Anda di halaman 1dari 16

Noise Induced Hearing Loss (NIHL) pada Pekerja

Perakitan Mobil
Pendahuluan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan masalah penting dalam setiap
proses operasional industri. Penurunan ketajaman pendengaran akibat kebisingan terjadi
secara perlahan, dalam waktu hitungan bulan sampai tahun. Hal ini sering tidak disadari oleh
penderitanya, sehingga pada saat penderita mulai mengeluh kurang pendengaran, biasanya
sudah dalam stadium yang tidak dapat disembuhkan (irreversible).

Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup KEP-48/MENLH/11/1996,


kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari suatu kegiatan dalam tingkat dan waktu
tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia. Tingkat kebisingan adalah
ukuran energi bunyi yang dinyatakan dalam satuan decibel disingkat dB. Baku tingkat
kebisingan adalah batas maksimal tingkat kebisingan yang diperbolehkan dari suatu kegiatan
sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia.1

Banyak hal yang mempermudah seseorang menjadi tuli akibat terpapar bising antara
lain intensitas bising yang lebih tinggi, berfrekwensi tinggi, lebih lama terpapar bising,
kepekaan individu dan faktor lain yang dapat menimbulkan ketulian. Bising industri sudah
lama merupakan masalah yang sampai sekarang belum bisa ditanggulangi secara baik
sehingga dapat menjadi ancaman serius bagi pendengaran para pekerja, karena dapat
menyebabkan kehilangan pendengaran yang sifatnya permanen. Sedangkan bagi pihak
industri, bising dapat menyebabkan kerugian ekonomi karena biaya ganti rugi. Oleh karena
itu untuk mencegahnya diperlukan pengawasan terhadap pabrik dan pemeriksaan terhadap
pendengaran para pekerja secara berkala.1,2

Pembahasan
A. DEFINISI PENYAKIT AKIBAT KERJA:
Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat
kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian Penyakit Akibat
Kerja merupakan penyakit yang artifisial atau man made disease.

B. GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT BISING:

Gangguan pendengaran akibat bising (noise-induced hearing loss, NIHL)


ialah gangguan pendengaran yang disebabkan akibat terpajan oleh bising yang cukup
keras dalam jangka waktu yang cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh bising
lingkungan kerja. Sifat ketuliannya adalah tuli sensorineural koklea dan umumnya
terjadi pada kedua telinga.3-7

Secara umum, bising adalah bunyi yang tak diinginkan. Secara audiologik,
bising adalah campuran bunyi nada murni dengan berbagai frekuensi. Pajanan bising
yang intensitasnya 85 desibel (dB) atau lebih secara terus menerus dapat
mengakibatkan kerusakan pada reseptor pendengaran, yakni sel-sel rambut organ
Corti di koklea (telinga dalam). Yang sering mengalami kerusakan adalah organ Corti
untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 3000 Hz sampai dengan 6000 Hz, dan yang
terberat kerusakan organ Corti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 4000 Hz.7

Banyak hal yang mempermudah seseorang menjadi tuli akibat terpajan bising,
antara lain intensitas bising yang lebih tinggi, lebih lama terpapar bising, serta
mendapat pengobatan yang bersifat ototoksin seperti streptomisin, kanamisin,
garamisin (golongan aminoglikosida), kina, dan lain-lain.4

C. PENDEKATAN KLINIS  7 LANGKAH DIAGNOSIS OKUPASI


1. Diagnosis Klinis
a. Anamnesis
- Riwayat penyakit : riwayat penyakit sekarang, dulu dan yang ada dalam
keluarga

Tanyakan kepada pasien apa ia memiliki penyakit saat ini, jika tidak
merasa ada berarti ia hanya tahu mengenai masalah keluhan sakitnya, misalnya
merasakan kedua telinganya berdenging setelah habis bekerja, atau adanya
penuruan fungsi pendengaran. Perlu pula menanyakan riwayat sakit terdahulunya
untuk tahu apakah ia ada riwayat keluhan yang sama atau mengakibatkan
penyakitnya yang saat ini.

