Brian. E. F. Pattiasina
102015049
brianpattiasina.bp@gmail.com
Fakultas Kedokteran Kristen Krida Wacana
Kampus II Ukrida Jalan Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510
Pendahuluan
Pembahasan
1
Observasi Sepintas
1. Airway
Apakah ada peningkatan sekret ?
Adakah suara nafas : krekels ?
2. Breathing
Adakah distress pernafasan ?
Adakah hipoksemia berat ?
Adakah retraksi otot interkosta, dispnea, sesak nafas ?
Apakah ada bunyi whezing ?
3. Circulation
Bagaimanakan perubahan tingkat kesadaran ?
Apakah ada takikardi ?
Apakah ada takipnoe ?
Apakah keluaran urin menurun ?
Apakah terjadi penurunan TD ?
Bagaimana capillary refill ?
Apakah ada sianosis ?
Penanganan Kegawatdaruratan
Kasus henti jantung (cardiac arrest) dapat terjadi pada siapapun, kapanpun, dan
dimanapun. Dari beberapa laporan, kasus henti jantung masih merupakan penyebab kematian
terbanyak didunia. Berdasarkan hal tersebut, sebaiknya kompetensi pelayan kesehatan
(dokter, paramedis, serta team bantuan medis lainnya) harus lebih ditingkatkan terutama
dalam pertolongan kasus henti jantung.2,3
3
Henti jantung ditandai oleh denyut nadi besar tak teraba (karotis
femoralis, radialis) disertai kebiruan (sianosis) atau pucat sekali, pernapasan
berhenti atau satu-satu (gasping, apnu), dilatasi pupil tak bereaksi terhadap
rangsang cahaya dan pasien tidak sadar.
Pengiriman O2 ke otak tergantung pada curah jantung, kadar
hemoglobin (Hb), saturasi Hb terhadap O2 dan fungsi pernapasan. Iskemi
melebih 3-4 menit pada suhu normal akan menyebabkan kortek serebri rusak
menetap, walaupun setelah itu dapat membuat jantung berdenyut kembali
b. Fase RJP
Resusitasi jantung paru dibagi menjadi 3 fase diantaranya:
1) Fase 1
Tunjangan Hidup Dasar (Basic Life Support) yaitu prosedur
pertolongan darurat mengatasi obstruksi jalan nafas, henti nafas dan henti
jantung, dan bagaimana melakukan RJP secara benar.
Terdiri dari :
C (circulation) : mengadakan sirkulasi buatan dengan kompresi jantung paru.
A (airway) : menjaga jalan nafas tetap terbuka.
B (breathing) : ventilasi paru dan oksigenisasi yang adekuat.
2) Fase 2
Tunjangan hidup lanjutan (Advance Life Support); yaitu tunjangan
hidup dasar ditambah dengan :
D (drugs) : pemberian obat-obatan termasuk cairan.
E (EKG) : diagnosis elektrokardiografis secepat mungkin setelah dimulai
PJL, untuk mengetahui apakah ada fibrilasi ventrikel, asistole atau agonal
ventricular complexes.
F (fibrillation treatment) : tindakan untuk mengatasi fibrilasi ventrikel.
3) Fase 3
Tunjangan hidup terus-menerus (Prolonged Life Support).
G (Gauge) : Pengukuran dan pemeriksaan untuk monitoring penderita secara
terus menerus, dinilai, dicari penyebabnya dan kemudian mengobatinya.
H (Head) : tindakan resusitasi untuk menyelamatkan otak dan sistim saraf
dari kerusakan lebih lanjut akibat terjadinya henti jantung, sehingga dapat
dicegah terjadinya kelainan neurologic yang permanen.
4
H (Hipotermi) : Segera dilakukan bila tidak ada perbaikan fungsi susunan
saraf pusat yaitu pada suhu antara 30° — 32°C.
H (Humanization) : Harus diingat bahwa korban yang ditolong adalah
manusia yang mempunyai perasaan, karena itu semua tindakan hendaknya
berdasarkan perikemanusiaan.
I (Intensive care) : perawatan intensif di ICU, yaitu : tunjangan ventilasi :
trakheostomi, pernafasan dikontrol terus menerus, sonde lambung,
pengukuran pH, pCO2 bila diperlukan, dan tunjangan sirkulasi,
mengendalikan kejang (Alkatiri, 2007)
c. Pembaharuan pada BLS Guidelines 2015
Terdapat beberapa pembaharuan pada BLS 2015, berbanding dengan 2010.
