Anda di halaman 1dari 68

MODUL 5

PENGUKURAN PERFORMANSI
PSIKOMOTORIK

DEDI NISMAR SATRIA


D221 16 005
KELOMPOK IV

LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HASANUDDIN
2019
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemajuan pesat di bidang teknologi informasi bersamaan dengan

keinginan untuk perbaikan produktivitas dan kondisi manusia telah membuat

ketrampilan fisiologis yang hanya meliputi kemampuan motorik dan kekuatan

tenaga manual tidak bisa lagi digunakan sebagai satu-satunya alat untuk

melakukan analisa terhadap performansi kerja manusia. Dilain pihak

pertimbangan kemampuan/keterampilan intelektual dan kognitif juga semakin

diperlukan. Sehingga dari perkembangan tersebut, memaksa untuk dengan

segera diperkirakan sebuah pengkajian yang memungkinkan

terakomodasikannya kemajuan-kemajuan yang ada.

Pengkajian dalam perancangan sistem kerja dengan melibatkan tugas-

tugas kognitif dalam pemecahan masalah, beban fisik (faal kerja) dalam

pengendalian sistem kerja yang semakin kompleks, serta interaksi antara

manusia dengan sistem kerja maupun lingkungannya memerlukan sebuah

pendekatan yang komprehensif dan integral. Ergonomi sebagai sebuah disiplin

keilmuan yang mencoba mempelajari interaksi manusia (dari aspek beban fisik

dan mental) dalam sistem kerjanya secara komprehensif-integral

mengklasifikasikannya sebagai studi ergonomi kognitif

Berbicara persoalan kongitif erat kaitanya dengan psikomotorik yang

dimana setiap manusia melikili psikomotorik berbeda-beda. Oleh karena itu,

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 1
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

praktikum ini dijalankan agar dapat melihat hubungan aktivitas dan

performansi terhadap psikomotorik praktikan.

1.2 Rumusan Masalah

Berikut adalah rumusan masalah pada praktikum ini :

a. Bagaimana pengambilan data performansi psikomotorik dengan

menggunakan reaction time test dan memory recall test?

b. Bagaimana pengaruh kondisi lingkungan dan display terhadap performansi

psikomotorik dengan menggunakan reaction time test dan memory recall

test?

c. Bagaimana beban psikologi suatu pekerjaan dan kondisi lingkungan kerja

yang tepat?

1.3 Tujuan Praktikum

a. Mampu melakukan pengambilan data performansi psikomotorik dengan

menggunakan reaction time test dan memory recall test.

b. Mampu menghitung pengaruh kondisi lingkungan dan display terhadap

performansi psikomotorik dengan menggunakan reaction time test dan

memory recall test.

c. Mampu menentukan beban psikologi suatu pekerjaan tertentu dan

menentukan kondisi lingkungan kerja yang tepat.

1.4 Batasan Masalah

a. Percobaan dilakukan di Laboratorium Ergonomi dan Perancangan Sistem

Kerja Gedung Mesin Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin dengan

responden mahasiswa Teknik Industri Universitas Hasanuddin.

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 2
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

b. Alat yang digunakan untuk mengukur reaction time adalah alat reaction

time.

c. Dalam memory recall test menggunakan deret angka yang dimulai dari tiga

deret angka yang bertambah banyak sampai sepuluh deret angka.

d. Faktor yang diperhatikan yaitu pengaruh display dan kondisi lingkungan

ruangan praktikum.

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 3
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

BAB II

TEORI DASAR

2.1 Ergonomi Kognitif

Kognitif adalah merupakan suatu aktifitas mental yang melibatkan proses

akuisisi (acquisition), penyimpanan (storage), pemanggilan (retrieval), dan

penggunaan (use) pengetahuan maupun informasi. Keilmuan kognitif/

cognitive science dapat pula dilihat sebagai studi dari kognitif itu sendiri yang

meliputi pembentukan prototype dari sebuah fenomena atau yang biasa disebut

persepsi, pemecahan masalah/problem solving, rasioning.

pembelajaran/learning, dan ingatan/memory. Kognitif berkaitan dengan

proses-proses mental yang mengubah bentuk masukan- masukan sensoris

melalui berbagai cara, mengubahnya menjadi tanda-tanda yang digunakan di

dalam otak, menyimpannya ke dalam ingatan dan memproduksinya jika

diperlukan di kemudian hari (Nurhayati & Pribadi, 2009).

Berdasarkan pemahaman mengenai pengertian ergonomi dan kognitif,

maka ergonomi kognitif didefinisikan sebagai ilmu yang memanfaatkan

informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan, dan keterbatasan manusia

dari sisi kognitif untuk mendapatkan suatu sistem kerja yang terbaik.

Pada dasarnya, penelitian kognitif meliputi penelitian atau eksperimen

mengenai sikap manusia jika manusia dihadapkan pada satu jenis pekerjaan,

yang meliputi penerimaan, pembelajaran, penilaian dan pengambilan

keputusan maupun mengingat sesuatu (Nurhayati & Pribadi, 2009).

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 4
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

2.2 Kemampuan Psikomotorik

Keterampilan motorik (motor skills) berkaitan dengan serangkaian

gerak-gerik jasmaniah dalam urutan tertentu dengan mengadakan koordinasi

antara gerak-gerik berbagai anggota badan secara terpadu. W.S.Winkel (1996)

memaparkan: “Biarpun belajar keterampilan motorik mengutamakan gerakan-

gerakan seluruh otot, urat-urat dan persendian dalam tubuh, namun diperlukan

pengamatan melalui alat-alat indera dan pengolahan secara kognitif yang

melibatkan pengetahuan dan pemahaman”.

Keterampilan motorik tidak hanya menuntut kemampuan untuk

merangkaian gerak jasmaniah tetapi juga memerlukan aktivitas mental/psychis

(aktivitas kognitif) supaya terbentuk suatu koordinasi gerakan secara terpadu,

sehingga disebut kemampuan psikomotorik.

Lebih lanjut W.S. Winkel (1996) menjelaskan bahwa dalam belajar

keterampilan motorik terdapat dua fase, yakni fase kognitif dan fase fiksasi.

Selama pembentukan prosedur diperoleh pengetahuan deklaratif

(termasuk pengetahuan prosedural seperti konsep dan kaidah dalam bentuk

pengetahuan deklaratif) mengenai urutan langkah-langkah opersional atau

urutan yang harus dibuat. Inilah yang di atas yang disebut “fase kognitif” dalam

belajar keterampilan motorik. Kemudian rangkaian gerak-gerik mulai

dilaksanakan secara pelan-pelan dahulu, dengan dituntun oleh pengetahuan

prosedural, sampai semua gerakan mulai berlangsung lebih lancar dan akhirnya

keseluruhan urutan gerak-gerik berjalan sangat lancar. Inilah yang disebut

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 5
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

“fase fiksasi”, yang baru berakhir bila program gerak jasmani berjalan otomatis

tanpa disertai taraf kesadaran yang tinggi.

W.S.Winkel (1996) juga kemudian mengklasifikasikan ranah

psikomotorik dalam tujuh jenjang, sebagai berikut:

a. Persepsi (perception), mencakup kemampuan untuk mengadakan

diskriminasi yang tepat antara dua perangsang atau lebih, berdasarkan

perbedaan antara ciri-ciri fisik yang khas pada masing-masing

rangsangan.

b. Kesiapan (set), mencakup kemampuan untuk menempatkan dirinya

dalam keadaan akan memulai gerakan atau rangkaian gerakan.

c. Gerakan terbimbing (guided response), mencakup kemampuan untuk

melakukan suatu rangkaian gerak-gerik sesuai dengan contoh yang

diberikan (imitasi).

d. Gerakan yang terbiasa (mechanical response), mencakup kemampuan

untuk melakukan suatu rangkaian gerak-gerik dengan lancar karena

sudah dilatih secukupnya tanpa memperhatikan lagi contoh yang

diberikan.

e. Gerakan yang kompleks (complex response), mencakup kemampuan

untuk melaksanakan suatu keterampilan yang terdiri atas beberapa

komponen dengan lancar, tepat dan efisien.

f. Penyesuaian pola gerakan (adjustment), mencakup kemampuan untuk

mengadakan perubahan dan penyesuaian pola gerak-gerik dengan

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 6
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

kondisi setempat atau dengan menunjukkan suatu taraf keterampilan

yang telah mencapai kemahiran.

g. Kreativitas (creativity), mencakup kemampuan untuk melahirkan

polapola gerak-gerik yang baru, seluruhnya atas dasar prakarsa dan

inisiatif sendiri.

Adapun dalam rangka kepentingan perumusan tujuan evaluasi belajar,

untuk mengkonstruk instrumen evaluasi, Edward Norman dalam (Thoha,

1991) mengkasifikasikan indikator dari masing-masing jenjang dalam ranah

psikomotorik sebagai berikut:

Tabel 2.1 Taksonomi Ranah Psikomotorik


No Tingkat/hasil belajar Ciri-cirinya
1. Perception  Mengenal obyek melalui pengamatan
indrawi
 Mengolah hasil pengamatan (dalam fikiran)
 Melakukan seleksi terhadap objek
2. Set  Mental set, atau kesiapan mental untuk
Bereaksi
 Physical set, kesiapan fisik untuk bereaksi
 Emotional set, kesiapan emosi/perasaan
untuk bereaksi
3. Guided Response  Melakukan imitasi (peniruan)
 Melakukan trial and error (coba-coba salah)
 Pengembangan respon baru
4, Mechanism  Mulai tumbuh performance skill dalam
berbagai bentuk
 Respons-respons baru muncul dengan
sendirinya
5. Complex Overt  Sangat terampil (skillfull performance) yang
digerakkan oleh aktivitas motoriknya

6. Adaptation  Pengembangan keterampilan individu untuk


gerakan yang dimodifikasi
 Pada tingkat yang tepat untuk menghadapi
(problem solving)
7. Origination  Mampu mengembangkan kreativitas
gerakangerakan baru untuk menghadapi
bermacam-macam situasi, atau problema-
problema yang spesifik

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 7
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

2.3 Sistem Mengingat

Menurut Myers (2006) dalam Hardi (2008) ingatan terhadap hal-hal yang

spesifik atau khusus dapat berbeda-beda tergantung kepada individu dan cara

atau proses berpikir individu tersebut. Selain itu, ingatan juga dapat berbeda-

beda tergantung kepada isi dari informasi tersebut. Isi informasi yang menarik

cenderung lebih mudah diingat daripada informasi yang biasa dan tidak

menarik. Kegagalan untuk mengingat umumnya terjadi karena gagal

menyimpan informasi, mempertahankan informasi dan memanggil kembali

informasi yang telah disimpan sebelumnya.

Menyimpan, mempertahankan dan memanggil kembali informasi terjadi

di dalam sistem mengingat. Menurut Hebb (2000) dalam Hardi (2008), terdapat

tiga jenis sistem mengingat, yaitu:

a. Sensory memory

Sensory memory memuat catatan sebenarnya mengenai apa yang yang

dilihat dan didengar (visual dan auditori). Hal ini hanya berlangsung

selama beberapa detik, sensory memory memiliki kapasitas yang tak

terbatas.

b. Short-term memory (STM)

Perhatian yang lebih khusus atau lebih fokus kemudian dipindahkan atau

ditransfer dari sensory memory menuju short-term memory. STM

umumnya menyimpan data dalam bentuk suara, khususnya me-recall

suara, tetapi bisa juga dalam hal visual atau gambar. STM memiliki

kapasitas kerja yang terbatas, yaitu hanya 7 ± 2 chunks atau sekitar 5

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 8
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

sampai 9 chunks dalam sekali ingat. Chunks adalah satu unit memori yang

terdiri dari beberapa komponen yang berhubungan erat satu sama lain

Cowan dalam Hardi, (2008). STM sangat rentan terhadap interupsi dan

gangguan-gangguan. Terdapat 3 jenis proses dasar dalam STM, yaitu:

1) Iconic memory

Iconic memory adalah kemampuan untuk menyimpan informasi yang

berupa gambar (dari hasil visual).

