Anda di halaman 1dari 11

RED FLAGS

Tugas Resume Akuntansi Forensik


Dosen Pengampu : Anis Chariri, S.E, M.Com., Ph.D., Akt

Disusun oleh:
Yelly Cindika (12030117420060)
Fernia Niken Susanti (12030117420062)
Setyowati Handayani (12030117420064)

PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI


PASCASARJANA UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2019
RED FLAGS

A. PENDAHULUAN
Red flags adalah keadaan/kondisi yang tidak biasa atau janggal atau berbeda
dengan keadaan normal. Red flags merupakan indikator (symptons) yang menunjukkan
sesuatu yang tidak biasa telah terjadi dan memerlukan penyidikan lebih lanjut. Namun
red flags tersebut tidak dapat menunjukkan seseorang apakah bersalah atau tidak, tetapi
merupakan tanda-tanda yang memperingatkan kemungkinan jika fraud telah terjadi. Red
flags merupakan ciri-ciri/kondisi yang timbul pada saat ada kecurangan di masa lalu dan
memungkinkan akan muncul lagi bila terjadi kecurangan lain.
. Red Flags memiliki sifat yang berbeda-beda dan mencakup hal-hal seperti
anomali akuntansi, transaksi atau peristiwa yang tidak dapat dijelaskan, elemen yang
tidak biasa dari suatu transaksi, perubahan perilaku seseorang atau karakteristik, atau
hanya karakteristik yang umumnya terkait dengan penipuan yang diketahui, terutama
skema individu tertentu atau kelompok.
Sebagai contoh, pendekatan teori fraud dimulai dengan mengidentifikasi skema
fraud yang paling mungkin dan bagaimana itu mungkin telah dilakukan. Artinya, harus
mengidentifikasikan proses pemikiran semacam itu tidak hanya membutuhkan
pemahaman yang baik tentang semua skema fraud, tetapi bahkan yang lebih mungkin
terjadi dalam keadaan tertentu: industri, keadaan kontrol internal, ukuran bisnis, dan
sebagainya. Untuk membuktikan atau menyangkal teori yang dihasilkan, penyelidik
fraud memahami dan mencari tanda-tanda skema fraud yang teridentifikasi terjadinya
fraud. Proses ini biasanya didasarkan pada Red Flags dari fraud tertentu.

B. PROFESSIONAL STANDARDS

Sebagian besar organisasi profesi akuntansi mengikuti Sarbanes-Oxley Act


(SOX) dengan mengadopsi standar teknis untuk mengakomodasi prinsip SOX, dan
mereka umumnya menggunakan Red Flags sebagai pedoman. Tiga contoh Profesional
Standard:

 American Institute of certified Public Accountants (AICPA)


 The Information Systems Audit and Contrl Association (ISACA)
 The Institute of Internal Auditors (IIA)

Ketiga organisasi tersebut memiliki peran kunci dalam fraud auditing.

 American Institute of certified Public Accountants (AICPA)

Pernyataan Standar Audit (SAS) No. 99 tentang Pertimbangan Penipuan


dalam Audit Laporan Keuangan, yang mengkodifikasi banyak prinsip SOX ,
menggabungkan Red Flags di dalamnya. Kegiatan dalam mengidentifikasi Red
Flags diasosiasikan dengan karya Association Certified of Fraud Examiners
(ACFE) dan pendiri Joe Wells pada khususnya. Wells dan ACFE memiliki
kontribusi terhadap perkembangan Red Flags yang terdapat dalam lampiran
SAS No. 99.
Red Flags tersebut menggunakan semua sisi pada triangle fraud dan
tiga kategori utama dari fraud tree. Jadi lampiran SAS No. 99 mengidentifikasi
tekanan Red Flags terkait dengan penipuan laporan keuangan, peluang Red
Flags terkait dengan penipuan penyalahgunaan aset, rasionalisasi red flag
untuk skema korupsi, dan lain sebagainya. Daftar red flag tersebut akan
menjadi salah satu patokan nilai untuk semua auditor, bukan hanya auditor
eksternal