Beberapa perubahan yang telah dilakukan adalah seperti berikut (Hazinski et al,
2015)
1) Mengenali sudden cardiac arrest (SCA) dari menganalisa respon dan
pernafasan.
2) “Look,listen and feel” tidak digunakan dalam algortima BLS
3) Hands-only chest compression CPR digalakkan pada sesiapa yang tidak
terlatih
4) Urutan ABC diubah ke urutan CAB, chest compression sebelum breathing.
5) Health care providers memberi chest compression yang efektif sehingga
terdapat sirkulasi spontan.
6) Lebih terfokus kepada kualiti CPR.
7) Kurangkan penekanan untuk memeriksa nadi untuk health care providers.
8) Algoritma BLS yang lebih mudah diperkenalkan.
9) Rekomendasi untuk mempunyai pasukan yang serentak mengandali chest
compression, airway management,rescue breathing, rhythm detection dan
shock.
5
merupakan tindakan yang terpenting jika terdapat korban yang mempunyai SCA.
Prinsip utama dalam resusitasi adalah memperkuat rantai kelangsungan hidup
(chain of survival). Keberhasilan resusitasi membutuhkan integrasi koordinasi
rantai kelangsungan hidup. Urutan rantai kelangsungan hidup pada pasien dengan
henti jantung (cardiac arrest) dapat berubah tergantung lokasi kejadian: apakah
cardiac arrest terjadi di dalam lingkungan rumah sakit (HCA) atau di luar
lingkungan rumah sakit (OHCA). Gambar 4 menunjukkan “chain of survival”
pada kondisi HCA maupun OHCA
Defibrilasi adalah pengobatan yang menggunakan aliran listrik dalam waktu yang
singkat secara asinkron.4
Indikasi
VF
VT tanpa nadi
6
Defibrilasi harus dilakukan sedini mungkin dengan alasan:
Irama yang didapat pada permulaan henti jantung umumnya adalah ventrikel fibrilasi
(VF).
Ventrikel fibrilasi cenderung untuk berubah menjadi asistol dalam waktu beberapa
menit.
1. Defibrilator
Defibrilator adalah alat yang dapat memberikan shock listrik dan dapat
menyebabkan depolarisasi sementara dari jantung yang denyutnya tidak teratur,
sehingga memungkinkan timbulnya kembali aktifitas listrik jantung yang
terkoordinir. Energi dialirkan melalui suatu elektrode yang disebut paddle.
Defibrilator diklasifikasikan menurut 2 tipe bentuk gelombangnya yaitu monophasic
dan biphasic. Defibrilator monophasic adalah tipe defibrilator yang pertama kali
diperkenalkan, defibrilator biphasic adalah defibrilator yang digunakan pada
defibrilator manual yang banyak dipasarkan saat ini. 4
2. Jeli
Jeli digunakan untuk mengurangi tahanan dada dan membantu menghantarkan
aliran listrik ke jantung, jeli dioleskan pada kedua paddle. 4
3. Energi
Untuk Ventrikel Fibrilasi (VF) dan Ventrikel Takikardi (VT) tanpa nadi, energi
awal 360 joule dengan menggunakan monophasic deflbrilator, dapat diulang tiap 2
menit dengan energi yang sama, jika menggunakan biphasic deflbrilator energi yang
diperlukan berkisar antara 120 - 200 joule. 4
AED adalah sebuah defibrilator yang bekerja secara komputer yang dapat: 4
1. Tidak berespon
2. Tidak bernafas
8
Gambar 2. Algoritma Resusitasi Jantung Paru Pada Pasien Dewasa
9
dihasilkan regular dengan frekuensi denyutan rata-rata adalah 60 kali permenit/1 denyut
setiap detik. Adapun penampakan dalam rekam jantung yaitu sebagai berikut:
Terdapat tiga fase perubahan selama terjadi proses henti jantung yaitu:
1. Fase elektrik (0-5 menit) --> fase 5 menit awal saat mulai terjadi impuls elektrik tidak
normal dan menyebabkan aritmia dari kontraksi otot jantung.
2. Fase sirkulasi (5-10 menit) --> fase dimana mulai terlihat akibat dari ketidakcukupan
jantung dalam memenuhi kebutuhan darah seluruh tubuh. Dengan kata lain terjadi
hipoksia jaringan.