2) Acoustic memory

Acoustic memory adalah kemampuan untuk menyimpan informasi

dalam bentuk suara. Acoustic memory dapat bertahan lebih lama

daripada iconic memory.

3) Working memory

Working memory adalah suatu proses aktif menyimpan informasi

hingga informasi itu dikeluarkan, misalnya terus memikirkan dan

mengulangulang suatu nomor telepon kepada diri sendiri hingga

memencet nomor telepon yang dituju. Perlu diingat bahwa inti dari

working memory adalah bukan pada memindahkan informasi dari

STM ke LTM, melainkan terus mengingat informasi untuk

kepentingan yang sementara atau mendadak. Bagian-bagian otak yang

mempengaruhi kinerja working memory adalah frontal cortex, parietal

cortex, anterior angulate, dan bagian dari basal ganglia.

c. Long-term memory (LTM)

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 9
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

LTM biasanya merupakan tempat penyimpanan informasi yang bersifat

menetap atau permanen. Informasi yang disimpan biasanya merupakan

informasi yang penting dan sangat berarti. (Hardi, 2008)

2.4 Memory Recall pada Kemampuan Psikomotorik

Dalam sistem pendidikan nasional menggunakan klasifikasi hasil belajar

dari Bloom dalam Nirmalasari (2011) yang secara garis besar membaginya

menjadi tiga ranah yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.

Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari

enam aspek yakni pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan

evaluasi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek,

yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.

Ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan

kemampuan bertindak yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar,

kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan

kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif.

Menurut Paryanti (2007) dalam Juniarta (2016) hasil penelitiannya

adalah kognitif juga akan mempengaruhi dalam kinerja psikomotorik.

Pentingnya penerapan kognitif dalam pendidikan jasmani ini akan

mempengaruhi keterampilan karena dengan penerapan kognitif dapat

mengukur dan menguji peran keterlibatan kognitif dalam suatu proses

psikomotorik.

Sebelum seseorang mengingat suatu informasi atau sebuah kejadian

dimasa lalu, ternyata ada beberapa tahapan yang harus dilalui ingatan tersebut

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 10
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

untuk bisa muncul kembali. Atkinson (1983) dalam Aini (2014) berpendapat

bahwa, para ahli psikologi membagi tiga tahapan ingatan, yaitu:

a. Memasukan pesan dalam ingatan (encoding).

b. Penyimpanan ingatan (storage).

c. Mengingat kembali(retrieval).

Menimbulkan kembali ingatan yang sudah disimpan dapat menggunakan

cara:

1) Recall, yaitu proses mengingat kembali informasi yang dipelajari di

masa lalu tanpa petunjuk yang dihadapkan pada organisme. Contohnya

mengingat nama seseorang tanpa kehadiran orang yang dimaksud.

2) Recognize, yaitu proses mengenal kembali informasi yang sudah

dipelajari melalui suatu petunjuk yang dihadapkan pada organisme.

Contohnya mengingat nama seseorang saat ia berjumpa dengan orang

yang bersangkutan.

3) Redintegrative, yaitu proses mengingat dengan menghubungkan

berbagai informasi menjadi suatu konsep atau cerita yang cukup

kompleks. Proses mengingat reintegrative terjadi bila seseorang ditanya

sebuah nama, misalnya Siti Nurbaya (tokoh sinetron), maka akan

teringat banyak hal dari tokoh tersebut karena orang tersebut telah

menontonnya berkali-kali.

Kunandar (2015) dalam Juniarta (2016) mengatakan bahwa,

pengetahuan atau ingatan adalah kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat

kembali (recall) atau mengenali kembali tentang nama, istilah, ide, gejala,

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 11
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

rumus-rumus, dan sebagainya tanpa mengharapkan kemampuan untuk

menggunakannya. Maksum (2012) dalam Juniarta (2016) menerangkan bahwa

ingatan adalah memanggil kembali informasi yang tersimpan didalam memori.

jika tujuan pembelajarannya adalah menumbuhkan kemampuan untuk

meretensi materi pelajaran sama seperti materi yang diajarkan, kategori proses

kognitif yang tepat adalah Mengingat, Arikutono (2013) dalam Juniarta (2016)

menjelaskan mengingat kembali ini siswa dapat diminta untuk mengingat

kembali satu atau lebih fakta-fakta yang sederhana.

Oleh karena itu, kemampuan koordinasi kognisi adalah bagian penting

dalam psikomotorik. Kemampuan koordinasi kognisi tersebut tersebut

menyatukan aktivitas yang melibatkan dua atau lebih kemampuan perseptual

dalam pola gerakan tertentu. Demikian pula pada awal pembalajaran

psikomotorik, penerapan kognisi sangat diperlukan yaitu dengan penjelasan

dan contoh gerakan yang diberikan oleh guru pendidikan jasmani akan mudah

diinterpretasikan oleh siswa, apabila siswa melibatkan seluruh potensi sensori

(reseptor) yang dimilikinya baik melalui penglihatan, pendengaran, perabahan,

maupun kecakapan kinestetsinya, dalam menangkap informasi yang diberikan

oleh guru tersebut (Juniarta, 2016).

2.5 Pengukuran Memory Recall

Menurut Lockhart dalam Sternberg, (2009) tes recall dapat dibagi

menjadi tiga macam yaitu:

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 12
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

a. Serial recall, yaitu mengingat kembali materi (item) dalam sebuah daftar

secara tepat.

b. Free-recall, yaitu mengingat kembali materi (item) secara bebas

c. Clued-recall, yaitu mengingat kembali materi (item) dengan petunjuk.

Menurut Wade dan Travis (2007) mengukur recall memory juga dapat

diukur dengan ujian esay dan isian singkat, serta permainan memori seperti

Trivial Pursuit atau Jeopardy yang membutuhkan kemampuan pengenalan

kembali (recall).

Menurut Walgito (2004) bahwa ada beberapa metode yang digunakan

dalam penelitian ingatan, salah satunya adalah metode mengingat kembali.

Metode ini mengambil subjek untuk disuruh mengingat kembali dengan cara

mengisi isian atau ujian essay. Dasar pertimbangan peneliti menggunakan

jenis tes clued recall (essay) karena tes essay cocok untuk mengukur atau

menilai hasil suatu proses belajar secara kompleks serta memberikan

kesempatan kepada responden untuk menyusun jawaban sesuai dengan jalan

pikirannya sendiri (Nurkancana & Sunartana, 1983).

2.6 Faktor-Faktor Memory Recall

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi keoptimalan hasil dari

recall memory antara lain:

a. Efek posisi serial, yaitu bahwa sejumlah informasi atau item yang

disajikan secara beurutan akan mempengaruhi ingatan seseorang.

Informasi yang terletak di bagian akhir cenderung diingat lebih baik, sebab

informasinya masih berada pada ingatan jangka pendek pada waktu

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 13
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

direcall (Suharman, 2005).

b. Media, sangat berperan pada proses recall yang dilalui agar mencapai hasil

yang maksimal. Pada penelitian Ningsih (2009) mengenai kemampuan

recall memory ditinjau dari metode belajar visual dan metode belajar

audio, nilai rata-rata kemampuan recall memory pada cerita 1, 2, 3 dengan

metode belajar visual adalah 20,14 lalu 21,43 dan 20,14. Nilai rata-rata

kemampuan recall memory pada cerita 1, 2, 3 dengan metode belajar audio

adalah 23,85 lalu 25,15 dan 24,00. Artinya ada perbedaan kemampuan

recall memory ditinjau dari metode balajar audio dan metode belajar

visual, dimana metode belajar audio lebih efektif untuk meningkatkan

kemampuan recall memory anak.

c. Pemrosesan informasi pada tingkat yang lebih dalam akan memudahkan

kinerja penggalian kembali informasi di dalam ingatan (recall). Hal ini

disebabkan oleh dua faktor, adanya karakteristik yang menonjol

(distinctiveness), dan pemerincian (elaboration). (Suharman, 2005)

d. Pengulangan, yaitu penghafalan repetitif suatu item (Sternberg, 2006).

Pada eksperimen Lloyd dan Margaret Peterson dalam Solso, dkk (2008)

menunjukkan bahwa kemampuan mengingat (recall) menurun drastis

ketika partisipan tidak dijinkan mengulang informasi (kluster tiga huruf)

yang disimpan di dalam short-term memory.

e. Intelegensi, menurut Sternberg (2006) menyatakan bahwa semakin tinggi

intelegensi individu akan semakin cepat individu tersebut melakukan

pengkodean dari sensor indrawi ke dalam memori jangka pendek.

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 14
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Kecepatan individu dalam melakukan pengkodean akan memudahkan

individu mengingat apa yang diterima sehingga recall memory yang

dihasilkan lebih maksimal.

f. Efek referensi diri (self reference effects) adalah poses memaksimalkan

daya mengingat kembali (recall) ketika seseorang berusaha mengkaitkan

informasi baru dengan kehidupan diri pribadi orang tersebut. (Suharman,

2005)

2.7 Hubungan Memory Recall terhadap Cahaya dan Kebisingan

Pada dasarnya setiap manusia punya cara yang berbeda-beda dalam

beradaptasi dengan lingkungan tempat mereka beraktivitas, begitu juga

dengan cara mereka mengigat sesuatu dalam setiap kondisi yang berbeda,

seperti yang dikatakan Kunandar (2015) dalam Juniarta (2016) bahwa,

pengetahuan atau ingatan adalah kemampuan seseorang untuk mengingat-

ingat kembali (recall) atau mengenali kembali tentang nama, istilah, ide,

gejala, rumus-rumus, dan sebagainya tanpa mengharapkan kemampuan

untuk menggunakannya. Maksum (2012) dalam Juniarta (2016)

menerangkan bahwa ingatan adalah memanggil kembali informasi yang

tersimpan didalam memori. Jika tujuan pembelajarannya adalah

menumbuhkan kemampuan untuk meretensi materi pelajaran sama seperti

materi yang diajarkan, kategori proses kognitif yang tepat adalah

Mengingat, Arikutono (2013) dalam Juniarta (2016) menjelaskan

mengingat kembali ini siswa dapat diminta untuk mengingat kembali satu

atau lebih fakta-fakta yang sederhana (Juniarta, 2016).

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 15
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Dalam hal proses mengigat dapat dipengaruhi oleh kondisi

lingkungan, dimana setiap orang memiliki perbedaan dalam menagani

kondisi yang tidak sesuai saat melakukan proses mengingat seperti kondisi

cahaya dan kebisingan.

a. Pencahayaan

Pencahayaan bagai jumlah cahaya yang jatuh pada permukaan.

Satuannya adalah lux (1 lm/m2), dimana l m adalah lumens atau lux

cahaya. Penerangan yang baik adalah penerangan yang memungkinkan

pekerja dapat melihat obyek-obyek yang dikerjakan secara jelas, cepat

dan tanpa upaya-upaya yang tidak perlu. Sanders dan Mc Cormick

(1987) dalam Rahadyah (2013) menyimpulkan dari hasil penelitian pada

15 perusahaan, dimana seluruh perusahaan yang diteliti menunjukkan

kenaikkan hasil kerja antara 4-35%. Armstrong (1992) dalam Rahadyah

(2013) menyatakan bahwa intensitas penerangan yang kurang dapat

menyebabkan gangguan visibilitas dan eyestrain. Sebaliknya intensitas

penerangan yang berlebihan juga dapat menyebabkan glare, reflections,

excessive shadows, visibility dan eyestrain. Semakin halus pekerjaan dan

menyangkut inspeksi serta pengendalian kualitas, atau halus detailnya

dan kurang kontras, makin tinggi iluminasi yang diperlukan, yaitu antara

500 lux sampai dengan 100 lux (Rahadyah, 2013).

b. Kebisingan (Suara)

Kebisingan merupakan bunyi yang dapat menganggu atau membuat

seseorang tidak nyaman. Berdasarkan hasil penelitian Haula Noor (2004)

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 16
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

yang diperoleh menunjukkan bahwa ada pengaruh kebisingan terhadap

ingatan akan tetapi pengaruh tersebut mengakibatkan banyaknya

persoalan-persoalan yang diingat. Sehingga kelompok yang diberikan

frekuensi paling tinggi lebih banyak mengingat, namun stimulus yang

frekuensinya sama atau lebih kecil dari 1000 Hertz tidak mengakibatkan

pengaruh yang berarti. Hasil penelitian ini mendukung pernyataan bahwa

dalam keadaan tertekan karena kebisingan subjek cenderung menjaga

performance mereka pada tingkat normal dengan berusaha lebih kuat

dalam berkonsentrasi sehingga dalam kondisi demikian subjek menjadi

lebih perhatian terhadap tugas, berhati-hati dan memanfaatkan kapasitas

mereka secara penuh dalam mengolah informasi (Anastasi, 1989).

