Sekitar 55% tukak lambung terjadi pada laki-laki. Secara khas, tukak lambung dalam dan
meluas sampai di sebelah atas mukosa lambung.
Hampir semua tukak lambung jinak terletak di antrum, pada suatu zona tepat di sebelah distal
dari sambungan mukosa antrum dengan mukosa korpus ventrikuli yang mensekresi asam. Lokasi
sambungan ini bermacam-macam, terutama pada kurvatura minor lambung.
Tukak lambung jarang terjadi pada kurvatura mayor lambung. Tukak lambung hampir selalu
disertai gastritis dan berbagai atrofi mukosa yang mengenai antrum.
Etiologi dan patogenesis
Seperti pada tukak duodenum, gejala yang paling sering dijumpai pada tukak lambung adalah
nyeri di daerah epigastrium.
Rasa nyeri ini dapat menyerupai tukak duodenum, namun beberapa penderita tukak lambung
mengalami rasa nyeri yang tidak menghilang dengan pemberian makanan dan bahkan dapat
dicetuskan atau diperberat dengan pemberian makanan.
Tukak yang letaknya di kurvatura minor lambung bagian atas dapat menimbulkan rasa nyeri
dada depan. Kadang-kadang rasa nyeri ulkus peptikum hanya dirasakan di punggung setinggi ruas
tulang punggung VIII – X, terutama pada tukak yang mengalami penetrasi ke pankreas.
Nausea dan muntah yang timbul pada tukak duodenum hampir selalu menunjukkan adanya
obstruksi saluran keluar dari lambung (gastric outlet), sedangkan pada tukak lambung gejala ini dapat
terjadi tanpa adanya obstruksi mekanik.
Diagnosis
Riwayat penyakit dapat bermanfaat untuk memperkirakan adanya tukak lambung, namun
tidak begitu khas seperti tukak duodenum.
Dua cara utama untuk menegakkan ulkus lambung adalah pemeriksaan barium meal dan
endoskopi. Secara radiologis pada tukak lambung ditemukan suatu kawah dari ulkus yang disebut
niche. Bila ditemukan gambaran tersebutperlu dibedakan antara jinak dan ganas. Bentuk tukak yang
jinak umumnya bulat atau oval dengan dinding yang teratur; sedangkan bentuk yang ganas
mempunyai tepi yang ireguler, dasar yang kasar ireguler, mukosa di sekitar tukak tidak licin dengan
lipatan mukosa yang seperti terpotong di jalan dan berbentuk seperti tabuh genderang.
Untuk memastikan diagnosis serta untuk membedakan antara bentuk jinak dengan ganas,
perlu dilakukan biopsi secara endoskopi. Pada tukak yang jinak, secara mikroskopis di bawah tukak
akan tampak lapisan eksudat inflamasi akut, sebelah dalamnya terdapat lapisan nekrosis fibrinoid,
jaringan granulasi dan jaringan parut. Tepi tukak tampak edema yang berisi sel eritrosit dari sel
inflamasi. Muskularis mukosa di sekitar kawah ulkus biasanya menebal.
Pengobatan
Antasida efektif untuk pengobatan tukak lambung; karena hipersekresi asam lambung tidak
khas pada tukak lambung, maka diperlukan dosis antasida yang lebih kecil dibanding pada tukak
duodenum.
Antagonis reseptor H2 dan sukralfat kira-kira sama efektifnya dengan antasida untuk
pengobatan tukak lambung. Dosis yang dianjurkan sama pada penderita tukak duodenum.
Beberapa ahli menganjurkan penggunaan obat antikolinergik untuk pengobatan tukak
lambung, tetapi obat tersebut mempunyai banyak efek samping, cenderung menurunkan kecepatan
pengosongan lambung yang telah terganggu; dan kenyataannya penderita ulkus lambung yang
mendapatkan pengobatan ini, proses kesembuhannya lebih lama. Oleh karena itu obat tersebut
tampaknya tidak dianjurkan untuk pengobatan tukak lambung.
Karena salisilat berkaitan dengan timbulnya tukak lambung, maka penderita dilarang untuk
minum salisilat. Alkohol juga sebaiknya dicegah, karena memberikan efek trauma terhadap mukosa
lambung. Diet susu dan krim tidak memperlihatkan manfaat yang bermakna dalam pengobatan tukak
lambung.