3. Fase metabolic (> 10 menit) --> ini merupakan fase yang kurang difahami. Namun
pada fase ini mulai diproduksinya toksin akibat sel-sel yang mengalami hipoksia dan
toksis tersebut beredar mengikuti aliran darah.
Patofisiologi cardiac arrest tergantung dari etiologi yang mendasarinya. Beberapa sebab
dapat menyebabkan ritme denyut jantung menjadi tidak normal, dan keadaan ini sering
disebut aritmia. Selama aritmia, jantung dapat berdenyut terlalu cepat atau terlalu lambat atau
berhenti berdenyut. Empat macam ritme yang dapat menyebabkan pulseless cardiac arrest
yaitu Ventricular Fibrillation (VF), Rapid Ventricular Tachycardia (VT), Pulseless Electrical
Activity (PEA) dan asistol (American Heart Association (AHA), 2005).
Kematian akibat henti jantung paling banyak disebabkan oleh ventricular fibrilasi dimana
terjadi pola eksitasi quasi periodik pada ventrikel dan menyebabkan jantung kehilangan
10
kemampuan untuk memompa darah secara adekuat. Volume sekuncup jantung (cardiac
output) akan mengalami penurunan sehingga tidak bisa mencukupi kebutuhan sistemik tubuh,
otak dan organ vital lain termasuk miokardium jantung.4,5
Ventrikular takikardia (VT) adalah takidisritmia yang disebabkan oleh kontraksi ventrikel
dimana jantung berdenyut > 120 denyut/menit dengan QRS kompleks yang memanjang. VT
dapat monomorfik (ditemukan QRS kompleks tunggal) atau polimorfik (ritme irregular
dengan QRS yang bervariasi baik amplitudo dan bentuknya).5
11
Gambar 5. EKG ventricular tachycardia
Adapun asistol dapat juga menyebabkan SCA. Asistol adalah keadaan dimana tidak
terdapatnya depolarisasi ventrikel sehingga jantung tidak memiliki cardiac output. Asistol
dapat dibagi menjadi 2 yaitu asistol primer (ketika sistem elektrik jantung gagal untuk
mendepolarisasi ventrikel) dan asistol sekunder (ketika sistem elektrik jantung gagal untuk
mendepolarisasi seluruh bagian jantung). Asistol primer dapat disebabkan iskemia atau
degenerasi (sklerosis) dari nodus sinoatrial (Nodus SA) atau sistem konduksi atrioventrikular
(AV system).6
12
Gambar 6. EKG asystole
Sedangkan ritme lain yang dapat menyebabkan SCA adalah Pulseless Electrical Activity
(PEA). Kondisi jantung yang mengalami ritme disritmia heterogen tanpa diikuti oleh denyut
nadi yang terdeteksi. Ritme bradiasistol adalah ritme lambat, dimana pada kondisi tersebut
dapat ditemukan kompleks yang meluas atau menyempit, dengan atau tanpa nadi juga
dikatakan sebagai asistol.6
13
mungkin terjadi jika cardiac arrest tidak ditangani dalam 5 menit dan selanjutnya akan terjadi
kematian dalam 10 menit.5
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik lengkap harus dilakukan dengan perhatian khusus pada denyut
nadi, tanda-tanda vital (tekan darah, denyut nadi, frekuensi napas, suhu) termasuk
pengukuran postural, adanya murmur jantung, dan setiap tanda neurologis.2
Pada awalnya dilakukan inspeksi pada lokasi umum. Dalam arti kata dilihat seluruh
tubuh pasien dan dinilai. Pada inspeksi dilihat seluruh struktur abdomen, jantung, dan paru.