 The Information Systems Audit and Contrl Association (ISACA)

ISACA memberikan daftar red flag serupa dalam literatur teknis. The
“Irregularities and Illegal Acts” merupakan panduan untuk “Procedures for
Information System Auditing” yang aktif mulai 1 November 2003. Sectiion 4.1
menyediakan sebuah daftar dari “Audit Consideration” yang didalamnya
termasuk Red Flags, yang khususnya di bagian “Application of CAATs”

 The Institute of Internal Auditors (IIA)

Dalam The IIA’s International Standards for the Professional Practice


of Internal Auditing menyatakan bahwa:

"Auditor internal harus memiliki pengetahuan yang cukup untuk


mengidentifikasi indikator penipuan tetapi tidak diharapkan untuk menjadi
expert seperti orang yang memiliki tanggung jawab utama adalah mendeteksi
dan menyelidiki penipuan"

C. COMMON RED FLAGS


Secara umum red flags dapat digunakan pada semua fruad atau lebih dikhususkan
kedalam ketegori Fraud Tree.
1. Laporan Keuangan (Financial Statement Frauds)
Fraud dalam laporan keuangan pada umumnya dilakukan oleh manajemen
senior, dengan frekuensi yang paling rendah diantara fraud korupsi dan
penyalahgunaan aset, akan tetapi kerugian yang diakibatkan dalam fraud laporan
keuangan sangat besar diantara fraud korupsi dan penyalahgunaan aset. Red flags
yang terkait dalam laporan keuangan adalah:
- Anomali akuntansi
- Pertumbuhan yang cepat
- Keuntungan yang tidak biasa
- Agresivitas manajemen eksekutif
- Obsesi dengan harga saham oleh manajemen eksekutif
- Micromanagement oleh manajemen eksekutif
2. Penyalahgunaan Aset (Asset Misappropriation)
Fraud dalam laporan keuangan pada umumnya dilakukan oleh karyawan,
dengan frekuensi yang paling tinggi diantara fraud korupsi dan laporan keuangan,
akan tetapi kerugian yang diakibatkan dalam fraud penyalahgunaan aset paling
rendah diantara fraud korupsi dan laporan keuangan. Red flags yang terkait dalam
penyalahgunaan aset adalah:
- Perubahan perilaku
- Tidak berani menatap orang lain
- Peningkatan iritabilitas
- Riwayat kerja tidak teratur
- Masalah karakter
- Kemarahan yang konsisten
- Kecenderungan untuk menyalahkan orang lain
- Perubahan gaya hidup
- Tidak puas dengan atasan
- Tidak pernah melakukan liburan
- Memiliki ketegangan finansial

3. Korupsi (Corruption)
Fraud dalam korupsi pada umumnya dilakukan oleh karyawan, dengan
frekuensi yang berada ditengah-tengah diantara fraud penyelahgunaan aset dan
laporan keuangan. Terjadinya korupsi ini, seseorang (fraudster) di dalam
organisasi harus bekerja sama dengan pihak diluar organisasi dengan sedemikian
rupa untuk keuntungan kedua belah pihak yang akan berdampak pada kerugian
organisasi. Red flags yang terkait dalam korupsi adalah:
- Hubungan antara karyawan dan vendor yang berwenang.
- Kurangnya tinjauan terhadap persetujuan manajemen untuk mengetahui
hubungan pihak ketiga yang ada.
- Anomali terhadap menyetujui vendor mana yang akan dipakai.
- Kerahsian antara hubungan pihak ketiga.

