubing dan annulus pada saat well
completion berlangsung. Dari hasil penelitian lumpur lime treated ini
dihasilkan variasi-variasi lumpur yang sukar memadat, sehingga lumpur
ini dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu : “lime mud” dan “low lime
mud”, yang dibedakan oleh jumlah excess lime-nya. “Lime mud”
umumnya mengandung konsentrasi caustic soda dengan lime yang tinggi,
dengan excess lime bervariasi antara 5 - 8 lb/bbl, sedangkan “low lime
mud” mengandung caustic soda dan lime lebih sedikit, dengan excess lime
2 - 4 lb/bbl.
Selain hydrate lime dan gypsum telah digunakan, tetapi tidak meluas.
Maka juga digunakan aditif-aditif yang memberikan suplai kation
multivalent untuk base exchange clay (pertukaran ion-ion pada clay)
seperti Ba(OH)2.
Air laut sering digunakan untuk lumpur yang tidak jenuh salinitas
(kegaraman)nya. Salinitas lumpur ini ditandai oleh :
Lumpur yang terkena kontaminasi garam juga di-treatment seperti halnya pada
sea water mud ini.
Fasa cair lumpur ini dijenuhkan dengan NaCl. Garam-garam yang lain juga dapat
berada pada lumpur tersebut dalam jumlah yang berlainan. Saturated salt water
mud dapat digunakan untuk membor formasi garam, dimana rongga-rongga yang
terjadi karena pelarutan garam dapat menyebabkan hilangnya lumpur, dan hal ini
dapat dicegah dengan penjenuhan garam pada lumpur tersebut.