Meskipun demikian, sesuai dengan hasil penelitian ini, stimulus

kebisingan yang frekuensinya sama atau kurang dari 1000 Hertz tidak

mengakibatkan pengaruh yang berarti. Hasil penelitian ini mendukung

teori yang menyatakan bahwa ada keterkaitan antara sumber stres dengan

kapasitas diri untuk menentukan reaksi stres. Jika sumber stres lebih

besar daripada kapasitas diri maka stres negatif akan muncul, sebaliknya

jika sumber tekanan sama dengan atau kurang sedikit dari kapasitas diri

maka stres positif akan muncul (Helmi, 1999). Di mana secara psikologis

kebisingan merupakan penimbul stres (stressor) karena sifatnya yang

mengganggu. Hal ini berkaitan dengan daya tangkap terhadap bunyi

untuk setiap individu juga mempengaruhi kekuatan bunyi itu dalam

mengalihkan perhatian McBAin (1961) dalam Noor (2004). Bunyi yang

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 17
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

mempunyai arti kecil bagi seseorang kurang dapat mengalihkan

perhatian dari tugas yang dihadapi. Hipotesa ini membantu menjelaskan

mengapa siswa yang berbisik-bisik di seberang meja bisa lebih

mengganggu daripada bunyi orang dan mesin pada pelaksanaan

perbaikan jalan, atau mengapa suatu pidato politik lewat radio lebih

mengganggu perhatian daripada musik. Sejumlah peneliti telah

mengajukan bukti eksperimental bahwa efek dari bunyi terasa kurang

mengganggu bila individu dapat mengendalikan bunyi (Glass & Singer

dalam Annastasi, 1989). Sehingga pada penelitian ini kebisingan dirasa

tidak mengganggu konsentrasi subjek sebaliknya kebisingan menjadi

suatu pemicu kinerja subjek dalam proses mengingat. Pengaruh suara

bising dengan intensitas 70 dB terhadap performans intelektual telah

dilaporkan oleh Weinstein (1974) dalam Noor (2004), sedangkan Smith

(1985) dalam Noor (2004) mengkaji pengaruh beberapa tipe kebisingan

(dengan intensitas 55-85 dB) terhadap proses semantic dan syntactic

reasoning. McKennel dalam Graeven, (1975) menemukan bahwa

beberapa aspek kognitif, yaitu kepentingan, kontrol, dan prediktibilitas

suara bising lebih dominan pengaruhnya daripada tingkat intensitas

kebisingannya. Aspek-aspek kognitif ini tercermin dalam kegiatan

sehari-hari yang banyak dilakukan oleh sebagian besar masyarakat, yaitu

belajar, baik yang dilakukan secara formal di sekolah-sekolah maupun

secara informal di tempat-tempat kursus, atau bahkan di rumah.

Penelitian ini menolak dugaan bahwa kebisingan dapat menurunkan

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 18
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

memori seperti penelitian yang dilakukan oleh Poulton (1977) dalam

Noor (2004), ia menegaskan bahwa pada beberapa tugas yang telah

didemonstrasikan atau dieksperimenkan, terjadi efek yang merusak dari

kebisingan terhadap sebagian besar komponen ingatan jangka pendek

(Short Term Memory), berkurangnya empat digit nomor yang sudah

diingat, berupa menghitung dan mengingat dalam jumlah total yang

terpisah dan sejenisnya. Menurutnya lingkungan yang bising dapat

mempengaruhi ingatan meskipun dalam hal ini tidak jelas betul apakah

hal itu terjadi hanya pada tahap "input memorizing atau pada output

retrivel atau pada keduanya" (Meity, 1982 dalam Noor, 2004)

2.8 Reaction Time pada Kemampuan Psikomotorik

Berkaitan dengan psikomotor, Bloom (1979) berpendapat bahwa

ranah psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya

melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik.

Singer (1972) menambahkan bahwa mata pelajaran yang berkaitan dengan

psikomotor adalah mata pelajaran yang lebih beorientasi pada gerakan dan

menekankan pada reaksi–reaksi fisik dan keterampilan tangan.

Keterampilan itu sendiri menunjukkan tingkat keahlian seseorang dalam

suatu tugas atau sekumpulan tugas tertentu.

Kinerja psikomotorik meliputi impuls, motivasi, keinginan, dorongan,

dan naluri seperti yang diungkapkan oleh seseorang perilaku atau aktivitas

motorik. Performa psikomotorik ini dapat dievaluasi dengan percobaan

waktu reaksi. Waktu reaksi didefinisikan sebagai interval waktu antara

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 19
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

rangsangan dan respons seorang individu. Ini digunakan untuk mengukur

kecepatan dan akurasi fungsi pusat. Fungsi lain yang penting untuk kinerja

adalah kognisi, yang mengacu pada kemampuan otak untuk memproses,

menyimpan, mengambil dan memanipulasi informasi (Punekar, 2006).

Kecepatan reaksi adalah salah satu alat ukur untuk melihat psikomotor

seseorang. Kecepatan reaksi (Reaction Time) digunakan untuk mengukur

kecepatan reaksi dari seorang individu dengan cara mengukur waktu antara

tampilan target pada layar dengan respon yang ditunjukan oleh individu

tersebut dengan cara menekan mouse atau menekan tombol. Waktu reaksi

adalah komponen kognitif serta subtipe psikomotor. Kinerja psikomotorik

dan kemampuan kognitif sangat berkorelasi dimana jika terjadi gangguan

pada satu fungsi maka akan menghasilkan efek pada fungsi yang lainnya

(Punekar, 2006).

Menurut Mardapi (2003), keterampilan psikomotor ada enam tahap,

yaitu: gerakan refleks, gerakan dasar, kemampuan perseptual, gerakan fisik,

gerakan terampil, dan komunikasi nondiskursif. Gerakan refleks adalah

respons motorik atau gerak tanpa sadar yang muncul ketika bayi lahir.

Gerakan dasar adalah gerakan yang mengarah pada keterampilan komplek

yang khusus. Kemampuan perseptual adalah kombinasi kemampuan

kognitif dan motorik atau gerak. Kemampuan fisik adalah kemampuan

untuk mengembangkan gerakan terampil. Gerakan terampil adalah gerakan

yang memerlukan belajar, seperti keterampilan dalam olah raga.

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 20
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Komunikasi nondiskursif adalah kemampuan berkomunikasi dengan

menggunakan gerakan.

2.9 Macam-Macam Eksperimen Waktu Reaksi

Macam-macam eksperimen waktu reaksi terbagi berdasarkan:

a. Berdasarkan bagian tubuh yang diberi stimulus:

1) Anticipation Reaction Time Test

Anticipation Reaction Time Test bertujuan untuk mengukur

kecepatan reaksi antisipasi setelah stimulus diberikan, alat yang

digunakan pada Anticipation Reaction Time Test yaitu Speed

Anticipation Time. Cara penggunaannya yaitu subyek duduk

didepan alat. Tempatkan dagu diatas penahan dagu senyaman

mungkin. Subyek akan memerhatikan cahaya yang akan melintas di

hadapan mata subyek. Setelah cahaya tersebut menghilang, subyek

memperkirakan waktu cahaya tersebut untuk kembali muncul

dengan menekan tombol merah.

2) Whole Body Reaction Time

Whole Body Reaction Time bertujuan untuk mengukur kecepatan

reaksi gerak keseluruhan tubuh dari stimulus visual, alat yang

digunakan pada Whole Body Reaction Time yaitu Whole Body

Reaction Type II. Cara penggunaannya yaitu Subyek berdiri di atas

matras yang terbuat dari karet dan didalamnya terdapat sensor

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 21
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

dengan posisi kaki menekuk sedikit lututnya agar tidak menjadi

hambatan ketika bereaksi setelah stimulus diberikan. Ketika tester

menekan tombol, maka akan keluar stimulus berupa cahaya dan

subyek melompat dari pijakan karet yang terdapat sensor. (Syaquro

& Badruzaman, 2016)

b. Berdasarkan jenis stimulus yang diberikan

Ada berbagai macam eksperimen waktu reaksi (Luce, 1986):

1) Simple Reaction Time Experiment

Pada eksperimen ini hanya ada satu jenis stimulus dan satu reaksi.

Contohnya percobaan waktu reaksi terhadap cahaya, reaksi

terhadap bunyi pada lokasi yang telah ditentukan dan tetap.

2) Recognition Reaction Time Experiment

Terdapat banyak stimulus. Pada stimulus tertentu, subjek harus

memberi respon sedangkan ada beberapa yang subjek tidak boleh

merespon. Ada 2 jenis, yaitu symbol recognition (subjek menghafal

lima buah huruf, kemudian subjek hanya bereaksi pada huruf yang

dihafal tersebut) dan tone/sound recognition (subjek menghafal

frekuensi dari bunyi, kemudian subjek hanya bereaksi pada

frekuensi yang dihafalkan).

3) Choice Reaction Time Experiment

Subjek harus merespon stimulus yang diberikan berupa huruf yang

ditampilkan di layar, kemudian menekan tombol huruf/keyboard

yang sesuai dengan stimulus yang diberikan.

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 22
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

2.10. Faktor-faktor Reaction Time

Banyak faktor-faktor yang dapat mempengaruhi waktu reaksi, antara

lain yaitu sebagai berikut:

a. Arousal

Arousal atau state of attention, dalam hal ini didalamnya termasuk

tekanan darah. Waktu reaksi akan menjadi cepat bila tekanan darah ada

di level tengah (dalam keadaan normal), dan akan melambat bila

praktikan terlalu santai atau terlalu tegang

b. Usia

Waktu reaksi menjadi berkurang mulai usia bayi hingga akhir 20-an,

bertambah pada usia 50-60 tahun, lalu melambat pada usia 70 tahun

keatas. Penurunan waktu reaksi pada orang dewasa mungkin

disebabkan karena orang dewasa lebih hati-hati merespon sebuah

stimulus. Orang dewasa juga cenderung mencurahkan pikirannya pada

satu stimulus dan mengabaikan stimulus yang lainnya.