Setelah itu dilakukan palpasi. Pada kasus ini palpasi dilakukan seiringan dengan kondisi
pasien yaitu pasien datang dengan gangguan jantung. Setelah itu dilakukan perkusi dan
auskultasi sesuai dengan keadaan dan keluhan pasien
Pemeriksaan Penunjang 7
Fibrilasi ventrikel merupakan keadaan terminal dari aritmia ventrikel yang ditandai oleh
kompleks QRS, gelombang P, dan segmen ST yang tidak beraturan dan sulit dikenali.VF
merupakan penyebab utama kematian mendadak.7
14
Gambar 8. Hasil EKG Fibrilasi Ventrikel.7
Diagnosis kerja untuk kasus ini adalah fibrilasi ventrikel. Fibrilasi ventrikel adalah
keadaan irama jantung yang sangat kacau, yang biasanya berakhir dengan kematian dalam
waktu beberapa menit, kecuali jika tindakan penanganan tepat segera dilakukan. Fibrilasi
ventrikel adalah denyutan ventrikel yang cepat dan tidak efektif. Pada disritmia ini denyut
jantung tidak terdengar dan tidak teraba dan tidak ada respirasi. Ventrikel vibrilasi merupakan
kejadian preterminal. Vibrilasi ini hampir selalu tampak pada jantung yang sekarat. Fibrilasi
ini adalah aritmia yang paling sering ditemukan pada orang dewasa yang mengalami
kematian mendadak.1
Epidemiologi
Jumlah sudden cardiac death adalah sekitar 300.000 kematian per tahun di Amerika
serikat, dimana 75-80% disebabkan oleh fibrilasi ventrikel. Jumlah kematian yang
disebabkan oleh fibrilasi ventrikel lebih banyak dibandingkan yang disebabkan oleh kanker
paru-paru, kanker payudara, ataupun AIDS. Fibrilasi ventrikel umumnya merupakan tanda
dari penyakit jantung koroner (PJK) dan bertanggung jawab dari sekitar 50% kematian akibat
PJK. Frekuensi fibrilasi ventrikel di seluruh dunia kurang lebih sama dengan frekuensinya di
Amerika Serikat.8
Insiden fibrilasi ventrikel pada pria lebih tinggi dibandingkan pada wanita (3 : 1).
Rasio ini merupakan refleksi dari tingginya insiden PJK pada pria dari pada pada wanita.
Insiden fibrilasi ventrikel sebanding dengan insiden PJK, dengan puncak terjadi pada usia 45-
75 tahun. 8
Etiologi
Fibrilasi ventrikel dapat terjadi pada kondisi, yaitu iskemia dan infark miokard,
15
manipulasi kateter pada ventrikel, gangguan karena kontak dengan listrik, pemanjangan
interval QT, atau sebagai irama akhir pada pasien dengan kegagalan sirkulasi, atau pada
kejadian takikardi ventrikel yang memburuk. Penyebab yang paling umum dari fibrilasi
ventrikel adalah heart attack, akan tetapi fibrilasi ventrikel dapat terjadi ketika jantung tidak
8
memperoleh oksigen yang cukup, atau orang tersebut memiliki penyakit jantung yang lain.
Fibrilasi ventrikel dapat disebabkan antara lain gangguan jantung struktural (iskemik
atau infark miokard akibat penyakit jantung koroner, dan kardiomiopati), gangguan jantung
nonstruktural (mekanik (commotio cordis), luka atau sengatan listrik, pre-eksitasi (termasuk
Wolf-Parkinson-White syndrome), heart block, QT syndrome, brugada syndrome),
noncardiac respiratory (bronchospasm, aspirasi, hipertensi pulmonal primer, emboli
pulmonal, tension pneumotoraks, metabolik atau toksik), gangguan elektrolit dan asidosis
(obat-obatan, keracunan, sepsis), dan neurologik (kejang, perdarahan intrakranial atau stroke
iskemik, dan tenggelam). 8
Patofisiologi
Aktivitas listrik pada fibrilasi ventrikel ditandai oleh depolarisasi sel yang tidak
beraturan melalui otot jantung ventrikel. Berkurangnya depolarisasi yang terkoordinasi
mencegah terjadinya kontraksi yang efektif dari otot jantung dan pengeluaran darah dari
jantung. Pada pemeriksaan EKG tidak ditemukan kompleks QRS walaupun jarak amplitudo
yang melebar pada aktivitas listrik ditemukan, dari gelombang sinus di ventrikel
8
menyebabkan terjadinya fibrilasi ventrikel yang mungin sulit dibedakan dengan asistol.
Aritmia ini dipertahankan oleh adanya jalur masuk yang berulang-ulang karena
bagian dari otot jantung mengalami depolarisasi secara konstan. Fibrilasi ventrikel dimulai
ketika daerah pada miokard memiliki bagian refraksi dan bagian konduksi pada jalur masuk.
