Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam perjalanan sitem politik di Indonesia banyak bukti menunjukan bahwa
UUD tidak dapat dijadikan pegangan dalam sistem pilitik maupun penegakan hukum.
Telah terjadi empat periode pemerintahan masa Kemerdekaan (1945-1959), era
Demokrasi Terpimpin (1959-1966), masa Orde Baru (1966-1998) dan era Reformasi
(1998-Sekarang). Pada saat kemerdekaan dulu berlaku tiga macam UUD(1945, RIS
dan 1950) namun dalam prosesnya sitem demokrasi dan hukum dapat ditegakan.
Dekrit presiden 5 Juli 1959, UUD 1945 kembali berlaku dan dinyatakan penggunaan
sistem Demokrasi Terpimpin, namun yang berlaku sistem otoritarian (Hatta,
Demokrasi Kita, 1960). Kemudian beralih pada masa Demokrasi Orde Baru 1966.
Rakyat dan pemerintah bekerjasama menjalankan pemerintahan yang demokratis dan
menegakan hukum dengan semboyan “kembali ke UUD 1945 dengan murni dan
konsekuen”. Kemudian belangsung Era Reformasi yang diawali perubahan mendadak
dari sistem politik otoriter ke sistem demokrasi. Pada saat pergantian kepemimpinan
di bawah presiden BJ Habibie, sistem demokrasi berubah 180 derajat. Kebebasan
membentuk partai politik, Lembaga-lembaga perwakilan bebas berbicara.
1.2 Rumusan Masalah
1 Bagaimana terjadinya Demokrasi Liberal di Indonesia itu berlangsung sampai
berakhirnya Demokrasi Liberal?
2. Apa yang melatar belakangi berlangsungnya Demokrasi Liberal?
3. Bagaimana pemilu pada tahun 1955?
1.3 Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini untuk memberikan pemahaman kepada para
pembaca mengenai proses pergantian sitem politik di Indonesia. Hingga para
pembaca mengerti dan memahami proses dan gejala yang ada dalam didalamnya.
1.4 Manfaat
Diharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa atau pembaca
tentang proses pergantian sistem politik di Indonesia.

1
BAB II

PEMBAHASAN

Setelah dibubarkannya RIS, sejak tahun 1950 RI Melaksanakan demokrasi


parlementer yang Liberal dengan mencontoh sistem parlementer barat, dan masa ini disebut
Masa demokrasi Liberal. Indonesia dibagi manjadi 10 Provinsi yang mempunyai otonomi dan
berdasarkan Undang - Undang Dasar Sementara tahun 1950. Pemerintahan RI dijalankan
oleh suatu dewan mentri ( kabinet ) yang dipimpin oleh seorang perdana menteri dan
bertanggung jawab kepada parlemen ( DPR ).

Sistem politik pada masa demokrasi liberal telah mendorong untuk lahirnya partai-
partai politik, karena dalam system kepartaian maenganut system multi partai. Konsekuensi
logis dari pelaksanaan system politik demokrasi liberal parlementer gaya barat dengan system
multi partai yang dianut, maka partai-partai inilah yang menjalankan pemerintahan melalui
perimbangan kekuasaan dalam parlemen dalam tahun 1950 – 1959, PNI dan Masyumi
merupakan partai yang terkuat dalam DPR, dan dalam waktu lima tahun ( 1950 -1955 ) PNI
dan Masyumi silih berganti memegang kekuasaan dalam empat kabinet. Adapun susunan
kabinet yang menjalankan roda pemerintahan pada masa demokrasi liberal, sebagai berikut :

2.1 KABINET-KABINET MASA DEMOKRASI LIBERAL


2.1.1 KABINET NATSIR (6 September 1950 - 21 Maret 1951)

Kabinet ini dilantik pada tanggal 7 September 1950 dengan Mohammad Natsir
(Masyumi) sebagai perdana menteri. Kabinet ini merupakan kabinet koalisi yang dipimpin
Masyumi, di mana PNI sebagai partai kedua terbesar dalam parlemen tidak turut serta, karena
tidak diberi kedudukan yang sesuai. Kabinet ini merupakan kabinet dimana tokoh-tokoh
terkenal duduk di dalamnya, seperti Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Mr. Asaat, Ir. Djuanda,
dan Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo, sehingga kabinet ini merupakan Zaken Kabinet.