D. SPECIFIC RED FLAGS


Pada bagian red flags khusus akan menggambarkan skema fraud tree yang terdiri
dari tiga fraud yaitu korupsi, penyalahgunaan aset, dan laporan keuangan kedalam
subkategori sebagai berikut:
1. Skema Laporan Keuangan (Financial Statement Fraud)
1.1 Timing Difference (Penjualan yang tidak Tepat)
Fraud ini berpusat di sekitar pemesanan penjualan yang terlalu dini,
skema ini seputar cara transaksi yang tidak benar. Seperti retur barang
dagang yang berlebihan, disertai dengan kredit penjualan.
1.2 Pendapatan Fiktif (Fictious Revenue)
- Peningkatan aset yang tidak wajar atau yang berlebihan.
- Perubahan yang tidak dapat dijelaskan dalam hubungan tertentu.
1.3 Pencatatan Kewajiban yang Tidak Benar (Concealed Liabilities)
- Pembenan hutang yang berlebihan kepada anak perusahaan seperti kasus
enron.
- Faktur pemasok tidak dicatat kedalam buku jurnal.
1.4 Pengungkapan yang Tidak Memadai (Inadequate Disclosure)
- Catatan pengungkapan yang begitu dikaburkan/tidak jelas sehingga sulit
menuntukan sifat dari peristiwa atau transaksi.
- Penemuan sesuatu fraud yang dirahasiakan.

1.5 Penilaian asset yang Tidak Benar (Improper Asset Valuation)


- Kenaikan sesuatu akun aset yang tidak dapat dijelaskan.
- Manajemen cenderung tidak responsif ketika auditor internal melaporkan
aset yang perlu dihapus dari neraca.
2. Skema Penyahgunaan Aset (Asset Missappropriation Scheme)
2.1 Pencurian Kas (Cash Lancery)
- Perubahan gaya hidup karyawan yang drastis.
- Penurunan deposito kas di bank yang tidak dapat dijelaskan.
- Penjelasan yang tidak dapat dijelaskan antara informasi akun kas yang
ada di perusahaan dengan informasi akun kas yang ada di bank.
2.2 Skema Penagihan (Billing Scheme)
Red flags untuk skema penagihan meliputi subkategori yaitu
perusahaan fiktif (seperti kurangnya data kontak yang memadai, alamat yang
cocok dan kenaikan harga pokok penjualan yang tidak biasa), pass-through
vendor (seperti menurunnnya laba bersih dan naiknya harga pokok penjualan,
buruknya internal kontrol khususnya tidak pemisahaan antara penambahan
vendor dan persetujuan kontrak, dan bukti tingginya pembayaran harga untuk
produk/jasa), nonaccomplice vendor (seperti tingginya tingkat pembelian
yang tidak biasa, dan menggunakan nomor faktur diluar rentang urutan
normal), dan pembelian pribadi (seperti pembelian barang/jasa yang tidak
dapat dijelaskan, pembayaran gaji karyawan yang tidak sesuai, dan aktivitas
kartu kredit perusahaan yang tidak biasa).
2.3 Skema Penggajian
Red flags untuk skema penggajian meliputi subkategori yaitu karyawan
fiktif (seperti peningkatan biaya penggajian yang tidak dapat dijelaskan, tidak
memiliki pembayaran pajak yang dipotong, dan tiada gaji pegawai yang
pernah berlibur atau cuti), skema komisi (seperti perubahan tingkat komisi
dari waktu ke waktu, peningkatan biaya komisi yang tidak dapat dijelaskan,
dan tingkat pengambilan yang tinggi yang ambil oleh karyawan), fasified
wages (seperti jumlah lembur yang tidak dapat dijelaskan, perubahan tingkat
komisi yang tidak sesuai, dan jumlah kerja yang tidak biaya), Check-
Tampering (seperti jumlah cek voided yang berlebihan, adanya cek yang
hilang, dan adanya cek ganda serta diganti pada cek yang dibatalkan),
skimming (seperti pendapatan lebih rendah dari pendapatan yang diharapkan,
dan realisasi profit yang kurang dari proyeksi), lapping (seperti keluhan
pelanggan tentang pembayaran diposkan lama setelah pembayaran atau cek
dirimkan).

