Anda di halaman 1dari 26

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Scabies merupakan manifestasi klinis yang disebabkan oleh penetrasi kutu
parasit obligat pada manusia, Sarcoptes scabies var. hominis ke dalam lapisan
epidermis. Kutu scabies ini adalah hewan Arthropoda yang awalnya
diidentifikasi pada tahun 1600-an, namun tidak dikenal sebagai penyebab
erupsi kulit hingga tahun 1700-an. Perkiraan sekitar 300 juta jiwa diseluruh
dunia terinfeksi kutu scabies. Scabies menyerang seluruh lapisan masyarakat,
dimana wanita dan anak-anak lebih banyak terinfeksi. Penyakit ini umumnya
cenderung banyak ditemukan pada area urban, khususnya pada area padat
penduduk. Terdapat bukti adanya variasi musim, dimana banyak kasus
dilaporkan pada saat-saat musim dingin daripada saat musim panas. Insiden
scabies telah meningkat dalam 2 dekade terakhir ini, terutama di rumah-rumah
perawatan, penjara, dan bangsal-bangsal rumah sakit. 1
Transmisi parasit ini biasanya terjadi melalui kontak personal, meskipun
kutu scabies ini dapat hidup di kulit manusia selama lebih dari 3 hari. Riwayat
kontak di sekolah, atau dengan teman dekat merupakan hal yang penting,
terutama ketika tidak ada konfirmasi laboratorium. Dalam hal anamnesis,
paparan terjadi sedikitnya dalam 1 bulan sebelum munculnya gejala. Gejala
awal ini terdiri dari adanya lesi yang bermacam-macam, kadang muncul pada
pergelangan tangan dan lengan, namun lesi ini kadang diabaikan. Pruritus
yang bersifat progresif, yang dapat mengganggu tidur dan aktivitas normal,
merupakan gejala yang sering dikeluhkan pasien dalam mencari pengobatan.
Munculnya lesi primer kadang-kadang dapat diperoleh hanya dari anamnesis
langsung kepada pasien. Scabies sendiri seharusnya dianggap berbeda dari
penyakit-penyakit gatal yang umum. Bentuk khusus yang disebut “crusted”
atau scabies “Norwegia” dapat muncul dengan keluhan gatal yang minimal
atau bahkan tidak ada.1,4

1
Beberapa pasien datang berobat dengan perubahan sekunder yang luas
pada kulit, seperti dermatitis yang meluas, infeksi bakterial sekunder, self-
induced dermatitis yang disebabkan oleh pengobatan yang tidak sesuai.
Diperkirakan bahwa rata-rata pasien-pasien seperti ini telah terinfeksi
sedikitnya 1 bulan sebelum gejala ketidaknyamanan generalisata ini muncul.
Manifestasi klinis dari scabies yaitu gatal secara umum yang lebih intens
terutama pada malam hari dan menyebabkan ketidaknyamanan pada pasien,
namun, komplikasi dan kematian juga dapat terjadi, umumnya karena adanya
pioderma bakterial sekunder, yang umumnya disebabkan oleh Streptococcus
pyogenus atau Staphylococcus aureus. Infeksi sekunder ini dapat
menyebabkan komplikasi seperti glomerulonefritis post-streptococcus dan
sepsis sistemik.10
Kutu ini membuat liang terowongan pada stratum corneum dan
melanjutkan siklus hidupnya di sana. Banyak obat-obatan, terutama dari
golongan insektisida, yang digunakan dalam terapi scabies pada abad ke-20.
Namun, kebanyakan dari obat-obatan ini bersifat toksik. Akhir-akhir ini,
adanya resistensi terhadap obat yang sudah ada sebelumnya, derajat keparahan
penyakit, dan reaksi lanjut dari obat-obatan telah mendorong perkembangan
strategi pengobatan dan antiektoparasit baru untuk manajemen yang lebih
optimal.4,10
1.2 Tujuan Penulisan
Penulisan case report ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami
tentang penyakit skabies.
1.3 Metode Penulisan

Penulisan case report ini disusun berdasarkan studi kepustakaan yang


merujuk kepada beberapa literatur.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Definisi
Skabies merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan
penetrasi tungau parasit Sarcoptes scabiei var. hominis ke epidermis.1 Tungau
betina berfertilisasi dan menaruh telur di stratum korneum.2 Tungau bersifat
obligat pada manusia, tinggal dalam terowongan yang dibuat dalam epidermis
superfisial.1

2. 2 Epidemiologi
Skabies ditemukan di semua negara dengan prevalensi yang bervariasi.
Daerah endemik skabies adalah di daerah tropis dan subtropis seperti Afrika,
Mesir, Amerika Tengah, Amerika Selatan, Amerika Utara, Australia, Kepulauan
Karibia, India, dan Asia Tenggara.9
Diperkirakan bahwa terdapat lebih dari 300 juta orang di seluruh dunia
terjangkit tungau skabies. 8 Studi epidemiologi memperlihatkan bahwa prevalensi
skabies cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja dan tidak dipengaruhi oleh
jenis kelamin, ras, umur, ataupun kondisi sosial ekonomi. Faktor primer yang
berkontribusi adalah kemiskinan dan kondisi hidup di daerah yang padat,9
sehingga penyakit ini lebih sering di daerah perkotaan. 12
Terdapat bukti menunjukkan insiden kejadian berpengaruh terhadap musim
dimana kasus skabies lebih banyak didiagnosis pada musim dingin dibanding
musim panas. Insiden skabies semakin meningkat sejak dua dekade ini dan telah
memberikan pengaruh besar terhadap wabah di rumah-rumah sakit, penjara, panti
10
asuhan, dan panti jompo. Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi
epidemi skabies. Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini,
antara lain: higiene yang buruk, kesalahan diagnosis, dan perkembangan
dermografik serta ekologi.11

