Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Setiap upaya medik umumnya mengandung risiko apalagi di sebuah


Rumah Sakit , risiko yang mungkin bisa terjadi relatif banyak. Sebagian di
antaranya berisiko ringan atau hampir tidak berarti secara klinis, namun tidak
sedikit pula yang memberikan konsekuensi medik yang cukup berat. Risiko
yang dicegah berupa risiko klinis dan risiko non klinis .
Dalam setiap pusat pelayanan kesehatan harus dibangun sistem yang
dapat menjamin bahwa setiap tindakan medik yang dilakukan haruslah aman
bagi pasien maupun petugas dan lingkungan sekitar. Pendekatan yang dapat
dilakukan disebut dengan manajemen risiko.
A. Definisi
Risiko didefinisikan sebagai kemungkinan sesuatu terjadi atau potensi
bahaya yang terjadi yang dapat memberikan pengaruh kepada hasil akhir.
Risiko juga bisa diartikan suatu potensi terjadinya kerugian yang dapat
timbul dari proses kegiatan saat ini atau kejadian dimasa datang. Risiko di
Rumah Sakit ada 2, yaitu risiko klinis dan risiko non klinis. Risiko klinis
(Clinical Risk) adalah semua isu yang dapat berdampak terhadap pencapaian
pelayanan pasien yang bermutu tinggi, aman dan efektif. Sedangkan risiko
non klinis (Corporate Risk) adalah semua isu yang dapat berdampak
terhadap tercapainya tugas pokok dan kewajiban hukum dari Rumah Sakit
sebagai korporasi.
Manajemen Risiko Rumah Sakit : Kegiatan klinis dan administratif yang
dilakukan untuk mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengurangi risiko
cedera bagi pasien, staf dan pengunjung serta risiko kerugian untuk
organisasi itu sendiri
B. Kategori Risiko di Rumah Sakit
Karena pelayanan Rumah Sakit diberikan oleh beberapa disiplin ilmu /
profesi, risiko yang terjadi di Rumah Sakit bisa terkait oleh banyak hal, yaitu
:
1. Patient care-related risks (Risiko yang berhubungan dengan perawatan

1
pasien)
2. Medical staff-related risks (Risiko yang berhubungan dengan tenaga
medis)
3. Employee-related risks (Risiko yang berhubungan dengan karyawan)
4. Property-related risks (Risiko yang berhubungan dengan property)
5. Financial risks (Risiko Keuangan)
6. Other risks (Risiko Lain)
C. Langkah-langkah untuk meminimalkan risiko :
1. Meningkatkan peran Rumah Sakit dan manajemen dalam mencegah
error dengan cara mengembangkan sistem yang selain bertujuan untuk
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan juga menjamin bahwa setiap
upaya, prosedur dan sistem pelayanan yang dilakukan aman untuk
pasien, petugas dan lingkungan. Hal tersebut dipresentasikan dalam
bentuk SPO, clinical practice guidelines, clinical pathway dan lain-lain.
2. Meningkatkan peran staf Rumah Sakit agar terlibat langsung maupun
tidak langsung dalam pelayanan kesehatan di Rumah Sakit untuk
mampu mengenali, mengidentifikasi dan menganalisis kejadian medical
error serta melakukan upaya yang adekuat untuk mengatasi error yang
sudah terlanjur terjadi.
3. Setiap staf harus menyadari bahwa mereka adalah bagian dari tim
yang bekerja dalam satu sistem. Kerja tim yang baik juga sangat
ditentukan oleh kinerja manajemen R umah S akit yang baik, mulai dari
dukungan moral, finansial, teknis dan operasional hingga terjalinnya
komunikasi yang baik antara pihak manajemen dengan pihak praktisi
D. Tahapan manajemen risiko adalah:
1. Risk Awareness. Seluruh staf Rumah Sakit harus menyadari risiko yang
mungkin terjadi di unit kerjanya masing-masing, baik medis maupun non
medis. Metode yang digunakan untuk mengenali risiko antara lain: Self-
assessment, sistem pelaporan kejadian yang berpotensi menimbulkan
risiko (laporan insiden), pengamatan KPC (kondisi potensi cidera) dan
audit klinis.
2. Risk control (and or Risk Prevention). Langkah-langkah yang diambil
manajemen untuk mengendalikan risiko.
2
Upaya yang dilakukan:
a. Mencari jalan untuk menghilangkan risiko (engineering solution)
b. Mengurangi risiko (control solution) baik terhadap probabilitasnya
maupun terhadap derajat keparahannya.
c. Mengurangi dampaknya.
3. Risk containment. Dalam hal ini telah terjadi suatu insiden, baik akibat
suatu tindakan atau kelalaian ataupun akibat dari suatu kecelakaan
yang tidak terprediksikan sebelumnya, maka sikap yang terpenting
adalah mengurangi besarnya risiko dengan melakukan langkah-langkah
yang tepat dalam mengelola pasien dan insidennya. Unsur utamanya
biasanya adalah respons yang cepat dan tepat terhadap setiap
kepentingan pasien, dengan didasari oleh komunikasi yang efektif.
4. Risk transfer. Akhirnya apabila risiko itu akhirnya terjadi juga dan
menimbulkan kerugian, maka diperlukan pengalihan penanganan risiko
tersebut kepada pihak yang sesuai, misalnya menyerahkannya kepada
sistem asuransi.
Dari sisi sumber daya manusia, manajemen risiko dimulai dari
pembuatan standar (set standards), patuhi standar tersebut (comply
with them), kenali bahaya (identify hazards), dan cari pemecahannya
(resolve them)
E. Tujuan manajemen risiko di Rumah Sakit Bhayangkara Hasta Brata
Batu
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit Bhayangkara
Hasta Brata Batu
2. Meningkatkan akuntabilitas Rumah Sakit.
3. Menurunnya Kejadian Tidak Diharapkan (KTD).
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian yang tidak diharapkan.
5. Meminimalisir risiko yang mungkin terjadi di masa mendatang. Dengan
adanya antisipasi risiko, apabila terjadi insiden sudah terdapat alternatif
penyelesaiannya.
6. Melindungi pasien, karyawan, pengunjung dan pemangku kepentingan
lainnya.
3
4
BAB II
KEBIJAKAN

