Anda di halaman 1dari 3

Jenis Koleksi Spesimen

Terdapat dua macam tipe koleksi spesimen, yaitu koleksi basah dan koleksi kering.
Koleksi basah adalah koleksi yang disimpan dalam larutan pengawet ethanol 70%, sedangkan
koleksi kering berupa tulang dan kulit yang diawetkan dengan bahan kimia formalin atau
boraks. Menurut Yayuk et al. (2010) pengawetan hewan dapat dilakukan dengan cara-cara
sebagai berikut:

1. Pengawetan Tulang (Rangka)


Pembuatan preparat tulang terlebih dahulu dilakukan pembedahan dan
pengulitan spesimen hingga bersih dari kulitnya. Selanjutnya dilakukan perebusan
selama 30 menit hingga 2 jam untuk memudahkan ketika memisahkan otot dari
rangka, lalu dianginkan secara alami. Kemudian dibersihkan daging atau otot yang
masih menempel pada rangka sampai bersih dengan hati-hati. Selanjutnya dibersihkan
dan direndam dengan pemutih agar tulang bersih dan putih, lalu terakhir ditata dengan
rapi dan pemberian label serta diidentifikasi.
2. Pengawetan Insekta (Insektarium)
Preparat awetan insekta dibuat dengan terlebih dahulu melakukan pematian
pada serangga dengan cara memasukkan serangga ke dalam toples atau botol.
Kemudian meletakkan kapas berkloroform kedalamnya, agar basahan kloform tidak
terkena langsung dengan serangga saat sudah mati, sebelumnya diletakkan pembatas
dari kertas yang sedikit tebal yang telah diberi lubang-lubang kecil. Setelah mati,
bagian luar tubuh serangga diolesi alkohol 70% lalu ditusuk dengan jarum pentul
(office pin) dan ditancapkan pada sterofoam. Menurut Afifah et al. (2014),
Insektarium merupakan awetan serangga dengan bahan pengawet alkohol 96% dan
forrmalin 5% yang dikemas dalam bentuk koleksi media pembelajaran. Herbarium dan
insektarium sebelum digunakan penelitian terlebih dahulu telah divalidasi oleh pakar
media, sehingga diketahui layak atau tidak digunakan dalam penelitian.
3. Pengawetan Kering (Taksidermi)
Taksidermi yaitu salah satu teknik pengawetan untuk mumifikasi selama
berabad-abad (Dermici et al., 2012). Pembuatan preparat taksidermi dilakukan dengan
terlebih dahulu membius spesimen dengan kloroform atau eter. Spesimen yang biasa
dibuat taksidermi adalah Mammalia, Aves, Reptil, Amphibia dan Hewan vertebrata
lainnya. Setelah hewan mati, torehan dari perut depan alat kelamin sampai dada
dibuat, kemudian lukanya dibubuhi tepung jagung. Selanjutnya, hewan dikuliti
menggunakan scalpel, dihilangkan lemak-lemaknya, dam setelah bersih lalu boraks
ditaburi dan gulungan kapas dibuat sebesar atau sepanjang tubuh hewan lalu
dimasukkan sebagai pengganti dagingnya. Kemudian dibentuk seperti perawakannya
saat masih hidup. Terakhir, bekas torehannya dijahit serta mulutnya dijahit segitiga.
Agar lebih menarik spesimen diberi tempat dan dihias sesuai dengan habitatnya.
4. Pengawetan Basah
Pengawetan basah biasanya diigunakan untuk spesimen bangsa Crustacea atau
hewan avertebrata lainnya. Pembuatannya awatan basah terbilang cukup sederhana
dibandingkan pembuatan pengawertan lainnya. Pertama-tama Hewan dimatikan
dengan kloroform atau eter, selanjutnya dibersihkan, lalu dimasukkan kedalam toples
transparan berisi alkohol 70% yang sesuai ukuran atau lebih besar ukurannya dari
he/an tersebut! $iasanya dilengkapi dengan ka4a transparan untuk alas he/an agar tetap
kedudukannya, kemudian diberi keterangan menggunakan kertas anti air.

Penanganan Koleksi Spesimen


Penanganan koleksi spesimen yang diawetkan secara basah dan kering mempunyai
caranya masing-masing. Pada awetan basah khususnya untuk hewan vertebrata diawetkan
menggunakan alkohol 70%. Sedangkan untuk bangsa Crustacea digunakan alkohol yang lebih
besar konsentrasinya yaitu 90%. Penanganan koleksi Awetan kering biasanya dilakukan
dengan pembuatan taksidermi dengan teknik skinning (pengulitan). Setelah kulit sudah
dibersihkan dari daging dan lemaknya, selanjutnya ditaburi boraks agar tidak berjamur dan
tahan lama, lalu dikeringkan dengan suhu ruangan. Untuk spesimen ikan (pisces) biasanya
menggunakan formalin dengan konsentrasi 10% terlebih dahulu, untuk kemudian direndam
seluruhnya dalam alkohol 70%.
Di dalam pengelolaan koleksi, khususnya koleksi spesimen botani dan zoologi,
pekerjaan unit preparasi mencakup empat macam penanganan yaitu konservasi, preparasi,
restorasi, dan reproduksi koleksi. Jika teknik pemeliharaan spesimen awetan bertujuan sebagai
upaya untuk mencegah terjadinya kerusakan, merawat dan memperbaiki ketika terjadi
kerusakaan spesimen awetan. Maka dapat diasumsikan teknik pemeliharaan spesimen awetan
hanya mencakup pekerjaan pokok berupa konservasi dan restorasi, tidak mencakup pekerjaan
preparasi dan reproduksi koleksi.
Berbagai macam kerusakan yang sering terjadi khususnya pada koleksi spesimen
awetan kering beserta penanganannya yaitu antara lain:
1. Kerusakan Fisik
Spesimen kotor, berdebu, sobek dan mengelupas. Penanganan berupa
pembersihan spesimen secara teratur, kontrol kelembaban (50-65 %), suhu udara (21-
23oC), dan penambalan. Untuk spesimen kering yang diletakkan di dalam ruang kaca
dan spesimen basah tidaklah sulit mencegah dan membersihkan kotoran, atau debu.
Jika spesimen awetan kering robek maka sebaiknya dilakukan restorasi seperti
melakukan pengeleman atau penjahitan. Sobek dan mengelupas akan dapat dihindari
jika kontol kelembaban dan suhu dilakukan secara tertip.
2. Kerusakan Kimia
Spesimen awetan mengalami perubahan warna. Penanganan berupa kontol
kelembaban (50-65 %), suhu udara (21-23oC) dan intensitas cahaya dapat dipantau
dengan lux meter. Jika tiga tolok ukur fisik tersebut di pantau, dikontrol secara tertip
maka perubahan kimia pada spesimen awetan dapat dihindari. Kelebihan intensitas
sinar akan menyebabkan spesimen awetan cepat rusak, hal ini dapat dihindari dengan
cara memberi penghalang dari sumber sinar sehingga intensitas sinar dapat
disesuaikan dengan kebutuhan spesimen awetan.
3. Kerusakan Biotis
Spesimen mengalami pembusukan, rontok, berlubang-lubang yang disebabkan
jamur atau serangga. Penanganan berupa fumigasi, disemprot insektisida, dan dapat
juga dilakukan pendinginan (deep freezer).

Anda mungkin juga menyukai