3
Skabies dapat mengenai semua usia, ras dan tingkat sosial ekonomi, tetapi
prevalensi masih sulit didapatkan.1 Lingkungan padat penduduk, yang sering
terdapat pada negara berkembang dan hampir berkaitan dengan kemiskinan dan
3
kebersihan yang buruk, dapat meningkatkan penularan dan penyebaran skabies.
Penularan bisa melalui personal kontak, namun prevalensi terbanyak penularan
melalui kontak dengan benda.1
Skabies memiliki tingkat kompetensi 4A, artinya lulusan dokter harus
mampu membuat diagnosis klinik, dan melakukan penatalaksanaan penyakit
tersebut secara mandiri dan tuntas.4

2. 3 Etiopatogenesis
Parasit Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida.
Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var. hominis. Tungau betina dewasa
berukuran panjang 0,4 mm dan 0,3 mm dan ukuran jantan lebih kecil dengan
panjang 0,2 mm dan lebar 0,15 mm. Pada pemeriksaan mikroskopis, badan tungau
berwarna putih suram dan terdapat gambaran gelombang transversal yang jelas.
Bagian dorsal ditutupi rambut halus dan duri disebut dentikel. Tungau dewasa
mempunyai empat pasang kaki, dua pasang kaki depan sebagai alat untuk
melekat. 5
Tungau dapat menembus epidermis dalam waktu 20 menit dan bertelur
sebanyak 3 telur per hari. Telur tersebut menetas setelah 4 hari, kemudian larva
berpindah ke permukaan kulit dan berkembang disana. Setelah 2 pekan, terjadi
kopulasi antara tungau jantan dan betina. Kopulasi antara tungau jantan dan betina
dewasa terjadi di stratum korneum.1 Tungau betina yang sudah mengalami
fertilisasi membuat terowongan pada malam hari sepanjang 2-3 mm per hari
untuk meletakkan telurnya. Terowongan tidak terbatas pada stratum korneum saja
tetapi dapat menembus lapisan lain di epidermis, tidak lebih dalam dari stratum
granulosum. Telur dan feses di deposit di bagian belakang tungau betina di dalam
terowongan. Setiap tungau betina dapat menghasilkan 1-4 telur per hari dan 40-50
telur selama hidupnya (4-6 pekan). Selama itu tungau tidak keluar dari
terowongan. Dalam 2-3 hari telur menetas menjadi larva dan keluar dari
terowongan. Larva kemudian menjadi nympha dalam 3-4 hari, kemudian menjadi
tungau jantan dan betina dewasa dalam 4-7 hari. Terjadi kopulasi lagi dan tungau

4
betina membuat terowongan lagi sedangkan tungau jantan akan mati (Gambar
2.1).6

Gambar 2. 1. Siklus hidup Sarcoptes scabiei13

Tungau betina dapat hidup lebih lama dari tungau jantan yaitu lebih dari
30 hari.3 Tungau skabies umumnya hidup pada suhu lembab dan pada suhu kamar
(21 C dengan kelembaban relatif 40-80%) tungau masih dapat hidup di luar tubuh
hospes selama 24-36 jam.6
Masuknya Sarcoptes scabiei ke dalam epidermis tidak segera memberikan
gejala gatal. Gatal timbul 1 bulan setelah infestasi primer serta ada infestasi kedua
sebagai manifestasi respon imun terhadap tungau maupun sekret yang dihasilkan
7
di terowongan bawah kulit. Terjadi hipersensitivitas tipe cepat dan tipe lambat
untuk terjadinya lesi. Untuk infestasi hanya memerlukan kurang lebih 10 tungau.
Pada reinfestasi gatal sudah dapat dirasakan dalam 24 jam. Keterlibatan
hipersensitivitas tipe lambat pada terjadinya papul dan nodul yang meradang,
berdasarkan pada perubahan histologis dan ditemukannya limfosit T pada infiltrat

5
kulit. Temuan imunologis lain yaitu adanya IgG dan IgM yang tinggi dan IgA
rendah dalam serum dan kembali normal setelah terapi. 7
2. 4 Gejala Klinis
Kelainan klinis pada kulit yang ditimbulkan oleh infestasi Sarcoptes scabiei
sangat bervariasi. Meskipun demikian kita dapat menemukan gambaran klinis
berupa keluhan subjektif dan objektif yang spesifik. Dikenal ada 4 tanda utama
atau cardinal sign pada infestasi skabies, yaitu :11,10
a. Pruritus nocturna
Setelah pertama kali terinfeksi dengan tungau skabies, kelainan kulit
seperti pruritus akan timbul selama 6 hingga 8 minggu. Infeksi yang
berulang menyebabkan ruam dan gatal yang timbul hanya dalam beberapa
hari. Gatal terasa lebih hebat pada malam hari.16,17 Hal ini disebabkan
karena meningkatnya aktivitas tungau akibat suhu yang lebih lembab dan
panas. Sensasi gatal yang hebat seringkali mengganggu tidur dan penderita
menjadi gelisah.10
b. Menyerang manusia secara berkelompok
Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, sehingga dalam sebuah
keluarga biasanya mengenai seluruh anggota keluarga. Begitu pula dalam
sebuah pemukiman yang padat penduduknya, skabies dapat menular
hampir ke seluruh penduduk. Didalam kelompok mungkin akan ditemukan
individu yang hiposensitisasi, walaupun terinfestasi oleh parasit sehingga
tidak menimbulkan keluhan klinis akan tetapi menjadi pembawa/carier
bagi individu lain.10
c. Adanya terowongan
Kelangsungan hidup Sarcoptes scabiei sangat bergantung kepada
kemampuannya meletakkan telur, larva dan nimfa didalam stratum
korneum, oleh karena itu parasit sangat menyukai bagian kulit yang
memiliki stratum korneum yang relatif lebih longgar dan tipis. 10
d. Menemukan Sarcoptes scabiei