Kebijakan Kepala Rumah Sakit tentang managemen risiko Rumah Sakit


Bhayangkara Hasta Brata Batu :
1. Rumah Sakit Bhayangkara Hasta Brata Batu melaksanakan manajemen
risiko
2. Kepala Rumah Sakit membentuk Komite Peningkatan Mutu dan
Keselamatan Pasien (PMKP) sebagai penggerak dan pelaksana Manajemen
Risiko Rumah Sakit
3. Setiap unit harus membuat Risk Register dalam 1 tahun.
4. Setiap unit harus membuat daftar identifikasi proses risiko tinggi.
5. Rumah Sakit harus membuat Healthcare Failure Mode Effect Analisys
(HFMEA) minimal 1 tahun sekali.
6. Setiap unit wajib membuat laporan bila terjadi Insiden Keselamatan Pasien.
7. Bila terjadi Insiden Keselamatan Pasien atasan langsung dan atau komite
Peningkatan Mutu Keselamatan Pasien (PMKP) membuat Risk matrix.
8. Atasan langsung dan atau komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan
Pasien (PMKP) harus melakukan pengelolaan risiko berdasarkan hasil
matrix grading risiko.
9. Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP) menghimpun
laporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP), melakukan analisa dan
menyusun rekomendasi untuk perbaikan
10. Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien bertanggungjawab
melakukan sosialisasi manajemen risiko agar setiap staf mempunyai
kesadaran akan risiko di unit kerjanya
11. Kepala Rumah Sakit memberikan penghargaan kepada unit kerja yang telah
membuat laporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP)