Program - program dari Kabinet Natsir, di antaranya meliputi :

a. Mempersiapkan dan menyelenggarakan pemilihan umum untuk Konstituante.


b. Mencapai konsolidasi dan penyempurnaan susunan pemerintahan serta membentuk
peralatan negara yang kuat dan daulat.
c. Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman menyempurnakan organisasi Angkatan
perang dan pemulihan bekas – bekas anggota tentara dan gerilya dalam masyarakat.

2
d. Memperjuangkan penyelesaian soal Irian Barat secepatnya.
e. Mengembangkan dan memperkokoh kesatuan ekonomi rakyat sebagai dasar bagi
pelaksanaan ekonomi nasional yang sehat.
f. Membantu pembangunan perumahan rakyat serta memperluas usaha – usaha
meninggikan derajat kesehatan dan kecerdasan rakyat.

Keberhasilan yang pernah dicapai Kabinet Natsir:

a. Di bidang ekonomi, ada Sumitro Plan yang mengubah ekonomi kolonial ke ekonomi
nasional.
b. Indonesia masuk PBB.
c. Berlangsung perundingan antara Indonesia-Belanda untuk pertama kalinya mengenai
masalah Irian Barat.

Berakhirnya kekuasaan kabinet Natsir :

Penyebab jatuhnya Kabinet Natsir dikarenakan kegagalan Kabinet ini dalam


menyelesaikan masalah Irian Barat dan adanya mosi tidak percaya dari PNI menyangkut
pencabutan Peraturan Pemerintah mengenai DPRD dan DPRDS. PNI menganggap peraturan
pemerintah No. 39 th 1950 mengenai DPRD terlalu menguntungkan Masyumi. Mosi tersebut
disetujui parlemen sehingga Kabinet Natsir harus mengembalikan mandatnya kepada
Presiden.

2.1.2 KABINET SUKIMAN (27 April 1951 – 3 April 1952)


Setelah jatuhnya kabinet Natsir, Presiden Soekarno menunjukan Sidik Djojosukatro
(PNI) dan Soekiman Wijosandjojo (Masyumi) sebagai formatur dan berhasil membentuk
kabinet koalisi dari Masyumi dan PNI. Kabinet ini terkenal dengan nama Kabinet Sukiman
(Masyumi) - Suwirjo (PNI) yang dipimpin oleh Sukiman.

Adapun program-program Kabinet Sukiman sebagai berikut :

a. Bidang keamanan, menjalankan tindakan – tindakan yang tegas sebagai negara hukum
untuk menjamin keamanan dan ketentraman.
b. Sosial – ekonomi, mengusahakan kemakmuran rakyat secepatnya dan memperbaruhi
hukum agraria agar sesuai dengan kepentingan petani. Juga mempercepat usaha
penempatan bekas pejuang di lapangan usaha.
c. Mempercepat persiapan – persiapan pemilihan umum.

3
d. Di bidang politik luar negri: menjalankan politik luar negri secara bebas – aktif serta
memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah RI secepatnya.
e. Di bidang hukum, menyiapkan undang – undang tentang pengakuan serikat buruh,
perjanjian kerja sama,penetapan upah minimum,dan penyelesaian pertikaian buruh.

Hasil yang dicapai :

Tidak terlalu berarti sebab programnya melanjutkan program Kabinet Natsir. Hanya
saja terjadi perubahan skala prioritas dalam pelaksanaan programnya, seperti awalnya
program menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman, selanjutnya diprioritaskan untuk
menjamin keamanan dan ketentraman.