Penelitian MacDonald et al. dalam Aflita (2015) menyatakan bahwa

variasi waktu reaksi pada usia lanjut berhubungan dengan pengenalan

stimulus yang kurang baik dan kecepatan konduksi saraf yang menurun.

c. Jenis kelamin

Biasanya laki-laki memiliki waktu reaksi yang lebih cepat daripada

wanita. Hal ini dijelaskan pada penelitian sebelumnya oleh Bellis tahun

1993 dalam Aflita (2015) bahwa waktu reaksi laki-laki sebagai respon

terhadap cahaya adalah 220 milidetik dan waktu reaksi perempuan

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 23
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

adalah 260 milidetik. Sedangkan untuk respon terhadap suara, waktu

reaksi laki-laki adalah 190 milidetik dan 200 milidetik untuk

perempuan.

d. Direct vs peripheral vision

Waktu reaksi akan lebih cepat bila stimulus diberikan ketika subyek

melihat tepat pada titik stimulus (direct vision), dan dapat melambat

bila stimulus diberikan disekitar pandangan mata (peripheral vision).

e. Practice and errors

Ketika seorang subyek melakukan hal yang baru atau belum pernah

dilakukan sebelumnya, maka waktu reaksinya akan lebih lambat bila

dibandingkan dengan subyek yang sudah terlatih atau efek

pembelajaran.

f. Kelelahan

Waktu reaksi merupakan salah satu yang dapat digunakan sebagai

indikator yang dapat mengukur tingkat kelelahan. Penelitan yang

dilakukan oleh Welford dalam Aflita (2015), menyatakan bahwa waktu

reaksi akan menjadi lebih lama apabila subjek dalam keadaan

kelelahan. Beberapa eksperimen menunjukkan bahwa kurang tidur

memiliki sedikit pengaruh terhadap waktu reaksi.

g. Gangguan

Adanya gangguan pada saat stimulus diberikan dapat meningkatkan

waktu reaksi. Menurut kelompok kami, hal ini dapat terjadi karena otak

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 24
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

tidak berada dalam kondisi yang fokus (terganggu) sehingga sulit untuk

berkonsentrasi sehingga menyebabkan waktu reaksi meningkat

h. Peringatan akan stimulus

Waktu reaksi akan menjadi lebih cepat apabila ada peringatan yang

diberikan kepada subyek sebelum stimulus tersebut diberikan. Ketika

subjek telah diperingatkan terlebih dahulu, semakin singkat waktu

peringatan tersebut maka waktu reaksi subjek akan lebih cepat. Ketika

seseorang diberikan peringatan terjadi perhatian yang lebih juga

ketegangan otot namun efek tersebut hanya dapat dipertahankan

beberapa detik saja.

i. Jenis Stimulus

Jenis stimulus dapat mempengaruhi waktu reaksi. Suatu penelitian

membuktikan bahwa jenis stimulus auditorik lebih cepat apabila

dibandingkan dengan jenis stimulus visual dan jenis stimulus sentuhan.

Hal ini dikarenakan stimulus auditorik memiliki waktu yang lebih

singkat untuk menghantarkan stimulus ke otak dibandingkan dengan

stimulus visual dan stimulus sentuhan.

j. Stimulus yang berulang

Ketika subjek merespon stimulus yang baru pertama kali dihadapinya,

waktu reaksi akan kurang konsisten dibandingkan subjek yang telah

beberapa kali merespon stimulus yang sama yang sudah pernah

dihadapinya.

k. Latihan

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 25
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Tujuan dari latihan adalah untuk meningkatkan kondisi fisik dan

keterampilan dalam melakukan suatu respon dan proses pemulihan dari

suatu stimulus. Latihan dapat mempercepat waktu reaksi. Waktu reaksi

dapat memendek 10-20% dengan diberikan latihan. Hal ini dapat

diamati dengan jelas pada atlet dan non-atlet di mana waktu reaksi atlet

akan lebih cepat dibandingkan dengan non-atlet, contohnya pelari

sprint akan bereaksi lebih cepat daripada yang bukan pelari sprint.

Penelitian Nakamoto dan Mori (2008) menunjukkan bahwa siswa yang

bermain bola basket dan bisbol ternyata memiliki waktu reaksi yang

lebih cepat dibandingkan siswa yang lain (Aflita, 2015).

l. Alkohol

Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menurunkan waktu reaksi.

Reaksi manusia sendiri dipengaruhi oleh sekelompok saraf. Amigdala

adalah sekelompok saraf yang berbentuk kacang almond serta

merupakan bagian otak yang berperan dalam melakukan pengolahan

dan ingatan terhadap reaksi emosi. Oleh karenanya amigdala juga

merupakan bagian dari sistem syaraf yang mempengaruhi aspek

kognitif. Sementara prefrontal cortex (PFC), anterior dari lobus frontal

otak (frontal lobes of the brain), berada di depan area motorik dan

premotor, yang bertugas untuk mengambil keputusan serta

mempertimbangkan hal-hal yang positif Edy, (2009) dalam Yulia,

(2014). Bila kita minum minuman yang beralkohol, maka yang akan

terjadi adalah tidak saling berinteraksinya kedua sistem dalam otak.

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 26
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Amygdala dan prefrontal cortex memiliki hubungan yang dinamis dan

interaktif. Jika kedua area ini dipisahkan, seperti saat mabuk berat,

kemampuan menilai dan merespon secara layak terhadap pesan non-

verbal, seperti mudah marah, tersinggung dan tidak bisa mengendalikan

diri.

m. Nutrisi

Nutrisi dapat menjadi salah satu yang mempengaruhi performa tubuh

seseorang. Asupan nutrisi yang tidak adekuat seperti asupan cairan dan

elektrolit yang kurang akan menimbulkan gangguan metabolisme

maupun gangguan keseimbangan cairan (Aflita, 2015)

n. Status hidrasi

Suatu penelitian menyatakan bahwa kehilangan 1-2% berat badan

akibat dehidrasi dapat mengganggu fungsi kognitif dan performa tubuh

seseorang yang membutuhkan atensi, memori dan psikomotor.9

Keadaan dehidrasi secara tidak langsung dapat menyebabkan

peningkatan waktu reaksi (Aflita, 2015)

o. Faktor lingkungan

Adanya pengaruh kondisi lingkungan terhadap waktu reaksi seperti

pencahayaan, temperatur, dan kebisingan.

p. Faktor psikologi

Kondisi psikologi seseorang dapat memberi pengaruh terhadap waktu

reaksi seperti suasana hati dan tekanan.

2.11. Hubungan Reaction Time terhadap Kebisingan dan Cahaya

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 27
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Kualitas lingkungan kerja yang baik dan sesuai dengan kondisi

manusia sebagai pekerja akan mendukung kinerja dan produktivitas kerja

yang dihasilkan. Pengendalian dan penanganan faktor-faktor lingkungan

kerja seperti kebisingan, temperatur, getaran dan pencahayaan

merupakan suatu masalah yang harus ditangani secara serius dan

berkesinambungan. Suara yang bising, temperatur yang panas, getaran,

dan pencahayaan yang kurang di dalam tempat kerja merupakan salah

satu sumber yang mengakibatkan tekanan kerja dan penurunan

produktivitas kerja (Rahardyah, 2013).

a. Kebisingan (suara)

Kebisingan adalah salah satu faktor fisik berupa bunyi yang

menimbulkan akibat buruk bagi kesehatan dan keselamatan kerja

Yanri, (1999) dalam Nugroho, (2009). Dengan demikian kebisingan

dianggap sebagai salah satu polutan yang selalu diprotes karena

merupakan salah satu sumber stres dalam industri. Dalam kaitan ini,

kebisingan memiliki efek yang berbeda terhadap kinerja. Sumber

kebisingan dapat berupa apa saja, mulai dari mesin-mesin di pabrik

(suara bernada tinggi dari mesin bubut, suara hempasan dari mesin

tekan), suara “klik” dari keyboard, pesawat yang melintas di angkasa,

lalu di jalan raya (kendaraan bermotor).

Kebisingan yang menyebabkan ketulian (Noise Induced Deafness)

berada pada rentang frekuensi 2000-6000 Hz. Tingkat kebisingan yang

dihasilkan oleh sumber bunyi (Sound Pressure Level) dapat dihitung

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 28
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

dari perbandingan dari tekanan sumber suara tersebut pada tekanan

suara 0.0002 dyne/cm, yaitu tekanan bunyi dengan frekuensi 1.000 Hz

yang dapat didengar oleh telinga normal. Biasanya dinyatakan dalam

decibel (dB). Tingkat kebisingan dalam industri ternyata bervaiasi

terhadap waktu. Ini berarti bahwa kebisingan sesaat tidak dapat dipakai

untuk menjelasan tingkat kebisingan yang terjadi. Untuk itu harus

dipakai tingkat kebisingan rata-rata. Pada pengukuran kebisingan

industri dan lingkungan dipakai “tingkat kebisingan kontinyu

ekuivalen“ atau yang dikenal dengan singkatan leq, yang dinyatakan

dengan:

Leq = 10Log [∑ Fi 10] dB

Keterangan:

Fi = Fraksi waktu dengan tingkat ketelitian tertentu.

Li = Tingkat kebisingan terukur.

N = Jumlah pengamatan total.

Ambang batas kebisingan setinggi 10 dB atau lebih tinggi dari ambang

batas kebisingan. Akan tetapi, untuk berita yang lebih kompleks yang

terdiri dari kata- kata yang kurang dikenal, tingkat pembicaraannya

harus 20 dB atau lebih tinggi dari ambang batas kebisingan. Adapun

tingkat pembicaraan dikategorikan sebagai berikut:

1) Percakapan biasa : 60-65 dB

2) Pembicara di suatu seminar : 65-75 dB

3) Berteriak : 80-85 dB

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 29
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Nilai – nilai tersebut di aplikasikan nada jarak 1 meter dari pembicara.

Sehingga dapat di simpulkan bahwa komunikasi akan sangat sulit pada

ambang kebisingan di atas 80 dB. Jarak tersebut dapat dikurangi sampai

pembicara harus berteriak pada telinga pendengar.

b. Pencahayaan

Pencahayaan bagai jumlah cahaya yang jatuh pada permukaan.

Satuannya adalah lux (1 lm/m2), dimana lm adalah lumens atau lux

cahaya. Penerangan yang baik adalah penerangan yang memungkinkan

pekerja dapat melihat obyek-obyek yang dikerjakan secara jelas, cepat

dan tanpa upaya-upaya yang tidak perlu (Sanders dan McCormick

(1987) dalam Rahardya (2013) menyimpulkan dari hasil penelitian

pada 15 perusahaan, dimana seluruh perusahaan yang diteliti

menunjukkan kenaikkan hasil kerja antara 4-35%. Menurut Armstrong

(1992) dalam Rahardya (2013) menyatakan bahwa intensitas

penerangan yang kurang dapat menyebabkan gangguna visibilitas dan

eyestrain. Sebaliknya intensitas penerangan yang berlebihan juga dapat

menyebabkan glare, reflections, excessive shadows, visibility dan

eyestrain. Semakin halus pekerjaan dan menyangkut inspeksi serta

pengendalian kualitas, atau halus detailnya dan kurang kontras, makin

tinggi illuminasi yang diperlukan, yaitu antara 500 lux sampai dengan

100 lux (Rahardya, 2013).

2.12. Uji Statistik

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 30
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Pada mulanya, kata "statistik" diartikan sebagai "kumpulan bahan

keterangan (data), baik yang berwujud angka (data kuantitatif) maupun

yang tidak berwujud angka (data kualitatif), yang mempunyai arti penting

dan kegunaan yang besar bagi suatu negara. Namun, pada perkembangan

selanjutnya, arti kata statistik hanya dibatasi pada "kumpulan bahan

keterangan yang berwujud angka (data kuantitatif)" saja; bahan keterangan

yang tidak berwujud angka (data kualitatif) tidak lagi disebut statistik. (

Hartono, 2008)

a. Uji Normalitas

Uji normalitas berguna untuk menentukan data yang telah dikumpulkan

berdistribusi normal atau diambil dari populasi normal. Metode klasik

dalam pengujian normalitas suatu data tidak begitu rumit. Berdasarkan

pengalaman empiris beberapa pakar statistik, data yang banyaknya

lebih dari 30 angka (n>30), maka sudah dapat diasumsikan berdistribusi

normal. Biasa dikatakan sebagai sampel besar.