5
BAB III
PENGERTIAN - PENGERTIAN DALAM MANAJEMEN RISIKO

Dalam pelaksanaan manajemen risiko, ada beberapa istilah yang sering


digunakan, yaitu :
1. Risiko adalah dampak dari ketidakpastian terhadap sasaran.
2. Dampak adalah suatu penyimpangan (dapat positif atau negatif) dari yang
diharapkan.
3. Sasaran adalah dapat mempunyai berbagai macam aspek (Proses, Keuangan,
Lingkungan, dll) dan dapat diterapkan pada berbagai tingkatan organisasi
(strategis, operasional, produk, proses, dll).
4. Risiko klinis adalah risiko yang dikaitkan langsung dengan layanan medis
maupun layanan lain yang dialami pasien selama di Rumah Sakit. Risiko non
medis ada yang berupa risiko bagi organisasi maupun risiko finansial.
5. Risiko Non Kinis / Corporate Risk adalah Semua isu yang dapat berdampak
terhadap tercapainya tugas pokok dan kewajiban hukum dari Rumah Sakit
sebagai korporasi
6. Risiko organisasi adalah yang berhubungan langsung dengan
komunikasi, produk layanan, proteksi data, sistem informasi dan semua
risiko yang dapat mempengaruhi pencapaian organisasi.
7. Risiko finansial adalah risiko yang dapat mengganggu kontrol finansial
yang efektif, salah satunya adalah sistem yang harusnya dapat
menyediakan pencatatan akuntansi yang baik .
8. Manajemen Risiko adalah Kegiatan klinis dan administratif yang
dilakukan untuk mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengurangi risiko
cedera bagi pasien, staf dan pengunjung dan risiko kerugian untuk organisasi
itu sendiri.

6
BAB IV
PERAN DAN TANGGUNG JAWAB DALAM MANAJEMEN RISIKO

1. Seluruh anggota staf memiliki tanggung jawab pribadi dalam hal


pelaksanaan manajemen risiko.
2. Seluruh tingkatan manajemen harus mengerti dan mengimplementasikan
strategi dan kebijakan manajemen risiko
3. Kepala Rumah Sakit
a. Memastikan dukungan lingkungan dan organisasi agar manajemen
risiko terlaksana dengan efektif.
b. Menunjuk Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien sebagai
pelaksana Manajemen Risiko.
c. Mengevaluasi Pelaksanaan Manajemen Risiko.
d. Memberikan masukan pada pelaksanaan manajemen risiko
4. Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
a. Bertanggung jawab mensosialisasikan manajemen risiko agar setiap
staf mempunyai kesadaran akan risiko .
b. Mengkoordinir pelaksanaan integrated risk management
c. Menghimpun laporan insiden
d. Menyusun Risk Register
e. Melakukan analisa
f. Menyusun rekomendasi
5. Seluruh unit Kerja
a. Dapat mengidentifikasi risiko dalam lingkup kerjanya
b. Meningkatkan kewaspadaan risiko di lingkungan kerjanya.
c. Melaporkan apabila terjadi insiden keselamatan pasien.

7
BAB V
TATA LAKSANA MANAJEMEN RISIKO

Manajemen risiko menurut The Joint Commission On Acreditation Of


Healthcare Organizations adalah aktivitas klinik dan administratif yang dilakukan
oleh Rumah Sakit untuk melakukan identifikasi, evaluasi dan pengurangan risiko
terjadinya cedera atau kerugian pada pasien, pengunjung dan institusi Rumah
Sakit.
Proses Manajemen Risiko digambarkan pada bagan dibawah ini :

A. Tegakkan Konteks
Dalam menegakkan konteks proses manajemen, kegiatan yang dilakukan adalah :
1. Membentuk organisasi manajemen risiko
Organisasi manajemen risiko masuk dalam sub komite Keselamatan Pasien
2. Membuat Program manajemen risiko
3. Membuat Program manajemen risiko Fasilitas

B. Asesmen Risiko
8
Asesmen Risiko merupakan proses untuk membantu organisasi menilai tentang
luasnya risiko yg dihadapi, kemampuan mengontrol frekuensi dan dampak risiko.
Harus dilakukan oleh seluruh staf dan semua pihak yg terlibat termasuk pasien dan
publik dapat terlibat bila memungkinkan
1. Identifikasi risiko
a. Proses untuk mengidentifikasi apa yang bisa terjadi, mengapa dan bagaimana
hal tersebut bisa terjadi. Tujuan identifikasi risiko adalah untuk melihat kejadian
(events) yang ada dan yang mungkin terjadi di sebuah organisasi (rumah sakit),
yang dapat menimbulkan kerugian di masa yang akan datang.
b. Sumber data atau informasi Insiden dan Proses berisiko tinggi dapat berasal
dari:
1) Komplain pasien
2) Laporan insiden Keselamatan Pasien dan K3
3) Laporan medication error
4) Asesmen lingkungan dan fasilitas
5) Asesmen PPI
6) Asuransi atau klaim
c. Membuat Risk Register :
1) Rekapitulasi Risiko/ kejadian insiden yang teridentifikasi dalam waktu satu
tahun
2) Informasi Insiden keselamatan pasien, klaim litigasi dan komplain,
investigasi eksternal & internal, exernal assessments dan Akreditasi
3) Informasi potensial risiko maupun risiko aktual (menggunakan RCA &
FMEA)
4) Membuat daftar identifikasi proses berisiko tinggi
5) Teknik : brainstorming, survey, wawancara, informasi historis, ataupun
kelompok kerja.
2. Analisa Risiko
Kegiatan yang dilakukan adalah menentukan dampak dan probabilitas (risk grading
matrix), Root Cause Analysis (RCA) dan Failure Modes and Effects Analysis
(FMEA) sehingga diketahui siapa yang terlibat, tingkat risiko,kendali yang sudah
ada dan yang diperlukan
a. Risk Matrix berfungsi untuk memetakan risiko terhadap probabilitas dan