Berakhirnya kekuasaan kabinet :

Kejatuhan Kabinet Soekiman merupakan akibat dari ditandatanganinya persetujuan


bantuan ekonomi dan persenjataan dari Amerika Serikat kepada Indonesia atas dasar Mutual
Security Act ( MSA ). Peretujuan ini menimbulkan tafsiran bahwa Indonesia telah memasuki
Blok Barat, yang berarti bertentangan dengan prinsip dasar politik luar negri Indonesia yang
bebas aktif. Muncul pertentangan dari Masyumi dan PNI atas tindakan Sukiman sehingga
mereka menarik dukungannya pada kabinet tersebut. DPR akhirnya menggugat Sukiman dan
terpaksa Sukiman harus mengembalikan mandatnya kepada presiden.

2.1.3 KABINET WILOPO (3 April 1952 – 3 Juni 1953)

Pada tanggal 1 Maret 1952, Presiden Soekarno menunjukan Sidik Djojosukarto (PNI)
dan Prawoto Mangkusasmito (Masyumi) menjadi formatur, namun gagal. Kemudian
menunjuk Wilopo dari PNI sebagai formatur. Setelah bekerja selama dua minggu berhasil
dibentuk kabinet baru di bawah pimpinan Perdana Mentari Wilopo, sehingga terbentuklah
Kabinet Wilopo. Kabinet ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para
pakar yang ahli dalam biangnya.

Program Kabinet Wilopo, antara lain :

a. Program dalam negeri : Menyelenggarakan pemilihan umum (konstituante, DPR,


dan DPRD), meningkatkan kemakmuran rakyat, meningkatkan kemakmuran,
pendidikan rakyat, dan pemulihan keamanan.

4
b. Program luar negeri : Penyelesaian masalah hubungan Indonesia-Belanda,
Pengembalian Irian Barat ke pangkuan Indonesia, serta menjalankan politik luar
negeri yang bebas-aktif menuju perdamaian dunia.

Berakhirnya kekuasaan kabinet :

Akibat peristiwa Tanjung Morawa muncullah mosi tidak percaya dari Serikat Tani
Indonesia terhadap kabinet Wilopo. Sehingga Wilopo harus mengembalikan mandatnya pada
presiden pada tanggal 2 Juni 1953.

2.1.4 KABINET ALI SASTROAMIJOYO I (31 Juli 1953 – 12 Agustus 1955)

Setelah mundurnya Kabinet Wilopo, terbentuk kabinet baru, yaitu Kabinet Ali
Sastroamidjojo. Kabinet ini merupakan koalisi antara PNI dan NU. Sedangkan, Masyumi
menjadi partai oposisi.

Program – program Kabinet Ali Sastroamidjojo I, yaitu :


a. Meningkatkan keamanan dan kemakmuran serta segera menyelenggarakan Pemilu.
b. Pembebasan Irian Barat secepatnya.
c. Pelaksanaan politik bebas-aktif dan peninjauan kembali persetujuan KMB.
d. Penyelesaian Pertikaian politik

Hasil :

a. Persiapan Pemilihan Umum untuk memilih anggota parlemen yang akan


diselenggarakan pada 29 September 1955.
b. Menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika tahun 1955.

Berakhirnya kekuasaan kabinet :

NU menarik dukungan dan menterinya dari kabinet sehingga keretakan dalam


kabinetnya inilah yang memaksa Ali harus mengembalikan mandatnya pada presiden.

2.1.5 KABINET BURHANUDDIN HARAHAP (12 Agustus 1955 – 3 Maret 1956)

Setelah jatuhnya Kabinet Ali, sebagai gantinya Wakil Presiden Dr. Muh. Hatta
menunjuk Mr. Burhanuddin Harahap (Masyumi) sebagai formatir kabinet. Kejadian ini baru
pertama kali di Indonesia, formatir kabinet ditunjuk oleh Wakil Presiden sebagai akibat dari
kepergian Soekarno naik Haji ke Mekkah. Kabinet ini terbentuk pada tanggal 11 Agustus

5
1955, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 141 Tahun 1955 tertanggal 11 Agustus 1955
dan mulai bekerja setelah dilantik tanggal 12 Agustus 1955 dengan dipimpin oleh
Burhanuddin Harahap.

