PENDAHULUAN
1
Beberapa pasien datang berobat dengan perubahan sekunder yang luas
pada kulit, seperti dermatitis yang meluas, infeksi bakterial sekunder, self-
induced dermatitis yang disebabkan oleh pengobatan yang tidak sesuai.
Diperkirakan bahwa rata-rata pasien-pasien seperti ini telah terinfeksi
sedikitnya 1 bulan sebelum gejala ketidaknyamanan generalisata ini muncul.
Manifestasi klinis dari scabies yaitu gatal secara umum yang lebih intens
terutama pada malam hari dan menyebabkan ketidaknyamanan pada pasien,
namun, komplikasi dan kematian juga dapat terjadi, umumnya karena adanya
pioderma bakterial sekunder, yang umumnya disebabkan oleh Streptococcus
pyogenus atau Staphylococcus aureus. Infeksi sekunder ini dapat
menyebabkan komplikasi seperti glomerulonefritis post-streptococcus dan
sepsis sistemik.10
Kutu ini membuat liang terowongan pada stratum corneum dan
melanjutkan siklus hidupnya di sana. Banyak obat-obatan, terutama dari
golongan insektisida, yang digunakan dalam terapi scabies pada abad ke-20.
Namun, kebanyakan dari obat-obatan ini bersifat toksik. Akhir-akhir ini,
adanya resistensi terhadap obat yang sudah ada sebelumnya, derajat keparahan
penyakit, dan reaksi lanjut dari obat-obatan telah mendorong perkembangan
strategi pengobatan dan antiektoparasit baru untuk manajemen yang lebih
optimal.4,10
1.2 Tujuan Penulisan
Penulisan case report ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami
tentang penyakit skabies.
1.3 Metode Penulisan
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Definisi
Skabies merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan
penetrasi tungau parasit Sarcoptes scabiei var. hominis ke epidermis.1 Tungau
betina berfertilisasi dan menaruh telur di stratum korneum.2 Tungau bersifat
obligat pada manusia, tinggal dalam terowongan yang dibuat dalam epidermis
superfisial.1
2. 2 Epidemiologi
Skabies ditemukan di semua negara dengan prevalensi yang bervariasi.
Daerah endemik skabies adalah di daerah tropis dan subtropis seperti Afrika,
Mesir, Amerika Tengah, Amerika Selatan, Amerika Utara, Australia, Kepulauan
Karibia, India, dan Asia Tenggara.9
Diperkirakan bahwa terdapat lebih dari 300 juta orang di seluruh dunia
terjangkit tungau skabies. 8 Studi epidemiologi memperlihatkan bahwa prevalensi
skabies cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja dan tidak dipengaruhi oleh
jenis kelamin, ras, umur, ataupun kondisi sosial ekonomi. Faktor primer yang
berkontribusi adalah kemiskinan dan kondisi hidup di daerah yang padat,9
sehingga penyakit ini lebih sering di daerah perkotaan. 12
Terdapat bukti menunjukkan insiden kejadian berpengaruh terhadap musim
dimana kasus skabies lebih banyak didiagnosis pada musim dingin dibanding
musim panas. Insiden skabies semakin meningkat sejak dua dekade ini dan telah
memberikan pengaruh besar terhadap wabah di rumah-rumah sakit, penjara, panti
10
asuhan, dan panti jompo. Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi
epidemi skabies. Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini,
antara lain: higiene yang buruk, kesalahan diagnosis, dan perkembangan
dermografik serta ekologi.11
3
Skabies dapat mengenai semua usia, ras dan tingkat sosial ekonomi, tetapi
prevalensi masih sulit didapatkan.1 Lingkungan padat penduduk, yang sering
terdapat pada negara berkembang dan hampir berkaitan dengan kemiskinan dan
3
kebersihan yang buruk, dapat meningkatkan penularan dan penyebaran skabies.
Penularan bisa melalui personal kontak, namun prevalensi terbanyak penularan
melalui kontak dengan benda.1
Skabies memiliki tingkat kompetensi 4A, artinya lulusan dokter harus
mampu membuat diagnosis klinik, dan melakukan penatalaksanaan penyakit
tersebut secara mandiri dan tuntas.4
2. 3 Etiopatogenesis
Parasit Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida.
Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var. hominis. Tungau betina dewasa
berukuran panjang 0,4 mm dan 0,3 mm dan ukuran jantan lebih kecil dengan
panjang 0,2 mm dan lebar 0,15 mm. Pada pemeriksaan mikroskopis, badan tungau
berwarna putih suram dan terdapat gambaran gelombang transversal yang jelas.
Bagian dorsal ditutupi rambut halus dan duri disebut dentikel. Tungau dewasa
mempunyai empat pasang kaki, dua pasang kaki depan sebagai alat untuk
melekat. 5
Tungau dapat menembus epidermis dalam waktu 20 menit dan bertelur
sebanyak 3 telur per hari. Telur tersebut menetas setelah 4 hari, kemudian larva
berpindah ke permukaan kulit dan berkembang disana. Setelah 2 pekan, terjadi
kopulasi antara tungau jantan dan betina. Kopulasi antara tungau jantan dan betina
dewasa terjadi di stratum korneum.1 Tungau betina yang sudah mengalami
fertilisasi membuat terowongan pada malam hari sepanjang 2-3 mm per hari
untuk meletakkan telurnya. Terowongan tidak terbatas pada stratum korneum saja
tetapi dapat menembus lapisan lain di epidermis, tidak lebih dalam dari stratum
granulosum. Telur dan feses di deposit di bagian belakang tungau betina di dalam
terowongan. Setiap tungau betina dapat menghasilkan 1-4 telur per hari dan 40-50
telur selama hidupnya (4-6 pekan). Selama itu tungau tidak keluar dari
terowongan. Dalam 2-3 hari telur menetas menjadi larva dan keluar dari
terowongan. Larva kemudian menjadi nympha dalam 3-4 hari, kemudian menjadi
tungau jantan dan betina dewasa dalam 4-7 hari. Terjadi kopulasi lagi dan tungau
4
betina membuat terowongan lagi sedangkan tungau jantan akan mati (Gambar
2.1).6
Tungau betina dapat hidup lebih lama dari tungau jantan yaitu lebih dari
30 hari.3 Tungau skabies umumnya hidup pada suhu lembab dan pada suhu kamar
(21 C dengan kelembaban relatif 40-80%) tungau masih dapat hidup di luar tubuh
hospes selama 24-36 jam.6
Masuknya Sarcoptes scabiei ke dalam epidermis tidak segera memberikan
gejala gatal. Gatal timbul 1 bulan setelah infestasi primer serta ada infestasi kedua
sebagai manifestasi respon imun terhadap tungau maupun sekret yang dihasilkan
7
di terowongan bawah kulit. Terjadi hipersensitivitas tipe cepat dan tipe lambat
untuk terjadinya lesi. Untuk infestasi hanya memerlukan kurang lebih 10 tungau.