Namun untuk memberikan kepastian, data yang dimiliki berdistribusi

normal atau tidak, sebaiknya digunakan uji statistik normalitas. Karena

belum tentu data yang lebih dari 30 bisa dipastikan berdistribusi normal,

demikian sebaliknya data yang banyaknya kurang dari 30 belum tentu

tidak berdistribusi normal, untuk itu perlu suatu pembuktian. Uji

statistik normalitas yang dapat digunakan diantaranya Chi-Square,

Kolmogorov Smirnov, Lilliefors, Shapiro Wilk dan Jarque Bera. (

Hartono, 2008)

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 31
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

b. Uji T

Uji T pasangan untuk populasi saling tergantung. Populasi yang saling

tergantung (dependent population) dapat dicontohkan dengan suatu

kelompok yang ditinjau sifatnya sebelum dan sesudah mendapatkkan

perlakuan terhadap sifat yang diitnjau tersebut. Uji T pasangan untuk

sampel-sampel yang saling tergantung mengikuti prosedur yang sama

degan uji hipotesis sampel tunggal pada rata-rata yang menggunakan

distribusi t. namun dalam hal ini, uji T tersebut diterapkan pada

perbedaan antara nilai-nilai pasangan. Perbedaan-perbedaan ini

membentuk himpunan tunggal pengamatan yang diuji dengan prosedur

yang biasa. Prosedur ujinya yaitu :

1) Pernyataan hipotesis nol dan hipotesis alternatif;

2) Pemilihan tingkat kepentingan (level of significance), α;

3) Penentuan distribusi pengujian yang digunakan;

4) Pendefinisian daerah-daerah penolakan atau kritis;

5) Pernyataan aturan keputusan (decision rule);

6) Perhitungan rasio uji (ru);

(Santoso,2010)

c. Uji Hipotesis

Hipotesis pada dasarnya merupakan suatu proposisi atau anggapan

yang mungkin benar, dan sering digunakan sebagai dasar pembuatan

keputusan/pemecahan persoalan ataupun untuk dasar penelitian lebih

lanjut. Hipotesis statistik ialah suatu pernyataan tentang bentuk fungsi

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 32
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

suatu variabel atau tentang nilai sebenarnya suatu parameter. Suatu

pengujian hipotesis statistik ialah prosedur yang memungkinkan

keputusan dapat dibuat, yaitu keputusan untuk menolak atau tidak

menolak hipotesis yang sedang dipersoalkan/diuji (Walpole, 1995).

Hipotesis (atau lengkapnya hipotesis statistik) merupakan suatu

anggapan atau suatu dugaan mengenai populasi. Sebelum menerima

atau menolak sebuah hipotesis, seorang peneliti harus menguji

keabsahan hipotesis tersebut untuk menentukan apakah hipotesis itu

benar atau salah. 𝐻0 dapat berisikan tanda kesamaan (equality sign)

seperti: =, ≤, atau ≥. Bilamana 𝐻0 berisi tanda kesamaan yang tegas

(strict equality sign) =, maka Ha akan berisi tanda tidak sama (not-

equality sign). Jika 𝐻0 berisikan tanda ketidaksamaan yang lemah

(weak inequality sign) ≤, maka 𝐻𝑎 akan berisi tanda ketidaksamaan

yang kuat (stirct inequality sign) >; dan jika 𝐻0 berisi ≥, maka 𝐻𝑎 akan

berisi <

Sebagai contoh:

𝐻0 : 𝑋̅ = µ 𝐻0 : 𝑋̅ ≠ µ

𝐻0 : 𝑋̅ ≤ µ 𝐻0 : 𝑋̅ > µ

𝐻0 : 𝑋̅ ≥ µ 𝐻0 : 𝑋̅ < µ.

(Walpole, 1995)

1) Klasifikasi pengujian hipotesis

i. Hipotesis Deskriptif

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 33
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Hipotesis deskriptif adalah dugaan tentang nilai suatu variabel

mandiri, tidak membuat perbandingan atau hubungan. Dalam

perumusan hipotesis statistik, antara hipotesis nol (H0) dan

hipotesis alternatif (Ha) selalu berpasangan, bila salah satu

ditolak, maka yang lain pasti diterima sehingga dapat dibuat

keputusan yang tegas, yaitu kalau H0 ditolak pasti Ha diterima.

Hipotesis statistik dinyatakan melalui simbol-simbol (Furqon,

1999)

ii. Hipotesis Komparatif

Hipotesis komparatif adalah pernyataan yang menunjukkan

dugaan nilai dalam satu variabel atau lebih pada sampel yang

berbeda.

Rumusan uji hipotesis dua pihak:

𝐻0 : 𝑋̅ = µ

𝐻0 : 𝑋̅ ≠ µ

Rumusan uji hipotesis satu pihak:

𝐻0 : 𝑋̅ ≤ µ

𝐻0 : 𝑋̅ > µ

Rumusan uji hipotesis satu pihak:

𝐻0 : 𝑋̅ ≥ µ

𝐻0 : 𝑋̅ < µ

iii. Hipotesis Hubungan (Assosiatif)


Dedi Nismar Satria MODUL 5:
Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 34
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Hipotesis asosiatif adalah suatu pernyataan yang menunjukkan

dugaan tentang hubungan antara dua variabel atau lebih.

Rumus dan hipotesis nolnya adalah: Tidak ada hubungan antar

gaya kepemimpinan dengan efektifitas kerja.

Hipotesis statistiknya adalah:

𝐻0 : 𝜌 = 0

𝐻0 : 𝜌 ≠ 0

(Gaspersz, 1989)

d. Uji Anova

Analisis variansi adalah suatu teknik statistik yang memungkinkan kita

untuk mengetahui apakah dua atau lebih mean populasi akan bernilai

sama dengan menggunakan data dari sampel-sampel masing-masing

populasi. Analisis variansi lebih efektif digunakan untuk menguji tiga

atau lebih populasi. Tentunya jumlah variabel yang berkaitan dengan

sampel bisa satu atau lebih. Analisis variansi akan menjadi teknik

statistik yang valid untuk diterapkan dengan menggunakan asumsi-

asumsi sebagai berikut:

1) Populasi yang dikaji memiliki distribusi normal.

2) Pengambilan sampel dilakukan secara acak dan setiap sampel

independen/tidak terikat sampel lain.

Populasi-populasi dimana nilai sampel-sampel diperoleh memiliki nilai

variansi populasi yang sama (Harinaldi, 2005).

1) Jenis-jenis

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 35
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Pengujian hipotesis tiga rata-rata atau lebih dengan teknik ANOVA

dapat dibedakan atas tiga jenis, yaitu pengujian klasifikasi satu arah,

pengujian klasifikasi dua arah tanpa interaksi, dan pengujian

klasifikasi dua arah dengan interaksi.

a) Pengujian klasifikasi satu arah

Pengujian klasifikasi satu arah merupakan pengujian hipotesis

beda tiga rata-rata atau lebih dengan satu faktor yang

berpengaruh.

b) Pengujian klasifikasi dua arah tanpa interaksi

Pengujian klasifikasi dua arah tanpa interaksi merupakan

pengujian hipotesis beda tiga rata-rata atau lebih dengan dua

faktor yang berpengaruh dan interaksi antara kedua faktor

tersebut ditiadakan.

c) Pengujian klasifikasi dua aah dengan interaksi

Pengujian klasifikasi dua arah dengan interaksi merupakan

pengujian beda tiga rata-rata atau lebih dengan dua faktor yang

berpengaruh dan pengaruh interaksi antara kedua faktor tersebut

diperhitungkan (Hasan, 2003).

2.13 Lux Meter, Sound Level Meter, dan Wet Bulb Globe Temperature

(WBGT)

a. Lux meter

Lux meter merupakan instrumen portabel untuk mengukur penerangan

sebuah jenis fotometer. Lux meter paling sederhana terdiri dari foto sel

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 36
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

selenium yang mengubah energi cahaya ke energi dari sebuah arus listrik,

yang diukur oleh microammeter pointer-tipe dengan skala dikalibrasi di

luxes (Ix). Skala yang berbeda-beda sesuai dengan rentang yang berbeda

dari cahaya yang sedang diukur, perubahan skala yang dibuat oleh switch

bahwa perubahan hambatan di sirkuit listrik. Misalnya, Iu-16 lux meter

memiliki tiga rentang pengukuran: sampai 25, hingga 100, dan sampai

500 Iux. Iluminansi yang lebih tinggi bisa diukur dengan menggunakan

lampiran cahaya menyebar di photocell, yang melemahkan insiden

radiasi dengan faktor tertentu yang konstan melalui berbagai panjang

gelombang. Kurva untuk sensitivitas spektral relatif dari selenium

photocell dan mata manusia rata-rata tidak sama, akibatnya pembacaan

lux meter adalah fungsi dari komposisi spektral radiasi. Instrumen

biasanya dikalibrasi dengan lampu pijar, dan ketika luxmeter sederhana

digunakan untuk mengukur cahaya yang dihasilkan oleh radiasi dengan

komposisi spektral yang berbeda, seperti siang hari atau lampu

fluorescent, suatu faktor koreksi yang ditentukan oleh perhitungan

(Iskandar, 2014).

b. Sound Level Meter

Sound Level Meter merupakan alat ukur intensitas kebisingan yang

digunakan untuk mengukur intensitas kebisingan antara 30 – 130 dBA

dan dari frekuensi antara 20 – 20000 Hz. Di perkantoran, alat ini

digunakan untuk mengukur tingkat kebisingan suatu ruangan yang

mempunyai standart tertentu, peletakan genset maupun kompresor. Alat

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 37
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

ini didasarkan pada getaran yang terjadi, apabila ada objek atau benda

yang bergetar, maka akan menimbulkan terjadinya sebuah perubahan

pada tekanan udara yang kemudian akan ditangkap oleh system

peralatan, selanjutnya akan menunjukkan angka jumlah dari tingkat

kebisingan yang dinyatakan dengan nilai dB, dengan cara mengarahkan

microphone ke arah sumber suara yang di ukur dan amati angka yang ada

atau tertera pada layar Sound Level Meter (Suharman, 2005).

c. Wet Bulb Globe Temperature (WBGT)

Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: No. PER 13/MEN/X/2011,

Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Di Tempat Kerja, pasal 1 ayat

9 berbunyi :

“Indeks suhu Basah dan Bola (Wet Bulb Globe Temperature Index) yang

disingkat ISBB adalah parameter untuk menilai tingkat iklim kerja yang

merupakan hasil perhitungan antara suhu udara kering, suhu basah alami

dan suhu bola”. Untuk mengetahui iklim kerja di suatu tempat kerja

dilakukan pengukuran besarnya tekanan panas salah satunya dengan

mengukur ISBB atau Indeks Suhu Basah dan Bola Tim Hiperkes, (2004)

dalam Sunandar, (2014), macamnya adalah:

Untuk pekerjaan diluar gedung:

ISBB = 0,7 x suhu basah + 0,2 x suhu radiasi + 0,1 suhu kering

Untuk pekerjaan didalam gedung:

ISBB = 0,7 x suhu basah + 0,3 x suh radiasi

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 38
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Alat yang dapat digunakan adalah heat stress area monitor untuk

mengukur suhu basah, temometer kata untuk menguku kecepatan udara

dan termometer bola untuk mengukur suhu radiasi. Selain itu pengukuran

iklim kerja dapat mengunakan questemt digital. Pengukuran dilakukan

pada tempat tenaga kerja melakukan pekerjaan kira-kira satu meter dari

pekerja.

Wet bulb termometer dapat dibagi bagi dua fungsi yaitu termometer

kering dan basah. Termometer bola kering (dry) adalah termometer air

raksa biasa, satuan untuk suhu ini bias dalam Celcius, Kelvin, Fahrenheit.

Seperti yang diketahui bahwa termometer menggunakan prinsip

pemuaian zat cair dalam termometer. Jika kita ingin mengukur suhu

udara dengan termometer biasa maka terjadi perpindahan kalor dari

udara ke bulb thermometer. Karena mendapatkan kalor maka zat cair

(misalkan: air raksa) yang ada di dalam termometer mengalami pemuaian

sehingga tinggi air raksa tersebut naik. Kenaikan ketinggian cairan ini

yang di konversikan dengan satuan suhu (Celcius, Fahrenheit, dll).