Kabinet Burhanuddin Harahap adalah merupakan kabinet koalisi yang terdiri atas
beberapa partai, bahkan hamper merupakan Kabinet Nasional, sebab jumlah partai yang
tergabung dalam koalisi kabinet ini berjumlah 13 partai. Tetapi karena masih ada beberapa
partai yang sebagai oposisi tidak duduk dalam kabinet seperti PNI dan beberapa partai
lainnya, maka kabinet ini termasuk kabinet koalisi.

Program – program Kabinet Burhanuddin Harahap, yaitu :

a. Mengembalikan kewibawaan pemerintah, yaitu mengembalikan kepercayaan


Angkatan Darat dan masyarakat kepada pemerintah.
b. Melaksanakan pemilihan umum menurut rencana yang sudah ditetapkan dan
mempercepat terbentuknya parlemen baru.
c. Masalah desentralisasi, inflasi, pemberantasan korupsi.
d. Perjuangan pengembalian Irian Barat.
e. Politik Kerjasama Asia-Afrika berdasarkan politik luar negeri bebas aktif.

Hasil :

a. Penyelenggaraan pemilu pertama yang demokratis pada 29 September 1955


(memilih anggota DPR) dan 15 Desember 1955 (memilih konstituante). Terdapat 70
partai politik yang mendaftar tetapi hanya 27 partai yang lolos seleksi. Menghasilkan
4 partai politik besar yang memperoleh suara terbanyak, yaitu PNI, NU, Masyumi,
dan PKI.
b. Perjuangan Diplomasi Menyelesaikan masalah Irian Barat dengan pembubaran Uni
Indonesia-Belanda. Pemberantasan korupsi dengan menangkap para pejabat tinggi
yang dilakukan oleh polisi militer. Terbinanya hubungan antara Angkatan Darat
dengan Kabinet Burhanuddin.
c. Menyelesaikan masalah peristiwa 27 Juni 1955 dengan mengangkat Kolonel AH
Nasution sebagai Staf Angkatan Darat pada 28 Oktober 1955.

6
Berakhirnya kekuasaan kabinet :

Setelah hasil pemungutan suara diumumkan dan pembagian kursi di DPR


diumumkan, maka tanggal 2 Maret 1956, Kabinet Burhanuddin Harahap mengundurkan diri,
menyerahkan mandatnya kepada Presiden, untuk dibentuk kabinet baru berdasarkan hasil
pemilihan umum. Sebenarnya kabinet ini seandainya terus bekerja tidak apa-apa selagi tidak
ada mosi tidak percaya dari parlemen. Tetapi secara Etika politik demokrasi parlementer,
kabinet ini dengan sukarela menyerahkan mandatnya, setelah berhasil melaksanakan Pemilu
baik untuk anggota DPR maupun konstituante.

2.1.6 KABINET ALI SASTROAMIJOYO II (20 Maret 1956 – 4 Maret 1957)

Ali Sastroamidjoyo diserahi mandat untuk membentuk kabinet baru pada tanggal 20
Maret 1956. Kabinet yang terbentuk merupakan hasil koalisi 3 partai yaitu PNI, Masyumi,
dan NU dengan dipimpin oleh Ali Sastroamidjoyo.

Program kabinet ini disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun yang memuat
program jangka panjang, sebagai berikut :

a. Perjuangan pengembalian Irian Barat.


b. Pembentukan daerah-daerah otonomi dan mempercepat terbentuknya anggota-anggota
DPRD.
c. Mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai.
d. Menyehatkan perimbangan keuangan negara.
e. Mewujudkan perubahan ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional berdasarkan
kepentingan rakyat.