Riwayat medis harus menentukan apakah pegawai pernah menderita sakit


telinga sebelumnya dan apakah dia pernah makan obat ototoksik, misalnya,
streptomycin. 1,2

- Riwayat pekerjaan :

Riwayat pekerjaan harus meliputi informasi pekerjaan sekarang dan semua


pekerjaan sebelumnya (khususnya yang berhubungan dengan pajanan terhadap
bising, termasuk pekerjaan paruh waktu). Beberapa pertanyaan yang menyangkut
riwayat pekerjaannya, seperti berikut ini :1

 Sudah berapa lama bekerja hingga sekarang ini


 Bagaimana riwayat pekerjaan sebelumnya
 Alat kerja, bahan kerja dan proses kerja yang digunakan
 Barang yang diproduksi/dihasilkan
 Waktu bekerja dalam sehari berapa lama dan waktu kerja dalam seminggu
berapa kali
 Ada kemungkinan pajanan apa saja yang dialami
 APD yang dipakai apa saja
 Hubungan antara gejala dan waktu kerja
 Pekerja lainnya ada yang mengalami hal yang sama

b. Pemeriksaan Fisik
- Pemeriksaan Umum : keadaan umum, tanda-tanda vital, dan pemeriksaan fisik
menyeluruh

Pada pasien di skenario ini tidak disebutkan pemeriksaan umumnya, jadi


kemungkinan keadaan umumnya baik dan pemeriksaan fisik menmyeluruh juga
bisa baik. Sering penyakit akibat kerja efeknya berpengaruh terhadap tanda-tanda
vital. Misalnya adanya kenaikan tekanan darah ataupun detak jantung dikarenakan
stres kerja akibat dari kebisingan di tempat kerjanya. 1,2

- Pemeriksaan Khusus : karena pasien mengeluh penurunan fungsi pendengaran


di telinga kiri, maka dilakukan pemeriksaan khususnya pada telinga pasien
dengan menggunakan otoskop dan beberapa tes seperti tes penala. Belum ada
tes yang dilakukan. 1,2,8
c. Pemeriksaan Penunjang
- Audiometri nada murni (Pure Tone Audiometry atau PTA)

Audiometer nada murni dapat mengukur ambang batas pendengaran.


Pemeriksaan ini penting sekali untuk memastikan NIHL baik untuk penyaringan
(konduksi udara) dan diagnosis (konduksi tulang dan udara). Selama pemeriksaan
PTA, nada murni disampaikan menuju telinga melalui earphone yang sesuai.
Ketulian timbul secara bertahap dalam jangka waktu bertahun-tahun, yang
biasanya terjadi dalam 8-10 tahun pertama paparan. Terdapat ambang batas
intensitas nada murni yaitu nada di atas ambang tersebut akan terdengar dan
sebaliknya, nada di bawah ambang tersebut tidak akan terdengar. Namun hasil
pemeriksaan dapat berbeda pada waktu pemeriksaan yang berbeda dipengaruhi
keterampilan operator alat, motivasi pekerja, dan adanya bising di sekitar tempat
pemeriksaan. 1,2

Tes PTA di tempat kerja digunakan untuk mencatat kondisi pendengaran


para pegawai, guna menemukan individu yang rentan terhadap bising (bisa untuk
penyaringan pekerja baru yang mau masuk), memonitor keadaan pendengaran
berkurang selama bekerja sebagai pegawai, dan mengatur program perlindungan
pendengaran.

Pentingnya mengetahui tingkat pendengaran awal para pekerja dengan


melakukan pemeriksaan PTA sebelum bekerja adalah bila audiogram sebelum
bekerja baik, lalu setelah bekerja menunjukkan ada ketulian, maka dapat
diperkirakan berkurangnya pendengaran tersebut akibat kebisingan di tempat kerja.
Data dasar audiometri ini bisa dilakukan saat pertama kali masuk ke tempat kerja
(paling mudah bila pemeriksaan ini dimasukkan ke dalam bagian pemeriksaan
kesehatan sebelum diterima bekerja) dan nanti bisa sebagai rujukan perbandingan
hasil tes audiometri di kemudian hari. 1,2,8