Sedangkan termometer bola basah (wet) adalah termometer air raksa

yang ujung sensornya dibalut dengan kain kasa (atau Dalam

pemanfaatannya termometer wet and dry dapat digunakan pada bidang

pertanian yang gunanya untuk menjaga suhu pada rumah kaca (rumah

hijau) sehingga kebutuhan tanaman dapat terpenuhi dan terkontrol

dengan baik, dan juga dapat mengatur suhu ruangan khusus (Sunandar,

2014).

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 39
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 40
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat dan bahan

1. Laptop

2. Speaker

3. LCD

4. Air conditioner

5. Lampu

6. Alat tulis

7. Lembar pengambilan data

8. Reaction Time Test

9. Lux Meter

10. Sound Level Meter

11. Wet Bulb Globe Temperature

3.2 Prosedur praktikum

a. Memory Recall

Pada gambar yang ditampilkan melalui LCD akan muncul beberapa

deretan angka yang setiap tahapnya deretan angka yang muncul akan

bertambah banyak dimulai dari tiga sampai 10 digit.

1) Tahap pertama sebelum memulai akan muncul kata “siap-siap”

selama 5 detik kemudian akan muncul 3 angka dengan durasi 60 detik,

kemudian diminta mengingat angka tersebut selama 30 detik, ketika

muncul perintah “silahkan menulis” maka dapat menuliskan angka

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 41
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

yang sudah dihafal tadi di lembar jawaban yang telah disediakan

selama 10 detik.

2) Untuk tahap selanjutnya berulang terus menerus hingga sampai pada

10 deret angka.

3) Pada penelitian ini dilakukan berulang dimana dipengaruhi oleh

beberapa kondisi yaitu cahaya terang (cahaya 1), cahaya redup

(cahaya 2), gangguan suara pertama (kebisingan 1) dan gangguan

suara kedua (kebisingan 2). Setiap sebelum melakukan penelitian,

praktikan mengukur intensitas cahaya dan kebisingan dengan alat

yang disediakan sesuai dengan kondisi yaitu untuk cahaya satu

sebesar 408 Lux, cahaya kedua sebesar 30 Lux, gangguan suara

pertama 76 dB dan gangguan suara kedua sebesar 99,7 dB.

b. Reaction Time

Alat reaction time ini terdiri dari beberapa stimulus yaitu tombol merah

menunjukkan lampu warna merah, tombol kuning menunjukkan lampu

warna kuning, tombol hijau menunjukkan lampu warna hijau. Kemudian

pedal untuk visual, tombol putih untuk suara pertama dan tombol hijau

untuk suara kedua. Pengambilan data reaction time ini dimana harus

menekan tombol dengan cepat ketika lampu menyala, menginjak pedal

ketika visual meteran bergerak, mematikan suara ketika berbunyi dengan

menekan sesuai tombol yang telah diberitahu. Praktikum dilakukan

berulang dimana dipengaruhi oleh kondisi yang berbeda dalam ruangan.

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 42
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

1. Tahap pertama dengan empat kondisi berbeda dilakukan pengambilan

data reaction time dimana harus menekan tombol dengan stimulus yang

diberikan secara teratur sesuai urutan pada tombol yang ada di alat.

2. Setiap sebelum melakukan penelitian, praktikan mengukur intensitas

cahaya dan kebisingan dengan alat yang disediakan sesuai dengan

kondisi yaitu untuk cahaya satu sebesar 646 Lux, cahaya kedua sebesar

30 Lux, gangguan suara 97,5 dB, dan gangguan suara 102,7 dB.

3. Kemudian tahap selanjutnya mengulangi pengambilan data seperti tahap

pertama tapi dengan memilih tombol secara acak sesuai pemberian

stimulus yang acak (tidak teratur) dari operator

4. Setelah pengukuran dilakukan, praktikan mencatat hasil pengukuran

tersebut pada lembar tabel yang disediakan.

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 43
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

BAB IV

PENGOLAHAN DATA

1.1 Kondisi Praktikan

Praktikum yang dilakukan pada 06 Maret 2019 terdiri dari dua macam

yaitu, pengukuran Memory Recall dan Reaction Time. Praktikum yang pertama

dilakukan adalah Memory Recall dengan mengambil data pada empat kondisi

yang berbeda. Pengukuran yang dilakukan adalah memory recall dengan

menggunakan pengukuran serial recall dan setiap praktikan melakukan

pengambilan data kemudian masing-masing praktikan mencatat hasilnya pada

lembar data pribadi. Praktikum dilakukan pada satu ruangan namun dengan

empat kondisi yang berbeda. Sebelum memulai praktikum, diukur suhu dan

kelembaban ruangan, yaitu suhu 24,6 oC dengan kelembaban udara sebesar

64%. Adapun kondisi-kondisi yang ditentukan pada saat praktikum adalah

yang pertama kondisi penerangan dengan cahaya satu sebesar 408 Lux.

Kondisi cahaya kedua adalah dengan penerangan sebesar 30 Lux. Kondisi

ketiga adalah gangguan suara 76 dB. Ganggguan suara diberikan melalui

speaker yang memutarkan lagu bernada lambat di dalam ruangan. Kondisi

terakhir adalah gangguan suara 99,7 dB.

Praktikum yang dilakukan kedua adalah Reaction Time dengan

mengambil data pada empat kondisi yang berbeda. Pengukuran yang dilakukan

adalah reaction time dengan menggunakan pengukuran choice reaction time

experiment dan setiap praktikan melakukan pengambilan data kemudian

masing - masing praktikan mencatat hasilnya pada lembar data pribadi.

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 44
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Praktikum dilakukan pada satu ruangan namun dengan empat kondisi yang

berbeda. Adapun kondisi-kondisi yang ditentukan pada saat praktikum adalah

yang pertama kondisi penerangan dengan cahaya satu sebesar 646 Lux.

Kondisi cahaya kedua adalah dengan penerangan sebesar 30 Lux. Kondisi

ketiga adalah gangguan suara 97,5 dB. Ganggguan suara diberikan melalui

speaker yang memutarkan lagu bernada lambat di dalam ruangan. Kondisi

terakhir adalah gangguan suara 102,7 dB.

1.2 Hasil Pengamatan

Dibawah ini adalah hasil pengukuran memory recall dan reaction time.

4.2.1. Memory Recall Test

Tabel 4.1 dibawah ini adalah hasil pengukuran memory recall test

dengan mengingat deret angka secara tepat yang dilakukan dalam

empat kondisi.

Tabel 4.1 Data Hasil Memory Recall Pribadi


No Cahaya 1 Cahaya 2 Kebisingan 1 Kebisingan 2
1 841 935 492 634
2 2710 8915 3501 2874
3 59612 31672 61374 61374
4 973852 845710 851973 427109
5 7083945 9241062 - 8053724
6 21975803 19032758 - 59134807
7 425395017 749015253 - 894702315
8 4097361958 1689573409 - 4739218501

4.2.2. Reaction Time Test

Dibawah ini adalah hasil pengukuran Reaction Time Test Stimulus

Teratur dan Tidak Teratur.

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 45
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

a. Teratur

Tabel 4.2 dibawah ini menunjukan hasil pengukuran Reaction Time

Test dalam kondisi yang teratur yaitu terdapat pola pemberian

stimulus (teratur) dan dalam empat kondisi yang berbeda.

Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Reaction Time Test Stimulus (teratur)


Stimulus Teratur
No Kondisi Warna Warna Warna Suara Suara
Visual
1 2 3 1 2
1 Cahaya 1 0.241 0.221 0.222 0.133 0.082 0.112
2 Cahaya 2 0.241 0.021 0.271 0.261 0.222 0.132
3 Kebisingan 1 0.291 0.251 0.291 0.381 0.281 0.453
4 Kebisingan 2 0.341 0.202 0.201 0.211 0.322 0.420

b. Tidak Teratur

Tabel 4.3 di bawah ini menunjukan hasil pengukuran Reaction Time

Test dalam kondisi yang tidak teratur yaitu tidak terdapat pola

pemberian stimulus acak (random) dan dalam empat kondisi yang

berbeda.

Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Reaction Time Test acak


Stimulus Tidak Teratur
No Kondisi Warna Warna Warna Suara Suara
Visual
1 2 3 1 2
1 Cahaya 1 0.121 0.211 0.212 0.322 0.123 0.211
2 Cahaya 2 0.371 0.831 0.241 0.242 0.821 0.111
3 Kebisingan 1 0.293 0.211 0.221 0.123 0.420 0.632
4 Kebisingan 2 0.461 0.516 0.371 0.472 0.120 0.143

1.3 Pengolahan Data

Dibawah ini terdapat pengolahan data dari setiap hasil pengukuran, masing-

masing untuk memory recall dan reaction time test.

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 46
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

4.3.1. Memory Recall

Tabel 4.4 di bawah ini menunjukkan hasil memory recall test jumlah

deret angka yang diingat secara tepat.

Tabel 4.4. Memory Recall Test


N
Kondisi Deret Angka yang dihafal
o
1 Cahaya 1 8
2 Cahaya 2 8
3 Kebisingan 1 4
4 Kebisingan 2 8

Tabel 4.5 di bawah ini menunjukkan hasil memory recall test jumlah

deret angka yang diingat oleh anggota kelompok 4.

Tabel 4.5. Memory Recall Test kelompok 5


No Nama Cahaya 1 Cahaya 2 Kebisingan 1 Kebisingan 2
1 Ryski 8 8 8 6
2 Desty 8 8 8 5
3 Fira 8 8 8 8
4 Moudy 8 8 5 4
5 Kiswah 8 7 8 8
6 Rahmat 8 8 8 8
7 Dedi 8 8 4 8
8 Ninda 8 8 8 8
9 Hikma 8 8 8 6
10 Sanda 8 8 8 8

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 47
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Gambar 4.1 di bawah ini merupakan diagram batang yang

menunjukkan hasil pengukuran memory recall test yang dilakukan

pada empat kondisi berbeda:

Data Memory Recall


9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
Cahaya 1 Cahaya 2 Kebisingan 1 Kebisingan 2
Gambar 4.1 Data Memory Recall

4.3.2. Reaction Time

a. Teratur

Berikut merupakan tabel 4.6 yang memperlihatkan hasil rata-rata

dan standar deviasi dari setiap kondisi

Tabel 4.6 Hasil Pengukuran Reaction Time Test Teratur


No Kondisi Rata-Rata Standar Deviasi
1 Cahaya 1 0.169 0.068
2 Cahaya 2 0.191 0.097
3 Kebisingan 1 0.325 0.076
4 Kebisingan 2 0.283 0.092

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 48
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Berikut ini merupakan gambar diagram batang yang menampilkan

rata-rata reaction time, khusunya stimulus teratur.

Data Reaction Time Kondisi Teratur


6.00

5.00

4.00

3.00

2.00

1.00

0.00
Cahaya 1 Cahaya 2 Kebisingan 1 Kebisingan 2
Gambar 4.2 Data Reaction Time kondisi Teratur

b. Tidak Teratur

Pada tabel 4.7 dibawah ini menampilkan data stimulus tidak

teratur, rata-rata dan standar deviasi dari reaction time test dari

setiap kondisi

Tabel 4.7 Hasil Pengukuran Reaction Time Test tidak Teratur


No Kondisi Rata-Rata Standar Deviasi
1 Cahaya 1 0.200 0.172
2 Cahaya 2 0.436 0.622
3 Kebisingan 1 0.317 0.177
4 Kebisingan 2 0.347 0.179

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 49
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Berikut ini merupakan gambar diagram batang yang menampilkan

rata-rata reaction time stimulus tidak teratur.