Natrium karbenoksolon banyak digunakan untuk pengobatan tukak lambung di berbagai
negara. Obat ini dapat menurunkan gejala-gejala dan mempercepat penyembuhan tukak lambung.
Karbenoksolon tidak menurunkan sekresi asam lambung namun meningkatkan sekresi dan viskositas
mukus lambung serta meningkatkan daya hidup sel epitel mukosa lambung: Sayangnya obat ini
mempunyai efek seperti aldosteron, sehingga dapatmenyebabkan retensi natrium dan air dan
pengeluaran kalium.
http://sikkahoder.blogspot.co.id/2012/09/ulkus-duodenum-dan-tukak-lambung-ulkus.html
Dua bentuk dari kanker gaster dapat dibedakan dari faktor resiko
dan histologinya. Kanker gaster tipe difuse dihubungkan dengan
faktor herediter dan lokasi kanker proksimal dan tidak muncul dari
lesi prekanker (intestinal metaplasia atau dysplasia). Kanker gaster
tipe intestinal berlokasi lebih ke distal, muncul pada usia muda,
lebih sering bersifat endemik, berhubungan dengan perubahan
inflamasi dan infeksi Helicobacter pylori.6
Gambar 2. Infeksi H.pylori biasanya didapat saat usia muda. Infeksi akut akan menyebabkan hipochlorhydri
sementara dan jarang terdiagnosa. Gastritis kronik akan terbentuk pada seseorang dengan koloni persisten, te
80-90% asimptomatik. Perjalanan klinis lebih jauh bergantung pada faktor host dan bakteri. Pasien dengan o
asam lambung yang tinggi akan mempunyai gastritis predominan antral, yang merupakan predisposisi ulkus
duodenum. Pasien dengan output asam lambung yang rendah akan memiliki gastritis dari body gaster, yang
merupakan predisposisi dari ulkus gaster dan memulai inisiasi kanker gaster. Infeksi H.Pylori juga menyebab
pembentukan mucosa associated lymphoid tissue (MALT) pada mukosa gaster. Lymphoma malignant yang
dari jaringan MALT merupakan komplikasi lainnya dari H.pylori yang jarang terjadi.
Pada penelitian insiden dari infeksi H.pylori berkisar 61% dan 76%,
mengindikasikan bahwa kebanyakan infeksi tidak membentuk
kanker gaster dan faktor lainnya penting sebagai
pathogenesis.3 Resiko pasien dengan infeksi
kronik H.pylori meningkat sebesar tiga kali,7 tetapi sejak H. pylori
terdapat pada 80% pasien di Negara berkembang, adanya bakteri
ini mempunyai nilai yang kurang bermakna ketika terdeteksi dan
mayoritas pasien yang memiliki infeksi H. pylori memiliki gastritis
kronik. 5Seperti yang telah diketahui bahwa H.pylori merupakan
mikroorganisme penting dalam pembentukan ulkus peptikum. Yang
menarik adalah pada pasien dengan riwayat ulkus peptikum lebih
sering terjadi kanker gaster bila dibandingkan pada pasien tanpa
infeksi H.pylori, dan pasien dengan riwayat ulkus duodenum
mempunyai resiko yang rendah untuk terjadinya kanker gaster. Hal
ini mungkin dikarenakan pada beberapa pasien membentuk antral-
predominant disease (predisposisi untuk ulkus duodenum dan
bersifat proteksi terhadap kanker gaster), sementara pada pasien
yang dengan gastritis corpus-predominant,
mengakibatkan hypochlorhydria dan merupakan predisposisi dari
ulkus peptikum dan kanker gaster. Yang menarik juga bahwa
pasien dengan infeksi H.pylori mempunyai resiko yang rendah
untuk terbentuknya adenocarcinoma dari esophagus distal dan
regio cardia. Mungkin karena corporeal gastritis menurunkan
sekresi asam lambung, sehingga mengurangi sekresi asam
lambung, dan mengurangi kemungkinan reflux dan resiko Barrett’s
esophagus, yang merupakan lesi precursor dari kanker gaster.