Audiometri dilakukan berkala (tiap tahun atau tiap dua tahun sekali) untuk
memonitor adanya pendengaran yang berkurang di antara pekerja yang bekerja di
tempat tersebut dan untuk mengkaji jumlah pekerja yang telah kehilangan
pendengaran (bila ada) yang terjadi selama ia bekerja sebagai pegawai di tempat
tersebut. Pegawai harus terhindar pajanan bising yang tinggi setidaknya 16 jam
sebelum pemeriksaan audiometri berkala. Audiometer yang dipakai untuk PTA
harus sesuai dengan standar nasional atau internasional. Petunjuk kalibrasi harus
diikuti secara ketat. Bising pada latar belakang harus kecil dan memenuhi standar
yang ditentukan. Tes audiometri dilakukan oleh petugas yang telah terlatih dan
diawasi dokter. 2,9

d. Pemeriksaan Tempat Kerja

Guna dari pemeriksaan ke tempat kerja ini untuk menemukan pajanan apa
saj yang bisa dialami oleh pasien. Terdapat beberapa faktor pajanan yang bisa
menyebabkan penyakit akibat kerja, yakni pajanan fisik, kimia, biologis,
ergonomi, dan psikososial. Faktor ini menjadi penyebab pokok dan menentukan
terjadinya penyakit. Pasien di skenario ini bekerja di bagian perakitan mobil yang
bisa menimbulkan kebisingan yang jika diukur hasilnya 100dBA. 2

2. Pajanan yang dialami

Pajanan yang dialami pasien adalah bising di lingkungan kerja sebesar 100
dB, dimana NAB adalah 85 dB dalam 8 jam kerja. Pasien sudah bekerja 8 tahun
bekerja di pabrik mobil di bagian perakitan.
3. Hubungan pajanan dengan penyakit

Pasien mengatakan sejak ia bekerja 8 tahun yang lalu, ia merasakan penurunan


fungsi mendengar telinga kiri selama sebulan terakhir. Dari sini dapat disimpulkan
memang ada hubungan antara pajanan dengan keluhan sakitnya. Lingkungan kerja
memiliki tingkat kebisingan dari 100 dB dan itu artinya sudah melewati nilai ambang
batas normal bising yakni 85 dB/8 jam/hari. Bila kebisingan melewati 85 dB, lama-
kelamaan menimbulkan keluhan berdenging (tinitus) hingga akhirnya kemampuan
pendengaran berkurang dan mengakibatkan tuli akibat kerja (NIHL). 1,2

4. Besar pajanan yang dialami


a. Patofisiologi NIHL

Mekanisme yang mendasari NIHL diduga berupa adanya proses mekanis dan
metabolik pada organ sensorik auditorik bersamaan dengan kerusakan sel sensorik
atau bahkan kerusakan total organ Corti di dalam koklea. Kehilangan sel sensorik
pada daerah yang sesuai oleh karena frekuensi yang terlibat dari pajanan merupakan
penyebab NIHL yang paling penting. Kepekaan terhadap stress pada sel rambut luar
berada dalam kisaran 0-50 dB, sedangkan untuk sel rambut dalam di atas 50 dB.
Biasanya bila ada terjadinya TTS (Temporary Threshold Shift atau tuli sementara)
sebelum NIHL, itu berarti sudah ada kerusakan bermakna pada sel rambut luar
telinganya. Frekuensi yang sangat tinggi lebih dari 8 kHz mempengaruhi dasar
koklea.1,2

- Proses mekanis

Berbagai proses mekanis yang dapat menyebabkan kerusakan sel rambut


akibat pajanan terhadap bising meliputi : 1,2,9

 Aliran cairan yang kuat pada sekat koklea dapat menyebabkan robeknya
membran Reissner sehingga cairan endolimfe dan perilimfe bercampur
mengakibatkan kerusakan sel rambut.
 Gerakan membran basilar yang kuat dapat menyebabkan gangguan organ
Corti dengan pencampuran endolimfe dan kortilimfe yang mengakibatkan
kerusakan sel rambut.
 Aliran cairan yang kuat pada sekat koklea dapat langsung merusak sel rambut
dengan melepaskan organ Corti atau merobek membran basilar.
- Proses metabolik

Proses metabolik yang dapat merusak sel rambut akibat pajanan bising
meliputi : 2,9

 Pembentukan vesikel/vakuol di dalam retikulum endoplasma sel rambut serta


pembengkakan mitokondria dapat berlanjut menjadi robeknya membran sel
dan hilangnya sel rambut.
 Kehilangan sel rambut mungkin disebabkan oleh kelelahan metabolik akibat
gangguan sistem enzim yang esensial untuk produksi energi, biosintesis
protein, dan pengangkutan ion.
 Sel rambut luar lebih mudah terangsang suara dan membutuhkan energi yang
lebih besar sehingga menjadi lebih rentan terhadap cedera akibat iskemia.
 Mungkin terdapat interaksi sinergis antara bising dengan pengaruh lain yang
merusak telinga.