Pada reinfestasi gatal sudah dapat dirasakan dalam 24 jam. Keterlibatan
hipersensitivitas tipe lambat pada terjadinya papul dan nodul yang meradang,
berdasarkan pada perubahan histologis dan ditemukannya limfosit T pada infiltrat
5
kulit. Temuan imunologis lain yaitu adanya IgG dan IgM yang tinggi dan IgA
rendah dalam serum dan kembali normal setelah terapi. 7
2. 4 Gejala Klinis
Kelainan klinis pada kulit yang ditimbulkan oleh infestasi Sarcoptes scabiei
sangat bervariasi. Meskipun demikian kita dapat menemukan gambaran klinis
berupa keluhan subjektif dan objektif yang spesifik. Dikenal ada 4 tanda utama
atau cardinal sign pada infestasi skabies, yaitu :11,10
a. Pruritus nocturna
Setelah pertama kali terinfeksi dengan tungau skabies, kelainan kulit
seperti pruritus akan timbul selama 6 hingga 8 minggu. Infeksi yang
berulang menyebabkan ruam dan gatal yang timbul hanya dalam beberapa
hari. Gatal terasa lebih hebat pada malam hari.16,17 Hal ini disebabkan
karena meningkatnya aktivitas tungau akibat suhu yang lebih lembab dan
panas. Sensasi gatal yang hebat seringkali mengganggu tidur dan penderita
menjadi gelisah.10
b. Menyerang manusia secara berkelompok
Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, sehingga dalam sebuah
keluarga biasanya mengenai seluruh anggota keluarga. Begitu pula dalam
sebuah pemukiman yang padat penduduknya, skabies dapat menular
hampir ke seluruh penduduk. Didalam kelompok mungkin akan ditemukan
individu yang hiposensitisasi, walaupun terinfestasi oleh parasit sehingga
tidak menimbulkan keluhan klinis akan tetapi menjadi pembawa/carier
bagi individu lain.10
c. Adanya terowongan
Kelangsungan hidup Sarcoptes scabiei sangat bergantung kepada
kemampuannya meletakkan telur, larva dan nimfa didalam stratum
korneum, oleh karena itu parasit sangat menyukai bagian kulit yang
memiliki stratum korneum yang relatif lebih longgar dan tipis. 10
d. Menemukan Sarcoptes scabiei
6
Gambar 2. 2 : Terowongan pada penderita scabies8
Lesi yang timbul berupa eritema, krusta, ekskoriasi papul dan nodul yang
sering ditemukan di daerah sela-sela jari, pergelangan tangan bagian depan dan
lateral telapak tangan, siku, aksilar, skrotum, penis, labia dan pada areola
wanita.16 Bila ada infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorfik (pustul,
ekskoriasi, dan lain-lain).10
7
daerah siku. Namun, terowongan tersebut sukar ditemukan di awal infeksi karena
aktivitas menggaruk pasien yang hebat.14
8
2. 5 Pemeriksaan Penunjang
Bila gejala klinis spesifik, diagnosis skabies mudah ditegakkan. Tetapi
penderita sering datang dengan lesi yang bervariasi sehingga diagnosis pasti
sulit ditegakkan. Pada umumnya diagnosis klinis ditegakkan bila ditemukan
19
dua dari empat cardinal sign. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk
menemukan tungau dan produknya yaitu :