9
dampak dari suatu kejadian yang tidak diinginkan dan tingkat
keparahan/besarnya dampak dari kejadian tersebut. Dampak merupakan
gambaran tentang kerugian (losses) atau akibat yang ditimbulkan pada pasien
akibat adanya suatu kejadian (events), mulai dari tidak ada cedera sampai
meninggal. Dampak juga menggambarkan konsekuensi negatif dari sebuah
kejadian (events). Probabilitas merupakan gambaran tingkat kemungkinan
kejadian atau tingkat keseringan kejadian/insiden. Risk Matrix efektif
menerangkan bagaimana risiko dapat dimitigasi pada tingkat yang bisa ditolerir

.
Penilaian Dampak klinis/konsekuensi
Tingkat
Kategori Deskripsi
Risiko
1 Tidak Signifikan Tidak ada cidera dan kerugian
Cedera ringan dan dapat diatasi dengan
2 Minor
pertolongan pertama
Cedera sedang, berkurang fungsi motorik/
3 Moderat sensorik/psikologi atau intelektual yang bersifat
reversible dan dapat memperpanjang perawatan
Cedera luas, kehilangan fungsi motorik/
4 Mayor sensorik/psikologi atau intelektual yang bersifat
irreversible, tidak berhubungan dengan penyakit
Kematian yang tidak berhubungan dengan
5 Katastropik
perjalanan penyakit

Penilaian Probabilitas/Frekuensi
Level Frekuensi Kejadian Aktual

10
1 Sangat Jarang Dapat terjadi dalam lebih dari 5 tahun
2 Jarang Dapat terjadi dalam 2-5 tahun
3 Mungkin Dapat terjadi tiap 1-2 tahun
4 Sering Dapat terjadi beberapa kali dalam setahun
5 Sangat Sering Terjadi dalam minggu / bulan

SKOR RISIKO = DAMPAK X PROBABILITY


MATRIX GRADING RISIKO
Tidak
Minor Moderat Mayor Katastropik
Probabilitas Signifikan
2 3 4 5
1
Sangat sering terjadi
(tiap minggu / bulan) Moderat Moderat Tinggi Ekstrim Ekstrim
5
Sering terjadi (beberapa
kali / tahun) Moderat Moderat Tinggi Ekstrim Ekstrim
4
Mungkin terjadi
(1-<2 kali / tahun) Rendah Moderat Tinggi Ekstrim Ekstrim
3
Jarang terjadi
(>2-<5 kali / tahun) Rendah Rendah Moderat Tinggi Ekstrim
2
Sangat jarang terjadi
(>5 kali / tahun) Rendah Rendah Moderat Tinggi Ekstrim
1

TINDAKAN SESUAI TINGKAT & BAND RISIKO

LEVEL/BANDS TINDAKAN

EKSTREM Risiko ekstrem, dilakukan RCA paling lama 45 hari,

11
(SANGAT TINGGI) membutuhkan tindakan segera, perhatian sampai ke
Kepala Rumah Sakit
HIGH(TINGGI) Risiko tinggi, dilakukan RCA paling lama 45 hari, kaji
dengan detail & perlu tindakan segera serta membutuhkan
tindakan top manajemen
MODERATE(SEDANG) Risiko sedang dilakukan investigasi sederhana paling lama
2 minggu. Manajer/pimpinan klinis sebaiknya menilai
dampak terhadap bahaya & kelola risiko
LOW(RENDAH) Risiko rendah dilakukan investigasi sederhana paling lama
1 minggu diselesaikan dengan prosedur rutin
b. Root Cause Analysis untuk mencari akar masalah, RCA dilakukan sesuai
grading dari setiap insiden yang dilaporkan.
LANGKAH ROOT CAUSE ANALYSIS
1. Identifikasi insiden yg akan di investigasi