Adanya kombinasi ini menghasilkan irama sendiri. 8
Fibrilasi ventrikel terjadi pada situasi klinis yang bervariasi, namun lebih sering
dihubungkan dengan penyakit jantung koroner (PJK) dan sebagai kondisi terminal. Fibrilasi
ventrikel dapat disebabkan oleh infark miokard akut atau iskemik, atau dapat pula disebabkan
oleh skar infark yang kronik. Akumulasi kalsium intraseluler, aktivitas radikal bebas,
gangguan metabolik, dan modulasi autonom memiliki pengaruh yang besar pada
perkembangan fibrilasi ventrikel pada iskemik. 8
16
Tata laksana
18
Gambar 9. Penanganan Fibrilasi Ventrikel menurut ACLS.3
19
Ventricular Fibrillation/Pulseless Ventricular Tachycardia
Ketika irama jantung masih VF/VT, maka penolong pertama tetap melakukan RJP
ketika yang lain menyiapkan charge defibrillator. Jika sudah siap, RJP dihentikan dan shock
kembali dilakukan. Setelah itu RJP langsung dilanjutkan kembali selama 2 menit, dan nilai
irama dan nadi kembali. Penolong yang memberikan kompresi jantung luar sebaiknya
digantikan setiap 2 menit untuk mengurangi kelelahan. Kualitas RJP sebaiknya dimonitor
berdasarkan parameter mekanis dan fisiologi.10
Diagnosis dan terapi pada penyakit dasar dari VF/VT adalah fundamental pada
algoritma ini. Sering disebut 5H dan 5T yang sebenarnya merupakan penyebab reversibel dan
dapat dikoreksi segera untuk mengembalikan irama jantung pada irama sinus. Pada VF/VT
refrakter, ACS atau infark miokardium harus dipertimbangkan sebagai penyebab, reperfusi
seperti coronary angiography dan PCI selama RJP, atau emergency cardiopulmonary bypass
dapat dilakukan pada kasus ini. Jika pasien telah menunjukkan ROSC, perawatan post-
cardiac arrest dapat segera dimulai.10
20
Ketika monitor menunjukkan nonshockable rhythm, RJP harus segera dilakukan,
dimulai dengan kompresi jantung, dilakukan selama 2 menit sebelum kembali menilai irama
jantung. Jika setelah penilaian irama jantung didapatkan an organized rhythm, penilaian nadi
harus dilakukan. Jika nadi teraba, perawatan post-cardiac arrest harus segera dilakukan. Jika
irama tetap asistole atau nadi tidak teraba (PEA), RJP harus kembali dilajutkan, kompresi
jantung selama 2 menit, dan setelah itu nilai kembali irama jantung.10
PEA sering disebabkan oleh kondisi reversibel yang dapat di koreksi jika dapat
teridentifikasi penyebabnya. Oleh karena itu, setiap 2 menit periode dari RJP sebaiknya
penolong melakukan penilain terhadap 5H dan 5T untuk menyelidiki kemungkinan
penyebabnya. PEA dengan hipoksia, dapat dipasang segera advanced airway untuk mencapai
oksigensi atau ventilasi yang adekuat. PEA yang disebabkan oleh severe volume loss atau
sepsis dapat dikoreksi dengan kristaloid IV. PEA oleh kehilangan banyak darah, dapat
dilakukan transfusi darah. Jika emboli paru dicurigai sebagai penyebab cardiac arrest, terapi
fibrinolitik emperis dapat dilakukan. PEA oleh tension pneumothorax, needle decompression
dapat dilakukan untuk terapi awal.10
Prognosis
Cardiac arrest dengan penatalaksanaan awal yang baik, dilakukan oleh penolong
berpengalaman dan terampil, angka survival dapat meningkat dari 7,5% menjadi 22,4%. Pada
cardiac arrest arrhythmia, insiden berulangnya mencapai 36,0%, dengan angka survival yang
tentunya akan menurun jika dibandingkan dengan serangan pertama (23,1%).9
21
Kesimpulan
Fibrilasi ventrikel adalah aritmia yang paling sering ditemukan dan sering mengalami
kematian mendadak. Gejala yang sering dialami yaitu denyut nadi cepat, bisa lemah, atau
tidak teraba. Oleh karena itu diperlukan penangan khusus untuk mengatasi keadaan darurat
tersebut. Fibrilasi ventrikel memerlukan alat defibrilator supaya bisa pulih dengan cepat.
Selain itu CPR atau RJP, serta obat-obatan juga diperlukan.
22
Daftar Pustaka
23