1. Kerokan kulit
Papul atau kanalikuli yang utuh ditetesi dengan minyak mineral atau KOH
10% lalu dilakukan kerokan dengan meggunakan scalpel steril yang
bertujuan untuk mengangkat atap papula atau kanalikuli. Bahan pemeriksaan
diletakkan di gelas objek dan ditutup dengan kaca penutup lalu diperiksa
dibawah mikroskop.19
2. Mengambil tungau dengan jarum
Bila menemukan terowongan, jarum suntik yang runcing ditusukkan
kedalam terowongan yang utuh dan digerakkan secara tangensial ke ujung
lainnya kemudian dikeluarkan. Bila positif, Tungau terlihat pada ujung
jarum sebagai parasit yang sangat kecil dan transparan. Cara ini mudah
dilakukan tetapi memerlukan keahlian tinggi.19
3. Tes tinta pada terowongan (Burrow ink test)
Identifikasi terowongan bisa dibantu dengan cara mewarnai daerah lesi
dengan tinta hitam. Papul skabies dilapisi dengan tinta cina, dibiarkan
selama 20-30 menit. Setelah tinta dibersihkan dengan kapas alkohol,
terowongan tersebut akan kelihatan lebih gelap dibandingkan kulit di
sekitarnya karena akumulasi tinta didalam terowongan. Tes dinyatakan
positif bila terbetuk gambaran kanalikuli yang khas berupa garis menyerupai
bentuk zigzag. 20,19
4. Membuat biopsi irisan (epidermal shave biopsy)
Diagnosis pasti dapat melalui identifikasi tungau, telur atau skibala secara
mikroskopik. Ini dilakukan dengan cara menjepit lesi dengan ibu jari dan
telunjuk kemudian dibuat irisan tipis, dan dilakukan irisan superficial secara
menggunakan pisau dan berhati-hati dalam melakukannya agar tidak
9
berdarah. Kerokan tersebut diletakkan di atas kaca objek dan ditetesi dengan
minyak mineral yang kemudian diperiksa dibawah mikroskop.21,19
5. Biopsi irisan dengan pewarnaan HE.
10
Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misal dalam satu
keluarga biasanya seluruh anggota keluarga dapat menderita skabies. Begitu pula
dalam sebuah perkampungan yang padat penduduk, sebagian besar tetangga yang
berdekatan dapat diserang oleh tungau Sarcoptes scabiei. Seluruh anggota
keluarga yang terinfeksi dikenal dengan keadaan hiposensitisasi. Yakni
mengalami infestasi tungau namun tidak memberikan gejala. Pasien bersifat
sebagai pembawa (carrier). 7
Terowongan (kunikulus) pada tempat predileksi berwarna putih atau
keabuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rerata panjang 1 cm, pada ujung
terowongan ditemukan papul dan vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulit
menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi dan lain-lain). Tempat predileksi merupakan
tempat dengan stratum korneum tipis, yaitu sela jari tangan, pergelangan tangan
bagian polar, siku bagian luar, lipatan ketiak bagian depan, aerola mammae
(perempuan), umbilikus, bokong, genitalia eksterna (pria) dan perut bagian
bawah. Pada bayi dapat mengenai telapak tangan dan telapak kaki. 7
Tanda diagnosis paling utama adalah dengan menemukan tungau.
Diagnosis dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda cardinal diatas. 7
11
Folikulitis adalah peradangan pada folikel rambut. Lesi berupa papul atau
pustul eritematosa, ditengahnya terdapat rambut, biasanya multipel. Predileksi di
tungkai bawah. Folikulitis disebabkan infeksi Staphylococcus aureus,
pemeriksaan penunjang dengan pulasan Gram didapatkan Gram positif berwarna
ungu.7
Insect Bite atau gigitan serangga adalah kelainan akibat gigitan atau tusukan
serangga yang disebabkan reaksi terhadap toksin atau alergen yang dikeluarkan
serangga. Reaksi akibat gigitan serangga berbeda tiap individu tergantung jenis
spesies serangga. Reaksi yang timbul dapat berupa lokal atau generalisata. Lesi
terbatas pada gigitan atau tusukan serangga berupa papul urtikaria disertai gatal,
vesikel atau bula hingga pembengkakan wajah dan syok anafilaktik.7
2. 8 Penatalaksanaan
Dalam melakukan tatalaksana pada skabies diperlukan komunikasi,
informasi dan edukasi pada pasien dan keluarga pasien.
Umum
Untuk penatalaksanaan umum, diberitahukan kepada pasien bahwa
penyakit ini menular. Sehingga seluruh atau sekelompok yang tinggal dalam satu
rumah harus diobati walaupun gejala belum ada.7 Obat topikal sebaiknya
diberikan setelah mandi karena hidrasi kulit. Pakaian, sprei, handuk dan alat tidur
lain hendaknya dicuci dengan air panas, atau dimasukkan dalam kantong plastik
dan dibiarkan selama 1 hari.2
Khusus
Obat antipruritus seperti obat anti histamin mungkin mengurangi gatal
yang secara karakeristik menetap selama beberapa minggu setelah terapi dengan
anti skabies yang adekuat. Pada bayi, aplikasi hidrokortison 1% pada lesi kulit
yang sangat aktif dan aplikasi pelumas atau emolien pada lesi yang kurang aktif
mungkin sangat membantu, dan pada orang dewasa dapat digunakan triamsinolon
0,1% untuk mengurangi keluhan.(10)
12
Tabel 1. Pengobatan Skabies (14)
Jenis Obat Dosis Keterangan
Krim Dioleskan selama 8-14 jam, Terapi lini pertama di Amerika
Permethrin diulangi selama 7 hari. Serikat dan kehamilan kategori B.
5%
Losion Dioleskan selama 8 jam Tidak dapat diberikan pada anak
Lindane 1% setelah itu dibersihkan, olesan umur 2 tahun kebawah, wanita
kedua diberikan 1 minggu selama masa kehamilan dan laktasi.
kemudian.