2. Tentukan tim investigator

3. Kumpulkan data
(Observasi, Dokumentasi , Interview) INVESTIGASI

4. Petakan kronologis kejadian


(Narratif chronology, Timeline, Tabular Timeline, Time
Person Grid)

5. Identifikasi masalah (CMP)


(Brainstorming, brainwriting, Nominal Group Technique)

6. Analisis Informasi ANALISA

(5 why’s, Analisis Perubahan, Analisis penghalang, fish


borne, dll

7. Rekomendasi dan Rencana kerja untuk improvement IMPROVE

c. Healthcare Failure Mode and Effect Analysis (HFMEA) adalah cara


menemukan risiko yang akan terjadi dan menganalisanya.
LANGKAH-LANGKAH ANALISIS MODUS KEGAGALAN & DAMPAK
12
(HEALTHCARE FAILURE MODE EFFECT AND ANALYSIS)
1) Tetapkan Topik AMKD/HFMEA
2) Bentuk Tim
3) Gambarkan Alur Proses
4) Buat Hazard Analysis
5) Tindakan dan Pengukuran Outcome
3. Evaluasi Risiko / Penilaian Risiko
Membuat perbandingan tingkat risiko dengan kriteria, analisa untung rugi, risiko
diterima atau tidak. Hasil evaluasi risiko ada 2 : Risiko tidak diterima atau Risiko
diterima, apabila risiko tidak diterima maka dilakukan pengelolaan risiko yaitu
penetapan alternative/pilihan, analisa untung rugi, memilih tindakan yang paling
sesuai, perencanaan tindakan dan implementasi. Apabila risiko diterima maka
dilakukan monitor audit review.
Langkah evaluasi risiko adalah :
a. Membuat Rangking Risiko
b. Prioritas Risiko
c. Cost Benefit Analysis( setelah dirangking, biaya untuk mengurangi ririko
dibandingkan dengan biaya kalau terjadi risiko)
d. Menetapkan Pengelolaan Risiko
Proses menganalisa risiko yang perlu dipertimbangkan adalah dampak dari
risiko tersebut bila benar terjadi;
a . Risiko yang dampaknya besar harus segera ditindaklanjuti dan
mendapat perhatian dari pimpinan.
b. Risiko yang dampaknya menengah-ringan akan dikelola oleh Komite
Peningkatan Mutu Keselamatan Pasien (PMKP) bersama Kepala Unit Kerja
untuk membuat rencana tindak lanjut dan pengawasan.
Kriteria Evaluasi Risiko
Keputusan untuk menerima risiko dan pengelolaannya berdasarkan pertimbangan :
a. Kriteria klinis, operasional, teknis, kemanusiaan
b. Kebijakan, tujuan
c. Sasaran dan kepentingan stakeholder
d. Keuangan, hukum, sosial

13
C. Penanganan Risiko / Pengelolaan Risiko (Risk Control)
Perlakukan risiko adalah upaya untuk menyeleksi pilihan-pilihan yang dapat
mengurangi atau meniadakan dampak serta kemungkinan terjadi risiko. Perlakuan
yang dapat dipilih adalah;
1. Pengendalian risiko : upaya-upaya untuk mengubah risiko yang merupakan
langkah-langkah antisipatif yang direncanakan dan dilakukan secara rutin untuk
mengurangi risiko. Pengendalian risiko bertujuan untuk menghentikan kerugian
yaitu dengan menghindari paparan, pencegahan kerugian, pengurangan kerugian,
menghindari paparan-duplikasi, transfer kontrak untuk pengendalian risiko
2. Penanganan / pembiayaan risiko : langkah-langkah yang diambil untuk mengurangi
risiko jika tindakan pengendalian belum memadai. Dapat juga bermakna langkah-
langkah yang telah direncanakan dan akan dilakukan apabila risiko benar-benar
terjadi.
Pembiayaan risiko bertujuan untuk membayar kerugian dengan cara :
a) Retensi :
Retensi dengan cara pembayaran terkini atas kerugian, cadangan yang tidak
dibiayai, cadangan yang dibiayai, peminjaman, menetapkan penjamin
b) Transfer :
Transfer dengan cara transfer kontrak untuk pembiayaan risiko, asuransi
komersial, asuransi untuk risiko bisnis, peminjaman, mengambil penjamin.
Hasil akhir dari pengelolaan risiko adalah :
1. Dihindari (Avoid)
Tidak melaksanakan kegiatan yang menimbulkan risiko
2. Direduksi (Reduction)
Mengurangi atau mengandalkan dampak yang mungkin terjadi
3. Dipindahkan (Transfer)
Mengatur agar pihak lain ikut menanggung atau berbagi sebagian risiko melalui
kontrak kerjasama, joint venture
4. Diterima (Accept)
Beberapa risiko sangat ringan sehingga dapat diterima/dikelola sendiri.
Sementara menurut National Health System (NHS) pengelolaan risiko adalah :
1. Mengambil kesempatan dengan kondisi yang ada dengan mempertimbangkan
keuntungan lebih besar daripada kerugian