Daerah organ Corti sekitar 8-10 mm dari ujung basal (sesuai dengan
daerah 4 kHz pada audiogram) dianggap sebagai daerah yang secara khas rentan
terhadap kebisingan. Walaupun penjelasan mengenai cekungan 4 kHz yang paling
mungkin adalah adanya ciri resonansi saluran telinga, penyebab lain juga telah
dikemukakan.

Hal ini meliputi bahwa daerah 4 kHz mungkin lebih rentan karena
insufisiensi vaskular akibat bentuk anatomisnya yang tidak biasa di daerah ini dan
amplitudo pemindahan di dalam saluran koklea mulai terbentuk di daerah 4 kHz
ini saat kecepatan perambatan gelombang yang berjalan masih cukuip tinggi dan
struktur anatomi koklea menyebabkan pergeseran cairan pada daerah 4 kHz. 2,9

- Efek Pendengaran Lain Akibat Bising

Tinitus (suara berdenging di dalam telinga) biasanya timbul segera setelah


pajanan terhadap bising dan dapat menjadi permanen bila pajanan bising tersebut
terus berlangsung dialami. Tinitus merupakan akibat pajanan bising bernada tinggi.
Selain tinitus, efek lain akibat kebisingan adalah vertigo.
Vertigo hanya timbul setelah mengalami pajanan bising dari suara mesin
jet yang sedang menyala ataupun bisa terjadinya vertigo sementara atau permanen
jika mendapat pajanan bising setelah ledakan senjata api. Namun vertigo tidak
terjadi pada pajanan bising industri biasa seperti yang terjadi pada tinitus. 1,2

- Efek Bising Pada Organ Selain Organ Pendengaran

Meningkatnya kadar kebisingan bisa menimbulkan stres dengan variasi


detak jantung, tekanan darah, pernapasan, gula darah, dan kadar lemak darah.
Bertambahnya motilitas saluran pencernaan dan tukak lambung juga dilaporkan
ada. Penelitian mengemukakan bahwa tingkat kebisingan >55 dBA menyebabkan
timbulnya rasa terganggu dan berkurangnya efisiensi kerja.1,9

b. Kuantitatif

Laporan dini tentang NIHL meliputi uraian tentang ketulian seorang


pekerja di pembangkit listik di daerah Kalimantan yang telah diteliti mengalami
pajanan sekitar 94 dB dengan jam kerja 8 jam dan kurangnya pemberian APD.
Akhirnya setelah para pekerjanya diperiksa audiometri hasilnya terdapat pola
NIHL dan mngeluhkan adanya pengurangan dalam mendengar.

Pada para pegawai di bandara pesawat yang sering mendengar kebisingan


suara pesawat terbang setelah diteliti dengan audiometri terbanyak ditemukan pola
NIHL (cekungan pada frekuensi sekitar 4 kHz) dan beberapa diantaranya
mengalami tuli sedang pada 6-8 kHz.2,9

c. Kualitatif

Cara atau Proses kerja : Pasien bekerja di bagian mesin pembangkit


listrik yang kebisingannya sekitar 85-90 dB. Secara umum telah disetujui bahwa
untuk amannya, pemaparan bising selama 8 jam perhari, sebaiknya tidak melebihi
ambang batas 85 dBA. Akibat dari pajanan inilah membuat kerusakan pada sel
rambut di telinga luarnya yang membuat kemampuan mendengar semakin
menurun (tidak sepeka dulu) menjadi tuli sementara hingga akhirnya tuli
permanen.1,2
d. Observasi Tempat dan Lingkungan Kerja

Tempat kerja pasien di bagian perakitan mobil dimana tingkat kebisingan


tempat ini sekitar 100 dB. Perlu diperhatikan juga apakah di area kerjanya ada
peredam suara ataupun ventilasi yang baik, lalu periksa juga apakah para pekerja
mendapat alat pelindung diri yang baik dan sesuai standar. Selain itu perlu
diketahui apakah disana ada pengontrolan pajanan.

e. Pemakaian APD

2,8
Jenis-jenis alat pelindung telinga yang digunakan :

- Sumbat telinga (ear plugs /insert device/ aural insert protector) 


Dimasukkan ke dalam liang telinga sampai menutup rapat sehingga suara
tidak mencapai membran timpani. Sumbat telinga ini bisa mengurangi bising
hingga 30 dBA lebih.
- Tutup telinga (ear muff/ protective caps/ circumaural protectors)  Menutupi
seluruh telinga eksternal dan dipergunakan untuk mengurangi bising hingga
40- 50 dBA atau frekuensi 100 - 8000 Hz.