Krim Dioleskan selama 2 hari Memiliki efek anti pruritus tetapi
Crotamiton berturut-turut, lalu diulangi efektifitasnya tidak sebaik topikal
10% dalam 5 hari. lainnya.
Sulfur Dioleskan selama 3 hari lalu Aman untuk anak kurang dari 2
presipitat 5- dibersihkan. bulan dan wanita dalam masa
10% kehamilan dan laktasi, tetapi tampak
kotor dalam pemakaiannya dan data
efisiensi obat ini masih kurang.
Ivermectin Dosis tunggal oral, bisa Memiliki efektifitas yang tinggi dan
200 υg/kg diulangi selama 10-14 hari aman. Dapat digunakan bersama
bahan topikal lainnya. Digunakan
pada kasus-kasus skabies berkrusta
dan skabies resisten.
13
kortikosteroid topikal dengan atau tanpa antibiotik topikal tergantung adanya
infeksi sekunder Staphylocccus aureus. Antipruritus topikal crotamiton sering
membantu jika kulit gatal dengan hanya sedikit reaksi peradangan. Pasien harus
disarankan bahwa erupsi dari skabies membutuhkan waktu untuk proses
penyembuhan dan sebaiknya berhati-hati dengan penggunaan skabisid yang
berlebihan. 18
2. 9 Komplikasi
Infeksi sekunder Staphylococcus aureus merupakan komplikasi tersering
skabies. Infeksi tersebut karena luka akibat garukan lesi. Infeksi Staphylococcus
aureus misal, menyebabkan glomerulonephritis. Pada beberapa jurnal dan literatur
melaporkan Glomerulonephritis akut paska Steptokokus lebih banyak terjadi
akibat infeksi kulit skabies dibandingkan faringitis.23,24
Tidak semua komplikasi skabies berhubungan dengan infeksi, kerugian
ekonomi rumah tangga juga merupakan masalah pada rakyat miskin. Sebuah
penelitian di pedesaan Meksiko menunjukkan bahwa sebuah keluarga dapat
mengeluarkan banyak biaya pengobatan. Hal ini berdampak pada kemampuan
keluarga untuk membeli komoditas lain, termasuk makanan untuk keluarga
mereka. Oleh karena itu, skabies di lingkungan penduduk miskin merupakan
sebab potensi morbiditas dan sumber beban keuangan.23
2. 10 Prognosis
Jika tidak dirawat, kondisi ini bisa menetap untuk beberapa tahun. Pada
individu yang immunokompeten, jumlah tungau akan berkurang seiring waktu.
Investasi skabies dapat disembuhkan. Seorang individu dengan infeksi skabies,
jika diobati dengan benar, memiliki prognosis yang baik, keluhan gatal dan
eksema akan sembuh.(22)
14
BAB 3
LAPORAN KASUS
1. Identitas Pasien
a. Nama/Kelamin/Umur/MR: An. A/ Laki-laki/ 10 tahun 6 bulan/ 1568/
BPJS PBI.
b. Pendidikan : SD Kelas 4
c. Alamat : Tanah Sirah, Lubuk Begalung
2. Latar Belakang sosial-ekonomi-demografi-lingkungan keluarga
a. Jumlah Saudara :2
b. KB : Tidak ada.
c. Kondisi Rumah :
15
rumah ke jalan raya ± 3 meter. Jarak rumah ke puskesmas ± 1,2
km.
- Kerukunan antar tetangga berjalan baik.
3. Aspek Psikologis di keluarga
16
- Pasien tidak memiliki riwayat alergi berupa asma, bersin bersin
pada pagi hari dan hidung gatal saat terkena debu atau udara
dingin.
- Pasien belum melakukan pengobatan terhadap keluhannya saat
ini.
- Pasien tidak pernah mengosumsi obat jangka panjang
sebelumnya.