6
Gambar 2. 2 : Terowongan pada penderita scabies8

Lesi yang timbul berupa eritema, krusta, ekskoriasi papul dan nodul yang
sering ditemukan di daerah sela-sela jari, pergelangan tangan bagian depan dan
lateral telapak tangan, siku, aksilar, skrotum, penis, labia dan pada areola
wanita.16 Bila ada infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorfik (pustul,
ekskoriasi, dan lain-lain).10

Gambar 2. 3 : Gambaran klasik Scabies8

Erupsi eritematous dapat tersebar di badan sebagai reaksi


hipersensitivitas pada antigen tungau. Lesi yang patognomonis adalah terowongan
yang tipis dan kecil seperti benang, berstruktur linear kurang lebih 1 hingga 10
mm, berwarna putih abu-abu, pada ujung terowongan ditemukan papul atau
vesikel yang merupakan hasil dari pergerakan tungau di dalam stratum korneum.
Terowongan ini terlihat jelas kelihatan di sela-sela jari, pergelangan tangan dan

7
daerah siku. Namun, terowongan tersebut sukar ditemukan di awal infeksi karena
aktivitas menggaruk pasien yang hebat.14

Gambar 2. 4 : Distribusi makro lesi primer scabies pada orang dewasa15

Gambar 2. 5 : Distribusi makro lesi primer scabies pada anak15

8
2. 5 Pemeriksaan Penunjang
Bila gejala klinis spesifik, diagnosis skabies mudah ditegakkan. Tetapi
penderita sering datang dengan lesi yang bervariasi sehingga diagnosis pasti
sulit ditegakkan. Pada umumnya diagnosis klinis ditegakkan bila ditemukan
19
dua dari empat cardinal sign. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk
menemukan tungau dan produknya yaitu :
1. Kerokan kulit
Papul atau kanalikuli yang utuh ditetesi dengan minyak mineral atau KOH
10% lalu dilakukan kerokan dengan meggunakan scalpel steril yang
bertujuan untuk mengangkat atap papula atau kanalikuli. Bahan pemeriksaan
diletakkan di gelas objek dan ditutup dengan kaca penutup lalu diperiksa
dibawah mikroskop.19
2. Mengambil tungau dengan jarum
Bila menemukan terowongan, jarum suntik yang runcing ditusukkan
kedalam terowongan yang utuh dan digerakkan secara tangensial ke ujung
lainnya kemudian dikeluarkan. Bila positif, Tungau terlihat pada ujung
jarum sebagai parasit yang sangat kecil dan transparan. Cara ini mudah
dilakukan tetapi memerlukan keahlian tinggi.19
3. Tes tinta pada terowongan (Burrow ink test)
Identifikasi terowongan bisa dibantu dengan cara mewarnai daerah lesi
dengan tinta hitam. Papul skabies dilapisi dengan tinta cina, dibiarkan
selama 20-30 menit. Setelah tinta dibersihkan dengan kapas alkohol,
terowongan tersebut akan kelihatan lebih gelap dibandingkan kulit di
sekitarnya karena akumulasi tinta didalam terowongan. Tes dinyatakan
positif bila terbetuk gambaran kanalikuli yang khas berupa garis menyerupai
bentuk zigzag. 20,19
4. Membuat biopsi irisan (epidermal shave biopsy)
Diagnosis pasti dapat melalui identifikasi tungau, telur atau skibala secara
mikroskopik. Ini dilakukan dengan cara menjepit lesi dengan ibu jari dan
telunjuk kemudian dibuat irisan tipis, dan dilakukan irisan superficial secara
menggunakan pisau dan berhati-hati dalam melakukannya agar tidak

9
berdarah. Kerokan tersebut diletakkan di atas kaca objek dan ditetesi dengan
minyak mineral yang kemudian diperiksa dibawah mikroskop.21,19
5. Biopsi irisan dengan pewarnaan HE.

Gambar 2. 6 Sarcoptes scabiei dalam epidermis (panah) dengan pewarnaan H.E


6. Uji tetrasiklin
Pada lesi dioleskan salep tetrasiklin yang akan masuk ke dalam kanalikuli.
Setelah dibersihkan, dengan menggunakan sinar ultraviolet dari lampu
Wood, tetrasiklin tersebut akan memberikan fluoresensi kuning keemasan
pada kanalikuli.19
Dari berbagai macam pemeriksaan tersebut, pemeriksaan kerokan kulit
merupakan cara yang paling mudah dan hasilnya cukup memuaskan. Agar
pemeriksaan berhasil, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yakni 19 :
1. Kerokan harus dilakukan pada lesi yang utuh (papula, kanalikuli) dan tidak
dilakukan pada tempat dengan lesi yang tidak spesifik.
2. Sebaiknya lesi yang akan dikerok diolesi terlebih dahulu dengan minyak
mineral agar tungau dan produknya tidak larut, sehingga dapat menemukan
tungau dalam keadaan hidup dan utuh.
3. Kerokan dilakukan pada lesi di daerah predileksi.
Oleh karena tungau terdapat dalam stratum korneum maka kerokan harus
dilakukan di superficial dan menghindari terjadinya perdarahan. Namun karena
sulitnya menemukan tungau maka diagnosis scabies harus dipertimbangkan pada
setiap penderita yang datang dengan keluhan gatal yang menetap.19
2.6 Diagnosis
Penegakan diagnosis skabies dilakukan dengan melihat tanda kardinal
skabies. Tanda kardinal antara lain pruritus nokturnal, menyerang secara
berkelompok, ada terowongan dan ditemukan tungau. 7
Pruritus nokturnal yaitu gatal pada malam hari yang disebabkan oleh
aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lembab dan panas. 7