Selain itu program pokoknya adalah :

a. Pembatalan KMB.
b. Pemulihan keamanan dan ketertiban, pembangunan lima tahun, menjalankan politik
luar negeri bebas aktif.
c. Melaksanakan keputusan KAA.

7
Hasil:

Mendapat dukungan penuh dari presiden dan dianggap sebagai titik tolak dari periode
planning and investment, hasilnya adalah Pembatalan seluruh perjanjian KMB pada tanggal 3
Mei 1956.

Berakhirnya kekuasaan kabinet :

Mundurnya sejumlah menteri dari Masyumi (Januari 1957), membuat kabinet hasil
Pemilu I ini jatuh dan menyerahkan mandatnya pada Presiden pada tanggal 14 Maret 1957.

2.1.7 KABINET DJUANDA ( 9 April 1957- 5 Juli 1959)

Kabinet Djuanda/Kabinet Karya resmi dilantik tanggal 9 April 1957. Kabinet ini
merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang tidak berdasarkan atas dukungan dari parlemen
karena negara dalam keadaan darurat, namun tetap terdiri dari para pakar yang ahli dalam
bidangnya. Kabinet ini dibentuk karena Kegagalan konstituante dalam menyusun Undang-
undang Dasar pengganti UUDS 1950. Serta terjadinya perebutan kekuasaan antara partai
politik denga dipimpin oleh Ir. Djuanda.

Programnya disebut Panca Karya sehingga sering juga disebut sebagai Kabinet Karya,
programnya yaitu :

a. Membentuk Dewan Nasional.


b. Normalisasi keadaan Republik Indonesia.
c. Melancarkan pelaksanaan Pembatalan KMB.
d. Perjuangan pengembalian Irian Jaya.
e. Mempergiat/mempercepat proses Pembangunan Semua itu dilakukan untuk
menghadapi pergolakan yang terjadi di daerah, perjuangan pengembalian Irian Barat,
menghadapi masalah ekonomi serta keuangan yang sangat buruk.

Hasil yang dicapai :

a. Mengatur kembali batas perairan nasional Indonesia melalui Deklarasi Djuanda,


yang mengatur mengenai laut pedalaman dan laut teritorial. Melalui deklarasi ini
menunjukkan telah terciptanya Kesatuan Wilayah Indonesia dimana lautan dan
daratan merupakan satu kesatuan yang utuh dan bulat.

8
b. Terbentuknya Dewan Nasional sebagai badan yang bertujuan menampung dan
menyalurkan pertumbuhan kekuatan yang ada dalam masyarakat dengan presiden
sebagai ketuanya. Sebagai titik tolak untuk menegakkan sistem demokrasi terpimpin.
c. Mengadakan Musyawarah Nasional (Munas) untuk meredakan pergolakan di
berbagai daerah. Musyawarah ini membahas masalah pembangunan nasional dan
daerah, pembangunan angkatan perang, dan pembagian wilayah RI.
d. Diadakan Musyawarah Nasional Pembangunan untuk mengatasi masalah krisis
dalam negeri tetapi tidak berhasil dengan baik.

Berakhirnya kekuasaan kabinet :

Berakhir saat presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan
mulailah babak baru sejarah RI yaitu Demokrasi Terpimpin.

2.2 PEMILIHAN UMUM 1955

2.2.1 Latar Belakang Pemilihan Umum 1955

Pemilu merupakan salah satu sarana untuk melaksanakan demokrasi guna


mengikutsertakan rakyat dalam kehidupan bernegara, belum dapat dilaksanakan di tahun-
tahun pertama kemerdekaan sekalipun ide tentang itu sudah muncul.