14
2. Mentoleransi risiko
3. Mentransfer risiko pada pihak ke tiga (3) seperti asuransi
4. Menghentikan aktivitas yang menimbulkan risiko
D. Pelaporan dan analisis data insiden keselamatan pasien
Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP) yang selanjutnya disebut pelaporan
insiden adalah suatu sistem untuk mendokumentasikan laporan insiden keselamatan
pasien, analisa dan solusi untuk pembelajaran.
Ketentuan pelaporan dan analisis data insiden keselamatan pasien adalah sebagai
berikut :
1. Sistem pelaporan insiden dilakukan di internal Rumah Sakit dan kepada Komite
Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
2. Pelaporan insiden kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit
mencakup Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), Kejadian Nyaris Cedera (KNC),
dan Kejadian Tidak Cedera (KTC), dilakukan setelah analisis dan mendapatkan
rekomendasi dan solusi dari TKPRS.
3. Sistem pelaporan insiden kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah
Sakit harus dijamin keamanannya, bersifat rahasia, anonym(tanpa identitas), tidak
mudah diakses oleh yang tidak berhak.
4. Pelaporan insiden keselamatan kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien
Rumah Sakit ditujukan untuk menurunkan insiden dan mengoreksi system dalam
rangka meningkatkan keselamatan pasien dan tidak untuk menyalahkan orang
(non blaming).
5. Setiap insiden harus dilaporkan secara internal kepada sub komite Keselamatan
Pasien dalam waktu paling lambat 2x24 jam sesuai format laporan Insiden
keselamatan pasien.
6. Sub komite Keselamatan Pasien melakukan analisis dan memberikan rekomendasi
serta solusi atas insiden yang dilaporkan.
7. Sub Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit melaporkan hasil kegiatannya
kepada Kepala Rumah Sakit.
8. Rumah Sakit harus melaporkan insiden, analisa, rekomendasi dan solusi Kejadian
Tidak Diharapkan (KTD) secara tertulis kepada Komite Nasional Keselamatan
Pasien Rumah Sakit sesuai format pelaporan insiden keselamatan pasien.
Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit melakukan pengkajian dan

15
memberikan umpan balik (feedback) dan solusi atas laporan insiden keselamatan
pasien
E. Pelaksanaan dan Pendokumentasian HFMEA dan rancang ulang
Rumah Sakit melaksanakan dan membuat dokumentasi penggunaan alat pengurangan
pro aktif terhadap risiko dalam salah satu prioritas proses risiko paling sedikit setiap
tahun. Pendokumentasian HFMEA bertujuan mengkaji prosedur secara rinci,
mengenali penyebab kesalahan, menilai penyebab kesalahan dan mengubah prosedur.
Dalam pelaksanaan dan pendokumentasian HFMEA menerapkan delapan tahap
HFMEA menurut JCAHO 2005 sebagai berikut :
1. Memilih proses yang berisiko tinggi dan membentuk tim
2. Membuat diagram proses/alur proses dengan flowchart yang rinci
3. Untuk setiap kemungkinan kegagalan(failure mode)
4. Menetapkan kemungkinan tingkat keparahan dari efek tersebut ke pasien(Risk
Priority Numbers/RPN)
5. Melakukan RCA dari failure mode
6. Rancang ulang proses
7. Analisa dan uji coba proses baru
8. Implementasi dan monitor rancang proses baru

16
BAB VI
MANAJEMEN RISIKO KHUSUS

 Infection Control Risk Assessment ( ICRA )


Adalah alat untuk menilai tingkat risiko infeksi pada sebuah aktivitas. ICRA dapat
digunakan pada kegiatan pembangunan dan renovasi bangunan.
Manajemen risiko ICRA dilakukan oleh Komite PPI (contoh terlampir).
Tata cara kajian resiko pengendalian infeksi untuk pembangunan dan renovasi

Langkah Pertama :
Identifikasi Tipe Aktifitas Proyek Konstruksi (Tipe A-D)

Tipe A Aktifitas inspeksi dan non-invasif.