Meskipunn infeksi H.pylori telah secara jelas merupakan faktor
resiko untuk terjadinya kanker gaster, namun harus diketahui
bahwa pembentukan kanker gaster merupakan multifaktor. Tidak
semua pasien dengan kanker gaster mempunyai infeksi H. pylori,
dan pada beberapa daerah terdapat prevalensi tinggi dengan
infeksi kronik H. pylori dan rendahnya prevalensi dari kanker
gaster (the "African enigma").7 Virus Epstein-Barr telah diidentifikasi
pada kanker gaster dengan fitur lymphoepithelioid, dan
berhubungan dengan kanker pada usia muda dan berlokasi pada
kardia.3,6
Gambar 3. Photomicrograph dari Epatein-Barr Virus (EBV) pada kanker gaster. Epstein-Barr Virus (EBV)-e
RNA I (EBER I) pada in situ hybridization memperlihatkan transcripts EBER I (berwarna gelap) pada nukle
tumor.
Gambar 4. Complete intestinal metaplasia of stomach. Noted the intestinal-type crypts lined with goblet cell
intestinal absorptive cells
2.3.1 Histopatologi
Sekitar 95% dari semua neoplasma malignant gaster merupakan
adenocarcinoma, dan secara umum, terminologi kanker gaster
ditujukan untuk adenocarcinoma dari gaster. Tumor malignant
lainnya sangat jarang terjadi, termasuk squamous cell carcinoma,
adenoacanthoma, carcinoid tumors, dan leiomyosarcoma.
Meskipun tidak terdapat jaringan lymphoid pada mukosa gaster,
namun gaster merupakan lokasi tersering lymphoma dari traktus
gastrointestinal. Peningkatan kewaspadaan hubungan
antara mucosa-associated lymphoid tissue lymphomas dan H.pylori
dapat dijelaskan, terlebih lagi adanya peningkatan dari insiden.
Diferensiasi dari adenocarcinoma dan lymphoma seringkali sulit
dilakukan, namun hal ini penting dikarenakan stadium, penanganan
dan prognosisnya sangat berbeda.4
Gambar 9. Insiden kanker gaster berdasarkan lokasi di jepang pada tahun 1975-1989.
Gambar 10. Insiden kanker gaster berdasarkan lokasi di Iran pada tahun 1969-2003.
Gambar 11. Lokasi tersering kanker gaster.
2.3.3 Gejala
Gambar 13. A, adenocarcinoma protrusi le kumen gaster dan menginvasi dinding gaster pada adenocarcinom
intestinal; B, adenocarcinoma tipe diffuse dengan poorly differentiated areas yang mengandung sel berisikan
dan sitoplasma yang jernih.
2.3.4 Metastase
Gambar 14. Pasien dengan advanced gastric adenocarcinoma. Pada CT-scan potongan transversal, terlihat a
ascites dan metastase hepar.
Ekstensi lokal tidak hanya muncul dengan cara radial intramural
tetapi juga invasi melalui dinding gaster untuk melibatkan struktur di
sekitarnya. Ekstensi dapat muncul melalui serosa gaster dan
melibatkan omentum, spleen, adrenal gland, diafragma, liver,
pancreas, atau kolon. Data dari beberapa penelitian
memperlihatkan bahwa 60-90% pasien mempunyai tumor primer
yang penetrasi ke serosa atau menginvasi struktur disekitarnya dan
setidaknya 50% memiliki metasase limfatik. Insiden tertinggi dari
metastase pada kelenjar limfatik pada tumor yang secara diffuse
melibatkan seluruh gaster. 3
Gambar 15. UGI double-contrast menunjukkan adenocarcinoma berbentuk polypoid pada cardia dan fundus
Tabel 6. Deskripsi tipe patologis kanker gaster dini.
Gambar 17. UGI-double contrast menunjukkan hilangnya distensibilitas dan kontour yang abnormal dari gas
dikarenakan adenocarcinoma infiltratif (linitis plastica).
Gambar 18. A, CT dilakukan dengan distensi gaster oleh air yang memperlihatkan gaster regio cardia; B, ter
kanker gaster T4 dari body proksimal dengan ekstensi ke kelenjar perigastric dan keterlibatan arteri splenic.