Selama masa Presiden Soekarno (1945-1965), yang melewati beberapa era seperti
Revolusi fisik, Demokrasi Parlementer, dan Demokrasi Terpimpin, hanya sekali terjadi
Pemilu, yaitu Pemilu 1955. Pemilu ini terjadi pada masa pemerintahan Perdana Menteri
Buhanuddin Harahap dari Masyumi (29 Juli 1955-2Maret 1956). Akan tetapai peraturan yang
dijadikan landasan dalam pemilihan umum 1955 adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1953 yang telah disusun pada masa pemerintahan Perdana Menteri Wilopo dari PNI (30
Maret 1952-2 Juli 1953).
Adapun latar belakangnya diselengarakannya Pemilu 1955:

 Revolusi fisik/perang kemerdekaan, menuntut semua potensi bangsa untuk


memfokuskan diri pada usaha mempertahankan kemerdekaan.
 Adanya dorongan oleh kesadaran untuk menciptakan demokrasi yang sejati,
masyarakat menuntut diadakan Pemilu. Pesiapan Pemilu dirintis oleh kabinet Ali
Sastroamijoyo I. Pada tanggal 31 Juli 1954, Panitia Pemilihan Umum Pusat dibentuk.
Panitia ini diketuai oleh Hadikusumo dari PNI. Pada tanggal 16 April 1955,

9
Hadikusumo mengumumkan bahwa pemilihan umum untuk parlemen akan diadakan
pada tanggal 29 September 1955. Pengumuman dari Hadikusumo sebagai ketua
panitia pemilihan umum pusat mendorong partai untuk meningkatkan kampanyenya.
Mereka berkampanye sampai pelosok desa. Setiap desa dan kota dipenuhi oleh tanda
gambar peserta pemilu yang bersaing. Masing-masing partai beruasaha untuk
mendapatkan suara yang terbanyak.

2.2.2 Tujuan Pemilihan Umum 1955


Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1953, Pemilu 1955 dilakukan untuk
memilih anggota-anggota parlemen (DPR) dan Konstituante (Lembaga yang diberi tugas dan
wewenang untuk melakukan perubahan terhadap konstitusi negara). Adapun sistem Pemilu
yang digunakan dalam Pemilu 1955 adalah sistem perwakilan proporsional. Dengan sistem
ini, wilayah negara RI dibagi dalam 16 daerah pemilihan (dimana Irian Barat dimasukkan
sebagai daerah pemilihan ke-16, padahal Irian Barat masih dikuasai oleh Belanda, sehingga
Pemilu tidak dapat dilangsungkan didaerah tersebut).
Adapun Jumlah kursi DPR yang diperebutkan berjumlah 260, sedangkan kursi
Konstituante berjumlah 520 (dua kali lipat kursi DPR) ditambah 14 wakil golongan minoritas
yang diangkat pemerintah.
Selain pemilihan DPR dan Konstituante, juga diadakan pemilihan DPRD. Pemilu DPRD
yang dilaksanakan secara terpisah antara Indonesia Bagian Barat dan Indonesia Bagian
Timur. Dengan dipisahnya waktu penyelenggaraan pemilu DPR, Konstituante, dan DPRD,
pemilu menjadi fokus. Konstituen pemilih bisa dengan cermat menyimak materi kampanye
dan lebih bisa menilai kualitas calon yang diusung oleh partai peserta pemilu. Artinya
konstituen pemilih memiliki pertimbangan yang lebih rasional sebelum memilih, tidak
sekedar memilih hanya karena kedekatan emosional. Pemilu diselenggarakan secara
sederhana karenanya tidak menyerap biaya negara terlalu besar.

2.2.3 Pelaksanaan Pemilihan Umum 1955


Pendaftaran pemilih dalam Pemilu 1955 mulai dilaksanakan sejak bulan Mei 1954 dan
baru selesai pada November. Tercatat ada 43.104.464 warga yang memenuhi syarat masuk
bilik suara. Dari jumlah itu, sebanyak 87,65% atau 37.875.299 yang menggunakan hak
pilihnya pada saat itu. Pada Pemilu pertama tahun 1955, Indonesia menggunakan sistem
proporsional yang tidak murni.. Pada pelaksanaan Pemilu pertama, Indonesia dibagi menjadi
16 daerah pemilihan yang meliputi 208 daerah kabupaten, 2.139 kecamatan, dan 43.429 desa.