Pakailah APD yang sudah sesuai dengan standar nasional/internasional.


Yang perlu diperhatikan dalam pemilihan alat pelindung telinga adalah : 2,4

- Ear plug digunakan bila bising di atas 85 dBA


- Ear muff dgunakan bila di atas 100 dBA
- Kemudahan perhatikan cara pemakaian alat yang benar, biayanya agar tidak
merugikan perusahaan/tempat kerjanya, lalu kemudahan membersihkan APD
tersebut dan kenyamanan selama pemakaian APD.
f. Jumlah pajanan

Dalam skenario hanya disebutkan 1 pajanan saja di tempat kerjanya yakni


kebisingan. Pajanan di luar tempat kerjanya tidak diketahui.

5. Faktor individu
a. Status kesehatan pasien :

Perlu diketahui riwayat sakit pasien seperti riwayat infeksi, riwayat dalam
keluarga, kebiasaan olahraga, apakah pernah mengalami trauma kepala atau
sekitar daerah telinga. Perlu ditanyakan juga apakah dulu ada riwayat gangguan
pendengaran juga yang sama seperti saat ini atau dalam keluarga juga ada yang
mengalami hal yang sama.

Penting juga menanyai riwayat pengobatan pasien karena perlu dicurigai


adakah pemakaian obat-obatan yang ototoksik seperti obat anti tuberkulosis
(isoniazid), aminoglikosida, klorokuin dan lain-lainnya. Umur pasien 45 tahun,
masih bisa dikatakan dalam tahap aman belum mengalami proses kehilangan sel
rambut (sel sensori) di telinga sehingga kemungkinan mengalami presbikusis
tidak ada juga. 1,2

b. Status kesehatan mental :

Tidak diketahui secara jelas. Tetapi pasien yang mengalami pajanan di


tempat kerja biasanya lama-lama akan menimbulkan stress kerja dikarenakan
pajanan tersebut telah mengurangi efisiensi kinerjanya, bisa sering mengalami
kesalahan saat bekerja ataupun kesulitan dalam komunikasi saat bekerja. 1,9

c. Higiene perorangan :

Ini berguna untuk mengetahui apakah ada riwayat infeksi yang bisa
menjadi faktor penyebab sakit pasien. Misalnya infeksi telinga yang sampai-
sampai menyumbat saluran telinga (otitis media) atau bahkan merusak membran
timpani (penyakit meniere). 1

6. Faktor lain diluar pekerjaan

Identifikasi penyebab untuk menyingkirkan penyebab ketulian non


industrial seperti riwayat penggunaan obat-obat ototoksik atau riwayat penyakit
sebelumnya.

a. Obat-obat ototoksik

Tinitus gangguan pendengaran dan vertigo merupakan gejala utama


ototoksisitas. Tinitus biasanya menyertai segala jenis tuli sensorineural oleh sebab
apa pun, dan sering kali mendahului serta lebih mengganggu dari tulinya sendiri.
Tuli akibat ototoksik yang menetap malahan dapat terjadi berhari-hari,
berminggu-minggu atau berbulan-bulan setelah selesai pengobatan. Biasanya tuli
bersifat bilateral, tetapi tidak jarang unilateral.

Gangguan pendengaran yang berhubungan dengan ototoksisitas sangat


sering ditemukan, oleh karena pemberian gentamisin dan streptomisin. Terjadinya
secara perlahan-lahan dan beratnya sebanding dengan lama dan jumlah obat yang
diberikan serta keadaan fungsi ginjalnya.

- Obat – obat ototoksik


 Aminoglikosida misalnya streptomisin,neomisin etc
 Eritromisin
 Loop diuretic
 Obat anti inflamasi
 Obat anti malaria
 Obat anti tumor
 Obat tetes telinga
b. Riwayat merokok

Asap rokok meningkatkan risiko infeksi yang menghalangi suplai darah


halus ke telinga sehingga dapat menyebabkan kerusakan kecil tapi fatal. Namun,
belum diketahui dari studi tersebut berapa banyak paparan asap rokok yang
berbahaya dan kapan kerusakan dapat terjadi.