Gambar 20. Axonal positron emission tomography (PET) dari kanker gaster. Panah pendek memperlihatkan
gaster, panah panjang memperlihatkan metastase kelenjar limfe.
Keakuratan dari PET dan CT untuk mendeteksi kelenjar limfe lokal
dan distant tidak berbeda jauh. Meskipun CT lebih sensitif daripada
PET untuk mendeteksi metastase kelenjar limfe pada N1 dan N2,
PET lebih bersifat spesifik. PET lebih sensitif dalam mendeteksi
metastase pada organ seperti hepar dan paru-paru, tetapi tidak
untuk metastase tulang, peritoneal dan pleural. De Potter et al
mengevaluasi 33 pasien untuk rekurensi setelah terapi
pembedahan kuratif, PET mempunyai sensitivitas sebesar 70% dan
spesifitas sebesar 69%. PET scan yang bernilai negatif
berhubungan dengan survival yang lebih panjang secara signifikan
bila dibandingkan dengan PET scan positif. PET juga memiliki nilai
dalam memprediksi respon dari kemoterapi preoperatif pada kanker
gaster. Ott et al melakukan penelitian prospektif pada 44 pasien
dengan kanker gaster stadium lanjut, didapatkan respon dari PET
setelah 14 hari terapi memprediksikan respon histopatologi 3 bulan
setelah terapi dan berhubungan dengan tingkat survival. 4
2.4.5 Laparoscopy
2.4.6 Endoscopy
Gambar 22. Kasus kanker gaster dini tipe IIa+IIc yang terbatas pada mukosa. A, gambaran endoscopy
memperlihatkan adanya massa kemerahan pada greater curvature. B, gambaran yang diperbesar. C, pengeca
dengan Dye memperlihatkan gambaran lesi yang lebih jelas. D, gambaran EUS memperlihatkan lesi protrud
Era dari EUS, atau endosonography, dimulai pada awal tahun 1980
ketika the Mayo Clinic menambahkan ultrasound transducer pada
ujung dari endoskopi. Transabdominal ultrasound mengeluarkan
sinyal berfrekuensi rendah, yang dapat mencapat jarak yang jauh
namun mempunyai resolusi yang rendah. Dikarenakan target organ
pada EUS seringkali dekat dengan transducer, sinyal dengan
frekuensi tinggi dapat digunaka untuk menghasilkan resolusi yang
tinggi. Tumor cenderung lebih dense dibandingkan jaringan lainnya
dan dapat terdeteksi sebagai struktur gelap yang mengganggu
hubungan jaringan antar lapisan. Stadium T EUS berdasarkan atas
jumlah lapisan dinding visceral yang terdisrupsi. Stadium N
berdasarkan adanya kelenjar limfe perivisceral yang memenuhi
beberapa kriteria yaitu diameter >10 mm, berbentuk bulat, struktur
uniform hipoekoik, dan berbatas tegas. Dikarenakan terbatasnya
kedalaman penetrasi, EUS kurang berguna untuk menentukan
stadium M. Akurasi EUS dalam menentukan stadium T pada kanker
gaster berkisar 82%, dengan sensitivitas 70-100% dan spesifitas
87-100%. Sayangnya, meskipun pada seseorang yang
berpengalaman, membedakan kanker gaster T2 dan T3 bisa
sangat sulit. Desmoplastic reaction yang berhubungan dengan
tumor yang tidak mencapai lapisan serosa dapat menyerupai invasi
T3 pada EUS dikarenakan edema yang ada mendistorsi hubungan
antara gaster dan jaringan disekitarnya. Akurasi stadium N sekitar
70%, dengan sensitivitas 69.9% sampai 100% dan spesifitas 87.5%
sampai 100%. Penambahan FNA pada jaringan kelenjar limfe yang
mencurigakan menambahkan spesifitas mencapai 100%. EUS-
guided FNA (Tru-Cut®) biopsi dari submukosa dapat
memungkinkan diagnosa jaringan ketika terdapat linitis plastica,
dimana tumor menyebar sepanjang lapisan submukosa sementara
lapisan mukosa tetap intak.
