Disusun oleh:
Yelly Cindika (12030117420060)
Fernia Niken Susanti (12030117420062)
Setyowati Handayani (12030117420064)
A. PENDAHULUAN
Red flags adalah keadaan/kondisi yang tidak biasa atau janggal atau berbeda
dengan keadaan normal. Red flags merupakan indikator (symptons) yang menunjukkan
sesuatu yang tidak biasa telah terjadi dan memerlukan penyidikan lebih lanjut. Namun
red flags tersebut tidak dapat menunjukkan seseorang apakah bersalah atau tidak, tetapi
merupakan tanda-tanda yang memperingatkan kemungkinan jika fraud telah terjadi. Red
flags merupakan ciri-ciri/kondisi yang timbul pada saat ada kecurangan di masa lalu dan
memungkinkan akan muncul lagi bila terjadi kecurangan lain.
. Red Flags memiliki sifat yang berbeda-beda dan mencakup hal-hal seperti
anomali akuntansi, transaksi atau peristiwa yang tidak dapat dijelaskan, elemen yang
tidak biasa dari suatu transaksi, perubahan perilaku seseorang atau karakteristik, atau
hanya karakteristik yang umumnya terkait dengan penipuan yang diketahui, terutama
skema individu tertentu atau kelompok.
Sebagai contoh, pendekatan teori fraud dimulai dengan mengidentifikasi skema
fraud yang paling mungkin dan bagaimana itu mungkin telah dilakukan. Artinya, harus
mengidentifikasikan proses pemikiran semacam itu tidak hanya membutuhkan
pemahaman yang baik tentang semua skema fraud, tetapi bahkan yang lebih mungkin
terjadi dalam keadaan tertentu: industri, keadaan kontrol internal, ukuran bisnis, dan
sebagainya. Untuk membuktikan atau menyangkal teori yang dihasilkan, penyelidik
fraud memahami dan mencari tanda-tanda skema fraud yang teridentifikasi terjadinya
fraud. Proses ini biasanya didasarkan pada Red Flags dari fraud tertentu.
B. PROFESSIONAL STANDARDS
ISACA memberikan daftar red flag serupa dalam literatur teknis. The
“Irregularities and Illegal Acts” merupakan panduan untuk “Procedures for
Information System Auditing” yang aktif mulai 1 November 2003. Sectiion 4.1
menyediakan sebuah daftar dari “Audit Consideration” yang didalamnya
termasuk Red Flags, yang khususnya di bagian “Application of CAATs”
3. Korupsi (Corruption)
Fraud dalam korupsi pada umumnya dilakukan oleh karyawan, dengan
frekuensi yang berada ditengah-tengah diantara fraud penyelahgunaan aset dan
laporan keuangan. Terjadinya korupsi ini, seseorang (fraudster) di dalam
organisasi harus bekerja sama dengan pihak diluar organisasi dengan sedemikian
rupa untuk keuntungan kedua belah pihak yang akan berdampak pada kerugian
organisasi. Red flags yang terkait dalam korupsi adalah:
- Hubungan antara karyawan dan vendor yang berwenang.
- Kurangnya tinjauan terhadap persetujuan manajemen untuk mengetahui
hubungan pihak ketiga yang ada.
- Anomali terhadap menyetujui vendor mana yang akan dipakai.
- Kerahsian antara hubungan pihak ketiga.
Jika jumlah auditor yang terlibat dalam audit, dapat dibayangkan bahwa setiap
dari mereka diamati satu atau dua Red Flags namun membiarkannya. Alasan mereka
akan cukup valid secara individual. Pada dasarnya sulit untuk mengetahui adanya tanda-
tanda kecurangan (red flags) karena tampaknya sifatnya biasa atau tidak nampak
mencurigakan pada umumnya, terutama saat mempertimbangkan satu transaksi, atau
dokumen. Ketika auditor keuangan menemukan salah saji yang tidak material terhadap
akun atau kelas akun, seharunya auditor tersebut mengabaikan salah saji tersebut.
Melaikan menempatkan salah saji tersebut kedalam akun akumulasi salah saji lainnya.
Sehingga tujuan dimasukannya kedalam akumulasi akun saji tersebut adalah apakah
akun salah saji tersebut material atau tidak. Oleh karnanya proses dan tujuan yang sama
harus digunakan atau diterapkan kedalam audit kecurangan (fraud) dan anomali (red
flags pada khususnya). Artinya, faktor individu dan bukti audit harus dipertimbangkan ke
dalam konteks untuk menyesuaikan dan berkontribusi terhadap bukti audit dan
kemungkinan yang kumulatif.
F. KASUS MELINDA DEE
Singleton, TM and Singleton, AJ, 2010, Fraud Auditing and Forensic Accounting, 4th ed.,
New Jersey : John Wiley & Sons, Inc.