7. Diagnosis okupasi

NIHL adalah Penyakit akibat kerja (PAK)

Nilai ambang batas (NAB) kebisingan sebagai faktor bahaya di tempat


kerja adalah standar sebagai pedoman pengendalian agar tenaga kerja masih dapat
menghadapinya tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam
pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari dan 5 hari kerja
seminggu atau 40 jam seminggu. Sebagaimana yang telah dinyatakan sebelumnya
yang dimaksud dengan kebisingan dalam NAB ini adalah semua suara yang tidak
dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja
yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Laki-laki
tersebut bekerja di bagian perakitan mobil di mana jenis kebisingan menetap
berkelanjutan tanpa putus-putus dengan frekuensi yang lebar (steady state,wide
band noise).

NIHL adalah termasuk di dalam penyakit akibat kerja (PAK) mengikut


ILO 1992 iaitu kelainan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan.

 DD/ tuli sensorineural, tuli konduktif


- Gangguan Pendengaran Konduktif

Setiap masalah di telinga luar atau tengah yang mencegah terhantarnya


bunyi dengan tepat dinamakan gangguan pendengaran konduktif. Gangguan
pendengaran konduktif biasanya pada tingkat ringan atau menengah, pada rentang
25 hingga 65 dB. Tuli konduktif dapat terjadi bilateral maupun unilateral.

Dalam beberapa kejadian, gangguan pendengaran konduktif bersifat


sementara. Pengobatan atau bedah dapat membantu tergantung pada penyebab
khusus masalah pendengaran tersebut. Gangguan pendengaran konduktif juga
dapat diatasi dengan alat bantu dengar atau implan telinga tengah.

- Gangguan Pendengaran Sensorineural

Gangguan pendengaran sensorineural disebabkan oleh hilangnya atau


rusaknya sel saraf (sel rambut) dalam rumah siput dan biasanya bersifat permanen.
Gangguan pendengaran sensorineural, yang disebut juga “tuli saraf”.

Gangguan pendengaran ringan hingga berat sering dapat diatasi dengan


alat bantu dengar atau implan telinga tengah. Sedangkan implan rumah siput
seringkali merupakan solusi atas gangguan pendengaran berat atau parah.

Sebagian orang menderita gangguan pendengaran sensorineural hanya


pada frekuensi tinggi, juga dikenal dengan sebutan tuli sebagian. Dalam hal ini,
yang rusak hanya sel rambut pada ujung rumah siput. Pada bagian dalam rumah
siput, apeks, sel rambut yang berfungsi untuk memproses nada rendah masih utuh.
Stimulasi akustik dan elektrik gabungan, atau EAS, telah dikembangkan khusus
untuk menangani kejadian seperti ini.

D. PENATALAKSANAAN

Sesuai dengan penyebab ketulian, penderita sebaiknya dipindahkan kerjanya


dari lingkungan bising. Bila tidak mungkin dipindahkan dapat dipergunakan alat
pelindung telinga yaitu berupa sumbat telinga (ear plugs), tutup telinga (ear muffs)
dan pelindung kepala (helmet).

Oleh karena tuli akibat bising adalah tuli saraf koklea yang bersifat menetap
(irreversible), bila gangguan pendengaran sudah mengakibatkan kesulitan
berkomunikasi dengan volume percakapan biasa, dapat dicoba pemasangan alat bantu
dengar (ABD). Apabila pendengarannya telah sedemikian buruk, sehingga dengan
memakai ABD pun tidak dapat berkomunikasi dengan adekuat, perlu dilakukan
psikoterapi supaya pasien dapat menerima keadaannya.

Latihan pendengaran (auditory training) juga dapat dilakukan agar pasien


dapat menggunakan sisa pendengaran dengan ABD secara efisien dibantu dengan
membaca ucapan bibir (lip reading), mimik dan gerakan anggota badan serta bahasa
isyarat untuk dapat berkomunikasi.