Gambar 23. A, Gambaran endocopy dari linitis plastica dari regio body gaster, meskipun terlihat penipisan d
gastric folds, mukosa tetap normal. B, Gambaran EUS dari linitis plastica. Thin single headed arrow
memperlihatkan muskularis propia hipertropik dengan infiltrasi tumor melebihi dinding gaster mencapat per
fat.
2.5 Stadium
2.6 Penatalaksanaan
2.6.1 Operatif
Gambar 26. Endoscopic mucosal resection dari kanker gaster tipe IIc pada regio antrum, pemeriksaan EUS
memperlihatkan lesi terbatas pada mukosa. A, gambaran endoscopic. B, dengan pengecatan Indigo carmine.
reseksi dengan menggunakan. D, Mucosectomy ulcer.
Faktor resiko yang menentukan metastasis kelenjar limfe terutama
berdasarkan sejauh mana invasi tumor primer.5 Jika specimen yang
di reseksi tidak menunjukkan adanya ulserasi, invasi kelenjar limfe
dan ukurannya kurang dari 3 cm, maka kemungkinan dari
metastase kelenjar limfe hanya berkisar kurang dari 1%. 7 Tumor
yang menyebar pada submukosa mempunyai resiko tinggi untuk
metastase pada kelenjar limfe, dengan kisaran 3% dan tidak tepat
jika dilakukan Endoscopic Submucosal
Resection (ESMR). 3 5Pasien dengan kanker submukosal, dimana
resiko untuk metastase kelenjar limfe dapat mencapai 20%, dapat
dipertimbangkan untuk reseksi laparoskopik yang terbatas atau
operasi terbuka yang terbatas. Metastase kelenjar limfe pada
situasi ini berhubungan dengan ukuran tumor yang besar, tipe
histology undifferentiated, dan adanya invasi ke kelenjar limfe atau
pembuluh darah secara histology. Sebagai panduan, metastase
kelenjar limfe sangat jarang terjadi ketika ukuran tumor kurang dari
2 cm dan tipe histology well differentiated, meskipun terdapat invasi
mukosal. Minimally invasive procedures ini telihat lebih sering
digunakan oleh gastroenterologists dibandingkan ahli bedah. 5
2.6.1.3 Pembedahan
Saat ini regimen DCF dan ECF memiliki tingkat respon yang
tertinggi, tetapi juga paling toksik. Kesimpulannya belum terdapat
terapi tunggal terbaik untuk kanker gaster stadium lanjut, dan
pemilihan terapi bersifat individual. Benchmark statistics untuk
regimen chemotherapy pada kanker gaster stadiumlanjut adalah
tingkat respon sebesar 30%-40%, tingkat respon lengkap sebesar
10%-20%, waktu untuk progresi tumor 5 sampai 6 bulan,
tingkat overall survival time sebesar 8 – 10 bulan, tingkat 1-year
overall survival 40%-50%, dan tingkat 2-year overall
survival berkisar 15%-20%. Toksisitas terapi tetap menjadi
pembicaraan hangat. Penelitian meta-analysis terbaru
menyimpulkan bahwa: (1) chemotherapy secara signifikan
meningkatkan tingkat survival, (2)
kombinasi chemotherapy meningkatkan
tingkat survival dibandingkan agen tunggal 5-FU, meskipun efeknya
tidak terlalu besar, dan (3) hasil terbaik didapatkan regimen yang
mengandung 5-FU, anthracyclines, dan cisplatin (contohnya ECF).4
2.7 Prognosis
Tabel 11. 5-year survival dan mortalitas operatif kanker gaster di Amerika Serikat dan Jepang.
Tabel 12. 5-years survival rates pada pasien gastrectomy. Jumlah pasien pada masing-masing stadium group
stadium 0 (322), stadium IA (2905), stadium IB (4658), stadium II (6541), stadium IIIA (7481), stadium IIIB
(2330), stadium IV (8617). Dari Hundahl et al. The National Cancer Data Base report on Survival of US gas
carcinoma patients treated with gastrectomy. Cancer 88:921-932, 2000.
KESIMPULAN
https://usebrains.wordpress.com/2010/04/05/kanker-gaster/