- Pasien sekamar dengan 2 saudaranya yang mengalami keluhan
yang sama ± 1 minggu setelah pasien mengeluhakan gatal
tersebut
Riwayat Imunisasi
- BCG : 1 bulan
- DPT : 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan
- Polio : 1 bulan, 2 buan, 3 bulan, 4 bulan
- Hepatitis B : 0 bulan, 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan
- Campak : 9 bulan
Kesan : Imunisasi dasar lengkap.
Riwayat Kebiasaan
- Pasien memiiki kebiasaan memakai handuk bersama dalam keluarga.
- Pasien mandi 1 kali sehari pada pagi hari.
17
- Ibu pasien jarang menjemur kasur, bantal dan selimut. Biasanya hanya
dicuci bila nampak kotor.
- Pasien tidur satu kasur dengan kedua saudara laki-lakinya
7. Pemeriksaan Fisik
Tanda Vital :
Keadaan Umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : komposmentis kooperatif
Frekuensi denyut nadi : 82x/ menit
Frekuensi Nafas : 20x/menit
Suhu : 36,5oC
BB : 35 kg
TB : 143 cm
BB/TB : 94,6%
Kesan: Status gizi normal
Pemeriksaan Sistemik
18
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : bunyi jantung murni, irama teratur, bising tidak ada
- Abdomen: Inspeksi : distensi tidak ada
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal.
- Punggung : tidak ditemukan kelainan
- Alat Kelamin : tidak ditemukan kelainan
- Ekstremitas: akral hangat, refilling kapiler baik
Status Dermatologikus:
8. Laboratorium : -
10. Manajemen
a. Preventif
19
- Menjemur alat rumah tangga seperti kasur, bantal, karpet di bawah
sinar matahari atau membungkus dengan plastik.
b. Promotif
- Memberikan penyuluhan kepada pasien dan keluarga bahwa
penyakit skabies yang diderita oleh pasien merupakan penyakit
kulit yang menular. Penyakit ini menular melalui kontak dekat
dengan penderita atau barang-barangnya, sehingga bagi
keluarga ataupun orang disekitar pasien sebaiknya
menghindarai kontak dengan pasien sampai pasien selesai
diobati.
- Semua anggota keluarga harus dibawa berobat ke Puskesmas
terutama kedua kakak laki-laki yang tidur sekamar dengan
pasien.
- Mengkonsumsi makanan tinggi protein seperti daging ayam,
daging sapi, dan telur untuk meningkatkan imunitas sehingga
menurunkan risiko untuk menderita penyakit infeksi.
- Disarankan kepada pasien agar menjaga kebersihan diri dengan
cara mandi 2 kali sehari dengan sabun dan air bersih.
- Perlu kerjasama keluarga dalam proses pengobatan yang
dilakukan secara serentak.
c. Kuratif
Non Medikamentosa
Jangan menggaruk lesi
Teratur menggunakan dan mengonsumsi obat
Menjemur peralatan yang telah digunakan bawah sinar
matahari atau membungkus dengan plastik selama 2 hari.
Kontrol teratur.
Medikamentosa :
Salep 2-4 (salap diolesakan ke seluruh tubuh kecuali muka
rambut selama 3 hari berturut turut, dioleskan pada jam 20.00
WIB setiap harinya. Apabila terkena air maka dioleskan
kembali hingga 3x24 jam)
20
CTM 3 x 4 mg
Vitamin B komplek 3 x 1 tab
Resep
∫ ue
R/ Kloramfenikol tab500mg No. XX
____________________________________£
S4 dd tab ½
R/ CTM No X
∫ 3 dd tab 1/2
R/ Paracetamol tab 500mg No. X
£
S3 dd tab ½
R/ Vit B Komplek
∫ 3 ddtab
R/ Bicnat tab500mgNo.