10
Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misal dalam satu
keluarga biasanya seluruh anggota keluarga dapat menderita skabies. Begitu pula
dalam sebuah perkampungan yang padat penduduk, sebagian besar tetangga yang
berdekatan dapat diserang oleh tungau Sarcoptes scabiei. Seluruh anggota
keluarga yang terinfeksi dikenal dengan keadaan hiposensitisasi. Yakni
mengalami infestasi tungau namun tidak memberikan gejala. Pasien bersifat
sebagai pembawa (carrier). 7
Terowongan (kunikulus) pada tempat predileksi berwarna putih atau
keabuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rerata panjang 1 cm, pada ujung
terowongan ditemukan papul dan vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulit
menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi dan lain-lain). Tempat predileksi merupakan
tempat dengan stratum korneum tipis, yaitu sela jari tangan, pergelangan tangan
bagian polar, siku bagian luar, lipatan ketiak bagian depan, aerola mammae
(perempuan), umbilikus, bokong, genitalia eksterna (pria) dan perut bagian
bawah. Pada bayi dapat mengenai telapak tangan dan telapak kaki. 7
Tanda diagnosis paling utama adalah dengan menemukan tungau.
Diagnosis dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda cardinal diatas. 7

2.7 Diagnosis Banding


Beberapa penyakit yang dapat menyerupai skabies antara lain prurigo,
dermatitis atopik, folikulitis dan insect bite.7 Prurigo dapat disebabkan gigitan
serangga, suhu atau infestasi parasit dengan predileksi di ekstremitas bagian
ekstensor dan simetrik, meluas ke bokong, perut dan wajah. Gejala klinis berupa
gatal, disertai lesi miliar sewarna kulit, berbentuk kubah, lebih mudah diraba
daripada dilihat. Garukan terus menerus menimbulkan erosi, ekskoriasi, krusta,
hiperpigmentasi dan likenifikasi. Perbedaaan dengan skabies adalah pada
pemeriksaan penunjang tidak ditemukan tungau atau terowongan yang terlihat
lebih gelap dari kulit sebelahnya pada tes tinta burrow.7
Dermatitis atopik berupa gatal dengan bercak eritem berbatas tegas, edem,
papulovesikel, vesikel, atau bula pada tangan, lengan, wajah, telinga, leher, badan,
genitalia, paha dan tungkai bawah. Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan
erosi dan eksudasi. Diagnosis ditegakkan dengan minimal 3 mayor dan 3 minor
kriteria Harifin dan Radjka.7

11
Folikulitis adalah peradangan pada folikel rambut. Lesi berupa papul atau
pustul eritematosa, ditengahnya terdapat rambut, biasanya multipel. Predileksi di
tungkai bawah. Folikulitis disebabkan infeksi Staphylococcus aureus,
pemeriksaan penunjang dengan pulasan Gram didapatkan Gram positif berwarna
ungu.7
Insect Bite atau gigitan serangga adalah kelainan akibat gigitan atau tusukan
serangga yang disebabkan reaksi terhadap toksin atau alergen yang dikeluarkan
serangga. Reaksi akibat gigitan serangga berbeda tiap individu tergantung jenis
spesies serangga. Reaksi yang timbul dapat berupa lokal atau generalisata. Lesi
terbatas pada gigitan atau tusukan serangga berupa papul urtikaria disertai gatal,
vesikel atau bula hingga pembengkakan wajah dan syok anafilaktik.7

2. 8 Penatalaksanaan
Dalam melakukan tatalaksana pada skabies diperlukan komunikasi,
informasi dan edukasi pada pasien dan keluarga pasien.
Umum
Untuk penatalaksanaan umum, diberitahukan kepada pasien bahwa
penyakit ini menular. Sehingga seluruh atau sekelompok yang tinggal dalam satu
rumah harus diobati walaupun gejala belum ada.7 Obat topikal sebaiknya
diberikan setelah mandi karena hidrasi kulit. Pakaian, sprei, handuk dan alat tidur
lain hendaknya dicuci dengan air panas, atau dimasukkan dalam kantong plastik
dan dibiarkan selama 1 hari.2
Khusus
Obat antipruritus seperti obat anti histamin mungkin mengurangi gatal
yang secara karakeristik menetap selama beberapa minggu setelah terapi dengan
anti skabies yang adekuat. Pada bayi, aplikasi hidrokortison 1% pada lesi kulit
yang sangat aktif dan aplikasi pelumas atau emolien pada lesi yang kurang aktif
mungkin sangat membantu, dan pada orang dewasa dapat digunakan triamsinolon
0,1% untuk mengurangi keluhan.(10)

12
Tabel 1. Pengobatan Skabies (14)
Jenis Obat Dosis Keterangan
Krim Dioleskan selama 8-14 jam, Terapi lini pertama di Amerika
Permethrin diulangi selama 7 hari. Serikat dan kehamilan kategori B.
5%
Losion Dioleskan selama 8 jam Tidak dapat diberikan pada anak
Lindane 1% setelah itu dibersihkan, olesan umur 2 tahun kebawah, wanita
kedua diberikan 1 minggu selama masa kehamilan dan laktasi.
kemudian.
Krim Dioleskan selama 2 hari Memiliki efek anti pruritus tetapi
Crotamiton berturut-turut, lalu diulangi efektifitasnya tidak sebaik topikal
10% dalam 5 hari. lainnya.
Sulfur Dioleskan selama 3 hari lalu Aman untuk anak kurang dari 2
presipitat 5- dibersihkan. bulan dan wanita dalam masa
10% kehamilan dan laktasi, tetapi tampak
kotor dalam pemakaiannya dan data
efisiensi obat ini masih kurang.