Meliputi (tetapi tidak hanya terbatas pada) :
Pelepasan atau pemasangan plafon untuk pemeriksaan visual
2
saja, maksimal 1 plafon per 50 m
Pengecatan (tanpa proses penggosokan)
Pemasangan wallpaper, pekerjaan trim listrik, perbaikan ledeng ringan,
dan aktifitas yang tidak menyebabkan debu atau membutuhkan
pembongkaran dinding atau akses ke langit-langit selain untuk
pemeriksaan visual
Tipe B Skala kecil, durasi aktifitas tidak lama yang menghasilkan debu
minimal.
Meliputi (tetapi tidak hanya terbatas pada) :
Instalasi kabel telepone dan komputer
Pembongkaran dinding atau langit-langit dimana perpindahan debu
dapat dikontrol

17
Tipe C Pekerjaan yang menyebabkan timbulnya debu dalam jumlah sedang
dan besar atau membutuhkan pembongkaran terhadap komponen
gedung yang tetap atau telah dirakit.
Meliputi (tetapi tidak hanya terbatas pada) :
Pengampelasan dinding untuk pengecatan atau pemasangan wallpaper
Pembongkaran lantai, langit-langit (plafon) dan kusen
Pembangunan dinding baru
Pembuatan saluran atau instalasi listik diatas plafon
Pekerjaan pemasangan kabel dalam jumlah besar
Semua aktifitas yang tidak dapat diselesaikan dalam 1 shift jam kerja
Tipe D Proyek pembongkaran dan konstruksi mayor.
Meliputi (tetapi tidak hanya terbatas pada) :
Aktifitas yang membutuhkan lebih dari 1 shift jam kerja
Membutuhkan pembongkaran berat atau pembuangan seluruh sistem
kabel
Konstruksi baru

Langkah Kedua :
Identifikasi Kelompok Resiko Pasien yang akan terpengaruh. Apabila lebih dari 1
18
kelompok resiko, pilih kelompok dengan resiko terbesar :

Resiko Rendah Resiko Sedang Resiko Tinggi Resiko Sangat Tinggi

Area Cardiology Instalasi Gawat Area dengan pasien


perkantoran Echocardiography Darurat immuno- compromised
Endoscopy Kamar bersalin Perawatan luka bakar
Fisioterapi Laboratorium Cath lab jantung
Radiologi Kamar perawatan CSSD
Perinatologi ICU
Poli bedah Kamar isolasi
Poli anak bertekanan negatif
Farmasi Perawatan onkologi
Kamar pemulihan Kamar operasi
(recovery room)

Langkah Ketiga :
Padankan antara Kelompok Resiko Pasien dengan Tipe Proyek Konstruksi pada
matrix berikut, untuk mendapatkan Kelas Pencegahan atau Level Aktifitas
Pencegahan Infeksi yang diperlukan.

Kelompok Resiko Tipe Proyek Konstruksi


Pasien Tipe A Tipe B Tipe C Tipe D
Resiko Rendah I II II III / IV
Resiko Sedang I II III IV
Resiko Tinggi I II III / IV IV
Resiko Sangat Tinggi II III / IV III / IV IV

Persetujuan dari Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi diperlukan bila


aktifitas konstruksi dan level resiko mencapai Kelas III atau Kelas IV dan
membutuhkan prosedur pencegahan infeksi.