10
Dengan perbandingan setiap 300.000 penduduk diwakili seorang wakil. Pemilu pertama ini
diikuti oleh banyak partai politik karena pada saat itu NKRI menganut kabinet multi partai
sehingga DPR hasil Pemilu terbagi ke dalam beberapa fraksi.
Sesuai tujuannya, Pemilu 1955 ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu:
a) Tahap pertama adalah Pemilu untuk memilih anggota DPR. Tahap ini diselenggarakan
pada tanggal 29 September 1955, dan diikuti oleh 29 partai politik dan individu.
b) Tahap kedua adalah Pemilu untuk memilih anggota Konstituante. Tahap ini
diselenggarakan pada tanggal 15 Desember 1955.
Meskipun Kabinet Ali Jatuh, pemilu terlaksana sesuai dengan rencana semasa kabinet
Burhanudin Harahap. Pemilu yang pertama dilaksanakan pada tahun 1955. Sekitar 39 Juta
rakyat Indonesia datang ke bilik suara untuk memberikan suaranya. Pemilu saat itu berjalan
dengan tertib, disiplin serta tanpa politik uang dan tekanan dari pihak manapun. Oleh karena
itu, banyak pakar politik yang menilai bahwa pemilu tahun 1955 sebagai pemilu paling
demokratis yang terlaksana di Indonesia sampai sekarang.
2.2.4 Hasil Pemilihan Umum 1955
Hasil Pemilu Tahap I (29 september 1955)
Pada tanggal 29 September 1955 lebih dari 39 juta rakyat Indonesia memberikan
suararanya dikotak-kotak suara. Hasil pemilihan Umum I yang diikuti 172 kontestan Pemilu
1955, hanya 28 kontestan (tiga diantaranya perseorangan) yang berhasil memperoleh kursi.
Empat partai besar secara berturut-turut memenangkan kursi: Partai Nasional Indonesia (57
kursi/22,3%), Masyumi (57 kursi/20,9%), Nahdlatul Ulama (45 kursi/18,4%), dan Partai
Komunis Indonesia (39 kursi/15,4%).
Hasil Pemilu Tahap II
Jumlah kursi anggota Konstituante dipilih sebanyak 520, tetapi di Irian Barat yang
memiliki jatah 6 kursi tidak ada pemilihan. Maka kursi yang dipilih hanya 514. Hasil
pemilihan anggota Dewan Konstituante menunjukkan bahwa PNI, NU dan PKI meningkat
dukungannya, sementara Masyumi, meski tetap menjadi pemenang kedua, perolehan
suaranya merosot 114.267 dibanding-kan suara yang diperoleh dalam pemilihan anggota
DPR.

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dalam perkembangan Demokrasi Indonesia, Indonesia sudah mengalami
beberapa kali pergantian sistem politik dan pemimpin. Namun dengan sejalannya
demokrasi itu Indonesia sampai saat ini masih saja belum menemukan sistem
Demokrasi yang tepat. Banyak permasalahan yang datang dalam pencarian sistem
Indonesia maupun jiwa para pemimpinnya.
3.2 Saran
Entah mengapa sampai saat ini Indonesia masih tertinnggal oleh negara lain,
tapi patut kita ketahui bahwa perubahan itu tidak ada dengan sendirinya. Kita sebagai
rakyat Indonesia lah yang harus memulai perubahan itu. Dimulai dari penetapan
sistem politik yang benar-benar tepat dan juga para anak bangsa yang harus
memperbaharuinya dengan perubahan yang membawaIndonesia maju.

12
DAFTAR PUSTAKA

http://www.rifalnurkholiq.com/2015/10/makalah-demokrasi-liberal-demokrasi.html

https://history1978.wordpress.com/2013/03/26/indonesia-masa-demokrasi-liberal-1950-
1959/

http://fikaisman.blogspot.co.id/2011/01/indonesia-pada-masa-demokrasi-
liberal.html#!/tcmbck

13

Anda mungkin juga menyukai