Losion Dioleskan selama 24 jam lalu Efektif namun dapat menyebabkan


Benzyl dibersihkan dermatitis pada wajah
Benzoat 10%

Ivermectin Dosis tunggal oral, bisa Memiliki efektifitas yang tinggi dan
200 υg/kg diulangi selama 10-14 hari aman. Dapat digunakan bersama
bahan topikal lainnya. Digunakan
pada kasus-kasus skabies berkrusta
dan skabies resisten.

Setelah pengobatan berhasil untuk mematikan tungau, rasa gatal dapat


bertahan dan dirasakan selama 6 minggu sebagai reaksi eksematous. Pasien
dapat diobati dengan pengobatan eksema biasa dengan emolien dan

13
kortikosteroid topikal dengan atau tanpa antibiotik topikal tergantung adanya
infeksi sekunder Staphylocccus aureus. Antipruritus topikal crotamiton sering
membantu jika kulit gatal dengan hanya sedikit reaksi peradangan. Pasien harus
disarankan bahwa erupsi dari skabies membutuhkan waktu untuk proses
penyembuhan dan sebaiknya berhati-hati dengan penggunaan skabisid yang
berlebihan. 18

2. 9 Komplikasi
Infeksi sekunder Staphylococcus aureus merupakan komplikasi tersering
skabies. Infeksi tersebut karena luka akibat garukan lesi. Infeksi Staphylococcus
aureus misal, menyebabkan glomerulonephritis. Pada beberapa jurnal dan literatur
melaporkan Glomerulonephritis akut paska Steptokokus lebih banyak terjadi
akibat infeksi kulit skabies dibandingkan faringitis.23,24
Tidak semua komplikasi skabies berhubungan dengan infeksi, kerugian
ekonomi rumah tangga juga merupakan masalah pada rakyat miskin. Sebuah
penelitian di pedesaan Meksiko menunjukkan bahwa sebuah keluarga dapat
mengeluarkan banyak biaya pengobatan. Hal ini berdampak pada kemampuan
keluarga untuk membeli komoditas lain, termasuk makanan untuk keluarga
mereka. Oleh karena itu, skabies di lingkungan penduduk miskin merupakan
sebab potensi morbiditas dan sumber beban keuangan.23

2. 10 Prognosis
Jika tidak dirawat, kondisi ini bisa menetap untuk beberapa tahun. Pada
individu yang immunokompeten, jumlah tungau akan berkurang seiring waktu.
Investasi skabies dapat disembuhkan. Seorang individu dengan infeksi skabies,
jika diobati dengan benar, memiliki prognosis yang baik, keluhan gatal dan
eksema akan sembuh.(22)

14
BAB 3
LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien
a. Nama/Kelamin/Umur/MR: An. A/ Laki-laki/ 10 tahun 6 bulan/ 1568/
BPJS PBI.
b. Pendidikan : SD Kelas 4
c. Alamat : Tanah Sirah, Lubuk Begalung
2. Latar Belakang sosial-ekonomi-demografi-lingkungan keluarga
a. Jumlah Saudara :2
b. KB : Tidak ada.
c. Kondisi Rumah :

- Rumah permanen satu lantai, berukuran 9 x 7 m2, terdapat ada 2


kamar tidur, 1 ruang tamu dan ruang keluarga, 1 dapur, dan 1
kamar mandi. Rumah ini dihuni oleh 5 orang.
- Ventilasi dan pencahayaan cukup. Penerangan rumah dengan
listrik.
- Lantai semen, disapu dua kali hari.
- Sumber air bersih: sumur. Sumber air minum air sumur yang
dimasak.
- Sampah dikumpulkan di belakang rumah dan dibakar.
- Pekarangan tidak ada. Pasien menjemur pakaian di ruang belakang
rumah.
Kesan: higiene dan sanitasi lingkungan kurang.
d. Kondisi Lingkungan Keluarga
- Jumlah penghuni 5 orang, pasien, ayah, ibu dan 2 orang saudara
laki-laki.
- Keluarga pasien tinggal di daerah dengan penduduk yang tidak
terlalu padat. Akses ke rumah pasien dengan sepeda motor. Jarak

15
rumah ke jalan raya ± 3 meter. Jarak rumah ke puskesmas ± 1,2
km.
- Kerukunan antar tetangga berjalan baik.
3. Aspek Psikologis di keluarga

- Pasien dan kedua saudara laki-lakinya masih sekolah dengan


prestasi cukup baik di sekolah.
- Pasien tidur sekamar dengan kedua saudara laki-laki
- Faktor stres dalam keluarga tidak ditemukan pada keluarga.
4. Riwayat Penyakit dahulu / Penyakit Keluarga

- Riwayat keluhan kulit sebelumnya tidak ada.


