1. Herpes Simpleks
Penyebab herpes simpleks adalah virus herpes simpleks yang terdiri atas 2 tipe
yaitu virus herpes simplex tipe 1 yang menyerang selubung saraf trigeminus atau
ganglion saraf, dan virus herpes simplex tipe 2 yang menimbulkan kerusakan pada
daerah vulvovaginal.
Morfologi
Epidemiologi
Penularan primer terjadi melalui kontak langsung secara genital melalui jalan
lahir waktu proses persalinan, melalui droplet, rongga mulut, atau melalui sekret
konjungtiva. Penularan sekunder terjadi akibat provokasi atau rangsangan penyakit
demam, alergi, trauma mekanik atau psikis dan sinar matahari yang berlebihan.
Diagnosis
Separuh bayi yang menderita infeksi VHS akan lahir prematur. Herpes pada
kulit dan mulut dapat menyebar ke organ viseral atau ke otak. Keluhan dan gejala klinis
yang tampak pada penderita sesuai dengan tipe virus yang menjadi penyebabnya.
Faringitis
Gingivostomatitis
Herpes labiales, herpes febralis atau herpes fasialis
Herpetik keratokonjungtivitis
2. Influenza
Infeksi akut yang bersifat endemik di seluruh dunia dan epidemik di beberapa
daerah tertentu ini disebabkan oleh virus influenza tipe A, B dan C yang ditularkan
melalui titik ludah (droplet infection ) dan sering diikuti komplikasi infeksi bakterial.
Morfologi
Epidemiologi
Epidemi influenza oleh virus tipe A umumnya berlangsung setiap 2-4 tahun,
sedangkan tipe B dan tipe C hanya menimbulkan epidemi sporadik di daerah tertentu
saja. Epidemi timbul secara tiba-tiba, menyebar dengan cepat dan mencapai puncaknya
dalam waktu 3 bulan, lalu menghilang dengan segera.
Masa inkubasi berlangsung 1-2 hari dengan gejala dan keluhan umum yang
tidak khas berupa sintom kataral sistemik, malaise umum, demam yang menggigil,
kadang-kadang muntah dan diare, sakit kepala, mialgia, dan sakit tenggorokan.
Beratnya penyakit dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita serta adanya infeksi
sekunder.
Isolasi virus dari bahan infektif yaitu hapusan tenggorok yang positif sampai
hari ke-4 dari penyakit melalui cara kultur jaringan atau embrio telur.
Pemeriksaan serologis : uji hemaglutinasi inhibisi atau uji fiksasi komplemen
untuk memantau antibodi yang spesifik.
Pemeriksaan darah menunjukkan terjadinya leukositosis bila ada komplikasi
atau infeksi sekunder.
3. Rabies
Morfologi
Rabies tersebar luas di seluruh dunia, kecuali Australia dan Inggris. Sumber
infeksi utama rabies pada manusia adalah anjing dan kucing yang hidup berdekatan
dengan manusia. Penyebaran rabies sangat tergantung pada pertumbuhan virus dalam
kelenjar ludah hewan yang terinfeksi.
Diagnosis
Gejala klinis yang timbul sesudah memulai masa inkubasi 2-16 minggu berupa
demam, sakit kepala, mual, muntah, gangguan menelan, suara serak. Parestesis terasa
di bekas tempat gigitan (meskipun luka sudah sembuh). Iritabilitas dan sensitifitas kulit
penderita meningkat dan terjadi hiperhidrosis. Penderita mengalami hidrofobi akibat
spasme glotis apabila minum. Tanda – tanda meningitis akan timbul, berupa kejang-
kejang atau paralisis. Penderita akan meninggal 3-5 hari kemudian, akibat terjadinya
paralisis pernafasan atau gangguan fungsi jantung. Berbagai penyakit yang memiliki
gejala klinis mirip rabies adalah :
Tetanus,
Meningoensefalitis,
Koriomeningitis limfositik,
Intoksikasi
Semua hewan yang mati dan diduga rabies harus diperiksa di laboratorium. Jika
pada pemeriksaan histologis sel ganglion ditemukan Negri bodies, maka didiagnosis
rabies dapat dipastikan. Pemeriksaan mikroskopis cairan serebrospinal dapat juga
dilakukan untuk menemukan virus rabies. Uji hewan coba menggunakan bayi hewan (
suckling animal ), misalnya hamster, tikus atau kelinci yang mendapatkan inokulasi
intrakranial dengan suspensi otak atau kelenjar ludah submaksiler hewan yang diduga
rabies, akan menunjukkan gejala rabies misalnya konvulsi. Uji sel serologis dan uji
fluoresen pada manusia atau hewan yang diduga penderita rabies, dapat membantu
untuk menemukan adanya virus. Pemeriksaan darah penderita menunjukkan gambaran
eosinofilia dan hiperglikemia. Pemeriksaan cairan serebrospinal menunjukkan jumlah
protein dan sel meningkat.