Data Reaction Time Kondisi Tidak Teratur


1.50

1.00

0.50

0.00
Cahaya 1 Cahaya 2 Kebisingan 1 Kebisingan 2

Gambar 4.3 Data Reaction Time Kondisi Tidak Teratur

4.3.3. Uji Normalitas

a. Memory Recall

Berikut ini merupakan hasil uji normalitas pada data memory recall

menggunakan software SPSS.

Gambar 4.4 Perhitungan hasil Uji Normalitas Memory Recall

Berikut tabel 4.8 merupakan hasil uji normalitas berdasarkan

perhitungan SPSS

Tabel 4.8 Hasil uji normalitas


No Kondisi Uji Normalitas
1 Cahaya 1 Constant
2 Cahaya 2 0,0001
3 Kebisingan 1 0,0001
4 Kebisingan 2 0,003

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 50
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

b. Reaction Time

1) Teratur

Berikut ini merupakan hasil uji normalitas pada data reaction

time test dengan stimulus teratur menggunakan software SPSS.

Gambar 4.5 Perhitungan Uji Normalitas Stimulus Teratur

Tabel 4.9 dibawah ini merupakan tabel hasil perhitungan uji

normalitas stimulus teratur berdasarkan perhitungan SPSS

Tabel 4.9 Hasil uji normalitas stimulus teratur


No Kondisi Uji Normalitas Stimulus Teratur
1 Teratur 0,907

2) Tidak Teratur

Berikut ini merupakan hasil uji normalitas pada data reaction

time test dengan stimulus acak menggunakan software SPSS

Gambar 4.6 Perhitungan Uji Normalitas Stimulus Tidak Teratur

Tabel 4.10 dibawah ini merupakan tabel hasil perhitungan uji

normalitas stimulus teratur berdasarkan perhitungan SPSS

Tabel 4.10 Hasil uji normalitas stimulus tidak teratur


No Stimulus Uji Normalitas Stimulus Tidak Teratur
1 Tidak 0,418
Teratur

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 51
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

4.3.4. Uji T

a. Memory Recall

Gambar 4.7 merupakan hasil uji T terhadap memory recall untuk

cahaya terang (1) dan cahaya redup (2), dengan level signifikansi

0,05.

Gambar 4.7 Hasil uji T cahaya 1 dan cahaya 2

Selanjutnya, merupakan hasil uji T terhadap memory recall untuk

kebisingan (1) dan kebisingan (2), dengan level signifikansi 0,05.

Gambar 4.8 Hasil uji T kebisingan 1 dan kebisingan 2

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 52
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Tabel 4.11 dibawah ini merupakan tabel hasil perhitungan uji T

stimulus teratur berdasarkan perhitungan SPSS

Tabel 4.11 Hasil uji T memory recall


No Kondisi Hasil Uji T
1 Cahaya 1 – Cahaya 2 0,343
2 Kebisingan 1 – Kebisingan 2 0,522

b. Reaction Time

Dibawah ini merupakan hasil uji T terhadap Reaction Time Test

stimulus teratur dengan stimulus acak, menggunakan level

signifikansi 0,05

Gambar 4.9 Hasil uji T pada kondisi teratur dan tidak teratur

Tabel 4.11 di bawah ini merupakan tabel hasil perhitungan uji T

reaction time berdasarkan perhitungan SPSS

Tabel 4.12 Hasil uji T reaction time


No Kondisi Hasil Uji T
1 Teratur – Tidak Teratur 0,235

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 53
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

4.3.5. Uji ANOVA

a. Memory Recall

Di bawah ini merupakan hasil uji Anova terhadap memory recall

test teratur menggunakan level signifikansi 0,05.

Gambar 4.10 Hasil uji Anova pada kondisi teratur

Dan berikut tabel hasil uji Anova terhadap memory recall test

berdasarkan hasil perhitungan SPSS

Tabel 4.13 Hasil uji Anova memory recall


No Kondisi Hasil Uji Anova
1 Semua kondisi 0,092

b. Reaction Time

Di bawah ini merupakan hasil uji Anova terhadap Reaction Time


Test stimulus teratur menggunakan level signifikansi 0,05.

Gambar 4.11 Hasil uji Anova pada kondisi teratur

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 54
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Selanjutnya di bawah ini merupakan hasil uji Anova terhadap

Reaction Time Test stimulus tidak teratur menggunakan level

signifikansi 0,05

Gambar 4.12 Hasil uji Anova pada kondisi tidak teratur

Dan tabel di bawah ini merupakan tabel hasil perhitungan uji

Anova stimulus teratur dan tidak teratur berdasarkan perhitungan

SPSS

Tabel 4.14 Hasil uji Anova reaction time


No Stimulus Hasil Uji Anova
1 Teratur 0,013
2 Tidak Teratur 0,282

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 55
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

BAB V

ANALISA DAN PEMBAHASAN

5.1 Analisa Data

Dalam kegiatan pratikum yang dilakukan dalam lab ergonomi dan

perancangan sistem kerja pada hari Rabu, 6 Maret 2019 sekitar pkul 09.00

hingga selesai, pada praktikum kali ini kelompok IV mendapat modul 5 yang

dimana membahas tentang performansi psikomotorik. Dalam kelompok IV

terdapat 10 orang yang terdiri dari 3 cowok dan 6 cewek, pratikum dimulai

dengan responsi yang dilanjutkan dengan pengambilan data dengan dua alat

yaitu memory recall dan reaction time.

a. Pada memory recall test diterapkan 4 kondisi yaitu cahaya 1 terang , cahaya

2 redup, kondisi kebisingan 1 dan kondisi kebisingan 2, dalam pratikum ini

praktikan di arahkan menhafal deretan angka yaitu mulai 3 deret angka

hingga 8 deret angka dengan menerapkan 4 kondisi yang disebutkan tadi.

Setelah dianalisa data yang didapatkan memperlihatkan adanya pengaruh

setiap kondisi terhadap kemampuan responden dalam mengingat terliat pula

dalam perbedaan jumlah skore setiap responden sehingga dapat dikatakan

bahwa selain kondisi ada faktor yang lain seperti konsentrasi responden,

metode mengingat, dan gangguan faktor luar.

b. Pada reaction time test dilakukan 4 kondisi yang sama dengan memory

recall, namun pada tes ini terdapat dua stimulus yaitu teratur dan tidak

teratur, untuk 4 kondisi dengan stimulus teratur didapatkan data sesuai tabel

4. 6 rata-rata kecepatan reaksi pada kondisi cahaya 1, cahaya 2, kebisingan

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 56
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

1 dan kebisingan 2 dalam kondisi teratur berturut – turut adalah 0.169,

0.191, 0.325, dan 0.283. Berdasarkan data rata-rata kecepatan reaksi

tersebut dapat dilihat bahwa 4 kondisi dapat mempengaruhi reaction time,

yang didukung pula dengan faktor-faktor lain berupa dukungan alat,

konsentrasi, gangguan faktor luar, dan pola yang telah bisa ditebak oleh

responden karena dilakukan secara teratur.

Sedangkan pada reaction time test dengan stimulus acak dapat dilihat pada

tabel 4.7 rata– rata kecepatan waktu reaksi pada empat kondisi berturut –

turut adalah 0.200, 0.436, 0.317, dan 0.347. Berdasarkan data tersebut juga

dapat dilihat bahwa tiga kondisi dapat mempengaruhi reaction time dan

didukung pula dengan faktor lain berupa dukungan alat, konsentrasi,

gangguan faktor luar, dan pola yang tidak bisa ditebak oleh responden

karena dilakukan secara acak.

Dari kedua stimulus di atas dapat disimpulkan bahwa sertiap kondisi yang

diberikan kepada responden pasti memiliki pengaruh terhadap waktu reaksi

setiap responden terlepas dari faktor-faktor lain yang mungkin memiliki

pengaruh terhapat waktu reaksi responden.

c. Uji normalitas uji ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui apakah data

yang didapat berdistribusi normal atau tidak dengan ketentuan, jika nilai Sig

> 0.05, maka data berdistribusi normal. Sedangkan Jika nilai Sig < 0.05,

maka data tidak berdistribusi normal. Hal ini didasari oleh pengambilan

keputusan dalam uji normalitas Sharpiro Wilk. Sesuai gambar 4.5 (Reaction

Time pada kondisi teratur) dan 4.6 (Reaction Time pada kondisi tidak

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 57
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

teratur) secara berturut-turut diperoleh hasil signifikansi 0,907 dan 0,418,

sehingga dapat disimpulkan bahwa uji normalitas hasil dari reaction time

test teratur maupun tidak teratur berdistribusi normal.

d. Pada uji T Jika nilai Sig < 0.05 maka variabel bebas berpengaruh signifikan

terhadap variabel terikat dan Jika nilai Sig > 0.05 maka variabel bebas tidak

berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat. Dari hasil uji T memory

recall menggunakan level of significance 0.05 dapat dilihat pada tabel 4.11

bahwa perbandingan antar cahaya bernilai 0.343 dan perbandingan antar

kebisingan bernilai 0.522. Dengan ketentuan bahwa Sig.<0.05 maka

dikatakan signifikan, maka pengaruh cahaya yang berbeda dan kebisingan

berbeda tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan

responden dalam mengingat deret angka. Pada percobaan Reaction Time

dapat dilihat pada table 4.12 kondisi stimulus yang berbeda yaitu teratur dan

tidak teratur diperoleh hasil bahwa nilai signifikan adalah 0.235, lebih besar

dari 0.05 yang berarti bahwa pengaruh stimulus yang berbeda tidak

mempengaruhi kemampuan responden dalam melakukan reaksi.

e. Pada uji Anova untuk memory recall menggunakan level of significance

0.05 dapat dilihat pada tabel 4.13 bahwa pengaruh kondisi berbeda dengan

deret angka yang dihafal bernilai 0.092. Dengan demikian, dapat

disimpulkan bahwa terdapat pengaruh antara kondisi yang berbeda terhadap

kemampuan mengingat responden dalam menghafalkan deret angka.

Sementara pada uji Anova untuk reaction time menggunakan level of

significance 0.05 dapat dilihat pada tabel 4.14 bahwa pengaruh antara

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 58
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

stimulus teratur dan tidak teratur terhadap waktu reaksi berturut-turut

bernilai 0.013 dan 0.282. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa

terdapat pengaruh antara stimulus teratur dan tidak teratur terhadap

kemampuan responden dalam melakukan reaksi. Dari perbandingan

tersebut dapat dilakukan analisa bahwa reaction time secara teratur akan

membuat reaction time lebih cepat karena responden mengetahui pola pada

keadaan teratur sehingga dapat bereaksi dengan cepat.

5.2 Pembahasan

Jurnal berjudul Evaluasi Performansi Pegawai Itenas Berdasarkan

Kemampuan Kognitif dan Psikomotor, ditulis oleh Maria Stephanie, Caecilia

S.W, dan Arie Desrianty.

Dalam jurnal penelitian ini ditujukan terhadap teknisi dan adminitrasi

yang mempunyai pekerjaan yang berbeda sehingga digunakan metode

congnitive failures questionnaire untuk proses berpikir dan directRT untuk

melihat kecepatan reaksi setiap responden.

Pengolahan data pada penelitian ini sebelumnya dilakukan pengujian

kuesioner yaitu uji validitas dan reliabilitas. Setelah itu dilakukan transformasi

data untuk mengubah data ordinal menjadi interval. Pengolahan data yang

dilakukan yaitu perhitungan total skor CFQ (cognitive failures questionnaire)

untuk masing-masing responden, perhitungan rata-rata kecepatan reaksi, uji

normalitas, uji linieritas, korelasi, dan uji beda. Uji normalitas yang dilakukan

adalah uji normalitas kognitif dan kecepatan reaksi. Uji linieritas yang

dilakukan adalah menguji umur dengan kognitif dan kognitif dengan kecepatan

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 59
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

reaksi. Korelasi yang dilakukan untuk menguji hubungan antara umur dengan

kognitif dan kecepatan reaksi dengan kognitif. Uji beda yang dilakukan adalah

mengetahui ada atau tidaknya perbedaan antara rata-rata kemampuan kognitif

antara teknisi dan karyawan administrasi

Cognitive failures questionnaire (CFQ) merupakan kuesioner yang

berisikan 25 pertanyaan yang meliputi faktor distratibility, memory blunders

dan memory of name. Mempunyai skala ordinal dimana nilai 4 untuk jawaban

selalu (S), nilai 3 untuk jawaban sering (SR), nilai 2 untuk jawaban jarang (J)

dan nilai 1 untuk jawaban tidak pernah (TP). Hasil skala untuk 25 pertanyaan

di totalkan untuk setiap responden.