- Kedua saudara pasien memiliki keluhan sama dengan pasien, yang
diderita setelah pasien mengalami keluhan tersebut namun keluhan
tidak seberat yang dialami pasien.
- Banyak teman sebaya pasien yang merupakan tetangganya yang
memiliki keluhan yang sama dan lebih dulu diderita dibanding
pasien.
5. Keluhan Utama
Gatal pada sela jari tangan yang semakin gatal sejak 1 minggu
yang lalu.
6. Riwayat Penyakit Sekarang

- Pasien mengeluhkan gatal pada sela jari tangan yang semakin


gatal sejak 1 mimggu yang lalu. Gatal sudah dirasakan sejak 1
bulan yang lalu. Gatal dirasakan menyebar sampai lipat siku,
lipat paha, tungkai bawah dan sela jari kaki.
- Pasien mengaku sering menggaruknya.
- Gatal dirasakan semakin meningkat saat malam hari sehingga
pasien juga mengeluhkan sulit untuk tidur dan gatal kurang
dirasakan pada pagi sampai sore hari.
- Pasien mengatakan jika teman bermain setiap hari yang
merupakan tetangganya memiliki keluhan yang sama dan telah
dideritanya sebelum pasien mengalami keluhan saat ini.

16
- Pasien tidak memiliki riwayat alergi berupa asma, bersin bersin
pada pagi hari dan hidung gatal saat terkena debu atau udara
dingin.
- Pasien belum melakukan pengobatan terhadap keluhannya saat
ini.
- Pasien tidak pernah mengosumsi obat jangka panjang
sebelumnya.
- Pasien sekamar dengan 2 saudaranya yang mengalami keluhan
yang sama ± 1 minggu setelah pasien mengeluhakan gatal
tersebut

Riwayat Kehamilan dan Persalinan


- Pasien merupakan anak ketiga, lahir ditolong bidan, cukup bulan,
langsung menangis ketika lahir, berat badan lahir 2800 gram dan
panjang badan lahir lupa.

Riwayat Makanan dan Minuman


- ASI : usia 0 bulan sampai 6 bulan
- Susu formula : -
- Bubur susu : usia 5 bulan sampai 9 bulan.
- Nasi tim : usia 9 bulan sampai 1 tahun.
- Nasi biasa : usia 1 tahun sampai sekarang.

Riwayat Imunisasi
- BCG : 1 bulan
- DPT : 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan
- Polio : 1 bulan, 2 buan, 3 bulan, 4 bulan
- Hepatitis B : 0 bulan, 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan
- Campak : 9 bulan
Kesan : Imunisasi dasar lengkap.

Riwayat Kebiasaan
- Pasien memiiki kebiasaan memakai handuk bersama dalam keluarga.
- Pasien mandi 1 kali sehari pada pagi hari.

17
- Ibu pasien jarang menjemur kasur, bantal dan selimut. Biasanya hanya
dicuci bila nampak kotor.
- Pasien tidur satu kasur dengan kedua saudara laki-lakinya
7. Pemeriksaan Fisik
Tanda Vital :
Keadaan Umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : komposmentis kooperatif
Frekuensi denyut nadi : 82x/ menit
Frekuensi Nafas : 20x/menit
Suhu : 36,5oC
BB : 35 kg
TB : 143 cm
BB/TB : 94,6%
Kesan: Status gizi normal

Pemeriksaan Sistemik

- Kulit : Status dermatologikus


- Kepala : tidak ada kelainan.
- Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil
isokor, diameter 2mm, reflek cahaya +/+ (normal).
- Mulut : mukosa bibir basah
- Telinga : tidak ditemukan kelainan
- Hidung : tidak ditemukan kelainan
- Tenggorokan : tonsil T1-T1 tidak hiperemis, faring tidak hiperemis
- Leher : tidak teraba pembesaran KGB
- Dada :
Paru : Inspeksi : Normochest, simetris kiri dan kanan, retraksi tidak ada
Palpasi : sulit dinilai
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : Vesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada
Jantung : Inspeksi : iktus tidak terlihat
Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V

18
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : bunyi jantung murni, irama teratur, bising tidak ada
- Abdomen: Inspeksi : distensi tidak ada
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal.
- Punggung : tidak ditemukan kelainan
- Alat Kelamin : tidak ditemukan kelainan
- Ekstremitas: akral hangat, refilling kapiler baik

Status Dermatologikus:

Lokasi : Hampir di seluruh tubuh


Distribusi : Generalisata
Bentuk : Tidak khas
Susunan : Tidak khas
Batas : Tidak tegas
Ukuran : Milier - Lentikuler
Efloresensi : Papul eritem multipel dengan krusta hitam
diatasnya, erosi, makula hiperpigmentasi.

8. Laboratorium : -

9. Diagnosis kerja : Skabies


Diagnosis banding: Tidak ada diagnosis banding

10. Manajemen
a. Preventif

- Hindari kontak langsung dengan penderita seperti berjabat tangan


- Hindari menggunakan pakaian dan alat mandi seperti handuk bersama
penderita
- Mencuci pakaian penderita secara terpisah dari anggota keluarga lain
dan di setrika atau dijemur dibawah matahari.

19
- Menjemur alat rumah tangga seperti kasur, bantal, karpet di bawah
sinar matahari atau membungkus dengan plastik.

b. Promotif
- Memberikan penyuluhan kepada pasien dan keluarga bahwa
penyakit skabies yang diderita oleh pasien merupakan penyakit
kulit yang menular. Penyakit ini menular melalui kontak dekat
dengan penderita atau barang-barangnya, sehingga bagi
keluarga ataupun orang disekitar pasien sebaiknya
menghindarai kontak dengan pasien sampai pasien selesai
diobati.
- Semua anggota keluarga harus dibawa berobat ke Puskesmas
terutama kedua kakak laki-laki yang tidur sekamar dengan
pasien.
- Mengkonsumsi makanan tinggi protein seperti daging ayam,
daging sapi, dan telur untuk meningkatkan imunitas sehingga
menurunkan risiko untuk menderita penyakit infeksi.
- Disarankan kepada pasien agar menjaga kebersihan diri dengan
cara mandi 2 kali sehari dengan sabun dan air bersih.
- Perlu kerjasama keluarga dalam proses pengobatan yang
dilakukan secara serentak.
c. Kuratif
Non Medikamentosa
 Jangan menggaruk lesi
 Teratur menggunakan dan mengonsumsi obat
 Menjemur peralatan yang telah digunakan bawah sinar
matahari atau membungkus dengan plastik selama 2 hari.
 Kontrol teratur.
Medikamentosa :
 Salep 2-4 (salap diolesakan ke seluruh tubuh kecuali muka
rambut selama 3 hari berturut turut, dioleskan pada jam 20.00
WIB setiap harinya. Apabila terkena air maka dioleskan
kembali hingga 3x24 jam)