Aktifitas Pencegahan Infeksi yang Dibutuhkan Berdasarkan Kelas

19
Setelah Proyek Konstruksi
Selama Proyek Konstruksi
Selesai
Kelas I 1. Lakukan pekerjaan dengan a. Bersihkan area kerja setelah
metode meminimalisir timbulnya pekerjaan selesai
debu dari pekerjaan konstruksi
2. Segera mengganti plaforn
yang diambil untuk pemeriksaan
visual
Kelas II 1. Lakukan tindakan aktif 1. Usap permukaan kerja dengan
untuk mencegah debu cairan pembersih / desinfektan
terdispersi ke atmosfer 2. Sebelum ditransportasikan,
2. Lakukan penguapan pada tempatkan sampah konstruksi
permukaan kerja untuk dalam wadah tertutup rapat
mengontrol debu pada saat 3. Lap dengan lap basah permukaan
memotong / membongkar atau sedot dengan HEPA filter
3. Segel pintu yang tidak vacum sebelum meninggalkan
digunakan dengan tape area kerja
4. Segel dan tutup ventilasi udara 4. Setelah selesai, perbaiki sistem
5. Pindahkan atau isolasi sistem HVAC di area kerja
HVAC di area kerja

20
Setelah Proyek Konstruksi
Selama Proyek Konstruksi
Selesai
Kelas III 1. Pindahkan atau isolasi sistem 1. Jangan melepas penghalang dari
HVAC diarea kerja untuk area kerja sampai dengan proyek
mencegah kontaminasi pada yang sudah selesai diinspeksi
sistem saluran oleh Komite K3 dan Komite PPI,
2. Lengkapi semua barier kritikal serta telah dibersihkan seluruhnya
seperti gipsum, triplek, plastik, oleh Unit Kebersihan
untuk menyegel area kerja dari 2. Lepaskan bahan penghalang
area perawatan atau gunakan secara hati - hati untuk
metode kubik kontrol (keranjang meminimalisir penyebaran debu
dilapisi plastik dan disegel dan debris sehubungan dengan
koneksinya dengan area kerja proyek konstruksi
menggunakan HEPA vacum untuk 3. Sedot area kerja dengan HEPA
memvacum bila keluar) sebelum filter vacum
konstruksi dimulai 4. Usap permukaan kerja dengan
3. Pertahankan tekanan udara cairan pembersih / desinfektan
negatif didalam area kerja 5. Setelah selesai, perbaiki sistem
menggunakan unit filtrasi udara HVAC di area kerja
dengan HEPA
4. Angkut sampah konstruksi di
dalam kontainer tertutup rapat
5. Pada saat pemindahan, tutupi
wadah atau troli, segel dengan
tape kecuali memiliki tutup yang
solid.

21
Setelah Proyek Konstruksi
Selama Proyek Konstruksi
Selesai
Kelas 1. Isolasi sistem HVAC di area 1. Jangan melepas penghalang dari
IV kerja untuk mencegah area kerja sampai dengan proyek
kontaminasi pada sistem saluran yang sudah selesai diinspeksi
2. Lengkapi semua barier kritikal oleh Komite K3 dan Komite PPI,
seperti gipsum, triplek, plastik, serta telah dibersihkan seluruhnya
untuk menyegel area kerja dari oleh Unit Kebersihan
area perawatan atau gunakan 2. Lepaskan bahan penghalang
metode kubik kontrol (keranjang secara hati-hati untuk
dilapisi plastik dan disegel meminimalisir penyebaran debu
koneksinya dengan area kerja dan debris sehubungan dengan
menggunakan HEPA vacum untuk proyek konstruksi
memvacum bila keluar) sebelum 3. Sebelum ditransportasikan,
konstruksi dimulai tempatkan sampah konstruksi
3. Pertahankan tekanan udara dalam wadah tertutup rapat
negatif didalam area kerja 4. Pada saat pemindahan, tutupi
menggunakan unit filtrasi udara wadah atau troli, segel dengan
dengan HEPA tape kecuali memiliki tutup yang
4. Segel lubang, pipa, saluran dan solid.
tusukan 5. Sedot area kerja dengan HEPA
5. Bangun anteroom (ruang antara) filter vacum
dan minta semua personil untuk 6. Usap permukaan kerja dengan
melewati ruangan ini sehingga cairan pembersih / desinfektan
bisa divacum dengan HEPA filter 7. Setelah selesai, perbaiki sistem
sebelum meninggalkan area kerja HVAC di area kerja
atau mereka dapat menggunakan
baju kerja yang dilepas setiap
meninggalkan area kerja
6. Semua personil yang memasuki
area kerja diminta untuk
menggunakan sepatu kerja.
Sepatu kerja harus dilepas
setiap kali pekerja
22
meninggalkan area kerja
23

Anda mungkin juga menyukai