E. PENCEGAHAN

Tujuan utama perlindungan terhadap pendengaran adalah untuk mencegah


terjadinya NIHL yang disebabkan oleh kebisingan di lingkungan kerja. Program ini
terdiri dari 3 bagian yaitu : 11

1. Pengukuran pendengaran

Test pendengaran yang harus dilakukan ada 2 macam, yaitu :

a. Pengukuran pendengaran sebelum diterima bekerja.


b. Pengukuran pendengaran secara periodik.
2. Pengendalian suara bising
Dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :

a. Melindungi telinga para pekerja secara langsung dengan memakai ear


muff (tutup telinga), ear plugs (sumbat telinga) dan helmet (pelindung
kepala).
b. Mengendalikan suara bising dari sumbernya, dapat dilakukan dengan cara :
o memasang peredam suara
o menempatkan suara bising ( mesin ) didalam suatu ruangan yang
terpisah dari pekerja
3. Analisa bising

Analisa bising ini dikerjakan dengan jalan menilai intensitas bising,


frekwensi bising, lama dan distribusi pemaparan serta waktu total pemaparan
bising. Alat utama dalam pengukuran kebisingan adalah sound level meter.

4. Program pencegahan yang dapat dilakukan meliputi hal-hal berikut


(NIOSH, 1996):
a. Monitoring paparan bising
b. Kontrol engineering dan administrasi
c. Evaluasi audiometer
d. Penggunaan Alat Pelindung Diri (PPE)
e. Pendidikan dan Motivasi
f. Evaluasi Program
g. Audit Program
F. PROGNOSIS

Oleh karena jenis ketulian akibat terpapar bising adalah tuli saraf koklea yang
sifatnya menetap, dan tidak dapat diobati secara medikamentosa maupun pembedahan,
maka prognosisnya kurang baik. Oleh sebab itu yang terpenting adalah pencegahan
terjadinya ketulian.1

Kesimpulan dan Penutup

1. Bising dengan frekwensi dan intensitas tertentu dapat menyebabkan ketulian yang
berupa tuli saraf dan sifatnya permanen.
2. Pemeriksaan fisik dan pengujian audiometrik mutlak dibutuhkan untuk setiap pekerja
yang dilakukan sebelum mulai bekerja dan secara berkala selama bekerja dengan
tujuan untuk mencegah terjadinya gangguan pendengaran akibat bising terutama
bising industri.
3. Oleh karena jenis ketulian akibat terpapar bising adalah tuli saraf koklea yang sifatnya
menetap dan tidak dapat diobati secara medikamentosa ataupun pembedahan, maka
yang terpenting dilakukan adalah pencegahan terjadinya ketulian.
Daftar Pustaka

1. J Jeyaratnam, K David. Buku ajar praktik kedokteran kerja. Jakarta : EGC; 2010.
2. Roestam AW. Cermin Dunia Kedokteran No 144 : Gangguan pendengaran akibat
bising. Juli 2004.

3. Sulistomo A. Penyakit akibat kerja dan penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan
(Bab 6). In: Aditama TY, Hastuti T, editors. Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
Jakarta: UI-Press; 2002. p. 64-71.
4. Agrawal SK, Schindler DN, Jackler RK, Robinson S. Occupational hearing loss
(Chap. 58). In: Lalwani AK, editor. Current Diagnosis and Treatment Otolaryngology
Head and Neck Surgery. 2nd ed. New York: McGraw-Hill; 2008. p. 732-43.
5. Suma’mur. Aneka pendekatan keselamatan lain (Bab 19). In: Suma’mur. Keselamatan
Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: Haji Masagung; 1999. p. 296-301.
6. Bashiruddin J, Soetirto I. Gangguan pendengaran akibat bising (Bab 2). In: Soepardi
EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. 6th ed. Jakarta: Gaya Baru; 2007. p.
49-52.
7. Sherwood L. The peripheral nervous system: afferent division; special senses (Chap.
6). In: Sherwood L. Human Physiology: From Cells to Systems. 5th ed. Belmont:
Thomson Learning; 2004. p. 221.
8. Boyle PJ, Barahona M, Shanahan F. Current occupational and environmental
medicine. Edisi 4. USA : McGraw Hill Company; 2004.
9. Ridley J. Ikhtisar kesehatan dan keselamatan kerja. Edisi 3. Jakarta : Erlangga; 2004.
10. Siegel E. Noise induced hearing loss. June 2009. Diunduh dari :
http://www.osh.dol.govt.nz/publications/booklets/health-tools-09/pg4.shtml; 24 Oktober
2016.
11. Oedono RMT. Penatalaksanaan penyakit akibat lingkungan kerja dibidang THT.
Disampaikan pada PIT Perhati, Batu-Malang, 27-29 Oktober, 1996.

Anda mungkin juga menyukai