1/2 X
£
S3 dd tab ½
Pro : An. A
Umur : 10 tahun BB : 35 kg
Pro : An. A
Alamat : Lubuk Begalung
Umur : 6 tahun BB : 15 kg
Alamat : Belimbi
BAB 4
DISKUSI
21
Seorang pasien laki-laki, usia 10 tahun datang ke Puskesmas Lubuk
Begalung Padang dengan keluhan gatal pada sela jari tangan yang semakin gatal
sejak 1 minggu yang lalu. Awalnya hanya ada sela jari tangan saja kemudian
menyebar sampai ke lipat siku, lipat paha, tungkai bawah dan sela jari kaki. Gatal
terutama meningkat saat malam hari. Kedua kakak laki-laki pasien juga memiliki
keluhan yang sama. Banyak dari teman sebaya pasien yang merupakan
tetangganya yang memiliki keluhan yang sama. Dari pemeriksaan fisik didapatkan
keadaan umum anak tampak sakit ringan, kesadaran komposmentis koopeeatif,
dan pemeriksaan lain dalam batas normal. Berdasarkan anamnesis pemeriksaan
fisik, diagnosis mengarah kepada skabies.
Pada anamnesis diketahui bahwa banyak teman sebaya pasien yang
merupakan tetangganya mengalami keluhan yang sama. Hal ini merupakan salah
satu faktor predisposisi untuk terjadinya penularan kutu parasit yaitu Sarcoptes
scabiei. Parasit ini mampu menggali terowongan di kulit dan menyebabkan rasa
gatal. Gatal dirasakan sepanjang hari, namun meningkat pada malam hari. Hal ini
disebabkan oleh aktivitas tungau lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan
panas.
Cara penularan Sarcoptes scabiei ada 2, yaitu menular kontak langsung
dan kontak tidak langsusng. Kontak langsung (kontak kulit dengan kulit) misalnya
berjabat tangan, tidur bersama, dan hubungan seksual. Sedangkan kontak tidak
langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal, dan lain-lain.
Kebiasaan pasien memakai handuk bersama dalam keluarga bisa menjadi sumber
penularan parasit ini. Diduga bahwa gejala yang sama yang dialami oleh kedua
kakak laki-laki pasien disebabkan karena pemakaian handuk bersama dengan
pasien.
22
keluarga lain, menjemur alat rumah tangga seperti kasur, bantal, karpet di bawah
sinar matahari atau membungkus dengan plastik.
Pada terapi kuratif diberikan yang diberikan kepada pasien adalah terapi
umum dan khusus. Pada terapi umum diberikan edukasi untuk tidak menggaruk
lesi untuk menghindari terjadinya infeksi sekunder, teratur mengonsumsi obat,
dan kontrol teratur. Sedangkan terapi khusus diberikan salep 2-4 yang
diaplikasikan selama 3 hari berturu-turut. Cara penggunaannya yaitu salap
diolesakan ke seluruh tubuh kecuali muka rambut selama 3 hari berturut turut,
dioleskan pada jam 20.00 WIB setiap harinya. Apabila terkena air maka dioleskan
kembali hingga 3x24 jam. Selain itu diberikan juga CTM 3 kali sehari sebagai
antihistamin untuk meredakan rasa gatal dan vitamin B komplek. Terapi
rehabilitatif pada pasien yaitu pasien harus rutin kontrol untuk menilai
perkembangan penyakitnya dan rutin meminum obat yang diberikan serta cara
pemakaian salep.
23
24
DAFTAR PUSTAKA
25
19. Amiruddin MD. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.1. Makassar:
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin ; 2003. 5-10.
20. Beegs Jennifer,ed. Scabies Prevention and Control Manual. Michigan.
Scabies prevention and Control Manual.
21. Scabies and Pediculosis, Orkin Miltoin, Howard L. Maibach. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine, 7th. USA: McGrawHill; 2008. 2029-31.
22. Johnston G, Sladden M. Scabies: Diagnosis and treatment. Bmj journals.
2005; 331: p. 619, 622.
23. Hay, R. J., Steer AC, Engelman D, Walton S. Scabies in the developing
world—its prevalence, complications, and management. ClinMicrobiol
Infect. 2012; 18(4): 313-323.
24. Currier, R.W., Walton, S.F., and Currie, B.J. Scabies in animals and
humans: history, evolutionary perspectives, and modern clinical
management. Ann N Y Acad Sci. 2012; 12(30): 50-60.
26