3. Skema Korupsi (Corruption)


3.1 Konflik Kepentingan
- Adanya transaksi yang sangat besar dari karyawan kepada vendor
tertentu.
- Adanya hubungan karyawan dengan pihak ketiga yang tidak diketahui
atau dirahasiakan.
- Pemisahan tugas yang lemah dalam menetapkan kontrak tender.
3.2 Penyuapan
- Perubahan gaya hidup seorang karyawan yang secara berlebihan.
- Adanya hubungan antara karyawan dengan vendor
3.3 Pemeresan Ekonomi
Pada pemersan ekonomi red flags sama hal pendeteksiannya dengan
penyuapan.

E. FRAUD DETECTION MODEL

Seringkali peristiwa di dalam transaksi terdapat kesalahan kecil dalam


pencatatan akuntansi, karena beberapa kemungkinan alasan termasuk human error. Tapi
kadang-kadang kesalahan transaksi tersebut adalah bukti dari Fraud. Auditor sering
menemukan transaksi, catatan akuntansi, atau data akuntansi yang tidak benar, yang
merupakan pengecualian dari beberapa jenis. Auditor keuangan dapat berisiko jika
mereka memeriksa transaksi dan menemukan dugaan bukti penipuan, dan kemudian
memilih untuk memperluas sampel, atau mengabaikan transaksi karena tidak material
dari transaksi tunggal. Terutama, penyimpangan pengecualian untuk kebijakan, prosedur,
atau kontrol internal.
Awalnya sulit mengenali tanda-tanda penipuan (Red Flags) karena sifat jinak
jelas mereka, terutama ketika mempertimbangkan transaksi, dokumen, atau peristiwa
tunggal. Ketika auditor keuangan menemukan salah saji yang tidak material terhadap
akun atau kelas rekening, dia tidak mengabaikan salah saji tersebut. Sebaliknya ia
menempatkan salah saji yang menjadi file yang akan diakumulasikan dengan salah saji
lainnya. Tujuan dari akumulasi adalah untuk menentukan apakah salah saji yang material
dalam agregat. Proses yang sama dan tujuan harus berlaku untuk audit penipuan dan
anomali (khususnya Red Flags). Artinya, faktor individu dan bukti harus
dipertimbangkan dalam konteks bagaimana mereka diselaraskan dengan berkontribusi
dalam bukti dan kemungkinan.kumulatif

Jika jumlah auditor yang terlibat dalam audit, dapat dibayangkan bahwa setiap
dari mereka diamati satu atau dua Red Flags namun membiarkannya. Alasan mereka
akan cukup valid secara individual. Pada dasarnya sulit untuk mengetahui adanya tanda-
tanda kecurangan (red flags) karena tampaknya sifatnya biasa atau tidak nampak
mencurigakan pada umumnya, terutama saat mempertimbangkan satu transaksi, atau
dokumen. Ketika auditor keuangan menemukan salah saji yang tidak material terhadap
akun atau kelas akun, seharunya auditor tersebut mengabaikan salah saji tersebut.
Melaikan menempatkan salah saji tersebut kedalam akun akumulasi salah saji lainnya.
Sehingga tujuan dimasukannya kedalam akumulasi akun saji tersebut adalah apakah
akun salah saji tersebut material atau tidak. Oleh karnanya proses dan tujuan yang sama
harus digunakan atau diterapkan kedalam audit kecurangan (fraud) dan anomali (red
flags pada khususnya). Artinya, faktor individu dan bukti audit harus dipertimbangkan ke
dalam konteks untuk menyesuaikan dan berkontribusi terhadap bukti audit dan
kemungkinan yang kumulatif.
F. KASUS MELINDA DEE