20
 CTM 3 x 4 mg
 Vitamin B komplek 3 x 1 tab

d. Rehabilitatif: Pasien harus rutin kontrol untuk menilai perkembangan


penyakitnya dan rutin meminum obat yang diberikan serta cara
pemakaian salep. Apabila keluhan masih dirasakan 1 bulan setelah
terapi maka pasien diindikasikan untuk dirujuk ke fasilitas kesehatan
lanjutan.

Resep

Dinas Kesehatan Kota Padang


Dinas Kesehatan Kota Padang
Puskesmas
PuskesmasLubuk Begalung
Nanggalo
Dokter: Nana Sri Rahayu
Dokter: Airena Niza Nugroho
SIP. 1110313042
SIP. 1110313012

Tanggal : 16 Januari 2018

R/ Salf 2-4 No I Tanggal : 29 Mei 2017

∫ ue
R/ Kloramfenikol tab500mg No. XX
____________________________________£
S4 dd tab ½
R/ CTM No X
∫ 3 dd tab 1/2
R/ Paracetamol tab 500mg No. X
£
S3 dd tab ½
R/ Vit B Komplek
∫ 3 ddtab
R/ Bicnat tab500mgNo.
1/2 X

£
S3 dd tab ½
Pro : An. A

Umur : 10 tahun BB : 35 kg
Pro : An. A
Alamat : Lubuk Begalung
Umur : 6 tahun BB : 15 kg

Alamat : Belimbi

BAB 4
DISKUSI

21
Seorang pasien laki-laki, usia 10 tahun datang ke Puskesmas Lubuk
Begalung Padang dengan keluhan gatal pada sela jari tangan yang semakin gatal
sejak 1 minggu yang lalu. Awalnya hanya ada sela jari tangan saja kemudian
menyebar sampai ke lipat siku, lipat paha, tungkai bawah dan sela jari kaki. Gatal
terutama meningkat saat malam hari. Kedua kakak laki-laki pasien juga memiliki
keluhan yang sama. Banyak dari teman sebaya pasien yang merupakan
tetangganya yang memiliki keluhan yang sama. Dari pemeriksaan fisik didapatkan
keadaan umum anak tampak sakit ringan, kesadaran komposmentis koopeeatif,
dan pemeriksaan lain dalam batas normal. Berdasarkan anamnesis pemeriksaan
fisik, diagnosis mengarah kepada skabies.
Pada anamnesis diketahui bahwa banyak teman sebaya pasien yang
merupakan tetangganya mengalami keluhan yang sama. Hal ini merupakan salah
satu faktor predisposisi untuk terjadinya penularan kutu parasit yaitu Sarcoptes
scabiei. Parasit ini mampu menggali terowongan di kulit dan menyebabkan rasa
gatal. Gatal dirasakan sepanjang hari, namun meningkat pada malam hari. Hal ini
disebabkan oleh aktivitas tungau lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan
panas.
Cara penularan Sarcoptes scabiei ada 2, yaitu menular kontak langsung
dan kontak tidak langsusng. Kontak langsung (kontak kulit dengan kulit) misalnya
berjabat tangan, tidur bersama, dan hubungan seksual. Sedangkan kontak tidak
langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal, dan lain-lain.
Kebiasaan pasien memakai handuk bersama dalam keluarga bisa menjadi sumber
penularan parasit ini. Diduga bahwa gejala yang sama yang dialami oleh kedua
kakak laki-laki pasien disebabkan karena pemakaian handuk bersama dengan
pasien.

Terapi yang diberikan kepada pasien meliputi tindakan preventif,


promotif, kuratif dan rehabilitatif. Pada tindakan preventif diberikan edukasi
kepada pasien dan keluarga untuk menghindari kontak langsung maupun tidak
langsung seperti menggunakan alat mandi, dan pakaian dengan pasien untuk
menghindari penularan. Kemudian mencuci pakaian pasien terpisah dari anggota

22
keluarga lain, menjemur alat rumah tangga seperti kasur, bantal, karpet di bawah
sinar matahari atau membungkus dengan plastik.

Untuk tindakan promotif diberikan penyuluhan kepada pasien dan


keluarga bahwa penyakit skabies yang diderita oleh pasien merupakan penyakit
kulit yang menular. Penyakit ini menular melalui kontak dekat dengan penderita
atau barang-barangnya, sehingga bagi keluarga ataupun orang disekitar pasien
sebaiknya menghindarai kontak dengan pasien sampai pasien selesai diobati.
Kemudian semua anggota keluarga harus dibawa berobat ke Puskesmas terutama
kedua kakak laki-laki yang tidur sekamar dengan pasien. Pasien juga diharapkan
mengkonsumsi makanan tinggi protein seperti daging ayam, daging sapi, dan telur
untuk meningkatkan imunitas sehingga menurunkan risiko untuk menderita
penyakit infeksi. Disarankan kepada pasien agar menjaga kebersihan diri dengan
cara mandi 2 kali sehari dengan sabun dan air bersih.