Sedangkan Kecepatan reaksi dilakukan menggunakan software DirectRT

dengan dilakukan 2 tes yaitu T5 (simplen reaction time) dan tes T6 (recognition

reaction time). Pengetesan dilakukan tiga kali pada setiap responden.

Rata-rata kecepatan reaksi T5 untuk pegawai teknisi pada awal

pekerjaan, pertengahan dan akhir pekerjaan adalah 1.7866, 1.8232, dan 1.7363.

Rata-rata kecepatan reaksi T5 untuk pegawai administrasi pada awal pekerjaan,

pertengahan dan akhir pekerjaan adalah 0.8707, 0.9894, dan 0.8017. Rata-rata

kecepatan reaksi T6 pada pegawai teknisi berkisar antara 0,6124 detik sampai

dengan 1,6693 detik. Kecepatan reaksi T5 dan T6 pada teknisi untuk nilai

terendah terdapat pada saat pertengahan yaitu pada saat siang hari yang

disebabkan karena faktor kelelahan dan energi yang menurun. Responden ke-

34 memiliki waktu terlama yaitu 1.4784 dengan usia 53 tahun dengan masa

kerja 24 tahun. Untuk karyawan administrasi, rata-rata kecepatan reaksi T6

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 60
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

berkisar antara 0,624 detik sampai dengan 1,3198 detik. Kecepatan reaksi T5

dan T6 paling rendah pada karyawan administrasi terdapat pada saat siang hari

yang disebabkan karena kelelahan selain itu stress dapat menyebabkan

kesulitan untuk menyaring respon sehingga menyebabkan kecepatan reaksi

menurun. Responden ke-37 memiliki kecepatan reaksi paling lama yaitu

1.4014 detik dengan usia 44 tahun dengan massa kerja 26 tahun. Berdasarkan

hasil tersebut, faktor usia dapat mempengaruhi kecepatan reaksi seseorang.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6. 1 Kesimpulan

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 61
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, dapat ditarik

kesimpulan berdasarkan tujuan yang ada diantaranya :

a. Pengukuran performansi psikomotorik dengan memory recall test

dilaksanakan dalam empat kondisi yaitu cahaya 1 dengan tingkat

pencahayaan 408 Lux, cahaya 2 dengan tingkat pencahayaan 30 Lux,

kebisingan 1 dengan gangguan suara 76 dB, kebisingan 2 dengan gangguan

suara 99,7 dB untuk melihat sejauh mana praktikan dapat menghafal

jumlah deret angka yang tersedia. Sedangkan pengukuran performansi

psikomotorik dengan reaction time test dilaksanakan dalam empat kondisi

yaitu cahaya 1 (646 Lux), cahaya 2 (30 Lux), kebisingan 1 (97,5 dB) dan

kebisingan 2 (102,7 dB) untuk melihat kecepatan reaksi praktikan

berdasarkan gangguan yang diberikan.

b. Berdasarkan hasil uji T yang didapatkan pada reaction time test, sebesar

0,235 yang lebih besar dari 0.05 maka dapat diketahui bahwa kondisi

lingkungan tidak berpengaruh terhadap performansi psikomotorik

praktikan. Pada memory recall test hasil uji T yang didapatkan untuk

kondisi lingkungan berupa cahaya yang berbeda diperoleh hasil 0,343 yang

lebih besar dari 0.05, maka dapat diketahui bahwa kondisi lingkungan yang

berupa suhu ruangan yang berbeda tidak berpengaruh terhadap performansi

psikomotorik praktikan. Hal yang sama juga ditemui pada hasil uji T yang

didapatkan untuk kondisi dimana gangguan suara (kebisingan) yang

berbeda, diperoleh hasil 0,522 yang lebih besar dari 0.05 maka dapat

diketahui bahwa gangguan suara (kebisingan) tidak berpengaruh terhadap

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 62
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

performansi psikomotorik praktikan. Untuk hasil uji ANOVA yang

didapatkan pada reaction time bahwa pengaruh antara stimulus teratur

bernilai 0.013 < 0.05 maka dapat diketahui bahwa tidak terdapat pengaruh

stimulus teratur terhadap kemanpuan responden dalam melakukan reaksi

,dan stimulus tidak teratur bernilai 0.282 > 0.05 Maka dapat diketahui

bahwa terdapat pengaruh antara stimulus teratur dan tidak teratur terhadap

kemampuan responden dalam melakukan reaksi. Untuk hasil yang didapat

pada memory recall bahwa pengaruh kondisi berbeda dengan deret angka

yang dihafal bernilai 0.092 > 0.05. Dengan demikian, dapat diketahui

bahwa terdapat pengaruh antara kondisi yang berbeda terhadap

kemampuan mengingat responden dalam menghafalkan deret angka.

c. Dari hasil praktikum yang dilaksanakan dapat dikatakan bahwa beban

psikologi yang mempengaruhi performansi psikomotorik seperti suasan

hati dan tekanan. Performansi psikomotorik akan lebih baik apabila sedang

dalam kondisi yang sehat dengan istirahat yang cukup serta lingkungan

yang nyaman dan memadai agar terhindar dari kelelahan juga stress.

Sedangkan kondisi lingkungan kerja yang tepat apabila, tidak melampaui

tingkat kebisingan tertinggi (80 – 85 dB), dan pencahayaan yang harus

tepat (berdasarkan SNI yaitu sebesar 200 lux), pula dengan pemilihan

display / background yang baik agar dapat meminimalisir kesalahan yang

akan berimbas terhadap meningkatnya beban kerja, mempercepat

munculnya kelelahan dan keluhan subjektif serta menurunkan

produktivitas kerja (dalam hal ini praktikan atau responden).

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 63
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

6. 1 Saran

a. Saran Laboratorium

1) jagalah kebersihan laboratorium dan menambahkan rak sepatu agar

sepatu tidak berserakan dimana – mana

b. Saran Untuk Asisten

1) Asisten I : Kak Nurul Azizah

Dalam melaksanakan tugas sebagai asisten sebaiknya lebih ramah

terhadap asisten dan dalam menyampaikan informasih lebih jelas agar

praktikan tidak mengulangi kesalahan yang sama.

2) Asisten II : Kak Muhammad Fadhil Zaenal

Dalam menjalangakan tugas sebagai asisten lab pertahankan

kerahaman dan lebih berintraksi dengan pratikan.

DAFTAR PUSTAKA

Anindita, A.E. 2017. Analisis Komponen Waktu Reaksi Bulutangkis. Jurnal

Kedokteran Diponegoro 6.

Bridger, R.S. 2005. Introduction to Ergonomics (2nd ed.). New York: Taylor &

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 64
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Francis.

Chussurus, Mifta, dkk. 2011. Pengaruh Pemberian Cerita Melalui Media

Audiovisual Terhadap Recall Memory Pada Anak-Anak Kelas V
 Sekolah

Dasar Takmirul Islam Surakarta. Jurnal Psikologi Vol 3, No.1.

Djemari Mardapi, dkk. 2003. Pedoman Umum Pengembangan Sistem Penilaian

Hasil Belajar Berbasis Kompetensi Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat

Pertama (SLTP). Yogyakarta:: Pascasarjana UNY.

Fahmia, Restu. 2012. Fisiologi Kerja Ergonomi Kognitih. Surakarta : Universitas

Sebelas Maret.

Fauziah, Nurma. 2008. Pengaruh Suhu Lingkungan Terhadap Kinerja Pekerja.

Bandung : Universitas Telkom.

Furqon, (1999). Statistika Terapan untuk Penelitian. Bandung: C.V. Alfabeta

Gaspersz, Vincent. 1989. Statistika. Armico: Bandung.

Iskandar , Abdullah, dkk. 2014. Evaluasi Penggunaan Lampu LED sebagai

Pengganti Lampu Konvensional. Universitas Islam Lamongan : Jawa Timur

Juniarta, A. T., 2016. Mengkaji Penerapan Kognitif dalam Tuntutan Psikomotorik

pada Pembelajaran Pendidikan Jasmani. Universitas Negeri Malang, p.

228-229, 230, 235

Luce, R.D. 1986. Response Times : Their Role in Ferring Elementary Mental

Organization. Oxford University Press. New York.

Muslimin, Kamil Agung. 2016. Studi Tata Ruang dalam pada Museum Affandi

denga Pendekata Ergonomi. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya

Yogyakarta.
Dedi Nismar Satria MODUL 5:
Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 65
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Myers. 2006. Nutrition in Toddlers. American Family. Physician. Vol 749(9). pp

1527-1532.

Ningsih, Linda Setya. 2009. Kemampuan Recall Memory Ditinjau dari Metode

Belajar Visual dan Metode Belajar Audio. Skripsi. Universitas

Muhamadiyah Surakarta.

Nirmalasari, M., 2011. Pengembangan Model Memorization Learning dalam

Meningkatkan Pemahaman Peserta Didik pada Pelajaran Kimia SMA.

Volume Edisi Khusus No.2, p. 185.

Punekar, Jaishree. N and. Kelkar. R.S. 2006. Psychomotor Performance And

Cognitive Abilities In. The Indian Journal of Occupational Therapy, Volume

38, p. 5.

Rahadyah, Andi. 2013. Pengaruh Pencahayaan, Kebisingan Dan Temperatur

Terhadap Performansi Kerja. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Sternberg, R. J. (2009). Cognitive psychology (5th ed.). Belmont, CA: Wadsworth.

Solso, Robert L., Otto H. Moclin, dan M. Kimberly Maclin. 2008. Psikologi

Kognitif. (Alih Bahasa: Mikael Rahaedanto dan Kristianto Batuadji).

Jakarta : Erlangga.

Sternberg, Robert J. 2006. Psikologi Kognitif. Edisi 4. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Suharman. 2005. Psikologi Kognitif. Surabaya : Srikandi.

Suma’mur. 1987. Hyperkes Kesehatan Kerja Dan Ergonomi. Jakarta: Muara

Agung Dharma Bhakti.

Sutalaksana, Iftikar er all. 2006. Teknik Tata Cara Kerja. Bandung: Jurusan Teknik

Industri, ITB.

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 66
LABORATORIUM ERGONOMI
DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Syaifuddin, 2009. Anatomi Tubuh Manusia Untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi

3. Jakarta : Salemba Medika.

Tan, Thomas. 2017. Teaching is an Art : Maximize Your Teaching. Yogyakarta:

Deepublish.

Triyanti, V., & Azali, W. (2015). Analisis Hubungan Aktivitas Dan Karakteristik

Fisik. Jurnal Ilmiah Teknik Industi (2015).

Usman, Husaini & Setiady Akbar, Purnomo. 2006. Pengantar Statistika.

Yogyakarta: Bumi Aksara

Walpole, Ronald E. 1995. “Pengantar Statistik Edisi Ke-4”. Jakarta: PT Gramedia.

Yusuf, Muhammad. 2013. “ Pengaruh Kebisingan Terhadap Waktu Penyelesaian

Pekerjaan Operator”. Yogyakarta : Institut Sains & Teknologi AKPRIND

Dedi Nismar Satria MODUL 5:


Kelompok IV
D221 16 005 Pengukuran Performansi Psikomotorik Hal 67

Anda mungkin juga menyukai