1. Kecurangan yang dilakukan Melinda Dee adalah melakukan penggelapan dan


penipuan uang nasabah Citibank dengan memanfaatkan kepercayaan para nasabah.
Tidak hanya menguruskan akun rekening, Melinda dipercaya mengelola dan
menginvestasikan ratusan rupiah uang nasabah. Bahkan ada nasabah yang
memberikan blangko kosong.
2. Menganalisa kecurangan yang dilakukan oleh Melinda dengan menggunakan Fraud
Triangle:
1) Tekanan
 Employee pressure triangle :
a. Keuangan : hidup diluar kemampuannya, hutang/ biaya pribadi
yang tinggi, pendapatan yang dianggapnya kurang, investasi
yang buruk.
b. Emosional : keserakahan, ego kesombongan dan ambisi yang
berlebihan, ketidakpuasan pekerjaan, ketidakmampuan dalam
menghargai aturan, tetantang untuk mengalahkan sistem
c. Gaya hidup : adanya tekanan dari keluarga/ rekan, gaya hidup
yang berlebihan (mewah), hidupnya tidak pernah merasa
cukup.
 Financial Statement pressure triangle :
a. Management characteristic : etika manajemen yang
dipertanyakan, gaya manajemen dan rekan jejaknya, tindakan
manajemen atau transaksi dengan tidak ada justifikasi bisnis,
kegagalan memperbaiki kesalahan dengan waktu yang
membuat permasalahan lebih besar.
b. Keuangan : tekanan yang intens untuk memenuhi ekspetasi
laba berlebih, kodisi ekonomi (pasca inflasi), kegagalan bisnis.
c. Kondisi industri : nasabah yang menurun
2) Kesempatan
 Faktor pengendalian intern : kegagalan menegakkan pengendalian
internal, kegagalan manajemen untuk terlibat dalam sistem
pengendalian internal, manajemen mengesampingkan pengendalian
internal, garis wewenang tidak jelas, pemisahan otorisasi,
penyimpanan dan pencatatan tugas yang tidak sesuai, manajemen yang
dominan dan tidak tertandingi, tidak ada staf audit internal yang
efektif, pengawasan yang tidak efektif oleh dewan direksi.
 Faktor lainnya : transaksi yang besar, tidak biasa dan kompleks,
lamanya masa jabatan pekerjaan penting, Hubungan yang dekat
dengan nasabah, asetnya rentan untuk disalahgunakan, moral/ loyalitas
karyawan rendah, sistem pengawasan aset rendah, tidak adanya jejak
audit, tidak ada sistem pengamanan fisik atau logis.
3) Rasionalisasi
 Anda akan memahami jika Anda tahu seberapa saya membutuhkannya
 Kepercayaan merupakan suatu hal yang sangat penting
 Orang lain yang melakukannya

Peluang yang paling lazim terhadap kasus penipuan Melinda ini


adalah :
a) Kurangnya kontrol internal
b) Kegagalan dalam menerapkan kontrol
c) Kepercayaan yang berlebihan pada karyawan kunci
d) Tenaga pengawas yang tidak kompeten
e) Staf yang tidak memadai

3. Cara pencegahan dan pengendalian terhadap kecurangan yang dilakukan oleh


Melinda Dee adalah :
a. Menciptakan budaya organisasi yang menekankan integritas dan komitmen
untuk nilai etis dan kompetensi
b. Membutuhkan komite audit yang aktif terlibat dan independen dari dewan
direksi
c. Mengawasi, memonitor dan memperbaiki kinerja karyawan secara efektif
d. Memberikan penghargaan pada karyawan berprestasi
e. Mengembangkan dan mengiplementasikan sistem pengendalian internal yang
kuat
f. Pemisahan tugas, wewenang, dan tanggungjawab staf dengan jelas
g. Mengimplementasikan pengendalian berbasis komputer
h. Melakukan jejak audit secara teratur
i. Menginstal perangkat lunak yang dapat mendeteksi penipuan
DAFTAR PUSTAKA

Singleton, TM and Singleton, AJ, 2010, Fraud Auditing and Forensic Accounting, 4th ed.,
New Jersey : John Wiley & Sons, Inc.

Anda mungkin juga menyukai