Pada terapi kuratif diberikan yang diberikan kepada pasien adalah terapi
umum dan khusus. Pada terapi umum diberikan edukasi untuk tidak menggaruk
lesi untuk menghindari terjadinya infeksi sekunder, teratur mengonsumsi obat,
dan kontrol teratur. Sedangkan terapi khusus diberikan salep 2-4 yang
diaplikasikan selama 3 hari berturu-turut. Cara penggunaannya yaitu salap
diolesakan ke seluruh tubuh kecuali muka rambut selama 3 hari berturut turut,
dioleskan pada jam 20.00 WIB setiap harinya. Apabila terkena air maka dioleskan
kembali hingga 3x24 jam. Selain itu diberikan juga CTM 3 kali sehari sebagai
antihistamin untuk meredakan rasa gatal dan vitamin B komplek. Terapi
rehabilitatif pada pasien yaitu pasien harus rutin kontrol untuk menilai
perkembangan penyakitnya dan rutin meminum obat yang diberikan serta cara
pemakaian salep.

Apabila pada pasien ditemukan adanya infeksi sekunder selama masa


pengobatan maka secepatnya diberikan antibiotik untuk mencegah terjadinya
glomeluronefritis yang bisa menyebabkan terjadinya sepsis. Apabila setelah 1
bulan pengobatan keluhan masih dirasakan pasien maka pasien diindikasikan
untuk dilakukan rujukan ke fasilitas kesehatan yang lebih lanjut.

23
24
DAFTAR PUSTAKA

1. Burkhart N, Burkhart G. Scabies, Other Mites, and Pediculosis. In:


Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K
editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8thed. New York:
Mc-Graw Hill; 2012.p. 2569-73.
2. Parasitic Infestations, Stings, and Bites. In: James WD, Berger TG and
Elston DM. Andrews’ Diseases of the Skin Clinical Dermatology. 12thed.
Philadelphia. 2016.p.452-3.
3. Weller R, Hunter J and Savin J. Infestations. In: Weller R, Hunter J, and
Savin J, ed. Clinical Dermatology. 4th ed. Oxford: Blackwell. 2008.p.262-
6.
4. Konsil Kedokteran Indonesia. Standar Kompetensi Dokter Indonesia.
Jakarta: KKI; 2012. hal.54.
5. Burns DA. Diseases Caused by Arthropods and Other Noxious Animals.
In: Rook’s Textbook of Dermatology 9 th ed. London: Willey-Blackwell.
2016.p.38.36-38.
6. Murtiastutik D. Buku Ajar Infeksi Menular Seksual: Skabies. Surabaya:
Airlangga University Press. 2005. hal.202-208
7. Kartowigno S. 10 Besar Kelompok Penyakit Kulit. Palembang: Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya. 2011.hal.167-173
8. Chosidow O. Scabies. New England J Med. 2006. July : 354/ 1718-27.
9. Walton SF, Currie BJ. Problems in Diagnosing Scabies, A Global Disease
in Human and Animal Populations. Clin Microbiol Rev. 2007. April. 268-
79.
10. Johnston G, Sladden M. Scabies: Diagnosis and Treatment. British Med J.
2005. September :17;331(7517)/619-22.
11. Handoko RP, Djuanda A, Hamzah M. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Ed.4. Jakarta: FKUI; 2005. 119-22.
12. Scabies and Pediculosis, Orkin Miltoin, Howard L. Maibach. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine, 7th. USA: McGrawHill; 2008. 2029-31.
13. Handoko R, Boediardja S. Skabies. Dalam: Menaldi SL, editor. Ilmu
Penyakit Kulit Dan Kelamin. 7th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2015.hal.137-140.
14. Stone SP, Goldfarb JN, Bacelieri RE. Scabies, other mites, and pediculosis
In: Wolff K, Lowell A, Katz GSI, Paller GAS, Leffell DJ, editors.
Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 7th ed. United state of
America. McGraw-Hill; 2008. p. 2029-2032.
15. Trozak DJ, Tennenhouse JD, Russell JJ. Herpes Scabies. In: Trozak DJ,
Tennenhouse JD, Russell JJ editors. Dermatology Skills for Primary Care; An
Illustrated Guide: Humana Press; 2006. p. 105-11
16. Currie JB, McCarthy JS. Permethrin and Ivermectin for Scabies. New
England J Med. 2010; 362: p. 718.
17. Burns DA. Diseases caused by arthropods and other noxious animals. In:
Rook’s textbook of dermatology. 8th ed. United kingdom. Willey-
blackwell; 2010. p. 38.36 – 38.38.
18. Johnston G, Sladden M. Scabies: Diagnosis and treatment. Bmj journals.
2005; 331: p. 619, 622.

25
19. Amiruddin MD. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.1. Makassar:
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin ; 2003. 5-10.
20. Beegs Jennifer,ed. Scabies Prevention and Control Manual. Michigan.
Scabies prevention and Control Manual.
21. Scabies and Pediculosis, Orkin Miltoin, Howard L. Maibach. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine, 7th. USA: McGrawHill; 2008. 2029-31.
22. Johnston G, Sladden M. Scabies: Diagnosis and treatment. Bmj journals.
2005; 331: p. 619, 622.
23. Hay, R. J., Steer AC, Engelman D, Walton S. Scabies in the developing
world—its prevalence, complications, and management. ClinMicrobiol
Infect. 2012; 18(4): 313-323.
24. Currier, R.W., Walton, S.F., and Currie, B.J. Scabies in animals and
humans: history, evolutionary perspectives, and modern clinical
management. Ann N Y Acad Sci. 2012; 12(30): 50-60.

26

Anda mungkin juga menyukai